Anda di halaman 1dari 105

PENGARUH PEMBERIAN RANGE OF MOTION (ROM) BILATERAL

TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE DENGAN


HEMIPARISE DI UNIT STROKE RSUD DR. M. YUNUS
BENGKULU

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

DISUSUN OLEH:

RIZKA REZITA
2182614005

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
BHAKTI HUSADA BENGKULU
JALAN KINIBALU 8 KEBUN TEBENG
2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi

ilmu, inspirasi, dan kemuliaan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Pengaruh Pemberian Range Of Motion (ROM) Bilateral Terhadap Kekuatan Otot

Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparise Di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Sholawat dan salam senantiasa

tercurahkan kepada junjungan kita Rosululloh Muhammad SAW.

Pada penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis tidak terlepas dari

bantuan, bimbingan dan dorongan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Ibu Dr. M. Hj. Nurhasanah, SKM., M.Kes, selaku Ketua Yayasan Persada

Raflesia Bengkulu

2. Bapak H. Rusiandy, SKM, MS, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

(STIKes) Bhakti Husada Bengkulu

3. Ibu Ns. Shinta, S.Kep., M.Kep, selaku Ketua Prodi Keperawatan STIKes Bhakti

Husada Bengkulu dan sekaligus selaku Pembimbing I yang telah meluangkan

waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan

dalam penyusunan skripsi ini dengan penuh kesabaran.

4. Ibu Novega, SKM., MMR, selaku Pembimbing II yang telah memberikan

pengarahan, petunjuk, dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

dengan penuh kesabaran.

iv
5. Direktur RSUD Dr M. Yunus Bengkulu, terima kasih atas partisipasi dan

kesediaannya untuk memberikan izin lahan pengambilan data awal dan proses

pelaksanaan penelitian

6. Seluruh dosen dan Staf STIKes, khususnya jurusan Keperawatan yang telah

banyak berperan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Kedua orang tua dan segenap keluarga keluarga saya yang selalu memberikan

atas kasih sayang, do’a, motivasi dan kerja keras sehingga penulis dapat

mengenyam pendidikan hingga saat ini. Terima kasih atas dukungan yang telah

diberikan selama ini, baik moril dan materil.

8. Sahabat dan semua teman-teman seperjuangan yang selalu berjuang bersama

melewati suka maupun duka dan bersedia untuk berdiskusi serta selalu

memberikan motivasi satu sama lain.

Semoga kebaikan Bapak dan Ibu serta teman-teman berikan mendapat ridho

dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan dan penulisan skripsi

ini memiliki banyak kekurangan sehingga dengan segala kerendahan hati penulis

mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan. Semoga

penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

pembaca dan dunia pendidikan. Amin.

Bengkulu, 4 Juli 2022

Penulis

v
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (sarjana) baik di STIKes Bhakti Husada maupun di Perguruan Tinggi
lainnya.
2. Skripsi ini murni gagasan, rumusan dan hasil penelitian saya sendiri yang
disusun tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan dari tim pembimbing
3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah atau di
publikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas di cantumkan sebagai
acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari dapat
dibuktikan dengan adanya kekeliruan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia untuk menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
akademik yang telah diperoleh dari skripsi ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di STIKes Bhakti Husada Bengkulu

Bengkulu, 4 Juli 2022


Yang Membuat Pernyataan

RIZKA REZITA
2182614005

vi
PENGARUH PEMBERIAN RANGE OF MOTION (ROM) BILATERAL
TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE DENGAN
HEMIPARISE DI UNIT STROKE RSUD DR. M. YUNUS
BENGKULU

RIZKA REZITA
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
STIKes BHAKTI HUSADA BENGKULU
xiii + 58 halaman, 8 tabel, 2 Bagan, 16 Lampiran

ABSTRAK

Salah satu intervensi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah hemiparese
adalah dengan melakukan latihan Range Of Motion (ROM). Masalah penelitian
adalah bayaknya pasien stroke yang mengalami hemiparise di Unit Stroke RSUD Dr.
M. Yunus Bengkulu. Tujuan penelitian adalah diketahui pengaruh pemberian Range
Of Motion (ROM) bilateral terhadap kekuatan otot pada pasien stroke dengan
hemiparise di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
Jenis penelitian yang digunakan adalah pre experimental. Populasi sebanyak 259
orang dan sampel penelitian sebanyak 10 orang. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian adalah menggunakan data primer dan sekunder. Analisis data pada
penelitian ini menggunakan analisis data univariat dan bivariat dengan metode
statistik uji t pada taraf signifikansi 0,05.
Hasil penelitian ini adalah rata-rata kekuatan otot pada pasien stroke dengan
hemiparise sebelum diberikannya Range Of Motion (ROM) bilateral di Unit Stroke
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu yaitu 2.40. Rata-rata kekuatan otot pada pasien stroke
dengan hemiparise setelah diberikannya Range Of Motion (ROM) bilateral di Unit
Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu yaitu 3.30. Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa ada pengaruh pemberian Range Of Motion (ROM) bilateral terhadap kekuatan
otot pada pasien stroke dengan hemiparise di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu dengan p value yaitu 0,000.
Bagi perawat diharapkan untuk memberikan latihan ROM bilateral kepada pasien
stroke dengan hemiparise yang mengalami kelemahan otot dalam bentuk latihan
harian 2 kali sehari selama 30 menit, dilakukan minimal 4 kali pengulangan setiap
gerakan agar kekuatan otot pasien dapat dipertahankan.

Kata Kunci : Range Of Motion (ROM) Bilateral, Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke,
Hemiparise.

vii
THE EFFECT OF BILATERAL RANGE OF MOTION (ROM) ON MUSCLE
STRENGTH IN STOCK PATIENTS WITH HEMIPARISE IN STROKE UNIT,
RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU

RIZKA REZITA
Nursing Courses Program
Collage of Health Sciences Bhakti Husada Bengkulu
xiii + 58 pages, 8 tables, 2 charts, 16 attachments

ABSTRACT

One of the interventions that can be done to overcome the problem of hemiparesis is
to do Range Of Motion (ROM) exercises. The research problem is the large number
of stroke patients who experience hemiparesis in the Stroke Unit of Dr. RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu. The purpose of the study was to determine the effect of bilateral
Range Of Motion (ROM) on muscle strength in stroke patients with hemiparesis at
the Stroke Unit of RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
The type of research used is pre-experimental. The population is 259 people and the
research sample is 10 people. The type of data used in this research is using primary
and secondary data. Data analysis in this study used univariate and bivariate data
analysis with the t test method at a significance level of 0.05.
The results of this study are the average muscle strength in stroke patients with
hemiparesis before being given bilateral Range Of Motion (ROM) in the Stroke Unit
of Dr. RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu is 2.40. The average muscle strength in stroke
patients with hemiparesis was given after bilateral Range Of Motion (ROM) in the
Stroke Unit of RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu is 3.30. The results of this study prove
that there is an effect of bilateral Range Of Motion (ROM) on muscle strength in
stroke patients with hemiparesis at the Stroke Unit of RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
with a p value of 0.000.
Nurses are expected to provide bilateral ROM exercises to stroke patients with
hemiparesis who experience muscle weakness in the form of daily 2 times a day for
30 minutes, performed at least 4 times each movement so that muscle strength can be
maintained.

Keywords: Bilateral Range Of Motion (ROM), Muscle Strength in Stroke Patients,


Hemiparise.

viii
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL ........................................................................................................... i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................... ii
PERNYATAAN PENGESAHAN ................................................................ iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ............................................. vi
ABSTRAK ................................................................................ ..................... vii
ABSTRACT .................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 7
C. Pertanyaan Penelitian ................................................................. 7
D. Tujuan Penelitian ....................................................................... 7
E. Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
F. Keaslian Penelitian ..................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Range Of Motion (ROM) …………………………………………… 12
B. Kekuatan Otot Pada Penderita Hemiparise …………………….. 25
C. Pengaruh Pemberian Range Of Motion (ROM) Bilateral
Terhadap Kekuatan Otot Pada Penderita Hemiparise ................... 31
D. Kerangka Konsep ........................................................................ 36
E. Hipotesis ……………………………………………………….. 36
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ......................................................................... 37
B. Kerangka Penelitian..................................................................... 37
C. Definisi Operasional .................................................................... 38

ix
D. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 39
E. Populasi dan Sampel ................................................................... 39
F. Metode Pengambilan Data, Pengolahan dan Analisis Data ......... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .......................................................................... 44
B. Pembahasan ................................................................................ 48
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ..................................................................................... 57
B. Saran ........................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Gerakan dalam Range of motion (ROM)……………………. 22

Tabel 2 Penilaian Kekuatan Otot . ………………………………….. 27

Tabel 3 Skala Tingkat Kekuatan Otot (Medical Research Council 28


muscle scale) ………………………………………………..

Tabel 4 Definisi Operasional .............................................................. 38

Tabel 5 Nilai Rata-Rata Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Dengan 45


Hemiparise Sebelum Diberikannya Range Of Motion (ROM)
Bilateral Di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu …..

Tabel 6 Nilai Rata-Rata Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Dengan 46


Hemiparise Setelah Diberikannya Range Of Motion (ROM)
Bilateral Di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu …..

Tabel 7 Uji Normalitas ……………………………………………… 47

Tabel 8 Pengaruh Pemberian Range Of Motion (ROM) Bilateral 47


Terhadap Kekuatan Otot Pada Penderita Hemiparise Di Unit
Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu ……………………..

xi
DAFTAR BAGAN

Halaman
Bagan 1 Kerangka Konsep ................................................................ 36

Bagan 2 Kerangka Penelitian ............................................................ 37

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Menjadi Responden


Lampiran 2 Pernyataan Setuju Menjadi Responden
Lampiran 3 SOP Range Of Motion (ROM) Bilateral
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 Master Tabel Penelitian
Lampiran 6 Hasil Olahan Data
Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 8 Surat Izin Pra Penelitian Dari STIKES Bhakti Husada Bengkulu
Lampiran 9 Surat Pengambilan Data Awal Dari RSUD Dr M. Yunus
Bengkulu
Lampiran 10 Surat Pengantar Izin Penelitian dari STIKes Bhakti Husada
Bengkulu Ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu
Lampiran 11 Surat Pengantar Izin Penelitian dari STIKes Bhakti Husada
Bengkulu Ke RSUD Dr M. Yunus Bengkulu
Lampiran 12 Surat Rekomendasi dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu
Lampiran 13 Surat Izin Penelitian dari RSUD Dr M. Yunus Bengkulu
Lampiran 14 Surat Selesai Penelitian Dari RSUD Dr M. Yunus Bengkulu
Lampiran 15 Lembar Konsul Skripsi
Lampiran 16 Lembar Audiens

xiii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Program pemerintah dalam pencegahan dan pengendalian penyakit tidak

menular termasuk stroke, pemerintah fokus pada upaya promotif dan preventif

dengan tidak meninggalkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Di antaranya dengan

gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS) sesuai dengan Instruksi Presiden

Nomor 1 Tahun 2017, yang tahun ini difokuskan pada kegiatan deteksi dini,

peningkatan aktivitas fisik serta konsumsi buah dan sayur. Program Indonesia

Sehat dengan Pendekatan Keluarga, sejalan dengan agenda ke-5 Nawacita yaitu

meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang dimulai dari keluarga, di

antaranya penderita hipertensi berobat teratur dan tidak ada anggota keluarga

yang merokok (Kemenkes, 2018).

World Health Organization (WHO), Stroke merupakan penyebab kematian

ketiga di dunia setelah penyakit jantung koroner dan kanker baik di negara maju

maupun negara berkembang. Satu dari 10 kematian disebabkan oleh stroke.

Secara global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga

meninggal dan sisanya mengalami kecacatan permanen. Stroke merupakan

penyebab utama kecacatan yang dapat dicegah (WHO, 2019).

1
2

Data World Stroke Organisation terdapat 13,7 juta kasus baru stroke setiap

tahun atau satu dari empat orang yang berusia >25 tahun mengalami stroke.

Lebih dari 7,9 juta kasus baru stroke sekitar 60% stroke yang terjadi setiap tahun,

ditemukan pada usia <70 tahun (WSO, 2019). Amerika serikat, stroke merupakan

penyebab utama kecacatan orang dewasa jangka Panjang dan penyebab kematian

nomor lima dengan 795.000 peristiwa setiap tahun. Diperkirakan akan meningkat

prevalensi stroke oleh 3,4 juta orang antara tahun 2030 (Boehme dan Esenwa,

2018).

Penyakit Stroke di Indonesia merupakan terbanyak dan menduduki urutan

pertama di Asia. Wilayah Kalimantan Timur merupakan wilayah tertinggi

pengidap penyakit stroke dengan (14,7%), diikuti Di Yogyakarta (14,3%)

Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing masing (11,4%) dan Bali berada pada

posisi 17 dengan (10,8%). Dengan seiring bertambahnya usia, kasus stroke yang

tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun ke atas (50,2%)

dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar (0,6%). Prevalensi

stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak pada laki-laki (11,0%)

dibandingkan dengan perempuan (10,9%). Dan berdasarkan tempat tinggal,

prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (12,6%) dibandingkan dengan daerah

pedesaan (Kemenkes RI, 2018).

Stroke merupakan kondisi neurologis global dan melumpuhkan, yang dapat

mempengaruhi lebih dari 7 juta orang dan merupakan penyebab kematian nomor

4 di Amerika Serikat. Stroke juga salah satu penyebab utama kematian yang
3

dapat menimbulkan kecacatan jangka panjang di antara orang dewasa (Tosun,

dkk, 2017). Irawandi (2018), menyatakan lebih dari 60% penderita stroke

menderita defisit neurologi persisten yang menggangu aktifitas kehidupan sehari-

hari mereka, serta komplikasi yang seing terjadi yaitu pada tungkai atas yang

mengalami hemiparesis.

Pasien stroke yang mengalami kelemahan pada satu sisi anggota tubuh

disebabkan oleh karena penurunan tonus otot, sehingga tidak mampu

menggerakkan tubuhnya atau terjadinya imobilisasi (Rahmadani and Rustandi,

2019). Pada pasien stroke, 85% mengalami hemiparesis (kelemahan otot pada

bagian tubuh) dan 75% memiliki keterbatasan dalam mengfungsikan ekstermitas

atas baik hemiparesis sisi kiri atau pun sisi kanan dengan rata-rata kekuatan otot

pada skala 0-2, hal ini disebabkan karena mekanisme hemiparesis yang terjadi

umumnya pada pasien stroke (bienes et all,.2017).

