Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH AL ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN V

KELOMPOK 1
RAIHAN TEGUH AHMAD RIDWAN (22019018)
LAODE JABAL (22019044)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “PELANGGARAN
PRINSIP KERJA SAMA DALAM FILM CEK TOKO SEBELAH: KAJIAN PRAGMATIK”
dapat kami selesaikan dengan baik. Tim penulis berharap makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang pelanggaran atau kesalahan apa saja
yang biasa terjadi dalam bahasa keseharian yang bisa kita pelajari salah satunya dari karya
film. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada
kami sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian
pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada kedua
orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dosen pembimbing
kami, Bapak Rustono, M.Hum., dan Ibu Nike Widya Kusumastuti, S.S., M.A., dan juga
kepada teman-teman seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami,
informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada
yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu
kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Tim
penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Semarang, 01 Juni 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada dua. Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang
seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang
(Zuhdi, 2015). Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan
landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan (Ilmi, 2012). Ini
bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan,
melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan
dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam
(yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan
sehari-hari (Ainiyah, 2013). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan
oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek dan telah diharamkan oleh Syariah,
maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau menghasilkan manfaat sesaat
memenuhi kebutuhan manusia (Arsyam, M. 2020).
Dalam pandangan Islam, Ipteks itu bersifat terikat nilai (tidak bebas nilai), yaitu
harus disesuaikan dengan nilai-nilai ajaran islam • Ipteks merupakan hasil olah pikir dan
rasa manusia, karenanya harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan akal budi
manusia.
Peradaban Islam pernah mengalami masa-masa keemasan (Golden Age), yaitu
ketika peradaban Islam mencapai pincak kejayaan. Hal ini di tandai dengan pesatnya
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, sehingga peradaban Islam mampu
memimpin peradaban dunia.  Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni hingga
seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara mendadak, melainkan melalu proses
bertahap dan evolutif. Dalam sejarah umat manusia, bangsa yang diduga dapat
menciptakan ilmu dan teknologi pertama kali adalah bangsa Sumeria yang hidup kurang
lebih 3000 tahun sebelum Masehi.

Sumber peradaban islam adalah Al – Quran dan Hadist. Sebagai sumber peradaban,
Al – Quran mengilhami lahirnya berbagai pemikiran dari para pemikir muslim. Dalam
menciptakan pemikiran, mereka menggunakan Al – Quran sebaga sumber inspirasi.. Al –
Quran mengandung ayat – ayat yang merupakan sumber ilmu pengetahuan dan teknologi.
Salah satu contoh dari kebenaran Al – Quran yaitu cerita tentang Nabi Musa yang
membawa Bani Israel kelua dari Mesir menuju palestina dengan menyebrangi laut meah
karena menghindari Raja Fir’aun. Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke laut dan lautnya
terbelah dan membentuk jalan yang dilewati oleh musa dan kaumnya. Saat Raja Fir’aun
mengejarnya dan berada di tengah – tengah laut itu menutup kembali dan dan Raja Fir’aun
tenggelam. Kemudian ditemukan mayat Fir’aun dan dijadikan mumi. Kemudian Prof.
Bucaille melakukn penelitian dan membelah jasadnay dan memang Fir’aun mati karena
tenggelam dilaut dan mengalam shock yang hebat. Hal ini sesuai dengan surat Yunus,10 :
92.

1.2 Rumusan Masalah


1. Hakikat Ilmu Pengengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Pandangan Islam
2. Konsep IPTEKS dan Pandangan Muslim
3. Hubungan Ilmu, Agama, dan Budaya
4. Hukum Sunnatullah (Kausalitas)

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan IPTEKS dalam Pandangan Islam
2. Menjelaskan Konsep IPTEKS dan Peradaban Muslim
3. Menjelaskan Hubungan Ilmu, Agama, dan Budaya
4. Menjelaskan Hukum Sunnatullah

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Imu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) Dalam Pandangan Islam
Banyak kontroversi dari perkembangan IPTEKS khususnya dari sudut pandang
Islam. Ada sumber yang menyebutkan itu hanya karangan Barat, sesuatu yang tidak syari
banyak bersifat mudharat, dan lain sebagainya melihat pendapat-pendapat tersebut. Orang
awam akhirnya hanya akan merasa lslam begitu kolot dan sempit, tidak mau berkembang
beriringan dengan perkembangan zaman, dan akhirnya dengan batasan-batasan tersebut,
orang yang tidak memiliki iman yang kuat akan merasa malas dan mulai menembus batas-
batas yang ada.
ISLAM mendorong umatnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek). Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan
ipteknya untuk kepentingan materiel, Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan
iptek untuk menjadi sarana ibadah. Selain itu iptek juga sebagai pengabdian muslim
kepada Allah (spiritual) dan mengembangkan amanat khalifatullah (wakil Allah) di muka
bumi untuk berkhidmat kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam
(rahmatan lil alamin). Belajar dan mengembangkan iptek merupakan bentuk keimanan
seseorang dan menjadi daya penggerak untuk menggali ilmu. Memandang betapa
pentingnya mempelajari ilmu-ilmu lain (selain ilmu syariat, yakni iptek) dalam perspektif
Alquran, Mehdi Golshani dalam bukunya, The Holy Qur'an and The Science Of
Nature (2003), mengajukan beberapa alasan.
Pertama, jika pengetahuan dari suatu ilmu merupakan persyaratan pencapaian tujuan
Islam sebagaimana dipandang oleh syariat, mencarinya merupakan sebuah kewajiban
karena ia merupakan kondisi awal untuk memenuhi kewajiban syariat. Contohnya,
kesehatan badan bagi seseorang dalam satu masyarakat adalah penting. Oleh sebab itu,
sebagian kaum muslim harus ada yang mempelajari ilmu mengenai pengobatan.
Kedua, Perkembangan IPTEK di Zaman Modern
Islam pernah berjaya dibidang IPTEK sekitar buruk VIII sampai dengan abad XIII.
Tradisi keilmuan umat Islam dipelopori oleh Al-Kindi (filosof penggerak dan
pengembang ilmu pengetahuan) yang mengatakan bahwa Islam itu dapat memperoleh
ilmu pengetahuan dan teknologi dari dimanapun sumbernya, asalkan tidak
bertentangan dengan akidah dan syariah. Hal ini sesuai dengan hadits nabi yang
menyuruh umatnya perahu sampai kenegeri Cina untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
Padahal Cina adalah negara non muslim
Menurut Harun Nasution. Pemikiran rasional berkembang pada Zaman Islam(650-
1250 M). Pemikiran ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tinggi
kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadits. Persepsi ini bertemu
dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada
dikota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia lslam Zaman klasik, seperti Alexandria
(Mesir), Jundisyapur (Irak), antakia (Suriah). WSen tgomery Watt menambahkan
lebih rinci bahwa ketika lrak, Suriah dan Mesir kami oleh orang Arab pada buruk
ketujuh ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dikembangkan di berbagai pusat belajar.
Terdapat sebuah sekolah terkenal di Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan
pertama kali ke Suriah, dan kemudian pada sekitar tahun 900 M ke Bagdad. Maka
para khalifah dan para pemimpin kaum muslim lainnya menyadari apa yang harus
dipelajari dari ilmu yunani.
1. Seni Dalam Islam
Seni merupakan ekspresi keindahan. Dan keindahan menjadi salah satu sifat yang
dilekatkan Allah pada penciptaan jagat raya ini Allah melalui kalamnya di Al-qur'an
mengajak manusia memperhatikan seluruh jagat raya dengan segala keserasian dan
keindahannya.
Namun, ada beberapa batasan dalam Islam tentang implikasi dari Seni. Melihat
kehidupan di zaman sekarang ini, dimana seni dieksploitasi dengan sangat tinggi
bahkan lebih menurunkan kaidah-kaidah syariah, Islam pun berbicara tentang aturan
dalam Seni
 Seni Tari Dalam Islam
Sejak dahulu, seni tari telah memainkan peranan penting dalam upacara kerajaan
dan masyarakat maupun pribadi. Seni tari adalah akar tarian Barat. populer masa
kini. Bangsa-bangsa primitif percaya pada daya magis dari tari. Dari tarian ini
dikenal tari Kesuburan dan Hujan, tari Eksorsisme, dan Kebangkitan, tari
Perburuan dan Perang. Tarian Asia Timur hampir seluruhnya bersifat keagamaan,
walaupun ada yang bersifat sosial. Selain itu ada tarian rakyat yang komunal (folk
dance). Tarian ini dijadikan lambang kekuatan kerjasama kelompok dan
perwujudan saling menghormati, sesuai dengan tradisi masyarakat.

Tarian tradisional seringkali mendapat sentuhan penata tari yang kemudian menjadi
tarian kreasi baru. Kita lantas mengenal adanya seni tari modern yang umumnya
digali dari tarian traditional. Tarian ini lebih mengutamakan keindahan, irama
gerakan dan memfokuskan pada hiburan.
Seni tari pada permulaan Islam berbentuk sederhana dan hanya dilakukan oleh
orang-orang yang datang dari luar jazirah Arab, seperti orang-orang Sudan,
Ethiopia, dan lain-lain. Menari biasa dilakukan pada hari-hari gembira, seperti hari
raya dan hari-hari gembira lainnya.
Sesudah jaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, khususnya di jaman
Daulah Abbasiyyah, seni tari berkembang dengan pesat. Kehidupan mewah yang
dicapai kaum Muslimin pada waktu itu telah mengantarkan mereka kedalam suatu
dunia hiburan yang seakan-akan telah menjadi keharusan dalam masyarakat yang
ma'mur (Hukum mendengarkan alunan lagu adalah mubah, tetapi ketika itu orang-
orang telah melakukannya).
1.2 Konsep IPTEKS dan Peradaban Muslim
1. IPTEKS
IPTEKS (Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni). Kata ilmu dengan berbagai bentuk
terulanh 845 kali dalam Al Quran. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian
pengetahuan dan objek pengetahuan. Pengertian antara ilmu dan ilmu pengetahuan
sepintas sama, yakni berkaitan dengan pemgetahuan, pengajatan, kepandaian dan
pendapat. Namun para ahli membedakannya. Pemgetahuan adlaah sesuatu yang
diketahui, pada umumnya bersifat pendapat umum yang belum teruji secara empiris
dam belum sistematis(comon sense). Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang
bersifat ilmiah, yang dihasilkan melalui proses penelitia, pembuktian, pengujian sna
percobaan secara mendalam, sistematis, objektif dan komprehensif, menggubakan
berbagai mode dan pendekatan penelitian. Ilmu pengetahuan membuat manusia
menjadi dekat dengan Penciptanya dan terangkat derajatnya. Allah berfirman dalam Al
Quran (Q.S. Az Zumar, 39:9) dan (Q.S. Al Mujadalah, 58:11).
Allah memerintahkan manusia untuk menyelidiki dna merenungkan penciptaan alam
semesta ini. Dengan mencermatinya manusia akan semakin menyadari keagungan
cinptaan Allah sehingga akhirnya dapat mengenali Penciptanya. Ilmu pengetahuan atau
sains menawarkan cara untuk menemukan rahasia keaguangan Allah dengan
mengamati alam semestabeserta seluruh makhluk dan di sampaikan kepada seluruh
umat manusia. Oleh karena itu Islam menempatkan sains sebagai alat untuk
mempelajari keagungan ciptaan Allah swt.
Teknologi diartikan sebagai merode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis ataubilmu
pengetahuan terapan. Ketersediaan lahan yang diciptakan oleh Allah mengantarkan
manusia untuk memanfaatkan alam bagi kehidupan mereka. Keberhasilan manusia
memanfaatka alam merupakan hasil dari teknologi. Teknologi merupakan
penjawantahan ilmu dalam bentuk alat dan wahana kehidupan, selain dapat dianggap
sebagai wujud peradaban manusia dalam setiap zamannya.
Seorang muslim diperbolehkan menerima hasil teknologi yang sumbernya netral, tidak
menyebabkan perbuatan maksiat dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Jika seorang
lalai karena teknologi tersebut, maka bukan hasil teknologinya yang harus di tolak
melainkan manusia sebagai pengguna maupun penghasilnya harus di arahkan agar
aktifitas kehidupannya selalu dalam bingkai nilai-nilai ajaran Islam.
2. Peradaban Muslim
Maju mundurnya suatu peradaban berkaitan erat dengan maju mundurnya ilmu
pengetahuan, sebab substansi peradaban adalah ilmu pengetahuan. Wujud sebuah
peradaban merupakan produk dari akumulasi 3 elemen penting yaitu sebagai berikut :
1. Kemampuan manusia untuk berpikir sehingga menghasilkan sains dan teknologi
2. Kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer
3. Kesanggupan berjuang untuk hidup
Prinsip-prinsip peradaban Islam merujuk pada sumber ajaran Islam, yaitu:
1. Menghormati akal
2. Memotivasi untuk menuntut dan mengembangkan ilmu
3. Menghindari taklid buta
4. Tidak membuat pengrusakan
Islam yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad saw, telah membawa bangsa Arab
yang semula terbelakang, bodoh tidak terkenl, dan diabaikan oleh bangsa – bangsa lain
menjadi bangsa yang maju. Ia dengan ceat bergerak mengembangkan dunia, membina
suatu peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia sampai saat ini.
Bahkan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dicapai Barat pada
mulanya bersumber dari eradaban Islam yang masuk Eropa melalui Spanyol.
H.A.R Gibb dalam bukunya Wither Islam menyatakan “Islam is indeed much more
than a system of theology, it is a complete civilitazion” (islam sebenarnya lebih dari
sekedar sebuah agama, ia adalah peradaban yang sempurna). Karena yang menjadi
pokok kekuatan dan timbulnya peradaban islam adalah agama islam, maka peradaban
agama yang ditimbulkannya disebut peradaban islam.

Agama dan budaya adalah dua bidang yang berhubungan dan tidak dapat dipisahkan,
namun keduanya berbeda. Agama bernilai mutlak, tidak berubah karena perubahan
waktu dan tempat. Sementara budaya sekalipun berdasarkan agama dapat berubah dari
waktu ke waktu dan tempat ke tempat. Budaya berdasar pada agama sedangkan agama
sekalipun tidak pernah berdasar pada budaya. Oleh sebab itu agama aalah primer dan
budaya adalah sekunder.
Sumber peradaban islam adalah Al – Quran dan Hadist. Sebagai sumber peradaban, Al
– Quran mengilhami lahirnya berbagai pemikiran dari para pemikir muslim. Dalam
menciptakan pemikiran, mereka menggunakan Al – Quran sebaga sumber inspirasi.. Al
– Quran mengandung ayat – ayat yang merupakan sumber ilmu pengetahuan dan
teknologi. Salah satu contoh dari kebenaran Al – Quran yaitu cerita tentang Nabi Musa
yang membawa Bani Israel kelua dari Mesir menuju palestina dengan menyebrangi
laut meah karena menghindari Raja Fir’aun. Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke
laut dan lautnya terbelah dan membentuk jalan yang dilewati oleh musa dan kaumnya.
Saat Raja Fir’aun mengejarnya dan berada d tengah – tengah laut itu menutup kembali
dan dan Raja Fir’aun tenggelam. Kemudian ditemukan mayat Fir’aun dan dijadikan
mumi. Kemudian Prof. Bucaille melakukn penelitian dan membelah jasadnya dan
memang Fir’aun mati karena tenggelam dilaut dan mengalam shock yang hebat. Hal
ini sesuai dengan surat Yunus,10 : 92.
Al – Quran membantu manusia mengungkapkan peradaban masa lalu untuk dijadikan
pelajaran dan agar manusia senantiasa melakukan dialog dengan peradaban – eradaban
sebelumnya. Dialog antar peradaban meruoakan sesuatu yang niscaya sebab sebuah
bangsa ketika sedang mengalam kejayaan terkadang memberikan pengaruh pada
peradaban lain, sebaliknya ketika mengalami kemunduran, cenderung dipengaruhi oleg
peradaban lain. bangsa yang kuat hanya akan mengambil pengaruh positif dari
peradaban lain, sedangkan bangsa yang lemah akan cenderung mengambil sesuatu dari
peradaban lain baik positif maupun negative. Agar dapat berinteraks dengan peradaban
lain maka harus mengenal identitas peradabanya sendiri terlebih dahulu.
2.3 Hubungan Ilmu, Agama, dan Budaya
Kata ‘sains’ (atau ‘ilmu’) sendiri berasal dari kata science, scientia, scine yang berarti
‘pengetahuan’. Kata tersebut memiliki sinonim dengan kata logos yang artinya ‘ilmu’.
Menurut Sudjana, sains dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk
mencari kebenaran berdasarkan fakta atau fenomena alam. Sementara menurut Liang Gie
-yang dikutip Hidayatullah- bahwa sains ialah serangkaian kegiatan manusia dengan
pikirannya dan menggunakan berbagai tata cara sehingga menghasilkan sekumpulan
pengetahuan yang teratur untuk meraih kebenaran, pemahaman, penjelasan, atau
penerapan. Inilah yang kemudian disebut sebagai kegiatan ilmiah.Sementara makna
agama, dalam hal ini penulis menyetujui atas argumen yang disampaikan oleh Scharf
bahwa mendefinisikan agama, tentu setiap individu memiliki nuansa dan khidmat sendiri
dalam memaknainya. Namun, dalam makna terbatas, nampaknya Scharf menyetujui
pendapat Yinger sebagai pendekatan sosiologis-antropologis, yakni “agama merupakan
sistem kepercayaan dan peribadatan yang digunakan oleh berbagai bangsa (masyarakat)
dalam perjuangan mereka dalam mengatasi persoalan-persoalan tertinggi dalam
kehidupan manusia”
Berkaitan dengan hal tersebut, maka agama bisa dipandang dalam 3 makna
sekaligus, 1) agama merupakan kepercayaan terhadap yang gaib yang menjadi jalan
hidup bagi manusia, 2) di dalam agama terdapat aturan-aturan, norma-norma, dan nilai-
nilai, termasuk peribadatan yang mesti dilaksanakan dengan penuh khidmat dna kehati-
hatian, 3) bahwa aturan, norma, dan nilai dalam agama tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan manusia, masyarakat, dan budayanya.
Dari pada itu, mengani budaya atau kebudayaan, dalam hal ini Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi menjelaskan secara ringkas bahwa kebudayaan adalah hasil karya,
rasa, dan cipta manusia/masyarakat. Karya mengasilkan teknologi dan kebendaan
(material culture) yang dibutuhkan manusia. Rasa yang meliputi ekspresi jiwa manusia,
termasuk di dalamnya ialah agama, ideologi, kebatinan, dan kesenian. Sedangkan cipta
merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang sehinga menghasilkan
filsafat dan ilmu pengetahuan. Semua karya, rasa, dan cipta dikuasai oleh karsa yang
menentukan kegunannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau
keseluruhan masyarakat
Dengan demikian, memahami defenisi antara ilmu, budaya, dan agama, dimana
ketiganya sebenarnya merupakan entitas yang berpadu dalam diri individu/masyarakat,
jika boleh digambarkan, bahwa ilmu sebagai teori atau konsep atau ide bagaimana kita
membuat sesuatu, sementara budaya sebagai langkah, peralatan, dan identitas dalam
menciptakan sesuatu, sementara agama sebagai jiwa/ruh/moral/intuisi dalam memberikan
sebuah arah pasti. Sehingga ketiganya saling melengkapi dalam membentuk suatu
peradaban yang memiliki falsafah kokoh, berkemajuan (teknologi) dan bermoral.
Peradaban yang dibentuk bukan hanya secara jasmaniyah tapi pula ruhiyah.

2.4 Hukum Sunnatullah (Kausalitas)


Sunnatullâh merupakan istilah dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata, yaitu
sunnah dan Allah. Dengan digabungkannya dua kata tersebut, maka menjadi susunan
iḍafiah, susunan kata yang terdiri dari kata yang berpredikat sebagai mudlof (kata yang
disandari) dan mudlof ilaihi (kata yang disandarkan). Kata sunnat berkedudukan sebagai
mudlof dan kata Allah berkedudukan sebagai mudlof ilaihinya.
Sunnatullah adalah kebiasaan atau cara Allah dalam mengatur alam semesta beserat
isinya. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan, secara bahasa sunnatullah
terdiri dari kata sunnah dan Allah. Kata sunnah berarti kebiasaan, yaitu kebiasaan-
kebiasaan Allah dalam memperlakukan masyarakat. (Tafsir Al-Misbah Vol.13. hlm. 205).
Sedangkan secara istilah, KBBI mendefinisikan sunnatullah sebagai hukum-hukum
Allah yang disampaikan kepada umat manusia melalui para rasul, undang-undang
keagamaan yang ditetapkan oleh Allah yang termaktub di dalam Al-Quran, dan hukum
alam yang berjalan tetap dan otomatis.
Dalam Al-Quran kata sunnatullah dan yang semakna dengannya terulang sebanyak 13
kali. Seperti misalnya dalam surah QS al-Ahzab: 38 yang artinya:
Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah
baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi
yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti
berlaku.
Dalam buku Ensiklopedi Islam, sunatullah diartikan sebagai jalan, perilaku, watak,
peraturan atau hukum, dan hadis. Sunatullah merupakan ketentuan-ketentuan, hukum-
hukum, atau ketetapan-ketetapan Allah SWT yang berlaku di alam semesta.
Sejak alam semesta ini diciptakan, Allah SWT telah menetapkan hukum-hukum yang
berlaku padanya. Sehingga alam semesta berjalan sesuai dengan hukum yang ditetapkan-
Nya tersebut. Tunduk dan patuhnya alam terhadap hukum Allah SWT tersebut
sebagaimana diterangkan di dalam Alquran surah an-Nahl ayat 17, yang artinya:
“Dan Dia menundukkan malam dan siang , matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-
bintang ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya).” (QS
an-Nahl: 17).

1. Sifat Sunnatullah
 Sifat sunnatullah adalah pasti
Misalnya, api memiliki sifat panas, air memiliki sifat mengalir, telur ayam akan keluar
anak ayam tidak mungkin keluar kambing dll. Dengan sifat pasti inilah manusia dapat
mempelajari, meneliti dan mengeksplorasi fenomena yang timbul di alam semesta.
Sifat sunnatullah yang pasti iniilah yang akan menjamin dan memberi kemudahan kepada
manusia dalam membuat rencana. Misalnya seseorang yang memanfaatkan sunnatullah
dalam merencanakan satu pekerjaan yang besar, tidak perlu ragu akan ketetapan
perhitungannya, karena semua sudah terukur dengan pasti.
 Sifat sunnatullah tetap, tidak berubah-ubah
Hal ini dibuktiikan dengan keteraturan sistem di alam semesta, bintang-bintang,
matahari, bumi, bulan dan planet-planet lain yang senantiasa berotasi melalui garis
edarnya masing-masing, tidak akan saling bertubrukan. Keteraturan dan keseimbangan
merupakan suatu sifat yang tetap dan tidak akan berubah.
Contoh lainnya, manusia yang memang sudah terlahir sebagai laki-laki tidak mungkin ia
akan berubah menjadi perempuan. Hal ini sudah pasti, meski seseorang tersebut mengaku
berganti kelamin sekalipun dengan jalan operasi, namun hakikatnya ia tetap laki-laki dan
sebaliknya.
 Sifat sunnatullah adalah objektif
Objektif dalam arti bahwa alam ini tak pilih kasih, misalkan orang yang terjun kedalam
lautan padahal ia tidak bisa berenang dan tidak memakai alat menyelam, maka secara
objektif ia pasti akan mati tenggelam meskipun ia adalah seorang ahli ibdadah, rajin
sedekah sekalipun.
Sedangkan orang kafir yang terjun ke lautan, namun memenuhi sunnatullah dengan
menggunakan alat dan ilmu menyelam yang memadai maka ia akan selamat.
Hal ini membuktikan sunnatullah itu objektif, tak pilih kasih, siapa saja yang melanggar,
akan kena hukuman-Nya, apapun alasan pelanggaran itu, termasuk kejahatan dan
kealpaan.
Sunnatullah sangat berkaitan dengan perjalanan hidup manusia. Siapa yang salah maka ia
terhukum, siapa yang benar maka ia menang. Banyak sekali orang yang melakukan hal
buruk, suatu saat pasti terbalas, dan begitu juga sebaliknya. Setiap ada pelanggaran di
dalamnya, pasti akan ada reaksi negatif yang muncul.

BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

http://sitimustikaayu.blogspot.com/2019/01/konsep-ipteks-dan-peradaban-islam.html?m=1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Islam_dan_ilmu_pengetahuan#
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Peradaban_Islam
Adian, Donny Gahral. 2002. Menyoal Objektivitas Ilmu Pengetahuan.
Jakarta: Teraju.
Bagir, Zainal Abidin, dkk. 2006. Ilmu, Etika, dan Agama, Menyingkap Tabir Alam dan
Manusia. Yogyakarta: CRCS UGM.
Bagir, Zainal Abidin. 2003. “Pluralisme dalam Pemaknaan Sains dan Agama: Beberapa
Catatan Perkembangan Mutakhir Wacana Sains dan Agama,” Relief: Journal of Religious
Issues, Vol.1, No.1.
http://digilib.uinsby.ac.id/3978/3/Bab%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai