Anda di halaman 1dari 23

salinan

BUPATI SERDANG BEDAGAI


PROVINSI SUMATERA UTARA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
NOMOR 7 TAHUN 2019

TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SERDANG BEDAGAI,


Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan
Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2017
tentang Penataan Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang
Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa,
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 96 Tahun 2017
tentang Tata Cara Kerja Sama Desa di Bidang Pemerintahan
Desa, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18
Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan
Lembaga Adat Desa, dipandang perlu dilakukan
penyempurnaan atas Peraturan Daerah Kabupaten Serdang
Bedagai Nomor 10 Tahun 2016 tentang Desa;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah
Kabupaten Serdang Bedagai tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 10
Tahun 2016 tentang Desa;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang


Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang
Bedagai di Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 151, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4346);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Republik
Indonesia Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5495);
salinan

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5717);
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2007
tentang Pedoman Penyusunan dan Pendayagunaan Data
Profil Desa dan Kelurahan;
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Desa (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2094);
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2015
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah
Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
6);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016
tentang Badan Permusyawaratan Desa (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 89);
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2017
tentang Penataan Desa (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 155);
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 96 Tahun 2017
tentang Tata Cara Kerjasama Desa di Bidang Pemerintahan
Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
1444);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2018
tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat
Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor
569)
salinan

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

dan

BUPATI SERDANG BEDAGAI

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG DESA.

Pasal I
Beberapa Ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai
Nomor 10 Tahun 2016 tentang Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Serdang
Bedagai Tahun 2016 Nomor 10), ditambah dan diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 angka 30 dan angka 33 diubah serta ditambahkan


angka 34, angka 35, angka 36 dan angka 37 sehingga Pasal 1 secara
keseluruhan berbunyi sebagai berikut :

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
4. Bupati adalah Bupati Serdang Bedagai.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD,
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah.
6. Kecamatan adalah bagian wilayah dari daerah kabupaten dipimpin
oleh Camat.
salinan

7. Desa adalah Desa dan Desa adat, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
8. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan
nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan Desa.
10. Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang melaksanakan
fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari
penduduk Desa yang berdasarkan keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokratis.
11. Kepala Desa adalah pejabat Pemerintah Desa yang mempunyai
wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah
tangga desanya dan melaksanakan tugas dari Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
12. Perangkat Desa adalah unsur staf yang membantu Kepala Desa
dalam penyusunan kebijakan dan koordinasi yang diwadahi dalam
Sekretariat Desa, dan unsur pendukung tugas Kepala Desa dalam
pelaksanaan kebijakan yang diwadahi dalam bentuk pelaksana
teknis dan unsur kewilayahan.
13. Musyawarah Desa adalah musyawarah antara Badan
Permusyawaratan Desa, pemerintah Desa dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk
menyepakati hal yang bersifat strategis.
14. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi
kewenangan berdasarkan hak asal usul, kewenangan lokal berskala
Desa, kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten, serta
kewenangan lain yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah
provinsi atau pemerintah kabupaten sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
15. Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki
oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa
pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.
16. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama
Badan Permusyawaratan Desa.
salinan

17. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan


kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
18. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan
utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan,
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
19. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang
yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
20. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana
perimbangan yang diterima kabupaten dalam Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah kabupaten setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
21. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten dan
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan
pemberdayaan masyarakat.
22. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya
disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan
negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
23. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya
disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan
daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
24. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disingkat
APBDesa, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa
yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan
Badan Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan Peraturan
Desa.
25. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli
Desa, dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan
belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.
26. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan
masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
27. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, selanjutnya
disingkat RPJM Desa, adalah dokumen perencanaan pembangunan
Desa untuk periode 6 (enam) tahun.
28. Rencana Kerja Pembangunan Desa, selanjutnya disebut RKP Desa,
adalah dokumen perencanaan Desa untuk periode 1 (satu) tahun.
29. Tim Koordinasi Pembangunan Kawasan Perdesaan, selanjutnya
disingkat TKPKP, adalah lembaga yang menyelenggarakan
salinan

pembangunan kawasan perdesaan sesuai dengan tingkatan


kewenangannya.
30. Tokoh masyarakat adalah tokoh keagamaan, tokoh pendidikan,
tokoh wanita, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat lainnya.
31. Perangkat Daerah adalah Unsur pembantu Kepala Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
32. Kerjasama Desa bidang Pemerintahan Desa yang selanjutnya
disebut kerjasama Desa adalah kesepakatan bersama antar Desa
dan/ atau dengan pihak ketiga yang dibuat secara tertulis untuk
mengerjakan bidang pemerintahan, pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat yang menjadi
potensi dan kewenangan desa serta menimbulkan hak dan
kewajiban para pihak.
33. Badan Kerja Sama Antar Desa yang selanjutnya disingkat BKAD
adalah badan yang dibentuk atas dasar kesepakatan antar Desa
untuk membantu kepala Desa dalam melaksanakan kerja sama
antar Desa.
34. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan
pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan,
kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan
kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai
dengan esensi masalah prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

2. Ketentuan Pasal 34 ayat (2) huruf e dihapus, sehingga keseluruhannya


berbunyi sebagai berikut :
Pasal 34
(1) Yang dapat diangkat menjadi perangkat Desa adalah penduduk
Warga Negara Indonesia yang memenuhi persyaratan umum dan
persyaratan Khusus.
(2) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebagai berikut:
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, negara, dan pemerintah
Republik Indonesia;
c. tidak sebagai pengurus partai politik;
d. tidak pernah dihukum/dipenjara karena melakukan tindakan
pidana;
e. dihapus;
f. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42
(empat puluh dua) tahun pada saat pendaftaran;
g. sehat jasmani dan rohani serta bebas narkoba;
salinan

h. berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau


sederajat;
i. memenuhi kelengkapan persyaratan administrasi.
(3) Yang dimaksud dengan persyaratan administrasi pada ayat (2) huruf
i adalah sebagai berikut ;
a. surat permohonan menjadi calon perangkat Desa yang ditulis
tangan di atas kertas bermaterai / segel;
b. surat pernyataan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika yang dibuat oleh
yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermaterai cukup;
c. surat pernyataan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas bermaterai;
d. fotokopi ijazah pendidikan dari tingkat dasar sampai dengan
ijazah terakhir yang dilegalisasi oleh pejabat berwenang atau
surat pernyataan dari pejabat yang berwenang;
e. fotokopi KTP;
f. surat keterangan berkelakuan baik dari kantor polisi setempat;
g. melampirkan surat keterangan kesehatan dari dokter
pemerintah, dan surat keterangan bebas narkoba asli dari Badan
Narkotika Nasional Kabupaten Serdang Bedagai;
h. melampirkan fotokopi akta kelahiran yang telah dilegalisasi ; dan
i. melampirkan pas foto ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar.
(4) Ketentuan teknis mengenai persyaratan khusus perangkat desa
lebih lanjut diatur dalam Peraturan Bupati.

3. Ketentuan Pasal 40 ayat (3) huruf b diubah, sehingga keseluruhannya


berbunyi sebagai berikut :

Pasal 40
(1) Kepala Desa memberhentikan Perangkat Desa setelah berkonsultasi
dengan Camat.
(2) Perangkat Desa berhenti karena :
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; dan
c. diberhentikan.
(3) Perangkat Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c karena :
a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan
salinan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;


c. berhalangan tetap;
d. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai perangkat Desa; dan
e. melanggar larangan sebagai perangkat Desa.
(4) Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, dan huruf b, ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa
dan disampaikan kepada Camat atau sebutan lain paling lambat 14
(empat belas) hari setelah ditetapkan.
(5) Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c wajib dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Camat atau
sebutan lain.
(6) Rekomendasi tertulis Camat atau sebutan lain sebagaimana
dimaksud ayat (4) didasarkan pada persyaratan pemberhentian
perangkat Desa.

4. Ketentuan Pasal 41 ayat (2) huruf a, huruf b dan ayat (4) diubah,
sehingga keseluruhannya berbunyi sebagai berikut :

Pasal 41
(1) Perangkat Desa diberhentikan sementara oleh Kepala Desa setelah
berkonsultasi dengan Camat.
(2) Pemberhentian sementara Perangkat Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) karena:
a. ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi,
terorisme, makar, dan atau tindak pidana terhadap keamanan
negara;
b. ditetapkan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di
pengadilan;
c. tertangkap tangan dan ditahan.
d. melanggar larangan sebagai perangkat desa yang diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Perangkat Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b dan huruf c diputus bebas
atau tidak terbukti bersalah oleh Pengadilan dan telah berkekuatan
hukum tetap maka dikembalikan kepada jabatan semula.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan perangkat desa maka tugas
perangkat desa yang kosong dilaksanakan oleh pelaksana tugas
yang dirangkap oleh perangkat Desa lain yang tersedia.
(5) Pelaksana tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan
oleh kepala desa dengan Surat Perintah Tugas yang tembusannya
disampaikan kepada Bupati melalui Camat paling lambat 7 (tujuh)
hari terhitung sejak tanggal surat penugasan.
salinan

(6) Pengisian jabatan perangkat desa yang kosong selambat-lambatnya


2 (dua) bulan sejak perangkat desa yang bersangkutan berhenti.

5. Di antara Bab VII dan Bab VIII ditambah 1 (satu) Bab yaitu Bab VII A,
sehingga keseluruhannya berbunyi sebagai berikut :

BAB VII A
PENATAAN DESA
Pasal 125 A
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan penataan Desa.
(2) Penataan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
pada hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penataan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
untuk:
a. mewujudkan efektifitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa;
c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik;
d. meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan Desa; dan
e. meningkatkan daya saing Desa.
(4) Penataan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pembentukan desa;
b. penghapusan desa; dan
c. perubahan status desa.

Bagian Kesatu
Pembentukan Desa
Pasal 125 B
(1) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 A ayat
(4) huruf a, merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar
Desa yang ada.
(2) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 A ayat
(4) huruf a ditetapkan dengan peraturan daerah dengan
mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat
istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan
dan potensi Desa.

Pasal 125 C
(1) Pembentukan Desa harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. batas usia Desa induk minimal 5 (lima) tahun terhitung sejak
pembentukan;
b. jumlah penduduk paling sedikit 4.000 (empat ribu) jiwa atau 800
salinan

(delapan ratus) kepala keluarga;


c. wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antar wilayah;
d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup
bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat desa;
e. memiliki potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya ekonomi pendukung;
f. memiliki batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta
Desa yang telah ditetapkan dengan Peraturan Bupati;
g. memiliki sarana dan prasarana bagi penyelenggaraan
Pemerintahan Desa dan pelayanan publik; dan
h. tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan
lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
i. cakupan wilayah Desa terdiri atas dusun.
(2) Cakupan wilayah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf i
diatur dengan peraturan bupati dengan mempertimbangkan asal
usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat desa.

Paragraf 1
Pembentukan Desa oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Pasal 125 D
(1) Pemerintah Daerah dapat memprakarsai pembentukan Desa.
(2) Pembentukan Desa oleh Pemerintah Daerah dapat berupa:
a. pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih;
atau
b. penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding;
c. penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru.

Pasal 125 E
(1) Pemerintah Daerah dalam melakukan pembentukan Desa melalui
pemekaran Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 D ayat (2)
huruf a wajib mensosialisasikan rencana pemekaran Desa kepada
Pemerintah Desa induk dan masyarakat Desa yang bersangkutan.
(2) Rencana pemekaran Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibahas oleh Badan Permusyawaratan Desa induk dalam
musyawarah Desa untuk mendapatkan kesepakatan sesuai dengan
mekanisme musyarawah desa.
(3) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa yang difasilitasi
oleh Pemerintah Desa.
(4) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud ayat (3) diikuti oleh
pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan unsur
masyarakat.
salinan

(5) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas:
a. tokoh adat;
b. tokoh agama;
c. tokoh masyarakat;
d. tokoh pendidikan;
e. perwakilan kelompok tani;
f. perwakilan kelompok nelayan;
g. perwakilan kelompok perajin;
h. perwakilan kelompok perempuan;
i. perwakilan kelompok pemerhati dan perlindungan anak; dan
j. perwakilan kelompok masyarakat miskin.
(6) Selain unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
musyawarah Desa dapat melibatkan unsur masyarakat lain sesuai
dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
(7) Hasil kesepakatan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi Bupati
dalam melakukan pemekaran Desa.
(8) Hasil kesepakatan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) disampaikan secara tertulis kepada Bupati melalui camat.

Pasal 125 F
(1) Bupati setelah menerima hasil kesepakatan musyawarah Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 E ayat (8) membentuk Tim
Pembentukan Desa Persiapan.
(2) Ketentuan teknis mengenai Pembentukan Desa Persiapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Bupati.

Pasal 125 G
Ketentuan mengenai pembentukan Desa melalui pemekaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 E sampai dengan Pasal 125 F
berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembentukan Desa melalui
penggabungan bagian Desa dari 2 (dua) Desa atau lebih yang
bersanding menjadi 1 (satu) Desa baru.
Pasal 125 H
(1) Pembentukan Desa melalui penggabungan bagian desa dari desa
yang bersandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 D ayat
(2) huruf b wajib menyosialisasikan rencana penggabungan bagian
Desa kepada masyarakat dan pemerintah yang bergabung.
(2) Masing-masing Pemerintah Desa yang bergabung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memfasilitasi dan mempersiapkan
pelaksanaan musyawarah Desa.
salinan

(3) Badan Permusyawaratan Desa masing-masing Desa yang bergabung


menyelenggarakan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) untuk mendapatkan kesepakatan mengenai penggabungan
bagian Desa.
(4) Kesepakatan hasil musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dituangkan adalam berita acara dengan dilengkapi notulen
musyawarah Desa.
(5) Berita acara hasil musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) menjadi bahan dalam kesepakatan penggabungan bagian
Desa dalam bentuk Keputusan Bersama.
(6) Keputusan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditanda
tangani oleh para Kepala Desa yang bersangkutan.
(7) Para kepala Desa secara bersama-sama mengusulkan penggabungan
bagian Desa kepada Bupati dalam satu usulan tertulis dengan
melampirkan keputusan bersama.
(8) Berdasarkan usualan para Kepala Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) Bupati menugaskan Tim Pembentukan Desa persiapan
untuk melakukan kajian dan verifikasi persyaratan pembentukan
Desa persiapan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 125 I
(1) Pembentukan Desa melalui penggabungan beberapa desa menjadi 1
(satu) desa baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 D ayat (3)
huruf c wajib mensosialisasikan rencana penggabungan beberapa
desa kepada masyarakat dan pemerintah yang bersangkutan.
(2) Masing-masing Pemerintah Desa yang bergabung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memfasilitasi dan mempersiapkan
pelaksanaan musyawarah Desa.
(3) Badan Permusyawaratan Desa masing-masing Desa yang bergabung
menyelenggarakan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) untuk mendapatkan kesepakatan mengenai penggabungan
beberapa Desa.
(4) Kesepakatan hasil musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dituangkan adalam berita acara dengan dilengkapi notulen
musyawarah Desa.
(5) Berita acara musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
menjadi bahan dalam kesepakatan penggabungan beberapa Desa
yang bersangkutan dalam keputusan bersama.
(6) Para Kepala Desa secara bersama-sama mengusulkan secara tertulis
penggabungan bagian Desa kepada Bupati melalui Camat dengan
melampirkan berita acara musyawarah Desa dan keputusan
bersama Kepala Desa.
(7) Berdasarkan usulan para Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Bupati menyusun rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
tentang penggabungan beberapa Desa.
salinan

(8) Bupati setelah menerima usulan Kepala Desa sebagaimana


dimaksud pada ayat (7) menyusun rancangan Peraturan Daerah
tentang penggabungan beberapa desa.

Bagian Kedua
Penghapusan Desa
Pasal 125 J
(1) Penghapusan Desa dilakukan dalam hal terdapat kepentingan
nasional yang strategis atau karena bencana alam.
(2) Penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
wewenang Pemerintah Pusat.
(3) Pemerintah Daerah Kabupaten mengusulkan kepada Menteri,
Menteri menerbitkan Keputusan tentang persetujuan penghapusan
Desa dan penghapusan kode desa untuk selanjutnya disampaikan
kepada Bupati.
(4) Berdasarkan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) Bupati menyusun Rancangan Perda Kabupaten tentang
Penghapusan Desa yang dibahas dan disetujui bersama antara
Bupati dengan DPRD Kabupaten.

Bagian Ketiga
Perubahan Status Desa
Pasal 125 K
(1) Perubahan status desa meliputi:
a. desa menjadi kelurahan; dan
b. kelurahan menjadi desa.
(2) Perubahan status Desa menjadi kelurahan dilakukan berdasarkan
prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa
dengan memperhatikan saran pendapat masyarakat Desa setempat.
(3) Prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas dan
disepakati dalam musyawarah Desa.
(4) Perubahan status kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan bagi kelurahan yang
kehidupan masyarakatnya masih bersifat perdesaan.
(5) Perubahan status kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat seluruhnya menjadi Desa atau sebagian menjadi
Desa dan sebagian menjadi kelurahan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan status desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan
Bupati.

6. Di antara Bab IX dan Bab X ditambah 1 (satu) Bab yaitu Bab IX A,


sehingga keseluruhannya berbunyi sebagai berikut :
salinan

BAB IX A
KERJASAMA DESA
Bagian Kesatu
Kerja Sama Desa
Pasal 156 A
(1) Kerja sama Desa terdiri atas :
a. kerja sama antar Desa; dan/atau
b. kerja sama dengan pihak ketiga.
(2) Kerja sama antar Desa dilakukan antara:
a. desa dengan desa lain dalam 1 (satu) Kecamatan;dan
b. desa dengan desa lain antar Kecamatan dalam 1 (satu) Daerah
Kabupaten.
(3) Apabila Desa dengan Desa di lain Daerah Kabupaten dalam 1 (satu)
Daerah Propinsi mengadakan kerja sama maka harus mengikuti
ketentuan kerja sama antar Daerah.
(4) Pelaksanaan kerja sama antar Desa diatur dengan Peraturan
Bersama Kepala Desa melalui kesepakan Musyawarah Desa antar
Desa.
(5) Kerja sama Desa dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dilakukan dengan pihak swasta organisasi
kemasyarakatan, dan lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(6) Kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) terdiri atas :
a. kerja sama atas prakarsa desa; dan
b. kerja sama atas prakarsa pihak ketiga.
(7) Pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan
Perjanjian Bersama melalui kesepakatan Musyawarah Desa.
(8) Kerja sama antar Desa dan kerja sama dengan pihak ketiga
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (6) dilakukan
dengan mempertimbangkan kebutuhan desa dan kemampuan APB
Desa.
(9) Camat atau sebutan lain atas nama bupati memfasilitasi
pelaksanaan kerja sama antar Desa ataupun kerja sama Desa
dengan pihak ketiga.

Pasal 156 B
(1) Bidang dan/atau potensi desa yang menjadi kerja sama Desa
meliputi bidang :
a. Pemerintahan Desa;
b. Pembangunan Desa;
c. Pembinaan kemasyarakatan Desa;dan
salinan

d. Pemberdayaan masyarakat Desa.


(2) Bidang dan / atau potensi yang akan dikerjasamakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tertuang dalam RPJM Desa dan RKP Desa.
(3) Dalam hal bidang dan / atau potensi desa yang akan
dikerjasamakan belum tertuang dalam RPJM Desa dan RKP Desa
dilakukan perubahan terhadap RPJM Desa dan RKP Desa.
(4) Perubahan terhadap RPJM Desa dan RKP Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui musyawarah
perencanaan pembangunan desa yang diadakan secara khusus
dengan mekanisme perubahan.

Pasal 156 C
(1) Dalam rangka pelaksanaan kerja sama antar Desa dapat dibentuk
BKAD sesuai dengan kebutuhan Desa melalui mekanisme
musyawarah antar Desa.
(2) BKAD terdiri atas :
a. pemerintahan Desa;
b. anggota badan permusyawaratan Desa;
c. lembaga kemasyarakatan Desa;
d. lembaga Desa lainnya; dan
e. tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender.
(3) Susunan organisasi, tata kerja dan pembentukan BKAD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Bersama Kepala Desa mengenai kerja sama Desa.
(4) BKAD bertanggungjawab kepada masing-masing Kepala Desa.
(5) Ketentuan teknis mengenai Kerjasama Desa diatur dalam Peraturan
Bupati.

Pasal 156 D
(1) Kerja sama dengan pihak ketiga atas prakarsa Desa dilakukan
melalui tahapan meliputi :
a. persiapan;
b. penawaran;
c. penyusunan perjanjian bersama;
d. penandatanganan;
e. pelaksanaan; dan
f. pelaporan.
(2) Pihak ketiga dapat memprakarsai rencana kerja sama dengan Desa
sesuai dengan bidang dan/atau potensi Desa sebagaimana
dimaksud pada pasal 156 A ayat (6) huruf b.
salinan

(3) Pihak ketiga menyampaikan penawaran rencana kerja sama kepada


pemerintah Desa.
(4) Pemerintah Desa menyampaikan penawaran rencana kerja sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada BPD untuk membahas
dalam musyawarah Desa.
(5) BPD menyelenggarakan musyawarah Desa setelah pemerintah Desa
menyampaikan penawaran rencana kerja sama dari pihak ketiga.
(6) Hasil musyawarah Desa menetapkan pihak ketiga yang akan
melakukan kerja sama.

Pasal 156 E
(1) Kerja sama desa berakhir apabila :
a. terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang
ditetapkan dalam perjanjian;
b. tujuan kesepakatan atau perjanjian telah tercapai;
c. terdapat keadaan luar biasa yang mengakibatkan perjanjian
kerja sama tidak dapat dilaksanakan;
d. salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan
kesepakatan atau perjanjian;
e. dibuat kesepakatan atau perjanjian baru yang menggantikan
kesepakatan perjanjian lama;
f. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. objek kesepakatan atau perjanjian hilang;
h. terdapat hal yang merugikan kepentingan masyarakat desa,
daerah, atau nasional; atau
i. berakhir masa perjanjian.
(2) Perubahan atau berakhirnya kerja sama desa di atur sesuai dengan
kesepakatan para pihak.

Pasal 156 F
(1) Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama desa diselesaikan
secara musyawarah serta dilandasi dilandasi semangat
kekeluargaan.
(2) Apabila terjadi perselisihan kerja sama desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya
difasilitasi dan diselesaikan oleh camat.
(3) Apabila terjadi perselisihan kerja sama desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam wilayah kecamatan yang berbeda pada satu
kabupaten difasilitasi dan diselesaikan oleh Bupati.

Pasal 156 G
(1) Hasil pelaksanaan kerja sama Desa berupa uang merupakan
pendapatan Desa dan wajib masuk ke rekening kas Desa.
salinan

(2) Hasil pelaksanaan kerja sama Desa berupa barang menjadi aset
Desa.
(3) Hasil pelaksanaan kerja sama Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan (2) digunakan untuk meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat Desa.

Pasal 156 H
(1) BKAD melaporkan hasil pelaksanaan kerja sama antar Desa kepada
Kepala Desa dengan tembusan kepada BPD.
(2) Pemerintah Desa melaporkan hasil pelaksanaan kerja sama Desa
dengan pihak ketiga dengan musyawarah Desa.
(3) Kepala Desa melaporkan pelaksanaan kerja sama Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) kepada Camat dan Bupati.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud ayat (3) dimuat dalam Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Pasal 156 I
Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kerja sama Desa dan peningkatan kapasitas lembaga kerja sama Desa.

Pasal 156 J
(1) Biaya kerja sama antar Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
156 A ayat (1) huruf a, dibebankan pada APB Desa.
(2) Biaya kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 156 A ayat (1) huruf b, sesuai dengan kesepakatan para pihak
yang dimuat dalam perjanjian kerja sama.

7. Di antara Bab X dan Bab XI ditambah 1 (satu) Bab yaitu Bab X A,


sehingga keseluruhannya berbunyi sebagai berikut :

BAB X A
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
Bagian Kesatu
Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa
Pasal 190 A
(1) Anggota BPD merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan keterwakilan perempuan yang
pengisiannya dilakukan secara demokratis melalui proses pemilihan
secara musyawarah perwakilan.
(2) Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana ayat (1)
ditetapkan dengan jumlah gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan
paling banyak 9 (sembilan) orang.
(3) Penetapan jumlah anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) memperhatikan jumlah penduduk, dan kemampuan Keuangan
Desa, dengan ketentuan sebagai berikut :
salinan

a. jumlah penduduk sampai dengan 5.000 (lima ribu) jiwa sebanyak


5 (lima) orang;
b. jumlah penduduk antara 5.001 (lima ribu satu) sampai dengan
7.500 (tujuh ribu lima ratus) jiwa sebanyak 7 (tujuh) orang;
c. jumlah penduduk lebih dari 7.500 (tujuh ribu lima ratus) jiwa
sebanyak 9 (sembilan) orang.
(4) Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wilayah
dalam desa seperti wilayah dusun, RW atau RT.

Bagian Kedua
Pengisian Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa
Pasal 190 B
(1) Pengisian Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa dilakukan
melalui :
a. pengisian anggota BPD berdasarkan keterwakilan wilayah; dan
b. pengisian anggota BPD berdasarkan keterwakilan perempuan.
(2) Pengisian anggota BPD berdasarkan keterwakilan wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk
memilih calon anggota BPD dari unsur wakil wilayah pemilihan
dalam desa.
(3) Unsur wakil wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
masyarakat desa dari wilayah pemilihan dalam desa.
(4) Wilayah pemilihan dalam desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah lingkup wilayah tertentu dalam desa yang telah ditetapkan
memiliki wakil dengan jumlah tertentu dalam keanggotaan BPD.
(5) Jumlah anggota BPD dari masing-masing wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 190 A ayat (3) ditetapkan secara proporsional
dengan memperhatikan jumlah penduduk.

Pasal 190 C
(1) Pengisian anggota BPD berdasarkan keterwakilan perempuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 B ayat (1) huruf b
dilakukan untuk memilih 1 (satu) orang perempuan sebagai anggota
BPD.
(2) Wakil perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
perempuan warga desa yang memenuhi syarat calon anggota BPD
serta memiliki kemampuan dalam menyuarakan dan
memperjuangan kepentingan perempuan.
(3) Pemilihan unsur wakil perempuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh perempuan warga desa yang memiliki hak
pilih.
salinan

Pasal 190 D
(1) Pengisian anggota BPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 B
ayat (1) dilaksanakan oleh panitia yang ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Desa.
(2) Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak
berjumlah 11 (sebelas) orang yang terdiri atas unsur Perangkat Desa
paling banyak 3 (tiga) orang dan unsur Masyarakat paling banyak 8
(delapan) orang.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
wakil dari wilayah pemilihan.

Pasal 190 E
(1) Panitia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 D ayat (2)
melakukan penjaringan dan penyaringan bakal calon anggota BPD
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum masa keanggotaan
BPD berakhir.
(2) Bakal calon anggota BPD yang memenuhi syarat di tetapkan sebagai
calon anggota BPD.
(3) Pemilihan calon anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa keanggotaan BPD
berakhir.

Pasal 190 F
(1) Calon anggota BPD terpilih disampaikan oleh panitia kepada Kepala
Desa paling lama 7 (tujuh) hari sejak calon anggota BPD terpilih
ditetapkan panitia.
(2) Calon anggota BPD terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati melalui Camat.
(3) Bupati melalui Camat paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya
hasil pemilihan dari panitia pengisian untuk diresmikan oleh
Bupati.

Bagian Ketiga
Peresmian Anggota BPD
Pasal 190 G
(1) Peresmian anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan
dengan Keputusan Bupati paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak
diterimanya laporan hasil pemilihan anggota BPD dari Kepala Desa;
(2) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai
berlaku sejak tanggal pengucapan sumpah dan janji anggota BPD.
(3) Pengucapan sumpah janji anggota Badan Permusyawaratan Desa
dipandu oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak diterbitkannya Keputusan Bupati mengenai
peresmian anggota Badan Permusyawaratan Desa.
salinan

(4) Masa keanggotaan BPD selama 6 (enam) tahun terhitung sejak


tanggal pengucapan sumpah/janji.
(5) Anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipilih
untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-
turut atau tidak secara berturut-turut.
(6) Anggota Badan Permusyawaratan Desa sebelum memangku
jabatanya bersumpah/berjanji secara bersama-sama di hadapan
masyarakat dan dipandu oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(7) Susunan kata sumpah/janji anggota Badan Permusyawaratan Desa
sebagai berikut :
“Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan
memenuhi kewajiban saya selaku anggota Badan Permusyawaratan
Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya;
bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan
mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara, dan bahwa saya
akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melaksanakan segala
peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang
berlaku bagi Desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia”;

Pasal 190 H
(1) Pengucapan sumpah/janji jabatan anggota BPD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 190 G ayat (3), didampingi oleh rohaniawan
sesuai dengan agamanya masing-masing.
(2) Dalam pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), anggota BPD yang beragama :
a. Islam, diawali dengan frasa “Demi Allah saya bersumpah”;
b. Kristen Protestan dan Kristen Katolik, diawali dengan frasa “Demi
Tuhan saya berjanji” dan diakhiri dengan frasa “Semoga Tuhan
menolong saya”;
c. Budha, diawali dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”; dan
d. Hindu, diawali dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
(3) Setelah pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilanjutkan penandatanganan berita acara pengucapan
sumpah/janji.
(4) Anggota BPD yang telah melaksanakan sumpah dan janji
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), mengikuti pelatihan awal
masa tugas yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten.
salinan

Bagian Keempat
Kelembagaan Anggota Badan Permusyawaratan Desa
Pasal 190 I
(1) Kelembagaan BPD terdiri atas :
a. pimpinan; dan
b. bidang.
(2) Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. 1 (satu) orang ketua;
b. 1 (satu) orang wakil ketua; dan
c. 1 (satu) orang sekretaris.
(3) Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembinaan
kemasyarakatan; dan
b. bidang pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat
Desa.
(4) Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipimpin oleh ketua
bidang;
(5) Pimpinan BPD dan ketua bidang merangkap sebagai anggota BPD.
(6) Untuk mendukung pelaksanaan tugas kelembagaan BPD diangkat
1 (satu) orang tenaga staf administrasi BPD.

Pasal 190 J
(1) Pimpinan BPD dan ketua bidang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 190 I ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota BPD secara
langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus.
(2) Rapat pemilihan pimpinan BPD dan ketua bidang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali dipimpin oleh anggota
tertua dan dibantu oleh anggota termuda.
(3) Rapat pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal
pengucapan sumpah/janji.
(4) Rapat pemilihan pimpinan dan atau ketua bidang berikutnya
karena pimpinan dan atau ketua bidang berhenti, dipimpin oleh
ketua atau pimpinan BPD lainnya berdasarkan kesepakatan
pimpinan BPD.

Pasal 190 K
(1) Pimpinan dan ketua bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
190 J ayat (1) yang terpilih, ditetapkan dengan keputusan BPD.
(2) Keputusan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai
berlaku setelah mendapatkan pengesahan Camat atas nama
Bupati.
salinan

Pasal 190 L
Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Permusyawaratan Desa diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

8. Ketentuan Bab XII Pasal 209 diubah, sehingga keseluruhannya


berbunyi sebagai berikut :

BAB XII
PENUTUP
Pasal 209
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka :
a. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2006 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa;
b. Peraturan Daerah Nomor 09 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pemilihan dan Pengangkatan Perangkat Desa;
c. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan
Badan Pemusyawaratan Desa;
d. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Pembangunan
Desa;
e. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2007 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa;
f. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pembentukan,
Penghapusan dan Penggabungan Desa;
g. Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa;
h. Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 2007 tentang Kerjasama Desa;
i. Peraturan Daerah Nomor 35 Tahun 2008 tentang Lembaga
Kemasyarakatan;
j. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2009 tentang Sumber
Pendapatan Desa;
k. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Usaha Milik
Desa;
l. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2009 tentang Alokasi Dana
Desa dan Bagian Desa yang Diperoleh dari Pajak dan Retribusi
Daerah;
m. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kedudukan
Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa;
n. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Pelaporan dan pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa;
salinan

o. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Penataan


Kawasan Perdesaan; dan
p. Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten Kepada Desa.
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal II
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Serdang Bedagai.

Ditetapkan di Sei Rampah


pada tanggal 8 Juli 2019
BUPATI SERDANG BEDAGAI,

ttd

H. SOEKIRMAN
Diundangkan di Sei Rampah
pada tanggal 8 Juli 2019
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI,

ttd

HADI WINARNO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2019


NOMOR 7

NOMOR REGISTRASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG


BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA : ( 7/78/2019 )
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BAGIAN HUKUM
SETDAKAB SERDANG BEDAGAI

ttd

BASYARUDDIN, SH
PEMBINA Tk. I
NIP. 197009171998301005

Anda mungkin juga menyukai