2021/2022
MATA UJIAN : PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER GASAL 2021/2022
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
DESEMBER 2021
1. Buatlah opini tentang peran DPD dalam pembentukan Undang-Undang dan
pelaksanaan Undang-Undang dalam konteks Pasal 22D UUD RI 1945!
Konsep trias politica yang dicetuskan oleh Montequieu yang menjelaskan bahwa
Kekuasaan negara menurut Montesquieu dapat dibagi menjadi tiga cabang, yaitu kekuasaan
eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Kekuasaan eksekutif adalah
kekuasaan yang memiliki fungsi menjalankan atau mengeksekusi setiap amanat rakyat yang
diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Kekuasaan legislatif adalah
kekuasaan yang menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga negara pembentuk
peraturan perundang-undangan. Sedang cabang kekuasaan yudikatif adalah cabang
kekuasaan yang berfungsi menegakan supremasi hukum. Kekuasaan ini dijalankan oleh
lembaga-lembaga peradilan yang ada dalam sebuah negara.
Di Indonesia sendiri lembaga legislatif dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). DPD dan
DPR berdasarkan pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan lembaga negara yang berwenang dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan. DPD dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-
undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Meskipun DPR dan DPD merupakan lembaha
lesgislatif dan memiliki kewenangan yang kurang lebih sama, namun di dalam ketentuan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menunjukkan adanya
perbedaan kewenangan yang dimiliki oleh DPD dan DPR, khususnya dalam pelaksanaan
fungsi legislasinya. Dalam hal ini penulis menganggap bahwa kewenangan DPR terkesan
memiliki kewenangan yang lebih superior dibanding dengan kewenangan yang dimiliki oleh
DPD.
Agar terciptanya checks and balances system didalam pemerintahan harusnya pembagian
kekuasaan tersebut jelas dan berimbang di setiap lembaga negara. Kekuasaan yang dimiliki
oleh DPD dan DPR adalah kekuasaan legislatif atau kekuasaan untuk membentuk Undnag-
Undang. Maka dari itu DPD dan DPR haruslah memiliki kewenangan yang jelas dan sama,
agar tidak terjadinya hal yang melemahkan salah satu dari keduanya. Namun di dalam Pasal
22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini terlihat bahwa
kewenangan dari DPR dan DPD sangatlah berbeda. Dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur bahwa DPD hanya dapat
mengajukan Rancangan Undang-Undang saja, tetapi tidak memiliki kewenangan seperti DPR
dan Presiden untuk menetapkan Rancangan Undang-Undang tersebut menjadi Undang-
Undang. Kemudian, Dalam Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengatur bahwa DPD hanya dapat memberikan pertimbangan
terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukan oleh Presiden.
Sedangkan DPR memiliki kewenangan mutlak untuk membahas dan menetapkan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukan oleh Presiden, sehingga keputusan
ataupun suara dari DPR akan menjadi penentu RAPBN tersebut sah atau tidak.
Oleh karena itu DPD haruslah diberikan kewenangan yang seimbang dengan DPR, agar
mencapai tujuan pembentukan DPD sebagaimana yang dimaksud dalam amanah konstitusi
bahwa DPD sebagai penyeimbang DPR dalam pelaksanaan fungsi legislasi dan diharapkan
akan adanya penguatan dalam sistem saling mengawasi (checks and balances system) antara
DPR dan DPD. Sehingga penulis menyarankan perlu adanya amandemen Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kembali terkait Optimalisasi DPD menjadi
untuk mewujudnya checks and balances system antar lembaga legislatif.
3. Alasan apa saja yang melandasi bahwa dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mempertimbangkan proses sinkronisasi dan
harmonisasi? Mengapa proses tersebut harus dilaksanakan? Dan apa
konsekwensinya apabila proses tersebut dilewatkan?
A. Peraturan Perundang-undangan tersebut merupakan suatu bagian dari hal yang tidak
terpisahkan dari sistem hukum. Di Indonesia sendiri, berdasarkan dalam Pasal 2, Pasal
3, dan Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sudah menetapkan bahwa sebagai
berikut :
a. Pasal 2, Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara.
b. Pasal 3, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.
c. Pasal 7, Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
1). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2). Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3). Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4). Peraturan Pemerintah;
5). Peraturan Presiden;
6). Peraturan Daerah Provinsi; dan
7). Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Sehingga harus diperhatikan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan juga
harus disinkronkan dan diharmonisasikan dengan peraturan-peraturan yang sudah ada
secara hierarki.
B. Agar Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat diuji (judicial review) baik secara
materiil maupun formil.
C. Untuk menjamin dalam prosesn pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut
secara taat demi kepastian hukum.