B. Kegiatan Belajar : Gender, Cadar bagi wanita dan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). (KB 3) C. Refleksi
NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN
A. Gender 1. Konsep Dasar Gender Konsep urgen yang perlu dipahami dalam diskursus gender adalah membedakan dua hal yang berbeda, yaitu gender dan jenis kelamin. Jenis kelamin adalah suatu hal yang menunjukkan pada pembagian sifat dua jenis kelamin manusia secara biologis. Dari jenis kelamin laki-laki yaitu memiliki organ-organ yang menunjukkan sifat kelaki-lakian, seperti memiliki penis, jakun, serta mampu menghasilkan sperma. Sementara itu, jenis kelamin perempuan juga memiliki organ-organ yang menunjukkan sifat perempuan, di antaranya memiliki vagina, rahim, payudara, serta menghasilkan ovum. Sifat-sifat tersebut melekat selamanya pada manusia yang memiliki jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal ini memberikan makna bahwa secara biologis, semua organ yang dimiliki baik oleh laki-laki Konsep (Beberapa istilah tidak akan bisa ditukar pada jenis kelamin perempuan. 1 dan definisi) di KB Hal demikian inilah yang disebut ketentuan ilahi yang tidak dibenarkan untuk dipertukarkan dan bersifat kodrati. Gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dibangun dari interaksi sosial dan budaya. Dalam kehidupan sehari dapat ditemukan bahwa ada laki-laki yang memiliki sifat-sifat perempuan seperti lemah lembut dan keibuan. Gender juga dipahami sebagai konstruksi sosial yang terkait sikap, peraturan, tanggung jawab, dan pola tingkah laku laki- laki dan perempuan dalam segala kehidupannya. Selain itu, dalam pemahaman gender, dikenal juga dengan sifat gender, peran gender, dan ranah gender. Sifat gender merupakan sifat dan tingkah laku yang terdapat pada laki-laki dan perempuan. Peran gender merupakan hal-hal atau perilaku yang wajar atau tidak dilakukan oleh lakilaki dan perempuan yang berlandaskan pada value (nilai), kultur, serta norma masyarakat yang berlangsung pada waktu tertentu. Sedangkan ranah gender yaitu ruang bagi laki-laki dan perempuan untuk memainkan perannya masing- masing. Ranah dalam hal ini terbagi dua yaitu ranah domestik dan publik. Sastryani menyatakan bahwa konsepsi terhadap patriarki merupakan sistem sosial yang mementingkan garis keturunan bapak (esensi laki-laki) menjadi pertimbangan utama untuk ditempatkan sebagai obyek pelaku dari sistem sosial. Persepsi ini pada akhirnya menghasilkan persepsi gender, yakni laki-laki dan perempuan mempunyai karakteristik dan sifat yang berbeda, laki- laki memiliki dominasi untuk mendapatkan penghargaan, penghormatan dan menjaga kewibawaannya. Kehidupan masyarakat yang menganut sistem garis kebapakan (patriarki), memposisikan laki-laki sebagai pemimpin dan pengambil segala keputusan, sementara perempuan tidak diberikan ruang dan posisi yang signifikan dalam segala lini kehidupan bermasyarakat. Kaum perempuan dianggap berada pada posisi kelas kedua (the second class) di bawah jenis kelamin laki-laki. Berbeda dengan patriarki, pada masyarakat yang menganut sistem jalur keibuan (matriarki) memposisikan perempuan di atas laki-laki. Mereka memberikan ruang yang cukup besar kepada kaum perempuan untuk memerankan peran laki-laki seperti menjadi pemimpin dan pengambil keputusan dalam kehidupan bermasyarakat. Praktik ketimpangan gender terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu: a. Marginalisasi atau proses peminggiran/pemiskinan, yang mengakibatkan kemiskinan secara ekonomi. b. Subordinasi, yaitu pemahaman