Makalah Imunisasi
Makalah Imunisasi
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
BANDUNG
2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................3
1.1 Latar Belakang....................................................................................................3
1.2 Tujuan.................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................5
2.1 Pengertian...........................................................................................................5
2.2 Jenis-Jenis Immunisasi Yang Wajib....................................................................6
2.2.1 Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)................................................6
2.2.2 Imunisasi DPT (Dipteri, Pertusis, dan Tetanus)..........................................8
2.2.3 Imunisasi POLIO.......................................................................................12
2.2.4 Imunisasi Campak.....................................................................................15
2.2.5 Imunisasi Hepatitis B................................................................................17
2.3 Imunisasi yang Dianjurkan..............................................................................18
2.3.1 Hib.............................................................................................................18
2.3.2 Imunisasi Pneumokokus (PCV)................................................................19
2.3.3 Vaksin Influenza........................................................................................20
2.3.4 Vaksin MMR.............................................................................................20
2.3.5 Tifoid.........................................................................................................22
2.3.6 Imunisasi varisela......................................................................................23
2.3.7 Hepatitis A.................................................................................................24
2.5 Jadwal Pemberian Imunisasi.............................................................................25
2.6 Kejadian Ikutan Pasca Imuniasi (KIPI)............................................................27
2.7 Tanggung Jawab Perawat Dalam Program Imunisasi.......................................27
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN IMUNISASI...................................................30
3.1 Pengkajian.........................................................................................................30
3.2 Analisa Data......................................................................................................33
3.3 Diagnosa Keperawatan.....................................................................................33
3.4 Intervensi Keperawatan....................................................................................34
3.5 Evaluasi Keperawatan.......................................................................................35
BAB IV PENUTUP........................................................................................................36
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................36
4.2 Saran.................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................37
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
menimbukan KIPI yaitu Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi berupa efek vaksin ataupun
efek simpang, toksisitas, reaksi sensitifitas, efek farmakologis maupun kesalahan
program, koinsidens, reaksi suntikan atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
Oleh karena itu pemberian imunisasi harus dilakukan berdasarkan standar pelayanan,
standar prosedur operasional dan standar profesi.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan mendapatkan pendelegasian
kewenangan memberikan imunisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Penerapan standar asuhan keperawatan menjadi ciri profesionalisme perawat
dalam memberikan pelayanan imunisasi kepada klien melalui tindakan proses
keperawatan meliputi serangkaian kegiatan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan dokumentasi.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah tentang “Asuhan Keperawatan pada Anak yang
Mendapat Imunisasi” ini yaitu:
1.2.1 Mendapatkan informasi tentang konsep dasar imunisasi meliputi pengertian,
tujuan imunisasi, jenis-jenis imunisasi, tehnik pemberian imunisasi, dan efek
samping pemberian imunisasi
1.2.2 Mendapatkan informasi tentang konsep dasar proses keperawatan pada anak yang
mendapatkan imunisasi meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi, evaluasi
dan dokumentasi.
1.2.3 Mampu mendemonstrasikan pemberian imunisasi pada anak.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak
dengan memasukan vaksin ke dalam tubuh agar membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah
bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan
ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan
melalui mulut seperti vaksin polio. Tujuan diberikan imunisasi adalah di
harapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat
penyakit tertentu.
Di Negara Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh
pemerintah dan ada juga yang hanya di anjurkan, imunisasi wajib di Indonesia
sebagaimana telah diwajibkan oleh WHO ditambah dengan hepatitis B.
Imunisasi yang hanya dianjurkan oleh pemerintah dapat digunakan untuk
mencegah suatu kejadian yang luar biasa atau penyakit endemik, atau untuk
kepentingan tertentu (bepergian) seperti jamaah haji seperti imunisasi
meningitis.
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh
kebal terhadap penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya terdapat tingginya kadar antibody pada saat
dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikan dan waktu antara
pemberian imunisasi. Mengingat efektif dan tidaknya imunisasi tersebut akan
tergantung dari faktor yang mempengaruhinya sehingga kekebalan tubuh dapat
diharapkan pada diri anak.
