Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK TERSTRUKTUR

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“DEMOKRASI DI INDONESIA, HAM DAN THE RULE OF LAW”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

FAJARIKA B. KINASIH (19105068)


NI KADEK WIDYA TIARA (19105003)
PATRICK E. P. SASOMBO (119105066)

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

BAB I
LATAR BELAKANG

Negara merupakan suatu organisasi yang di dalamnya terdapat wilayah, masyarakat, dan pemerintah.
Negara dikatakan suatu organisasi karena di dalamnya terdapat stuktur contohnya presiden yang
dibantu oleh wakil presiden dan menteri – menterinya. Terbentuknya suatu negara harus mempunyai
tiga syarat utama yaitu wilayah, masyarakat, dan pemerintah. Setiap negara memiliki sistem atau bentuk
pemerintahan tersendiri. Bentuk-bentuk pemerintahan itu diantaranya Oligarki, Anarki, Moboraksi,
Diktator, dan Demokrasi.
Oligarki adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh segelintir orang banyak. Partisipasi rakyat
dalam pemerintahan dibatasi atau bahkan ditoadakan dengan dihapusnya lembaga perwakilan rakyat
dan keputusan hukum tertinggi ada pada tangan segelintir orang tersebut.
Anarki adalah pemerintahan yang kekuasaannya tidak jelas, tidak ada peraturan yang benar-benar dapat
dipatuhi. Setiap individu bebas menentukan kehendaknya sendiri-sendiri tanpa aturan yang jelas.
Moboraksi adalah pemerintahan yang dikuasai olah kelompok orang untuk kepentingan kelompok yang
berkuasa, bukan untuk kepentingan rakyat. Biasanya mobokrasi dipimpin oleh sekelompok orang yang
mempunyai motivasi yang sama.
Diktator ialah kekuasaan yang terpusat pada seseorang yang berkuasa mutlak (otoriter), dan Demokrasi
adalah kekuatan rakyat atau suatu bentuk pemerintahan dengan rakyat sebagai pemegang
kedaulatannya. Dari beberapa bentuk pemerintahan ini, demokrasi yang paling umum digunakan dalam
suatu sistem pemerintahan termasuk Indonesia.
Indonesia adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi, untuk di Asia Tenggara,
Indonesia adalah negara yang paling terbaik menjalankan demokrasinya, mungkin kita bisa merasa
bangga dengan keadaan itu. Nah pada kesempatan ini, kami akan menyusun sebuah makalah tentang
Demokrasi di Indonesia.

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir yang berlaku seumur
hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun.Hak Asasi merupakan sebuah bentuk anugrah yang
diturunkan oleh Tuhan sebagai sesuatu karunia yang paling mendasar dalam hidup manusia yang paling
berharga. Hak Asasi dilandasi dengan sebuah kebebasan setiap individu dalam menentukan jalan
hidupnya, tentunya Hak asasi juga tidak lepas dari kontrol bentuk norma-norma yang ada. Hak-hak ini
berisi tentang kesamaan atau keselarasan tanpa membeda-bedakan suku, golongan, keturunanan,
jabatan, agama dan lain sebagainya antara setiap manusia yang hakikatnya adalah sama-sama makhluk
ciptaan Tuhan.
Terkait tentang hakikat hak asasi manusia, maka sangat penting sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus
saling menjaga dan menghormati hak asasi masing-masing individu. Namun pada kenyataannya, kita
melihat perkembangan HAM di Negara ini masih banyak bentuk pelanggaran HAM yang sering kita
temui.
Rule of Law adalah suatu doktrin yang mulai muncul pada abad ke 19, bersamaan dengan kelahiran
Negara konstitusi dan demokrasi. Rule of Law merupakan konsep tentang common law dimana segenap
lapisan masyarakat dan Negara beserta seluruh kelembagaannya menjungjung tinggi supremasi hukum
yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Ada tidaknya Rule of Law dalam suatu Negara
ditentukan oleh kenyataan apakah rakyatnya benar-benar menikmati keadilan, dalam arti perlakuan
yang adil baik sesama warga Negara maupun pemerintah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi
Demokrasi secara etimologis berasal dari bahasa yunani “Demokratia” yang dibagi dalam dua kata, yaitu
demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan
sebagai pemerintahan rakyat atau pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat
menentukan. Secara harfiah, demokrasi berarti kekuatan rakyat atau suatu bentuk pemerintahan
dengan rakyat sebagai pemegang kedaulatannya.
Berikut ini pengertian demokrasi menurut beberapa ahli :
· Menurut Aristoteles Demokrasi adalah suatu negara suatu kebebasan karena melalui kebebasanlah
setiap warga negara bisa saling berbagi kekuasaan di dalamnya.

· Menurut Abraham Lincoln Democracy is government of the people, by the people, and for the people
(Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat).

· Menurut Hans Kelsen Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang
melaksanakan kekuasaan negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih. Dimana rakyat telah yakin,
bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan didalam melaksanakan kekuasaan
negara.

· Menurut Sidney Hook Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan


pemerintah yang penting secara langsung atau tidak didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang
diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.

· Menurut Mohammad Hatta Demokrasi sebagai sebuah pergeseran dan penggantian kedaulatan raja
menjadi kedaulatan rakyat.

B. Demokrasi
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM.
Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan
hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi
modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di
banyak negara.

C. Macam – Macam Demokrasi


1. Dilihat dari cara penyaluran kehendak rakyat
a) Demokrasi langsung (direct democracy) : Yaitu rakyat secara langsung dapat membicarakan dan
menentukan suatu urusan politik kenegaraan.
b) Demokrasi perwakilan atau tidak langsung (representative democracy) : Yaitu aspirasi rakyat
disalurkan melalui wakil-wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan rakyat (parlemen).
c) Demokrasi sistem referendum : Yaitu rakyat memilih wakil-wakilnya yang duduk di parlemen tetapi
dalam melaksanakan tgasnya, parlemen dikontrol oleh rakyat melalui sistem referendum.

2. Dilihat dari dasar atau paham ideologi yang dianut


a) Demokrasi liberal : Yaitu paham demokrasi dengan menitikberatkan pada ideologi liberalis yang
cenderung pada kebebasan individu atau perseorangan.
b) Demokrasi rakyatatau proletariat (komunis) : Yaitu demokrasi yang cenderung kepada kepentingan
umum (dalam hal negara ini) sehingga hak-hak politik rakyat dan kepentingan perseorangan kurang
diperhatikan.
c) Demokrasi pancasila : Merupakan ciri khusus demokrasi yang tidak hanya mencakup bidang politik
saja, melainkan juga bidang ekonomi, sosial, budaya, dan mewujudkan kesejahteraan rakyat.

3. Dilihat dari perkembanga paham


a) Demokrasi kalsik : Yaitu paham demokrasi yang menitikberatkan pada pengertian politik kekuasaan
atau politik pemerintahan negara.
b) Demokrasi modern : Yaitu paham demokrasi yang tidak hanya mencakup bidang politik saja,
melainkan juga bidang ekonomi, sosial, budaya dan menwujudkan kesejahteraan rakyat.

4. Dilihat dari hubungan antara pemerintahan dengan rakyat


a) Demokrasi liberal : Dalam demokrasi ini pemerintah dibatsi oleh undang-undang dan pemilihan
umum yang bebas diselenggarakan dalam waktu yang tetap.
b) Demokrasi terpimpin : Dalam demokrasi ini terdapat keyakinan para pemimpin bahwa semua
tindakan mereka dipercaya oleh rakyat, tetapi menolak persaingan dalam pemilihan umum untuk
menduduki kekuasan.
c) Demokrasi sosial : Demokrasi ini menaruh kepeduliannya kepada keadaan sosial dan egalitarianisme
(paham persamaan) bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan politik.
d) Demokrasi partisipasi : Demokrasi yang menekankan hubungan timbal balik antara penguasa atau
pemimpin dengan yang dipimpin.
e) Demokrasi konstitusional : Demokrasi yang menekankan pada proteksi khusus bagi kelompok-
kelompok budaya dan menekankan kerja sama yang erat diantara elite yang mewakili bagian budaya
umum.

