Anda di halaman 1dari 11

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori
1. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai kenaikan kapasitas dalam jangka
panjang dari suatu negara untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada
penduduknya melalui peningkatan teknologi, institusional, dan ideologis (Kuznets,
1973). Dalam teori makroekonomi, teori pertumbuhan ekonomi dikelompokkan
menjadi dua, yaitu teori mengenai pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan
pertumbuhan ekonomi jangka pendek (Mankiw, 2015). Dalam teori pertumbuhan
jangka panjang, fokus utama dari perekonomian adalah peningkatan standar hidup dan
tingkat pendapatan masyarakat (Jones dan Vollrath, 2013), sedangkan dalam teori
pertumbuhan jangka pendek, fokus utama tertuju pada stabilisasi fluktuasi siklus bisnis,
yaitu fluktuasi output dan tingkat pengangguran (Mankiw, 2015).
Dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi jangka panjang, salah satu teori
pertumbuhan ekonomi yang paling dikenal adalah teori pertumbuhan ekonomi
neoklasik Solow-Swan. Model dasar Solow-Swan dibangun dengan dua persamaan,
yaitu fungsi produksi dan persamaan akumulasi kapital. Fungsi produksi diasumsikan
memakai fungsi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas menggambarkan
output perekonomian atau produk domestik bruto (PDB) suatu negara dan perubahan
nilai PDB merupakan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada negara tersebut (Todaro
dan Smith, 2014). Pertumbuhan ekonomi tersebut berasal dari akumulasi modal,
perubahan teknologi yang bersifat eksogen dan pertumbuhan penduduk atau angkatan

9
10

kerja (Todaro dan Smith, 2014). Fungsi produksi Cobb-Douglas digambarkan melalui
fungsi (1). Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis ulang dalam konteks per
pekerja seperti digambarkan melalui fungsi (2).
Y = KαL1-α ……………………….……….. (1)
y = kα ……………………………...…(2)
Keterangan :
Y = Total produksi dalam negeri/PDB
y = Output per worker
K = Capital
L = Tenaga Kerja
k = Capital per worker
α = Share Input (nilainya antara 0—1)
Pada fungsi produksi Cobb-Douglas, dengan lebih banyak kapital per pekerja,
perusahaan memproduksi lebih banyak output per pekerja. Meski begitu, berlaku
diminishing return of capital, yaitu setiap penambahan satu unit kapital yang diberikan
ke satu pekerja, tingkat kenaikan output oleh pekerja tersebut akan menurun.
Persamaan kedua model pertumbuhan ekonomi Solow-Swan adalah
persamaan yang mendeskripsikan akumulasi modal. Investasi meningkatkan akumulasi
modal, sedangkan depresiasi kapital dan pertumbuhan populasi dapat menjadi faktor
pengurang akumulasi modal. Jika tidak terdapat investasi baru dan depresiasi (atau
keduanya konstan), maka saat terjadi peningkatan tenaga kerja atau populasi, capital
accumulation per worker akan menurun dan berdampak pada penurunan output per
kapita.
Perkembangan teknologi pada model pertumbuhan ekonomi Solow-Swan
dianggap sebagai faktor yang berasal dari luar atau tidak dijelaskan dalam model dan
hanya berupa asumsi saja karena determinan perkembangan teknologi masih abstrak
(Mankiw, 2015). Lebih lanjut, Mankiw (2015) menyatakan bahwa kebijakan publik
dapat didesain untuk menstimulasi pengembangan teknologi, khususnya mendorong
sektor privat untuk berinvestasi pada inovasi teknologi.