Pada dasarnya tubuh sudah memiliki pertahanan secara sendiri untuk
mencegah berbagai kuman yang masuk. Pertahanan tubuh tersebut meliputi
pertahanan nonpesifik dan pertahanan spesifik. Proses mekanisme pertahanan
dalam tubuh yang pertama kali adalah pertahanan nonspesifik seperti koplemen
dan makrofag di mana koplemen dan makrofag ini yang pertama kali
memberikan peran ketika ada kuman yang masuk kedalam tubuh. Setelah itu,
5
kuman harus melawan pertahanan yang kedua yaitu pertahanan tubuh spesifik
terdiri dari system humoral dan selular. System pertahanan tersebut hanya
bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya. Sistem pertahanan
humoral akan menghasilkan zat yang disebut immunoglobulin (Ig A, IgM, Ig G,
Ig E, Ig D) dan system pertahanan seluler terdiri dari Limfosit B dan Limfosit T,
dalam pertahanan spesifik selanjutnya akan menghasilkan satu cell yang disebut
sel memori, sel ini akan berguna atau sangat cepat dalam bereaksi apabila sudah
pernah masuk kedalam tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip
imunisasi.
6
bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila
pemberian imunisasi ini “berhasil,” maka setelah beberapa minggu di tempat
suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas,
maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan
atas.Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam
(Theophilus, 2000).
Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkn dengan 4 cc NaCl
0,9%. Setelah dilarutkan harus segera diapakai dalam waktu 3 jam, sisanya
dibuang. Penyimpana pada suhu < 5ºC terhidar dari sinar matahari.
Jumlah Pemberian:
Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi
kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda
dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan.
Usia Pemberian:
Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan
tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah
kemasukan kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi
dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah
atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasi BCG
Lokasi Penyuntikan:
Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis
yang melakukan penyuntikan di paha.
Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan
kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau di selangkangan
bila penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya akan sembuh sendiri.
Tanda Keberhasilan:
Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6
minggu.Tidak menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas. Bisul akan sembuh
sendiri dan meninggalkan luka parut.
Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa saja dikarenakan cara
penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu keahlian
khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di
7
paha, proses menyuntikkannya lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit
paha umumnya lebih tebal.
Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam
kadar rendah. Imunisasi pun tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB,
infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat
vaksinasi alamiah.
Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau
menunjukkan Mantoux positif.
Cara penyuntikan BCG
Bersihkan lengan dengan kapas air
Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum
yang berluban menghadap keatas.
Suntikan 0,05 ml intra kutan
8
Merupakan vaksin cair, jika didiamkan sedikit berkabut, dan terdapat
endapan putih di dasarnya. Dosis 0,5 ml secara intramuscular di bagian luar
paha. Vaksin mengandung Alumunium fosfat, jika diberika subkutan
menimbulkan peradangan dan nekrosis setempat.
Usia & Jumlah Pemberian:
Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), 1 kali di usia 18 bulan, dan
1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT
Efek Samping:
Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat penurun panas.
Jika demamnya tinggi dan tak kunjung reda setelah 2 hari, segera bawa si kecil ke
dokter. Namun jika demam tak muncul, bukan berarti imunisasinya gagal, bisa
saja karena kualitas vaksinnya jelek, misal.
Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam, imunisasi DTP tetap
aman. Kejang demam tak membahayakan, karena si kecil mengalami kejang
hanya ketika demam dan tak akan mengalami kejang lagi setelah demamnya
hilang. Jikapun orangtua tetap khawatir, si kecil dapat diberikan vaksin DTP
asesular yang tak menimbulkan demam. Kalaupun terjadi demam, umumnya
sangat ringan, hanya sekadar sumeng.
Indikasi/Kontra:
Tak dapat diberikan kepada mereka yang kejangnya disebabkan suatu
penyakit seperti epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau
habis dirawat karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DTP. Mereka hanya
boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan
panas.
9
Penyakit difteri terdapat di seluruh dunia dan masih menjadi endemik
di sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia, kendati jumlahnya
makin berkurang. Bakteri disebarkan melalui batuk, bersin, dan bicara. Jika
sudah masuk ke hidung atau mulut, maka bakteri akan diisolasi di selaput
lendir saluran nafas atas. Dalam masa inkubasi (2 – 4 hari), bakteri akan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan nekrosis (kematian sel) pada
jaringan sekitar (Gloria Cyber Ministries, 2001).
Masa inkubasi penyakit ini tergolong cepat yaitu antara 1-6 hari.
Gejala klinisnya tergantung dari tempat terjadinya infeksi, status imun dan
penyebaran toksin. Dilihat secara klinis, difteri bisa terjadi di hidung, tonsil,
laring, faring, laringotrakea, konjungtiva, kulit, dan genital.
Infeksi difteri bisa menimbulkan kematian jika sudah komplikasi pada
laring dan trakea. Komplikasi biasanya juga merusak jantung, sistem syaraf
dan ginjal. Sebelum hal itu terjadi, pasien harus segera mendapatkan obat
antitoksin difteri dan antibiotika penisilin dan eritromisin. Selain itu, perlu
diberikan pengobatan suportif dengan istirahat total 2-3 minggu.
Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan
dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan
dengan selang penyuntikan satu – dua bulan. Imunisasi ini akan memberikan
kekebalan aktif terhadap difteri, pertusis dan tetanus secara bersamaan.
b) Pertusis
Pertusis adalah radang pernafasan (paru) disebut
juga batuk rejan atau batuk 100 hari karena lamanya sakit bisa mencapai 3
bulan lebih atau 100 hari. Gejala penyakit ini sangat khas, batuk yang
bertahap, panjang dan lama, disertai bunyi dan diakhiri dengan
muntah. Penyakit ini cukup berbahaya bila menyerang anak balita, karena
mata dapat bengkak dan berdarah atau bahkan dapat menyebabkan kematian
karena kesulitan bernafas(RSUD. DR. Saiful Anwar, 2002). Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertussis, tetapi di beberapa daerah
kadang-kadang juga oleh Bordetella Parapertusis (Gloria Cyber Ministries,
2001).
Pertusis merupakan penyakit yang sangat menular (melalui kontak
langsung) pada populasi yang tidak diimunisasi, bahkan dikatakan
10
penularannya mencapai 100%. Risiko tertinggi menyerang pada bayi usia
enam bulan ke bawah. Masa inkubasi penyakit ini antara 6-20 hari. Gejala
umumnya dibagi dalam tiga fase yaitu (1) fase kataral (gejala infeksi saluran
nafas), (2) fase serangan (batuk berat disertai nafas berbunyi) serta (3) fase
penyembuhan (batuk berkurang dan nafas membaik). Jika sudah parah,
penyakit ini menimbulkan komplikasi radang paru (pneumonia)
yang menjadi penyebab sekitar 90% kematian anak usia di bawah tiga tahun.
Selain pneumonia, komplikasi juga menimbulkan kejang dan turunnya
kesadaran akibat berkurangnya oksigen yang masuk ke otak. Dapat juga
timbul komplikasi akibat batuk yang hebat, seperti: epistaksis, pendarahan
sub konjungtiva, ulserasi frenulum. Mungkin terjadi prolapsus recti dan
hernia karena meningginya tekanan intraabdominal. Muntah-muntah yang
hebat menimbulkan emasiasi (kurus) dan gangguan keseimbangan elektrolit,
enfisema dan bronkiektas.
Untuk mencegah timbulnya penyakit, anak perlu mendapat vaksinasi
pertusis. Vaksin ini dikembangkan sejak 60 tahun lalu dan mulai dipakai
efektif di dunia tahun 1960-an bersama dengan vaksin tetanus dan difteri.
Ketiga vaksin itu akhirnya disatukan menjadi vaksin DPT.
c) Tetanus
Penyakit ini disebabkan oleh basil Clostridium Tetani yaitu bakteri
gram-positif dan bersifat anaerob (bisa berbiak di dalam lingkungan tanpa
oksigen).Clostridium Tetani yang memproduksi toksin yang yang disebut
dengan tetanospamin. Tetanospasmin menempel pada urat saraf disekitar area
luka dan dibawa ke system saraf otak serta saraf tulng belakang, sehingga
terjadi gangguan pada aktivitas normal urat saraf.
Masa inkubasi penyakit ini antara 3-14 hari dengan gejala yang timbul
di ahri ke tujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada 2 minggu pertama
kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit yang
berbahaya, jika dapat didiagnosa dan mendapatkan perawatan yang benar
maka penderita dapat disembuhkan.Penyembuhan umum terjadi selama 4-6
minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebgai bagian
dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus
dilanjutkan walaupun telah dewsa, di anjurkan setiap interval 5 tahun: 25, 30,
11
35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimmunisasi juga dan melahirkan di
tempat yang terjaga kebersihannya.
Pengobatan tetanus dilakukan dengan jalan menetralisasi toksin,
membersihkan luka, memberikan antibiotika penisilin atau tetrasiklin dan
memperkuat nutrisi, cairan serta kalori. Sebagai pencegahan, anak perlu
mendapat imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif merupakan vaksinasi
dasar dalam bentuk toksoid yang diberikan bersama vaksin pertusis dan
difteri. Sedangkan imunisasi pasif diberikan dalam bentuk serum antitetanus
(ATS profilaksis) pada penderita luka yang berisiko terinfeksi tetanus.
