Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Congenital Adrenal Hyperplasia (CAH) ialah kasus kelainan yang

merupakan gabungan dari Disorder of Sex Development (DSD) atau

perkembangan genetalia yang terganggu, dengan Genetic Endocrine

Disorder atau gangguan endokrin akibat kelainan genetik. Kelainan CAH

ini memiliki prevalensi kelahiran hidup sejumlah 1:15.000 (New et al.,

2000; Reisch et al., 2011). Pasien yang memiliki kondisi ini akan

mengalami defisiensi enzim yang berfungsi untuk sintesis hormon kortisol

dan aldosteron yang salah satunya adalah 21-hydroxylase (21-OH). Kondisi

defisiensi enzim ini akan menyebabkan peningkatan kadar CRH dan

merangsang produksi ACTH, sehingga menginduksi terjadinya peningkatan

kadar 17-hydroprogesterone (17-OHP), hormone progesterone, dan

hormone seks (androgen) yaitu testosterone (Arlt et al., 2010). Kondisi

peningkatan kadar hormon-hormon tersebut akan merangsang untuk

terjadinya maskulinasi atau virilisasi genetalia eksterna pasien, CAH

karyotype 46,XX karena paparan kadar androgen yang tinggi sejak prenatal

sehingga menyebabkan terjadinya genitalia ambigu pada bayi yang baru

lahir (Alpern et al., 2016; D’Alberton et al., 2015; Speiser dan White, 2003).

Genitalia ambigu merupakan suatu kelainan dimana pasien memiliki

kondisi kelamin yang meragukan antara laki-laki atau perempuan dari ciri-

ciri genetik, fisiologi, atau anatomis dengan prevalensi kelahiran hidup

1:4.500 (Hughes et al., 2006; Rudy dalam Siti, 2008). Terjadinya gangguan

1
2

perkembangan genitalia atau disebut Disorder of Sex Development (DSD)

dapat dimulai sejak proses penyatuan kromosom hingga saat pembentukan

genitalia eksterna. Penyebab genitalia ambigu pada perempuan yang paling

umum ialah CAH. Seiring pasien tumbuh, kondisi ini akan mulai

menimbulkan masalah-masalah terutama fisik bagi pasien ketika mereka

umur mereka mulai bertambah dan juga adanya beban psikologis bagi pasien

dan keluarganya karena penentuan gender pada saat bayi lahir menentukan

pengasuhan sebagai laki-laki atau perempuan. Pada saat mereka menginjak

masa pubertas, akan mulai muncul permasalahan psikoseksual seperti

mempertanyakan gender, identitas seksual, dan orientasi seksual mereka

yang seharusnya. (Sandberg, Gardner dan Cohen-Kettenis, 2012; Siti W,

2008; Untario, 2013; Widhiatmoko dan Suyanto, 2013).

Genitalia ambigu dapat memicu penyimpangan orientasi seksual karena

ketidaksesuaian seks dan gender yang dimiliki sehingga identitas seksual

seseorang akan berubah sesuai dengan perkembangan persepsi individu saat

remaja (Igartua et al., 2009). Orientasi seksual seseorang dapat berubah dari

yang seharusnya tertarik dengan lawan jenis (heteroseksual) menjadi sesama

jenis (homoseksual) atau keduanya (biseksual) karena hal ini (Robinett,

2012).

Hasil penelitian Gondim, Teles, dan Barosso (2018) menyebutkan

prevalensi terjadinya penyimpangan orientasi seksual seperti homoseksual

dan bisexual lebih banyak terjadi pada pasien CAH dibandingkan dengan

populasi pada umumnya. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Khorashad

et al. (2018) menyebutkan, bahwa tidak semua pasien CAH berada dalam
3

kondisi orientasi seksual yang menyimpang, namun subjek penelitian

memiliki pribadi yang lebih maskulin.

Komunitas Keluarga Hiperplasia Adrenal Kongenital Indonesia

(KAHAKI) Malang Raya merupakan komunitas dokter-pasien yang

beranggotakan para dokter yang menangani kasus CAH dan para wali pasien

CAH di Malang Raya. Komunitas ini berdiri karena dibutuhkannya ruang

dan media komunikasi antara dokter dan wali pasien CAH yang saling

membutuhkan informasi terbaru mengenai CAH, karena kelainan ini bukan

merupakan kondisi yang secara umum dapat ditemukan informasi

mengenainya. Komunitas ini adalah satu-satunya komunitas CAH di Malang

Raya. Sehingga jumlah pasien CAH di Komunitas KAHAKI Malang Raya

cukup banyak.

Berdasarkan paparan masalah yang telah diuraikan di atas, hal ini

mendorong peneliti untuk meneliti tentang pengaruh genitalia ambigu

terhadap penyimpangan orientasi seksual pasien dengan CAH di Komunitas

KAHAKI Malang Raya.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh genitalia ambigu terhadap penyimpangan orientasi

seksual pasien dengan CAH di Komunitas KAHAKI Malang Raya?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh genitalia ambigu terhadap

penyimpangan orientasi seksual pasien dengan CAH di

Komunitas KAHAKI Malang Raya.


4

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jumlah pasien dengan diagnosis CAH

di Komunitas KAHAKI Malang Raya.

2. Untuk mengetahui jumlah pasien CAH yang memiliki

kondisi genitalia ambigu di Komunitas KAHAKI Malang

Raya.

3. Untuk mengetahui jumlah pasien CAH dengan

penyimpangan orientasi seksual di Komunitas KAHAKI

Malang Raya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

1. Memperoleh pengetahuan mengenai CAH.

2. Memberikan tambahan informasi mengenai hubungan

antara CAH dengan orientasi seksual.

3. Memberi masukan bagi penelitian selanjutnya mengenai

orientasi seksual pasien CAH.

1.4.2 Manfaat Klinis

Memberi pengetahuan pada klinisi agar mereka dapat

memberi penyuluhan dan edukasi yang tepat dan sesuai mengenai

pemahaman tentang orientasi seksual pada pasien CAH.

1.4.3 Manfaat Untuk Masyarakat

Memberi pengetahuan pada masyarakat mengenai orientasi

seksual para pasien CAH.

Anda mungkin juga menyukai