Anda di halaman 1dari 29

ANALISIS KEBIJAKAN PENERAPAN MANAJEMEN PKPR

DIKOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2020

TEMA

Disusun Oleh:
Mochamad Anshar Purnama
NPM.17420033

PROGRAM PASCA SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG

i
TAHUN 2020BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja merupakan masa transisi seseorang dari masa anakanak untuk

menuju masa dewasa. Remaja memiliki keunikan dalam tahap pertumbuhan

dan perkembangannya yang pesat secara fisik, psikologis maupun sosial.

Remaja merupakan masa yang penuh dengan goncangan dan stres karena

masalah yang dialami terlihat begitu kompleks (Sarwono, 2013). Remaja

membutuhkan perhatian serius karena rentan terjadi berbagai permasalahan.

Berita mengenai perilaku menyimpang selalu menjadi topik yang

menarik untuk diperbincangkan, apalagi masalah seksual. Perilaku seksual,

seperti seks pranikah, merupakan hal yang tabu serta dilarang norma maupun

agama. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa perilaku tersebut sudah biasa

didengar bahkan dilihat pada masa sekarang ini. Hebohnya lagi, sebagian

besar pelakunya adalah remaja yang memang berada di masa kritis dan

dianggap sebagai ujung tombak penerus bangsa. Masa remaja adalah masa

transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa

remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan

organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja

adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa (Widyastuti, Y.,

2011). Hasil penelitian pada 1038 remaja berumur 13-17 tahun tentang

hubungan seksual menunjukkan 16% remaja menyatakan setuju dengan

1
hubungan seksual, 43% menyatakan tidak setuju dengan hubungan seksual,

dan 41% menyatakan boleh-boleh saja melakukan hubungan seksual (Planned

Parenthood, 2014).

Menurut BKKBN (2017) remaja berisiko mengalami masalah-

masalah kesehatan reproduksi, seperti perilaku seksual pranikah, NAPZA,

dan HIV/AIDS (TRIAD KRR). Perilaku kesehatan reproduksi menyimpang

pranikah dikalangan remaja terus meningkat dan mencapai tingkat yang

mengkhawatirkan. Remaja sekarang menjadi mangsa kejahatan sosial dan

berisiko tinggi terhadap peningkatan kejadian penyakit menular seksual,

aborsi, dan kehamilan diusai dini (Bleil Walters et al., 2013).

World Health Organization (WHO) (2014) menyatakan bahwa 16 juta

remaja perempuan di negara berkembang dan miskin melahirkan 2 setiap

tahun. Diperkirakan tiga juta anak perempuan yang berusia 15 - 19 tahun

melakukan aborsi secara tidak aman setiap tahun dan komplikasi dari

kehamilan dan persalinan merupakan penyebab utama kematian pada remaja

hamil. Selain itu kematian saat melahirkan dan kematian bayi baru lahir 50%

lebih tinggi dibandingkan pada perempuan yang berusia 20 - 29 tahun.

Salah satu masalah yang harus diperhatikan dalam perkembangan

remaja adalah kesehatan reproduksinya yang meliputi sistem, fungsi, dan

proses reproduksi agar selalu sehat. Pengertian sehat disini tidak sematamata

bebas penyakit atau bebas dari kecacatan tetapi sehat secara mental, sosial

dan kultural. Kemenkes RI (2019)menyimpulkan bahwa jumlah populasi

remaja cukup besar yaitu 18,3% dari total penduduk (> 43 juta). Besarnya
jumlah populasi remaja tersebut dapat meningkatkan permasalahan yang akan

dialami oleh remaja berhubungan dengan masa tumbuh kembangnya.

Masalah remaja yang serius terjadi berkaitan dengan seksualitas seperti

kehamilan tidak diinginkan (KTD) dan aborsi, infeksi penyakit menular

seksual (PMS), HIV dan AIDS, serta penyalahgunaan napza (BKKBN, 2017).

Pemerintah Indonesia mengadakan beberapa strategi untuk

menyelesaikan permasalahan terkait kesehatan reproduksi remaja dan

permasalahan remaja lainnya. Salah satu strateginya adalah program

pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR). Pelayanan Kesehatan Peduli

Remaja adalah suatu program yang dikembangkan oleh Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia sebagai upaya untuk meningkatkan status

kesehatan remaja yang menekankan kepada Puskesmas. Pengertian PKPR

sendiri adalah suatu pelayanan yang ditujukan dan dapat di jangkau oleh

remaja, peka akan kebutuhan terkait kesehatannya, dapat menjaga rahasia,

efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Suciana, 2019).

Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) merupakan

salah satu jenis Program kesehatan berbasis sekolah yang sedang diterapkan

di Indonesia. Program Kesehatan Peduli Remaja dapat terlaksana dengan

optimal apabila membentuk jejaring dan terintegrasi dengan lintas program,

lintas sektor, organisasi swasta, dan LSM terkait kesehatan remaja

(Kementrian Kesehatan, 2014).

