Anda di halaman 1dari 11
BAB Ill INSTRUMENTASI DALAM BIMBINGAN KONSELING Instrumentasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang dibutuhkan dalam mendukung ketepatan rancangan, hingga mengevaluasi hasil layanan BK. Kegiatan instrumentasi selalu dibutuhkan sejak awal hingga akhir kegiatan layanan BK di sekolah. Oleh karena itu, guru BK sebaiknya memahami tentang konsep instrumentasi dan proses yang dibutuhkan dalam melaksanakan instrumentasi tersebut. A. Tujuan Instrumentasi Bimbingan dan Konseling Kegiatan bimbingan dan konseling (BK) bukanlah kegiatan yang non ilmiah, tetapi sarat akan kegiatan yang mencirikan sifat ilmiah yakni berupa objektif, dan bersifat sistematis, yang mendukung tercapainya tujuan layanan BK di sekolah. Kegiatan BK selalu berdasarkan data atau fakta, dan memiliki rancangan yang jelas. Kegiatan BK dilakukan dengan cara menentukan tujuan dan rancangan terlebih dahulu; antara pelaksanaan tahap yang satu dengan pelaksanaan tahap berikutnya selalu teratur. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut seorang guru BK seharusnya memahami dan mampu melakukan kegiatan instrumentasi dan menggunakan instrumen tersebut untuk pengumpulan data tentang peserta didik, lingkungan, dan nilai-nilai/norma yang ada di sekitarnya. Instrumentasi berasal dari kata instrumen yang berarti suatu alat yang digunakan dalam suatu kegiatan. Kegiatan yang dimaksud adalah upaya mencari atau mengumpulkan data atau informasi yang bersifat akurat. Sedangkan aplikasi instrumentasi adalah pengumpulan data dan keterangan secara berencana, sistematik, dan bertujuan, tentang peserta didik baik secara individual maupun secara berkelompok. Di samping data tersebut, guru BK juga perlu mengumpulkan data atau informasi kondisi lingkungan yang berada di sekitar peserta didik yakni: data 25 mengenai lingkungan fisik, sosial, geografis, dan data tentang nilai, budaya, dan norma masyarakat. Beragam data dan keterangan atau informasi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen (alat pengumpul data) yang berupa tes dan non-tes. Instrumen sangat dibutuhkan untuk mencari data guna merancang kegiatan layanan BK. Tanpa adanya data yang akurat dan lengkap maka rancangan kegiatan layanan BK tidak dapat disusun secara matang. Oleh karena itu, instrumen perlu disusun dan digunakan guru BK dalam mencari data tentang peserta didiknya. Adapun tujuan membuat instrumen atau alat pengumpul data dalam kegiatan BK antara lain adalah: a. Memberikan kemampuan khusus bagi seorang guru BK agar mampu membuat berbagai alat pengumpul data dan keterangan tentang peserta didiknya serta kondisi lingkunganya (termasuk lingkungan fisik, sosial, nilai, budaya, dan norma), serta mampu mengujikan alat tersebut menjadi reliabel (tetap, konsisten) dan valid (tepat, layak dipakai), dan memiliki kemampuan daya pembeda (discriminating power) sehingga alat tes tersebut fungsional. Suatu tes atau instrumen yang telah disusun - disebut pula sebagai konstruksi tes - dikatakan reliabel (handal) yakni jika terdapat konsistensi skor yang diperoleh dari seseorang atau sekelompok orang jika diteskan kepada orang yang karakteristiknya sama walaupun dalam situasi, kondisi, dan setting yang berbeda. Reliabel tersebut sering diartikan sebagai tingkat ketetapan suatu tes (konsistensi). Hasil dari perhitungan reliabilitas tersebut ditemukan tingkat ketetapan; sedangkan validitas suatu tes atau instrumen diistilahkan dengan tingkat ketepatan (level of accuracy) Alat tes atau instrumen tersebut tidak cukup hanya dalam kondisi yang reliabel dan dan valid, akan tetapi harus memiliki kemampuan dapat pembeda, umpamanya antara peserta didik yang memil motivasi belajar tinggi dengan yang kurang tinggi. Jika alat tes telah memenuhi syarat-syarat reliabel, valid, dan item-itemnya memiliki 26 daya pembeda yang tinggi, maka alat tersebut dikatakan baku (standardized) 2. Untuk memberikan atau mengumpulkan informasi yang akurat tentang peserta didik, yang digunakan untuk mendukung dalam berbagai kegiatan BK yang mencakup kegiatan-kegiatan layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan, bimbingan belajar, konseling individual, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok. 3. Memberikan kemampuan kepada guru BK untuk mengolah data dan keterangan tentang peserta didik, yang mana kegiatan ini berkaitan dengan perhitungan-perhitungan kuantitaif dan kualitatif. 