yang meyakini salah satu jenis kelamin dianggap lebih unggul dan urgen dibanding jenis kelamin lain. c. Violence yaitu suatu bentuk serangan terhadap fisik maupun psikologis seseorang. Kekerasan terhadap seseorang tidak hanya tertuju pada fisik saja seperti tindakan asusila dan lain sebagainya, namun juga mengarah pada psikis seseorang. d. Beban ganda yaitu tanggung jawab yang dipikul satu jenis kelamin tertentu secara berlebihan. Hal- hal tersebut di atas bermuara pada terjadinya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan di lingkungan keluarga dan maupun sosial masyarakat. Dengan demikian kesetaraan gender bermakna memberikan akses yang sama kepada laki- laki dan perempuan untuk menikmati pembangunan. 2. Gender dalam Pandangan Islam Salah satu tema pokok ajaran Islam adalah persamaan derajat di antara manusia, baik laki-laki atau perempuan, antar suku bangsa atau keturunan. Al- Qur’an tidak membeda-bedakan derajat kemuliaan manusia atas dasar itu semua, melainkan tinggi rendahnya derajat kemuliaan manusia itu diukur dengan tinggi rendahnya tingkat ketakwaan dan nilai-nilai pengabdian terhadap Allah Swt. Mengenai kedudukan perempuan dalam pandangan Islam tidak seperti yang diduga dan dipraktikkan oleh sebagian anggota masyarakat, tidak pula seperti yang dituduhkan oleh orang-orang yang tidak menyukai Islam. Ajaran Islam (Al-Qur’an), sangat memuliakan dan memberikan perhatian serta penghormatan yang besar kepada perempuan tidak ubahnya seperti halnya kepada laki-laki; Q.S. an-nisa’ [4] ayat 1: “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu”. (Q.S. al-hujurat [49] ayat 13) “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti” (Q.S. an-nahl [16] ayat 97) “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” Ketiga ayat tersebut menegaskan bahwa Islam (al-Qur’an) menolak pandangan-pandangan yang membeda-bedakan laki-laki dan perempuan. Menurut Nurmila bahwa dalam Islam adalah agama anti-patriarki, yang menjunjung tinggi keadilan dan menghargai manusia bukan atas dasar jenis kelaminnya, melainkan usahanya. Tanpa membedakan jenis kelamin, suku, bangsa, warna kulit dan sebagainya, Allah menjanjikan kehidupan yang baik (kebahagiaan/kemuliaan) bagi siapa saja yang beriman dan bertakwa kepada-Nya. Kesetaraan gender dalam ajaran Islam bukanlah penyamarataan antara laki-laki dan perempuan dalam segala hal. Adanya perbedaan dalam pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan di dalam ajaran Islam sama sekali bukan untuk merendahkan martabat perempuan, melainkan pembagian tugas secara proporsional yang justru untuk memuliakan perempuan. Sesuai dengan kodratnya, laki-laki dan perempuan dilahirkan dengan struktur anatomi tubuh dan kekuatan yang berbeda. Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan ditakdirkan untuk berpasangan atas dasar persamaan derajat, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, saling melengkapi dan saling memuliakan antara yang satu dengan yang lain yang dibangun di atas dasar prinsip keadilan, bukan untuk saling berhadapan dan saling merendahkan. Kesalah-pahaman di dalam memahami ajaran Islam tentang gender antara lain disebabkan karena orang tersebut tidak meletakkan masalah gender itu dalam Islam sebagai suatu sistem, melainkan ia melihat persoalan gender itu sebagai suatu aspek ajaran Islam yang terpisah dari aspek-aspek ajaran Islam yang lainnya. Oleh karena itu, jika ada pernyataan bahwa dalam kitab suci al-Qur’an terdapat unsur ketidakadilan, maka yang harus dilakukan adalah membaca ulang dan mencoba memahami al-Qur’an secara komprehensif. Apabila setelah menelaah ulang masih juga merasa ada ketidakadilan, yang perlu diperhatikan adalah mungkin saja ada kesalahan persepsi manusia dalam mendefinisikan sebuah konsep keadilan. B. Cadar Bagi Wanita Cadar bagi wanita, menurut Imam Asy Syafi’i r.a. menegaskan dalam al-Umm (1/109): “Dan setiap wanita adalah aurat kecuali kedua telapak tangan dan wajahnya” Pendapat ini yang masyhur dari pendapat ulama Syafi’iyah yang ada. Imam Nawawi r.a. dalam al-Majmu’ (3/169) mengatakan; “Pendapat yang masyhur di mazhab kami (Syafi’iyah) bahwa aurat pria adalah antara pusar hingga lutut, begitu pula budak wanita. Sedangkan aurat wanita merdeka adalah seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Demikian pula pendapat yang dianut oleh Imam Malik dan sekelompok ulama serta menjadi salah satu pendapat Imam Ahmad.” Ibnu Mundzir menyandarkan pendapat ini kepada Imam Asy Syafi’i dalam al-Awsath (5/70), beliau katakan dalam kitab yang sama (5/75); “Wajib bagi wanita menutup seluruh badannya dalam shalat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya”. Syaikh ‘Amru bin ‘Abdil Mun’im Salim mengatakan, “Sungguh sangat aneh sebagian orang yang menukil dari ulama Syafi’iyah dalam masalah ini, tidak bisa membedakan antara dua hal: a. Melihat wajah dan telapak tangan, itu boleh selama aman dari fitnah (godaan). Hal ini disepakati oleh ulama Syafi’iyah. b. Hukum menyingkap wajah dan kedua telapak tangan, telah terbukti di atas bahwa ulama Syafi’iyah membolehkan tanpa syarat. Mereka tidak bisa membedakan dua hal ini sampai akhirnya rancu, sehingga mereka pun mensyaratkan hal kedua di atas (hukum menyingkap wajah) selama aman dari fitnah. Ini jelas keliru karena telah mencampuradukkan dua hukum di atas. Ada beda pendapat antara ulama Syafi’iyah terdahulu dan belakangan. Ulama Syafi’iyah membedakan bahwa aurat wanita adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, ini berlaku dalam shalat. Sedangkan aurat di luar shalat adalah seluruh badan termasuk wajah dan telapak tangan. Namun yang dipahami oleh Syaikh ‘Amru di atas, ulama Syafi’iyah terdahulu (Imam Asy Syafi’i dan Imam Nawawi) memutlakkan aurat wanita adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan. Jika diperhatikan beda antara hukum memandang wajah wanita dan hukum menyingkap wajah, ini dua hal yang berbeda. Dalam buku “al-Niqab adah wa laisa ibadah” yang ditulis Hamdi Zaqzuq, Menteri Perwakafan tahun 2008, menyatakan para ulama Mesir senior berpendapat bahwa cadar adalah sebagai tradisi kaum wanita, bukan ibadah. Lebih rinci pada buku bahwa Islam telah mewajibkan bagi wanita untuk membuka wajah dalam ibadah haji, ibadah shalat dan tidak ada dalil dalam al-Qur’an hadis dan akal yang menyuruh menutup wajah. Memang diketahui bahwa sebagian kaum wanita pada masa jahiliyah dan awal Islam mengenakan cadar penutup wajah, tetapi perbuatan ini hanya tradisi bukan ibadah. C. LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) Ada empat istilah yang terangkum dalam singkatan LGBT ini yaitu: 1) Lesbian artinya wanita yang mencintai atau merasakan rangsangan seksual dengan sesama wanita; 2) Gay adalah istilah yang digunakan bagi lelaki penyuka sesama lelaki; 3) Biseksual adalah orang yang memiliki ketertarikan kepada lelaki sekaligus kepada perempuan; dan 4) Transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk saat lahir (waria/wadam). Secara umum, empat istilah di atas disebut homoseksual, yaitu keadaan tertarik kepada orang lain dari jenis kelamin yang sama. Para ulama sepakat bahwa liwath (gay) dan sihaq (lesbi) statusnya lebih buruk dibandingkan zina. Allah menyebutkan perilaku homoseksual (gay dan lesbi) dalam al-Qur’an pada ayat-ayat yang mengisahkan kehidupan umat Nabi Luth as. terdapat pada Q.S. an-Naml [27]: 54. “Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (keji), padahal kamu melihatnya (kekejian perbuatan maksiat itu)?” Allah mengutus Nabi Luth as. kepada kaum Sodom dan daerah-daerah sekitarnya untuk menyeru mereka agar menyembah Allah, memerintahkan mereka untuk mengerjakan kebajikan, melarang mereka berbuat munkar. Saat itu kaum Sodom tenggelam dalam perbuatan dosa. Hal-hal yang diharamkan dan perbuatan keji yang mereka ada-adakan dan belum pernah dilakukan oleh seseorang pun keturunan Adam dan juga oleh makhluk lain, yaitu mendatangi orang laki- laki, bukan perempuan (homoseks). Kota Sodom (bahasa Arab: sadūm) inilah yang dari padanya lahir istilah sodomy. Di dalam al-Quran kaumnnya Nabi Luth as disebut “Al-Mu’tafikat” yang artinya di jungkir-balikkan (Q.S. an-Najm [53]: 53) “Dan prahara angin telah meruntuhkan (negeri kaum Luth)” (Q.S. anNajm [53]: 53) Perbuatan tersebut merupakan suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh seorang keturunan Adam dan belum pernah terlintas dalam hati mereka untuk melakukannya selain kaum Sodom. Al-Quran menyebutkan perilaku homoseksual ini sebagai “fâhisyah” karena kaum gay dalam menyalurkan nafsu seksualnya dengan cara sodomi (liwath) yang secara istilah syariat definisinya adalah memasukan kepala penis ke dalam dubur/anus pria lainnya. Muhammad Quraish Syihab dalam tafsir Al- Misbah menjelaskan ayat di atas sebagai berikut: “Sesungguhnya yang kalian lakukan (homoseksual) adalah kemungkaran yang membinasakan, kalian melakukan perbuatan keji dengan para lelaki, kalian memutuskan jalan untuk mengembangkan keturunan sehingga hasilnya adalah kehancuran. Kalian melakukan kemungkaran-kemungkaran dalam masyarakat tanpa rasa takut kepada Allah dan rasa malu di antara kalian”. Dari uraian di atas diketahui bahwa LGBT menimbulkan berbagai dampak negatif di masyarakat dengan terputusnya generasi (keturunan) dan berbagai tindakan kejahatan lain. Abdul Hamid Al-Qudah, menjelaskan dampak-dampak yang ditimbulkan LGBT sebagai berikut: 1) Dampak kesehatan 78 % pelaku homoseksual terjangkit penyakit- penyakit menular dan rentan terhadap kematian. Rata-rata usia laki-laki yang menikah adalah 75 tahun, sedangkan rata-rata usia gay adalah 42 tahun, dan menurun menjadi 39 tahun jika menjadi korban AIDS. Rata-rata usia wanita yang bersuami dan normal adalah 79 tahun, sedangkan rata-rata usia lesbian adalah 45 tahun. 2) Dampak sosial Seorang gay akan sulit mendapatkan ketenangan hidup karena selalu berganti-ganti pasangan. 3) Dampak pendidikan 60 Penelitian membuktikan bahwa pasangan homo menghadapi permasalahan putus sekolah lima kali lebih besar dari pada siswa normal karena mereka merasakan ketidakamanan dan 28 persen dari mereka dipaksa meninggalkan sekolah. 4) Dampak keamanan Kaum homoseksual menyebabkan 33 persen pelecehan seksual pada anak-anak di Amerika Serikat (AS. Sementara itu, di Indonesia melalui riset dengan bantuan Google dalam kurun waktu 2014 hingga 2016, telah terjadi 25 kasus pembunuhan sadis dengan latar belakang kehidupan pelaku dan atau korban dari kalangan pelaku homoseksual. Mengingat buruknya dampak perilaku homoseksual ini, Allah telah menghukum pelakunya dengan hukuman yang sangat berat. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Hijr [15]: “Demi umurmu (Muhammad), sungguh, mereka terombang-ambing dalam kemabukan (kesesatan). Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. Maka Kami jungkir balikan (negeri itu) dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras”. (Q.S. al- Hijr [15]: 72-74) Ibnul Qayyim menerangkan, karena dampak dari perilaku gay adalah kerusakan yang besar, maka balasan yang diterima di dunia dan akhirat adalah siksaan yang sangat berat di dunia dan di akhirat. Seluruh ulama sepakat (ijma’) atas keharaman homoseksual. Ibnu Qudamah berkata: “Ulama sepakat atas keharaman liwath (sodomi). Allah telah mencelanya dalam kitab-Nya dan mencela pelakunya, demikian pula Rasulullah Saw juga mencelanya. Beliau bersabda: “Allah mengutuk orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah mengutus orang yang berbuat seperti perbuatan Nabi Luth. Beliau bersabda sampai tiga kali”. (H.R. Ahmad). Beliau juga telah menetapkan hukuman bagi pelaku homoseksual ini dalam sabdanya: “Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth Alaihissalam maka bunuhlah pelaku dan pasangannya”. (H.R. AtTirmidzi). Beliau mengatakan perbuatan homoseksual adalah sama dengan Zina, sebagaimana sabdanya: “Apakah seorang lelaki mendatangi lelaki maka keduaduanya telah berzina dan apabila seorang dan apabila wanita mendatangi wanita maka maka kedua-duanya telah berzina”. (H.R. Al- Baihaqi) Imam Ash-Shan’ani (1059-1182 H) dalam “Subulus salam” mengatakan ada 4 pendapat tentang hukuman bagi pelaku homoseksual: 1. Dihukum dengan had zina yaitu dirajam bagi yang muhshan dan dijilid bagi yang ghairu muhshan. 2. Dibunuh baik pelaku maupun obyeknya baik muhshan maupun ghairu muhshan. 3. Dibakar dengan api, baik pelaku maupun obyeknya. Ini adalah pendapat para sahabat Rasulullah Saw. 4. Dilempar dari tempat yang tinggi dengan kepala di bawah kemudian dilempari batu. ini adalah pendapat Abdulllah Bin Abbas ra. Dari uraian di atas, Islam memandang bahwa perilaku LGBT bukanlah penyakit atau genetik tetapi merupakan tindak kejahatan. Islam menyebut pelakunya dengan sebutan yang sangat buruk antara lain: a) Al Mujrimun (para pelaku kriminal) (Q.S. al-A’raf[7]: 84) b) Al Mufsidun (pelaku kerusakan) (Q.S. al-Ankabut [29]: 30), c) Az-Zalimun (orang yang menganiaya diri) (Q.S. Al-Ankabut [29]: 31) Untuk mencegah kejahatan yang sangat membahayakan ini, Islam memberikan beberapa ketentuan, antara lain: 1. Merendahkan pandangan/menundukan pandangan. 2. Berpakaian yang menutup aurat. 3. Memperbanyak puasa sunnah. 4. Memisahkan tempat tidur anak ketika ketika sudah berumur 10 tahun. 5. Menghindari perilaku wanita menyerupai pria dan sebaliknya. Sikap tomboy wanita dan lemah gemulai seorang pria dilarang dalam Islam. 6. Memilih teman pergaulan dan menghindari pergaulan bebas. 7. Mewujudkan keluarga harmonis yang penuh ketenangan dan diliputi kasih sayang. 8. Rajin dalam beribadah terutama shalat dan membaca Al-Quran. 1. Meletakkan masalah gender dalam Islam sebagai suatu sistem, melainkan di lihat persoalan gender itu sebagai suatu aspek ajaran Islam yang terpisah dari aspek-aspek Daftar materi pada KB 2 ajaran Islam yang lainnya. yang sulit dipahami 2. Perbedaan pendapat antara imam syafi’i dan ulama’ madzhab syafi’i tentang cadar bagi wanita. 3. Sejarah LGBT. 1. Panggunaan cadar bagi wanita dengan dalih bahwa Daftar materi yang sering sebagian kaum wanita pada masa awal Islam mengenakan 3 mengalami miskonsepsi cadar penutup wajah. dalam pembelajaran 2. Ancaman dan dampak negatif LGBT.