Anda di halaman 1dari 5

RATU

“Ratu?”

Samar-samar terdengar suara yang memanggilku, sayang sungguh sayang aku tidak bisa
menjawab panggilan itu. Saat ini kepalaku sangat pusing, kepalaku seperti ditimpa batu besar
yang rasanya akan pecah saja.

Tiba-tiba aku merasakan ada telapak tangan yang hinggap di dahiku, dan tak tahu kenapa pusing
yang di derita hilang begitu saja. Mataku tanpa sadar terbuka, aku bingung, sebenarnya aku
dimana?

“Ratu?”

Panggilan itu terdengar lagi dan sekarang terdengar sangat jelas, aku menolehkan kepalaku lalu
terlihat seorang wanita paruh baya dan di sampingnya ada seorang pria yang sudah sangat tua.
Siapa mereka? dan apakah pakaian yang digunakannya tidak terlalu tua? Sekarangkan jaman
sudah modern.

“Bagaimana ini tabib? Kenapa ratu tidak mau bicara, tolong periksa lagi saya mohon.” Tanya
wanita paruh baya itu pada pria tua disampingnya.

Aku tidak bisa bicara? Enak saja! Aku ini kan baru sadar, apalagi melihat suasana asing di
sekitarku membuatku tak bisa berkata-kata.

“Ratu baik-baik saja dayang Yang, anda jangan khawatir, hanya saja beliau perlu meminum
ramuan ini, agar beliau bisa berbicara kembali.” Ucap sang tabib, lalu memberikan sebuah botol
kecil pada wanita yang di panggil dayang Yang tersebut.
What? Emang aku gak bisa bicara apa? Cih! lihat ya, ini aku tunjukkan kalau aku bisa bicara.
Ketika mulutku terbuka dan hendak berbicara, tiba-tiba saja kata-kata yang sudah aku rangkai
tadi tidak bisa di ucapkan! Hah? Ada apa ini? Astaga kenapa?

“Baik tabib. Terima kasih.” Ucap dayang Yang.

“Kalau begitu saya akan pergi,” ucap sang tabib pada dayang Yang, lalu beliau
membungkukkan badannya kehadapanku dan berucap, “hormat yang mulia ratu, semoga anda
tetap sehat agar bisa hidup seribu tahun lagi.”

Aku terkejut lalu melototkan mataku dan membatin mendengar perkataan yang di ucapkan
seorang pria tua yang dipanggil tabib itu.

Yang mulia? Seribu tahun lagi? Hei, nama aku ini hanya Ratu, gak ada embel-embel yang mulia,
ya! Aku ini tak semulia itu untuk dipanggil yang mulia tahu! And seribu tahun lagi? Hel to the
low, Hellow! Aku ini hanya manusia biasa tahu gak? bagaimana aku bisa hidup seribu tahun
lagi?! Emang aku seekor gumiho yang kayak aku tonton di drama korea itu ya?

“Ratu? Ada apa ratu?! Kenapa mata ratu melotot begitu? Apa yang ratu lihat? Apakah ratu
melihat hantu?”

Aku langsung melirik sinis pada wanita paruh baya yang di panggil dayang Yang tersebut.
Hantu? Ada-ada saja.

Akh! Aku kesal! Cepat berikan ramuan itu padaku! Mulutku ingin bicara!

“Ratu? Kenapa ratu melihatku seperti itu? Tolong maafkan hamba yang penuh kesalahan dan
dosa ini ratu,” ucap dayang Yang dan membungkukkan badannya, tak hanya itu suara isakkan
tangis terdengar dari dayang itu.

Astaga?! Kenapa malah menangis?

Kyaa! Andaikan aku bisa bicara.

“Ratu? Maafkan hamba ratu, tolong maafkan hamba. Maaf hamba tidak bisa berhenti menangis
sebelum ratu menjawab dan memafkan hamba.”
Kyaa! Aku ini gak bisa bicara! Gimana sih!

Suara isakkan tangis dayang itu masih terdengar, aku hanya diam dan memejamkan mataku. Aku
kesal tahu gak. Lalu setelah beberapa lama isakkan dayang itu terhenti, aku membuka sebelah
mataku dan melihat dayang itu.

Katanya gak bisa berhenti sebelum aku memaafkannya? Dasar! Mata dayang Yang terfokus
pada botol ramuan yang diberikan tabib tadi. Lalu mendongak dan melihat kearahku.

“Ratu, saya lupa bahwa ratu tidak bisa berbicara sebelum meminum ramuan ini, tolong maafkan
hamba yang selalu lupa dan salah ini ratu.” Ucap dayang Yang dan kembali menangis.

Astaga! Pusing pala berbie! Kenapa malah nangis lagi astaga, kalau lupa ya cepat berikan
ramuan ini padaku!

“Maaf ratu, hamba cengeng sekali. Ini ratu cepat diminum ramuan ini agar ratu bisa bicara
kembali.”

Yha! Dari tadi kek!

Sebelum itu dayang Yang membantuku duduk dan menyandarkan punggungku pada bahu
ranjang. Aku pun meminum ramuan itu, dan kalian tahu tidak? Rasanya sungguh ajaib! Saking
ajaibnya aku mau minum se galon air dan makan pisang se sikat! Pahit sekali astaga!

“Minum!”

“Ratu mau minum?”

“Minum!”

“Baik ratu, tolong maafkan hamba yang lamban ini.”

“Pisang!”

“Ratu mau pisang?”

“Pisang!’

“Baik ratu saya akan ambilkan kedapur kerajaan.”


“Cepat.”

Dayang Yang pun langsung berjalan cepat menuju dapur kerajaan. Semoga saja pisang nya ada
agar ratu gembira.

Setelah dayang Yang berlalu, aku pun kembali tersadar dengan keadaan ini. Aku dimana? Dapur
kerajaan? Apakah berarti aku berada di kerajaan?

Aku ini, kenapa bisa terdampar disini? Apa jangan-jangan ini mimpi? Kalo mimpi tolong Jangan
ada yang membangunkanku. Kapan lagi coba seorang Ratu dipanggil ratu karena benar-benar
seorang ratu di kerajaan.

Akupun tersenyum-senyum membayangkan itu terjadi.

“Ratu, ini pisangnya.”

Seketika senyumku pudar karena suara dayang Yang, aku terkejut melihat pisangnya yang begitu
besar. Apakah itu yang dinamakan pisang radja?

“Wah pisang nya besar sekali, ya?”

“Iya ratu, selain besar, rasa pisang ini juga enak. Hanya kalangan atas yang bisa memakan pisang
ini.”

“Nama pisang ini, pisang radja kan?”

“Maaf ratu, ini namanya pisang saja. Tidak ada raja nya.”

“Dayang Yang, mungkin anda tidak tahu tapi ini namanya pisang radja.”

“Maaf ratu, tapi raja tidak punya pisang. Maksud saya pisang ini bukan milik raja saja, pisang ini
milik keluarga di kerajaan ini.”

Aku hanya melongo mendengar jawaban yang dilontarkan dayang Yang. Maksudnya aku itu
radja bukan raja. Dayang Yang sungguh terlalu.

“Dayang Yang, maksud saya itu radja bukan raja.”


“Ratu jangan bersedih. Hamba akan selalu ada di disamping yang mulia ratu. Hamba tahu bahwa
selama ini ratu sangat merindukkan yang mulia raja yang dulu. Tetap semangat ratu hamba
selalu ada disamping ratu.

“Hah?!”

Maksudnya apa sih? Ini aku benar-benar jadi bingung jadinya.

Anda mungkin juga menyukai