Anda di halaman 1dari 7

Judul Pengaruh Kekerasan Baja St.

60 Dalam Proses Karburizing Dengan


Penambahan Serbuk Karbon, Antrasit, Arang Kayu Yang Di Ikuti
Pendinginan Cepat
Jurnal Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Terapan
Tahun 2021
Penulis Deden Arafah, Somawardi
Reviewer Kelompok 3

Tujuan Mendapatkan nilai kekerasan yang dibutuhkan dan meneliti pengaruh


pendinginan cepat dan penambahan serbuk karbon aktif, antrasit dan arang
kayu.
Subjek Baja ST60
Variabel Variasi penggunaan serbuk karbon aktif, antrasit, arang kayu dan diikuti
empat variasi media pendingin yaitu oli, air laut, air biasa, air es. Dalam
penelitian ini proses perlakuan panas mengunakan suhu 900°C
Metodologi Metode penelitian menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap, hasil
dari uji kekerasan dirata-ratakan sehingga mendapatkan nilai akhir hasil
rata-rata kekerasan pada spesimen. Bahan-bahan yang digunakan untuk
proses karburizing adalah serbuk karbon aktif, antrasit, dan arang kayu.
Media spesimen yaitu Baja ST60. Saat proses karburizing dimana bahan
spesimen Baja ST60 dimasukan kedalam wadah dan ditanam dengan
media pengkarbonan sampai tertanam. Proses perlakuan panas pada
penelitian ini menggunakan alat tungku pemanas. Suhu awal yang
digunakan temperatur 600°C dengan waktu 30 menit. Kemudian
penahanan waktu pada suhu yang sama dengan waktu 60 menit untuk
menghindari shock temeperatur atau keretakan pada baja. Kemudian
setelah tercapai suhu 600°C dilakukan lagi pada temperature 900°C dengan
waktu 60 menit. Kemudian penahanan waktu pada suhu yang sama 90
menit. Dan setelah itu bahan spesimen dilakukan pendinginan cepat dengan
menggunakan oli, air laut, air es, air biasa.
Hasil dan Berdasarkan data yang didapatkan dengan penambahan media karbon aktif
Pembahasan lebih keras dibandingkan dengan penambahan media Antrasit dan Media
Arang Kayu. Nilai kekerasan untuk penambahan media karbon aktif adalah
63,06 HRC dengan menggunakan media pendingin air es, sedangkan untuk
media arang kayu sebesar 54,33 HRC dengan menggunakan pendingin air
laut. Dan media antrasi yaitu sebesar 52,76 HRC dengan menggunakan
media pendingin air laut. Dari hasil penelitian pengujian kekerasan baja ST
60 dengan media karbon aktif memiliki nilai kekerasan tertinggi
disebabkan oleh dimensi serbuk karbon aktif yang lebih kecil dibandingkan
dengan media karbon lainnya, dan ketika proses pemanasan serbuk karbon
aktif lebih mudah berdifusi di antara celah-celah atom fe atau baja.

Pada uji kekerasan dengan media antrasit menunjukan bahwa pendinginan


cepat yang dilakukan pada Air laut lebih keras yaitu sebesar 54,7
HRC/52,7 HRC/50,9 dengan hasil rerata 52,76 HRC dan diikuti Air Es
50,7 HRC/50,2HRC/46,3HRC dengan hasil rerata 49,06 HIRC dan oli
46,9HRC/46,4HRC/46,2HRC dengan hasil rerata 46,5HRC, sedangkan
media pendingin air biasa yaitu 44,8HRC/46HRC/44HRC dengan hasil
rerata 44,9 HRC. Dari pengujian kekerasan baja ST 60 terdapat perbedaan
nilai rata-rata antara pendinginan mengunakan media air laut, air biasa, oli,
air es. Media air garam lebih besar nilai kekerasannya dibandingkan
dengan media pendingin yang lainnya karena laju pendinginan lebih cepat
dari media pendingin yang lain.

Pada uji kekerasan dengan media arang kayu menunjukan bahwa


pendinginan cepat yang dilakukan pada air laut lebih keras yaitu sebesar
55,4HRC/52,2 HRC/55,4HRC dengan hasil rerata yaitu 54,33 hrc, diikuti
Air Biasa 45,5 HRC/45,6 HRC/45,8 HRC dengan hasil rerata 45,63 HRC,
dan Air Es 43,3/43,5 HRC/40,2 HRC dan hasil nilai rerata 42,33 HRC,
sedangkan Oli 32,3 HRC/ 33 HRC/34,9 HRC dengan hasil rerata 33,4.
Dari hasil pengujian kekerasan pada baja ST.60 dengan menggunakan
media pendingin air garam dan media pengkarbonan Arang Kayu
mendapatkan nilai kekerasa yang tinggi dibandingkan dengan pendingin
yang lainnya yaitu air biasa, air es dan oli. Hal ini disebabkan karna massa
jenisnya lebih besar dan Kristal menghasilkan martensit, dibandingkan
dengan media pendingin lainnya yang massa jenisnnya lebih kecil sehingga
menghasilkan ferit dan perlit.

Pada uji kekerasan dengan media karbon aktif menunjukan bahwa


pendinginan cepat yang dilakukan pada Air Es yaitu sebesar 64,1 HRC/
62,7HRC/ 62,4 HRC dengan rerata 63,06 HRC, dan diikuti dengan Air
biasa 62,2 HRC/ 60,3 HRC/ 60,9 HRC dengan hasil rerata 60,46 HRC dan
Oli 60,2 HRC/ 59,7 HRC/ 60,3 dengan nilai rerata 60,3 HRC, sedangkan
media pendingin Air laut 56,9 HRC/59,7 HRC/59,1 HRC dengan nilai
rerata yaitu 63,06 HRC. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
pengujian kekerasan, maka dapat dilihat untuk nilai kekerasan yang tinggi
adalah media pendingin Air Es. Dalam media pendingin ada hal yang
sangat mempengaruhi dalam hasil kekerasan yaitu vikositas (kekentalan)
dan densitas (massa jenis) dari media pendingin itu sendiri. Viskositas
merupakan tingkat kekentalan yang dimiliki suatu fluida. Semakin tinggi
tingkat angka viskositasnya, maka semakin lambat laju pendinginnya.
Selain viskositas yang mempengaruhi laju pendingin ada juga densitas
(massa jenis) yang dimiliki media pendingin (fluida). Semakin tinggi
densitas yang dimiliki suatu pendingin maka semakin cepat laju
pendinginan. Hal ini akan berpengaruh terhadap sifat kekerasan logam,
semakin cepat proses pendinginan maka semakin meningkat nilai
kekerasan.
Kesimpulan 1. Nilai kekerasan yang dibutuhkan akibat dari proses perlakuan panas
dengan penambahan serbuk karbon, antrasit, dan arang kayu yang
di ikuti pendingan cepat yaitu pada media serbuk Karbon Aktif
dengan nilai kekerasan 63,03 HRC, disebabkan oleh dimensi serbuk
karbon aktif yang lebih kecil dibandingkan dengan media karbon
lainnya, dan ketika proses pemanasan serbuk karbon aktif lebih
mudah berdifusi di antara celah-celah atom fe atau baja.
2. Pengaruh dari pendinginan pada air es yang mendapatkan nilai
kekerasan yang tinggi yaitu viskositas (kekentalan) dan densitas
(massa jenis) pada media pendingin itu sendiri. Viskositas
merupakan tingkat kekentalan yang dimiliki suatu fluida. Semakin
tinggi tingkat angka viskositasnya, maka semakin lambat laju
pendinginnya. Selain viskositas yang mempengaruhi laju pendingin
ada juga densitas (massa jenis) yang dimiliki media pendingin
(fluida). Semakin tinggi densitas yang dimiliki suatu pendingin
maka semakin cepat laju pendinginan. Hal ini akan berpengaruh
terhadap sifat kekerasan logam, semakin cepat proses pendinginan
maka semakin meningkat nilai kekerasan. Selain media pendingin
media pengkarbonan yang menggunakan serbuk karbon aktif
mendapatkan nilai kekerasan yang tinggi dibandingkan dengan
media pengkarbonan yang lainnya, yang disebabkan oleh dimensi
serbuk karbon aktif yang lebih kecil dibandingkan dengan media
karbon lainnya, dan ketika proses pemanasan serbuk karbon aktif
lebih mudah berdifusi di antara celah-celah atom fe atau baja.

Judul Distribusi Kekerasan Baja AISI 1045 Akibat Pemberian Proses Pack
Karburizing Dengan Media Karburasi Arang Batok Kelapa Dan Arang
Tulang Sapi
Jurnal Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV
Tahun 2013
Penulis Dewa Ngakan Ketut Putra Negara, I Ketut Gede Sugita, dan I Dewa Made
Kirshna Muku
Reviewer Kelompok 3

Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mengetahui komposisi yang dapat digunakan
sebagai media karborising untuk meningkatkan kekerasan permukaan dari
baja karbon sedang.
Subjek Baja AISI 1045
Variabel Variasi dilakukan pada media karburisasi yaitu arang tempurung kelapa
dan arang tulang sapi. Komposisi I terdiri dari 80% atau 1,2 kg arang
tempurung kelapa, 10% atau 0,15 kg BaCO3 (barium carbonate), dan 10%
atau 0,15 kg CaCO3 (calcium carbonate) dan komposisi II terdiri dari 80%
atau 1,2 kg arang tulang sapi, 10% atau 0,15 kg BaCO3, dan 10% atau 0,15
kg CaCO3.
Metodologi Periapan Bahan, dimana bahan untuk spesimen uji adalah Baja AISI 1045
dengan komposisi kimia 0,43-0,5% C (karbon), 0,6-0,9% Mn (mangan),
0,04% max P (fosfor), 0,05% max S (sulfur), dan sisanya Fe (besi).
Dimensi spesimen uji panjang 50 mm dan diameter 16 mm. Sebagai media
karburizing digunakan dua zat arang aktif dengan komposisi campuran
berdasarkan prosentase berat, yaitu komposisi I terdiri dari 80% atau 1,2 kg
arang tempurung kelapa, 10% atau 0,15 kg BaCO3 (barium carbonate), dan
10% atau 0,15 kg CaCO3 (calcium carbonate) dan komposisi II terdiri dari
80% atau 1,2 kg arang tulang sapi, 10% atau 0,15 kg BaCO3, dan 10% atau
0,15 kg CaCO3. Spesimen uji dimasukkan kedalam wadah dan diisi media
karburising masing-masing untuk komposisi I dan II dengan susunan jarak
antar spesimen adalah 10 mm (dalam pack karburizing ada tiga spesimen).
Wadah baja ditutup rapat kemudian dimasukan kedalam dapur pemanas
(furnance) dan dipanaskan pada temperatur 9500C dengan waktu
penahanan selama 4 jam. Setelah selesai wadah baja dikeluarkan dari dapur
pemanas (furnance), kemudian spesimen dikeluarkan dan didinginkan di
udara. Spesimen kemudian dipolishing dan dietsa kemudian dilakukan
pengukuran kekerasan. Uji kekerasan yang digunakan adalah uji Vikers,
mengunakan Zwick Hardness Testing Machine tipe 3212 B buatan Zwick
Gmbh & Co, Jerman. Mesin pengujian kekerasan ini didasarkan pada
standard DIN 51225 (Jerman) dan ISO/R 146 dengan beban pengujian 10
kg.
Hasil dan Terlihat bahwa peningkatan kekerasan permukaan spesimen baik
Pembahasan menggunakan media korborising arang tulang sapi maupun arang batok
kelapa hanya terjadi sampai kedalaman sekitar 3 mm dari permukaan
spesimen, setelah jarak tersebut kekerasan spesimen relatif sama dengan
yang tanpa perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa difusi karbon ke logam
hanya sampai pada kedalaman tersebut. Terlihat pula bahwa media
karborising arang tulang sapi memberikan efek kekerasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan media karborising arang batok kelapa. Kemudian
untuk mengetahui tingkat signifikansi kedalaman difusi karbon dilakukan
uji t.

Hipotesa:
Ho : u1 = u2 Tidak terdapat perbedaan signifikan antara kekerasan
spesimen tanpa perlakuan dan dengan perlakuan pack karburizing arang
tulang sapi
H1 : u1  u2 Terdapat perbedaan signifikan antara kekerasan spesimen
tanpa perlakuan dan dengan perlakuan pack karburizing arang tulang sapi.

Hasil uji t terlihat bahwa media karburising arang tulang sapi memberikan
efek peningkatan kekerasan secara signifikan sampai kedalaman 2,5 mm,
dimana sampai kedalaman tersebut hipotesa Ho ditolak yang berarti
terdapat perbedaan kekerasan yang signifikan antara spesimen tanpa
perlakuan dan spesimen menggunakan arang tulang sapi sebagai media
karborising. Pada kedalaman 3 mm, 3,5 mm dan seterusnya Ho diterima
yang berarti tidak terdapat perbedaan kekerasan secara signifikan antara
spesimen tanpa perlakuan dan spesimen dengan perlakuan media arang
tulang sapi. Dari sini pula dapat dikatakan bahwa difusi karbon ke
spesimen hanya efektif sampai kedalaman 2,5 mm. Sedangkan dengan
media karborising arang batok kelapa memberikan efek peningkatan
kekerasan kepada spesimen sampai kedalaman 2 mm. Hal ini berarti bahwa
efek difusi karbon dari arang tulang sapi lebih dalam dibandingkan dengan
arang batok kelapa, dimana arang tulang sapi memberikan efek
peningkatan kekerasan secara signifikan sampai kedalaman 2,5 mm,
sedangkan arang batok kelapa hanya sampai kedalaman 2 mm.

Prosentase peningkatan kekerasan antara spesimen menggunakan media


karborising arang tulang sapi dan arang tulang kelapa dengan spesimen
tanpa perlakuan untuk tiap titik pengukuran. Terlihat bahwa pada
kedalaman 0,5 mm, media arang tulang sapi memberikan efek peningkatan
kekerasan sebesar 30,312% sedangkan dengan media karborising arang
batok kelapa peningkatannya sebesar 26,691 %. Pada setiap titik sampai
kedalaman 2,5 mm, prosentase peningkatan kekerasan media arang tulang
sapi lebih tinggi dibandingkan dengan media arang batok kelapa. Bahkan
pada kedalaman 2,5 mm, efek peningkatan kekerasan media arang batok
kelapa hanya 0,659 % (hampir sama dengan spesimen tanpa perlakuan),
sedangkan pada kedalaman yang sama media karborising arang tulang sapi
masih memberikan efek peningkatan kekerasan sebesar hampir 3 %.
Kesimpulan 1. Arang tulang sapi sebagai media karburising memberikan efek
peningkatan kekerasan yang lebih baik dibandingkan dengan arang
batok kelapa, dimana pada permukaan terluar (0,5 mm)
peningkatan kekerasan yang dicapai 30,312% sedangkan dengan
arang batok kelapa hanya sekitar 26,691 %.
2. Efek peningkatan kekerasan dengan media arang tulang sapi
mencapai kedalaman 2,5 mm, sedangkan dengan media arang batok
kelapa sampai kedalaman 2 mm dari permukaan

Judul Pengaruh Karburasi Dengan Variasi Media Pendingin Terhadap Micro


Struktur Baja Karbon
Jurnal Mektek 13.2
Tahun 2011
Penulis Muhammad Zuchry M
Reviewer Kelompok 3

Tujuan Mengetahui pengaruh variasi suhu karburizing dan bahan pendingin (air,
oli, udara, air laut) pada proses karburizing terhadap strukturmikro baja ST
37
Subjek Baja ST 37
Variabel Variasi proses karburasi dengan media cocas (briket batubara) ada pada
temperatur 900o C dan 950o C dengan pemberian waktu tahan selama 3 jam
dalam tungku kemudian variasi pendinginan dengan air, oli udara dan air
laut.
Metodologi Kegiatan penelitian ini dibagi beberapa tahap, yaitu tahap persiapan, tahap
pengerjaan, tahap pengujian dan tahap analisa. Pada tahap pengerjaan
benda kerja, dilakukan proses karburasi dengan media cocas (briket
batubara) pada temperatur 900o C dan 950o C dengan pemberian waktu
tahan selama 3 jam dalam tungku kemudian didinginkan dengan air, oli
udara dan air laut. Langkah selanjutnya ialah proses uji methallography.
Hasil dan Spesimen ini tidak mengalami proses karburizing dan pendinginan dimana
Pembahasan digunakan untuk membandingkan struktur yang terbentuk dengan
spesimen yang mengalami proses karburizing dan pendinginan. Pada
spesimen ini terlihat adanya ferit yang halus dan agak terang, sedang perlit
terlihat agak gelap dan kasar. Spesimen yang tidak mengalami proses
karburizing dan pendinginan ini paling lunak jika dibandingkan dengan
spesimen yang.lain.

Pada spesimen dengan dengan pendinginan udara menghasilkan


kandungan ferit dengan perlit, baik pada proses karburizing 900oC maupun
950oC. Ferit yang merupakan larutan padat dari atom-atom pada karbon
murni dan mempunyai sel-sel kubus dan mempunyai sifat-sifat liat dan
lunak terlihat lebih halus dibandingkan pada spesimen normal. Perlit juga
terlihat tersusun dalam bentuk lapisan-lapisan halus dan mempunyai sifat
kuat dan cukup keras dari ferit. Dibandingkan dengan bahan yang
mengalami pendinginan dengan media lain maka spesimen ini paling lunak
diantara media pendinginan yang lain tetapi lebih keras dari spesimen
normal. Kekuatan tarik yang terjadi seiring dengan waktu tahan yang
diberikan. Ini juga terjadi karena pendinginan yang lambat dibandingkan
dengan pendinginan yang lain (Oli, air laut, dan air).

Pada spesimen dengan media pendinginan oli menghasilkan kandungan


ferit dengan perlit, baik pada pemanasan 900oC maupun 950oC. Pada Ferit
yang merupakan larutan padat dari atom-atom pada karbon murni dan
mempunyai sel-sel kubus dalam pada temperature 910oC dan mempunyai
sifat-sifat liat dan lunak. Perlit merupakan senyawa eutectoid yang
sebenarnya tersusun dari fasa sementit dan ferit yang tersusun dalam
bentuk lapisan-lapisan halus dan mempunyai sifat kuat dan cukup keras.
Dibandingkan dengan bahan yang mengalami pendinginan dengan media
udara dan spesimen normal maka spesimen dengan pendinginan oli lebih
keras. Ini terjadi karena media pendingin oli lebih cepat dibandingkan
dengan pendinginan udara.

Pada spesimen dengan dengan pendinginan air menghasilkan kandungan


ferit, perlit dan martensit pada pemanasan 900oC maupun 950oC.Ferit yang
merupakan larutan padat dari atom-atom pada karbon murni dan
mempunyai sel-sel kubus dalam pada temperature 910oC dan mempunyai
sifat-sifat liat dan lunak. Perlit yang tersusun dalam bentuk lapisan-lapisan
halus dan mempunyai sifat kuat dan cukup keras, pada pendinginan cepat
butiran ferit dan perlit menjadi lebih halus, martensit juga terjadi sehingga
austenit bertransformasi menjadi martensit. Hal ini yang menyebabkan
martensit mempunyai sifat keras, rapuh dan kekuatan tariknya lebih tinggi
dari perlit Dibandingkan dengan bahan yang mengalami pendinginan
dengan media lain maka spesimen ini lebih keras diantara media
pendinginan udara , oli dan air laut Ini terjadi karena pendinginan yang
terjadi lebih cepat dibandingkan dengan pendinginan udara ,oli dan.air.

Pada spesimen dengan dengan pendinginan air laut menghasilkan


kandungan ferit, perlit dan martensit pada pemanasan 900oC maupun
950oC. Ferit yang merupakan larutan padat dari atom-atom pada karbon
murni dan mempunyai sel-sel kubus dalam pada temperature 910oC dan
mempunyai sifat-sifat liat dan lunak. Perlit yang tersusun dalam bentuk
lapisan-lapisan halus dan mempunyai sifat kuat dan cukup keras,
sedangkan martensit terjadi karena pendinginan yang cepat sehingga
austenit bertransformasi menjadi martensit. Hal ini yang menyebabkan
martensit mempunyai sifat keras, rapuh dan kekuatan tariknya lebih tinggi
dari perlit Dibandingkan dengan bahan yang mengalami pendinginan
dengan media lain maka spesimen ini lebih keras diantara media
pendinginan udara dan oli Ini terjadi karena pendinginan yang terjadi lebih
cepat dibandingkan dengan pendinginan udara dan oli.
Kesimpulan Waktu penahanan (holding time) juga akan memberikan pengaruh pada
perubahanan struktur mikro baja, dimana semakin lama waktu penahanan
yang diberikan maka terjadi perubahan struktur mikro baik fasa, ukuran
maupun banyaknya butir, disamping itu pada proses karburizing dengan
pemberian variasi media pendingin juga berpengaruh pada struktur mikro
dari baja, dari uji metalograpy yang dilakukan .terjadi perubahan struktur
mikro baik itu fasa yang terjadi maupun ukuran dan banyaknya serta sifat
sifatnya

Anda mungkin juga menyukai