Terjadinya cacat motorik pada ekstremitas atas dan bawah pasca stroke dan

kerusakan motor cortex merupakan hal yang umum terjadi. Hemiparesis/

hemiplegia, kelumpuhan, kelemahan, tonus otot abnormal, spasme, postur

abnormal, fungsi abnormal otot sinergis, dan hilangnya koordinasi interjoint

adalah cedera paling umum akibat kerusakan motor cortex pasca stroke (Kato

&Izumiyama, 2019). Sekitar 90% pasien yang mengalami stroke, tiba-tiba

mengalami kelemahan (hemiparesis) atau kelumpuhan pada separuh tubuh

(Batticaca, 2018). Dari delapan puluh persen pasien yang mengalami upper akut
4

paresis ekstremitas setelah stroke, hanya sepertiga yang mencapai pemulihan

penuh dari fungsinya (Tononi, et al, 2017).

Salah satu intervensi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah

hemiparese adalah dengan melakukan latihan Range Of Motion (ROM) yang

bertujuan untuk mempertahankan atau memelihara kekuatan otot memelihara

mobilitas persendian, melancarkan sirkulasi darah dan mencegah kelainan bentuk

(Izzullhaq, 2019). Latihan ROM merupakan salah satu bentuk latihan dalam

proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif karena untuk mencegah

terjadinya kecacatan pada pasien dengan stroke. Latihan ROM merupakan

sekumpulan gerakan yang dilakukan pada bagian sendi yang bertujuan untuk

meningkatkan fleksibelitas dan kekuatan otot. ROM dapat diterapkan dengan

aman sebagai salah satu terapi pada berbagai kondisi pasien dan memberikan

dampak positif baik secara fisik maupun psikologis, latihan ringan seperti ROM

memiliki beberapa keuntungan antara lain lebih mudah dipelajari dan mudah

diingat oleh pasien (Rahmadani & Rustandi, 2019).

Intervensi untuk penyembuhan yang bisa dilakukan pada pasien stroke selain

terapi medikasi atau obat-obatan yaitu dilakukan fisioterapi/latihan seperti;

latihan rentang gerak (Range Of Motion) yang sering dilakukan baik unilateral

maupun bilateral. Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk

memperbaiki kemampuan pergerakan pada sendi secara normal atau

meningkatakan massa otot serta tonus otot (Potter & Perry, 2017).
5

Metode intervensi latihan ROM berpeluang memberikan manfaat besar

dalam memulihkan kekuatan otot pada pasien stroke. Hasil penelitian Hosseini

(2019) didapatkan latihan ROM meningkatkan fungsi motorik antara bulan

pertama dan ketiga di kedua ekstremitas atas dan bawah. Sahmad (2016) yang

menunjukkan bahwa ada efek pemberian ROM pasif terhadap peningkatan

fleksibilitas sendi lutut, sendi pergelangan kaki, sendi kaki.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Bakara & Warsito, 2019)

dimana tindakan komponen Range Of Motion dilakukan pada bagian bahu

dengan rata-rata 120,00% responden, Range Of Motion bagian siku sebagaian

besar diperoleh sebanyak 84,2 % responden, Range Of Motion pada bagian

pinggul dan lutut rata-rata sebanyak 121,17% responden.

Penelitian Syahrim, dkk (2019), menyatakan berdasarkan enam artikel

tentang efektifitas latihan ROM terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien

stroke membuktikan bahwa 100% Latihan ROM efektif dalam mengatasi

masalah kelemahan otot pada pasien pasien stroke. Latihan Range Of Motion

(ROM) yang digunakan dalam jurnal yang terpilih yaitu, dan Range Of Motion

(ROM) aktif dan pasif. Pemberikan latihan ROM yaitu minimal 2x sehari setiap

pagi dan sore dengan waktu 15-35 menit dan dilakukan minimal 4 kali

pengulangan setiap gerakan.

Penelitian Batubara (2021), menunjukkan hasil penelitian tentang kekuatan

otot pasien stroke hemiplegia setelah dilakukan latihan ROM skala kekuatan otot

5 yaitu 3 responden (10,0%),skala kekuatan otot 4 sebanyak 14 responden


6

(46,7%), skala kekuatan otot 3 yaitu 10 responden (33,3%), skala kekuatan otot 2

terdapat 1 responden (3,3%) ,skala kekuatan otot 1 ada 2 responden (6,7%).

Mayoritas pasien stroke hemiplegia ada peningkatan kekuatan otot saat dilakukan

latihan Range Of Motion (ROM).

Data yang didapat dari Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu untuk

kasus stroke dengan hemiparise pada tahun 2019 sebanyak 446 orang, tahun

2020 sebanyak 258 orang dan pada tahun 2021 sebanyak 259 orang. Survey awal

yang dilakukan peneliti di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu pada

tanggal 10 Februari 2022, didapatkan dari hasil observasi kepada 10 orang

penderita hemiparise, pasien sudah dilakukan Latihan ROM namun karena

kesibukan dan rutinitas di ruang perawatan membuat petugas belum secara

optimal dalam melakukan latihan ROM. Sehingga latihan kekuatan otot yang

sering dilakukan tidak optimal dalam proses memperbaiki kekuatan otot pada

pasien hemiparise. Adapun kekuatan otot pada pasien hemiparise masih banyak

yang mengalami kelemahan dan rentang gerak pasien terbatas. Terdapat 3 orang

pasien stroke dengan hemiparise dengan skor kekuatan otot hanya 1 yaitu berupa

ada gerakan yang tampak atau terdapat sedikit kontraksi, 1 orang dengan skor

kekuatan otot 2 yaitu berupa gerakan tidak dapat melawan gravitasi, tapi dapat

melakukan gerakan horizontal, dalam satu bidang sendi dan 1 orang dengan skor

kekuatan otot 3 yaitu berupa gerakan otot yang hanya dapat melawan gravitasi.
7

Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Pengaruh Pemberian Range Of Motion (ROM) Bilateral

Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparise Di Unit Stroke

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan

masalah yaitu bayaknya pasien stroke yang mengalami hemiparise di Unit Stroke

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

C. Pertanyaan Penelitian

Apakah ada pengaruh pemberian Range Of Motion (ROM) bilateral

terhadap kekuatan otot pada pasien stroke dengan hemiparise di Unit Stroke

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah diketahui pengaruh pemberian

Range Of Motion (ROM) bilateral terhadap kekuatan otot pada pasien stroke

dengan hemiparise di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui nilai rata-rata kekuatan otot pada pasien stroke dengan

hemiparise sebelum diberikannya Range Of Motion (ROM) bilateral di

Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu


8

b. Diketahui nilai rata-rata kekuatan otot pada pasien stroke dengan

hemiparise setelah diberikannya Range Of Motion (ROM) bilateral di

Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

c. Diketahui pengaruh pemberian Range Of Motion (ROM) bilateral

terhadap kekuatan otot pada pasien stroke dengan hemiparise di Unit

Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Bagi institusi pendidikan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan bacaan di perpustakaan dan juga sebagai sumber informasi dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan dan

dapat di jadikan sebagai sumber dan bahan masukan baru untuk mata kuliah

Keperawatan Medikal Bedah untuk pengembangan gambaran kekuatan pada

pasien stroke Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai aplikasi

selama perkuliahan dan mendapat pengalaman serta mengembangkan ilmu

pengetahuan bagi peneliti. Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai sumber informasi dan bahan pengembangan untuk

melakukan penelitian selanjutnya dengan variabel yang berbeda pada pasien

stroke.
9

2. Manfaat Praktis

Bagi Rumah Sakit hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

sebagai salah satu mingkatkan mutu pelayanan khususnya pada pasien pasca

stroke dengan hemiparese. Bagi pelayanan keperawatan penelitian ini dapat

memberikan pengetahuan bagi perawat dan tenaga kesehatan lainnya untuk

memberikan Latihan ROM bilateral kepada pasien stroke dengan hemiparise

agar bisa meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke dengan hemiparise.

Bagi pasien dan masyarakat hasil penelitian ini dapat memberikan informasi

atau masukan untuk dapat menyempatkan diri melakukan latihan gerakan

tertentu sesuai dengan standar operasional prosedur pada ekstermitas yang

mengalami hemiparesis.

F. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran peneliti adapun penelitian serupa pernah diteliti

oleh :

1. Anggriani, dkk. 2018. Pengaruh ROM (Range Of Motion) Terhadap Kekuatan

Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke Non Hemoragic. Hasil penelitian Nilai

signifikansi kekuatan otot tangan sebelum dan sesudah pemberian ROM

sebesar 0,000. Artinya terdapat perbedaan kekuatan otot tangan sebelum dan

sesudah pemberian ROM. Nilai signifikansi kekuatan otot kaki sebelum dan

sesudah pemberian ROM sebesar 0,000. Artinya terdapat perbedaan kekuatan

otot kaki sebelum dan sesudah pemberian ROM. Hal ini membuktikan bahwa

ROM berpengaruh dalam meningkatkan kekuatan otot tangan dan kaki


10

responden. Perbedaan pada penelitian ini adalah populasi, sampel serta tempat

penelitian. Persamaan penelitian adalah pada variable independent dan

dependen, sedangkan perbedaannya pada populasi, sampel, tempat dan waktu

penelitian, variable dependen peneliti melakukan penilaian otot secara

bilateral menyeluruh pada pasien stroke dengan hemiparise.

2. Rahmadani dan Rustandi. 2019. Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke

Non Hemoragik Dengan Hemiparese Melalui Latihan Range Of Motion

(ROM) Pasif. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata kekuatan otot

pre-test dan post-test. meningkat pada kelompok intervensi dan tidak ada

peningkatan pada kelompok kontrol. nilai signifikan (p = 0,008) pada

kelompok intervensi dan (p = 0,5) pada kelompok kontrol. Simpulan, ada

pengaruh latihan range of motion terhadap kekuatan otot pasien stroke

non-hemoragik di Rumah Sakit Umum Curup ICU pada tahun 2019.

Perbedaan pada penelitian ini adalah populasi, sampel dan tempat penelitian.

Persamaan penelitian adalah pada variable independent dan dependen,

sedangkan perbedaannya pada populasi, sampel, tempat dan waktu penelitian.

3. Susanti dan Bistara. 2019. Pengaruh Range Of Motion terhadap Kekuatan

Otot pada Pasien Stroke. Hasiil penelitian esponden sebagian besar berada

direntang usia 30-50 tahun, jenis kelamin laki-laki, memiliki riwayat penyakit

keluarga, dan lama menderita stroke 1-5 tahun. Uji Wilcoxon menunjukan

tingkat signifikasi p value = 0,00 dengan α= 0,05 (p<α) pada tangan kanan

sedangkan pada tangan kiri menunjukkan tingkat signifikan p value = 0.00


11

dengan α= 0,02 (p<α). Perbedaan pada penelitian ini adalah populasi, sampel

dan tempat penelitian. Persamaan penelitian adalah pada variable independent

dan dependen, sedangkan perbedaannya pada populasi, sampel, tempat dan

waktu penelitian.
12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Range Of Motion (ROM) Bilateral

1. Pengertian

ROM (Range Of Motion) merupakan latihan fisik menggerakkan

anggota badan dan anggota gerak secara teratur baik dibantu maupun

secara mandiri yang berguna untuk melatih otot-otot yang mengalami

kekakuan. Latihan aktif dan pasif ROM merupakan suatu kebutuhan

manusia untuk melakukan pergerakan dimana pergerakan tersebut

dilakukan secara bebas. latihan aktif dan pasif ROM dapat dilakukan kapan

saja dimana keadaan fisik tidak aktif dan disesuaikan dengan keadaan

pasien (Yanti, 2018).

Range Of Motion adalah gerakan dengan derajat tertentu antara awal

hingga akhir dalam sebuah bidang yang spesifik. Lengkungan gerak

memungkinkan terjadi pada sendi tunggal atau pada sebuah rangkaian

sendi. Sebagaimana yang digambarkan pada posisi anatomi adalah postur

dengan ekstermitas atas pada bagian telapak tangann ekstensi menghadap

kedepan, sedangkan untuk ekstermitas bawah kedua tungkai sama-sama

menghadap kedepan. Posisi netral biasa digunakan untuk mengukur rotasi

pada bidang transversal, dimana posisi sendi paa lengan atas menghadap

12
13

antara medial dan lateral, sedangkan lengan bawah menghadap antara

posisi pronasi dan supinasi (Agusrianto dan Rantesegi, 2020).

Range Of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang digunakan

untuk menilai gerakan dan untuk gerakan awal ke dalam suatu program

intervensi terapeutik. Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan

oleh otot atau pun gaya ekternal lain dalam ruang geraknya melalui

persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang terdapat pada

persendian tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul

sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf. Range Of Motion (ROM) diukur

dalam rentang gerak aktif (AROM) dan rentang gerak pasif (PROM).

AROM didefinisikan sebagai rentang gerak ketika seseorang menggunakan

kekuatan otot untuk mempengaruhi gerakan pada sendi. Sementara PROM

adalah rentang gerak yang dicapai ketika pemeriksa menerapkan kekuatan

eksternal ke anggota tubuh seseorang. Perbedaan antara AROM dan

pengukuran PROM menunjukkan perlekatan tendon, kelemahan (kekuatan

menurun relatif terhadap jaringan artikular yang ketat), keterlibatan saraf,

atau nyeri (Chaniago, 2019).

2. Konsep Latihan Bilateral

Pendekatan latihan pada klien stroke bisa dilakukan dengan

pendekatan unilateral dan pendekatan bilateral. Pendekatan unilateral

disebut juga pola tradisional atau Compensatory Rehabilitasi. Pendekatan

bilateral disebut juga Neuro Developmental Approach (NDA), prinsipnya


14

metode latihan ini di arahkan pada kedua sisi tubuh, baik sisi yang sakit

maupun sisi yang sehat (Yulinda, 2019). Latihan Bilateral merupakan salah

satu pendekatan alternative dalam neurorehabilitasi pada pasien stroke.

Latihan Bilateral dapat meningkatkan aktivitas hemisfer yang terkena dan

secara umum memiliki efek yang positif untuk kedua hemisfer otak

(Senesac, 2018).

