Endokrin
Pulmonologi
Normal
HbA1C < 5,7%
TTGO 70-139
• HbA1C tidak dapat digunakan sebagai alat diagnosis bila terdapat masalah hematologi (anemia,
hemoglobinopati, riwayat transfusi darah dalam 2-3 bulan terakhir, dan gangguan ginjal)
©Bimbel UKDI MANTAP
• Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Prinsip Dasar Terapi Diabetes Mellitus
1 2 3
4 5
• Bagi pria dengan TB di bawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm, rumus
dimodifikasi menjadi :Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg
PELATIHAN
JASMANI
Untuk meningkatkan
uptake glukosa di perifer
l uc
os
er
TZD ire tak
pa up
Glinid + GDP dan GD2PP
ke
ele FFA Im Biguanide
ta
a - GDP dan GD2PP
up
se release (Metformin)
TZD
se
co
u
Gl
Blocks Tiazolidinedion - GDP dan GD2PP
Circulatory System
Promotes
Glucose↑ ab FF
Metformin Alfa-Glucosidase
Inhibitor (Acarbose)
- GD2PP
so A
rp
tio DPP-4 Inhibitor + GD2PP
FFA↑ n
Glucose
Intestinal
ve n GLP-1 Agonist + GD2PP
f e cti etio absorption lipase inhibitor
De secr Insulin
n
ul i release Fat SGLT-2 Inhibitor - GDP dan GD2PP
i ns
Pancreas SU AGI
Carbohydrates Intestines
DPP-4
GLP-1 inhibitor
agonist
AGI: α-glucosidase inhibitors; DPP-4: dipeptidyl peptidase-4; FFA: free fatty acid; TZD: thiazolidinedione
Cheng A, Fantus G. Can Med Assoc J 2005;172:213–26.. Barnett A. Int J Clin Pract 2006;60:1454–70. Pérez López G, et al. Nefrologia.
2010;30:618–25.
Glinide
Efficacy* Safety, Tolerability and Adherence
Carbohydrate
Carbohydrate
absorption Jejunum
Jejunum
Intestinal carbohydrate
absorption is retarded Ileum Ileum
by a-glucosidase
inhibition
1. Lower pp blood glucose
Carbohydrate
increase absorption Without acarbose
2. Carbohydrates come into With acarbose
lower intestinal sections
and induce there the Duodenum Jejunum Ileum
release of the intestinal
©Bimbel UKDI MANTAP
hormone GLP-1
Slide 46
DPP-4: dipetidyl peptidase-4; GI: gastrointestinal; GIP:glucose-dependent insulinotropic polypeptide; GLP-1: glucagon-like peptide
Drucker DJ et al. Nature 2006;368:1696–705. Idris I, et al. Diabetes Obes Metab 2007;9:153–65. Barnett A. Int J Clin Pract 2006;60:1454–70. Gallwitz B, et
al. Diabetes Obes Metab 2010;12:1–11.
Slide 47
DPP-4 inhibitors
DPP-4 inhibitors
Ahrèn B. Expert Opin Emerg Drugs 2008;13:593–607. Gallwitz B, et al. Diabetes Obes Metab 2010;12:1–11. Amori RE, et al. JAMA 2007;298:194–206.
Saxagliptin, FDA’s Endocrinologic and Metabolic Drugs Advisory Committee Briefing Document for April 2009 Meeting: NDA 22-350. Available at:
http://www.fda.gov/OHRMS/DOCKETS/ac/09/briefing/2009-4422b1-02-Bristol.pdf. (accessed Nov 2010). Aschner P, et al. Diabetes Care 2006;29:2632–7.
Renal Handling of Glucose:
Sodium Glucose Co-transporter-2 Inhibitor
Mekanisme Aksi: Menghambat Sodium-Glucose Co-Transporter 2 pada
ginjal à ê reabsorbsi glukosa
Kerja Cepat :
5-15 menit
sebelum makan
Target :
GD Basal
Kerja Panjang :
1x malam
sebelum tidur
ATAU
2x malam dan pagi
TG <150
©Bimbel UKDI MANTAP
DIABETES MELITUS TIPE 1
UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI - World Diabetes Foundation 2015
PENGELOLAAN DM TIPE 1
1. Pemberian Insulin beserta penyesuaian dosis
2. Pengaturan makan dan olahraga
3. Pemantauan mandiri
UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI - World Diabetes Foundation 2015
PENGELOLAAN DM TIPE 1
REGIMEN INSULIN : 1 . SPLIT-MIX REGIMEN
UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI - World Diabetes Foundation 2015
PENGELOLAAN DM TIPE 1
REGIMEN INSULIN : 2 . BASAL BOLUS REGIMEN
•Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut–turut, pemantauan GDS
setiap 2 jam, dengan protokol sesuai diatas, bila GDs >200 mg/dL
pertimbangkan mengganti infus dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %.
•Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, protokol hipoglikemi
dihentikan.
©Bimbel UKDI MANTAP
DIABETIC KETOASIDOSIS &
HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR STATE
PERKENI 2011
Urin 24 jam Urin dlm waktu tertentu Urin sewaktu
(mg/24 jam) (µg/menit) (µg/mg kreatinin)
Normal < 30 < 20 < 30
Mikroalbuminuria 30 – 299 20 – 199 30 – 299
Makroalbuminuria ≥ 300 ≥ 200 ≥ 300
PERKENI 2015
Klasifikasi nefropati diabetik tidak lagi menggunakan istilah ‘mikroalbuminuria’ dan
makroalbuminuria’ tetapi albuminuria saja. Nefropati diabetik dibagi atas albuminuria
persisten pada level 30-299mg/24 jam dan albuminuria
©Bimbel UKDI MANTAP persisten pada level ≥300mg/24 jam.
TATALAKSANA DIABETIK NEFROPATI
§ Optimalisasi kontrol glukosa untuk § Perlu dilakukan monitoring terhadap
mengurangi resiko ataupun menurunkan kadar serum kreatinin dan kalium
progresi nefropati. serum pada pemberian penghambat
§ Optimalisasi kontrol hipertensi untuk ACE, penyekat reseptor angiotensin II,
mengurangi resiko ataupun menurunkan atau diuretik lain.
progresi nefropati. § Diuretik, Penyekat Kanal Kalsium, dan
§ Pengurangan diet protein pada diet pasien Penghambat Beta dapat diberikan
diabetes dengan penyakit ginjal kronik tidak sebagai terapi tambahan ataupun
direkomendasikan karena tidak mengubah pengganti pada pasien yang tidak dapat
kadar glikemik, resiko kejadian mentoleransi penghambat ACE dan
kardiovaskuler, atau penurunan GFR. Penyekat Reseptor Angiotensin II.
§ Terapi dengan penghambat ACE atau obat § Apabila serum kreatinin ≥2,0 mg/dL
penyekat reseptor angiotensin II tidak sebaiknya ahli nefrologi ikut dilibatkan.
diperlukan untuk pencegahan primer. § Pertimbangkan konsultasi ke ahli
§ Terapi Penghambat ACE atau Penyekat nefrologi apabila kesulitan dalam
Reseptor Angiotensin II diberikan pada menentukan etiologi, manajemen
pasien tanpa kehamilan dengan penyakit, ataupun gagal ginjal stadium
albuminuria sedang (30-299 mg/24 jam) lanjut.
dan albuminuria berat (>300 mg/24 jam).
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
©Bimbel UKDI MANTAP
Tipe 2 di Indonesia. Perkeni. 2015
KAKI DIABETIK
• Kelainan tungkai kaki
bawah akibat diabetes
melitus yang tidak
terkontrol.
Dislipidemia primer:
kelainan genetik→ dislipid moderat
ec hiperkolesterolemia poligenik
dan dislipidemia kombinasi familial
Dislipidemia sekunder:
disebabkan penyakit lain seperti
DM, hipotiroidisme, peny hati
obstruktif, SN, obat (progestin,
steroid anabolik, kortikosteroid,
beta blocker) ©Bimbel UKDI MANTAP
ATP III CLASSIFICATION
Total Cholesterol
<200 Desirable
200-239 Borderline high
≥240 High
Triglycerides
<150 Normal
150-199 Borderline high
200-499 High
≥500 Very high
Pemeriksaan
1. skrining: dewasa >20 tahun
2. Cara: kol total, LDL, HDL tdk perlu puasa. TG harus puasa 12-16 jam. Kadar LDL dpt
dihitung dengan rumus Friedewald
Risiko menengah Nilai SCORE ≥1% dan <5% LDL <115 mg/dL
Quit smoking
3
4
Atorvastatin 10 - 20 mg
Rosuvastatin 5-10 mg
Simvastatin 20–40 mg‡
Pravastatin 40-80 mg
Lovastatin 40 mg
Fluvastatin XL 80 mg
Fluvastatin 40 mg bid
Pitavastatin 2–4 mg
Lifestyle modification remains a critical component of ASCVD risk reduction, both prior to and in concert with the use of cholesterol
lowering drug therapies.