Di Indonesia vaksin terhadap Difteri, Pertusis, dan Tetanus terdapat
dalam 3 jenis kemasan, yaitu: kemasan tunggal khusus untuk tetanus, bentuk
kombinasi DT, dan kombinasi DPT. Imunisasi dasar DPT diberikan 3 kali,
sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu penyuntikan minimal
selama 4 minggu sampai 5 minggu (DPT1, DPT2, dan DPT3). Suntikan
pertama tidak memberikan perlindungan apa-apa, sebabnya suntikan ini harus
diberikan sebanyak 3 kali. Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1 – 2
tahun atau kurang lebih 1 tahun setelah suntikan imunisasi dasar ke-3.
Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau kelas 1 SD. Pada
saat kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P)
(Theophilus, 2000).
12
penyakit polio walaupun diberikan pada anak dengan daya tahan tubuh yang
lemah. Vaksin yang dibuat oleh Aventis Pasteur ini berisi tipe 1,2,3 dibiakkan
pada sel-sel VERO ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formadehid.
Selain itu dalam jumlah sedikit terdapat neomisin, streptomisin dan
polimiksin B. IPV harus disimpan pada suhu 2 – 8 C dan tidak boleh dibekukan.
Pemberian vaksin tersebut dengan cara suntikan subkutan dengan dosis 0,5 ml
diberikan dalam 4 kali berturut-turut dalam jarak 2 bulan.
Untuk orang yang mempunyai kontraindikasi atau tidak diperbolehkan
mendapatkan OPV maka dapat menggunakan IPV.Demikian pula bila ada
seorang kontak yang mempunyai daya tahan tubuh yang lemah maka bayi
dianjurkan untuk menggunakan IPV.
b. Oral Polio Vaccine (OPV)
Jenis vaksin Virus Polio Oral atau Oral Polio Vaccine (OPV) ini paling
sering dipakai di Indonesia. Vaksin OPV pemberiannya dengan cara meneteskan
cairan melalui mulut. Vaksin ini terbuat dari virus liar (wild) hidup yang
dilemahkan. OPV di Indonesia dibuat oleh PT Biofarma Bandung. Komposisi
vaksin tersebut terdiri dari virus Polio tipe 1, 2 dan 3 adalah suku Sabin yang
masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam
biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis sebanyak 2
tetes mengandung virus tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika eritromisin
tidak lebih dari 2 mcg dan kanamisin tidak lebih dari 10 mcg.
Virus dalam vaksin ini setelah diberikan 2 tetes akan menempatkan diri
di usus dan memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun dalam
dinding luar lapisan usus yang mengakibatkan pertahan lokal terhadap virus
polio liar yang akan masuk. Pemberian Air susu ibu tidak berpengaruh pada
respon antibodi terhadap OPV dan imunisasi tidak bioleh ditunda karena hal ini.
Setelah diberikan dosis pertama dapat terlindungi secara cepat, sedangkan pada
dosis berikutnya akanmemberikan perlindungan jangka panjang. Vaksin ini
diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18, bulan, dan 5 tahun.
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak
mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5
hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang yang beredar, dan di Indonesia yang umum
diberikan adalah vaksin sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya
melalui mulut. Dibeberapa Negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi
13
DPT dan polio. Imunisasi dasar diberika sejak anak baru lahir atau berumur
beberapa hari atau selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin
polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT.
Imunisasi ulang diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT, pmberian
imunisasi polio dapat menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
poliomyelitis.
Imunisasi ulang dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah (5-6 tahun)
dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 thun). Cara memberikan imunisasi
polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung ke
dalam mulut anak.Imunisasi ini jangan diberika pada anak yang sedang diare
berat, efek samping yng terjai sangat minimal dapat berupa kejang.
Vaksin dari virus polio (tipe 1,2,dan 3) Virus polio terdiri atas tiga strain,
yaitu strain 1 (brunhilde), strain 2 (lanzig), dan strain 3 (leon) yang dilemahkan,
dibuat dalam biakkan sel-vero : asam amino, antibiotic, calf serum dalam
magnesium clorida, dan fenol merah.Vaksin yang berbentuk cairan dengan
kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet. Pemberian secara oral sebanyak 2
tetes (0,1 ml) dengan diberikan 4 kali, interval 4 minggu.
Usia Pemberian:
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18
bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi
dengan vaksin DTP.
Cara Pemberian:
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral
Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di Indonesia, yang digunakan adalah OPV.
Efek Samping:
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan,
dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.
Tingkat Kekebalan:
Dapat mencekal hingga 90%.
Indikasi Kontra:
14
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (di
atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS; sedang
menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak dengan
mekanisme kekebalan terganggu.
15
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan,
pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah
menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita.
Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12
bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan
diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu.
Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari. Vaksin dari
virus hidup (CAM-70 chicchorioallantonik membrane) yang dilemahkan –
kanamisin sulfat dan eritromisin berbentuk bekuan kering, dilarutkan dalam 5cc
pelarut aquades.
Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibody yang
diperolah dari ibu.
Disamping pada suhu 2-8ºC, bisa sampai 20ºC
Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8 ºC
Jika ada wabah, immunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, di ulang 6 bulan
kemudian.
16
derajat celcius. Imunisasi hepatitis B diberikan sebanyak tiga kali, dengan jarak
antar suntikan empat minggu, diberikan dengan suntikan intramusculer pada
paha bagian luar dengan dosis 0,5 ml (Dirjen PPM dan PL, 2000).
Efek samping pemberian imunisasi Hepatitis B diantaranya rasa sakit
pada area suntikan yang berlangsung satu atau dua hari, demam ringan dan
reaksi alergi yang serius termasuk ruam (Cave & Mitchell, 2003).
Jumlah Pemberian:
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua,
kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Usia Pemberian:
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak
ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia
antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi
yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan
dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
Lokasi Penyuntikan:
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha
lewat anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar).
Penyuntikan di bokong tak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
Efek Samping:
Berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan
pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
Tanda Keberhasilan:
Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan
pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar
hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti
daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan 5 tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tetapi
kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila
angkanya nol berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.
Tingkat Kekebalan:
17
Cukup tinggi, antara 94-96%.Umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95%
bayi mengalami respons imun yang cukup.
Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat.
Vaksin berisi HBsAg murni
Diberikn sedini mungkin setelah lahir
Suntikan secara intramuscular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.
Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8ºC
Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan immunoglobulin hepatitis B 12 jam
setelah lahir + hepatitis B
2.3.1 Hib
18
Penyakit IPD sangat berbahaya karena kumannya bisa menyebar lewat darah
(invasif) sehingga dapat memperluas organ yang terinfeksi.
Imunisasi ini dapat diberikan sejak usia 2 bulan, kemudian berikutnya di
usia 4 dan 6 bulan. Sedangkan pemberian ke-4 bisa dilakukan saat anak usia 12-
15 bulan atau ketika sudah 2 tahun.Bila hingga 6 bulan belum divaksin, bisa
diberikan di usia 7-11 bulan sebanyak dua dosis dengan interval pemberian
sedikitnya 1 bulan. Dosis ke-3 dapat diberikan pada usia 2 tahun. Atau hingga 12
bulan belum diberikan, vaksin bisa di berikan di usia 12-23 bulan sebanyak dua
dosis dengan interval sedikitnya 2 bulan.
Efek Samping yang biasanya muncul yaitu demam ringan, kurang dari
380c, rewel, mengantuk, nafsu makan berkurang, muntah, diare, dan muncul
kemerahan pada kulit. Reaksi ini terbilang umum dan wajar karena bisa hilang
dengan sendirinya.
Dapat diberikan setahun sekali sejak umur 6 bulan. Vaksin ini dapat terus
diberikan hingga dewasa. Influenza adalah penyakit infeksi yang mudah menular
dan disebabkan oleh virus influenza, yang menyerang saluran pernafasan, virus
influenza menyebabkan kerusakan sel-sel selaput lendir saluran pernapasan
sehingga penderita sangat mudah terserang kuman lain, seperti pneumokokus,
yang menyebabkan radang paru(pneumoni) yang berbahaya.
Usia & Jumlah Pemberian:
Dapat diberikan sejak usia 6 bulan yang kemudian diulang setiap tahun, lantaran
vaksinnya hanya efektif selama 1 tahun.
Efek Samping:
Muncul demam ringan antara 6-24 jam setelah suntikan. Atau, muncul reaksi lokal
seperti kemerahan di lokasi bekas suntikan. Namun tidak usah khawatir karena
reaksi tersebut akan hilang dengan sendirinya.
Tanda Keberhasilan:
Sulit dilihat karena tidak kasat mata.
Tingkat Kekebalan:
Sebagaimana imunisasi lainnya, tingkat proteksi tak sampai 100%. Terlebih pada
penyakit influenza, ada kemungkinan virus yang beredar di masyarakat sudah
19
mengalami mutasi (perubahan sifat), atau jenis virus yang sedang menginfeksi anak
tak dapat dicegah oleh vaksin influenza yang diberikan.
20
Penyakit infeksi akut akibat virus mumps ini sering menyerang anak-
anak, terutama usia 2 tahun ke atas sampai kurang lebih 15 tahun. Ada beberapa
lokasi yang diserang seperti kelenjar ludah di bawah lidah, di bawah rahang, dan
di bawah telinga (parotitis). Masa inkubasi sekitar 14-24 hari setelah penularan
yang terjadi lewat droplet. Awalnya muncul demam (bisa sampai 39,50C),
disertai pusing, mual, nyeri otot atau pegal terutama di daerah leher, lesu dan
lemah. Sehari kemudian tampak bengkak di bawah telinga sebelah kanan dan
kemudian menjalar ke sebelahnya
Karena gondongan bersifat self-limiting disease (sembuh sendiri tanpa
diobati), pengobatan dilakukan sesuai gejala simptomatik. Disamping
meningkatkan daya tahan tubuh dengan asupan makanan bergizi dan cukup
istirahat. Biasanya dokter juga akan memberi antibiotik untuk mencegah terjadi
infeksi kuman lain. Sebenarnya, jika daya tahan tubuh bagus, anak tak akan
tertular. Dan jika sudah sekali terkena, gondongan tak akan berulang.
b) Campak Jerman
Campak Jerman atau rubella berbeda dari campak biasa. Pada anak,
campak Jerman jarang terjadi dan dampaknya tak sampai fatal. Kalaupun ada
biasanya terjadi pada anak yang lebih besar, sekitar usia 5-14 tahun. Hanya
gejalanya yang hampir sama seperti flu, batuk, pilek dan demam tinggi. Nafsu
makan penderita juga biasanya menurun karena terjadi pembengkakan limpa.
Namun, bercak merah yang timbul tak sampai parah dan cepat menghilang
dalam waktu 3 hari.
2.3.5 Tifoid
Ada 2 jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan ke anak, yakni vaksin oral
(Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Keduanya efektif mencekal demam
tifoid alias penyakit tifus, yaitu infeksi akut yang disebabkan bakteri Salmonella
typhi. Bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, dan
makanan-minuman yang tidak higienis. Dia masuk melalui mulut, lalu
menyerang tubuh, terutama saluran cerna.
Gejala khas terinfeksi bakteri tifus adalah suhu tubuh yang berangsur-
angsur meningkat setiap hari, bisa sampai 400c. Biasanya di pagi hari demam
akan menurun tapi lalu meningkat di waktu sore/malam. Gejala lainnya adalah
mencret, mual berat, muntah, lidah kotor, lemas, pusing, dan sakit perut,
21
terkesan acuh tak acuh bahkan bengong, dan tidur pasif (tak banyak gerak). Pada
tingkat ringan atau disebut paratifus (gejala tifus), cukup dirawat di rumah. Anak
harus banyak istirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan bergizi, dan
minum antibiotik yang diresepkan dokter. Tapi kalau berat, harus dirawat di
rumah sakit. Penyakit ini, baik ringan maupun berat, harus diobati hingga tuntas
untuk mencegah kekambuhan. Selain juga untuk menghindari terjadi komplikasi
karena dapat berakibat fatal.
Pemberian imunisasi
Vaksin suntikan diberikan satu kali kepada anak umur 2 tahun dan diulang setiap
3 tahun. Pengulangan ini perlu mengingat serangan penyakit tifus bisa berulang,
ditambah banyaknya lingkungan yang tidak higienis dan kurang terjaminnya
makanan yang dikonsumsi anak. Sementara vaksin oral diberikan kepada anak
umur 6 tahun atau lebih.
Efek samping
Kemerahan di tempat suntikan. Juga bisa muncul demam, nyeri kepala/pusing,
nyeri sendi, nyeri otot, nausea (mual), dan nyeri perut Umumnya berupa bengkak,
nyeri, ruam kulit, dan (jarang dijumpai). Efek tersebut akan hilang dengan
sendirinya.
22
bintik dengan cairan yang jernih. Setelah bintik-bintik itu berubah jadi hitam,
maka tidak menular lagi.
Awalnya, anak mengalami demam sekitar 3-7 hari tapi tidak tinggi.
Barulah kemudian muncul bintik-bintik. Meski dapat sembuh sendiri, anak tetap
perlu dibawa ke dokter. Selain untuk mencegah bintik-bintik tidak meluas ke
seluruh tubuh, juga agar tak terjadi komplikasi yang bisa berakibat fatal.
Sebaiknya penderita dipisahkan dari anggota keluarga lainnya untuk mencegah
penularan. Minta anak untuk tidak menggaruk agar tak menimbulkan bekas luka.
Atasi rasa gatalnya dengan bedak yang mengandung kalamin. Tingkatkan daya
tahan tubuhnya dengan asupan makanan bergizi.
Usia & Jumlah Pemberian:
Diberikan sebanyak 1 kali yakni pada usia antara 10-12 tahun.
Efek Samping:
Umumnya tak terjadi reaksi. Hanya sekitar 1% yang mengalami demam.
Tingkat Kekebalan:
Efektivitasnya bisa mencapai 97%. Dari penelitian terhadap 100 anak yang
diimunisasi varisela, hanya 3 di antaranya yang tetap terkena cacar air, itu pun
tergolong ringan. Vaksin ini tidak diwajibkan dengan pertimbangan bahwa penyakit
tifus tidak berbahaya pada anak dan jarang menimbulkan komplikasi. Gejala
penyakit yang khas adalah demam tinggi yang dapat berlangsung lebih dari 1
minggu disertai dengan lidah yang tampak kotor, sakit kepala, mulut kering, rasa
mual, lesu, dan kadang-kadang disertai sembelit atau mencret. Ada 2 jenis vaksin
demam tifoid, yaitu vaksin oral (Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Vaksin
suntikan diberikan sekali pada anak umur 2 tahun dan diulang setiap 3 tahun.
Vaksin oral diberikan pada anak umur 6 tahun atau lebih. Kemasan vaksin oral
terdiri dari 3 kapsul yang diminum sekali sehari dengan selang waktu 1 hari.
2.3.7 Hepatitis A
23
dapat muncul rasa sakit pada bekas suntikan, gatal, dan merah, disertai demam
ringan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari
24
2 bulan DTP-1 DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat
dipergunakan DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi
dengan Hib-1 (PRP-T)
Hib-1 Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1
dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.
Polio-1 Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1
4 bulan DTP-2 DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan secara terpisah atau
dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T).
Hib-2 Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2
Polio-2 Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2
6 bulan DTP-3 DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3
(PRP-T).
Hib-3 Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak
perlu diberikan
Polio-3 Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3
Hepatitis B-3 HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun
optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
9 bulan Campak-1 Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan
program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah
mendapatkan MMR pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu
diberikan.
15-18 MMR Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi
bulan campak, MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan.
Hib-4 Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).
18 DTP-4 DTP-4 (DTwp atau DTap) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.
bulan Polio-4 Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4.
2 tahun Hepatitis A Vaksin HepA direkomendasikan pada umur > 2 tahun, diberikan dua
kali dengan interval 6-12 bulan.
2-3 Tifoid Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur > 2
tahun tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3
tahun.
5 tahun DTP-5 DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)
Polio-5 Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5.
6 MMR Diberikan untuk catch-up immunization pada anak yang belum
tahun. mendapatkan MMR-1.
10 dT/TT Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan
tahun untuk mendapatkan imunitas selama 25 tahun.
Varisela Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.
25
2.6 Kejadian Ikutan Pasca Imuniasi (KIPI)
26
h. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda
perubahan; periksa tanggal kadaluwarsa dan catat hal-hal istimewa,
misalnya perubahan warna menunjukkan adanya kerusakan.
i. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan
pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up
vaccination)
j. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian di bawah
mengenai pemilihan jarum suntik, lokasi suntikan dan posisi penerimaan
vaksin.
27
2.5 Patofisiologi Imunisasi
Antigen
menetralkan antigen
28
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN IMUNISASI
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama :
Tanggal lahir :
Umur :
Agama :
Suku :
Diagnosa Medis :
Tanggal dikaji :
No. Medrek :
Nama Ibu :
Pekerjaan Ibu :
Pendidikan Ibu :
29
b. Natal :Tanyakan tindakan saat persalinan, tempat bersalin, obat-obatan yang
diberikan pada ibu dan bayi saat melahirkan, apakah anak lahir prematur
atau matur.
c. Post Natal :Tanyakan kondisi anak setelah lahir, apgar score, berat badan
lahir, panjang badan lahir dan apakah terdapat kelainan kongenital.
6. Riwayat Keluarga
Penyakit yang pernah atau sedang dialami oleh keluarga, apakah keluarga
memiliki penyakit keturunan yang terkait dengan penurunan imunitas seperti
HIV/AIDS
7. Riwayat pengobatan
Apakah anak sedang mengkonsumsi obat-obatan steroid seperti prednison, atau
sedang menjalani radioterapi dan kemoterapi.
8. Riwayat sosial
Tanyakan siapa yang mengasuh anak, struktur keluarga, lingkungan sekitar
tempat tinggal.
9. Kebutuhan dasar
Nutrisi Tanyakan nutrisi yang diberikan ASI/PASI, kekuatan
menghisap (jika masih diberikan ASI), frekuensi
pemberian nutrisi, kebiasaan makan, BB saat ini
Eliminasi Pola defekasi : frekuensi, apakah ada kesulitan,
karakteristik feses
Pola berkemih : frekuensi berkemih atau mengganti
popok, kekuatan keluarnya urin, bau dan warna urin.
Tidur dan Lama tidur, apakah tidur nyenyak, apakah ada
istirahat perubahan pola tidur (nokturia
Aktivitas Aktivitas sehari-hari yang dilakukan seperti
30
permainan yang dilakukan, tempat bermain, tingkat
aktivitas anak, kemampuan mandiri anak, personal
hygiene
8. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum :
TTV : HR, RR, S
Antropometri : PB, BB, LK
Kepala : bentuk, lesi, rambut, kebersihan
Mata : konjungtiva, sklera
Hidung :pernapasan cuping hidung, sekret
Mulut : mukosa bibir, warna, kelembaban, bentuk, sianosis
Telinga : bentuk, serumen, kebersihan
Leher : pembesaran KGB
Dada : inspeksi pengembangan dada kanan = kiri, penggunaan otot nafas
tambahan, auskultasi bunyi nafas, ronchi, auskultasi bunyi jantung S1,S2,
murmur, gallop
Abdomen : bising usus , perkusi perut timpani, pembesaran hati, pembesaran
limfa
Genitalia : hipospadia
Tangan : turgor , CRT, jumlah jari, pergerakan
Kaki : turgor, jumlah jari, pergerakan
31
Sistem imun non spesifik
Inflamasi
Nyeri
DS: menggigil Antigen Hipertermi
DO: suhu meningkat
Masuk ke dalam tubuh
Inflamasi
Peningkatan suhu
Demam
32
tersenyum dan nyeri melalui nyeri dengan
tidak rewel distraksi dengan menggunakan
mainan mainan dapat
4. Berikan rasa mengurangi nyeri
aman dan pada klien
nyaman pada 4. Rasa aman dan
bayi seperti nyaman dapat
memberikan membuat anak
sentuhan, menjadi lebih rileks
menggendong sehingga nyeri
bayi dapat berkurang
33
O (Objektif) = Respon objektif klien setelah dilakukan implementasi yang dapat
diidentifikasi melalui pengamatan
A (Analisis) = Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif
klien dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah dilakukan
P (Perencanaan) = Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
34
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan
memasukan vaksin ke dalam tubuh agar membuat zat anti untuk mencegah terhadap
penyakit tertentu.Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan
seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan melalui mulut seperti vaksin polio.Tujuan
diberikan imunisasi adalah di harapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan
akibat penyakit tertentu.
Ada beberapa jenis imunisasi diantaranya adalah: BCG (Bacillus Calmette
Guerin), DPT (Dipteri, Pertusis, dan Tetanus), polio, campak, dan hepatitis. Ada juga
beberapa jenis imunisasi yang dianjurkan, seperti: Hib, Imunisasi Pneumokokus (PCV),
vaksin influenza, vaksin MMR, tifoid, imunisasi varisela, dan hepatitis A.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka di sarankan bagi setiap ibu agar selalu
memperhatikan kesehatan bayinya yaitu harus selalu aktif ke posyandu atau tenaga
kesehatan terdekat untuk di beri imunisasi karena dengan di beri imunisasi dapat
mencegah bayi dalam berbagai macam penyakit.
35
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi, Ed.3 alih bahasa Nikhe Budi
Subekti. Jakarta: EGC
Hidayat, Alimul A.A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Kemenkes RI, 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun
2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi : Jakarta.
Marimbi, Hanung. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada
Balita. Nuha Medika : Yogyakarta
The Australian Immunisation Handbook 10th Edition. (2016, April 08). dikutip dari
Immunise Australia Program: http://www.immunise.health.gov.au
36