Alasan utama adanya latihan bilateral didasarkan bahwa banyak

sekali aktivitas yang dilakukan sehari-hari yang memerlukan kedua tangan.

Sebagai contoh, kedua lengan dan tangan digunakan untuk melakukan

keterampilan dasar dalam perawatan diri seperti mandi, berpakaian, makan,

toilet. Selain itu banyak juga fungsi mobilitas lainnya seperti membawa

benda-benda, bangun dari tempat tidur atau kursi, termasuk mengendarai

kendaraan. Aktivitas seperti menggunakan keyboard, belanja dan memasak

juga sangat bergantung penggunaan kedua lengan. Selain itu, pada orang

yang lebih tua, yang sudah mengalami penurunan dalam beraktivitas

memiliki frekuensi yang lebih sering dalam menggunakan kedua tangan

selama beraktivitas (Waller & Whitall, 2018).

Pada saat seseorang terkena stroke dan mengalami defisit motorik

akibat parese pada ekstremitas atas, maka pasien akan mengalami

hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari terutama aktivitas-aktvitas

yang dilakukan dengan menggunakan kedua tangan. Untuk aktivitas-

aktivitas sehari-hari yang bisa digunakan hanya dengan satu tangan,


15

mungkin masih bisa dikompensasi oleh tangan yang sehat, tetapi

penggunaan tangan yang sehat secara terus menerus akan menambah buruk

kemampuan motorik pada tangan yang mengalami parese. Selama ini terapi

yang sering dilakukan adalah bagaimana mengoptimalkan tangan yang

mengalami parese agar mampu melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.

Latihan terus menerus dilakukan, namun keterbatasan ini akan

menyebabkan pasien terus menerus melakukan kompensasi aktivitas

dengan tangan yang sehat (Chaniago, 2019).

3. Tujuan ROM

a. Mengkaji kemampuan otot, tulang, dan sendi dalam melakukan

pergerakan

b. Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekuatan otot

c. Memelihara mobilitas persendian

d. Merangsang sirkulasi darah

e. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan, dan kontraktur

f. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan

g. Untuk mencegah kontraktur

h. Memenuhi kebutuhan aktivitas dan latihan

i. Mengurangi risiko dari dampak imobilisasi agar dapat meningkatkan

kekutan otot pasien sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-

hari (Anggriani, 2018).


16

4. Jenis ROM

Potter & Perry, (2017), membagi latihan ROM di bagi menjadi 3 jenis

latihan ROM, yaitu latihan ROM aktif, Aktif dengan penampingan dan

latihan ROM pasif :

a. Latihan aktif

Gerak aktif adalah gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot

sendiri. Latihan yang dilakukan oleh klien sendiri. Hal ini dapat

meningkatkan kemandirian dan kepercayaan diri klien.

b. Latihan aktif dengan pendampingan (active-assisted).

Latihan tetap dilakukan oleh klien secara mandiri dengan

didampingi oleh perawat. Peran perawat dalam hal ini adalah

memberikan dukungan dan atau bantuan untuk mencapai gerakan

ROM yang diinginkan.

c. Latihan pasif

Pada pasien yang sedang melakukan bedrest atau mengalami

keterbatasan dalam pergerakan latihan ROM pasif sangat tepat

dilakukan dan akan mendapatkan manfaat seperti terhindarnya dari

kemungkinan kontraktur pada sendi. Setiap gerakan yang dilakukan

dengan range yang penuh, maka akan meningkatkan kemampuan

bergerak dan dapat mencegah keterbatasan dalam beraktivitas. Ketika

pasien tidak dapat melakukan latihan ROM secara aktif maka perawat

bisa membantunya untuk melakukan latihan (Rhoad & Meeker, 2018).


17

Latihan dapat dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lain. Peran

perawat dalam hal ini dimulai dengan melakukan pengkajian untuk

menentukan bagian sendi yang memerlukan latihan dan frekuensi

latihan yang dipelukan.

Latihan pasif dapat dilakukan sedini mungkin pada pasien stroke

walaupun pasien belum sadar. Latihan pasif pada ekstremitas atas

dapat dilakukan sebagai berikut :

1) Gerakan menekuk dan meluruskan sendi

2) Gerakan menekuk dan meluruskan siku

3) Gerakan memutar pergelangan

4) Gerakan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan

5) Gerakan memutar jari

6) Gerakan menekuk dan meluruskan jari tangan (Potter & Perry,

2017)

5. Manfaat ROM

Manfaat dilakukannya ROM yaitu untuk mempertahankan mobilitas

sendi dan jaringan lunak guna mengurangi hilangnya fleksibilitas jaringan

dan pembentukan kontraktur (Kisner & Allen, 2017).

6. Indikasi dan kontra indikasi Range Of Motion (ROM)

Indikasi ROM yang dikemukan oleh Yanti (2018) adalah :

a. Pasien dengan penurunan kesadaran, kelumpuhan atau bed rest total.


18

b. Pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakkan

persendian sepenuhnya.

Kontraindikasi ROM oleh Yanti (2018) adalah :

a. ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu proses

penyembuhan cedera.

b. Terdapatnya banyak gerakan yang salah, termasuk tanda-tanda

meningkatnya rasa nyeri dan peradangan.

c. ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya

membahayakan.

7. Waktu dan Frekuensi ROM

a. Idealnya latihan ini dilakukan sekali sehari.

b. Lakukan masing-masing gerakan sebanyak 10 hitungan, latihan

dilakukan dalam waktu 30 menit.

c. Mulai latihan secara perlahan, dan lakukan latihan secara bertahap.

d. Usahakan sampai mencapai gerakan penuh tetapi jangan memaksakan

gerakan.

e. Jangan memaksakan suatu gerakan pada pasien, gerakan hanya sampai

pada batas yang ditoleransi pasien.

f. Jaga supaya tungkai dan lengan, anggota badan menyokong seluruh

gerakan.

g. Hentikan latihan apabila pasien merasa nyeri, dan segera konsultasikan

ke tenaga kesehatan.
19

h. Dilakukan dengan pelan-pelan dan hati-hati dengan melihat

respon/keadaan pasien (Anggriani, 2018).

8. Prosedur Latihan Range Of Motion (ROM) Bilateral

Latihan ROM bisa dipadukan dengan konsep latihan bilateral. Selama

ini prosedur latihan ROM dilakukan hanya tangan yang sakit, baik berupa

latihan ROM pasif maupun aktif asistif. Pendekatan terbaru yang

mendukung konsep latihan bilateral bisa diterapkan pada pasien stroke

yang melakukan latihan ROM. Latihan ROM dapat di lakukan dengan

menerapkan latihan ROM bilateral. Latihan ROM bilateral dilakukan

dengan melatih kedua ekstremitas klien baik yang mengalami parese

maupun pada ekstremitas yang sehat. Pada klien stroke dengan hemiparese,

latihan ROM bilateral dapat dilakukan dengan melakukan latihan ROM

pasif pada ekstremitas yang mengalami parese dan latihan ROM aktif pada

ekstremitas yang sehat. Kedua latihan ini dilaksanakan secara simetris dan

bersamaan (Yanti, 2019).

Potter & Perry, (2017) menjelaskan beberapa hal yang harus

diperhatikan oleh perawat pada saat melakukan latihan ROM sebagai

berikut :

a. Prinsip

1) ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan

pasien
20

2) ROM dilakukan minimal 2 kali sehari dan diulang kurang lebih 8

kali

3) Dilakukan secara berurutan dan teratur mulai dari leher hingga

kaki

4) Dilakukan dari arah ujung (distal) hingga ke pangkal (proksimal)

pada anggota gerak atas dan bawah

5) Terapi ROM dapat digabungkan dengan aktivitas keperawatan lain,

seperti memberikan pendidikan kesehatan

6) Dilakukan dengan lembut, sehingga membuat pasien merasa aman

dan nyaman.

b. Persiapan alat

1) Sarung tangan atau handscoon untuk menghindari kontak cairan

dari pasien

2) Goniometer

c. Pemeriksaan, Perencanaan Terapi dan Evaluasi

1) Periksa dan evaluasi gangguan dan tingkat fungsi pasien, tentukan

tindakan kewaspadaan, prognosis, kemudian rencanakan intervensi

2) Tentukan kemampuan pasien berpartisipasi pada aktivitas ROM

baik PROM, A-AROM atau AROM untuk memenuhi tujuan secara

langsung.
21

3) Tentukan jumlah gerakan yang dapat dilakukan dalam terapi,

dilakukan secara aman sesuai dengan kesehatan individu dan

kondisi jaringan.

4) Tentukan pola yang sesuai agar dapat memenuhi tujuan Teknik

ROM dapat dilakukan dalam :

a) Lingkup elongasi otot: berlawanan dengan garis tarikan otot

b) Bidang gerak anatomi: frontal, sagital, transversal,

c) Pola fungsional: gerakan yang digunakan dalam kehidupan

sehari-hari (activities of daily living, ADL).

d) Kombinasi pola: gerakan yang menggabungkan beberapa

bidang gerak atau gerakan diagonal

5) Awasi kondisi umum serta respon pasien selama dan setelah

pemeriksaan serta intervensi; catat setiap perubahan tanda vital,

warna dan kehangatan pada kulit, kualitas gerak atau nyeri

6) Dokumentasikan serta komunikasikan temuan dan intervensi

7) Evaluasi ulang dan modifikasi sesuai kebutuhan (Kisner dan Allen,

2017).

d. Persiapan pasien

1) Komunikasikan dengan pasien. Jelaskan rencana serta metode

intervensi yang akan dilakukan

2) Bebaskan daerah yang akan dilakukan terapi dari pakaian, balutan,

bidai, linen dan jaga privasi pasien


22

3) Posisikan pasien senyaman mungkin dengan stabilitas dan

kesejajaran yang baik tapi memungkinkan Anda untuk dapat

mengerakan sendi yang akan dilakukan terapi ROM .

4) Posisikan diri Anda sehingga dapat melakukan terapi ROM dengan

baik (Kisner & Allen, 2017).

9. Gerakan Dalam Range Of Motion

Potter & Perry, (2017), ROM terdiri dari gerakan pada persendian

sebaga berikut :

Tabel 1
Gerakan dalam Range Of Motion (ROM)

No Sendi Gerakan Penjelasan Rentang

1 Bahu Fleksi Menaikan lengan dari rentang 180°


posisi di samping tubuh
ke depan ke posisi di
atas kepala,
Ekstensi Mengembalikan lengan rentang 180°
ke posisi di samping
tubuh,
Hiperektensi Mengerkan lengan rentan 45-
kebelakang tubuh, siku g 60°
tetap lurus,
Abduksi Menaikan lengan ke rentang 180°
posisi samping di atas
kepala dengan telapak
tangan jauh dari kepala,
Adduksi Menurunkan lengan ke rentang 320°
samping dan menyilang
tubuh sejauh mungkin,
2 Siku Fleksi Menggerakkan siku rentang 150°
sehingga lengan bahu
bergerak ke depan sendi
bahu dan tangan sejajar
bahu,
23

Ektensi Meluruskan siku dengan rentang 150°


menurunkan tangan,
3 Lengan Supinasi Memutar lengan bawah rentan 70-
Bawah dan tangan sehingga g 90°
telapak tangan
menghadap ke atas,
Pronasi Memutar lengan bawah rentan 70-
sehingga telapak tangan g 90°
menghadap ke bawah,
4 Perge Fleksi Menggerakan telapak rentan 80-
langa tangan ke sisi bagian g 90°
n dalam lengan bawah,
tanga
n
Ekstensi Mengerakan jari-jari rentan 80-
tangan sehingga jari-jari, g 90°
tangan, lengan bawah
berada dalam arah yang
sama,
Hiperekstensi Membawa permukaan rentan 89-
tangan dorsal ke g 90°
belakang
sejauh mungkin,
Abduksi Menekuk pergelangan rentang 30°
tangan miring ke ibu jari,
Adduksi Menekuk pergelangan rentan 30-
tangan miring ke arah g 50°
lima jari

5 Jari jari Fleksi Membuat genggaman, rentang 90°


tangan
Ekstensi Meluruskan jari-jari rentang 90°
tangan,
Hiperekstensi Menggerakan jari-jari rentan 30-
tangan ke belakang g 60°
sejauh mungkin,
Abduksi Mereggangkan jari-jari rentang 30°
tangan yang satu dengan
yang lain,
Adduksi Merapatkan kembali jari- rentang 30°
jari tangan,
6 Ibu jari Fleksi Mengerakan ibu jari rentang 90°
menyilang permukaan
telapak tangan,
24

Ekstensi menggerakan ibu jari lurus rentang 90°


menjauh dari tangan,
Abduksi Menjauhkan ibu jari ke rentang 30°
samping,
Adduksi Mengerakan ibu jari ke rentang 30°
depan tangan,
Oposisi Menyentuhkan ibu jari -
ke setiap jari-jari tangan
pada tangan yang sama.
7 Pinggul Fleksi Mengerakan tungkai ke rentang 90-
depan dan atas, 120°
Ekstensi Menggerakan kembali rentang 90-
kesamping tungkai yang 120°
lain,
Hiperekstensi Mengerakan tungkai ke rentan 30-
belakang tubuh, g 50°
Abduksi Menggerakan tungkai ke rentang 30-
samping menjauhi tubuh, 50°
Adduksi Mengerakan tungkai rentan 30-
kembali ke posisi g 50°
media dan melebihi jika
mungkin,
Rotasi dalam Memutar kaki dan rentang 90°
tungkai ke arah tungkai
lain,
Rotasi luar Memutar kaki dan rentang 90°
tungkai menjauhi tungkai
lain,
Sirkumduksi Menggerakan tungkai -
melingkar
8 Lutut Fleksi Mengerakan tumit ke rentang 120-
arah belakang paha, 130°
Ekstensi Mengembalikan tungkai rentang 120-
kelantai, 130°
9 Mata kaki Dorsifleksi Menggerakan kaki rentan 20-
sehingga jari-jari kaki g 30°
menekuk ke atas,
Plantarfleksi Menggerakan kaki rentan 45-
sehingga jari-jari kaki g 50°
menekuk ke bawah,
10 Kaki Inver Memutar telapak kaki ke rentang 10°
si samping dalam,
Evers Memutar telapak kaki ke rentang 10°
i samping luar,
11 Jari-jari kaki Fleksi Menekukkan jari-jari kaki rentang 30-
ke bawah, 60°
25

Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-


60°
Abduksi Menggerakan jari-jari rentang 15°
kaki satu dengan yang lain,
Adduksi Merapatkan kembali rentang 15°
bersama-sama,

B. Kekuatan Otot Pada Penderita Hemiparise

1. Pengertian

Kekuatan otot adalah kemampuan yang dapat menghasilkan dan

berkontraksi dibagian otot. Yang mempengaruhi kekuatan otot seperti,

kelemahan pada otot, cedera, ada gangguan dibagian ekstremitas atas atau

penyakit tertentu (Farida dan Sri, 2018).