Statins/doses that were not tested in randomized controlled trials (RCTs) reviewed are listed in italics
†Evidence from 1 RCT only: down-titration if unable to tolerate atorvastatin 80 mg in IDEAL
‡Initiation of or titration to simvastatin 80 mg not recommended by the FDA due to the increased risk of myopathy, including rhabdomyolysis.
LDL-C
VLDL Biliary cholesterol
Cholesterol
synthesis
Chylomicrons
Bile Acid
Enterohepatic Circulation Liver
Terminal Ileum
LDL Receptors
Reabsorption of
VLDL and LDL removal
bile acids
BA Excretion
Intestine
IDL
LDL-R
CE
CE FC FC
Liver
Nascent
Macrophage
Efek samping: Mature HDL HDL
peningkatan enzim hepar,
kolelithiasis CE=Cholesterol ester, FC=Free cholesterol, HDL=High density lipoprotein,
IDL=Intermediate density lipoprotein, LDL-R=Low density lipoprotein receptor,
Risiko miopati gemfibrozil + statin > fenofibrat + statin LPL=Lipoprotein lipase, TG=Triglyceride, VLDL=Very low density lipoprotein
NICOTINIC ACID MECHANISM OF ACTION
Efek samping: FFA=Free fatty acid, HDL=High density lipoprotein, LDL=Low density
lipoprotein, TG=Triglyceride, VLDL=Very low density lipoprotein
keluhan kulit (ruam, pruritus, flushing),
Source: McKenney JM. Selecting Successful Lipid-lowering Treatments presentation, 2002.
©Bimbel UKDI MANTAP
dan keluhan muskuloskeletal Available at http://www.lipidsonline.org/slides/slide01.cfm?tk=23&dpg=14
Kelas Obat Senyawa Mekanisme Aksi Efek Fisiologis Keterangan
Sporadic goiter
(faktor lingkungan/genetik)
Interpretation:
> 19
toxic
hyperthyroidism
< 11
euthyroidism
11-19
equivocal.
Diagnostic
accuracy of 85%.
3. Thyroid acropachy
manifests as clubbing finger
• Precipitatants in hyperthyroid
patients: surgery, sepsis, iodine
loads, post-partum
• Endocrine emergency (Mortality 20-
50%) ©Bimbel UKDI MANTAP
TATALAKSANA KRISIS TIROID
(Jarang dipakai)
Interpretation:
≥25: hypothyroidism
≤-30: exclude the
disease
Dosis awal :
50-100 mcg PO 1 x/hari
dinaikkan 25-50 mcg/3-4mgg
s/d eutiroid dan kadar TSH normal
Dosis rumatan :
100-200 mcg PO 1/hr
Lansia / Kardiovaskuler :
dosis awal 25-50 mcg PO 1x/hari
dinaikkan 25 mcg/4mgg
s/d eutiroid dan TSH normal
• Levothyroxine
bolus awal 200-500 mkg
IV/via NG, rumatan 100-200
mkg/hari IV / via NG
• Liothyronine (lebih cepat)
bolus 50 mkg IV pelan
dilanjutkan 25 mkg IV/ 8jam
sampai membaik, kemudian
25 mkg/ 12 jam atau 5-20
mkg IV pelan/4-12 jam
(umumnya 12 jam)
Overview
• Calcium menurun -> feedback positif PTH -> PTH meningkat
• Manifestasi penurunan calcium: kaku, spasme otot, tetani,
kebas, kesemutan
Etiologi
• Gagal ginjal kronis (90%)
• Malnutrisi (5%)
• Efek samping lithium jangka panjang (2%) ©Bimbel UKDI MANTAP
• Defisiensi Vit. D sejak lahir (1%)
HIPOPARATIROID
DI CENTRAL DI NEPHROGENIC
• DESMOPRESSIN (DDAVP) • Provision of adequate fluids
A synthetic analog is superior & calorie
to native AVP because : • Low sodium diet
1. It has longer duration of
action (8-10 h vs 2-3 h) • Diuretic
2. More potent • High dose of DDAVP
3. Its antidiuretic activity is • Correction of underlying
3000 times greater than its disease
pressor activity • Drugs (Indomethacin,
Chlorprooramide, Clofibrate
& Carbamazepine)
indwiani@yahoo.com
©Bimbel UKDI MANTAP
Etiology
EKSOGEN
Cushing
Syndrome 2 days low dose Dexamethasone test CONFIRMATION
LOCALIZATION TEST
CHRONIC BRONCHITIS
EMPHYSEMA
IMAGING
EOSINOFIL COUNT
CLASSIFICATION
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
DRUG CHOICES (available in Indonesia)
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum
RESPIRATORY SYMPTOMS OF
ASTHMA
APE 61-80%
61-80% nilai
61
-
ATAU
2.Terkonfirmasi Klinis
oyaitu pasien yang tidak memenuhi kriteria
bakteriologis namun didiagnosis sebagai
pasien TB aktif
oTermasuk didalamnya:
üTB Paru BTA (-) dengan hasil Foto thorax
mendukung
üTB Paru BTA (-) namun tidak ada perbaikan
klinis dengan antibiotika non-OAT
üTB Ekstraparu secara klinis maupun
laboratoris dan histopatologis
üTB anak terdiagnosis dengan sistem skoring
KASUS BARU: pasien yang belum pernah mendapat OAT sebelumnya atau riwayat
mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis bila memakai obat program).
KASUS DENGAN RIWAYAT PENGOBATAN: pasien yang pernah mendapatkan OAT 1 bulan
atau lebih (≥ 28 dosis bila memakai obat program).
üKASUS KAMBUH adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat ini ditegakkan diagnosis TB episode kembali (karena
reaktivasi atau episode baru yang disebabkan reinfeksi).
üKASUS PENGOBATAN SETELAH GAGAL adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan
dinyatakan gagal pada akhir pengobatan.
üKASUS SETELAH LOSS TO FOLLOW UP adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak
meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-turut dan dinyatakan loss to follow up sebagai hasil
pengobatan.
üKASUS LAIN-LAIN adalah pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan hasil akhir pengobatannya tidak
diketahui atau tidak didokumentasikan.
KASUS DENGAN RIWAYAT PENGOBATAN TIDAK DIKETAHUI: pasien yang tidak diketahui
riwayat pengobatan sebelumnya sehingga tidak dapat dimasukkan dalam salah satu
kategori di atas.
©Bimbel UKDI MANTAP
(3) HASIL UJI KEPEKAAN OBAT
TAHAPAN PENGOBATAN
o Fase Awal/Intensif
• Tujuan: menurunkan jumlah kuman. Pada kasus baru, diberikan selama 2 bulan.
• Daya penularan kuman sudah sangat menurun setelah pemberian obat fase awal selama 2 minggu
o Fase Lanjutan
• Tujuan: membunuh sisa kuman yang masih ada sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah
kekambuhan
• Penggunaan obat dapat setiap hari atau secara intermitten (misal 3x/minggu)
• Kombinasi Dosis Tetap (KDT): Sediaan obat sudah tetap, merupakan kombinasi 2 atau 4 jenis OAT
• Kombipak: Obat terpisah dalam bentuk blister, digunakan untuk pasien yang tidak dapat meminum
KDT karena kondisi tertentu
Kombipak
(H) Isoniazid Kesemutan, neuropati perifer Berikan Vit. B6 (piridoxin) 50-75mg per hari
• Prinsip pengobatan sama dengan TB tanpa DM. • Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis ikterik
Bila gula tidak terkontrol pengobatan bisa à OAT ditunda sampai hepatitis akutnya
dilakukan 9 bulan. mengalami penyembuhan.
• Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena • Pada pasien dengan penyakit hati kronik lanjut
pasien DM sering mengalami komplikasi mata. pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan sebelum
pengobatan dimulai dan secara berkala selama
• Pemberian INH dapat menyebabkan neuropati pengobatan. Apabila kadar SGPT >3x normal
perifer yang dapat memperburuk atau sebelum terapi dimulai maka pilihan terapi:
menyerupai diabetik neuropati maka sebaiknya a) 2 obat Hepatotoksik
diberikan suplemen Vitamin B 6 atau piridoksin ü 9 RHE
selama pengobatan. ü 2 RHES / 6 RH à direkomendasikan
ü 6-9 RZE
• Penggunaan rifampisin akan mengurangi b) 1 obat Hepatotoksik
efektivitas obat oral antidiabetes (golongan 2 HES / 10 HE à direkomendasikan
sulfonilurea) à ganti obat DM jenis lain c) Tanpa obat Hepatotoksik
18-24 SEQ (Streptomisin – Ethambutol –
Fluorokuinolon)
• Hepatitis imbas obat adalah kelainan fungsi hati akibat • Paduan OAT yang diberikan adalah 2 RHZE / 4 RH. Pada
penggunaan obat-obat hepatotoksik. Gejala yang paling keadaan khusus atau sakit berat pengobatan fase lanjutan
sering adalah mual, muntah dan anoreksia. dapat diperpanjang.
• Pilihan Terapi:
• STOP RHZ à Lab dan klinis kembali normal à beri
Rifampisin dosis naik perlahan à Bila tetap normal,
beri INH dosis naik perlahan
• 2 HES / 10 HE à bila intoleransi rifampisin
• 6-9 RZE à bila intoleransi INH
• 9RH à bila pirazinamid dihentikan saat fase intensif
2. Nosocomial Infection
A. Hospital-acquired pneumonia (HAP) :
Pneumonia yang terjadi ≥ 48 jam setelah masuk RS
B. Ventilator-associated pneumonia (VAP) :
Pneumonia yang terjadi ≥ 48 jam setelah di Intubasi endotrakeal
C. Health care-associated pneumonia (HCAP) :
Pneumonia yang terjadi ≤ 48 setelah masuk RS pada pasien dengan faktor risiko: riwayat
ranap di RS ≥ 48 jam dalam 90 hari, tinggal di nursing home, mendapat terapi IV (dapat
berupa antibiotik, kemoterapi, dll) dalam 30 hari terakhir, dalam terapi dialysis kronis.
©Bimbel UKDI MANTAP
Menurut IDSA 2016, tidak ada istilah HCAP
KLASIFIKASI PNEUMONIA
Berdasarkan predileksi infeksi
1. Bronkopneumonia
Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat tersebar pada
seluruh lapangan paru. Sering pada anak dan orang
tua.
2. Lobar pneumonia
Ditandai dengan bercak yang terbatas pada lobus
paru (tersering : lobus kanan bawah). Dapat terjadi
pada semua umur.
3. Interstitial pneumonia
Ditandai dengan bukti radiologis fibrosis terutama di
lobus bawah dan subpleural. Sering pada laki-laki,
>60 tahun, riwayat merokok. ©Bimbel UKDI MANTAP
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
KLASIFIKASI (MEKANISME)
KLASIFIKASI (MORFOLOGI)
• Linear ateletacsis
• Lobar ateletacsis
• Segmental ateletacsis
Ateletaksis
• Round ateletacsis
RADIOLOGY ATELETAKSIS
KEY FEATURES
ETIOLOGY
• The upper for bubble-like, frothy, faomy (partly from saliva). Middle-
level for thin sero-mucus liquid. The underlying base = pus, necrotic
tissue , cell debris
• Elli S. : <10 cc/day (mild), 10-150 cc/day (moderate), >150 cc/day
(severe)
Chest Xray
Chest CT
DIAGNOSIS (4 DARI 9)
TATALAKSANA
SYMPTOMS
SIGNS
ULTRASOUND
CT SCAN
Transudate vs Exudate
1. Light’s criteria (most
commonly used)
2. Rivalta test. Positive Rivalta
test à A precipitate forms
on the surface of the acetic
acid solution and slowly
floats to the bottom of the
reaction tube.
Management
• Effusions are managed by treating the underlying
medical disorder.
• Regardless of whether transudative or exudative,
large, refractory pleural effusions causing severe
respiratory symptoms can be drained to provide
symptomatic relief.
THORACOSINTESIS
CHEST TUBE
Diagnosis
Complication
adalah seseorang yang menderita infeksi saluran respiratorik atas dengan gejala demam (suhu ≥ 380 C), batuk dan
atau sakit tenggorokan, sesak napas dengan salah satu keadaan di bawah ini dalam 7 hari sebelum timbul gejala
klinis:
• Kontak erat dengan pasien suspek, probable, atau confirmed seperti merawat, berbicara atau bersentuhan dalam
jarak <1 meter.
• Mengunjungi peternakan yang sedang berjangkit KLB flu burung.
• Riwayat kontak dengan unggas, bangkai, kotoran unggas, atau produk mentah lainnya di daerah yang satu bulan
terakhir telah terjangkit flu burung pada unggas, atau adanya kasus pada manusia yang confirmed.
• Bekerja pada suatu laboratorium yang sedang memproses spesimen manusia atau binatang yang dicurigai menderita
flu burung dalam satu bulan terakhir.
• Memakan/mengkonsumsi produk unggas mentah atau kurang dimasak matang di daerah diduga ada infeksi H5N1
pada hewan atau manusia dalam satu bulan sebelumnya.
• Kontak erat dengan kasus confirmed H5N1 selain unggas (misal kucing, anjing).
Adalah kasus suspek atau kasus probable didukung salah satu hasil pemeriksaan laboratorium di bawah ini:
• Isolasi/Biakan virus influenza A/H5N1 positif
• PCR influenza A H5 positif
• Peningkatan titer antibodi netralisasi sebesar 4 kali dari spesimen serum konvalesen dibandingkan dengan spesimen
serum akut (diambil 7 hari setelah muncul gejala penyakit) dan titer antibodi konvalesen harus 1/80
• Titer antibodi mikronetralisasi untuk H5N1 1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke 14 atau lebih
setelah muncul gejala penyakit, disertai hasil positif uji serologi lain, misal titer HI sel darah merah kuda 1/160 atau
western blot spesifik H5 positif. ©Bimbel UKDI MANTAP
TATALAKSANA
1. Isolasi pasien
2. Antiviral (Terapi definitive)
Penghambat neuramidase (Oseltamivir, Zanamivir) atau
menghambat M2 protein (Amantadin, Rimantadin).
• Dewasa/BB > 40kg : Oseltamivir 2x75 mg (5 hari)
• Anak ≥ 1 thn Oseltamivir 2 mg/kgBB, 2x/hari (5 hari).
• Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan BB :
> 23 – 40 kg : 60 mg 2x/hari
> 15 – 23 kg : 45 mg 2x/hari
≤ 15 kg : 30 mg 2x/hari
3. Suportif dan simtomatik : terapi oksigen, terapi cairan,
nutrisi adekuat dll
4. Terapi lain : antibiotic, steroid, imunomodulator.
PROFILAKSIS
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit baru pada manusia yang disebabkan oleh virus Sars-
CoV-2, dan ditularkan secara zoonosis (antara hewan dan manusia). Sedangkan penularan manusia ke manusia
melalui droplet. COVID-19 memiliki masa inkubasi rerata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari.
Pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina pada 31 Desember 2019 dan ditetapkan sebagai pandemi oleh WHO
pada 11 Maret 2020.
KLASIFIKASI
1. Kasus Konfirmasi
• Terinfeksi COVID-19 berdasar tes PCR
2. Kasus Suspek
• Orang dengan ISPA yaitu demam (≥38°C) atau riwayat demam disertai salah satu tanda: batuk/sesak
nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat DAN 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah dengan transmisi lokal.
• Orang dengan ISPA DAN 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi COVID-19.
• Orang dengan ISPA atau Pneumonia Berat (demam atau dalam pengawasan infeksi saluran napas,
ditambah satu dari: frekuensi napas >30 x/menit, distress pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2)
<90% pada udara kamar) DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan klinis
3. Kasus Probable
• Orang dengan ISPA Berat/ARDS/Meninggal dengan gambaran klinis meyakinkan COVID DAN belum ada
hasil pemeriksaan PCR
Kontak Erat: melakukan kontak fisik atau berada dalam ruangan atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus
COVID-19) dalam 2 hari kasus timbul gejala hingga 14 hariUKDI
©Bimbel setelah kasus timbul. Contoh: tenaga medis, orang dalam
MANTAP
satu ruangan (tempat kerja, kelas, rumah), dan orang yang bepergian apapun jenis kendaraannya.
OCCUPATIONAL LUNG DISEASE
Occupational lung diseases are a broad group of diagnoses caused by the inhalation of
mineral dust, chemicals, or proteins. “Pneumoconiosis” is the term used for the diseases
associated with inhaling mineral dusts. The severity of the disease is related to the material
inhaled and the intensity and duration of the exposure.