Layanan konseling menjadi ciri dari PKPR mengingat permasalahan

remaja tidak hanya berhubungan dengan fisik tetapi juga psikososial. Upaya
penjangkauan terhadap kelompok remaja juga dilakukan melalui kegiatan

komunikasi informasi dan edukasi (KIE), Focus Group Discussion (FGD)

dan penyuluhan ke sekolah-sekolah dan kelompok-kelompok remaja.

Sayangnya sampai saat ini belum semua puskemas menyediakan layanan

PKPR. Berdasarkan data statistik pada tahun 2015 hanya 33,33 persen dari

keseluruhan puskesmas di Indonesia yang menyediakan layanan PKPR. Dari

jumlah 33,33 persen puskesmas yang melaksanakan PKPR, hanya 25 persen

yang mencapai target rencana strategi (Kementerian, 2016).

Tingginya perilaku kesehatan reproduksi yang menyimpang pada

remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah paparan

sumber informasi yang kurang tepat, seperti situs porno (Nuryani & Pratami,

2011). Sumber informasi tentang kesehatan reproduksi sudah banyak beredar

di masyarakat tetapi belum jelas kebenarannya. Remaja membutuhkan

sumber informasi yang benar dan tepat untuk meminimalkan risiko terjadinya

permasalahan kesehatan reproduksi.

Hasil RPJMN (2014) pengetahuan remaja tentang masa subur masih

rendah (21%) dan sebanyak 60% remaja tidak mengetahui bahwa wanita

yang sudah mengalami haid dapat hamil walaupun sekali melakukan

hubungan seksual (BKKBN, 2013). Rendahnya pengetahuan remaja tentang

kesehatan reproduksi merupakan faktor terjadinya perilaku berisiko yaitu

melakukan hubungan seksual pranikah (Lestary, 2019).

Menurut Suciana (2019) hasil penelitian menunjukkan bahwa

pelaksanaan PKPR dikota Bukit Tinggi berpedoman pada buku panduan yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, dana untuk pelaksanaan PKPR

bersumber dari DAK, BOK, serta pendanaan dari UKS. Kesimpulan

penelitian adanya kebijakan dari pemerintahan Kota Bukit Tinggi dan

kerjasama dengan semua lintas sektor dalam memberikan penyuluhan

kesehatan agar pelaksanaan program ini berjalan maksimal.

Implementasi program PKPR di Indonesia masih belum berjalan sesuai

harapan. Pelaksanaan program yang berjalan sejak tahun 2003 ini belum

menunjukkan hasil maksimal. Hal tersebut dilihat dari data Bina Kesehatan

Anak, Kementerian (2015). Puskesmas Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja

berjumlah 2999 puskesmas dimana 12 Provinsi telah memenuhi cakupan

mampu melaksanakan PKPR dan 22 Provinsi masih dibawah cakupan

nasional dengan target cakupan 90% pada tahun 2014 (Kemenkes RI, 2015).

Berdasarkan data survei tentang Kesehatan reproduksi remaja dari

1.072 remaja di Lampung yang disurvei 87.4% mengatakan pernah

mendengar dan 12.6% mengatakan tidak. Dan dari 937 remaja yang disurvei,

82.9% sudah mengetahui dan 17.1% mengatakan tidak megetahui tentang

HIV/AIDS. Survei juga dilakukan untuk mengetahui IMS, dan dari 1.072

remaja 42.5% mengatakan pernah mendengar dan 57.5% tidak pernah

mendengar (BKKBN, 2014).

Seluruh Provinsi di Lampung sudah memiliki puskesmas mampu

PKPR, namun hingga akhir tahun 2014 terdapat 81,69% kabupaten/kota yang

memiliki minimal empat puskesmas PKPR dan 2.999 dari 9.731 puskesmas

(31%) yang mampu melaksanakan PKPR. Cakupan kabupaten/kota yang


mampu melaksanakan PKPR terus meningkat, namun masih di bawah target

yaitu 90% pada akhir tahun 2014. Pada akhir tahun 2019, ditargetkan 45%

puskesmas di Indonesia telah menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja.

Bandar Lampung (42,4%) merupakan satu kabupaten/kota yang telah

mencapai target persentase kabupaten/kota dengan minimal empat puskesmas

mampu tatalaksana PKPR tahun 2014 yaitu sebesar 94,74%. Diikuti oleh

kabupaten Pringsewu (40,22%), dan kabupaten terendah terdapat pada

Kabupaten pesisir barat (12,11%). (Profil Kesehatan Provinsi Lampung,

2018).

PKPR telah di lakukan di 9 puskesmas yang ada di Kota Bandar

Lampung, Kegiatan PKPR terdiri dari lima kegiatan diantaranya pelatihan

konselor sebaya, Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS), dan KIE

dengan pencapaian pelaksanaan kegiatan pelatihan konselor remaja di

Puskesmas Ngambur tahun 2017 adalah 46,66% dari target 100%, tahun 2018

adalah 49,22%, tahun 2019 adalah 51,72%, KIE dan penyuluhan pencapaian

70% dari target 100%. di Puskesmas Bengkunat tahun 2017 adalah 32,21%,

tahun 2018 adalah 42,11%, tahun 2019 adalah 55,21% dari target 100%, KIE

dan penyuluhan pencapaian 65% dari target 100%. Puskesmas Biha tahun

2017 adalah 52,77%, tahun 2018 adalah 61,22%, tahun 2019 adalah 41,32%

dari target 100%, KIE dan penyuluhan pencapaian 72% dari target 100%.

Target pelaksanaan PKPR yang belum dicapai berdasarkan kondisi di

atas sangat menarik untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan PKPR di

Kota Bandar Lampung tahun 2020.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah : “Bagaimana Analisis Kebijakan Penerapan Manajemen PKPR Di

Kota Bandar Lampung Tahun 2020?

C. Tujuan Penelitian

1. Fokus Penelitian

Untuk mengetahui informasi lebih dalam Analisis Kebijakan Penerapan

Manajemen PKPR Di Kota Bandar Lampung Tahun 2020

2. Sub Fokus Penelitian

a. Untuk mengetahui informasi lebih tentang input Analisis Kebijakan

Penerapan Manajemen PKPR Di Kota Bandar Lampung Tahun 2020

b. Untuk mengetahui informasi lebih pada Proses Analisis Kebijakan

Penerapan Manajemen PKPR Di Kota Bandar Lampung Tahun 2020

c. Untuk mengetahui informasi lebih pada output Analisis Kebijakan

Penerapan Manajemen PKPR Di Kota Bandar Lampung Tahun 2020

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai referensi atas data yang telah ada, untuk bahan bacaan

mahasiswa/i tentang Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Peduli

Remaja (PKPR) dan diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan

acuan dalam melakukan peneliti lain.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber pengetahuan masyarakat khususnya remaja tentang

pentingnya Analisis Kebijakan Penerapan Manajemen PKPR Di Kota

Bandar Lampung Tahun 2020

b. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan data tentang pengetahuan dan sikap

remaja sehingga dapat digunakan sebagai masukan terhadap tindak

lanjut puskesmas dalam mensosialisasikan dan menjaring remaja dalam

memanfaatkan (PKPR) Di Kota Bandar Lampung.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan study

kasus. penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan Analisis

Kebijakan Penerapan Manajemen PKPR Di Kota Bandar Lampung Tahun

2020. Informan dalam penelitian adalah kepala puskesmas, pemegang

program PKPR, remaja dan penanggung jawab PKPR. Penelitian ini akan

dilaksanakan setelah proposal di setujui . Di wilayah kerja Dinas Kesehatan

Kota Bandar Lampung, Pengumpulan data dengan wawancara mendalam,

analisis data dengan conten analysis.

C. Penelitian Terkait

No Judul Hasil
1 Suciana (2019) dengan judul Hasil penelitian
Evaluasi Pelaksanaan Program menunjukkan bahwa pelaksanaan
Kesehatan Peduli Remaja PKPR dikota Bukittinggi
(PKPR) Di Sekolah Menengah berpedoman pada buku panduan
Atas Kota Bukittinggi dengan yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan RI, dana untuk
pelaksanaan PKPR bersumber dari
DAK, BOK, Serta pendanaan dari
UKS. Kesimpulan Penelitian
adanya Kebijakan dari
pemerintahan Kota Bukittinggi dan
Kerjasama dengan semua Lintas
Sektor dalam memberikan
penyuluhan kesehatan agar
pelaksanaan program ini berjalan
maksimal

2 Milidiana (2016) dengan judul Hasil penelitian


Evaluasi Pelaksanaan Program menunjukkan pelaksanaan program
Pelayanan Kesehatan Peduli Puskesmas PKPR di Kabupaten
Remaja (PKPR) di Puskesmas Jombang sudah berjalan tapi masih
Wilayah Kabupaten Jombang belum sesuai dengan
standart/pedoman yang ada, seperti
pada komponen input yang
dilatarbelakangi oleh : 1) Tenaga
pelaksana memiliki beban kerja
yang banyak dan belum
mendapatkan pelatihan khusus
PKPR; 2) Alokasi dana belum
memadai sehingga program belum
dilaksanakan sesuai pedoman,
seperti tidak adanya insentif,
pelatihan PKPR, sosialisasi
eksternal; 3) Sarana prasarana
program sebagian besar belum
tersedia. Sedangkan pada
komponen proses dilatarbelakangi
oleh 1) Perencanaan program
belum dilakukan sesuai pedoman;
2) Pengorganisasian pembagian
tupoksi belum jelas; 3) Pelaksanaan
KIE tidak dilakukan di dalam
gedung karena dianggap sama
dengan konseling dan konseling
sebatas keluhan dari penyakit yang
diderita; 4) Monitoring evaluasi
belum ada umpan balik.
Disarankan agar DKK
mengalokasikan anggaran ke
Dinkes Propinsi untuk peningkatan
kualitas tenaga pelaksana dan
sarana prasarana, bagi Puskesmas
perlu adanya uraian pekerjaan dan
SOP yang jelas sehingga pekerjaan
lebih terarah, pelaksanaan kegiatan
dan monitoring evaluasi sesuai
pedoman agar dapat dilaksanakan
dengan memberikan umpan balik.

3 Silvia (2016) dengan judul Hasil penelitian menunjukan


Evaluasi Pelaksanaan Program tenaga pengelola program PKPR di
Pelayanan Kesehatan Peduli Puskesmas Andalas sudah
Remaja (PKPR) Di Puskesmas mencukupi, namun sarana dan
Andalas Dan SMAN 10 Kota prasarana masih kurang. Dana
Padang bersumber dari BOK, APBD dan
BOS masih kurang. Pedoman
pelaksanaan berdasarkan modul
dari Kementerian Kesehatan.
Perencanaan belum telaksana
dengan baik. Pelaksanaan program
PKPR yang dilakukan di
puskesmas sudah berjalan cukup
baik tetapi masih ada kegiatan yang
belum terlaksana yaitu
pembentukan konselor sebaya di
SMAN 10 Padang dan untuk
Pengawasan masih belum optimal.

4 Evaluating Youth Development The authors use the terms Version 1.0,
Programs: Progress and Promise 2.0 and 3.0 to refer to changes in youth
development research and programs
over time. They argue that advances in
theory and descriptive accounts of youth
development programs (Version 2.0)
need to be coupled with progress in
definitions of youth development
programs, measurement of inputs and
outputs that incorporate an
understanding of programs as contexts
for development, and stronger design
and evaluation of programs (Version
3.0). The authors also advocate for an
integration of prevention and promotion
research, and for use of the term youth
development rather than positive youth
development.
5 Process Evaluation of a Positive  Findings based on different cohorts
Youth Development Program in generally showed that there were high
Hong Kong Based on Different overall program adherence and
implementation quality. Program
Cohorts
adherence and implementation process
were highly correlated with quality and
success of the program. Multiple
regression analyses further showed that
both implementation process and
program adherence are significant
predictors of program quality and
success. Theoretical and practical
implications of the findings are
discussed

D. Kerangka Teori

Berdasarkan kerangka teori menurut Gavinov (2016), mengenai hubungan

yang terbentuk berdsarkan sistem yang saling berhubungan antara masukan,

proses, keluaran dan dampak dalam pelayanan kesehatan dan karena tuntutan
kesehatan berkaitan dengan tersedia atau tidaknya pelayanan kesehatan.

Sistem yang saling berhubungan bisa diamati dan dievaluasi yaitu input

(masukan sumber daya dan sarana), proses (pelaksanaan pelayanan yang

ditunjang oleh standar mutu pelayanan), dan outcome (hasil akhir) serta

impact (manfaat dan dampak).

Gambar. 2.2
Kerangka teori

Masukan Proses Keluaran Dampak

Umpan Balik

Sumber: Ivan Tinarbudi Gavinov (2016)

E. Kerangka Berpikir

Gambar 2.2
Kerangka Berpikir

Masukan Proses Keluaran Dampak


SDM kesehatan, remaja, KIE di dalam 1.Kepesertaan remaja Prilaku
dana, fasilitas kesehatan, gedung dan KIE di secara aktif menyimpang
jejaring dan manjemen luar Gedung 2.Dilaksanakan
remaja
kegiatan minimal
kesehatan
KIE, pelaksanaan
konseling serta
pelayanan klinis
medis termasuk
rujukan
3.Terdapat 1 sekolah
binaan dalam 1
tahun dengan minial
KIE disekolah
binaan 2 kali dalam
1 tahun
4.Memiliki konselor
sebaya disekolah
minimal 10% dari
jumlah murid.

ANALISIS KEPUASAN PASIEN TERHADAP MUTU LAYANAN DI


PUSKESMAS DIKOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2020
TEMA

Disusun Oleh:
Mochamad Anshar Purnama
NPM.17420033

PROGRAM PASCA SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2020

A. Latar Belakang
Reformasi layanan kesehatan telah lama dibicarakan baik di negara

maju maupun di negara berkembang yang menurut hemat saya tidak lain

adalah membuat system layanan kesehatan yang semakin responsif terhadap

kebutuhan pasien dan atau masyarakat. Oleh sabab itu , perlu di lakukan

reorientasi tujuan dari organisasi layanan kesehatan dan reposisi hubungan

pasien dokter, atau prifesi layanan kesehatan agar semakin terfokus pada

kepentingan pasien (Pohan, 2017)

Puskesmas memberikan pelayanan sesuai standar Peraturan menteri

kesehatan republik Indonesia nomor 75 tahun 2014. Ujung tombak pelayanan

kesehatan dasar yang menyentuh masyarakat yaitu puskesmas. Puskesmas

sebagai FTKP fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,

dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Profil Kesehatan

Provinsi Lampung, 2016).

Sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama di wilayah kerjanya,

Puskesmas wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu,

terjangkau, adil dan merata. Mutu dapat diartikan sebagai derajat

kesempurnaan dalam pelayanan kesehatan. Pentingnya meningkatkan mutu

pelayanan puskesmas adalah untuk membangun persahabatan yang

mendorong hubungan dengan pasien sehingga puskesmas tidak ditinggalkan

oleh pasien (Patria, 2017). Menurut Pohan (2017), terdapat sepuluh dimensi

dalam penilaian mutu pelayanan kesehatan, yaitu dimensi kompetensi teknis,


dimensi keterjangkauan atau akses, dimensi efektivitas layanan kesehatan,

dimensi efisiensi layanan kesehatan, dimensi kesinambungan layanan 3

kesehatan, dimensi keamanan, dimensi kenyamanan, dimensi informasi,

dimensi ketepatan waktu, dimensi hubungan atar manusia

Namun, sampai saat ini usaha pemerintah dalam memenuhi kebutuhan

masyarakat akan kesehatan masih belum dapat memenuhi harapan

masyarakat. Banyak anggota masyarakat yang mengeluh dan merasa tidak

puas dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas milik

pemerintah ini baik itu dari segi pemeriksaan yang kurang diperhatikan oleh

petugas kesehatan, lama waktu pelayanan, keterampilan petugas,

sarana/fasilitas, serta waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan (Amalia,

2018).

Berdasarkan data profil Provinsi Lampung tahun 2016, jumlah

kunjungan rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas terlihat tertinggi pada

Puskesmas wilayah Kota Bandar Lampung dengan jumlah kunjungan Rawat

jalan 825.800 dan kunjungan. rawat inap 5.391, Kemudian Puskesmas

kabupaten Lampung Timur dengan kunjungan rawat jalan 452.184 dan rawat

inap 2544, kemudian terendah pada Kabupaten Pringsewu dengan jumlah

rawat jalan 5.941 dan rawat inap 3898. Pada tahun 2017 jumlah kunjungan di

Puskesmas Kota Bandar Lampung dengan kunjungan rawat jalan 925.772

dan kunjungan rawat inap 5.237, pada Puskesmas kabupaten Lampung Timur

dengan kunjungan rawat jalan 434.560 dan rawat inap 1025 dan kunjungan
terendah terdapat pada puskesmas Kabupaten Pringsewu dengan jumlah

rawat jalan 5.941 dan rawat inap 3898. Terlihat tidak ada peningkatan jumlah

kunjungan di Puskesmas Wilayah Kabupaten Pringsewu tahun 2016 – 2017.

Sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan maka Puskesmas

Adiluwih Kabupaten Pringsewu di tuntut untuk memberikan pelayanan yang

memuaskan kepada pasien dengan peningkatan mutu. Peningkatan kualitas

pelayanan merupakan salah satu isu yang sangat krusial dalam manajemen,

baik dalam sektor pemerintah maupun sektor swasta. Hal ini terjadi karena

disatu sisi tuntutan masyarakat terhadap perbaikan kualitas pelayanan dari

tahun ke tahun menjadi semakin besar, kualitas pelayanan kesehatan

menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan pada diri

setiap pasien. Makin kesempurnaan pelayanan tersebut maka makin baik pula

kualitas pelayanan kesehatan.

Tambahin dunia, negara, provinsi

Hasil Prasurvey di Puskesmas Kota Bandar Lampung Standar

pelayanan minimal (SPM) tahun 2018 terdiri dari : pelayanan kesehatan ibu ,

anak dan keluarga berencna, pelayanan gizi masyarakat, pelayanan

pencegahan dan pengendalian penyakit, pelaynanan ksehatan lingkungan,

pelayanan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan perorangan. Puskesmas

Adiluwih memiliki target Standar SPM > 80 % dengan hasil capaian hanya

76,2% sehingga dapat menggambarkan mutu pelayanan masih belum optimal.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti yang di lakukan dengan

wawancara tidak terstruktur pada 15 responden, dimensi kepuasan pada


prasurvey harapan dengan hasil kompetensi teknis 96,8%, akses ke tempat

layanan 85,3%, efektifitas 97,3%, efisiensi 88,4 %, kesinambungan 85,3%,

keamanan 89%, kenyamanan 96,2%, Informasi 89,3%, ketepatan waktu 97%,

hubungan natar manusia 90,1%.

Hasil prasurvey kenyataan kompetensi teknis 72,4%, akses ke tempat

layanan 66,4%, efektifitas 79,3%, efisiensi 62,4%, kesinambungan 74,6%,

keamanan 74%, kenyamanan 75,4%, Informasi 71%, ketepatan waktu 67,3%,

hubungan natar manusia 76,2%. Berdasarkan hasil observasi, Untuk

mengetahui bahwa saat memberikan pelayanan tampak petugas dengan

wajah tidak ramah, kamar mandi terlihat belum dibersihkan, ruang / kamar

obat sempit, kursi ruang tunggu pasien kurang karena terlihat pasien berdiri

saat menunggu antrian, petugas sudah datang ke Puskesmas namun pelayanan

tidak segera dibuka sehingga terlihat penumpukan pasien.

Salah satu keluhan yang sering terdengar dari masyarakat yang

berhubungan dengan aparatur pemerintah adalah selain berbelit–belit akibat

birokrasi yang kaku, perilaku oknum aparatur yang kadang kala kurang

bersahabat, juga kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan dalam hal ini

ketepatan waktu dalam memberikan pelayanan, kuantitas dan kualitas

pelayanan yang masih sangat rendah. Rendahnya kinerja pelayanan akan

membangun citra buruk pada Puskesmas, dimana pasien yang merasa tidak

puas akan menceritakan kepada rekan-rekannya. Begitu juga sebaliknya,

semakin tinggi kinerja pelayanan yang diberikan akan menjadi nilai plus bagi

Puskesmas, dalam hal ini pasien akan merasa puas terhadap pelayanan yang
diberikan oleh Puskesmas. Puskesmas dapat mengetahui kinerja pelayanan

dari para pasien melalui umpan balik yang diberikan pasien kepada

Puskesmas tersebut sehingga dapat menjadi masukan untuk peningkatan

kinerja pelayanan (Vedrianto, 2016).

