Kelompok c13 Semkas Maternitas Prolaps Uteri PDF Free
Kelompok c13 Semkas Maternitas Prolaps Uteri PDF Free
K DENGAN
DIAGNOSIS MEDIS PROLAPS UTERI DAN
MASALAH KEPERAWATAN UTAMA RISIKO INFEKSI
DI POLI KANDUNGAN RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA
Oleh:
Kelompok C1-3 / A-2015
Qurrata Ayuni Rasyidah, S.Kep. 131913143011
Cherlys Tin Lutfiandini, S.Kep. 131913143012
Malinda Kurnia Putri, S.Kep. 131913143013
Nyuasthi Genta S., S.Kep. 131913143014
Tyas Dwi Rahmadhani, S.Kep. 131913143015
Sustyawati, Amd.Keb.
NIP. 197207181991032002
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, ridho, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan seminar
kasus stase Keperawatan Medikal Bedah ini dengan baik. Adapun laporan seminar
kasus “Asuhan Keperawatan pada Ny. K dengan Diagnosis Medis Prolaps Uteri
dan Masalah Keperawatan Utama Defisit Pengetahun di Poli Kandungan RSUD
Dr. Soetomo Surabaya” ini disusun dalam rangka memenuhi tugas praktik profesi ners.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada :
Semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah
SWT. Saran dan kritik sangat diterima karena penulis menyadari makalah ini jauh dari
kata sempurna . Mohon maaf apabila ada kesalahan kata dari penulis. Akhir kata
semoga ilmu dalam laporan seminar kasus ini dapat bermanfaat dan diterapkan secara
efektif. Terimakasih
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................... 16
1.3. Tujuan...................................................................................................... 26
BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................................3251
BAB V PENUTUP....................................................................................................3453
5.1. Kesimpulan..............................................................................................3453
5.2. Saran........................................................................................................3453
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................3554
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Banyaknya kasus prolaps uteri yang terjadi perlu menjadi perhatian khusus bagi
tenaga kesehatan tidak terkecuali perawat untuk pelaksanaan tindakan. Maka
diperlukan pemahaman bagi mahasiswa perawat tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan prolaps uteri agar dapat dilaksanakan di lapangan saat bekerja.
1
1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah seminar kasus ini sebagai berikut:
1. Untuk memahami konsep teori mengenai prolaps uteri
2. Untuk mengetahui web of caution dari prolaps uteri
3. Untuk memahami asuhan keperawatan pada klien dengan prolaps uteri
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 1. Hubungan axis uterus, serviks, dan vagina
2.1.2. Definisi
Prolaps uteri adalah suatu kondisi jatuh atau tergelincirnya uterus ke dalam
atau keluar melalui vagina (Price & Wilson, 2012). Hal tersebut dikarenakan
dukungan yang tidak adekuat dari ligamentum kardinal dan uterosakral serta struktur
penyangga pelvis mengalami kerusakan dan kadang-kadang organ pelvis yang lain
juga ikut turun (Kristanto dkk, 2013).
2.1.3. Klasifikasi
4
Untuk prolapsus uteri, Friedman dan Little (1961) mengemukakan beberapa
macam klasifikasi, tetapi klasifikasi yang dianjurkan sebagai berikut (Anwar dkk,
2011):
Tabel 2. Klasifikasi prolaps uteri
2.1.4. Etiologi
5
Penyebab prolaps organ panggul belum diketahui secara pasti, namun secara
hipotetik penyebab utamanya adalah persalinan pervaginam dengan bayi aterm. Pada
studi epidemiologi menunjukkan bahwa faktor risiko utama penyebab prolaps uteri
adalah persalinan pervaginam dan penuaan. Para peneliti menyetujui bahwa etiologi
prolaps organ panggul adalah multifaktorial dan berkembang secara bertahap dalam
rentang waktu tahun. Terdapat berbagai macam faktor risiko yang mempengaruhi
terjadinya prolaps dan dikelompokkan menjadi faktor obstetri dan faktor non-obstetri
(Anwar dkk, 2011).
1) Faktor obstetri
a. Proses persalinan dan paritas. Prolaps uteri terjadi paling sering pada wanita
multipara sebagai akibat progresif yang bertahap dari cedera melahirkan pada
fascia endopelvik (dan kondensasi, ligamentum uteroskral dan kardinal) dan
laserasi otot, terutama otot-otot levator dan perineal body (perineum).
Persalinan pervaginam merupakan faktor risiko utama terjadinya prolaps
organ genital. Pada penelitian tentang levator ani dan fascia menunjukkan
bukti bahwa kerusakan mekanik dan saraf terjadi pada perempuan dengan
prolaps dibandingkan perempuan tidak prolaps, dan hal tersebut terjadi akibat
proses melahirkan. Secara global, prolaps mempengaruhi 30% dari semua
wanita yang telah melahirkan. Jumlah paritas berbanding lurus dengan
kejadian prolaps. WHO Population Report (1984) menduga bahwa kejadian
prolaps akan meningkat tujuh kali lipat pada perempuan dengan tujuh anak
dibandingkan dengan perempuan yang mempunyai satu anak.
b.
c. Faktor obstetri lainnya seperti penggunaan forsep, vakum, dan episiotomi,
disebutkan sebagai faktor risiko potensial dalam terjadinya prolaps organ
panggul. Penggunaan forsep secara langsung terlibat dalam terjadinya cedera
dasar panggul, yaitu dalam kaitannya dengan terjadinya laserasi sfingter anal.
Manfaat forsep terhadap dasar panggul dalam memperpendek kala dua masih
mempunyai bukti yang kurang. Penggunaan forsep elektif untuk mencegah
kerusakan pada dasar panggul tidak direkomendasikan. Percobaan kontrol
secara acak pada penggunaan elektif dan selektif episiotomi tidak
menunjukkan manfaat, tetapi telah menunjukkan hubungan dengan terjadinya
6
laserasi sfingter anal inkontinensia dan nyeri pasca persalinan. Sejumlah
cedera pada ibu dan bayi dapat terjadi sebagai akibat penggunaan forsep.
Luka yang dapat ditimbulkan pada ibu berkaitan dengan penggunaan forsep
berkisar dari ekstensi sederhana sampai ruptur uterus atau kandung kemih.
Wanita dengan laserasi perineum dalam dua atau lebih persalinan beresiko
lebih tinggi secara signifikan terhadap prolaps. Perlukaan diafragma
urogenitalis dan muskulus levator ani yang terjadi pada waktu persalinan
pervaginam atau persalinan dengan alat dapat melemahkan dasar panggul
sehingga mudah terjadi prolaps genitalia.
2) Faktor non-obstetri
a. Genetik
b.
Dua persen prolaps simptomatik terjadi pada perempuan nulipara. Perempuan
nulipara dapat menderita prolaps dan diduga merupakan peran dari faktor
genetik. Bila seorang perempuan dengan ibu atau saudaranya menderita
prolaps, maka risiko relatif untuk menderita prolaps adalah 3,2. Dibandingkan
jika ibu atau saudara perempuan tidak memiliki riwayat prolaps, risiko
relatifnya adalah 2,4. 31
c. Usia
Bertambahnya usia akan menyebabkan berkurangnya kolagen dan terjadi
kelemahan fascia dan jaringan penyangga. Hal ini terjadi terutama pada 16
periode post-menopause sebagai konsekuensi akibat berkurangnya hormon
estrogen.
d. Ras
Perbedaan ras pada prevalensi prolaps organ panggul (POP) telah dibuktikan
dalam beberapa penelitian. Perempuan berkulit hitam dan perempuan Asia
memiliki risiko yang lebih rendah, sedangkan perempuan Hispanik dan
berkulit putih memiliki risiko tertinggi. Perbedaan kandungan kolagen antar
ras telah dibuktikan, tetapi perbedaan bentuk tulang panggul juga diduga
memainkan peran. Misalnya, perempuan kulit hitam lebih banyak yang
memiliki arkus pubis (lengkungan kemaluan) yang sempit dan bentuk
panggul android atau antropoid. Bentuk-bentuk panggul tersebut adalah
pelindung terhadap POP dibandingkan dengan panggul ginekoid yang
merupakan bentuk panggul terbanyak pada perempuan berkulit putih.
e. Menopause
7
Pada usia 40 tahun fungsi ovarium mulai menurun, produksi hormon
berkurang dan berangsur hilang, yang berakibat perubahan fisiologik.
Menopause terjadi rata-rata pada usia 50-52 tahun. Hubungan dengan
terjadinya prolaps organ panggul adalah, di kulit terdapat banyak reseptor
estrogen yang dipengaruhi oleh kadar estrogen dan androgen. Estrogen
mempengaruhi kulit dengan meningkatkan sintesis hidroksiprolin dan prolin
sebagai penyusun jaringan kolagen. Ketika menopause, terjadi penurunan
kadar estrogen sehingga mempengaruhi jaringan kolagen, berkurangnya
jaringan kolagen menyebabkan kelemahan pada otot-otot dasar panggul.
Saraf pada serviks merupakan saraf otonom, sebagian besar serabut saraf
cholinesterase yang terdiri dari serabut saraf adrenergik dan kolinergik,
jumlah serabut kolinergik lebih sedikit. Sebagian besar serabut ini
menghilang setelah menopause.
f. Peningkatan BMI (obesitas)
Obesitas menyebabkan memberikan beban tambahan pada otot-otot
pendukung panggul, sehingga terjadi kelemahan otot-otot dasar panggul.
Pada studi Women’s Health Initiative (WHI), kelebihan berat badan (BMI 25
– 30 kg/m2 ) dikaitkan dengan peningkatan kejadian prolaps dari 31- 39%,
dan obesitas (BMI > 30 kg/m2 ) meningkat 40-75%.
g. Peningkatan tekanan intra abdomen
Tekanan intra abdomen yang meningkat karena batuk-batuk kronis (bronkitis
kronis dan asma), asites, mengangkat beban berat berulang-ulang, dan
konstipasi diduga menjadi faktor risiko terjadinya prolaps. Seperti halnya
obesitas (peningkatan indeks massa tubuh) batuk yang berlebihan dapat
meningkatkan tekanan intraabdomen (rongga perut) dan secara progresif
dapat menyebabkan kelemahan otot-otot panggul.
h. Kelainan jaringan ikat
Wanita dengan kelainan jaringan ikat lebih untuk mungkin untuk mengalami
prolaps. Pada studi histologi menunjukkan bahwa pada wanita dengan
prolaps, terjadi penurunan rasio kolagen tipe I terhadap kolagen tipe III dan
IV. Pada beberapa penelitian, sepertiga dari perempuan dengan Sindroma
Marfan dan tigaperempat perempuan dengan Sindroma Ehler-Danlos tercatat
mengalami POP. Kelemahan bawaan (kongenital) pada fasia penyangga
8
pelvis mungkin penyebab prolaps uteri seperti yang kadang-kadang
ditunjukkan pada nulipara.
i. Merokok
2.1.5. Patofisiologi
2.1.6.
Penyangga organ panggul merupakan interaksi yang kompleks antara otototot
dasar panggul, jaringan ikat dasar panggul, dan dinding vagina. Interaksi tersebut
memberikan dukungan dan mempertahankan fungsi fisiologis organ-organ panggul.
Apabila otot levator ani memiliki kekuatan normal dan vagina memiliki kedalaman
yang adekuat, bagian atas vagina terletak dalam posisi yang hampir horisontal ketika
perempuan dalam posisi berdiri (Cunningham FG, 2008). Posisi tersebut membentuk
sebuah “flap-valve” (tutup katup) yang merupakan efek dari bagian atas vagina yang
menekan levator plate selama terjadi peningkatan tekanan intra abdomen. Teori
tersebut mengatakan bahwa ketika otot levator ani kehilangan kekuatan, vagina jatuh
dari posisi horisontal menjadi semi vertikal sehingga menyebabkan melebar atau
terbukanya hiatus genital dan menjadi predisposisi prolapsus organ panggul.
Dukungan yang tidak adekuat dari otot levator ani dan fascia organ panggul yang
9
mengalami peregangan menyebabkan terjadi kegagalan dalam menyangga organ
panggul (Werner et al, 2012).
10
f. Kesulitan buang air besar
g.
h. Infeksi saluran kemih berulang
i.
j. Perdarahan vagina
k.
l. Rasa sakit atau nyeri ketika berhubungan seksual (dispareunia)
m.
n. Keputihan atau cairan abnormal yang keluar melalui vagina
o.
p. Prolapsus uteri derajat III dapat menyebabkan gangguan bila berjalan dan
bekerja
Gejala dapat diperburuk apabila berdiri atau berjalan dalam waktu yang lama.
Hal ini dikarenakan peningkatan tekanan pada otot-otot panggul oleh pengaruh
gravitasi. Latihan atau mengangkat beban juga dapat memperburuk gejala.
2.1.8. Pemeriksaan
2.1.9.
a. Pemeriksaan Fisik
b.
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik, yaitu (Junizaf, 2013):
a) Pasien dalam posisi telentang pada meja ginekologi dengan posisi litotomi.
b) Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain.
c) Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:
1. Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.
2. Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera, ulkus yang
bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi pada terapi.
3. Perlu diperiksa ada tidaknya prolapsus uteri dan penting untuk
mengetahui derajat prolapsus uteri dengan inspeksi terlebih dahulu
sebelum dimasukkan inspekulum.
d) Manuver Valsava
1. Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan
melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan
manuver Valsava.
2. Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior vagina,
serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan perineum perlu
dievaluasi secara sistematis dan terpisah.
3. Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengejan pada posisi
berdiri di atas meja periksa.
4.
5. Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan untuk
menentukan risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi prolapsus.
11
e) Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan kekuatan
otot levator ani.
f)
g) Pemeriksaan rektovaginal untuk memastikan adanya rektokel yang
menyertai prolapsus uteri.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu (Junizaf, 2013):
a) Urin residu pasca berkemih
b)
Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan mengukur
volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung kemih yang penuh,
kemudian diikuti dengan pengukuran volume residu urin pasca berkemih
dengan kateterisasi atau ultrasonografi.
c) Skrining infeksi saluran kemih.
d)
e) Pemeriksaan urodinamik apabila dianggap perlu.
f)
g) Pemeriksaan Ultrasonografi
1. Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang relatif
mudah dikerjakan, cost-effective, banyak tersedia dan memberikan
informasi real time.
2. Pencitraan dapat mempermudah memeriksa pasien secara klinis. Namun
belum ditemukan manfaat secara klinis penggunaan pencitraan dasar
panggul pada kasus POP.
2.1.10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada prolaps uteri yaitu (Junizaf, 2013):
a) Observasi
b)
Derajat luasnya prolapsus tidak berhubungan dengan gejala. Apabila telah
menderita prolapsus, mempertahankan tetap dalam stadium I merupakan pilihan
yang tepat. Observasi direkomendasikan pada wanita dengan prolapsus derajat
rendah (derajat 1 dan derajat 2, khususnya untuk penurunan yang masih di atas
himen). Memeriksakan diri secara berkala perlu dilakukan untuk mencari
perkembangan gejala baru atau gangguan, seperti gangguan dalam berkemih
atau buang air besar, dan erosi vagina.
c) Konservatif
d)
Pilihan penatalaksaan non-bedah perlu didiskusikan dengan semua wanita yang
mengalami prolapsus. Terapi konservatif yang dapat dilakukan, diantaranya:
12
1. Latihan otot dasar panggul. Latihan otot dasar panggul (senam Kegel)
sangat berguna pada prolapsus ringan, terutama yang terjadi pada pasca
persalinan yang belum lebih dari enam bulan. Tujuannya untuk menguatkan
otot-otot dasar panggul dan otototot yang mempengaruhi miksi. Namun
pada penelitian yang dilakukan oleh Cochrane review of conservative
management prolapsus uteri menyimpulkan bahwa latihan otot dasar
panggul tidak ada bukti ilmiah yang mendukung. Cara melakukan latihan
yaitu, penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul
seperti setelah selesai buang air besar atau penderita disuruh membayangkan
seolah-olah sedang mengeluarkan buang air kecil dan tiba-tiba
menghentikannya.
2. Pemasangan pesarium. Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita
dengan prolapsus tanpa melihat stadium ataupun lokasi dari prolapsus.
Pesarium digunakan oleh 75%- 77% ahli ginekologi sebagai
penatalaksanaan lini pertama prolapsus. Alat ini tersedia dalam berbagai
bentuk dan ukuran, serta mempunyai indikasi tertentu. Penempatan
pesarium bila tidak tepat atau bila ukurannya terlalu besar dapat
menyebabkan iritasi atau perlukaan pada mukosa vagina sehingga dapat
menyebabkan ulserasi dan perdarahan.
e) Operatif
Operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur
penderita, masih berkeinginan untuk mendapatkan anak atau mempertahankan
uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan. Prolapsus uteri biasanya disertai
dengan prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus
uteri, prolapsus vagina juga perlu ditangani. Terdapat kemungkinan prolapsus
vagina yang membutuhkan pembedahan, tetapi tidak ada prolapsus uteri atau
prolapsus uteri yang ada belum perlu dioperasi. Di Inggris dan Wales pada tahun
2005-2006, 22.274 operasi dilakukan untuk prolapsus vagina. Beberapa literatur
melaporkan bahwa dari operasi prolapsus uteri, disertai dengan perbaikan
prolapsus vagina pada waktu yang sama. Macam-macam operasi untuk
prolapsus uteri sebagai berikut:
1) Ventrofikasi
Dilakukan pada wanita yang masih tergolong muda dan masih
menginginkan anak. Cara melakukannya adalah dengan memendekkan
13
ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding
perut atau dengan cara operasi Purandare (membuat uterus ventrofiksasi).
2) Operasi Manchester
Operasi ini disarankan untuk penderita prolapsus yang masih muda, tetapi
biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan ligamentum
kardinale yang telah dipotong, di depan serviks dilakukan pula kolporafi
anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk
memperpendek serviks yang memanjang (elongasio koli). Tindakan ini
dapat menyebabkan infertilitas, partus prematurus, abortus. Bagian yang
penting dari operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale di
depan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale
diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan
turunnya uterus dapat dicegah.
3) Histerektomi Vagina
Operasi ini tepat dilakukan pada prolapsus uteri tingkat lanjut (derajat III dan
IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan pada wanita yang telah
menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada
ligamentum rotundum kanan dan kiri atas pada ligamentum infundibulo
pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi untuk mengurangi atau menghilangkan gejala saluran
pencernaan seperti, sembelit, inkontinensia flatus, urgensi tinja, kesulitan
dalam mengosongkan rektum atau gejala yang berhubungan dengan
gangguan buang air besar dan untuk mencegah prolaps vagina di kemudian
hari. Histerektomi vagina lebih disukai oleh wanita menopause yang aktif
secara seksual. Di Netherlands, histerektomi vaginal saat ini merupakan
metode pengobatan terkemuka untuk pasien prolapsus uteri simtomatik.
4) Kolpokleisis (kolpektomi)
14
waktu pembedahan singkat dan pemulihan cepat dengan tingkat
keberhasilan 90 - 95%.
2.1.11. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada prolaps uteri adalah:
a) Sistokel - di mana kandung kemih menonjol ke vagina (prolapse bladder).
Kondisi ini disebabkan oleh melemahnya jaringan ikat yang memisahkan
kandung kemih dan vagina.
b) Rektokel - jaringan ikat yang memisahkan rektum dan vagina melemah,
sehingga rektum menonjol dari vagina (posterior vaginal prolapse).
c) Dinding vagina menonjol keluar. Turun peranakan yang parah dapat membuat
perpindahan posisi sebagian dinding vagina, sehingga menonjol keluar.
Akibatnya, dapat timbul luka pada jaringan yang menonjol tersebut karena
bergesekan dengan pakaian, dan memicu infeksi.
d)
15
e)
2.2. WOC Prolaps Uteri
Penurunan uterus
PROLAPS UTERI
Nyeri dipersepikan
(nyeri post op)
16
MK: Nyeri akut
2.3.
2.4.
2.5.
17
2.6. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Stroke Trombotik
A. Pengkajian
1) Identitas Klien
Prolapsus uteri lebih sering ditemukan pada wanita yang telah melahirkan,
wanita tua dan wanita yang bekerja berat.
2) Keluhan utama: gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat
individual. Kadangkala penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup
berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan
prolaps ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan yang hampir
sering dijumpai
a) Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol
b) Rasa sakit di pinggul dan pinggang, biasanya jika penderita berbaring,
keluhan menghilang dan menjadi kurang
3) Riwayat kehamilan dan menstruasi
Faktor risiko yang menyebabkan prolaps uteri yaitu jumlah kelahiran
spontan yang banyak, berat badan berlebih, riwayat operasi pada area
tersebut, batuk dalam jangka waktu lama saat hamil. Partus yang berulang
kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit merupakan
penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk prolaps yang sudah ada.
Faktor-faktor lain adalah tarikan janin pada pembukaan belum lengkap. Bila
prolapsus uteri dijumpai pada nulipara, faktor penyebabnya adalah kelainan
bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus. Faktor penyebab lain
yang sering adalah melahirkan dan menopouse. Persalinan yang lama dan
sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah
pad kala II penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar
panggul yang tidak baik. Pada menopouse, hormon estrogen telah
berkurang sehingga otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.
4) Pola kebiasaan sehari-hari
a) Eliminasi
Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
1) Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari,
kemudian lebih berat pada malam hari
2) Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan
seluruhnya
18
3) Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk
dan mengejan. kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada
sistokel yang besar sekali.
Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi
1) Konstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel
2) Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada rektokel
vagina
b) Aktivitas dan Istirahat
Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita saat berjalan
dan beraktivitas. Gesekan portio uteri oleh celana dapat menimbulkan
lecet hingga dekubitus pada porsio.
5) Pemeriksaan
1. Keadaan umum lemah
2. Pemeriksaan fisik
a) Wajah
Tampak pucat pertanda adanya anemia, keluar keringat dingin bila
terjadi syok. Bila perdarahan konjungtiva tampak anemis. Pada klien
yang disertai rasa nyeri klien tampak meringis.
b) Mulut
Mukosa bibir dan mulut tampak pucat, bau kelon pada mulut jika
terjadi shock hipovolemik hebat.
c) Dada dan Jantung
Gerakan nafas cepat karena adanya usaha untuk memenuhi
kebutuhan O2 akibat kadar O2 dalam darah yang rendah, keadaan
jantung tidak normal.
d) Abdomen
Adanya benjolan pada perut bagian bawah. Teraba adanya massa
pada perut bagian bawah konsisten keras, kenyal, tidak teratur,
gerakan, tidak sakit, tetapi kadang-kadang ditemui nyeri. Pada
pemeriksaan bimanual akan teraba benjolan pada perut, bagian
bawah, terletak di garis tengah maupun agak kesamping dan sering
kali teraba benjolan-benjolan dan kadang-kadang terasa sakit.
e) Genetalia
Pada kasus ringan, bagian uterus turun ke puncak vagina dan pada
kasus yang sangat berat dapat terjadi protrusi melalui orifisium
vagina dan berada di luar vagina.
f) Ekstremitas
Biasanya klien akan lemas, bisa juga merasa tidak nyaman saat
berjalan
19
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan
mengeluh nyeri (D.0007)
2. Gangguan intregritas kulit faktor mekanis ditandai dengan kerusakan lapisan
kulit (D.0129))
3. Risiko infeksi berhubungan ditandai dengan peningkatan paparan organisme
patogen lingkungan (D.0142)
4. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung
kemih ditandai dengan distensi kandung kemih, berkemih tidak tuntas, dan
urin menetes (D.0149)
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan
mengeluh nyeri (D.0007)
SLKI SIKI
Tingkat nyeri A. Manajemen Nyeri (I. 08238)
menurun 1. Observasi
(l.08066) o Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
o Identifikasi skala nyeri
o Identifikasi respon nyeri non verbal
o Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
o Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
o Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
o Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
o Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
o Monitor efek samping penggunaan
analgetik
2. Terapeutik
o Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
o Control lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
o Fasilitasi istirahat dan tidur
20
o Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
o Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
o Jelaskan strategi meredakan nyeri
o Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
o Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
o Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
21
SLKI SIKI
Integritas Kulit Perawatan Luka ( I.14564 )
dan Jaringan 1. Observasi
meningkat o Monitor karakteristik luka (mis:
(L.14125) drainase,warna,ukuran,bau
3. o Monitor tanda –tanda infeksi
2. Terapeutik
o Lepaskan balutan dan plester secara
perlahan
o Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika
perlu
o Bersihkan dengan cairan NACL atau
pembersih non toksik,sesuai kebutuhan
o Bersihkan jaringan nekrotik
o Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika
perlu
o Pasang balutan sesuai jenis luka
o Pertahan kan teknik seteril saaat
perawatan luka
o Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
o Berika diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
3. Edukasi
o Jelaskan tandan dan gejala infeksi
o Anjurkan mengonsumsi makan tinggi
kalium dan protein
o Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
perlu
Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan ditandai dengan (D.0142)
SLKI SIKI
Tingkat infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539)
menurun (l. 1. Observasi
14137) o Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sisitemik
2. Terapeutik
o Batasi jumlah pengunjung
o Berikan perawatan kulit pada area edema
o Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
o Pertahankan teknik aseptik pada pasien
22
berisiko tinggi
3. Edukasi
o Jelaskan tanda dan gejala infeksi
o Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
o Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
o Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
dan carian
4. Kolaborasi
o Kolaborasikan pemberian antibiotik, jika
perlu
23
BAB III
TINJAUAN KASUS
Ruang/Kelas : Poli Kandungan RSUD Dr. Soetomo Dx. Medis : Prolaps Uteri
Riwayat penyakit/prenatal/ intranatal/ postpartum (coret yang tidak perlu) saat ini:
Klien rujukan dari RS Ratih di Kediri dengan diagnosa medis prolaps uteri. Klien datang ke poli
kandungan RSUD Dr. Soetomo dengan keluhan terdapat benjolan daging yang keluar dari vagina
sejak 2 bulan yang lalu. Saat ini pasien direncanakan menjalankan operasi pengangkatan rahim.
24
Menstruasi
Menarche : Usia 12 Tahun Siklus : Pasien sudah menopause
Riwayat
Banyaknya : Pasien sudah menopause Lama : Pasien sudah menopause
HPHT : Menopause 4 bulan yang lalu Dismenorhea : Pasien sudah menopause
Usia Kehamilan: Tidak hamil Taksiran Partus: Tidak hamil
Lain-lain : Tidak ada
G0 P5005
Hamil Usia Jenis Penolong Penyulit BB/PB Usia anak KB/ Jenis/
ke- kehamilan persalinan saat ini Lama
3.500
1 37 minggu Normal Bidan Tidak ada 34 tahun KB Suntik
Riwayat Obstetri
gr /lupa
3.400
2 37 minggu Normal Bidan Tidak ada 30 tahun KB Suntik
gr/lupa
3.500
3 37 minggu Normal Dokter Tidak ada 27 tahun KB Pil
gr/lupa
3.400
4 37 minggu Normal Dokter Tidak ada 22 tahun KB Suntik
gr/lupa
3.500
5 37 minggu Normal Dokter Tidak ada 16 tahun KB Suntik
gr/lupa
Keterangan:
: Perempuan
Genoogram
: Meninggal
: Pasien
◌ : Tinggal satu rumah
Keadaan umum: Baik Kesadaran: compos mentis BB: 57 kg ; Tinggi badan:149cm;
Observasi
25
O Nyeri telan ; O pembesaran kelenjar tiroid ; O Vena jugularis Lain-lain: Tidak ada
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
26
Keputihan: kadang-kadang; Perdarahan: tidak ada perdarahan ; Laserasi: tidak ada;
VT: Ø tidak dikaji; eff: tidak dikaji ; Miksi: normal, spontan ; Defekasi: normal;
Lain-lain: Uteri turun ke bibir vagina membuat klien tidak nyaman, klien sering memasukkan
Genitalia
kembali uteri yang turun ke posisi semula. Selain itu, uteri yang turun sering bergesekan dengan
celana dalam pasien.
27
Tangan dan kaki
Kemampuan pergerakan: bebas / terbatas ; Kekuatan otot:
Refleks: Patella tidak dikaji; Triceps tidak dikaji; Biceps tidak dikaji ; Babinsky: tidak dikaji ;
Brudzinsky: tidak dikaji ; Kernig : tidak dikaji; Keterangan: tidak ada
Edema: Tidak ada ; Luka: Tidak ada ; Lain-lain: Tidak ada
1
Surabaya, 16 Desember 2019
Ners,
Ners
(Kelompok C1.3)
Pengkajian tanggal : 16 Desember 2019 Jam : 12.00 WIB
Tanggal MRS : 16 Desember 2019 No. RM : 12,79.XX.XX
Nama Ibu
Ruang/Kelas : Ny.
: Poli K
Kandungan Nama Suami : Tn. Uteri
Dx. Medis : Prolaps S Ke: 1
Identitas
Riwayat penyakit/prenatal/ intranatal/ postpartum (coret yang tidak perlu) saat ini:
Klien rujukan dari RS Ratih di Kediri dengan diagnosa medis prolaps uteri. Klien datang ke poli
kandungan RSUD Dr. Soetomo dengan keluhan terdapat benjolan daging yang keluar dari
vagina sejak 2 bulan yang lalu. Saat ini pasien direncanakan menjalankan operasi pengangkatan
rahim.
Penyakit/operasi yang pernah diderita:
Tidak ada
Penyakit yang pernah diderita keluarga:
Tidak ada
Riwayat alergi: O ya O tidak Keterangan: tidak ada alergi
Lain-lain: tidak ada
Menarche : Usia 12 Tahun Siklus : Pasien sudah menopause
Riwayat Menstruasi
P5005
Hamil Usia Jenis Penolong Penyulit BB/PB Usia KB/ Jenis/
ke- kehamilan persalinan anak Lama
saat ini
Riwayat Obstetri
3.500
1 37 minggu Normal Bidan Tidak ada 34 tahun KB Suntik
gr /lupa
3.400
2 37 minggu Normal Bidan Tidak ada 30 tahun KB Suntik
gr/lupa
3.500
3 37 minggu Normal Dokter Tidak ada 27 tahun KB Pil
gr/lupa
3.400
4 37 minggu Normal Dokter Tidak ada 22 tahun KB Suntik
gr/lupa
3.500
5 37 minggu Normal Dokter Tidak ada 16 tahun KB Suntik
gr/lupa
2
Genoogram Keterangan:
: Perempuan
: Laki-laki
: Meninggal
: Pasien
◌ : Tinggal satu rumah
Keadaan umum: Baik Kesadaran: compos mentis BB: 57 kg ; Tinggi badan:149cm;
Observasi
Mulut : Mukosa bibir: Lembab; lidah: Bersih; gigi : Bersih ; Kebersihan mulut:Bersih
lain-lain: Tidak ada
Telinga : Gangguan pendengaran: Tidak ada; O Otorhea ; O otalgia ; O tinitus ;
kebersihan: Tidak terkaji; lain-lain: Tidak ada
Cloasma : Tidak ada; Jerawat: Tidak ada
O Nyeri telan ; O pembesaran kelenjar tiroid ; O Vena jugularis Lain-
lain: Tidak ada
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
Jantung : Irama: Reguler ; S1/S2:Tunggal ; Nyeri dada:Tidak ada;
Bunyi: normal / murmur / gallop ;
Dada (Thoraks)
Nafas : Suara nafas: vesikuler / wheezing / stridor / Ronchi, Keterangan: Tidak ada
Jenis: dispnoe / kusmaul / ceyne stokes, Keterangan: Normal, teratur
Batuk: Tidak ada; Sputum: Tidak ada; Nyeri: Tidak ada
Payudara : Konsistensi Padat, kenyal; areola Coklat kehitaman; papilla Menonjol
Simetris/asimetris ; Produksi ASI: Tidak produksi ASI; Nyeri Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
Lain-lain: Uteri turun ke bibir vagina membuat klien tidak nyaman, klien sering
memasukkan kembali uteri yang turun ke posisi semula. Selain itu, uteri yang turun
sering bergesekan dengan celana dalam pasien.
3
Tangan dan kaki Kemampuan pergerakan: bebas / terbatas ; Kekuatan otot:
5 5
5 5
Refleks: Patella tidak dikaji; Triceps tidak dikaji; Biceps tidak dikaji ; Babinsky: tidak dikaji ;
Brudzinsky: tidak dikaji ; Kernig : tidak dikaji; Keterangan: tidak ada
Edema: Tidak ada ; Luka: Tidak ada ; Lain-lain: Tidak ada
Ners
(Kelompok C1.3)
5
FORMAT ANALISA DATA
1. Risiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (kerusakan integritas kulit) (D.0142)
2.
3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menunjukkan persepsi yang keliru terhadap
penyakit (D.0111)
19
Diagnosa Keperawatan
Tanggal Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana (Intervensi) Keperawatan Rasional
(P-E-S)
16-12-2019 Risiko infeksi d.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Pencegahan infeksi (1.14539)
ketidakadekuatan 1x 8jam maka tingkat infeksi menurun 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah 1. Mempertahakan teknik
pertahanan tubuh primer dengan kriteria hasil : kontak dengan pasien aspetik untuk mengurangi
(kerusakan integritas Tingkat infeksi (L.14137) resiko infeksi
kulit) (D.0142) 1. Tidak ada tanda-tanda infeksi 2. Pertahankan teknik aseptik pada saat 2. Mempertahakan teknik
(kemerahan, nyeri, bengkak, demam) melaukan tindakan pada pasien resiko aspetik untuk mengurangi
2. Klien dapat mengerti dan tinggi resiko infeksi
mempraktikkan cara menjaga 3. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 3. Memberikan informasi
kebersihan tangan pada pasien untuk skrining
awal bila ditemukan tanda
infeksi
4. Anjurkan untuk melaporkan pada 4. Agar segera mendapat
tenaga kesehatan jika terdapat tanda penanganan yang tepat
infeksi
5. Ajarkan cara mencuci tangan yang 5. Memberikan informasi
baik dan benar cara mencegah infeksi
6. Anjurkan untuk mencuci tangan 6. Upaya untuk mencegah
sebelum memasukkan uteri kembali infeksi
ke dalam
7. Ajarkan cara menjaga keberishan dan 7. Memberikan informasi
kelembaban area genitak cara mencegah infeksi
8. Anjurkan menjaga kebersihan dan 8. Upaya untuk mencegah
kelembaban area genital infeksi
9. Monitor tanda dan gejala infeksi 9. Menilai adanya tanda dan
gejala infeksi
20
Diagnosa Keperawatan
Tanggal Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana (Intervensi) Keperawatan Rasional
(P-E-S)
16-12-2019 Defisit pengetahuan b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Edukasi kesehatan (1.12383)
kurang terpapar informasi 1x 8 jam maka tingkat pengetahuan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan 1. Untuk menentukan waktu
d.d menunjukkan meningkat dengan kriteria hasil : menerima informasi dan media yang tepat
persepsi yang keliru Tingkat pengetahuan (L.12111) bagi promosi kesehatan
terhadap penyakit 1. Tidak ada persepsi yang keliru 2. Untuk menentukan
(D.0111) terhadap masalah 2. Identifikasi faktor yang dapat strategi peningkatan
2. Klien mengerti dan mampu meningkatkan dan menurunkan kesehatan yang tepat
menjelaskan tentang topik yang motivasi hidup bersih dan sehat 3. Sebagai media pemberian
diberikan 3. Sediakan materi dan media pendidikan promosi kesehatan
kesehatan 4. Memberikan informasi
mengenai penyakit
4. Jelaskan faktor resiko yang dapat 5. Memberikan informasi
mempengaruhi kesehatan cara mempertahakan
5. Ajarkan perilaku hidup bersih dan kesehatan
sehat 6. Memberikan informasi
cara mempertahakan
6. Ajarkan strategi kesehatan untuk kesehatan
meningkatkan perilaku hidup bersih 7. Sebagai upaya umpan
dan sehat balik promosi kesehatan
7. Berikan kesempatan pasien untuk 8. Untuk menilai
bertanya pemahaman pasien
8. Berikan evaluasi terkait topik yang mengenai penjelasan
diberikan yang diberikan
21
Tanggal Tanggal
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
Risiko infeksi
ketidakadekuatan pertahanan
d.d 16-12-2019
12.10 WIB
1. Memonitor tanda dan gejala
infeksi (kemerahan, bengkak,
16-12-2019 S :
12.40 WIB 1. Klien mengatakan mengerti dan
Ners
tubuh primer (kerusakan iritasi, adanya perlukaan) di area memahami cara mencuci
integritas kulit) (D.0142) genital tangan dengan baik dan benar
R/ Tidak ditemukan tanda dan 2. Klien mengatakan tahu bahwa
gejala infeksi di area sekitar harus selalu mencuci tangan
genital sebelum dan sesudah
12.15 WIB 2. Menjelaskan tanda dan gejala memasukkan uterus secara
infeksi, serta menganjurkan untuk mandiri
melapor pada petugas kesehatan O:
bila didapatkan tanda dan gejala 1. Tidak ditemukan tanda dan
tersebut gejala infeksi
R/ Pasien mengerti dan memahami 2. Klien tempak bisa
12.18 WIB 3. Mengajarkan cara cuci tangan memperagakan cara cuci tangan
yang baik dan benar yang baik dan benar
R/ Pasien mengikuti ketika 3. Klien dapat mengulang tanda
perawat memperagakan dan gejala infeksi
12.20 WIB 4. Menganjurkan untuk selalu 4. Klien dapat mengulang cara
mencuci tangan saat sebelum dan pencegahan infeksi
setelah memasukkan uterus secara A : Masalah teratasi
mandiri P : Hentikan intervensi
R/ Pasien mengerti dengan anjuran
yang diberikan
12.23 WIB 5. Menganjurkan untuk menjaga
kebersian area genital dengan
sering mengganti celana dalamdan
menjaga kelembapan area genital
R/ pasien mengerti dengan anjuran
yang diberikan
22
BAB IV
PEMBAHASAN
Prolaps uteri adalah suatu kondisi jatuh atau tergelincirnya uterus (rahim) ke dalam
atau keluar melalui vagina, sebagai akibat dari kegagalan ligamen dan fasia dalam
menyangga (Price, 2012). Ny. K merupakan salah satu klien dengan diagnosis medis
prolaps uteri dengan rektokel grade III, dan sistokel grade III yang juga telah terpasang
pesarium ring, dengan tujuan agar organ panggul tidak menonjol keluar dari introitus
vagina. Saat ini klien datang ke poli kandungan untuk persiapan operasi pengangkatan
kandungan. Operasi ini dilakukan sesuai indikasi derajat rektokel dan sistokel yang
dialami oleh klien. Histerektomi pervaginam atau pengangkatan rahim merupakan terapi
penanganan pada prolaps uteri, mioma uteri, serta sistokel dan rektokel (Asih, 2013).
Berdasarkan proses terjadinya prolaps uteri, menurut riwayat penyakit yang telah
dijelaskan oleh klien yaitu terkait paritas yang termasuk dalam multipara. Ny. K Memiliki
5 orang anak dengan berat badan lahir rata-rata 3500 gram secara pervagiaam. Paritas ini
terbukti mempengaruhi kejadian prolaps uteri, hal ini dikarenakan wanita tersebut akan
mengalami kelamahan otot besar panggul serta dapat menjadi sebuah trauma pada otot-
otot dan fasia pelvis saat persalinan (Baiq, 2015). Penelitian dari Werner, 2012 juga
menjelaskan bahwa persalinan pervaginam dan penuaan merupakan faktor penting
terjadinya prolaps uteri.
Saat dilakukan pengkajian Ny.K mengatakan bahwa uteri turun ke bibir vagina
sehingga membuat klien tidak nyaman. Kemudian ia juga menjelaskan apabila hal tersebut
terjadi maka yang dilakukannya yaitu memasukkan kembali uteri yang turun ke posisi
semula. Cara tersebut sering dilakukan oleh Ny.K, karena uteri yang turun tersebur sering
bergesekan dengan celana dalam sehingga semakin membuat Ny.K tidak nyaman.
Pernyataan Ny.K ini merupakan salah satu tanda dan gejala dari prolaps uteri, bahwa
adanya rasa tekanan yang menyebabkan ketidaknyamanan terutama saat melakukan
aktivitas fisik. Selain itu juga dapat mempengaruhi frekuensi dan intensitas berkemih serta
BAB (Santoso,2013). Keluhan dari Ny.K terlihat dari pemeriksaan fisik yang dilakukan
oleh dokter bahwa adanya benjolan yang keluar melalui vagina. Pada prolap uteri saat
dilakukan pemeriksaaan vaginal tuse maka akan didapatkan pembengkakan pada introitus
vagina dan juga ditemukan sistokel, rektokel, atau enterokel (Fiana, 2019).
24
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Prolaps uteri atau POP merupakan kondisi jatuh atau tergelincirnya uterus ke dalam
atau keluar melalui vagina. Kejadian prolaps uteri saat ini paling sering terjadi pada
wanita dengan usia diatas 50 tahun. Kondisi ini terbagi menjadi beberapa derajat
berdasarkan sistem POP-Q. Penyebab dari prolaps uteri belum diketahui secara pasti,
namun terdapat faktor pemicu terjadinya prolaps uteri seperti proses persalinan,
paritas, usia, dan gaya hidup tidak sehat. Salah satu tanda gejala yang paling sering
dialami pasien dengan prolaps uteri yaitu turunnya organ panggul ke vagina, sehingga
menyebabkan kebanyakan dari mereka mengalami gangguan rasa nyaman saat
melakukan aktivitas. Adapun bentuk penanganan pada kejadian ini yaitu dengan
memasang pesarium ring yang biasanya dilakukan penggantian setiap 3 bulan apabila
tidak disertai keluhan lainnya, serta langkah terakhir untuk menanganai prolaps uteri
yaitu operasi pengangkatan kandungan.
5.2 Saran
Diharapkan perlu adanya deteksi dini serta pendidikan kesehatan khususnya pada
wanita untuk mengurangi angka kejadian prolap uteri terutaama pada usia diatas 50 tahun.
26
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Mochamad, Baziad Ali, Prabowo R. Prajitno. 2011. Ilmu Kandungan: Kelainan
Letak Alat-Alat Genital. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Baiq Cipta Hardianti, Besari Adi Pramono. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Prolapsus Uteri Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. Media Medika
Muda Vol.4.
Cunningham FG. 2008. Williams Gynecology. United States: Mc Graw Hill Companies.
Hoffman BL 2014. Williams Obstetrics 24th Edition. United States: Mc Graw Hill.
Available from: www.mhprofessional.com.
Junizaf, Santoso Budi Iman. 2013. Panduan Penatalaksanaan Prolaps Organ Panggul.
Himpunan Uroginekologi-POGI.
Kristanto Herman, Hidayat, Syarief Thaufik, Erwinanto. 2013. Praktis Klinis Obstetri
Ginekologi. Semarang: Cakrawala Media.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI