Anda di halaman 1dari 6

JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK

2021/2022
MATA UJIAN : NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI
“JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER GASAL 2021/2022”

Nama Lengkap : Bagus Suryanto


NRP : 120119249
KP :C

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
DESEMBER 2021
1. Penerapan Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia dalam Realitas

Indonesia mendeklarasikan negaranya adalah negara yang demokrasi dan negara hukum.
Hal ini diatur dalam konstitusinya yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Berdasarkan pada Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Indonesia menyatakan negaranya adalah Negera Demokrasi, karena
didalam pasal tersebut menjelaskan bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Demokrasi sendiri secara etimologiberasal
dari bahasa Yunani, yaitu "dēmokratía". Istilah ini terbentuk dari dua kata yaitu dêmos dan
kratos. Demos berarti rakyat atau penduduk suatu tempat; dan kratos artinya kekuasaan atau
kekuatan. Yang berarti dēmokratía berarti kekuasaan rakyat. Menurut Robert Dahl (1985),
demokrasi adalah suatu sistem politik yang menekankan kepada responsivitas pemerintah
terhadap preferensi warga negara yang secara politik setara.

Kemudian berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 yang menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
Negara hukum adalah suatu negara yang dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahanya
didasarkan atas hukum. Menurut Jimly Asshiddiqie (2006) yang dimaksud dengan negara
hukum adalah suatu bentuk negara yang unik karena seluruh kehendak pemerintahan
berdasarkan atas hukum.

Dalam implementasi demokrasi di Indonesia saat ini menurut survei yang dilakukan oleh
Indikator Politik Indonesia (IPI) menunjukkan, 17,7 persen responden yang merasa kualitas
Indonesia menjadi lebih baik. Sedangkan, 36 persen merasa saat ini Indonesia kurang
demokratis dan 37 persen responden menganggap keadaan demokrasi Indonesia tak
mengalami perubahan. Hal ini dapat dilihat dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini tidak
sesuai dengan syarat formil proses pembentukan Undang-Undang sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan. Hal tersebut dapat dilihat pada saat proses pembentukan Omnibus Law Undang-
Undang Cipta tidak sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur dalam membentuk Peraturan
Perundang-undangan juga harus dilakukan berdasarkan pada asas keterbukaan. Penerapan
asas ini adalah suatu keharusan, apabila salah satu asas saja tidak dipenuhi maka undang-
undang tersebut batal demi hukum.

Dalam pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja ini dinilai oleh masyarakat tidak
memenuhi asas keterbukaan karena naskah akademik serta draft Undang-Undang cipta kerja
ini tidak mudah diakses oleh publik. Dalam mengakses draft Undang-Undang Cipta Kerja ini
saja terdapat banyak perbedaan isi draft undang-undang ini dikarenakan tempat untuk
mengakses draft ini yang tidak jelas sehingga mengakibatkan terjadinya draft halaman dari
undang-undang cipta kerja ini yang berbeda-beda tergantung dengan sumbernya. Kemudian,
terdapat hal yang sangat mengherankan bila setelah disahkannya Undang-Undang Cipta
Kerja ini terdapat perubahan penulisan beberapa substansi oleh Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat. Hal tersebut terlihat dengan bedanya halaman yang disahkan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat yang sejumlah 812 halaman yang telah disahkan dalam rapat paripurna 5
Oktober 2020 dan diserahkan kepada Kementerian Sekretariat Negara dengan yang beredar
di masyarakat sejumlah 1.187 halaman tentu dapat memicu keheranan masyarakat. Kita tidak
tahu apakah substansi undang-undang cipta kerja yang telah disahkan dengan yang beredar
dimasyakat adalah sama atau memang sudah berubah. Sehingga hal tersebut dinilai telah
menciderai Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat.

Selain itu, pembentukan Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja tidak jelas dalam penyusunannya karena dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 Pembentukan Peraturan PerundangUndangan tidak mengatur tentang
pembentukan Omibus Law oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Sehingga Omnibus
Law ini adalah produk hukum baru yang ada di Indonesia. Apabila belum ada peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang Omnibus Law ini, berarti seharusnya Omnibus
Law Undang-Undang Cipta Kerja ini tidak memiliki landasan hukum pembuatannya. Hal
tersebut menciderai Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
2. Opini Tentang Independensi Kekuasaan Kehakiman Dalam Konteks Pasal 24

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Berdasarkan dengan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang mengatur bahwa Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pasal tersebut

dapat disimpulkan bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dari kepentingan pihak manapun

dalam artian independen dalam menyelenggarakan peradilan demi menegakan hukum dan

keadilan. Namun, ada beberapa hal yang menurut saya kurang tepat karena ada beberapa hal

yang menurut saya kurang cocok apabila lembaga kehakiman di Indonesia disebut sudah

independen. Hal tersebut dapat dilihat dengan kentalnya pengaruh politik di dalam kekuasaan

kehakiman. Berdasarkan Pasal 24A ayat (3) Undang-Undang Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial, harus disetujuan oleh

Dewan Perwakilan Rakyat, dan ditetapkan oleh Presiden. Kemudian Berdasarkan Pasal 24B

ayat (3) anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sementara itu Hakim Konstitusi memiliki 3 anggota

yang diajukan masing masing 3 orang oleh Mahkamah Agung, 3 orang oleh Dewan

Perwakilan Rakyat, dan 3 orang oleh Presiden kemudian ditetapkan oleh Presiden. Dari

ketiga lembaga tersebut yaitu Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi

semua anggotanya tidak ada yang berasal dari benar-benar berasal dari institusi independen.

Semua anggota ketiga lembaga tersebut berasal dari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat

yang tentu saja berasal dari partai politik. Apabila Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat

berasal dari 1 partai politik, maka akan ada didalamnya setiap keputusan berdasarkan
kepentingan partai politik tersebut. sehingga tidak ada yang benar benar independen di dalam

lembaga kehakiman di Indonesia.

3. Apa saja kekurangan dan kelebihan Demokrasi Pancasila? Dan upaya apa saja
yang bisa dilakukan agar mencapai konsolidasi demokrasi?

Indonesia pernah menerapkan demokrasi pancasila yaitu pada tahun 1966-1998 yaitu
ketika masa orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Menurut Presiden Soeharto,
demokrasi pancasila adalah demokrasi kedaulatan rakyat yang dijiwai dan diintegrasikan sila-
sila lainnya. Sehingga berarti dalam menggunakan hak-hak didalam demokrasi itu harus
selalu disertai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam
implementasi Demokrasi Pancasila pada masa orde baru tidaklah berjalan sebagaimana yang
dicita-citakan, yakni demokrasi yang berdaulat, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan (Hak
Asasi Manusia), melindungi minoritas, menjadi kompetisi berbagai ide dan cara dalam
menyelesaikan masalah, dan ide-ide tersebut dipilih yang paling baik Indonesia, bukan
berdasarkan suara terbanyak.

Di masa orde baru tersebut Presiden Soeharto menjalankan pemerintahannya yang


represif dan manipulatif. Kelebihan dari demokrasi pancasila yang digagas oleh Presiden
Soeharto adalah diadakannya Pemilihan Umum yang berkala secara 5 tahunan, adanya
distribusi kekuasaan kepada lembaga yang berdasarkan konstitusi Undang-Undang Dasar
1945, dan lahirnya Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
Kemudian kekurangan dri demokrasi pancasila pada masa orde baru adalah sebagai berikut :

1. Memang benar diadakannya pemilihan umum secara berkala 5 tahunan, namun pada
masa orde baru banyak tekanan dari salah satu partai yang mengusung Presiden
Soeharto yang mengakibatkan selama demokrasi pancasila diterapkan selalu Presiden
Soeharto lah yang menang.
2. Tidak adanya check and balances dalam masa orde baru, karena Majelis
Permusyawaratan Rakyat ditempatkan sebagai lembaga tertinggi negara yang
memiliki kewenangan yang besar, oleh sebab itu sangat sulit untuk menerapkan
sistem check and balances untuk lembaga-lembaga negara karena permasalahan
hirarki kelembagaan yang sudah tidak seimbang ini. Karena Majelis Permusyawaratan
Rakyat adalah lembaga tertinggi negara, Presiden Soeharto memanfaatkan lembaga
tersebut sebagai alat politiknya yang menjadikan Presiden Soeharto memiliki
kekuatan politik yang sangat kuat, hal ini dilakukan dengan cara memilih anggota
legislatif yang loyal kepada Presiden Soeharto.

Berikut Upaya-upaya demi mencapai konsolidasi demokrasi :

1. Melakukan konsolidasi antar kekuatan politik demi mencapai suatu keputusan yang
minim kepentingan politik.
2. Berinisiatif dalam memperbaiki kondisi sosial politik yang hancur di wilayah-wilayah
konflik yang setidaknya dapat mengurangi sumber-sumber ketengangan politik di
daerah-daerah tersebut.
3. Konsisten dalam melakukan penegakan hukum, terutama Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme di Indonesia.
4. Membuka jalur dialog antar poros politik, sehingga dapat menghindari frustasi politik
pihak-pihak minoritas dalam pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai