Anda di halaman 1dari 8

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas 17.508 pulau besar

dan kecil, memiliki garis pantai sepanjang ± 81.000 km dengan luas wilayah laut

teritorial 5,7 juta km² ditambah luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,7 juta km²,

memiliki keanekaragaman sumber daya kelautan dan perikanan bernilai ekonomis

tinggi. Potensi lestari (MSY; maximum sustainable yield) sumber daya perikanan

laut Indonesia yang dapat dimanfaatkan diperkirakan mencapai ± 6,26 juta ton per

tahun, meliputi sumber daya perikanan di perairan nusantara sebesar ± 4,40 juta

ton dan di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia sebesar ± 1,86 juta ton. Dari seluruh

potensi sumber daya ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB

atau TAC; total allowable catch) sebesar 5,01 juta ton per tahun atau sekitar 80

persen potensi lestari. Namun dari potensi yang ada tingkat pemanfaatannya baru

mencapai 48,72 persen (Dahuri, 2003).

Dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan, daerah

penangkapan ikan (fishing ground) dibagi ke dalam sembilan wilayah pengelolaan

perikanan (WPP) yaitu WPP 1 meliputi perairan Selat Malaka dengan potensi

lestari 276,03 ribu ton per tahun; WPP 2 meliputi perairan Laut Natuna dan Laut

Cina Selatan dengan potensi lestari sebesar 1.057,05 ribu ton per tahun; WPP 3

meliputi perairan Laut Jawa dengan potensi lestari 796,64 ribu ton per tahun;

WPP 4 meliputi perairan Selat Makasar dan Laut Flores dengan potensi lestari

sebesar 929,72 ribu ton per tahun; WPP 5 meliputi perairan Laut Banda dengan

potensi lestari sebesar 277,99 ribu ton per tahun; WPP 6 meliputi perairan Laut
Seram dan Teluk Tomini dengan potensi lestari sebesar 590,62 ribu ton per tahun;

WPP 7 meliputi perairan Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik dengan potensi

lestari sebesar 632,72 ribu ton per tahun; WPP 8 meliputi Perairan Laut Arafura

dengan potensi lestari sebesar 771,55 ribu ton per tahun dan WPP 9 yang meliputi

perairan Samudra Hindia dengan potensi lestari 1.076,89 ribu ton per tahun

(Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2003).

Melihat potensi yang begitu besar, pembangunan sektor perikanan tangkap

memegang peranan yang strategis sebagai penggerak pembangunan ekonomi

nasional khususnya dalam penyediaan protein, sumber perolehan devisa,

penyediaan lapangan kerja dan sumber pendapatan masyarakat (petani nelayan).

Untuk menjalankan peran tersebut, pembangunan perikanan tangkap harus

berorientasi pada pendekatan pengembangan agribisnis terpadu berkelanjutan,

peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penerapan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta memanfaatkan sumberdaya ikan secara optimal.

Usaha perikanan Indonesia saat ini masih didominasi oleh perikanan rakyat

yang dicirikan oleh skala usaha yang relatif kecil, produktivitas rendah, penerapan

teknologi masih tradisional serta mobilitas sosial yang rendah (Departemen

Kelautan dan Perikanan RI, 2001). Produktivitas nelayan yang masih rendah

tersebut pada umumnya diakibatkan oleh rendahnya keterampilan dan

pengetahuan, penggunaan alat tangkap yang sederhana, sehingga efektivitas dan

efisiensi alat tangkap tersebut tidak optimal. Kondisi ini berpengaruh terhadap

pendapatan yang diterima nelayan relatif rendah. Dampak lebih jauh dari

rendahnya tingkat pendapatan tersebut adalah ketertinggalan dan kemiskinan.

2
Kota Singkawang terletak di pesisir dengan panjang pantai ± 37,6 km,

terbentang dari Singkawang Utara hingga ke Singkawang Selatan. Dilihat dari

letak geografis, posisi Singkawang berbatasan langsung dengan Laut Natuna yang

termasuk dalam wilayah pengelolaan II daerah penangkapan ikan. Hal ini

menjadikan Singkawang strategis untuk pengembangan perikanan tangkap, karena

berdasarkan survei potensi ikan di perairan Indonesia, Perairan Laut Natuna

memiliki potensi ikan terbesar di seluruh Indonesia, khususnya untuk ikan pelagis

(Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Singkawang, 2004).

Sejalan dengan jiwa otonomi daerah, di mana daerah diberi kewenangan dan

tanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan kondisi

lokalnya, maka pengembangan agribisnis perikanan tangkap menjadi salah satu

alternatif bagi pembangunan Kota Singkawang. Kekayaan sumberdaya alam

perikanan merupakan keunggulan komparatif yang dapat diandalkan dalam

menunjang percepatan pembangunan daerah apabila potensi tersebut dikelola dan

dimanfaatkan secara oftimal dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan.

Hingga saat ini potensi perikanan dan kelautan Kota Singkawang belum

dikelola secara optimal. Laut yang termasuk wilayah kewenangan pengelolaan

Kota Singkawang yaitu sejauh 4 mil dari tepi pantai atau seluas 278,54 km²

dengan potensi produksi perikanan tangkap sebesar 835,62 ton per tahun dan

potensi produksi perikanan laut nusantara 36.984,38 ton per tahun. Tingkat

pemanfaatan sumber daya laut di perairan Kota Singkawang termasuk perairan

nusantara yang dilakukan oleh nelayan setempat baru 28,96 persen dari potensi

3
yang tersedia (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Singkawang, 2005). Oleh

karena itu usaha penangkapan ikan masih sangat prospektif.

Kondisi perikanan tangkap di Kota Singkawang sebagian besar masih

dalam bentuk usaha menengah dan kecil. Dari 438 buah armada yang bergerak

dalam bidang perikanan tangkap, 75 persen berupa armada penangkapan dengan

bobot kapal kurang dari 5 GT (Gross Tonase). Dengan armada penangkapan skala

kecil, ruang gerak nelayan menjadi terbatas karena tidak mampu beroperasi lebih

jauh sehingga konsentrasi daerah penangkapan (fishing ground) berada di perairan

kurang dari 4 mil. Kondisi demikian berimplikasi pada rendahnya tingkat

pendapatan dan rentan terjadi gejolak sosial masyarakat akibat perebutan lahan

penangkapan di daerah pantai. Di sisi lain, sumberdaya ikan lepas pantai masih

sedikit dimanfaatkan.

Pola pemanfaatan ikan hasil tangkapan di Kota Singkawang umumnya

masih dipasarkan untuk konsumsi dalam bentuk ikan segar, hanya sebagian kecil

dalam bentuk olahan tradisional menjadi ikan asin dan terasi. Dengan kata lain

pemanfaatan sumberdaya perikanan masih bertumpu pada eksploitasi sumber

daya alam semata belum ada upaya ke arah peningkatan nilai tambah. Padahal

sifat tangkapan ikan yang musiman akan menyebabkan rendahnya harga ikan

pada waktu puncak musim penangkapan ikan. Melimpahnya hasil tangkapan akan

mengakibatkan harga jual ikan tersebut sangat rendah, sedangkan ikan merupakan

komoditas yang cepat mengalami penurunan mutu (Dendi dkk., 2005). Kondisi

demikian menjadi isu penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan

agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang. Oleh karena itu,

pengembangan agribisnis perikanan tangkap selain orientasinya pada peningkatan

4
produksi perlu upaya diversifikasi usaha untuk dapat meningkatkan nilai tambah

melalui upaya pengelolaan pasca panen hasil tangkapan lebih lanjut atau dikenal

sebagai agroindustri. Pengolahan pasca panen perikanan yang sederhana seperti

pembuatan ikan asin, pengasapan ikan, pembuatan abon ikan, pindang ikan, dan

pengolahan ikan tradisional lainnya merupakan alternatif pengelolaan pasca

panen yang memungkinkan untuk dikerjakan oleh nelayan kecil karena tidak

membutuhkan dana yang besar. Sedangkan pengolahan hasil perikanan skala

besar meliputi pembekuan dan penyimpanan dingin (cold storage), pengalengan,

dan pembuatan tepung ikan perlu dikembangkan melalui pola kemitraan antara

nelayan dengan pengusaha perikanan.

Singkawang mempunyai pelabuhan perikanan tipe D yaitu Pangkalan

Pendaratan Ikan (PPI) Kuala dengan dua buah Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

yaitu TPI Kuala dan TPI Sedau. Adapun alat tangkap yang digunakan oleh

nelayan Singkawang adalah jaring plastik, jaring insang, bagan, lampara dasar,

payang, pancing, pukat pantai, jaring hanyut, serok, sero, jermal dan bubu. Jenis-

jenis ikan yang tertangkap atau didaratkan di TPI pada umumnya ikan pelagis

kecil seperti kaben, tamban, kembung, dan ikan layang. Ikan pelagis besar seperti

tongkol, bawal, dan tenggiri serta ikan demersal seperti manyung, hiu, kakap

merah, kerapu dan udang. PPI Kuala sebagai sentra pengelolaan kegiatan

perikanan tangkap di Kota Singkawang tidak dapat berfungsi dengan baik, karena

mengalami pendangkalan akibat sedimentasi lumpur. Hal ini menyebabkan kapal-

kapal ikan tidak dapat berlabuh dan bongkar muat di dermaga PPI, tapi berlabuh

dan bongkar muat di tempat lain sepanjang pinggir sungai dengan dermaga

sederhana yang dibuat secara swadaya bahkan ada sebagian diantara armada

5
perikanan tangkap Kota Singkawang tidak lagi melakukan bongkar muat dan

labuh di PPI Singkawang, tapi pindah ke PPI Selakau dan Pelabuhan Perikanan

Pemangkat yang berada di luar wilayah Kota Singkawang.

Hal-hal tersebut di atas menjadi kendala dalam pengembangan perikanan

tangkap, sehingga perlu dicarikan strategi yang tepat untuk pengembangan

perikanan tangkap di Kota Singkawang.

1.2 Rumusan Masalah

Sebagai daerah pantai yang berbatasan langsung dengan Laut Natuna,

perikanan tangkap merupakan salah satu sub dari sektor perikanan yang perlu di

kembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masayarakat, mengingat

sumberdaya alam yang potensial serta sebagian besar masyarakat pesisir Kota

Singkawang bermata pencaharian sebagai nelayan (penangkap ikan). Namun pada

kenyataannya hingga saat ini sebagian besar masyarakat pesisir, terutama nelayan

masih merupakan bagian dari masyarakat yang tingkat pendapatannya relatif

rendah dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya.

Masih rendahnya pendapatan dan kualitas hidup nelayan merupakan isu

utama dalam pembangunan perikanan Kota Singkawang, yang terus diupayakan

pemecahan permasalahannya. Upaya pemecahan masalah tersebut tidak mudah,

karena banyak faktor saling terkait dan saling mempengaruhi, baik dari segi

teknis, sosial ekonomi, teknologi dan aspek finansial. Secara teknis parasarana

perikanan tangkap seperti pangkalan pendaratan ikan belum mampu menunjang

kelancaran kegiatan perikanan tangkap, armada penangkapan sebagian besar

masih tradisional dengan mobilitas dan jangkauan daerah penangkapan terbatas.

Pola pemanfaatan hasil tangkap masih dipasarkan dalam bentuk ikan segar tanpa

6
upaya pengolahan lebih lanjut untuk peningkatan nilai tambah. Dari uraian di atas,

masalah perikanan tangkap Kota Singkawang dirumuskan sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengembangan agribisnis

perikanan tangkap di Kota Singkawang;

2. Alternatif strategi apa saja yang dapat menunjang pengembangan agribisnis

perikanan tangkap di Kota Singkawang;

3. Strategi prioritas apa yang sesuai untuk pengembangan agribisnis perikanan

tangkap di Kota Singkawang.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi faktor-faktor kritis eksternal dan internal yang relevan

terhadap pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang.

2. Merumuskan alternatif strategi dalam pengembangan agribisnis perikanan

tangkap di Kota Singkawang;

3. Menetapkan strategi prioritas yang sesuai untuk pengembangan agribisnis

perikanan tangkap di Kota Singkawang.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Pemerintah Daerah Kota Singkawang dalam hal ini Dinas Kelautan dan

Perikanan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan dalam

rangka menyusun, program, kegiatan dan strategi pengembangan agribisnis

perikanan tangkap;

7
2. Penulis, sebagai wahana melatih ketajaman analisis suatu masalah berdasarkan

kondisi di lapangan, khususnya berkenaan dengan perumusan strategi

pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang;

3. Pihak-pihak yang berkepentingan (nelayan, pengusaha perikanan, koperasi

perikanan, dan lembaga keuangan) sebagai tambahan informasi terkait dengan

pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Supaya lebih fokus dan memberikan arah yang lebih mendalam, maka ruang

lingkup penelitian ini dibatasi pada :

1. Pengembangan sistem agribisnis berbasis perikanan tangkap di Kota

Singkawang.

2. Obyek penelitian untuk dianalisis adalah nelayan serta Dinas kelautan dan

Perikanan Kota Singkawang.

3. Agribisnis perikanan tangkap dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu

sistem agribisnis perikanan yang terdiri dari sub sistem sarana produksi, sub

sistem usaha penangkapan, sub sistem pengolahan dan sub sistem pemasaran

hasil perikanan berbasis perikanan tangkap yang memanfaatkan sumberdaya

ikan melalui Laut Kota Sigkawang.

Anda mungkin juga menyukai