Kekuatan otot yang diekukakan oleh Atmojo (2018) ialah kemapuan

otot untuk bergerak dan menggunkan kekuatannya dalam rentang waktu

yang cukup lama. Kekuatan memiliki usaha maksimal, usaha maksimal ini

dilakukan oleh otot untuk mengatasi waktu tahanan.

Kekuatan otot merupakan suatu otot atau grup otot yang dihaslkan

untuk dapat melawan tahanan dengan usaha yang maksimum. Kekuatan

otot merupakan suatu hal penting untuk setiap orang, karena kekuatan otot

merupakan suatu daya dukung gerakan dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Setelah umur 30 tahun manusia akan kehilangan kira-kira 3-5% jaringan

otot total per dekade. Kekuatan otot akan berkurang secara bertahap seiring

bertambahnya umur. Penurunan fungsi dan kekuatan otot akan


26

mengakibatkan penurunan kemampuan mempertahankan keseimbangan

tubuh (Sari, 2021).

Otot adalah alat gerak aktif, Sebagai hasil kerja sama antara otot dan

tulang. Tulang tidak dapat berfungsi sebagai alat gerak jikadigerakan oleh

otot, hal ini karena otot mempunyai kemampuan berkontraksi (memendek

saat kerja berat & memanjang saat kerja ringan) yang mengakibatkan

terjadinya kelelahan otot, proses kelelahanini terjadi saat waktu ketahanan

otot terlampau. Kekuatan otot adalah kemampuan dari otot baik secara

kualitas maupun kuantitas mengembangkan ketegangan otot untuk

melakukan kontraksi.

2. Mekanisme Umum Kekuatan Otot

Roni gunawan (2018), Mekanisme kekuatan otot adalah menimbulkan

rangsangan sehingga meningkatkan aktivitas otot polos pada ekstremitas

mengandung filament yang berinteraksi antara satu dan yang lainnya.

3. Karakteristik Fungsional Otot

Prok & Joudy (2017) mengungkapkan bahwa karakteristik dari

fungsional otot terdiri dari :

a. Eksabilitas atau iritabilitas, merupakan kemampuan otot untuk

merespon terhadap stimulus.

b. Kontraktilitas, merupakan kemampuan otot untuk memendek secara

paksa

c. Ekstansibilitas, merupakan serabut otot dapat direnggangkan


27

d. Elastisitas, merupakan kembalinya otot kepanjang normal setelah

memendek

4. Pengukuran Kekuatan Otot

Manual muscule testing merupakan suatu untuk menentukan atau

mengetahui keahlian seseorang dalam menggerakan otot. Manual Muscle

Test hanya dapat dilakukan hanya untuk pasien yang mempunyai kesadaran

penuh dengan pemeriksaan otot menggunakan MMT yang bisa membantu

dalam proses penegakan menggunakan alat yang diperlukan (Nanda, 2016).

Tabel 2
Potter dan Perry (2017), manuver penilaian kekuatan otot :

Kelompok otot Manuver

Leher Letakkan tangan pada rahang atas klien, minta


(sternokleidomastoideus klien menolehkan kepala ke lateral melawan
) tahanan.
Bahu (trapezius) Letakkan tangan di garis tengah bahu klien,
berikan tekanan kuat, minta klien untuk
menaikkan bahu melawan tahanan.
Siku Bisep Tarik lengan bawah ke bawah saat klien
mencoba memfleksikan lengan.
Trisep Saat anda memfleksikan lengan klien, berikan
tekanan pada lengan bawah, minta klien
meluruskan lengan.
Pinggang Saat klien duduk, berikan tekanan ke bawah pada
Kuadrisep paha. Minta klien menaikkan kaki dari meja.
Gastroknemius Klien duduk, sementara pemeriksa memegang
tulang kering kaki yang fleksi. Minta klien
meluruskan kaki melawan tahanan.
28

Tabel 3
Skala Tingkat Kekuatan Otot (Medical Research Council muscle scale)
Skor Keterangan
0 Tidak ada pergerakan/ tidak ada kontraksi otot/ lumpuh
1 Ada pergerakan yang tampak atau dapat dipalpasi/ terdapat
sedikit kontraksi

2 Gerakan tidak dapat melawan gravitasi, tapi dapat melakukan


gerakan horizontal, dalam satu bidang sendi

3 Gerakan otot hanya dapat melawan gravitasi


4 Gerakan otot dapat melawan gravitasi dan tahanan ringan
5 Tidak ada kelumpuhan otot ( otot normal )
Sumber : Hestu, 2019.

5. Pengertian Hemiparise

Halim (2018), hemiparesis adalah kelemahan otot pada salah satu sisi

bagian tubuh akibat sindROM klinik yang terjadi setelah serangan stroke

dan timbul secara mendadak, progresif, berupa defisit neurologi fokal yang

berlangsung 24 jam atau lebih, hemiparesis yang terjadi pada satu sisi

tubuh merupakan gejala lain dari disfungsi motorik dan apabila di biarkan

akan menyebabkan disfungsi motorik secara permanen.

Pasien yang mengalami hemiparesis akan mengalami kesulitan dalam

menggerakan kaki dan tangan serta kesulitan berjalan serta kemungkinan

besar bisa mengalami kehilangan keseimbangan. Akibat dari keadaan

tersebut maka pasien akan mengalami kesulitan pula untuk melakukan

kegiatan sehari-hari seperti berpakaian, makan, mengambil suatu benda dan

pergi ke kamar mandi. Penatalaksanaan klien stroke yang mengalami


29

hemiparesis secara tepat dan sedini mungkin akan mampu memperbaiki

fungsi motorik, meningkatkan aktifitas, mengoptimalkan program

rehabilitas dan memperpendek waktu rawat di Rumah Sakit (Farida dan

Sri, 2018).

6. Mekanisme Hemiparesis

Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya

adalah paralisis dan hilang atau menurunnya reflek tendon dalam. Apabila

reflek tendon dalam ini muncul kembali (biasanya dalam waktu 48 jam

setelah serangan stroke), peningkatan tonus disertai dengan spasitas

(peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang terkena dapat

dilihat (Smeltzer and Bare, 2015).

Gerakan volunter melibatkan aktifitas kesadaran dalam korteks

serebri. Hal ini tidak berarti bahwa setiap kontraksi dari masing-masing

otot diinginkan oleh korteks itu sendiri, karena sebagian besar diatur oleh

korteks yang pada waktu bersamaan juga melibatkan aktivasi berbagai pola

fungsi yang tersimpan di area otak bagian bawah yaitu di medulla, batang

otak (brain steem), ganglia basalis dan cerebellum (otak kecil). Pusat-pusat

yang lebih rendah ini kemudian mengirimkan banyak sinyal pengaktivasi

spesifik untuk otot. Untuk beberapa tipe gerakan tertentu, korteks memiliki

jaras langsung ke neuron motorik anterior pada medulla, tidak melewati

pusat-pusat motorik lain, terutama untuk pengaturan gerakan tangkas yang

halus dari jari-jari dan tangan (Guyton,A.C & Hall, 2016).


30

Hemiparesis merupakan kelumpuhan parsial satu sisi tubuh, hal ini

umumnya disebabkan oleh lesi jaras kortikospinalis, yang berjalan turun

dari kortikal neuron di lobus frontal ke motor neuron sumsum tulang

belakang dan bertanggung jawab untuk gerakan otot-otot tubuh dan

anggota tubuhnya. Pada jaras tersebut melewati beberapa bagian dari

batang otak, yaitu midbrain, pons dan medulla, masing-masing saluran

yang melintasi ke sisi yang berlawanan (decussates) pada bagian terendah

dari medulla (membentuk struktur anatomi disebut sebagai piramida) dan

turun di sepanjang sisi berlawanan dari sumsum tulang belakang untuk

memenuhi kontralateral motor neuron. Sehingga satu sisi otak mengontrol

pergerakan otot dari sisi berlawanan dari tubuh itu sendiri, dengan

demikian gangguan saluran kortikospinalis kanan pada batang otak atau

struktur otak atas menyebabkan hemiparesis pada sisi kiri tubuh dan

sebaliknya (Irawandi, 2018).

Di sisi lain, lesi jaras pada sumsum tulang belakang menyebabkan

hemiparesis pada sisi yang sama dari tubuh. Otot-otot wajah juga

dikendalikan oleh saluran yang sama. Saluran yang mengaktifkan inti

wajah (ganglion) dan saraf wajah muncul dari nukleus mengaktifkan otot-

otot wajah selama kontraksi otot wajah. Karena inti wajah terletak di pons

atas decussation tersebut, lesi jaras pada pons atau struktur atas

menimbulkan hemiparesis pada sisi tubuh yang berlawanan dan paresis

pada sisi yang sama dari wajah yang disebut dengan hemiparesis
31

kontralateral. Jika wajah pasien tidak terlibat, ini sangat sugestif dari lesi

jaras pada bagian bawah batang otak atau medulla spinalis. Medulla

spinalis apabila sisi kanan hemiparesis, melibatkan cedera pada sisi kiri

otak. Sisi kiri otak berfungsi untuk mengontrol bicara dan bahasa

(Irawandi, 2018).

Klien yang menderita hemiparesis jenis ini dapat mengalami

kesulitan bicara dan memahami apa yang di katakan oleh orang lain serta

sulit untuk menentukan perbedaan sisi tubuh kiri dan kanan. Apabila sisi

kiri hemiparesis, melibatkan cedera pada sisi kanan otak seseorang, dimana

fungsi otak kanan yaitu untuk mengontrol proses belajar, mengontrol

perilaku dan komunikasi non verbal. Cedera pada area ini akan

menyebabkan seseorang berbicara secara berlebihan, memiliki rentang

perhatian yang pendek serta mengalami gangguan memori (Hestu, 2019).

C. Pengaruh Pemberian Range Of Motion (ROM) Bilateral Terhadap

Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparise

Klien stroke dengan hemiparesis mengalami perubahan fungsi fisik dan

kognitif. Citra tubuh merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan

berkaitan dengan perasaan penerimaan diri positif pada pasien stroke dengan

hemiparesis (Aadal et al, 2018). Kehilangan kemampuan fungsi fisik dan

kognitif merupakan stressor yang harus di hadapi oleh klien stroke dan jika

tidak di bekali dengan kemampuan adaptasi dan koping yang adaptif, maka

klien dapat mengalami gangguan penerimaan diri. Kemampuan untuk


32

melakukan aktivitas secara mandiri dan peran dalam keluarga sebagai kepala

keluarga atau Ibu yang berubah akibat stroke membuat ideal diri klien tidak

terpenuhi. Klien yang tidak mampu memahami keadaan bahwa harapan harus

realistis akan semakin stress dan memperburuk kondisi penyakitnya. Klien

dapat menjadi depresi dan meningkatkan resiko terjadinya serangan kedua

bahkan kematian. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kelemahan membuat

individu secara global dan secara personal tidak dapat menerima dirinya sendiri

(Schoenleber, et al, 2017).

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah

gangguan mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan rentang gerak.

Latihan rentang gerak yang dapat diberikan salah satunya yaitu dengan latihan

Range Of Motion (ROM) yang merupakan latihan gerak sendi dimana pasien

akan menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik

secara pasif maupun aktif. Range Of Motion (ROM) pasif diberikan pada pasien

dengan kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang

maupun sendi dikarenakan pasien tidak dapat melakukannya sendiri yang tentu

saja pasien membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga. Kemudian,

untuk Range Of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan latihan yang dilakukan

sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga.

Tujuan Range Of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu mempertahankan atau

memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang

sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk (Potter & Perry, 2017).


33

Latihan Range Of Motion (ROM) merupakan salah satu bentuk latihan

dalam proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah

terjadinya kecacatan pada pasien dengan stroke. Latihan ini adalah salah satu

bentuk intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk

keberhasilan regimen terapeutik bagi pasien dan dalam upaya pencegahan

terjadinya kondisi cacat permanen pada pasien paska perawatan di rumah sakit

sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan pasien pada keluarga

(Bakara & Warsito, 2019).

Latihan Range Of Motion (ROM) dapat mencegah terjadinya penurunan

fleksibilitas dan luas gerak sendi pada pasien stroke. Dengan terapi ROM dapat

menimbulkan rangsangan sehingga meningkatkan aktivitas dari kimiawi

neuromuskuler dan muskuler. Rangsangan melalui neuromuskuler akan

meningkatkan rangsangan pada serat saraf parasimpatis yang merangsang untuk

produksi asetilcholin, sehingga meningkatkan kontraksi . mekanisme melalui

muskulus terutama otot polos ekstremitas akan meningkatkan metabolism pada

metakonderia untuk menghasilkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot

ekstremitas sebagai energi untuk kontraksi dan meningkatkan tonus otot polos

ekstremitas (Primagiasih dan Sugiharto, 2019).

Range Of Motion (ROM) adalah salah satu bentuk intervensi fundamental

perawat yang merupakan bagian dari proses rehabilitasi pada klien stroke.

Terapi ROM berpengaruh pada kekuatan otot. Terapi ROM secara efektif dapat

meningkatkan drajat kekuatan otot ektremitas pada penderita stroke. Latihan


34

ROM dapat dilakukan dengan menggunakan cara ROM pasif, ROM aktif-asistif,

dan ROM aktif. ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan pasien dengan

bantuan perawat setiap gerakan. Intervensi lain dalam tindakan keperawatan

bagi pasien stroke yaitu dengan cara meletakkan tangan dalam posisi

menggenggam dengan jari-jari sedikit fleksi dan ibu jari dalam posisi

berhubungan dengan abduksi (Syahrim, dkk, 2019).

Pada saat seseorang terkena stroke hemiparise dan mengalami defisit

motorik akibat parese pada ekstremitas, maka pasien akan mengalami hambatan

dalam melakukan aktivitas sehari-hari terutama aktivitas-aktvitas yang

dilakukan dengan menggunakan kedua tangan. Untuk aktivitas-aktivitas sehari-

hari yang bisa digunakan hanya dengan satu tangan, mungkin masih bisa

dikompensasi oleh tangan yang sehat, tetapi penggunaan tangan yang sehat

secara terus menerus akan menambah buruk kemampuan motorik pada tangan

yang mengalami parese. Selama ini terapi yang sering dilakukan adalah

bagaimana mengoptimalkan tangan yang mengalami parese agar mampu

melakukan aktivitas sesuai kemampuannya. Latihan terus menerus dilakukan,

namun keterbatasan ini akan menyebabkan pasien terus menerus melakukan

kompensasi aktivitas dengan tangan yang sehat (Waller & Whitall, 2018).

Dasar neurofisiologis mengapa latihan bilateral akan meningkatkan fungsi

tangan yang mengalami parese dapat dijelaskan melalui mekanisme

transcallosal. Selama melakukan latihan bilateral, yang dipantau dengan

stimulasi magnetik transkranial, didapatkan bahwa kedua hemisper otak


35

mengalami penurunan dalam Intra Cortical Inhibition (ICI). Sebaliknya,

peningkatan ICI terlihat di hemisper ipsilateral ketika pasien hanya melakukan

latihan dengan satu tangan (latihan unilateral). Latihan bilateral mengakibatkan

peningkatan fasilitasi untuk kedua belahan hemisper otak dan menunjukkan

bahwa setelah latihan bilateral akan terjadi penurunan ICI dan peningkatan ICF

(Intra Cortical Function) di kedua hemisper. Sementara itu latihan unilateral

(dominan atau tidak dominan) akan menghasilkan peningkatan ICF dan

penurunan ICI hanya pada bagian kontralateral hemisper otak. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa jika latihan hanya dilakukan pada tangan yang mengalami

parese saja, maka dapat terjadi proses penghambatan pada hemisper yang

mengalami lesi, hal ini tentu saja dapat menghambat dalam pemulihan lengan

yang mengalami parese. Disisi lain, latihan bilateral memiliki efek positif untuk

kedua belahan otak. Mekanisme latihan yang sering digunakan dalam praktek

adalah menghubungkan kedua tangan secara bersama-sama untuk memberikan

efek yang baik bagi perubahan tangan yang sakit. Waller & Whitall, 2018).

Hasil studi kasus Primagiasih dan Sugiharto (2019), menunjukan masalah

gangguan mobilitas fisik pada kedua pasien mengalami perkembangan setelah

diberikan tindakan ROM. Kesimpulan Range Of Motion dapat meningkatkan

kekuatan otot dan rentang gerak pada pasien stroke.

Hasil penelitian Ananda (2017), menunjukkan terdapat pengaruh Range

Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot dengan p value kekuatan otot (0,000).

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi pertimbangan bagi PSTW untuk bisa
36

menjadikan Range Of Motion (ROM) sebagai program latihan untuk

meningkatkan kekuatan otot pada lansia dengan kondisi bedrest dan diharapkan

bagi peneliti selanjutnya untuk pemilihan responden dilakukan responden laki-

laki dan perempuan.

Hasil penelitian Azizah (2020), tentang efektifitas latihan ROM terhadap

peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke membuktikan bahwa 100%

latihan ROM efektif dalam mengatasi masalah kelemahan otot pada pasien

pasien stroke. Latihan Range Of Motion (ROM) yang digunakan dalam jurnal

yang terpilih yaitu, dua Range Of Motion (ROM) aktif dan pasif.. Berdasarkan

10 jurnal yang terpilih sesuai dengan kriteria inklusi, dapat disimpulkan bahwa

latihan ROM efektif dalam meningkatkan kekuatan otot.

D. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Range Of Motion (ROM) Kekuatan Otot Pada


Bilateral Pasien Stroke Dengan
Hemiparise

Bagan 1.
Kerangka Konsep

E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pemberian Range Of Motion

(ROM) bilateral terhadap kekuatan otot pada pasien stroke dengan hemiparise di

Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.


37

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan desain

penelitian pre experimental dengan pendekatan one group pre test-post test. Pada

desain penelitian ini hanya terdapat satu kelompok, yaitu kelompok perlakuan

sekaligus menjadi kelompok kontrol. Kelompok tersebut dilakukan intervensi

berupa latihan ROM bilateral menggunakan metode langsung. Dilakukan

penilaian untuk mengetahui kekuatan otot sebelum intervensi (pre-test)

(Notoadmodjo, 2018).

B. Kerangka Penelitian

A1 B A2

Keterangan :

A1 = kekuatan otot pada pasien stroke dengan hemiparise sebelum

diberikannya Range Of Motion (ROM) bilateral (pretest)

B = Perlakuan yaitu pemberian Range Of Motion (ROM) bilateral.

A2 = kekuatan otot pada pasien stroke dengan hemiparise sesudah

diberikannya Range Of Motion (ROM) bilateral (posttest).

Bagan 2
Kerangka Penelitian

37
38

C. Definisi Operasional

Merupakan definisi langkah-langkah pembatasan atau cara kita mengambil data.

Tabel.4
Definisi Operasional
Variable Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
Variabel
Independen
Range Of Latihan Wawancara SOP - -
Motion (ROM) menggerakkan pelaksanaan
Bilateral bagian tubuh untuk ROM
memelihara
fleksibilitas dan
kemampuan gerak
sendi pada pasien
stroke dengan
hemiparise,
dilakukan setiap hari
pagi dan sore selama
pasien stroke dengan
hemiparise di rawat
di Unit Stroke RSUD
Dr. M. Yunus
Bengkulu, lama
waktu pemebrian
ROM selama 30
menit, dilakukan
minimal 4 kali
pengulangan setiap
gerakan.

Dependen :
Kekuatan Otot Kemampuan otot Observasi Skala Skor Nilai Ratio
Pada Pasien pada pasien tingkat 0-5
Stroke Dengan hemiparise menahan kekuatan
Hemiparise beban baik berupa otot
beban eksternal
maupun beban
internal.
39

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian sudah dilaksanakan di RSUD Dr M. Yunus Bengkulu pada 23

Mei sampai 12 Juni 2022.

E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2018). Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang

ada di wilayah penelitian, maka penelitianya merupakan penelitian populasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah pasien stroke dengan hemiparise

di RSUD Dr M. Yunus Bengkulu. Jumlah populasi dalam penelitian ini yaitu

berjumlah 259 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari objek yang diteliti dan

dianggap mewakili keseluruhan dari populasi (Notoatmodjo, 2018). Sampel

adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga

dianggap dapat mewakili populasinya (Dahlan, 2016). Adapun teknik

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan cara

accidental sampling yaitu merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan

kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti

dapat digunakan sebagai sampel. Sampel yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu 10 responden.


40

Kriteria inklusi dari penelitian ini, sebagia berikut :

a. Skala VIS dengan nilai minimal 1

b. Kesadaran kompos mentis

c. Bersedia menjadi responden dan menandatangani inform consent

d. Dapat berkomunikasi dengan baik

Kriteria ekslusi dari penelitian ini, sebagai berikut :

a. Tidak mengikuti latihan sebanyak 3 kali berturut

b. Kondisi pasien drop dengan komplikasi lain

F. Metode Pengambilan Data, Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengambilan Data

a) Data Primer

Jenis data yang dikumpulkan selama penelitian ini adalah data primer,

dimana data yang didapatkan langsung dari subyek penelitian. Instrumen

yang digunakan yaitu lembar standar operasional prosedur (SOP) Range Of

Motion (ROM) bilateral dan lembar observasi derajat kekuatan otot.

Peneliti akan menilai kekuatan otot pasien stroke dengan hemiparise

sebelum dilakukan Latihan ROM Bilateral (didapatkan nilai pre test),

selanjutnya peneliti memberikan latihan ROM bilateral kepada pasien

stroke dengan hemiparise pada pagi dan sore hari, dilakukan selama

perawatan di Rumah Sakit, pelaksanaan latihan ROM dilakukan selama 30

menit dan dilakukan minimal 4 kali pengulangan setiap gerakan, yang akan

dilakukan oleh peneliti sendiri dan di bantu observer dari teman.


41

Selanjutnya peneliti menilai kembali kekuatan otot pasien stroke dengan

hemiparise setelah dilakukan Latihan ROM Bilateral (didapatkan nilai post

test).

b) Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari catatan pelaporan atau

register di RSUD Dr M. Yunus Bengkulu mengenai jumlah data yang akan

diteliti, yaitu jumlah pasien stroke dengan hemiparise.

2. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan menggunakan program komputer melalui

langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing (Pemeriksaan)

Dalam persiapan ini peneliti memeriksa kembali kelengkapan data

yang diperoleh kemudian untuk memudahkan pengecekan kelengkapan

data yang diperlukan untuk mencapai tujuan peenelitian dilakukan

pengelompokkan dan penyusunan data. Data di kelompokkan berdasarkan

pertimbangan peneliti sendiri dengan maksud untuk memudahkan

pengolahan data.

b. Coding (Pengkodean)

Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi

data/bilangan dengan memberikan kode-kode setiap variabel dengan

maksud untuk mempermudah pengolahan data.


42

c. Processing (Memproses)

Setelah semua isi format pengumpulan data diperiksa dan melewati

pengkodean, maka langkah selanjutnya dan memproses agar dapat di

anlisis dengan cara memasukkan data format pengumpulan data ke

komputer.

d. Tabulating

Untuk lebih mudah dalam pembacaan data dan menganalisa data

yang telah di ambil dimasukkan dalam bentuk variabel penelitian.

e. Entry

Data yang telah di kelompokkan kemudian di masukkan dan diolah

dengan menggunakan komputer.

f. Cleaning

Memeriksa kembali data yang ada diprogram komputer dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan

dalam entry data.

3. Analisis Data

Data disajikan dalam mendistribusikan melalui analisis univariat dan

analisis bivariat.

a. Analisis Univariat

Analisa univariat merupakan analisa yang digunakan untuk

menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini analisa univariat digunakan untuk menjelaskan atau


43

mendiskripsikan angka atau nilai karakteristik responden berdasarkan

kekuatan otot pada penderita hemiparise, serta gambaran karakteristik

kekuatan otot sebelum dan setelah dilakukan ROM.

b. Analisis Bivariat

Analisa ini merupakan analisa yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2018). Dalam

penelitian ini, analisa bivariat digunakan untuk menganalisa pengaruh

pemberian Range Of Motion (ROM) bilateral terhadap kekuatan otot pada

penderita hemiparise di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

antara sebelum dan sesudah diberikan pemberian Range Of Motion

(ROM) bilateral. Sehingga dalam analisis ini dapat digunakan uji statistik

uji t-test yaitu uji beda dua mean dependen. Uji dua mean dependen

digunakan untuk menguji perbedaan mean antara dua kelompok data yang

dependen. Hasil analisa diambil kesimpulan :

1) Bila value ≤, Ho ditolak, berarti ada pengaruh pemberian Range

Of Motion (ROM) bilateral terhadap kekuatan otot pada penderita

hemiparise di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

2) Bila value ≥, Ho gagal ditolak, berarti tidak ada pengaruh

pemberian Range Of Motion (ROM) bilateral terhadap kekuatan otot

pada penderita hemiparise di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu.
44

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian sudah dilaksanakan di RSUD Dr M. Yunus Bengkulu pada 23

Mei sampai 12 Juni 2022. Sampel pada penelitian ini berjumlah 10 orang. Proses

penelitian yang dilakukan peneliti adalah peneliti akan menilai kekuatan otot

pasien stroke dengan hemiparise sebelum dilakukan Latihan ROM Bilateral

(didapatkan nilai pre test), selanjutnya peneliti memberikan latihan ROM

bilateral kepada pasien stroke dengan hemiparise pada pagi dan sore hari,

dilakukan selama perawatan di Rumah Sakit, pelaksanaan latihan ROM

dilakukan selama 30 menit dan dilakukan minimal 4 kali pengulangan setiap

gerakan, yang akan dilakukan oleh peneliti sendiri dan di bantu observer dari

teman. Selanjutnya peneliti menilai kembali kekuatan otot pasien stroke dengan

hemiparise setelah dilakukan Latihan ROM Bilateral (didapatkan nilai post test).

Instrumen yang digunakan yaitu lembar standar operasional prosedur (SOP)

Range Of Motion (ROM) bilateral dan lembar observasi derajat kekuatan otot.

Setelah didapatkan hasil nilai kekuatan otot pada penderita hemiparise

maka selanjutnya peneliti melakukan pemeriksaan ulang data yang didapatkan,

pengkodingan, pemprosesan serta pengolahan data dengan menggunakan

komputerisasi. Adapun hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan jenis analisis

data yang dilakukan adalah sebagai berikut :

44
45

1. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan untuk mendapat rata-rata nilai variabel yang

diteliti berdasarkan subjek penelitian. Variabel independen dalam penelitian

ini.

Tabel. 5
Nilai Rata-Rata Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparise
Sebelum Diberikannya Range Of Motion (ROM) Bilateral
Di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Variabel N Mean Std.Deviasi Kekuatan Otot


Pada Pasien
Stroke
(minimum dan
maksimum)
Kekuatan Otot Pada 10 2.40 0.699 1-3
Pasien Stroke Dengan
Hemiparise Sebelum
Diberikannya Range Of
Motion (ROM) Bilateral

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata kekuatan otot pada

pasien stroke dengan hemiparise sebelum diberikannya Range Of Motion

(ROM) Bilateral didapatkan nilai rata-rata 2.40, dengan standar deviasi

0.699, kekuatan otot pada pasien stroke dengan hemiparise sebelum

diberikannya Range Of Motion didapat hasil ukur kekuatan otot pada pasien

stroke dengan hemiparise paling tinggi adalah 3 dan paling rendah adalah 1.
46

Tabel. 6
Nilai Rata-Rata Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparise
Setelah Diberikannya Range Of Motion (ROM) Bilateral
Di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Variabel N Mean Std.Deviasi Kekuatan Otot


Pada Pasien
Stroke
(minimum dan
maksimum)
Kekuatan Otot Pada 10 3.30 0.675 2-4
Pasien Stroke Dengan
Hemiparise Setelah
Diberikannya Range Of
Motion (ROM) Bilateral

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa rata-rata kekuatan otot pada

pasien stroke dengan hemiparise setelah diberikannya Range Of Motion

(ROM) Bilateral didapatkan nilai rata-rata 3.30, dengan standar deviasi

0.675, kekuatan otot pada pasien stroke dengan hemiparise setelah

diberikannya Range Of Motion didapat hasil ukur kekuatan otot pada pasien

stroke dengan hemiparise paling tinggi adalah 4 dan paling rendah adalah 2.

2. Analisis Bivariat

Analisis ini dilakukan untuk menganalisis sebab akibat antara variabel

independen dan dependen yaitu pengaruh pemberian Range Of Motion

(ROM) bilateral terhadap kekuatan otot pada penderita hemiparise di Unit

Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Data dianalisis dengan uji t dengan

tingkat kepercayaan 95% atau  = 0,05. Salah satu persyaratan sebelum t-


47

test dilakukan adalah melakukan uji kenormalan data dengan menggunakan

nilai Skewness dan Standar error pada variabel penelitian sebelum dan

setelah Range Of Motion (ROM) bilateral. Hasil penelitian dikatakan

berdistribusi normal jika nilai Skewness dibagi standar errornya

menghasilkan angka dibawah 2, dengan kata lain nilai sebelum dan setelah

dilakukan perlakuan setara. Berikut adalah hasil uji kenormalan data setiap

variabel.

Tabel 7
Uji Normalitas

Variabel Skewness Standar Eror Hasil


Pretest -0.780 0.687 -1.135

Posttest -0.434 0.687 -0.631

Hasil table 7 diatas menunjukkan bahwa uji kenormalan data pada

variabel sebelum dan setelah dilakukan Range Of Motion (ROM) bilateral

berdistribusi normal dengan hasil semuanya dibawah nilai 2, jadi anlisis

bivariat menggunakan uji paired t test (parametrik).

Tabel 8
Pengaruh Pemberian Range Of Motion (ROM) Bilateral Terhadap
Kekuatan Otot Pada Penderita Hemiparise Di Unit Stroke
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Kekuatan Otot Pada Penderita Mean p value


Hemiparise
Kekuatan Otot Pada Penderita -0.900 0,000
Hemiparise (Pretest – Posttest)
48

Berdasarkan tabel 8 di atas diperoleh hasil uji statistik didapatkan

intensitas nyeri dengan nilai p = 0,000, berarti < 0,05 (α) sehingga dapat

disimpulkan bahwa adanya pengaruh pemberian Range Of Motion (ROM)

bilateral terhadap kekuatan otot pada penderita hemiparise di Unit Stroke

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

B. Pembahasan

1. Nilai Rata-Rata Kekuatan otot Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparise

Sebelum Diberikannya Range Of Motion (ROM) Bilateral

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa rata-rata kekuatan otot pada

pasien stroke dengan hemiparise sebelum diberikannya Range Of Motion

(ROM) Bilateral didapatkan nilai rata-rata 2.40. Kekuatan otot responden

paling banyak sebelum dilakukan latihan gerak dengan ROM (Range Of

Motion) bilateral adalah 1 responden kekuatan otot 1 di tunjukkan dengan

tidak ada pergerakan yang tampak atau dapat dipalpasi saat peneliti meminta

pasien untuk melakukan Gerakan. 4 responden kekuatan otot 2 ditunjukkan

dengan pasen Gerakan tidak dapat melawan gravitasi, tapi dapat melakukan

gerakan horizontal, dalam satu bidang sendi, 5 responden kekuatan otot 3

ditunjukkan dengan respon gerakan otot hanya dapat melawan gravitasi. Hal

ini dikarenakan pada pasien stroke kelemahan merupakan gejala yang umum

dijumpai, kelemahan otot merupakan dampak terbesar pada pasien stroke

kelemahan yang ditemukan berupa kelemahan pada sisi kanan atau kiri.
49

Latihan Range Of Motion (ROM) bilateral dapat meningkatkan

fleksibilitas dan luas gerak sendi pada pasien stroke. Latihan ROM dapat

menimbulkan rangsangan sehingga meningkatkan aktivitas dari kimiawi

neuromuskuler dan muskuler. Rangsangan melalui neuromuskuler akan

meningkatkan rangsangan pada serat saraf otot ekstremitas terutama saraf

paasimpatis yang merangsang untuk produksi asetilcholin, sehingga

mengakibatkan kontraksi. Mekanisme melalui muskulus terutama otot polos

ekstremitas akan meningkatkan metabolisme pada metakonderia untuk

menghasilkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot ekstremitas sebagai energi

untuk kontraksi dan meningkatan tonus otot polos ekstremitas.

Latihan ROM dengan menggunakan pendekatan bilateral bisa

meningkatkan kekuatan otot pasien lebih baik. Hal ini karena latihan

fungsional tangan secara keseluruhan, yaitu bahwa konsep bilateral dapat

mengaktivasi kedua sisi hemisfer otak. Latihan ROM yang dilakukan dengan

pendekatan bilateral dapat memberikan keuntungan yang lebih baik, karena

pada saat latihan ROM bilateral ini dilakukan, terjadi aktivasi pada kedua sisi

hemisfer otak yang dapat membantu pemulihan kekuatan motorik pasien

stroke dengan lebih baik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wedri (2019), pada

penelitian yang sebelumnya terdapat perbandingan peningkatan kekuatan

otot pasien stroke yang melakukan latihan rentang gerak secara tepat dengan

yang tidak melakukannya. Karena pasien stroke yang lebih sering


50

melakukan latihan gerak mandiri aktif maupun pasif lebih dapat untuk

mengikuti gerakan sesuai instruksi peneliti dan juga kekuatan otot nya lebih

baik. Didapatkan 1 orang (4,35%) yang tidak terjadi peningkatan kekuatan

otot (tetap), dan 22 orang (95,65%) mengalami peningkatan kekuatan otot ,

dengan rata- rata peningkatan kekuatan otot 3.6565.

2. Nilai Rata-Rata Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparise

Setelah Diberikannya Range Of Motion (ROM) Bilateral

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa rata-rata kekuatan otot pada

pasien stroke dengan hemiparise setelah diberikannya Range Of Motion

(ROM) Bilateral didapatkan nilai rata-rata 3.30. Kekuatan otot responden

paling banyak sesudah dilakukan latihan gerak ROM (Range Of Motion)

bilateral adalah sebanyak 1 responden kekuatan otot 2 ditunjukkan dengan

respon gerakan tidak dapat melawan gravitasi, tapi dapat melakukan gerakan

horizontal, dalam satu bidang sendi, 5 responden kekuatan otot 3

ditunjukkan dengan gerakan otot hanya dapat melawan gravitasi, 4

responden kekuatan otot 4 ditunjukkan dengan gerakan otot dapat melawan

gravitasi dan tahanan ringan. Responden tidak mengalami peningkatan

kekuatan otot merupakan yang sudah mengalami kekakuan otot yang dapat

mempengaruhi fungsi gerak pada tangan secara optimal dan juga tidak

melakukan rehabilitasi latihan gerak rentang secara cepat, tepat, berkala dan

berkesinambungan sehingga dapat mempengaruhi peningkatan kekuatan

otot.
51

Peneliti juga menemukan beberapa pasien yang kesulitan untuk

melakukan tindakan sesuai intsruksi peneliti karen pasien merasa lemah dan

juga di saat pasien di beri tahanan oleh peneliti pasien tidak mampu untuk

menahannya atau melawannya. Kelemahan otot disebabkan karena adanya

suatu gangguan pada system motor disuatu titik atau beberapa tempat dari

rangkaian kendali dari sel motor neuron sampai ke serabut-serabut otot.

Berdasarkan peengamatan penelti responden setelah dilakukan ROM

yang dilakukan 2 kali sehari dalam waktu 3 hari secara beturut-turut,

mengalami peningkatan yang cukup signifikan terhadap kekuatan otot pada

pasien stroke dengan hemiparise. Pada pasien stroke juga mengalami

penurunan kekuatan otot karena saat pasien diminta untuk melakukan

beberapa gerakan ada beberapa pasien merasa lemah untuk menggerakkan

tubuh sesuai intruksi peneliti.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Intan (2018), didapatkan dari 21

responden sebagian besar memiliki kekuatan otot dengan kategori baik skala

4 sebanyak 11 atau 52,4% responden. Hal ini menunjukkan semakin sering

melakukan Range Of Motion (ROM) aktif memengaruhi kekuatan otot pada

penderita stroke non hemoragik. Dari hasil uji Wilcoxon didapatkan hasil

bahwa signifikansi sebesar 0,000 adalah lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat

dinyatakan bahwa H1 diterima atau Terdapat Pengaruh pemberian Range Of

Motion (ROM) aktif terhadap kekuatan otot pada penderita stroke non

hemoragik di Ruang Flamboyan RSUD Jombang Kabupaten Jombang.


52

Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa, baik latihan ROM

bilateral dapat meningkatkan kekuatan otot pasien dengan hemiparese.

Latihan ROM merupakan salah satu bentuk latihan dalam proses rehabilitasi

yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada

pasien dengan stroke. Secara konsep, latihan ROM dikatakan dapat

mencegah terjadinya penurunan fleksibilitas sendi dan kekakuan sendi

(Lewis et al, 2017).

3. Pengaruh Pemberian Range Of Motion (ROM) Bilateral Terhadap Kekuatan

Otot Pada Penderita Hemiparise

Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan kekuatan otot ekstrimitas

pada tangan dan kaki sebelum dan sesudah dilakukan Range Of Motion

(ROM) bilateral pada responden. Hal ini membuktikan bahwa Range Of

Motion (ROM) bilateral berpengaruh terhadap kekuatan otot ekstrimitas pada

penderita hemiparise di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan pada otot ektremitas tangan

dan kaki setelah dilakukan latihan ROM bilateral 2 kali sehari mengalami

peningkatan Mean kekuatan otot pada hari ke 6. Dimana terjadi peningkatan

kekuatan otot ekstrimitas tangan dari rata-rata kekuatan otot 2.40 menjadi

rata-rata kekuatan otot 3.30.

Pemberian latihan ROM (Range Of Motion) bilateral juga menunjukan

adanya peningkatan kekuatan otot pada penderita hemiparise. Berdampak


53

pada aktivasi kedua sisi hemisfer otak yang dapat membantu pemulihan

kekuatan motorik klien stroke dengan lebih baik

Peneliti berpendapat bahwa latihan ROM (Range Of Motion) pada klien

stroke dengan hemiparesis terjadi perbaikan fungsi otak melalui rangsang

dari serabut saraf aferen saja yang dapat mengaktivasi kimiawi

neuromuskuler dan muskuler, meningkatkan metabolisme di mitokondria

dan merangsang saraf parasimpatis serta meningkatkan produksi ATP

sehingga meningkatkan rangsangan produksi asetilcolin yang dapat

memicu kontraksi otot ekstremitas.

Latihan ROM bilateral dapat menimbulkan rangsangan sehingga

meningkatkan aktivasi dari kimiawi, neuromuskuler dan muskuler. Otot

polos pada ekstremitas mengandung filamen aktin dan myosin yang

mempunyai sifat kimiawi dan berintraksi antara satu dan lainnya. Proses

interaksi diaktifkan oleh ion kalsium, dan adeno triphospat (ATP),

selanjutnya dipecah menjadi adeno difosfat (ADP) untuk memberikan energi

bagi kontaraksi otot ekstremitas. Rangsangan melalui neuromuskuler akan

meningkatkkan rangsangan pada serat syaraf otot ekstremitas terutama

syaraf parasimpatis yang merangsang untuk produksi asetilcholin, sehingga

mengakibatkan kontraksi. Mekanisme melalui muskulus terutama otot polos

ekstremitas akan meningkatkan metabolisme pada metakonderia untuk

menghasilkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot polos ekstremitas sebagai

energi untuk kontraksi dan meningkatkan tonus otot polos ekstremitas.


54

Menurut peneliti latihan yang terprogram dan dilakukan secara

berkesinambungan dan teratur dapat memberikan hasil yang optimal, karena

seakin seringnya sendi digerakkan secara teratur dengan teknik yang tepat

dan perlahan, maka selain menstimulasi tonus otot dan proprioceptor

dipersendian melalui approksimasi juga dapat membangkitkan kembali

kendali otak terhadap otot-otot tersebut sehingga penelitian ini menunjukkan

hasil bahwa ROM bilateral dapat meningkatkan kekuatan otot pasien.

Berdasarkan hasil penelitian dapat di lihat bahwa adanya peningkatan

kekuatan otot apabila pasien stroke selalu melakukan latihan gerak sendiri

karena dapat mengembalikan kekuatan otot-otot yang sudah kaku maupun

yang tidak dapat di gerakkan dahulu. Dengan melakukan latihan gerak sendi

atau latihan ROM pasien stroke akan dapat kembali melakukan aktivitas

sehari-hari secara mandiri, namun saat pasien melakukan latihan harus selalu

dalam pantauan keluarga yg merawat maupu dokter dan perawat.

Dasar neurofisiologis mengapa latihan bilateral akan meningkatkan

fungsi tangan yang mengalami parese dapat dijelaskan melalui mekanisme

transcallosal. Selama melakukan latihan bilateral, yang dipantau dengan

stimulasi magnetik transkranial, didapatkan bahwa kedua hemisper otak

mengalami penurunan dalam Intra Cortical Inhibition (ICI). Sebaliknya,

peningkatan ICI terlihat di hemisper ipsilateral ketika pasien hanya

melakukan latihan dengan satu tangan (latihan unilateral). Latihan bilateral

mengakibatkan peningkatan fasilitasi untuk kedua belahan hemisper otak


55

dan menunjukkan bahwa setelah latihan bilateral akan terjadi penurunan ICI

dan peningkatan ICF (Intra Cortical Function) di kedua hemisper.