4, Memberikan kemampuan kepada guru BK untuk mengadakan evaluasi hasil pengolahan data sebagai feed-back bagi pengembangan instrumen selanjutnya. B. Jenis-jenis Instrumen Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa rancangan layanan BK membutuhkan beragam informasi tentang peserta didik. Informasi yang lengkap atau komprehensip tentang peserta didik akan dapat diperoleh dari penggunaan berbagai jenis instrumen. Sejauh ini ada beragam perkembangan instrumen. Secara umum, instrumen/alat pengumpul data dikelompokkan menjadi dua hal yakni keompok tes, dan kelompok non-tes. 1, Kelompok tes Kelompok tes yang dimaksudkan di sini adalah instrumen yang berupa alat-alat pengumpul data psikologis. Instrumen daam kelompok ini sering disebut dengan istilah tes psikologis atau psiko-tes (psychological testing). Perlu dipahami bahwa, pada umumnya kegiatan konstruksi dan pelaksanan tes psikologis di Indonesia diklaim agar ditangani oleh para ahli psikologi. Sedangkan guru BK atau pihak sekolah 27 28 hanya menggunakan hasil tes. tersebut untuk kepentingan layanan BK terutama di sekolah. Namun, di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat bukan demikian keadaanya; konselor khususnya konselor sekolah atau guru BK telah diberi kemampuan untuk menyusun alat-alat tes, menguji, dan menggunakannya untuk kepentingan BK. Kondisi ini terjadi pula di berbagai jurusan atau program studi BK di seluruh Indonesia termasuk UPI Bandung, dan Progdi BK FKIP UKSW. Ada beberapa jenis-jenis tes psikologi antara lain meliputi : a. Tes Inteligensi Tes intelegensi merupakan salah satu jenis tes psikologi yang digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang. Menurut David Wechler (dalam Azwar, 1999), mendefenisikan inteligensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan efektif. Sebelum diketemukan berbagai jenis tes intelegensi, pendapat lama mengatakan bahwa seolah-olah hanya ada satu kecerdasan yakni_ kecerdasan eksakta seperti kemampuan dalam matematika dan berhitung angka-angka. Pendapat tersebut menjadi ketinggalan jaman setelah para ahli psikologi modern menemukan beragam tes intelegensi yang lain seperti inteligensi sosial (social intelligence) yaitu suatu kemampuan bergaul, berkomunikasi yang mampu mempengaruhi orang lain, kemampuan _ bernegosiasi, mendidik dan sebagainya. Di bidang seni banyak sekali inteligensi seperti inteligensi gerak tari, seni suara bermain musik dan sebagainya. Bahkan, saat ini diketemukan multiple intelegensi yang sangat membantu sekolah dalam mengidentifikasi kebutuhan fasilitas atau kegiatan apa saja 28 hanya menggunakan hasil tes. tersebut untuk kepentingan layanan BK terutama di sekolah. Namun, di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat bukan demikian keadaanya; konselor khususnya konselor sekolah atau guru BK telah diberi kemampuan untuk menyusun alat-alat tes, menguji, dan menggunakannya untuk kepentingan BK. Kondisi ini terjadi pula di berbagai jurusan atau program studi BK di seluruh Indonesia termasuk UPI Bandung, dan Progdi BK FKIP UKSW. Ada beberapa jenis-jenis tes psikologi antara lain meliputi : a. Tes Inteligensi Tes intelegensi merupakan salah satu jenis tes psikologi yang digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang. Menurut David Wechler (dalam Azwar, 1999), mendefenisikan inteligensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan efektif. Sebelum diketemukan berbagai jenis tes intelegensi, pendapat lama mengatakan bahwa seolah-olah hanya ada satu kecerdasan yakni kecerdasan eksakta seperti kemampuan dalam matematika dan berhitung angka-angka. Pendapat tersebut menjadi ketinggalan jaman setelah para ahli psikologi modern menemukan beragam tes intelegensi yang lain seperti inteligensi sosial (social intelligence) yaitu suatu kemampuan bergaul, berkomunikasi yang mampu mempengaruhi orang lain,’ kemampuan __ bernegosiasi, mendidik dan sebagainya. Di bidang seni banyak sekali inteligensi seperti inteligensi gerak tari, seni suara bermain musik dan sebagainya. Bahkan, saat ini diketemukan multiple intelegensi yang sangat membantu sekolah dalam mengidentifikasi kebutuhan fasilitas atau kegiatan apa saja untuk dapat mengembangkan kemampuan peserta didik berdasar hasil tes intelegensinya. 