Anda di halaman 1dari 4

NAMA : TITANIA ROZA ALMAIDA

NIM : 041056158
MK : MANAJEMEN PELAYANAN UMUM

TUGAS.1

Dalam perjalanannya dari tahun 2010 hingga 2014, penerapan dan pelaksanaan reformasi
birokrasi pada 8 (delapan) area perubahan dan 9 (sembilan) program tersebut membuahkan
beberapa capaian dan perkembangan yang baik namun tidak pula mengalami hambatan dan
tantangan.

Walaupun demikian masih terdapat beberapa hambatan dan tantangan kedepan yang harus
diselesaikan, diantaranya :

1. Masih rendahnya komitmen dari pimpinan instansi baik di tingkat pemerintah pusat
maupun ditingkat pemerintah daerah dalam upaya untuk melakukan pecegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi;
2. Penyelenggaraan pemerintahan masih belum mencerminkan penyelenggaraan
pemerintah yang bersih dan bebas dari KKN;
3. Manajemen kinerja pemerintah belum dilaksanakan secara maksimal;
4. Penataan kelembagaan yang masih belum efektif;
5. Perapan tata kelola pemerintahan yang belum sepenuhnya diterapkan;
6. Manajemen SDM yang belum berjalan dengan baik;
7. Inefisiensi anggaran atau rendahnya budaya kerja dalam melakukan efisiensi anggaran;
8. Manajemen Pelayanan Publik yang kurang maksimal dan masih banyak praktek
pungutan liar.

Dengan masih banyaknya hambatan dan tantangan yang dihadapi, Reformasi Birokrasi Tahap
ke-2 (dua) tetap berlanjut dengan dikeluarkannya PERMENPANRB Nomor 11 Tahun 2015
tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019. Road Map tersebut menjadi acuan bagi
Pemerintah Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan ataupun
melanjutkan program-program reformasi birokrasi.

Keberlanjutan pelaksanaan reformasi birokrasi memiliki peran penting dalam mewujudkan


tata kelola pemerintahan yang baik. Hasil-hasil yang telah diperoleh dari pelaksanaan
reformasi birokrasi pada periode 2010 - 2014 menjadi dasar bagi pelaksanaan reformasi
birokrasi pada tahapan selanjutnya (2015 - 2019). Karena itu, pelaksanaan reformasi birokrasi
2015 - 2019 merupakan penguatan dari pelaksanaan reformasi birokrasi tahapan sebelumnya.

Berbagai langkah tertuang dalam Road Map yang akan disusun oleh tiap instansi sesuai
dengan karakteristik masing-masing. Penguatan tersebut diantaranya dengan memelihara dan
atau meningkatkan/memperkuat kondisi yang telah baik, melanjutkan upaya perubahan,
mengidentifikasi masalah dan mencari solusi serta memperluas cakupan pelaksanaan
reformasi birokrasi.

Adapun kompetensi yang harus dimiliki pimpinan publik adalah minimal tujuh kompetensi,
yaitu:

(1) Kompetensi memanage diri sendiri,

(2) Kompetensi memanage komunikasi,

(3) Kompetensi memanage kemajemukan,

(4) Kompetensi memanage etika,

(5) Kompetensi memanage tim,

(6) Kompetensi memanage keragaman budaya,

(7) Kompetensi memanage perubahan

Agar pemimpin publik terhindar dari sikap yang kaku, maka hendaknya organisasi publik
harus digerakkan oleh misi bukan peraturan. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi jauh
lebih memperhatikan kepentingan pelaksanaan misi yang diembanya dari pada pemerintahan
yang digerakkan oleh peraturan yang kaku dan mengikat (transforming rule-driven
organization). Organisasi publik yang digerakkan oleh misi, aturan dilaksanakan secara luwes
dan memberikan otonomi kepada birokrat secara proporsional, sehingga aparatur pemerintah
memanfaatkan sumber daya dan lingkungan dengan seefektif dan seefisien mungkin tanpa
melanggar aturan yang baku organisasi .
Informasi mengenai kinerja birokrasi publik terjadi karena kinerja belum dianggap sebagai
suatu hal yang penting oleh penierintah. Tidak tersedianya informasi mengenai indikator
kinerja birokrasi publik menjadi bukti dan ketidakseriusan pemerintah untuk menjadikan
kinerja pelayanan publik sebagai agenda kebijakan yang penting. Kinerja pejabat birokrasi
tidak pernah menjadi pertimbangan yang penting dalam mempromosikan pejabat birokrasi.
Daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) yang selama ini dipergunakan untuk menilai
kinerja pejabat birokrasi sangat jauh relevansinya dengan indikator-indikator kinerja yang
sebenarnya.

Akibatnya, para pejabat birokrasi tidak memiliki insentif untuk menunjukkan kinerja
sehingga kinerja birokrasi cenderung menjadi amat rendah.Pemerintah terhadap birokrasi
seringkali tidak ada hubungannya dengan kinerja birokasinya. misalnya, dalam menentukan
anggaran birokrasinya, pemerintah sama sekali idak mengaitkan anggaran dengan kinerja
birokrasi. Anggaran birokrasi publik selama ini lebih didasarkan atas input, bukan cutput.
Anggaran yang ditcrima oleh sebuah birokrasi publik lebih ditentukan oleh kebutuhan, bukan
oleh hasil yangakan diberikan oleh birokrasi itu pada masyarakatnya.

Akibatnya, dorongan untuk mewujudkan hasil dan kinerja cenderung rendah dalam
kehidupan birokrasi publik.Karena anggaran sening menjadi driving force dari perilaku
birokrasi dan para pejabatnya, mengaitkan anggaran yang diterima oleh sebuah birokrasi
publik dengan hasil atau kinerja bisa menjadi salah satu faktor yang mendorong perbaikan
kinerja birokrasi publik. Para pejabat birokrasi yang ingin memperoleh anggaran yang besar
menjadi terdorong untuk menunjukkan kmerja yang balk. Kalau ini dapat dilakukan, data dan
informasi mengenai kinerja birokrasi publik niscaya akan tersedia sehingga penilaian kinerja
birokrasi publik juga menjadi lebih mudah dilakukan.

Faktor lain yang menyebabkan terbatasnya informasi mengenai kinerja birokrasi publik
adalah kompleksitas indikator kinerja yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja
birokrasi publik. Berbeda dengan swasta yang indikator kinerjanya relatif sederhana dan
tersedia di pasar, indikator kinerja birokrasi sering sangat kompleks. Hal ini terjadi karena
birokrasi publik memiliki stakeholders yang sangat banyak dan memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Perusahaan bisnis memiliki stakeholders yang jauh lebih sedikit, pemilik dan
konsumen, dan kepentingannya relatif mudah dintegrasikan. Kepentingan utarna peinilik
perusahaan ialah selalu memperoleh keuntungan, sedangkan kepentingan utama konsuuen
biasanya adalait kualitas produk dan harga yang terjangkau.

Anda mungkin juga menyukai