Sementara itu latihan unilateral (dominan atau tidak dominan) akan

menghasilkan peningkatan ICF dan penurunan ICI hanya pada bagian

kontralateral hemisper otak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jika latihan

hanya dilakukan pada tangan yang mengalami parese saja, maka dapat

terjadi proses penghambatan pada hemisper yang mengalami lesi, hal ini

tentu saja dapat menghambat dalam pemulihan lengan yang mengalami

parese. Disisi lain, latihan bilateral memiliki efek positif untuk kedua

belahan otak. Mekanisme latihan yang sering digunakan dalam praktek

adalah menghubungkan kedua tangan secara bersama-sama untuk

memberikan efek yang baik bagi perubahan tangan yang sakit (Waller &

Whitall, 2018).

Upaya untuk meningkatkan input sensoris dan sekaligus feedback ke

otak, yang menjadi dasar dalam kontrol motorik atau pembelajaran gerak

sadar. Dengan demikian, penerimaan atau upaya untuk menyadari instruksi

atau latihan gerak pada klien pasca stroke dengan hemiparesis menjadi sangat

penting dalam pembelajaran motorik. Latihan ROM (Range Of Motion)

menekankan pada bagaimana gerakan dihasilkan dan bagaimana gerakan

dipelajari, sehingga partisipasi aktif klien untuk melakukan suatu gerakan

secara sadar sangat diperlukan dalam menentukan performa fungsionalnya

(Irawandi, 2018).
56

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Purwanti

et al, 2019) bahwa sesudah pasien mendapatkan latihan ROM pasif selama 7

hari terdapat manfaat untuk pasien yaitu adanya peningkatan kekuatan otot

dan kemampuan fungsional pada pasien stroke. Penelitian ini juga

membuktikan baik ROM dilakukan 4 kali sehari maupun 1 kali sehari sama-

sama berpengaruh. Jika seseorang yang mengalami hamiparese tidak

dilakukan latihan gerak maka akan terjadi kontraktur, karena adanya atropi,

kelemahan otot tidak ada keseimbangan otot sehingga otot memendek

karena adanya lengketan kapsul sendi dan pembengkakan sendi.


57

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Rata-rata kekuatan otot pada pasien stroke dengan hemiparise sebelum

diberikannya Range Of Motion (ROM) bilateral di Unit Stroke RSUD Dr. M.

Yunus Bengkulu yaitu 2.40.

2. Rata-rata kekuatan otot pada pasien stroke dengan hemiparise setelah

diberikannya Range Of Motion (ROM) bilateral di Unit Stroke RSUD Dr. M.

Yunus Bengkulu yaitu 3.30.

3. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada pengaruh pemberian Range Of

Motion (ROM) bilateral terhadap kekuatan otot pada pasien stroke dengan

hemiparise di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dengan p value

yaitu 0,000.

B. Saran

1. Teoritis

Bagi STIKES Bhakti Husada Bengkulu, hasilpenelitian ini bisa menjadi

tambahan pengetahuan bagi mahasiswa keerawatan dalam materi

Keperawatan Medikal Bedah, sehingga mahasiswa dapat memberikan asuhan

keperawatan yang baik kepada pasien stroke hemiparise dengan melakukan

memberikan Latihan ROM bilateral. Hasil penelitian ini bisa dijadikan

sebagai evidence based dalam mengembangkan berbagai terapi yang dapat

57
58

diberikan pada klien stroke yang mengalami hemiparesis. Penelitian lebih

lanjut dapat melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi kekuatan otot dan penerimaan diri pada klien stroke dengan

hemiparesis.

2. Praktis

Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian ROM (Range Of Motion)

berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas sehingga

terapi ini dapat di usulkan sebagai salah satu prosedur tetap dalam pemberian

intervensi keperawatan di Rumah Sakit. Bagi perawat diharapkan untuk

memberikan latihan ROM bilateral kepada pasien stroke dengan hemiparise

yang mengalami kelemahan otot dalam bentuk latihan harian 2 kali sehari

selama 30 menit, dilakukan minimal 4 kali pengulangan setiap gerakan agar

kekuatan otot pasien dapat dipertahankan. Perlunya dukungan dan motivasi

yang di harus diberikan perawat kepada pihak keluarga dalam memotivasi

klien untuk terus melakukan ROM (Range Of Motion) bilateral pada pasien

stroke dengan hemiparise.


59

DAFTAR PUSTAKA

Aadal, L., Angel, S., Langhorn, L., Pedersen, B. B., & Dreyer, P. 2018. Nursing roles
and functions addressing relatives during in-hospital rehabilitation following
stroke. Care needs and involvement. Scandinavian journal of caring sciences,
32(2), 871-879. doi:https://remotelib.ui.ac.id:2084/10.1111/scs.12518

Ananda. 2017. Pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada
lansia bedrest di PSTW Budhi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan.

Agusrianto dan Rantesegi, 2020. Penerapan Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif
terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas pada Pasien dengan Kasus
Stroke. Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIKA) Vol. 2, No. 2, Agustus 2020, pp 61-66.

Anggriani, dkk. 2018. Pengaruh ROM (Range Of Motion) Terhadap Kekuatan Otot
Ekstremitas Pada Pasien Stroke Non Hemoragic.

Azizah, Lilik, Ma’rifatul. 2020. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Jogjakarta: Graha
Ilmu.

Bakara, D. M., & Warsito, S. 2019. Latihan Range Of Motion (ROM) pasif terhadap
rentang sendi pasien pasca stroke Exercise Range Of Motion ( ROM ) Passive to
Increase Joint Range of Post-Stroke Patients, VII(2).

Batubara. 2021. Kekuatan Otot pada Pasien Stroke Hemiplegia di Rumah Sakit
Tentara Pematangsiantar. S1 Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Boehme, C. Esenwa, M. E. 2018. Stroke: Risk factors and prevention. Journal of the
Pakistan Medical Association, 60(5), 412.
https://doi.org/10.1161/CIRCRESAHA.116.308398.Stroke

Chaniago, Hendrian. 2019. Pengukuran Gerak Sendi Tubuh Manusia Rane Of


Motion. Diakses dari https://hendrianchaniago.com/2019/01/20/pengukuran-
gerak-senditubuh-manusia-range-of-motion/

Dahlan, S. 2016. Besar Sampel Dalam Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan.


Jakarta : Epidemiologi Indonesia.

Farida, I & Sri, Amalia, N. 2018. Mengantisipsi Stroke. Yogyakarta: Buku Biru

Guyton and Hall. 2016. Textbook of Medical Physiology. 13th ed. Philadelphia (PA):
Elsevier, Inc.;
60

Halim, R. Dkk. 2018. Gambaran pemberian terapi pada pasien stroke dengan
hemiparesis dekstra atau sinistra di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (ecl), Volume 4, Nomor 2

Hestu. 2019. Efektifitas Latihan Range Of Motion (ROM) Dan Gerakan Bola Karet
Terhadap Kekuatan Otot Menggenggam dan Fungsi Menggenggam Pada Pasien
Stroke Di RSUD Sleman. Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.

Hosseini, Z.S. 2019. The effect of early passive Range Of Motion exercise on motor
function of people with stroke: a Randomized Controlled Trial. Journal of Caring
Sciences 2019; 8 (1): 39-44.

Intan. 2018. Pengaruh range of motion (ROM) aktif terhadap kekuatan otot pada
penderita stroke non hemoragik. Program studi S1 Ilmu Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.

Irawandi, D. 2018. Perbedaan pemberian kombinasi terapi cermin dan ROM (mirror
therapy dan & Range Of Motion) dengan ROM terhadap kekuatan otot
ekstermitas atas & tahap penerimaan diri pada klien stroke dengan hemiparesis
di ruang VII rumkital dr. ramelan surabaya (pp. 127–129). pp. 127–129.

Izzulhaq, Fahreza Fatih and -, Suryo Saputra perdana. 2019. Penatalaksanaan


Fisioterapi pada Kondisi Median Meniscus Tear Knee Sinistra dengan Modalitas
Ultrasound dan Terapi Latihan untuk Mengurangi Nyeri dan Meningkatkan
Aktivitas Fisik dan Kemampuan Fungsional di RSP dr. Ario Wirawan
Salatiga. Diploma thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta:


Kemenkes RI. Diakses pada tanggal 31 Januari 2019 dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatanindonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-tahun-2017.pdf

Kisner, Carolyn & Lynn Allen Colby. 2017. Therapeutic Exercise: Foundations and
Techniques. Philadelphia: F.A. Davis

Kozier, et all. 2016. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, &
Praktik. Jakarta: EGC.

Lewis, Sharon L., et al. 2017. Medikal-Surgical Nursing: Assessment and


Management of Clinical Problems (8th ed. Vol 2.). United State of America:
Elsevier Mosby.
61

Nanda. 2016. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10


editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

Noor. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal (Edisi 2). Jakarta : Salemba
Medika.

Notoatmodjo, S. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan Ketiga. Jakarta :


PT. Rineka Cipta.

Primagiasih dan Sugiharto, 2019. Penerapan Prosedur Range Of Motion (ROM)


Pada Pasien Lansia Pasca Stroke Di Desa Pakis Putih & Rowocacing
Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan

Potter, A & Perry, A 2017. Buku ajar fundamental keperawatan; konsep, proses, dan
praktik, vol.2, edisi keempat. Jakarta : EGC.

Purwanti et al, 2019. Pengaruh Rom (Range Of Motion) Terhadap Kekuatan Otot
Ekstremitas Pada Pasien Stroke Non Hemoragic. Jurnal Riset Hesti Medan, Vol.
3, No. 2, Desember 2019.

Rahmadani. 2019. Peningkatan kekuatan otot pasien stroke non hemoragik Dengan
Hemiparese melalui Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif. Journal of
Telenursing (JOTING) Volume 1, Nomor 2, Desember 2019.

Sari, 2021. Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Hemiplegia Di Rumah Sakit Tentara
Pematangsiantar. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Senesac, 2018. Latihan Range of Motion (Rom) Pasif Terhadap Rentang Sendi
Pasien Pasca Stroke. In Idea Nursing Journal (Vol. 7, Issue 2).

Smeltzer, S.C. 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Susanti dan Bistara. 2019. Pengaruh Range Of Motion terhadap Kekuatan Otot pada
Pasien Stroke.

Syahrim, Azhar dan Risnah. 2019. Efektifitas Latihan ROM Terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke: Study Systematic Review. edia Publikasi
PROMosi Kesehatan Indonesia MPPKI (September, 2019) Vol. 2. No. 3.

Tosun A,Ture S,etc. 2017. Effects Of Low-Frequency Repetitive Transcranial


Magnetic Stimulation and NeuROMuscular Elecrical Stimulation On Upper
Extremity Motor Recovery in the Early Period After Stroke: a Preliminary
Study.Topics in Stroke Rehabilitation, DOI: 10.1080/10749357.2017.1305644.
62

Tononi, et al, 2017. Makalah Asuhan keperawatan Stroke Pada Lansia.


https://www.scribd.com/document/509788425/Makalah-Asuhan-Keperawatan-
Stroke-Pada-Lansia-

Waller DG, Sampson AP. Neurotransmission and The Peripheral Autonomic


Nervous System. Med Pharmacol Ther. 2018;73–90.

Wedri. 2019. Pemberian Latihan ROM dengan Bola Karet terhadap Kekuatan
Otot Tangan Pasien Stroke Non Hemoragik. NM Wedri. Gema Keperawatan 10
(Juni 2017), 41 - 45, 2019.

WHO. 2019. Noncommunicable diseases. [online] Geneva : WHO. Tersedia di


<https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/noncommunicable-diseases>

Widiarti, 2016. Buku Ajar Pengukuran Dan Pemeriksaan Fisioterapi. 1 ed,


Yogyakarta: Deepublis.

WSO. 2019. Global Stroke Fact Sheet. World Stroke Organization.


https://www.worldstroke.org/assets/downloads/WSO_
Global_Stroke_Fact_Sheet.pdf.

Yanti Cahyati, Elly Nurachmah , Sutanto Priyo Hastono. 2018. Perbandingan


Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Hemiparese Melalui Latihan Range Of
Motion Unilateral Dan Bilateral. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 16
No.1, Mei 2013, ha l 40-46 pISSN 1410-4490, eISSN 2354-9203.
63

LEMBAR INFORMED CONSENT

Lembar Penjelasan Penelitian

Nama Peneliti : Rizka Rezita

NIM : 2182614005

Judul Penelitian : Pengaruh Pemberian Range Of Motion (ROM) Bilateral

Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Dengan

Hemiparise Di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Peneliti adalah mahasiswa Program S1 Keperawatan STIKES Bhakti Husada

Bengkulu. Saudara telah diminta ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. Responden

dalam penelitian ini adalah secara sukarela. Saudara berhak menolak berpartisipasi

dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan penilaian kekuatan otot pada penderita

hemiparise, kemudian dilakukan Range Of Motion (ROM).

Segala informasi yang saudara berikan akan digunakan sepenuhnya hanya dalam

penelitian ini. Peneliti sepenuhnya akan menjaga kerahasiaan identitas saudara dan

tidak dipublikasikan dalam bentuk apapun. Jika ada yang belum jelas, saudara boleh

bertanya pada peneliti. Jika saudara sudah memahami penjelasan ini dan bersedia

berpartisipasi dalam penelitian ini, silahkan saudara menandatangani lembar

persetujuan yang akan dilampirkan.

Bengkulu, Mei 2022


Peneliti

Rizka Rezita
64

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

Menyatakan bersedia menjadi responden pada penelitian yang di lakukan oleh :

Nama Peneliti : Rizka Rezita

NIM : 2182614005

Jurusan : S-1 Keperawatan STIKES Bhakti Husada Bengkulu

Judul Penelitian : Pengaruh Pemberian Range Of Motion (ROM) Bilateral

Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Dengan

Hemiparise Di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Saya akan bersedia untuk dilakukan pengukuran dan pemeriksaan demi kepentingan

penelitian. Dengan ketentuan, hasil pemeriksaan akan dirahasiakan dan hanya

semata-mata untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Demikian surat peryataan ini saya

sampaikan, agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bengkulu, Mei 2022


Responden

_____________
65

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


RANGE OF MOTION (ROM) BILATERAL

Pengertian ROM (Range Of Motion) merupakan latihan fisik


menggerakkan anggota badan dan anggota gerak secara
teratur baik dibantu maupun secara mandiri yang
berguna untuk melatih otot-otot yang mengalami
kekakuan (Yanti, 2018).
Tujuan 1. Mengkaji kemampuan otot, tulang, dan sendi
dalam melakukan pergerakan
2. Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan
kekuatan otot
3. Memelihara mobilitas persendian
4. Merangsang sirkulasi darah
5. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan, dan
kontraktur
6. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan
(Anggriani, 2018).
Manfaat Manfaat dilakukannya ROM yaitu untuk
mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan lunak
guna mengurangi hilangnya fleksibilitas jaringan dan
pembentukan kontraktur (Kisner & Allen, 2017).
Indikasi dan kontra indikasi Indikasi ROM yang dikemukan oleh Yanti (2018)
ROM adalah :
1. Pasien dengan penurunan kesadaran, kelumpuhan
atau bed rest total.
2. Pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat
menggerakkan persendian sepenuhnya.
Kontraindikasi ROM oleh Yanti (2018) adalah :
1. ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat
mengganggu proses penyembuhan cedera.
2. Terdapatnya banyak gerakan yang salah, termasuk
tanda-tanda meningkatnya rasa nyeri dan
peradangan.
3. ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau
kondisinya membahayakan.

Waktu dan frekuensi ROM 1. Idealnya latihan ini dilakukan sekali sehari.
2. Lakukan masing-masing gerakan sebanyak 10
hitungan, latihan dilakukan dalam waktu 30 menit.
3. Mulai latihan secara perlahan, dan lakukan latihan
secara bertahap.
66

4. Usahakan sampai mencapai gerakan penuh tetapi


jangan memaksakan gerakan.
5. Jangan memaksakan suatu gerakan pada pasien,
gerakan hanya sampai pada batas yang ditoleransi
pasien.
6. Jaga supaya tungkai dan lengan, anggota badan
menyokong seluruh gerakan.
7. Hentikan latihan apabila pasien merasa nyeri, dan
segera konsultasikan ke tenaga kesehatan.
8. Dilakukan dengan pelan-pelan dan hati-hati
dengan melihat respon/keadaan pasien (Anggriani,
2018).
Prosedur terapi Range Of Motion (ROM
A. Prinsip 1. ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga
tidak melelahkan pasien
2. ROM dilakukan minimal 2 kali sehari dan diulang
kurang lebih 8 kali
3. Dilakukan secara berurutan dan teratur mulai dari
leher hingga kaki
4. Dilakukan dari arah ujung (distal) hingga ke
pangkal (proksimal) pada anggota gerak atas dan
bawah
5. Terapi ROM dapat digabungkan dengan aktivitas
keperawatan lain, seperti memberikan pendidikan
kesehatan
6. Dilakukan dengan lembut, sehingga membuat
pasien merasa aman dan nyaman.
B. Persiapan alat 1. Sarung tangan atau handscoon untuk menghindari
kontak cairan dari pasien
2. Goniometer

C. Pemeriksaan, 1. Periksa dan evaluasi gangguan dan tingkat fungsi


Perencanaan Terapi dan pasien, tentukan tindakan kewaspadaan, prognosis,
Evaluasi kemudian rencanakan intervensi
2. Tentukan kemampuan pasien berpartisipasi pada
aktivitas ROM baik PROM, A-AROM atau AROM
untuk memenuhi tujuan secara langsung.
3. Tentukan jumlah gerakan yang dapat dilakukan
dalam terapi, dilakukan secara aman sesuai dengan
kesehatan individu dan kondisi jaringan.
4. Tentukan pola yang sesuai agar dapat memenuhi
tujuan Teknik ROM dapat dilakukan dalam :
67

a.
Lingkup elongasi otot: berlawanan dengan
garis tarikan otot
b. Bidang gerak anatomi: frontal, sagital,
transversal
c. Pola fungsional: gerakan yang digunakan
dalam kehidupan seharihari (activities of daily
living, ADL).
d. Kombinasi pola: gerakan yang
menggabungkan beberapa bidang gerak atau
gerakan diagonal
5. Awasi kondisi umum serta respon pasien selama
dan setelah pemeriksaan serta intervensi; catat
setiap perubahan tanda vital, warna dan
kehangatan pada kulit, kualitas gerak atau nyeri
6. Dokumentasikan serta komunikasikan temuan dan
intervensi
7. Evaluasi ulang dan modifikasi sesuai kebutuhan
(Kisner dan Allen, 2017).

D. Persiapan pasien 1. Komunikasikan dengan pasien. Jelaskan rencana


serta metode intervensi yang akan dilakukan
2. Bebaskan daerah yang akan dilakukan terapi dari
pakaian, balutan, bidai, linen dan jaga privasi
pasien
3. Posisikan pasien senyaman mungkin dengan
stabilitas dan kesejajaran yang baik tapi
memungkinkan Anda untuk dapat mengerakan
sendi yang akan dilakukan terapi ROM Posisikan
diri Anda sehingga dapat melakukan terapi ROM
dengan baik (Kisner & Allen, 2017).
Gerakan ROM
No Sendi Gerakan Penjelasan Rentang

1 Bahu Fleksi Menaikan lengan dari rentang 180°


posisi di samping tubuh
ke depan ke posisi di
atas kepala,
Ekstensi Mengembalikan lengan rentang 180°
ke posisi di samping
tubuh,
Hiperektensi Mengerkan lengan rentan 45-
kebelakang tubuh, siku g 60°
tetap lurus,
68

Abduksi Menaikan lengan ke rentang 180°


posisi samping di atas
kepala dengan telapak
tangan jauh dari kepala,
Adduksi Menurunkan lengan ke rentang 320°
samping dan menyilang
tubuh sejauh mungkin,
2 Siku Fleksi Menggerakkan siku rentang 150°
sehingga lengan bahu
bergerak ke depan sendi
bahu dan tangan sejajar
bahu,
Ektensi Meluruskan siku dengan rentang 150°
menurunkan tangan,
3 Lengan Bawah Supinasi Memutar lengan bawah rentan 70-
dan tangan sehingga g 90°
telapak tangan
menghadap ke atas,
Pronasi Memutar lengan bawah rentan 70-
sehingga telapak tangan g 90°
menghadap ke bawah,
4 Pergelanga Fleksi Menggerakan telapak rentan 80-
n tangan tangan ke sisi bagian g 90°
dalam lengan bawah,
Ekstensi Mengerakan jari-jari rentan 80-
tangan sehingga jari-jari, g 90°
tangan, lengan bawah
berada dalam arah yang
sama,
Hiperekstensi Membawa permukaan rentan 89-
tangan dorsal ke g 90°
belakang
sejauh mungkin,
Abduksi Menekuk pergelangan rentang 30°
tangan miring ke ibu jari,
Adduksi Menekuk pergelangan rentan 30-
tangan miring ke arah g 50°
lima jari

5 Jari jari tangan Fleksi Membuat genggaman, rentang 90°


Ekstensi Meluruskan jari-jari rentang 90°
tangan,
69

Hiperekstensi Menggerakan jari-jari rentan 30-


tangan ke belakang g 60°
sejauh mungkin,
Abduksi Mereggangkan jari-jari rentang 30°
tangan yang satu dengan
yang lain,
Adduksi Merapatkan kembali jari- rentang 30°
jari tangan,
6 Ibu jari Fleksi Mengerakan ibu jari rentang 90°
menyilang permukaan
telapak tangan,
Ekstensi menggerakan ibu jari lurus rentang 90°
menjauh dari tangan,
Abduksi Menjauhkan ibu jari ke rentang 30°
samping,
Adduksi Mengerakan ibu jari ke rentang 30°
depan tangan,
Oposisi Menyentuhkan ibu jari -
ke setiap jari-jari tangan
pada tangan yang sama.
7 Pinggul Fleksi Mengerakan tungkai ke rentang 90-
depan dan atas, 120°
Ekstensi Menggerakan kembali rentang 90-
kesamping tungkai yang 120°
lain,
Hiperekstensi Mengerakan tungkai ke rentan 30-
belakang tubuh, g 50°
Abduksi Menggerakan tungkai ke rentang 30-
samping menjauhi tubuh, 50°
Adduksi Mengerakan tungkai rentan 30-
kembali ke posisi g 50°
media dan melebihi jika
mungkin,
Rotasi dalam Memutar kaki dan rentang 90°
tungkai ke arah tungkai
lain,
Rotasi luar Memutar kaki dan rentang 90°
tungkai menjauhi tungkai
lain,
Sirkumduksi Menggerakan tungkai -
melingkar
8 Lutut Fleksi Mengerakan tumit ke rentang 120-
arah belakang paha, 130°
Ekstensi Mengembalikan tungkai rentang 120-
kelantai, 130°
70

9 Mata kaki Dorsifleksi Menggerakan kaki rentan 20-


sehingga jari-jari kaki g 30°
menekuk ke atas,
Plantarfleksi Menggerakan kaki rentan 45-
sehingga jari-jari kaki g 50°
menekuk ke bawah,
10 Kaki Inversi Memutar telapak kaki ke rentang 10°
samping dalam,
Eversi Memutar telapak kaki ke rentang 10°
samping luar,
11 Jari-jari kaki Fleksi Menekukkan jari-jari kaki rentang 30-
ke bawah, 60°
Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-
60°
Abduksi Menggerakan jari-jari rentang 15°
kaki satu dengan yang lain,
Adduksi Merapatkan kembali rentang 15°
bersama-sama,
71

Lembar Checklist ROM Bilateral

No Sendi Gerakan Rentang Dilakukan Tidak


dilakukan
1 Bahu Fleksi rentang 180°

Ekstensi rentang 180°

Hiperektensi rentan 45-


g 60°

Abduksi rentang 180°

Adduksi rentang 320°

2 Siku Fleksi rentang 150°

Ektensi rentang 150°

3 Lengan Supinasi rentan 70-


Bawah g 90°

Pronasi rentan 70-


g 90°

4 Pergelan Fleksi rentan 80-


gan g 90°
tangan
Ekstensi rentan 80-
g 90°

Hiperekstensi rentan 89-


g 90°

Abduksi rentang 30°


72

Adduksi rentan 30-


g 50°

5 Jari jari Fleksi rentang 90°


tangan
Ekstensi rentang 90°

Hiperekstensi rentan 30-


g 60°

Abduksi rentang 30°

Adduksi rentang 30°

6 Ibu jari Fleksi rentang 90°

Ekstensi rentang 90°

Abduksi rentang 30°

Adduksi rentang 30°

Oposisi -

7 Pinggul Fleksi rentang 90-


120°
Ekstensi rentang 90-
120°
Hiperekstensi rentan 30-
g 50°
Abduksi rentang 30-
50°
Adduksi rentan 30-
g 50°

Rotasi dalam rentang 90°

Rotasi luar rentang 90°

Sirkumduksi -
73

8 Lutut Fleksi rentang 120-


130°
Ekstensi rentang 120-
130°
9 Mata Dorsifleksi renta 20-
kaki ng
30°
Plantarfleksi renta 45-
ng
50°
10 Kaki Inversi rentang 10°

Eversi rentang 10°

11 Jari-jari Fleksi rentang 30-


kaki 60°
Ekstensi rentang 30-
60°
Abduksi rentang 15°

Adduksi rentang 15°


74

PENGUKURAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE DENGAN


HEMIPARISE DI UNIT STROKE RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU

Skala Tingkat Kekuatan Otot (Medical Research Council muscle scale)

Mengukur kekuatan otot menggunakan Scala Schwenker : Ukur Kekuatan Otot

dengan menginstruksikan respondenmenggerakkan lengan

Skor Keterangan

0 Tidak ada pergerakan/ tidak ada kontraksi otot/ lumpuh

1 Ada pergerakan yang tampak atau dapat dipalpasi/ terdapat

sedikit kontraksi

2 Gerakan tidak dapat melawan gravitasi, tapi dapat melakukan

gerakan horizontal, dalam satu bidang sendi

3 Gerakan otot hanya dapat melawan gravitasi

4 Gerakan otot dapat melawan gravitasi dan tahanan ringan

5 Tidak ada kelumpuhan otot ( otot normal )

Sumber : Hestu, 2019.


75

DATA HASIL PENELITIAN

No Responden JenisKelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Kekuatan Kekuatan


(tahun) otot otot
Pretest Posttest
1 Tn. H Laki-laki 67 SMA Swasta 3 4
2 Tn. M Laki-laki 60 Sarjana Swasta 2 3
3 Tn. S Laki-laki 62 SMP Petani 2 3
4 Tn. M Laki-laki 66 SD Petani 1 2
5 Ny. R Perempuan 66 SMA IRT 2 3
6 Tn. S Laki-laki 66 SMP Petani 3 4
7 Tn. I Laki-laki 62 SD Petani 3 4
8 Ny. R Perempuan 65 SMP IRT 2 3
9 Tn. E Laki-laki 48 SMA Petani 3 3
10 Ny. W Perempuan 53 SD IRT 3 4
76

HASIL OLAHAN DATA PENELITIAN

Explore

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pretest 10 100.0% 0 0.0% 10 100.0%
Posttest 10 100.0% 0 0.0% 10 100.0%

Descriptives
Std.
Statistic Error
Pretest Mean 2.40 .221
95% Confidence Lower 1.90
Interval for Mean Bound
Upper 2.90
Bound
5% Trimmed Mean 2.44
Median 2.50
Variance .489
Std. Deviation .699
Minimum 1
Maximum 3
Range 2
Interquartile Range 1
Skewness -.780 .687
Kurtosis -.146 1.334
Posttest Mean 3.30 .213
95% Confidence Lower 2.82
Interval for Mean Bound
Upper 3.78
Bound
5% Trimmed Mean 3.33
Median 3.00
77

Variance .456
Std. Deviation .675
Minimum 2
Maximum 4
Range 2
Interquartile Range 1
Skewness -.434 .687
Kurtosis -.283 1.334

T-Test
Paired Samples Statistics
Std. Std. Error
Mean N Deviation Mean
Pair 1 Pretest 2.40 10 .699 .221
Posttest 3.30 10 .675 .213

Paired Samples Correlations


Correlatio
N n Sig.
Pair 1 Pretest & 10 .895 .000
Posttest

Paired Samples Test


Sig. (2-
Paired Differences t df tailed)
95% Confidence
Std. Std. Interval of the
Deviatio Error Difference
Mean n Mean Lower Upper
Pair 1 Pretest - -.900 .316 .100 -1.126 -.674 -9.000 9 .000
Posttest

Anda mungkin juga menyukai