TEMA
Disusun Oleh:
Mochamad Anshar Purnama
NPM.17420033
i
TAHUN 2020BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja merupakan masa yang penuh dengan goncangan dan stres karena
seperti seks pranikah, merupakan hal yang tabu serta dilarang norma maupun
agama. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa perilaku tersebut sudah biasa
didengar bahkan dilihat pada masa sekarang ini. Hebohnya lagi, sebagian
besar pelakunya adalah remaja yang memang berada di masa kritis dan
dianggap sebagai ujung tombak penerus bangsa. Masa remaja adalah masa
transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa
remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan
organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja
adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa (Widyastuti, Y.,
2011). Hasil penelitian pada 1038 remaja berumur 13-17 tahun tentang
1
hubungan seksual, 43% menyatakan tidak setuju dengan hubungan seksual,
Parenthood, 2014).
melakukan aborsi secara tidak aman setiap tahun dan komplikasi dari
hamil. Selain itu kematian saat melahirkan dan kematian bayi baru lahir 50%
proses reproduksi agar selalu sehat. Pengertian sehat disini tidak sematamata
bebas penyakit atau bebas dari kecacatan tetapi sehat secara mental, sosial
remaja cukup besar yaitu 18,3% dari total penduduk (> 43 juta). Besarnya
jumlah populasi remaja tersebut dapat meningkatkan permasalahan yang akan
seksual (PMS), HIV dan AIDS, serta penyalahgunaan napza (BKKBN, 2017).
sendiri adalah suatu pelayanan yang ditujukan dan dapat di jangkau oleh
salah satu jenis Program kesehatan berbasis sekolah yang sedang diterapkan
remaja tidak hanya berhubungan dengan fisik tetapi juga psikososial. Upaya
penjangkauan terhadap kelompok remaja juga dilakukan melalui kegiatan
PKPR. Berdasarkan data statistik pada tahun 2015 hanya 33,33 persen dari
sumber informasi yang kurang tepat, seperti situs porno (Nuryani & Pratami,
sumber informasi yang benar dan tepat untuk meminimalkan risiko terjadinya
rendah (21%) dan sebanyak 60% remaja tidak mengetahui bahwa wanita
pelaksanaan PKPR dikota Bukit Tinggi berpedoman pada buku panduan yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, dana untuk pelaksanaan PKPR
harapan. Pelaksanaan program yang berjalan sejak tahun 2003 ini belum
menunjukkan hasil maksimal. Hal tersebut dilihat dari data Bina Kesehatan
nasional dengan target cakupan 90% pada tahun 2014 (Kemenkes RI, 2015).
mendengar dan 12.6% mengatakan tidak. Dan dari 937 remaja yang disurvei,
HIV/AIDS. Survei juga dilakukan untuk mengetahui IMS, dan dari 1.072
PKPR, namun hingga akhir tahun 2014 terdapat 81,69% kabupaten/kota yang
memiliki minimal empat puskesmas PKPR dan 2.999 dari 9.731 puskesmas
yaitu 90% pada akhir tahun 2014. Pada akhir tahun 2019, ditargetkan 45%
mampu tatalaksana PKPR tahun 2014 yaitu sebesar 94,74%. Diikuti oleh
2018).
Puskesmas Ngambur tahun 2017 adalah 46,66% dari target 100%, tahun 2018
adalah 49,22%, tahun 2019 adalah 51,72%, KIE dan penyuluhan pencapaian
70% dari target 100%. di Puskesmas Bengkunat tahun 2017 adalah 32,21%,
tahun 2018 adalah 42,11%, tahun 2019 adalah 55,21% dari target 100%, KIE
dan penyuluhan pencapaian 65% dari target 100%. Puskesmas Biha tahun
2017 adalah 52,77%, tahun 2018 adalah 61,22%, tahun 2019 adalah 41,32%
dari target 100%, KIE dan penyuluhan pencapaian 72% dari target 100%.
C. Tujuan Penelitian
1. Fokus Penelitian
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Sebagai referensi atas data yang telah ada, untuk bahan bacaan
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber pengetahuan masyarakat khususnya remaja tentang
program PKPR, remaja dan penanggung jawab PKPR. Penelitian ini akan
C. Penelitian Terkait
No Judul Hasil
1 Suciana (2019) dengan judul Hasil penelitian
Evaluasi Pelaksanaan Program menunjukkan bahwa pelaksanaan
Kesehatan Peduli Remaja PKPR dikota Bukittinggi
(PKPR) Di Sekolah Menengah berpedoman pada buku panduan
Atas Kota Bukittinggi dengan yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan RI, dana untuk
pelaksanaan PKPR bersumber dari
DAK, BOK, Serta pendanaan dari
UKS. Kesimpulan Penelitian
adanya Kebijakan dari
pemerintahan Kota Bukittinggi dan
Kerjasama dengan semua Lintas
Sektor dalam memberikan
penyuluhan kesehatan agar
pelaksanaan program ini berjalan
maksimal
4 Evaluating Youth Development The authors use the terms Version 1.0,
Programs: Progress and Promise 2.0 and 3.0 to refer to changes in youth
development research and programs
over time. They argue that advances in
theory and descriptive accounts of youth
development programs (Version 2.0)
need to be coupled with progress in
definitions of youth development
programs, measurement of inputs and
outputs that incorporate an
understanding of programs as contexts
for development, and stronger design
and evaluation of programs (Version
3.0). The authors also advocate for an
integration of prevention and promotion
research, and for use of the term youth
development rather than positive youth
development.
5 Process Evaluation of a Positive Findings based on different cohorts
Youth Development Program in generally showed that there were high
Hong Kong Based on Different overall program adherence and
implementation quality. Program
Cohorts
adherence and implementation process
were highly correlated with quality and
success of the program. Multiple
regression analyses further showed that
both implementation process and
program adherence are significant
predictors of program quality and
success. Theoretical and practical
implications of the findings are
discussed
D. Kerangka Teori
proses, keluaran dan dampak dalam pelayanan kesehatan dan karena tuntutan
kesehatan berkaitan dengan tersedia atau tidaknya pelayanan kesehatan.
Sistem yang saling berhubungan bisa diamati dan dievaluasi yaitu input
ditunjang oleh standar mutu pelayanan), dan outcome (hasil akhir) serta
Gambar. 2.2
Kerangka teori
Umpan Balik
E. Kerangka Berpikir
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir
Disusun Oleh:
Mochamad Anshar Purnama
NPM.17420033
A. Latar Belakang
Reformasi layanan kesehatan telah lama dibicarakan baik di negara
maju maupun di negara berkembang yang menurut hemat saya tidak lain
kebutuhan pasien dan atau masyarakat. Oleh sabab itu , perlu di lakukan
pasien dokter, atau prifesi layanan kesehatan agar semakin terfokus pada
oleh pasien (Patria, 2017). Menurut Pohan (2017), terdapat sepuluh dimensi
pemerintah ini baik itu dari segi pemeriksaan yang kurang diperhatikan oleh
2018).
kunjungan rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas terlihat tertinggi pada
kabupaten Lampung Timur dengan kunjungan rawat jalan 452.184 dan rawat
rawat jalan 5.941 dan rawat inap 3898. Pada tahun 2017 jumlah kunjungan di
dan kunjungan rawat inap 5.237, pada Puskesmas kabupaten Lampung Timur
dengan kunjungan rawat jalan 434.560 dan rawat inap 1025 dan kunjungan
terendah terdapat pada puskesmas Kabupaten Pringsewu dengan jumlah
rawat jalan 5.941 dan rawat inap 3898. Terlihat tidak ada peningkatan jumlah
pelayanan merupakan salah satu isu yang sangat krusial dalam manajemen,
baik dalam sektor pemerintah maupun sektor swasta. Hal ini terjadi karena
setiap pasien. Makin kesempurnaan pelayanan tersebut maka makin baik pula
pelayanan minimal (SPM) tahun 2018 terdiri dari : pelayanan kesehatan ibu ,
Adiluwih memiliki target Standar SPM > 80 % dengan hasil capaian hanya
wajah tidak ramah, kamar mandi terlihat belum dibersihkan, ruang / kamar
obat sempit, kursi ruang tunggu pasien kurang karena terlihat pasien berdiri
birokrasi yang kaku, perilaku oknum aparatur yang kadang kala kurang
bersahabat, juga kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan dalam hal ini
membangun citra buruk pada Puskesmas, dimana pasien yang merasa tidak
semakin tinggi kinerja pelayanan yang diberikan akan menjadi nilai plus bagi
Puskesmas, dalam hal ini pasien akan merasa puas terhadap pelayanan yang
diberikan oleh Puskesmas. Puskesmas dapat mengetahui kinerja pelayanan
dari para pasien melalui umpan balik yang diberikan pasien kepada
diterima oleh pasien rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dara’ Kab.
Polman karena nilai significant level (2- tailed) lebih kecil dari 5%. Dan hasil
jelas dan mudah dimengerti dan pelayanan kepada pasien tanpa memandang
status sosial dan lain - lain merupan hal yang perlu ditingkatkan
memuaskan dengan nilai gap sebesar -0,07. Dari segi variabel, pasien merasa
belum puas terhadap kompetensi teknis petugas -0,07, akses pelayanan -0,07,
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pasien tidak puas terhadap kualitas
rawat inap juga berfluktuatif dan belum mencapai target (1,5%). Cakupan
kunjungan rawat jalan di puskesmas tahun 2015 sebesar 38,58% dan rawat
inap sebesar 0,62% Capaian kunjungan rawat jalan dan rawat inap per
puskesmas tahun 2017 sebesar 50,37% dan rawat inap sebesar 0,62%.
menyediakan pelayanan yang lebih baik, efisien dan lebih efektif. Tingkat
kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor penting yang
dampak pelayanan terhadap pasien (Itiqna, 2015). Untuk itu penulis tertarik
2020”.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tahun 2020
2. Tujuan Khusus
Tahun 2020
b. Untuk mengetahui kesesuaian antara harapan dan kepuasan pasien
D. Manfaat Penelitian
berikut:
1. Secara Teoritis
2. Secara Aplikatif
Sectional, penelitian ini dilakukan untuk melihat nilai harapan dan kenyataan
KB/KIA.
F. Keaslian penelitian
No Judul Hasil
1 Analisis Kepuasan Pasien Hasil penelitian dianalisis dengan
Terhadap Mutu Pelayanan membandingkan harapan dan kenyataan
Kesehatan Rawat Jalan Dengan yang menggambarkan tingkat kepuasan
Metode Ipa (Importance pasien terhadap pelayanan kesehatan dalam
Perfomance Analysis) Di dimensi tangibles 95.05%, reliability
Puskesmas Bogor Tengah Kota 102.66%, emphaty 101.40%,
Bogor Tahun 2018 responsiveness 97.00%, dan assurance
(Chairul Umam , 2018) 96.00%. Dengan tingkat kepuasan secara
keseluruhan 98.58% dikategorikan
memuaskan.Berdasarkan hasil studi
disarankan agar melakukan evaluasi secara
rutin setiap 6 bulan, perbaikan dengan
memberikan pelatihan dan kerjasama
dengan petugas dalam peningkatan kualitas
pelayanan yang berfokus pada kepuasan
pasien.
2 Analysis of Health Service Secondary data were obtained from the
Quality on Patient Satisfaction in clinic a profile of community health
Malimongan (Tome, 2019 ) centers. The results showed that there was a
relationship between the five variables with
NHI patient satisfaction with the results
obtained chi square test p=0.018 for the
variable reliability, responsiveness,
assurance the values were p=0.028,
p=0.000, p=0.002, respectively.
Furthermore for empathy, and tangibility, p
value was p=0.002.
3 The Analysis of Inpatients This hospital plays a role in the quality of
Satisfaction on Service Quality health services. One of its ways is to
At Yogyakarta Respira Hospital provide the amount of equipment in
Dahyanto*, Fitri Arofiati, 2018 Inpatient Installation according to the needs
of patients, both in terms of its quality and
quantity. Process: Development of patient
satisfaction has involved the health service
quality team. Obstacles are still in the way
in fulfilling patient satisfaction including
non-routine satisfaction surveys, uneven
knowledge, lack of ownership, low of
professionalism, evaluation of patient
satisfaction is not done routinely. Output:
Patients feel satisfied with the service at
Respira Yogyakarta Hospital. Conclusions:
The result of this research is that inpatients
at Respira Yogyakarta Hospital are satisfied
4 Patients’ satisfaction of health Health service quality explained %65.7 of
service quality in public the variation of patient satisfaction, which
hospitals: A PubHosQual analysis was also, illustrated the extent to which the
Reham quality of health service had the potential to
Zuhier Qasim Almomania, 2020 make a change in the level of patients’
satisfaction in public hospitals. Health
service quality had a positive effect on
patient satisfaction; therefore, researchers
pointed out some recommendations for top
management and decision-makers at public
hospitals.
5 Analisis Tingkat Kepuasan Tidak ada hubungan yang signifikan antara
Pasien Terhadap Mutu Pelayanan dimensi bukti fisik (p = 0.113) dengan
Kesehatan Pada Pasien BPJS Di tingkat kepuasan pasien pada pasien
Rawat Jalan Rumah Sakit Khusus BPJS.Kesimpulan bahwa 54.0% pasien
Daerah Duren Sawit Jakarta tidak puas terhadap pelayanan kesehatan
Tahun 2017 yang diberikan, ada hubungan yang
Aminilia, Sri Widodo, 2017 signifikan antara dimensi kehandalan, daya
tanggap, jaminan dan empati.Tidak ada
hubungan dengan dimensi bukti fisik.Saran
peneliti diharapkan meningkatkan kualitas
pelayanan pada dimensi kehandalan, daya
tanggap, jaminan, empati dan bukti fisik
yang dirasa kurang baik dan
mempertahankan kualitas yang sudah baik
agar kepuasan pasien khususnya untuk
pengguna BPJS dapat tercapai secara
maksimal karena dimensi tersebut
berhubungan dnegan nilai kepuasan pasien.
6 Analisis Persepsi Pasien Terdapat hubungan antara persepsi pasien
Terhadap Mutu Pelayanan terhadap mutu pelayanan puskesmas
Puskesmas Dan Hubungannya dengan kepuasan pasien rawat jalan di
Dengan Kepuasan Pasien Rawat Puskesmas Leyangan Kabupaten Semarang
Jalan Di Puskesmas Leyangan tahun 2018. Berdasarkan dimensi tangible
Kabupaten Semarang Tahun 2018 (bukti fisik), responden sebanyak 46%
termasuk tidak puas dan sebanyak 54%
puas. Berdasarkan dimensi reliability
(kehandalan), responden sebanyak 40%
termasuk tidak puas dan sebanyak 60%
puas. Berdasarkan dimensi responsiveness
(daya tanggap), responden sebanyak 43%
termasuk tidak puas dan sebanyak 57%
puas. Berdasarkan dimensi empathy
(empati), responden sebanyak 49%
termasuk tidak puas dan sebanyak 51%
puas.
G. Kerangka Teori
Gambar 2.1
Kerangka Teori
Sumber : (Modifikasi Wendy Leebov, 1991 dan L.D. Brown, 1990didalam buku
Pohan, 2017).
H. Kerangka Konsep
penelitian ini sebagai berikut : variable independen dalam penelitian ini adalah
dimensi mutu layanan yang terdiri dari 10 variabel yaitu : kompetensi teknis,
Gambar 2.3
Kerangka Konsep
Kompetensi Teknis.
Akses/ keterjangkauan
efektivitas
Efisiensi
Kepuasan pasien
Kesinambungan
Keamanan
Kenyamanan
Informasi
Ketepatan waktu