Penelitian Fakriani (2016) menjelaskan Analisis data dengan uji beda

rata-rata berpasangan (t-test). Penelitian ini Mutu pelayanan di RS PKU

Muhammadiyah Gombong masih belum sesuai dengan harapan pelanggan.

Penelitian Amalia (2018) Hasil analisa uji t menunjukkan bahwa terdapat

perbedaaan yang berarti antara penilaian harapan dan kenyataan yang

diterima oleh pasien rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dara’ Kab.

Polman karena nilai significant level (2- tailed) lebih kecil dari 5%. Dan hasil

analisa diagram kartesius menunjukkan bahwa pemberian informasi yang

jelas dan mudah dimengerti dan pelayanan kepada pasien tanpa memandang

status sosial dan lain - lain merupan hal yang perlu ditingkatkan

pelaksanaannya oleh pihak rumah sakit.

Survey kepuasan pasien menjadi penting dan perlu dilakukan

bersamaan dengan pengukuran dimensi mutu layanan kesehatan yang lain.

Kemauan/keinginan pasien atau masyarakat dapat diketahui melalui survey

kepuasan pasien. Pengalaman membuktikan bahwa transformasi ekonomi

pasti akan mengubah keinginan dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan

kesehatan. Pengukuran kepuasan pasien perlu dilakukan secara berkala dan

akurat (Pohan, 2017).


Penelitian Itiqna (2015) Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara

keseluruhan pelayanan rawat jalan yang diterima pasien JKN terhadap

kualitas pelayanan rawat jalan di RS Universitas Hasanuddin, belum

memuaskan dengan nilai gap sebesar -0,07. Dari segi variabel, pasien merasa

belum puas terhadap kompetensi teknis petugas -0,07, akses pelayanan -0,07,

efektivitas pelayanan -0,17, efisiensi pelayanan -0,04, kesinambungan

pelayanan -0,05, keamanan -0,06, kenyamanan -0,02, informasi -0,05,

ketepatan waktu -0,13, dan variabel hubungan antar manusia -0,03.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pasien tidak puas terhadap kualitas

pelayanan rawat jalan.

Trend kunjungan/cakupan pelayanan rawat jalan selama tahun 2016

cenderung meningkat dan telah mencapai target (15%), sedangkan kunjungan

rawat inap juga berfluktuatif dan belum mencapai target (1,5%). Cakupan

kunjungan rawat jalan di puskesmas tahun 2015 sebesar 38,58% dan rawat

inap sebesar 0,62% Capaian kunjungan rawat jalan dan rawat inap per

100.000 penduduk tahun 2016 sebesar 38.852 per 100.000 penduduk

berkunjungan ke sarana pelayanan dasar. Pada tahun 2017

kunjungan/cakupan pelayanan rawat jalan cenderung meningkat dan telah

mencapai target (15%), sedangkan kunjungan rawat inap juga berfluktuatif

dan belum mencapai target (1,5%). Cakupan kunjungan rawat jalan di

puskesmas tahun 2017 sebesar 50,37% dan rawat inap sebesar 0,62%.

Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam

menyediakan pelayanan yang lebih baik, efisien dan lebih efektif. Tingkat
kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor penting yang

mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap

keluhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan

dampak pelayanan terhadap pasien (Itiqna, 2015). Untuk itu penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dengan memilih judul “ Analisis Kepuasan

Pasien Terhadap Mutu Layanan Di Puskesmas Kota Bandar Lampung Tahun

2020”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada di atas, maka penyusun

merumuskan masalah menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut :

“Analisis Kepuasan Pasien Terhadap Mutu Layanan Di Puskesmas Kota

Bandar Lampung Tahun 2020?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk Analisis Kepuasan

Pasien Terhadap Mutu Layanan Di Puskesmas Kota Bandar Lampung

Tahun 2020

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kompetensi teknis,

keterjangkauan/akses, efektivitas, efisiensi, berkesinambungan,

keamanan, kenyamanan, informasi, ketetapan waktu, hubungan antar

manusia dan Mutu Layanan Di Puskesmas kota Bandar Lampung

Tahun 2020
b. Untuk mengetahui kesesuaian antara harapan dan kepuasan pasien

mutu layanan yang diterima ditinjau dari dimensi kompetensi teknis

Layanan Di Puskesmas kota Bandar Lampung Tahun 2020

c. Untuk mengetahui kesesuaian antara harapan dan kepuasan pasien

mutu layanan yang diterima ditinjau dari akses/keterjangkauan

Layanan Di Puskesmas kota Bandar Lampung Tahun 2020

d. Untuk mengetahui kesesuaian antara harapan dan kepuasan pasien

mutu layanan yang diterima ditinjau dari efektivitas Layanan Di

Puskesmas kota Bandar Lampung Tahun 2020

e. Untuk mengetahui kesesuaian antara harapan dan kepuasan pasien

mutu layanan yang diterima ditinjau dari efisiensi Layanan Di

Puskesmas kota Bandar Lampung Tahun 2020

f. Untuk mengetahui kesesuaian antara harapan dan kepuasan pasien

mutu layanan yang diterima ditinjau dari kesinambungan Layanan Di

Puskesmas kota Bandar Lampung Tahun 2020

g. Untuk mengetahui kesesuaian antara harapan dan kepuasan pasien

mutu layanan yang diterima ditinjau dari keamanan Layanan Di

Puskesmas kota Bandar Lampung Tahun 2020

h. Untuk mengetahui kesesuaian antara harapan dan kepuasan pasien

mutu layanan yang diterima ditinjau dari kenyamanan Layanan Di

Puskesmas kota Bandar Lampung Tahun 2020


i. Untuk mengetahui kesesuaian antara harapan dan kepuasan pasien

mutu layanan yang diterima ditinjau dari informasi Layanan Di

Puskesmas kota Bandar Lampung Tahun 2020

j. Untuk mengetahui kesesuaian antara harapan dan kepuasan pasien

mutu layanan yang diterima ditinjau dari ketepatan waktu Layanan Di

Puskesmas kota Bandar Lampung Tahun 2020

k. Untuk mengetahui kesesuaian antara harapan dan kepuasan pasien

mutu layanan yang diterima ditinjau dari hubungan antar manusia Di

Puskesmas kota Bandar Lampung Tahun 2020

D. Manfaat Penelitian

Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai

berikut:

1. Secara Teoritis

Sebagai bahan informasi dan referensi bagi mahasiswa yang

berminat dalam melaksanakan penelitian di bidang manajemen

khususnya bagi mahasiswa Manajemen Pelayanan Kesehatan yang akan

meneliti tentang kualitas layanan kesehatan. Untuk menambah

pengalaman serta wawasan, keterampilan dan pengetahuan peneliti di

bidang penelitian tentang kepuasan pelanggan.

2. Secara Aplikatif

Bagi Puskesmas yaitu sebagai bahan masukan dalam

pengambilankeputusan yang menyangkut Kepuasan Pelanggan dan Mutu


Layanan. Dengan mengetahui nya bagaimanakah kepuasan pasien dapat

meningkatkan mutu layanan dan mempertahankan eksistensinya

E. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan Cross

Sectional, penelitian ini dilakukan untuk melihat nilai harapan dan kenyataan

terhadap mutu layanan dengan kepuasan pasien, dengan menggunakan data

dengan metode diskriptif kuantitatif menggunakan analisis tingkat

kepentingan dan mutu layanan / kepuasan pasien ( Importanse Performance

Analysis). Sasaran dalam penelitian adalah seluruh pengunjung Di

Puskesmas kota Bandar Lampung Tahun 2020. Penelitian dilakukan setelah

proposal di setujui . pasien yang menerima pelayanan dari loket pendaftaran

sampai loket pengambilan obat (di Pelayanan Umum, BP Gigi, Pelayanan

KB/KIA.
F. Keaslian penelitian

No Judul Hasil
1 Analisis Kepuasan Pasien Hasil penelitian dianalisis dengan
Terhadap Mutu Pelayanan membandingkan harapan dan kenyataan
Kesehatan Rawat Jalan Dengan yang menggambarkan tingkat kepuasan
Metode Ipa (Importance pasien terhadap pelayanan kesehatan dalam
Perfomance Analysis) Di dimensi tangibles 95.05%, reliability
Puskesmas Bogor Tengah Kota 102.66%, emphaty 101.40%,
Bogor Tahun 2018 responsiveness 97.00%, dan assurance
(Chairul Umam , 2018) 96.00%. Dengan tingkat kepuasan secara
keseluruhan 98.58% dikategorikan
memuaskan.Berdasarkan hasil studi
disarankan agar melakukan evaluasi secara
rutin setiap 6 bulan, perbaikan dengan
memberikan pelatihan dan kerjasama
dengan petugas dalam peningkatan kualitas
pelayanan yang berfokus pada kepuasan
pasien.
2 Analysis of Health Service Secondary data were obtained from the
Quality on Patient Satisfaction in clinic a profile of community health
Malimongan (Tome, 2019 ) centers. The results showed that there was a
relationship between the five variables with
NHI patient satisfaction with the results
obtained chi square test p=0.018 for the
variable reliability, responsiveness,
assurance the values were p=0.028,
p=0.000, p=0.002, respectively.
Furthermore for empathy, and tangibility, p
value was p=0.002.
3 The Analysis of Inpatients This hospital plays a role in the quality of
Satisfaction on Service Quality health services. One of its ways is to
At Yogyakarta Respira Hospital provide the amount of equipment in
Dahyanto*, Fitri Arofiati, 2018 Inpatient Installation according to the needs
of patients, both in terms of its quality and
quantity. Process: Development of patient
satisfaction has involved the health service
quality team. Obstacles are still in the way
in fulfilling patient satisfaction including
non-routine satisfaction surveys, uneven
knowledge, lack of ownership, low of
professionalism, evaluation of patient
satisfaction is not done routinely. Output:
Patients feel satisfied with the service at
Respira Yogyakarta Hospital. Conclusions:
The result of this research is that inpatients
at Respira Yogyakarta Hospital are satisfied
4 Patients’ satisfaction of health Health service quality explained %65.7 of
service quality in public the variation of patient satisfaction, which
hospitals: A PubHosQual analysis was also, illustrated the extent to which the
Reham quality of health service had the potential to
Zuhier Qasim Almomania, 2020 make a change in the level of patients’
satisfaction in public hospitals. Health
service quality had a positive effect on
patient satisfaction; therefore, researchers
pointed out some recommendations for top
management and decision-makers at public
hospitals.
5 Analisis Tingkat Kepuasan Tidak ada hubungan yang signifikan antara
Pasien Terhadap Mutu Pelayanan dimensi bukti fisik (p = 0.113) dengan
Kesehatan Pada Pasien BPJS Di tingkat kepuasan pasien pada pasien
Rawat Jalan Rumah Sakit Khusus BPJS.Kesimpulan bahwa 54.0% pasien
Daerah Duren Sawit Jakarta tidak puas terhadap pelayanan kesehatan
Tahun 2017 yang diberikan, ada hubungan yang
Aminilia, Sri Widodo, 2017 signifikan antara dimensi kehandalan, daya
tanggap, jaminan dan empati.Tidak ada
hubungan dengan dimensi bukti fisik.Saran
peneliti diharapkan meningkatkan kualitas
pelayanan pada dimensi kehandalan, daya
tanggap, jaminan, empati dan bukti fisik
yang dirasa kurang baik dan
mempertahankan kualitas yang sudah baik
agar kepuasan pasien khususnya untuk
pengguna BPJS dapat tercapai secara
maksimal karena dimensi tersebut
berhubungan dnegan nilai kepuasan pasien.
6 Analisis Persepsi Pasien Terdapat hubungan antara persepsi pasien
Terhadap Mutu Pelayanan terhadap mutu pelayanan puskesmas
Puskesmas Dan Hubungannya dengan kepuasan pasien rawat jalan di
Dengan Kepuasan Pasien Rawat Puskesmas Leyangan Kabupaten Semarang
Jalan Di Puskesmas Leyangan tahun 2018. Berdasarkan dimensi tangible
Kabupaten Semarang Tahun 2018 (bukti fisik), responden sebanyak 46%
termasuk tidak puas dan sebanyak 54%
puas. Berdasarkan dimensi reliability
(kehandalan), responden sebanyak 40%
termasuk tidak puas dan sebanyak 60%
puas. Berdasarkan dimensi responsiveness
(daya tanggap), responden sebanyak 43%
termasuk tidak puas dan sebanyak 57%
puas. Berdasarkan dimensi empathy
(empati), responden sebanyak 49%
termasuk tidak puas dan sebanyak 51%
puas.
G. Kerangka Teori

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul

sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah

pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan. Dimana pasien akan

menilai menggunakan mutu layanan yang di jabarkan menggunakan

kuesioner . Keterkaitan antara Kompetensi Teknis, Akses/keterjangkauan,

Efektivitas, Efesiensi, Kesinambungan, Keanamanan, Kenyamanan,

Informasi, Ketepatan Waktu, Hubungan Antar Manusia. Hal tersebut maka

aspek-aspek ini yang akan mempengaruhi kepuasan tersebut.

Gambar 2.1
Kerangka Teori

Dimensi Mutu Layanan


1.Kompetensi Teknis
2.Akses 1. Kompetensi Teknis pemberi
3.Efektifitas layanan kesehatan
2. Akses/keterjangkauan
4.Hubungan Antar Manusia
3. Efektivitas
5. efesiensi 4. Efesiensi
6.Kesinambungan 5. Kesinambungan
7.Keamanan 6. Keanamanan
8.Fasilitas 7. Kenyamanan
(L.D.Brown,1990) 8. Informasi
9. Ketepatan Waktu
10. Hubungan Antar Manusia
( Wendy Leeboy, 1991)

Sumber : (Modifikasi Wendy Leebov, 1991 dan L.D. Brown, 1990didalam buku
Pohan, 2017).
H. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas dapat dirumuskan kerangka konsep

penelitian ini sebagai berikut : variable independen dalam penelitian ini adalah

dimensi mutu layanan yang terdiri dari 10 variabel yaitu : kompetensi teknis,

akses/ keterjangkauan, efektivitas, efesiensi ,kesinambungan, keamanan,

informasi, ketepatan waktu, hubungan antar manusia, sedangkan variabel

dependen nya adalah kepuasan pasien

Gambar 2.3
Kerangka Konsep

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Kompetensi Teknis.

Akses/ keterjangkauan

efektivitas

Efisiensi
Kepuasan pasien
Kesinambungan

Keamanan

Kenyamanan

Informasi

Ketepatan waktu

Hubungan antar manusia

Anda mungkin juga menyukai