10
11

Teori pertumbuhan ekonomi yang lain adalah teori endogen. Teori ini
dikembangkan dari model pertumbuhan ekonomi Solow-Swan. Berbeda dengan teori
neoklasik Solow-Swan, perkembangan teknologi dalam teori endogen dapat diperoleh
melalui penelitian dan pengembangan (litbang) yang merupakan variabel endogen
dalam fungsi produksi (Mankiw, 2015). Lebih lanjut, dalam teori endogen, human
capital juga menjadi faktor pendorong pertumbuhan. Hal lain yang menjadi poin
penting dalam teori endogen adalah pengenalan variabel belanja pemerintah yang
memengaruhi fungsi produksi. Menurut Barro (1990), pertumbuhan ekonomi terjadi
karena adanya kekuatan endogen yang bergantung pada pembiayaan publik, yaitu
kebijakan fiskal (pajak dan pengeluaran pemerintah) yang dapat memengaruhi tingkat
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Peran pemerintah sebagai penyedia layanan
publik merupakan input terhadap fungsi produksi sehingga menciptakan hubungan
positif antara pemerintah dan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah dapat memengaruhi
pertumbuhan, baik langsung maupun tidak langsung melalui investasi publik ataupun
insentif kepada sektor privat (Brons, de Groot & Nijkamp, 1999). Dari teori-teori
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh akumulasi
modal, baik berasal dari modal fisik maupun modal manusia. Kedua faktor tersebut
dapat dimunculkan melalui pembangunan sumber daya manusia (SDM), peningkatan
investasi, dan perkembangan teknologi yang dapat diperoleh melalui investasi luar
negeri, litbang yang dilakukan sendiri, serta melalui kestabilan ekonomi (Tragakes,
2012).
Teori-teori pertumbuhan ekonomi berlaku dan dapat juga diterapkan pada
pembahasan masalah ekonomi dalam konteks regional. Teori neoklasik pertumbuhan
ekonomi regional pada dasarnya sama dengan teori neoklasik pertumbuhan ekonomi
nasional. Dalam teori neoklasik, pertumbuhan ekonomi regional ditekankan pada
analisis atas fungsi produksi suatu wilayah yaitu tenaga kerja, modal, dan teknologi.
Fungsi tersebut sama seperti fungsi produksi Cobb-Douglas dalam pertumbuhan
ekonomi tingkat nasional.
12

2. Perhitungan Pertumbuhan Ekonomi Regional


Terdapat beberapa formula perhitungan pertumbuhan ekonomi, tetapi
semuanya dilakukan dengan menggunakan nilai produk domestik bruto (PDB)
(nasional/regional) atau dalam istilah asing disebut gross domestic product (GDP).
Menurut Badan Pusat Statistik (2018), PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan
oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB dapat diukur
atas dasar harga berlaku dan harga konstan (riil). PDB atas harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang
berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu
tahun tertentu sebagai tahun dasar (Badan Pusat Statistik, 2018).
Lebih lanjut, menurut BPS, PDB atas dasar harga berlaku dapat digunakan
untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi suatu negara. Sementara itu, PDB harga
konstan digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun. PDB atas harga konstan
menunjukkan jumlah output yang sebenarnya dihasilkan dalam suatu perekonomian
atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga
dan inflasi. Menurut BPS, formula pertumbuhan ekonomi yang digunakan di Indonesia
adalah sebagaimana dalam persamaan berikut:
PDBt – PDBt-1
r= X 100 ……………………………………………….. (3)
PDBt-1
Keterangan :
r = laju pertumbuhan ekonomi
GDP = gross domestic product atau produk domestik bruto
t = waktu
Penelitian ini fokus pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang dalam konteks
regional. Oleh karena itu, ukuran PDRB yang digunakan adalah PDRB riil atau PDRB
atas harga konstan. PDRB atas harga konstan dapat lebih akurat menggambarkan
perkembangan kapasitas perekonomian suatu daerah. Selain itu, karena diukur
13

berdasarkan tahun dasar tertentu, penggunaan PDRB atas harga konstan memudahkan
untuk melakukan perbandingan tingkat output perekonomian suatu daerah dengan
daerah lainnya di Indonesia.

3. Belanja Pemerintah
Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu kebijakan fiskal yang bertujuan
menstabilkan harga, tingkat output perekonomian, kesempatan kerja, dan mendorong
pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2014). Pengeluaran pemerintah memiliki efek pengali
(multiplier effect) yang berarti bahwa bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah yang
dimaksudkan untuk merangsang ekonomi menyebabkan peningkatan pengeluaran
swasta, yang juga merangsang perekonomian (Mankiw, 2015). Di sisi lain, pengeluaran
pemerintah dapat juga menimbulkan efek crowding-out terhadap pengeluaran privat
yang berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi. Efek ini merupakan kebalikan
dari efek pengali dari pengeluaran pemerintah. Menurut Spencer dan Yohe (1970),
kenaikan pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan peningkatan penerimaan pajak
atau melalui penerbitan obligasi merupakan transfer sumber daya dari sektor privat ke
sektor publik sehingga dapat menimbulkan efek crowding-out konsumsi privat dan
membuat multiplier effect dari pengeluaran pemerintah tersebut lemah atau bahkan
meniadakannya sehingga dalam praktiknya, tidak ada multiplier effect yang tercipta
dari pengeluaran pemerintah.
Kebijakan pengeluaran dan penerimaan pemerintah tercermin dalam dokumen
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk nasional, dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk daerah. Menurut Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintah (PSAP) No.02 Paragraf 7, belanja adalah semua pengeluaran
dari rekening kas umum negara/daerah yang mengurangi saldo anggaran lebih dalam
periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh pemerintah. Menurut PSAP No.02, belanja diklasifikasikan menurut
klasifikasi ekonomi, organisasi, dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah
pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu
aktivitas. Klasifikasi belanja menurut ekonomi dikelompokkan lagi menjadi belanja
14

operasi, belanja modal dan belanja lain-lain/tak terduga sebagaimana dijelaskan sebagai
berikut:
a. Belanja Operasi
Belanja operasi adalah belanja yang dikeluarkan dari kas umum negara dalam
rangka menyelenggarakan kegiatan operasional (kegiatan sehari-hari) pemerintah
yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja pemerintah seperti pegawai, bunga,
bantuan sosial, dan belanja lainnya merupakan salah satu bentuk dari konsumsi
yang dilakukan pemerintah. Semakin besar konsumsi pemerintah tersebut dalam
komposisi belanja, maka semakin besar pengaruh negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi (Barro, 1990). Klasifikasi belanja operasi untuk pemerintah daerah terdiri
dari:
1) Belanja Pegawai
Belanja pegawai adalah kompensasi terhadap pegawai baik dalam bentuk uang
atau barang yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah dalam maupun
luar negeri termasuk kepada pejabat negara, pegawai negeri sipil (PNS) dan
pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS
dan/atau non-PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan
dalam rangka mendukung tugas fungsi unit organisasi pemerintah, kecuali
pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal dan/atau kegiatan yang
mempunyai output dalam kategori belanja barang.
2) Belanja Barang dan Jasa
Belanja barang adalah pengeluaran untuk pembelian barang dan/atau jasa yang
habis pakai untuk memproduksi barang dan/atau jasa yang dipasarkan maupun
yang tidak dipasarkan dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk
diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pemerintah daerah (Pemda)
termasuk transfer uang di luar kriteria belanja bantuan sosial serta belanja
perjalanan. Belanja barang ini terdiri dari belanja barang (operasional dan non-
operasional), belanja jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan, belanja
Badan Layanan Umum (BLU), serta belanja barang untuk diserahkan kepada
masyarakat/pemda (PMK Nomor 112 Tahun 2012).
15

3) Belanja Bunga
Belanja bunga adalah pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga
(interest) atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding)
yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka
panjang.
4) Belanja Subsidi
Belanja subsidi adalah pengeluaran pemerintah yang diberikan kepada
perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau
mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak,
dengan tujuan untuk membantu biaya produksi mereka agar harga jual
produk/jasa yang dihasilkan dapat dijangkau oleh masyarakat.
Perusahaan/lembaga yang dimaksud bisa berupa BUMN/BUMD maupun
perusahaan swasta.
5) Belanja Hibah
Belanja hibah adalah belanja pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa
yang dapat diberikan kepada pemerintah negara lain, organisasi internasional,
pemerintah pusat/daerah, perusahaan negara/daerah, kelompok masyarakat,
atau organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukkannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara
terus menerus, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
6) Belanja Bantuan Sosial
Belanja bantuan sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan oleh
Pemerintah Pusat/Daerah kepada masyarakat guna melindungi dari
kemungkinan terjadinya risiko sosial.
b. Belanja Modal
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset
lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal
meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan,
peralatan dan mesin; jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tak berwujud. Belanja
modal tergolong dalam belanja pembangunan karena sifatnya yang produktif
16

(Indriani, 2011). Belanja pemerintah yang bersifat produktif adalah salah satu
faktor penentu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah (Esterly dan Rebelo, 1993).
c. Belanja lain-lain/Belanja Tidak Terduga
Belanja lain-lain/tidak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang
sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana
alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat
diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah.

B. Penelitian Sebelumnya
Meskipun masih jarang dilakukan di dalam negeri, penelitian yang membahas
pengaruh belanja pemerintah berdasarkan klasifikasi ekonomi terhadap pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang telah banyak dilakukan di luar negeri. Sebagian besar
penelitian tersebut meneliti pengaruh belanja operasi (current expenditure) dan belanja
modal (capital expenditure) terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil dari penelitian-
penelitian tersebut beragam, tergantung dari karakteristik daerah dan negara yang
menjadi objek penelitian serta metode yang digunakan. Di satu sisi, beberapa riset
membuktikan bahwa current expenditure secara statistik signifikan memengaruhi
pertumbuhan ekonomi, seperti riset yang dilakukan oleh Devarajan et al. (1996),
Laboure dan Taugourdeau (2018), Gupta et al. (2005), Landau (1986), dan Gregoriou
dan Ghosh (2008). Di sisi lain, current expenditure tidak menunjukkan signifikansi
secara statistik dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi, seperti riset yang dilakukan
oleh Bose et al. (2007), Dandan (2011), dan Bayraktar dan Dodson (2018).
Hasil yang beragam juga ditemukan pada pengaruh capital expenditure
terhadap pertumbuhan ekonomi. Beberapa riset membuktikan bahwa capital
expenditure secara statistik berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
seperti hasil penelitian Devarajan et al. (1986), Laboure dan Taugourdeau (2018),
Gupta et al. (2005), Bose et al. (2007), dan Gregoriou dan Ghosh (2008). Namun,
terdapat pula penelitian yang membuktikan bahwa capital expenditure tidak signifikan
memengaruhi pertumbuhan ekonomi, seperti penelitian yang dilakukan oleh Landau
(1986) dan Okafur, Onwumere, dan Ibe (2012).
17

Sebagian besar penelitian terdahulu memasukkan karakteristik daerah sebagai


variabel kontrol. Secara umum, karakteristik yang digunakan adalah karakteristik
demografi dan sosio-ekonomi, seperti pertumbuhan penduduk, PDRB per kapita,
tingkat pendidikan masyarakat, tingkat inflasi, tingkat keterbukaan perekonomian, dan
sektor utama perekonomian. Rincian hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada
Lampiran VI.

C. Kerangka Penelitian
Pertumbuhan ekonomi nasional mengalami tren pertumbuhan yang meningkat
dalam kurun waktu 2014—2018. Apabila tren pertumbuhan nasional dirinci ke level
regional, dalam hal ini provinsi, terdapat variasi tren pertumbuhan ekonomi. Beberapa
provinsi mengalami tren pertumbuhan ekonomi yang sama dengan pertumbuhan
nasional. Sementara itu, terdapat pula provinsi yang mengalami tren pertumbuhan
ekonomi yang menurun. Pada era desentralisasi fiskal, pemerintah daerah diberi
kewenangan besar untuk mengelola anggaran pendapatan dan belanjanya. Kewenangan
yang besar dalam manajemen belanja diharapkan dapat membuat pemerintah daerah
mengalokasikan sumber dayanya secara efisien dan efektif sehingga berdampak pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah.
Belanja daerah mencerminkan program dan kegiatan pemerintah untuk
menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Jika jumlah belanja mengalami
peningkatan, maka idealnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan
perubahan produk domestik regional bruto (PDRB). Secara teori, belanja pemerintah
dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung.
Jika belanja pemerintah dirinci berdasarkan komponennya, maka dapat diketahui peran
masing-masing komponen belanja terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Devarajan
et al. (1996), belanja pemerintah dikategorikan produktif dilihat dari dampaknya
terhadap pertumbuhan ekonomi. Belanja yang bersifat produktif akan berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penafsiran dampak positif atau negatif tersebut
sulit dilakukan pada belanja secara agregat. Hal ini dikarenakan komponen belanja sulit
dikelompokkan menurut sifat produktifnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian
18

atas pengaruh masing-masing komponen belanja pemerintah daerah berdasarkan jenis


belanja atau klasifikasi ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Kerangka
pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar II.1.
Gambar II.1. Kerangka Pemikiran

Bel. Pegawai Bel. Hibah

Pertumbuhan
Bel. Barang/Jasa Ekonomi Regional Bel.Bansos

Bel. Bunga Bel.Modal


Variabel Kontrol:

• Pertumbuhan
Bel. Subsidi Penduduk
Bel. Tak terduga
• Rata-Rata Lama
Sekolah
• PDRB Per kapita
Awal Periode 5 Tahun

Sumber: Diolah Penulis

D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha1 = Belanja pegawai pemerintah daerah berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi regional.
Ha2 = Belanja barang/jasa pemerintah daerah berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi regional.
Ha3 = Belanja bunga pemerintah daerah berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi regional.
Ha4 = Belanja subsidi pemerintah daerah berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi regional.
19

Ha5 = Belanja hibah pemerintah daerah berpengaruh signifikan terhadap


pertumbuhan ekonomi regional.
H6 = Belanja bantuan sosial pemerintah daerah berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi regional.
Ha7 = Belanja modal pemerintah daerah berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi regional.
Ha8 = Belanja tidak terduga pemerintah daerah berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi regional.
Ha9 = Belanja pegawai, barang/jasa, bunga, subsidi, hibah, bansos, modal, tak
terduga pemerintah daerah berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi regional.

Anda mungkin juga menyukai