Assalamu’alaikum wr.wb
Kami dari kelompok 6 akan membahas tentang EBP penanganan perdarahan post partum
hemorrhage dengan indikasi atonia uteri menggunakan metode sayeba’
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang melewati batas
fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan mengeluarkan darah secara
fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demikian
secara konvensional dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan
sebagai perdarahan postpartum.
Yang dapat mengakibatkan terjadinya systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan
kegagalan multiorgan yang berakhir dengan kematian.
Adanya sisa plasenta atau bekuan darah dalam jumlah yang banyak dapat
mengganggu efektivitas kontraksi dan retraksi miometrium sehingga dapat
menyebabkan perdarahan tidak berhenti. Kontraksi dan retraksi miometrium yang
kurang baik dapat mengakibatkan perdarahan walaupun sistem pembekuan darahnya
normal, sebaliknya walaupun sistem pembekuan darah abnormal asalkan kontraksi
dan retraksi miometrium baik akan menghentikan perdarahan.
SURIANI
Penanganan pertama untuk menjaga homeostasis tubuh dan mempertahankan
perfusi jaringan adalah dengan pemberiaan ciran. Larutan kristaloid (saline normal
atau ringer laktat) atau koloid harus segera diberikan dengan jumlah 3 kali estimasi
darah yang hilang, tetapi larutan kristaloid lebih diutamakan. Dextran tidak boleh
diberikan karena mengganggu agregasi platelet. Dosis maksimal untuk larutan koloid
adalah 1500 ml per 24 jam.
Oksitosin dan metilergonovin masih merupakan obat lini pertama. Oksitosin
dberikan lewat infus dengan dosis 20 unit per liter dengan tetesan cepat. Bila sudah
terjadi kolaps sirkulasi oksitosin 10 unit diberikan lewat suntikan intramiometrial.
Tidak ada kontraindikasi untuk oksitosin dalam dosis terapetik, hanya ada sedikit
efek. Metilergonovin tidak boleh diberikan pada pasien hipertensi. Misoprostol rektal
dengan dosis tinggi (1000 µg) terbukti efektif menghentikan perdarahan postpartum
yang membandel (refractory).
Penanganan berikutnya, jika tidak terdapat robekan jalan lahir maka segera
dilakukan eksplorasi kavum uterin untuk menyingkirkan adanya retensi sisa plasenta.
Jika setelah manuver ini perdarahan masih berlangsung dan kontraksi uterus lembek,
maka atonia uteri adalah penyebab perdarahan.
WIDYA & IFA (PENDEKATAN EVIDENCE BASE PRACTICE)
WIDYA
Pemberian tampon ( packing ) uterovagina pada PPH dengan kassa gulung
dapat merugikan karena memerlukan waktu untuk pemasangannya, selain itu juga
dapat menyebabkan perdarahan yang tersembunyi atau bila ada perembesan berarti
banyak darah yang sudah terserap di tampon tersebut sebelumnya dan dapat
menyebabkan infeksi.
IFA
Cara pemasangan tampon kondom menurut Metode Sayeba adalah secara
aseptik kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukkan kedalam cavum uteri.
Kondom diisi dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-500 cc sesuai kebutuhan.
Selanjutnya dilakukan observasi perdarahan dan pengisian kondom dihentikan ketika
perdarahan sudah berkurang. Untuk menjaga kondom agar tetap di cavum uteri,
dipasang tampon kasa gulung di vagina. Bila perdarahan berlanjut tampon kassa akan
basah dan darah keluar dari introitus vagina. Kontraktilitas uterus dijaga dengan
pemberian drip oksitosin paling tidak sampai dengan 6 jam kemudian. Diberikan
antibiotika tripel, Amoksisilin, Metronidazol dan Gentamisin. Kondom kateter
dilepas
24 – 48 jam kemudian, pada kasus dengan perdarahan berat kondom dapat
dipertahankan lebih lama.
DIAN (KESIMPULAN)
Perdarahan postpartum sering bersifat akut, dramatik, underestimated dan merupakan
sebab utama kematian maternal. Pendekatan risiko diperlukan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya komplikasi. Upaya untuk penanganan perdarahan postpartum
ditujukan pada 3 hal yakni pencegahan, penghentian perdarahan dan mengatasi syok.
Penanganan aktif kala III persalinan merupakan tindakan preventif yang harus
diterapkan pada setiap persalinan. Oksitosin dan metilergonovin merupakan obat lini
pertama baik dalam upaya pencegahan maupun pengobatan. Misoprostol dengan dosis
600-1000 µg dapat dipakai bila obat lini pertama gagal.
alternatif baru dengan pemasangan kondom yang diikatkan pada kateter. kondom
dilepas 24 – 48 jam kemudian dan tidak didapatkan komplikasi yang berat. Indikasi
pemasangan kondom sebagai tampon tersebut adalah untuk PPH dengan penyebab
Atonia Uteri. Cara ini kemudian disebut dengan “Metode Sayeba”. Metode ini
digunakan sebagai alternatif penanganan HPP terutama sambil menunggu perbaikan
keadaan umum, atau rujukan