Anda di halaman 1dari 6

‘ ANALISIS FILM

“PRETTY WOMAN”

DISUSUN OLEH :
ELISABETH ANGGELIKA NAHAMPUN
4203141009
PSPB 2020 D
Mata Kuliah : Ilmu Sosial Budaya Dasar
Dosen Pengampu : Drs.Anam Ibrahim,M.Pd

JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
1. Sinopsis atau Ringkasan Film Pretty Woman

Film "Pretty Woman" : Kisah Cinderella dalam Kemasan Masa Kini


Pretty Woman ( 1990 )
Distributor : Touchtone Pictures
Sutradara : Garry Marshall
Produser : Laura Ziskin
Penulis Naskah : J.F. Lawton
Pemain : Richard Gere / Julia Roberts

"Pretty Woman" merupakan film komedi romantis arahan Garry Marshall yang
sukses pada tahun 1990. Film ini dibintangi oleh Richard Gere dan Julia Roberts.
Berkisah tentang seorang businessman dan Miliarder muda yang sukses bernama Edward
Lewis (Gere) yang sedang melakukan perjalanan bisnis. Edward kemudian merekrut seorang
gadis prostitusi bernama Vivian Ward (Roberts) untuk tinggal bersamanya selama seminggu
dengan bayaran $3000 plus akses ke kartu kreditnya.
Tugas Vivian adalah menemani Edward pergi ke acara-acara sosial kaum ningrat dan juga ke
jamuan makan malam dengan relasinya. Vivian yang berubah menjadi wanita menakjubkan,
telah mengajarkan Edward banyak hal baru dalam hidupnya. Edward pun perlahan mulai
jatuh hati pada Vivian.
Pretty Woman merupakan salah satu film dengan pendapatan terbesar (highest grossing) pada
tahun 1990 dan berhasil memberikan penghargaan Best Actress untuk Julia Roberts di ajang
Golden Globe Awards.
Tidak ada yang istimewa dari plot film Pretty Woman, formula yang dipakai dalam
film inipun sangat sederhana dan mudah ditebak. Namun tentunya ada sebab yang membuat
film drama romantis populer ini sangat laku dipasaran. Minimnya film bertema sejenis pada
masa rilisnya bisa jadi merupakan faktor utama kesuksesan film ini.
Cerita berjalan dengan tempo sedang, lambat namun pasti kita mampu melihat sebuah proses
yang indah dari tumbuhnya cinta antara mereka berdua. Plot yang sekilas tampak seperti
sebuah cerita dongeng mampu dikemas manis dan romantis. Meskipun tidak ada yang
istimewa dari keseluruhan cerita filmnya, namun beberapa adegan seperti ketika Vivian harus
dihadapkan pada gaya hidup kelas atas yang serba dadakan mampu menarik perhatian
penonton. Juga tentunya Chemistry antara Richard Gere dan Julia Roberts sendiri adalah nilai
plus dalam filmnya. Berperan sebagai seorang PSK, Julia Roberts mampu menampilkan
sebuah karakter yang cuek, mandiri, bahkan terkesan urakan dengan baik.
Pretty Woman menunjukkan pada kita bahwa cinta bisa tumbuh dalam momen apapun serta
pada siapapun, tidak mengenal status sosial, dan bisa pula dengan cara yang spesial layaknya
dongeng.
Di film ini kita melihat bahwa uang dan kekuasaan yang menjadi prioritas bagi Vivian
dan Edward menjadi tidak penting lagi karena tertutup oleh perasaan cinta. Bukan uang
maupun karir yang mereka butuhkan tetapi cinta. Sosok Edward yang semula dingin, dan
semata-mata mengejar karir mampu berubah menjadi pribadi yang mampu bersimpati dengan
orang lain. Begitu pula Vivian, yang urakan, cuek dan bertindak semaunya, berubah menjadi
sosok gadis anggun dan terpelajar. Cinta yang tulus antara keduanya, mampu merubah
mereka menjadi pribadi yang lebih baik.

2. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Film Pretty Woman


 Nilai Sosial
Nilai sosial merupakan susunan yang relatif permanen dan teratur dalam suatu
masyarakat yang anggotanya mempunyai nilai, minat, dan perilaku yang sama.
Kelas sosial tidak ditentukan oleh faktor tunggal seperti pendapatan, tetapi
diukur sebagai suatu kombinasi pekerjaan, pendidikan, kekayaan, dan variabel
lainnya. Dikaitkan dengan film ini, menampilkan dua karakter sosial yang
cukup jauh berbeda antara tokoh Vivian (Julia Roberts) dan tokoh Edward
Lewis (Garry Marshall) yang memiliki kelas sosial rendah untuk Vivian dan
kelas sosial yang tinggi untuk Edward. Tentu dalam hal ini cukup
mempengaruhi segala keputusan masing – masing pihak dalam menetukan
pembelian terhadap suatu barang ataupun jasa. Vivian yang memiliki kelas
rendah / bawah cenderung memilih barang atau jasa yang sesuai dengan
keadaan ekonominya, apalagi dalam film tersebut profesi Viviana adalah
sebagai PSK yang mempunyai sisi negatif bagi hampir setiap masyarakat
disekitarnya apalagi dalam kelas sosial. Berbanding terbalik dengan Edward,
seorang businessman dan miliarder yang sukses dan tentu memberikan
gambaran bahwa ia memiliki kelas sosial yang tinggi dibanding tokoh Vivian.

 Nilai Budaya
Manusia dengan kemampuan akal budinya telah menghubungkan berbagai
macam sistem perilaku demi keperluan hidupnya. Namun demikian sistem
perilaku tadi harus dibiasakan sejak lahir. Kebudayaan adalah simbol dan fakta
yang kompleks yang diciptakan manusia, diturunkan dari generasi ke generasi
sebagai penentu dan pengatur perilaku manusia dalam masyarakat yang ada.
Dalam film “Pretty Women” ini menampilkan dua karakter budaya yang
berbeda pula. Vivian memiliki karakter budaya yang cenderung urak – urakan,
dan tidak mengenal adanya budaya sopan – santun karena ia sendiri merupakan
wanita penghibur yang cenderung memiliki kebudayaan yang jauh dari batasan
norma di masyarakat. Sementara untuk Edward, cukup menunjukan bahwa ia
masih menerapkan nilai – nilai budayanya termasuk dalam menjalin keakraban
dengan rekan – rekan koleganya.

 Nilai Moral
Ada 3 poin yang menjadi poin kontra fil tersebut dengan nilai moral, yaitu :
1. Mengesampingkan realita prostitusi

Menurut Katie Hail-Jares, perwakilan kelompok Sex Workers Outreach


Project (SWOP USA), film Pretty Woman malah memotivasi para wanita
untuk menjadi pekerja seks.

Padahal faktanya, sejumlah pekerja seks yang Hail-Jares temukan tidak


seberuntung karakter Vivian, karakter yang Roberts perankan dalam film
tersebut. Misalnya, mereka kerap mendapat perlakuan kekerasan saat
menjajakan diri.

Mudahnya Vivian berhenti menjadi pekerja seks juga dianggap Hail-Jares


mengaburkan realita yang terjadi kehidupan sebenarnya.

Jika di dalam film Vivian berhenti setelah kehidupannya dibiayai oleh


Edward, karakter yang diperankan oleh Richard Gere, di kehidupan nyata
masih banyak pekerja seks yang malah semakin kesulitan setelah berhenti
menjajakan diri.

2. Merendahkan martabat perempuan

Secara garis besar, film ini menggambarkan kalau nasib seorang wanita bisa
berubah di tangan pria. Daryl Hannah, salah satu aktris yang menolak
memerankan Vivian, mengatakan kalau film tersebut merendahkan martabat
perempuan. Karakter Vivian memang terlihat pintar. Tapi di dalam film ia
diceritakan tidak memiliki karier, selain menjadi seorang kekasih karakter
Edward yang merupakan seorang pebisnis sukses.
"Pretty Woman memang bukan cerita nyata, tetapi film itu sangatlah seksis
yang pernah ada di Hollywood," tulis Rachel Johnson dalam sebuah situs film
feminis, Bitch Flicks, pada tahun lalu.

3. Menghalalkan keserakahan

Meski ia akan tampil dalam acara televisi untuk merayakan 25 Tahun Pretty
Woman, tapi beberapa tahun yang lalu Gere sempat tidak setuju dengan sosok
Edward yang awalnya angkuh dan tidak memiliki belas kasihan.

"Karakter Edward seakan menggambarkan karakter seluruh pria di dunia.


Beruntungnya saat ini kita tidak terjebak dalam penggambaran tersebut," kata
Gere dalam wawancara dengan majalah Woman's Day Australia pada 2012.

Masih ditulis Johnson dalam situs Bitch Flicks, film Pretty Woman juga
seakan menganjurkan orang untuk menjadi kaya raya dan menghabiskan
uangnya untuk berfoya-foya. "Film ini menanamkan nilai konsumerisme dan
kapitalisme kepada penonton.

 Nilai Hukum
Pada film “Pretty Woman” ini, diceritakan bahwa adanya kegiatan prostitusi
dilakukan untuk mendapatkan sejumlah uang. Kegiatan prostitusi sudah tentu
melanggar hukum pidana. Namun dalam kasus-kasus tertentu terlibat pula
orang lain yang berperan untuk “memudahkan” atau memfasilitasi aktifitas
pelacuran dalam jaringan (prostitusi online) tersebut yang mana kita
mengenalnya dengan sebutan germo atau muncikari. Berdasarkan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia, hanya orang yang
“memudahkan” inilah yang dapat diancam dengan pidana.
Hal ini karena tujuan dari pada pasal-pasal dalam KUHP adalah untuk
menghukum orang-orang yang pekerjaannya memudahkan, memfasilitasi dan
mendapat keuntungan dari kegiatan pelacuran. Masih menurut KUHP, PSK
dan orang yang menggunakan jasa prostitusi tidak diancam dengan pidana
karena perbuatan ini masuk dalam kategori victimless crime atau kejahatan
tanpa korban.
Mengapa? Karena dalam kegiatan prostitusi tidak dapat ditentukan siapa yang
menjadi pelaku dan siapa yang menjadi korban. Terkecuali jika hubungan
seksual tersebut dilakukan dengan paksaan baik dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan, atau jika seseorang memaksa PSK melakukan hubungan
seksual atau dengan tipu daya membuat seseorang terjerat dalam praktik
prostitusi, atau pengguna jasa layanan seksual melakukannya dengan anak di
bawah umur baik dengan paksaan maupun tanpa paksaan.

Anda mungkin juga menyukai