1) 2) Tujuan Tes Intelegensi Secara umum tujuan tes inteligensi ada beberapa, antara lain adalah: Pertama, untuk keperluan seleksi para calon yang akan bertugas atau melakukan kegiatan tertentu seperti : ABRI, Pegawai Bank, Pegawai tertentu seperti bidang teknik, keuangan dan lain-lain. Selain itu juga untuk menyeleksi calon mahapeserta didik $1, S2, dan S3 dan sebagainya. Kedua, dengan mengetahui hasil tes inteligensi para peserta didik, maka kepala sekolah dan guru-guru dapat dengan mudah mengelompokkan dan mengarahkan peserta didik dalam mengembangkan bakat dan minat peserta didik secara baik dan tepat. Ketiga, untuk kepentingan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah. Melalui hasil tes inteligensi para peserta didik maka guru BK bisa membantu peserta didik dalam rangka pengembangan potensi diri, dan agar peserta didik mampu memecahkan masalahnya sendiri. Berbagai jenis tes inteligensi Saat ini cukup banyak dikembangkan tes itelegensi, antara lain seperti: 1. Tes Binet dan Simon yang diperuntukkan bagi anak usia 2 hingga 15 tahun. Tes ini dibuat pada tahun 1905. Ciri-ciri tes ini adalah : bersifat skala individual, jawaban dengan lesan (oral responses), jawaban individual yang dilimit waktunya (individual timing responses), dan yang penting membutuhkan tester yag terlatih. 29 30 2. Tes Wechsler terdiri atas tes verbal dann perbuatan -Untuk anak disebut WISC (Wechsler Intelligence Scale for Cildren) sedangkan untuk orang dewasa dinamakan WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale). 3. Tes “Army Alpha dan Army Beta”. Kedua tes ini dilaksanakan kpada kelompok calon _ tentara. Permulaannya dipakai pada awal Perang Dunia | untuk memilih calon prajurit, opsir, dan wajib militer. Tes Army Alpha adalah untuk calon yang bisa membaca, sedangkan tes Beta diperuntukkan bagi calon prajurit yang tidak bisa membaca dan menulis dalam Bahasa Inggris. b. Tes Kepribadian Selain tes psikologis terdapat pula bentuk atau bidang tes psikologis lainnya, yakni yang berhubugan dengan aspek non-intelektual termasuk aspek afektif dan motorik. Bentuk tes ini berkaitan dengan karakteristik kepribadian antara lain untuk mengukur karakteristik dan kualitas emosional, yang sering digolongkan dalam tes kepribadian. Beberapa macam tes psikologis yang tergolong dalam kelompok tes kepribadian antara lain: tes penyesuaian emosional, tes hubungan interpersonal, motivasi, minat, bakat, dan sikap. Beberapa macam tes lainnya yang termasuk tes motorik adalah tes ketrampilan, keprigelan, seni. Tes yang penting dalam tes kepribadian adalah Tes proyektif (projective techniques) yaitu individu diberi tugas tidak terstruktur dengan memberikan dia kebebasan dalam solusinya. Pelopor tes kepribadian adalah Kraeplin yang terkenal dengan tes asosiasi terhadap pasien abnormal. Pada tahun 1892 dia juga mengembangkan tes untuk mengetahui pengaruh kelelahan, lapar, dan pengaruh obat-obatan. Selama Perang Dunia | Woodworth kuesioner kepribadian yang dinamakan “Self-report inventory’ yang bertujuan untuk mengidentifikasi calon-calon militer yang mengalami gejolak neurotik (gangguan jiwa) serius, Inventori ini terdiri atas sejumlah pertanyaan tentang gejala-gejala neurotik yang umum yang akan dijawab oleh individu. Ada lagi tes penampilan (performance) atau tes situasional yang dikembangkan oleh Hartshorne dkk (1928 - 1930). Tes ini menugaskan kepada individu untuk melakukan tugas tertentu dan akan dinilai seberapa jauh individu mampu melakukannya. Sebagai contoh, para calon tentara yang dites kemampuan mereka menyelesaikan tugas memasuki terowongan kecil hanya pas badan, dengan membawa berbagai alat perang. 2. Kelompok Non-tes Instrumen dalam bentuk non-tes adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang sikap, perilaku, pendapat, pernyataan, dan spontanitas individu. Disamping itu juga berupa pengumpulan data tentang hal-hal yang berada di luar diri individu dan penilaiannya atau persepsinya terhadap pihak lain seperti keluarga, sekolah, dan kegiatan lain di masyarakat. Instrumen yang termasuk program non tes pada umumnya antara lain adalah angket, skala sikap, sosiometri, panduan observasi, panduan wawancara, daftar cek masalah (DCM), inveritory tugas perkembangan (ITP). Selain itu, saat ini juga dikembangkan instrumen lainnya berupa alat ukur masalah (AUM). Namun, masing-masing penjelasan instrumen tersebut tidak dijelaskan pada bab ini, tetapi pada bab berikutnya sehingga diharapkan dapat lebih mudah dipahami oleh pembaca. 31 C. Penyusunan Instrumen Instrumen dapat disusun oleh guru BK, khususnya instrumen yang tergolong Non-Tes. Sedangkan instrumen yang tergolong Tes Psikologis, hanya disusun oleh ahli psikologis yang telah memiliki keahlian khusus di bidang tes. Guru BK hanya dapat memanfaatkan hasil dari pengumpulan data dari instrumen tes psikologis tersebut, kecuali jika telah memiliki sertifikat sebagai tester. Agar instrumen dapat tersusun sesuai dengan kebutuhan, guru BK sebaiknya banyak memahami langkah-langkah penyusunan instrumen non-tes. Adapun langkah-langkah penyusunan instrumen sampai dengan pemanfaatannya secara umum dapat dipahami sebagai berikut: 1.. Menentukan topik dan tujuan dalam pengumpulan data/informasi Pada awalnya guru BK menentukan topik beserta tujuan pengumpulan data. Penentuan topik disesuaikan dengan kebutuhan BK di sekolah, terutama untuk merancang kegiatan layanan BK. Sekaligus hal tersebut disertai dengan perumusan tujuan pengumpulan data sebagai arah dan landasan untuk menentukan langkah-langkah instrumentasi. 2. Menentukan subjek dan setting dalam pengumpulan data Selanjutnya guru BK menentukan subjek atau respondennya, yakni pada kelas berapa dan berapa jumlah peserta didik yang akan menjadi responden. Selain itu, guru BK perlu menentukan pada saat kapan dan dimana instrumen akan digunakan. 3. Mengkaji teori yang relevan, dan menentukan aspek-aspeknya Berdasar topik yang telah ditentukan, maka guru BK dapat mengkaji teori yang relevan dengan topik. Melalui teori tersebut, guru BK menekankan aspek-aspek yang akan digunakan dalam mengukur variabel (topik). Tanpa adanya teori yang jelas dan relevan dengan topik, maka sangat dimungkinkan instrumen yang disusun belum sesuai dengan apa yang akan diukur (dikumpulkan). Oleh karena itu, guru BK perlu banyak membaca dan menggali teori yang relevan melalui buku-buku yang relevan. 32 Menyusun aspek-aspek menjadi berbagai indikator Setelah menemukan aspek-aspek yang akan diukur, maka selanjutnya guru BK dapat merumuskan indikator-indikator pada setiap aspeknya. Setiap aspek pada dikembangkan menjadi beberapa indikator. Out put pada langkah ke empat inilah sebagai langkah penyusunan kisi-kisi. Menyusun indikator-indikator menjadi item-item pernyataan/pertanyaan/pengamatan Berdasar kisi-kisi yang dibuat maka selanjutnya guru BK dapat mengembangkan setiap indicator menjadi item-item pertanyaan atau pertanyaan atau pengamatan. Hasil dari langkah inilah yang disebut sebagai Instrumen. Mereview (uji ahli) draft instrument Sebelum instrumen disebarkan kepada responden, sebaiknya draft instrument tersebut direview terlebih dahulu mengenai kontennya (isinya), kebahasaannya, dan sistematikanya. Oleh karena itu, draft instrument tersebut sebaiknya direview oleh orang yang lebih ahli. Selanjutnya guru BK dapat merevisi calon instrument sesuai masukan orang yang labih ahli tersebut. . Menguji Validitas & Reliabilitas instrumen tersebut Jika instrumen berupa skala sikap, maka guru BK perlu menguji validitas dan reliabilitas instrumen terlebih dahulu, sebelum disebarkan kepada responden. Uji validitas menekankan pada uji setiap item, apakah memang tepat untuk mengukur variabel yang akan diukur. Hal ini seringkali dikenal dengan istilah ketepatan. Sedangkan uji reliabilitas lebih menekankan apakah hasil uji instrumen tersebut akan tetap sama jika diuji oleh oleh lain pada tempat dan waktu yang berbeda. Uji reliabilitas ini seringkali dikenal sebagai uji ketetapan. . Pengumpulan data Jika instrumen sudah dianggap valid dan reliabel maka instrumen dapat disebarkan kepada responden untuk digunakan sebagai alat pengumpul data atau informasi. 33

Anda mungkin juga menyukai