D. Prinsip-Prinsip Demokrasi
1. Prinsip budaya demokrasi
a. Kebebasan : Adalah kekuasaan untk membuat pilihan terhadap beragam pilihan atau melakukan
sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan bersama atas kehendak sendiri, tanpa tekanan dar pihak
manapun.
b. Persamaan : Setiap negara terdiri atas berbagai suku, ras, dan agama. Namun dalam negara
demokrasi perbedaan tersebut tidak perlu ditonjolkan bahkan harus ditekan agar tidak menimbulkan
konflik.
c. Solidaritas : Rasa solidaritas harus ada di dalam negara demokrasi. Karena dengan adanya sifat
solidaritas ini, walaupun ada perbedaan pandangan bahkan kepentingan tiap-tiap masyarakat maka
akan senantiasa selalu terikat karena adanya tujuan bersama.
d. Toleransi : Adalah sikap atau sifat toleran. Bersikap toleran artinya bersifat menenggang
(menghargai, memberikan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan,
kelakuan, dan sebagainya) yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri.
e. Menghormati kejujran : Kejujuran berarti kesediaan ataketerbukaan untuk menyatakan suatu
kebenaran. Kejujuran menjadi hal yang sangat penting bagi semua pihak.
f. Menghormati penalaran : Peanalaran adalah penjelasan mengapa seseorang memiliki pandangan
tertentu, membela tindakan tertentu, dan menuntut hal serupa dari orang lain. Penalaran ini sangat
diperlukan bagi terbangunnya solidaritas antarwarga masyarakat demokratis.
g. Keadaban adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir batin atau kebaikan budi pekerti. Seseorang
yang berperilaku beradab berarti memberikan penghormatan terhadap pihak lain yang dapat tercermin
melalui tindakan, bahasa tubuh, dan cara berbicara.

2. Prinsip – prinsip demokrasi yang bersifat universal


a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para warga negara.
d. Pengormatan terhadap supremasi hukum.
Adapun prinsip demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law) antara lain sebagai berikut :
1) Tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang.
2) Kedudukan yang sama dalam hukum.
3) Terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang.

E. Ciri-Ciri Pemerintahan Demokratis


Setiap bentuk pemerintahan pastilah memiliki ciri-ciri. Berikut ini merupakan ciri-ciri pemerintahan
Demokrasi:
1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung
maupun tidak langsung (perwakilan).
2. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
3. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
4. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.

F. Sejarah Demokrasi di Indonesia


Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus 1945, para
Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945 (yang disahkan pada tanggal 18
Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut NKRI)
menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan
Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian
berarti juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan
(Representative Democracy).
Penetapan paham demokrasi sebagai tataan pengaturan hubungan antara rakyat disatu pihak dengan
negara dilain pihak oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang duduk di BPUPKI tersebut, kiranya tidak bisa
dilepaskan dari kenyataan bahwa sebahagian terbesarnya pernah mengecap pendidikan Barat, baik
mengikutinya secara langsung di negara-negara Eropah Barat (khususnya Belanda), maupun
mengikutinya melalui pendidikan lanjutan atas dan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa dasawarsa sebelumnya, sehingga telah
cukup akrab dengan ajaran demokrasi yang berkembang di negara-negara Eropah Barat dan Amerika
Serikat. Tambahan lagi suasana pada saat itu (Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi
telah keluar sebagai pemenang Perang Dunia-II.
Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham
demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan
yang saling berbeda satu dengan lainnya.
Sejalan dengan diberlakukannya UUD Sementara 1950 (UUDS 1950) Indonesia mempraktekkan model
Demokrasi Parlemeter Murni (atau dinamakan juga Demokrasi Liberal), yang diwarnai dengan cerita
sedih yang panjang tentang instabilitas pemerintahan (eksekutif = Kabinet) dan nyaris berujung pada
konflik ideologi di Konstituante pada bulan Juni-Juli 1959.
Guna mengatasi konflik yang berpotensi mencerai-beraikan NKRI tersebut di atas, maka pada tanggal 5
Juli 1959, Presiden Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang memberlakukan kembali UUD 1945,
dan sejak itu pula diterapkan model Demokrasi Terpimpin yang diklaim sesuai dengan ideologi Negara
Pancasila dan paham Integralistik yang mengajarkan tentang kesatuan antara rakyat dan negara.
Namun belum berlangsung lama, yaitu hanya sekitar 6 s/d 8 tahun dilaksanakan-nya Demokrasi
Terpimpin, kehidupan kenegaraan kembali terancam akibat konflik politik dan ideologi yang berujung
pada peristiwa G.30.S/PKI pada tanggal 30 September 1965, dan turunnya Ir. Soekarno dari jabatan
Presiden RI pada tanggal 11 Maret 1968.
Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden ke-2 RI dan menerapkan model
Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba), untuk menegaskan klaim
bahwasanya model demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila.
Demokrasi Pancasila (Orba) berhasil bertahan relatif cukup lama dibandingkan dengan model-model
demokrasi lainnya yang pernah diterapkan sebelumnya, yaitu sekitar 30 tahun, tetapi akhirnyapun
ditutup dengan cerita sedih dengan lengsernya Jenderal Soeharto dari jabatan Presiden pada tanggal 23
Mei 1998, dan meninggalkan kehidupan kenegaraan yang tidak stabil dan krisis disegala aspeknya.
Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka NKRI
memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang
dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya.
Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya)
karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.
Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara, khususnya laginya
perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat hubungan antar lembaga-lembaga
negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap model demokrasi yang
dilaksana-kan dibandingkan dengan model Demokrasi Pancasila di era Orde Baru.
Model Demokrasi pasca Reformasi (atau untuk keperluan tulisan ini dinamakan saja sebagai Demokrasi
Reformasi, karena memang belum ada kesepakatan mengenai namanya) yang telah dilaksanakan sejak
beberapa tahun terakhir ini, nampaknya belum menunjukkan tanda-tanda kemampuannya untuk
mengarah-kan tatanan kehidupan kenegaraan yang stabil (ajeq), sekalipun lembaga-lembaga negara
yang utama, yaitu lembaga eksekutif (Presiden/Wakil Presiden) dan lembaga-lembaga legislatif (DPR dan
DPD) telah terbentuk melalui pemilihan umum langsung yang memenuhi persyaratan sebagai
mekanisme demokrasi.

G. Proses Perkembangan Demokrasi Di Indonesia


1. Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 – 1950 ).
Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia.
Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya
revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4
Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbnyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala
kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara
Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan :
• Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
• Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
• Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn
presidensil menjadi parlementer

2. Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama


a) Masa demokrasi Liberal 1950 – 1959
Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai Kepala
Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik
sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.
Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
• Dominannya partai politik
• Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
• Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
• Bubarkan konstituante
• Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
• Pembentukan MPRS dan DPAS
b) Masa demokrasi Terpimpin 1959 – 1966
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah
untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner
dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
1. Dominasi Presiden
2. Terbatasnya peran partai politik
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
2. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk
DPRGR
3. Jaminan HAM lemah
4. Terjadi sentralisasi kekuasaan
5. Terbatasnya peranan pers
6. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.

3. Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 – 1998


Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru
bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru
memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada
masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan
1997. Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
1. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
2. Rekrutmen politik yang tertutup
3. Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
4. Pengakuan HAM yang terbatas
5. Tumbuhnya KKN yang merajalela
Sebab jatuhnya Orde Baru:
1. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
2. Terjadinya krisis politik
3. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
4. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden
5. Pelaksanaan demokrasi pada masa Reformasi 1998 s/d sekarang.
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil
Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.

4. Pelaksanaan demokrasi Orde Reformasi 1998 – sekarang


Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan
mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan
peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan
tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip
pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan
yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil Pemilu 1999 yang
telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.

Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
2. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
3. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV

HAK ASASI MANUSIA DAN THE RULE OF LAW


Hak Asasi merupakan sebuah bentuk anugrah yang diturunkan oleh Tuhan sebagai sesuatu karunia yang
paling mendasar dalam hidup manusia yang paling berharga. Hak Asasi dilandasi dengan sebuah
kebebasan setiap individu dalam menentukan jalan hidupnya, tentunya Hak asasi juga tidak lepas dari
kontrol bentuk norma-norma yang ada. Hak-hak ini berisi tentang kesamaan atau keselarasan tanpa
membeda-bedakan suku, golongan, keturunanan, jabatan, agama dan lain sebagainya antara setiap
manusia yang hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.
Terkait tentang hakikat hak asasi manusia, maka sangat penting sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus
saling menjaga dan menghormati hak asasi masing-masing individu. Namun pada kenyataannya, kita
melihat perkembangan HAM di Negara ini masih banyak bentuk pelanggaran HAM yang sering kita
temui.
Rule of Law adalah suatu doktrin yang mulai muncul pada abad ke 19, bersamaan dengan kelahiran
Negara konstitusi dan demokrasi. Rule of Law merupakan konsep tentang common law dimana segenap
lapisan masyarakat dan Negara beserta seluruh kelembagaannya menjungjung tinggi supremasi hukum
yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Ada tidaknya Rule of Law dalam suatu Negara
ditentukan oleh kenyataan apakah rakyatnya benar-benar menikmati keadilan, dalam arti perlakuan
yang adil baik sesama warga Negara maupun pemerintah
Hak Asasi Manusia
Pengertian
HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia dan tanpa hak-hak itu, manusia tidak dapat hidup
layak sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya
didalam kehidupan masyarakat (Tilaar, 2001). HAM bersifat umum (universal) karena diyakini bahwa
beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras, atau jenis kelamim. HAM juga bersifat
supralegal, artinya tidak tergantung pada adanya suatu negara atau undang-undang dasar, kekuasaan
pemerintah, bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi karena berasal dari sumber yang lebih tinggi
(Tuhan). UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM mendefinisikan HAM sebagai seperngkat hak yang
melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Hendarmin Ranadireksa memberikan definisi mengenai hak asasi manusia, yaitu pada hakikatnya hak
asasi manusia adalah seperangkat ketentuan atau aturan untuk melindungi warga negara mdari
kemungkinan penindasan, pemasungan, atau pembatasan ruang gerak warga negara oleh negara.
Artinya, ada pembatasan-pembatasanm tertentu yang diberlakukan pada negara agar hak warga negara
yang paling hakiki terlindungi dari kesewenang-wenangan kekuasaan.

B. Ciri Pokok dan Tujuan HAM


Dasar Hak Asasi Manusia adalah manusia berada dalam kedudukan yang sejajar dan memiliki
kesempatan yang sama dalam berbagai macam aspek untuk mengembangkan segala potensi yang
dimilikinya.
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri pokok hakikat HAM,
yaitu sebagai berikut :
· HAM tidak perlu diberikan, dibeli maupun diwarisi.HAM merupakan bagian dari manusia secara
otomatis .
· HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan
politik, atau asal-usul sosial bangsanya.
· HAM tidak bisa dilanggar.Tidak sdorangpun mempunyai hak untuk melanggar dan membatasi hak
orang lain.
Tujuan Hak Asasi Manusia adalah :
· HAM adalah alat untuk melindungi orang dari kekerasan dan kesewenang-wenangan.
· HAM mengenmbangkan saling menghargai antar manusia
· HAM mendorong tindakan yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab untuk menjamin bahwa
hak-hak orang lain tidak dilanggar

C. Macam-macam Hak Asasi Manusia


Hak asasi manusia menurut sifat/masyarakat pada umumnya, hak asasi manusia dapat dibagi enam
macam,yaitu:
· Hak asasi pribadi (personal right) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan
memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.
· Has asasi ekonomi (proverty right), yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli, dan menjual sesuatu
serta memanfaatkannya.
· Hak asasi politik (political right), yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak memilih (hak
memilih dan dipilih dalam pemilu), hak untuk mendirikan partai politik dan sebagainya.
· Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (right legal
equality)
· Hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture right), yaitu hak untuk memilih pendidikan, hak
untuk mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.
· Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlidungan (procedural right),
misalnya perlakuaan dalam hal penahanan. Penangkapan, penggeledahan, peradilan, dan sebagainya.

D. HAM di Indonesia
Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku tiga undang-undang dalam 4
periode, yaitu :
a. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945,
b. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
c. Periode 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959, berlaku UUDS 1950.
d. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku kembali UUD 1945.
Pencantuman pasal-pasal tentang Hak-hak Asasi Manusia dalam tiga UUD tersebut berbeda satu sama
lain. Dalam UUD 1945 butir-butir Hak Asasi Manusia hanya tercantum beberapa saja. Sementara
Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 hampir bula-bulat mencantumkan isi Deklarasi HAM dari PBB. Hal
demikian ini karna memang situasinya sangat dekat dengan Deklarasi HAM PBB yang masih aktual. Di
samping itu terdapat pula harapan masyarakat dunia agar deklarasi HAM PBB dimasukkan ke dalam
Undang-Undang Dasar atau perundangan lainnya di negara-negara anggota PBB, agar secara yuridis
formal HAM dapat berlaku di negara masing-masing.
Ketika UUD 1945 berlaku kembali sejak 5 Juli 1959, secara yuridis formal, hak-hak asasi manusia tidak
lagi lengkap seperti Deklarasi HAM PBB, karena yang terdapat di dalam UUD 1945 hanya berisi beberapa
pasal saja, khususnya pasal 27, 28, 29, 30 dan 31. Pada awal Orde baru saja tujuan Pemerintah adalah
melaksanakan hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD 1945 serta berupaya melengkapinya.
Tugas untuk melengkapi HAM ini ditanda tangani oleh sebuahh panitia MPRS yang kemudian menyusun
Rancangan Piagam Hak-hak Asasi Manusia serta hak-hak dan Kewajiban warganegara yang dibahas
dalam sidang MPRS tahun 1968. Dalam pembahasan ini sidang MPRS menemui jalan buntu, sehingga
akhirnya dihentikan. Begitu pila setelah MPR terbentuk hasil pemilihan umum 1971 persoalan HAM
tidak lagi diagendakan, bahkan dipeti-eskan sampai tumbangnya Orde Baru di tahun 1998 yang berganti
dengan era Reformasi. Pada awal Reformasi itu pula diselenggarakan sidang istimewa MPR tahun 1998
yang salah satu ketetapannya berisi Piagam HAM.

E. Lembaga penegak HAM


Hak asasi manusia merupakan hak yang harus dilindungi, baik oleh individu, masyarakat maupun
oleh Negara. Hal ini dikarenakan Hak Asasi Manusia merupakan hak paling asasi yang dimiliki oleh
manusia sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan. Oleh sebab itu, HAM harus dijaga, dihormati dan
ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tidak seorangpun berhak untuk melanggar
hak asasi yang dimiliki oleh manusia dengan alasan apapun.
Untuk merealisasikan penegakan HAM di Indonesia, telah dibentuk suatu komisi mengenai hak
asasi manusia. Dasar hukum bagi penegakan HAM di Indonesia sudah sangat jelas, baik melalui UUD,
ketetapan MPR maupun perundang-undangan, baik yang sudah disahkan, maupun ratifikasi dari
konvensi hak asasi manusia yang ada di dunia Internasional.

F. Komisi Nasional HAM


Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga Negara lainnya
yang berfungsi untuk melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi hak
asasi manusia.
Tujuan Komnas HAM antara lain :
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan
pancasila, UUD 1945 dan piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi
manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan

G. Hak Asasi Manusia Dalam Perundang-undangan Nasional


Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hukum tertulis yang
memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam
ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan
perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan
lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat, karena perubahan
dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia
mengalami proses yang sangat berat dan panjang antara lain melalui amandemen dan referendum.
Sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global
seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila
pengaturan HAM melalui TAP MPR, kelemahannya tidak dapat memberikan sangsi hokum bagi
pelanggarnya. Sedangkan pengaturan HAM dalam bentuk Undang-Undang dan peraturan
pelaksanaannya kelemahannya pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan

H. Pelanggaran Hak Asasi Manusia


Hak asasi manusia bersifat universal, yang artinya berlaku dimana saja, untuk siapa saja, dan tidak dapat
diambil siapapun. Hak-hak tersebut dibutuhkan individu melindungi diri dam martabat kemanusiaan,
juga seagai landasan moral dlam bergaul dengan sesama manusia. Meskipun demikian bukan berarti
manusia dengan hak-haknya dapat berbuat sesuka hatinya maupun seenak-enaknya.
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia
adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja
maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan
atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang
dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan
benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirksn tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Kasus Ham sering kali terjadi, tidak hanya di Indonesia tapi juga dinegara-negara lain di dunia. Di
Indonesia sendiri kasus seperti ini masih sering terjadi walaupun sudah ada lembaga yang berfungsi
melakukan pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia seperti Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham). Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi
antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering terjadi
adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat.
Banyak macam Pelanggaran HAM di Indonesia, dari sekian banyak kasus ham yang terjadi, tidak sedikit
juga yang belum tuntas secara hukum, hal itu tentu saja tak lepas dari kemauan dan itikad baik
pemerintah untuk menyelesaikannya sebagai pemegang kekuasaan sekaligus pengendali keadilan bagi
bangsa ini.
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1) Pembunuhan masal (genosida: setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan
atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa)
2) Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
3) Penyiksaan
4) Penghilangan orang secara paksa
5) Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
a. b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5. Menghilangkan nyawa orang lain
Penindakan terhadap pelanggaran HAM dilakukan melalui proses peradilan HAM mulai dari
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus
bersifat nondiskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada
di lingkungan Pengadilan Umum.
Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi
daerah hokum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Pengadilan HAM bertugas memeriksa dan
memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan HAM berwewenang juga
memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berada dan dilakukan diluar
batas territorial wilayah Negara Republik Indonesia oleh warga Negara Indonesia.

I. Rule of Law
Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan
kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan
meningkatnya peren parlemen dalam penyelenggaraan negara dan sebagai reaksi sebagai negara
absolut yang berkembamng sebalumnya. Rule of law merupakan konsep tentang cammon law dimana
segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi
hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarin. Rule of law adalah rule by the law dan
bukan rule by the man. Ia lahir mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja ningrat, dan kerajaan;
menggeser negara kerajaan; dan memunculkan negara konstitusi, asal lahirnya doktrin rule of law. Ada
tidaknya rule of law dalam suatu negara ditentukan oleh kenyataan apakah rakyatnya benar-benar
menikmati keadilan, dalam arti perlakuaan yang adil, baik sesama warga negara maupun pemerintah.
Oleh karena itu, pelaksanaan kaidah-kaidah hukum yang berlaku disuatu negara merupakan suatu
premis bahwa kaidah-kaidah yang dilaksanakan itu merupakan hukum yang adil, artinya kaidah hukum
yang menjamin perlakuan yang adil bagi masyarakat.

J. Pengertian dan Lingkup Rule Of Law


Friedman (1995) membedakan rule of law menjadi dua, yaitu pengertian secara formal (in the formal
sense) dan pengertian secara hakiki/materiil (ideologikal). Secara formal, rule of law diartikan sebagai
kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya negara. Sementara itu , secara
hakiki, rule of law terkait dengan penegakan rule of law karena menyangkut ukuran hukum yang baik
dan buruk (just and unjust law). Rule of law terkait erat dengan keadilan sehingga rule of law harus
menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat/bangsa.
Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani
melalui perbuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, dan tidak memihak, tidak
personal, dan otonom.

K. Prinsip-prinsip Rule of Law


Pengertian Rule of Law tidak dapat dipisahkan dengan pengertian negara hukum atau rechts staat.
Meskipun demikian dalam negara yang menganut sistem Rule of Law harus memiliki prinsip-prinsip yang
jelas, terutama dalam hubungannya dengan realisasi Rule of Law itu sendiri. Menurut Albert Venn Dicey
dalam “Introduction to the Law of The Constitution, memperkenalkan istilah the rule of law yang secara
sederhana diartikan sebagai suatu keteraturan hukum. Menurut Dicey terdapat 3 unsur yang
fundamental dalam Rule of Law, yaitu:
1) supremasi aturan aturan hukum,tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang, dalam arti seseorang
hanya boleh dihukum, jikalau memang melanggar hukum;
2) kedudukanmya yang sama dimuka hukum. Hala ini berlaku baik bagi masyarakat biasa maupun
pejabat negara; dan
3) terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh Undang-Undang serta keputusan pengadilan.

A. Prinsip Secara Formal di Indonesia


Di Indonesia, prinsip-prinsip rule of law secara folmal tertera dalam pembukaan UUD 1945.
Prinsip-prinsip tersebut pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa
keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga ”keadilan sosial” sehingga pembukaan UUD 1945
bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti rule of law
adalah jaminan keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip diatas
merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik
di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan terutama
keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu
sebagai berikut.
· Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3)
· Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat 1).
· Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjug hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1).
· Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat sepuluh pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1).
· Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).

L. Prinsip-prinsip Secara Hakiki dalam Penyelenggaraan Pemerintahan


Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya dengan “the enforcement of
the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam hal penegakan hukum dan
implementasi prinsip-prinsip rule of law. Berdasarkan pengalaman diberbagai negara dan hasil kajian,
keberhasilan “the enforcement of the rules of law” tergantung kepada kepribadian nasional masing-
masing bangsa (sunarjati hartono,1982). Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa rule of law merupakan
institusi sosial yang memiliki struktur sosiologi yang khas dan akar budaya yang khas pula. Rule of law ini
juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran hukum yang didalamnya terkamdung wawasan sosial,
gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara sehingga memuat nilai-nilai tertentu
yang memiliki struktur sosiologisnya sendiri. Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan
dapat dilayani melalui perbuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, dan
tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan rule of law telah banyak dihasilkan di negara kita, namun implementasi/penegaknya
belum mencapai hasil yang optimal sehingga rasa keadilan sebagai prwujudan pelaksanaan rule of law
belum dirasakan oleh sebagian besar masyarakat.

M. Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule Of Law


Agar pelaksanaan (Pengembangan) rule of law berjalan efektif sesuai dengan yang diharapkan, perlu
diterapkan hal-hal berikut:
· Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak masyarakat
hukum yang bersangkutan dan kepribadian nasional masing-masing bangsa.
· Rule of law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada akar budaya yang tumbuh dan
berkembang pada bangsa.
· Rule of law sebagai suatu legalisme yang membuat wawasan sosial, gagasan tentang hubungan
antar manusia, masyarakat dan negara, harus dapat ditegakkan secara adil dan hanya memihak kepada
keadilan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum progresif (Satjipto Rahardjo,2004), yang
memihak hanya kepada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik yang memihak kepada kekuasaan
seperti yang selama ini diperhatikan. Hukum progresif merupakan gagasan yang ingin mencari cara
untuk mengatasi keterpurukan hukum di Indonesia secara lebih bermakna. Asumsi dasar hukum
progresif, yaitu “Hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya, hukum bukan merupakan institusi
yang absolut yang final. Hukum selalu berada dalam proses untuk terus-menerus menjadi (law as
process, Law in the making). Hukum progresif memuat kandungan moral yang sangat kuat karena tidak
ingin menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang
bermoral, yaitu kemanusiaan. Hukum progresif peka terhadap perubahan-perubahan dan terpanggil
untuk tampil melindungi rakyat untuk menuju hukum yang ideal. Hukum progresif menolak keadaan
status quo. Ia merasa bebas untuk mencari format, pikiran, asas, serta aksi-aksi karena “Hukum untuk
manusia.
Arah dan watak hukum yang dibangun harus berada dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan
yang dimiliki bangsa Indonesia atau “back to law and order”, yang berarti kembali kepada orde hukum
dan ketaatan dalam konteks Indonesia. Artinya, bangsa Indonesia harus berani mengangkat “Pancasila”
sebagai alternatif dalam membangun negara berdasarkan versi Indonesia sehingga dapat menjadi “rule
of moral” atau “rule of justice” yang bersifat “ke-Indonesia-an” yang lebih mengedepankan olah hati
nurani daripada otak, atau lebih mengedepankam komitmen moral.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan isi dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Perkembangan demokrasi di indonesia dimulai dari Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy)


pada masa revolusi (1945 – 1950). Setelah itu Demokrasi Liberal pada masa Orde Lama (1950 – 1959).
Kemudian beralih ke Demokrasi Terpimpin yang juga pada masa Orde Lama (1959 – 1966). Setelah
demokrasi termpimpin beralih lagi Demokrasi Pancasila pada Orde Baru (1966 – 1998). Pada Orde
Reformasi (1998 – sekarang), demokrasi yang digunakan adalah Demokrasi Reformasi.

1) Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundamental sebagai anugrah dari Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap
individu
2) Rule of Law adalah gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun
penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan
pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan
3) Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hokum tertulis yang
memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam
ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan
perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan
lainnya.
4) Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang
dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai