Anda di halaman 1dari 10

Contents available at: www.repository.unwira.ac.

id

https://journal.unwira.ac.id/index.php/ARTEKS
Research paper doi: http://doi.org/10.30822/arteks.v4i1.80

Pengaruh pariwisata pada adaptasi fungsi, bentuk dan ruang


arsitektur puri
Studi kasus: Puri Saren Agung Ubud
Rachmat Budihardjo

Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta


Jl. Babarsari, no. 44, Yogyakarta - 55281, Indonesia

ARTICLE INFO ABSTRACT


Article history: The effect of tourism on function adaptation, forms and space of
Received June 08, 2019 puri architecture, a case study: at Puri Saren Agung Ubud
Received in revised form June 20, 2019
Accepted August 08, 2019 Balinese traditional architecture is an architecture that grows and
Available online December 16, 2019 develops in the midst of its people. Efforts to safeguard Balinese
culture (including its architecture) as a magnet (tourism) of
attraction have been carried out since the Dutch Colonial
Keywords:
government as "Baliseering", followed by the new order
Architectural castle
Government through "Tourism-Culture" and the latest entering the
Tourism adaptation of Bali
21st century with slogans "Ajeg Bali”. At the present time it cannot
be denied that tourism is Bali's main commodity sector in the
development effort and increasing the level of welfare of the people
(including the puri family). Puri is a palace and the center of
Corresponding author: Rachmat government in the era of the kingdom in Bali. Puri has the essence
Budihardjo and important role in the community until now. Some tourist
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, activities within the Puri include royal wedding, royal dinner, art
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, performances & exhibitions, guest houses and so on. This condition
Yogyakarta, Indonesia
Email: kad.jogja@gmail.com
resulted in the occurrence of an architectural adaptation of both the
function, spatial structure and shape of the building according to the
needs of tourists, while on the other hand there was an effort to
maintain the existence of Balinese castle architecture. This study
was designed using a qualitative method with a descriptive approach
at Puri Saren Agung Ubud. Puri as an architectural object in the
past and efforts to maintain its existence both at present and in the
future can be seen as a factual and interesting topic for the
development of traditional (traditional) architectural science,
specifically related to the social and cultural development of
Balinese society.

Pendahuluan zaman Kolonial (Belanda) sekitar tahun 1900-an


setelah perang “Puputan”, Bali diperlakukan
Bali dikenal manca negara karena keindahan layaknya sehelai kertas putih untuk
kondisi alam, kebudayaan dan adat-istiadat yang memproyeksikan fantasi dan ketakutan mereka
berhubungan erat dengan agama Hindu, sehingga tentang pudar dan hilangnya “budaya dan tradisi
Bali menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW) Bali” (Yudantini, Darma, and Wiryawan 2017).
Utama di Indonesia yang banyak dikunjungi serta Ideologi “Baliseering” merupakan produk rezim
dilirik oleh para investor lokal, nasional maupun Kolonial untuk menjadikan Bali sebagai benteng
internasional (Sunarta and Arida 2017). Sejak dan museum hidup (Purnomo and Suryawan

Copyright ©2019 Rachmat Budihardjo. This is an open access article distributed the Creative Commons Attribution-
NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License
63
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 4, Issue 1, December 2019
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217

2008). Rezim Kolonial berusaha melakukan (Budihardjo 2016). Bangunan-bangunan puri


penciptaan budaya Bali dengan cara merekayasa dirancang untuk tujuan dan maksud tersebut,
dan mengkonsumsinya sekaligus. Belanda sehingga keberadaannya pada suatu lingkungan
berupaya menawarkan tradisi Bali dalam kancah (desa) akan menjadikannya sebagai “landmark”
politik, ekonomi dan kultural melalui sistem sekaligus sebagai pusat lingkungan/kawasan. Jika
kapitalisme kolonialnya. Semakin Bali di-Bali- tidak ada istana/puri pada komunitas masyarakat
kan semakin siap dikonsumsi (Picard 2006); Bali, ibaratnya seperti binatang tanpa kepala.
(Cotteau 2003). Meskipun sejak kemerdekaan Indonesia pada
Praktik-praktik rezim Kolonial kemudian tahun 1945, kerajaan di Bali tidak lagi
diwariskan dan diterima keberadaannya sebagai mempunyai aspek legalitas, menurunnya jumlah
sesuatu yang wajar dalam pewarisan budaya, aset karena landreform sekitar tahun 1960-an,
bahkan dilestarikan dan direproduksi secara namun sampai saat kini masyarakat Bali masih
kontinu melalui cara-cara baru oleh masyarakat sering datang ke Puri untuk memperoleh nasehat,
Bali. Praktik kekuasaan ini berlangsung dalam arahan dan bantuan dari keluarga Puri terkait
berbagai pentas politik kebudayaan, secara dengan ritual keagamaan dan kebudayaan. Ada
berkesinambungan dilanjutkan selama sekitar 30 dua bagian penting dalam fungsi dan peran Puri:
tahun (1970 – 2000) pada era Pemerintahan Orde (1) tangible; yaitu pusat dan kekuatan komunitas
Baru melalui konsep pariwisata budaya (Mac Rae dalam menangani persoalan kehidupan adat-
2005). Demi menjaga kesinambungan kegiatan istiadat, tradisi, material. (2) intangible;
pariwisata Bali dan agar terciptanya pelestarian merupakan kedekatan antara keluarga raja dengan
warisan budaya serta tradisi Bali dari pengaruh para pendeta, arahan spiritual dan ritual agama
kebudayaan luar (global), maka pada awal abad Hindu dan informasi umum lainnya yang berupa
ke-21, muncul suatu gerakan kebudayaan sebagai ilmu pengetahuan yang menuntun kehidupan
upaya pewarisan, pembekuan dan pelestarian masyarakatnya. Puri merupakan representasi akar
budaya Bali dikenal dengan Ajeg Bali (Suryawan kebudayaan dan spiritual masyarakat Bali, hanya
2008). Melalui gerakan Ajeg Bali, upaya di puri saja dapat dijumpai pelaksanaan ritual
pelestarian budaya Bali dilakukan hampir pada keagamaan, spiritualitas, dan aneka wujud
setiap segi kehidupan masyarakatnya, mulai dari kebudayaan Bali yang dilakukan secara benar.
pendidikan, pemberdayaan komunitas adat, Tidaklah mengherankan jika bangunan-bangunan
tradisi, kesenian, sosial-ekonomi, gerakan (arsitektur) puri juga merupakan refleksi
kepemudaan dan yang terpenting adalah relasinya fungsional dari berbagai kebutuhan ritual dan
yang kompleks dengan media, politik dan kebudayaan orang Bali (Mann 2012).
kekuasaan (Suryawan 2008). Dengan berkembangnya Bali menjadi Daerah
Puri yang berfungsi sebagai istana raja-raja di Tujuan Wisata (DTW) di Indonesia, yang
Bali ditemukan sejak abad ke-14 sampai dengan mencapai puncaknya setelah tahun 1970,
awal abad ke-20 (Suwitha 2019), merupakan sebagian dari keluarga Puri menangkap peluang
peninggalan arsitektur yang sangat kaya dengan tersebut dengan cara melakukan modifikasi,
corak dan ragam arsitektur. Secara umum Puri adaptasi ataupun transformasi fungsi dan fisik
terletak pada bagian hulu (konsep utama ning bangunan dengan harapan menjadikan Puri
utama: Kaja – Kangin) di pusat desa/wilayah sebagai daya tarik wisatawan (Geriya 2000).
dengan pola pempatan agung/catus patha, Proses adaptasi dan perubahan fisik, merupakan
dibentuk oleh adanya dua jalan utama yang suatu bentuk konskuensi logis dan real. Hal ini
menyilang, yaitu arah Timur-Barat dan arah dilakukan melalui kesepakatan anggota keluarga
Utara-Selatan (Budihardjo 2012). Halaman puri pewaris puri. Beberapa kegiatan wisatawan di
umumnya terdiri atas tiga bagian, yaitu: jaba sisi dalam puri antara lain: menerima wisatawan
(palemahan), jaba tengah (pawongan) dan jeroan menginap (guest house/home stay); menjamu
(parahyangan), wujud rancangan arsitekturnya rombongan wisatawan seperti layaknya tamu raja
terbentuk atas dasar filosofi dan konsepsi (royal wedding, puri night, dinner party);
arsitektur tradisional Bali (ATB), diantaranya: mempertunjukan berbagai ragam seni kerajinan
trihita karana, pempatan agung, nawasanga, dan seni tari (art performance, kecak dance,
natah, dan triangga (Rachmat 2013). legong dance); gallery seni; museum; pelatihan
Sebagai suatu pusat pemerintahan, tempat seni, objek penelitian dan lain sebagainya (Ardika
tinggal raja dan pusat kebudayaan Bali, eksistensi 2005). Penelitian terkait dengan adaptasi
puri sejak dulu hingga kini sangatlah penting arsitektur puri dalam kaitannya dengan pariwisata

64
Rachmat Budihardjo:
The effect of tourism on function adaptation, forms and space of puri architecture,
a case study: at Puri Saren Agung Ubud

Bali dijadikan sebagai fokus penelitian sikap yang menampak, atau tentang suatu proses
diharapkan dapat bermanfaat bagi upaya menjaga yang sedang berlangsung, pengaruh yang sedang
eksistensi dan citra budaya Bali, khususnya bekerja, kelainan yang sedang muncul,
arsitektur puri untuk saat kini maupun yang akan kecenderungan yang menampak, pertentangan
datang. yang meruncing, dan sebagainya.
Metode deskriptif merupakan suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu
Metode penelitian objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
Metode penelitian kualitatif dipilih dengan sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini
pertimbangan pada permasalahan adaptasi adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau
arsitektur puri yang dikaitkan dengan pariwisata lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
dapat dijelaskan secara kualitatif. Adaptasi adalah mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
kata benda yang mengandung pengertian antar fenomena yang diselidiki. Sedangkan
perubahan rupa, bentuk (sifat dan fungsi) menurut Sugiyono (2014) menyatakan bahwa
sangatlah bersifat kualitatif. Suatu proses metode deskriptif adalah suatu metode yang
penelitian dengan paradigma kualitatif (Creswell digunakan untuk menggambarkan atau
1994) ditujukan untuk memahami masalah- menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak
masalah manusia atau sosial dengan menciptakan digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih
gambaran menyeluruh dan kompleks yang luas (Sugiyono 2014).
disajikan dengan kata-kata, melaporkan Puri Saren Agung Ubud dipilih sebagai kasus
pandangan rinci yang diperoleh dari para nara studi karena merupakan peninggalan Arsitektur
sumber informasi (informan), serta dilakukan Tradisional Bali (ATB), kawasan Ubud
dalam latar (setting) yang alamiah. Pengertian merupakan kawasan pariwisata yang berkembang
penelitian kualitatif adalah suatu penelitian untuk sangat pesat, eksistensinya masih dianggap
memahami (to understand) fenomena atau gejala penting, dan keluarga puri memiliki
sosial dengan lebih menitik beratkan pada kewibawaan/legitimasi dan pengakuan dari
gambaran lengkap tentang fenomena yang akan masyarakatnya sampai dengan saat kini.
dikaji. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan Pertanyaan penelitian yang diajukan terdiri dari:
pemahaman yang mendalam tentang fenomena 1) bagaimana proses adaptasi pada puri? 2) pada
untuk selanjutnya dihasilkan sebuah teori (H. bagaian mana dari puri yang terjadi adaptasi? 3)
Mudjia Rahardjo 2010). faktor apa yang mengakibatkan terjadinya
Dalam penelitian kualitatif, peneliti itu sendiri adaptasi?
bertindak sebagai instrument penelitiannya; yang Secara prosedural dalam proses penelitian,
mana sebagai instrumen penelitian, peneliti harus adaptasi arsitektur akan dibedakan menjadi tiga
memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, bagian yaitu adaptasi fungsi, adaptasi bentuk dan
sehingga mampu bertanya, menganalisis, adaptasi ruang. Untuk lebih rinci berikut ini akan
memotret dan mengkonstruksi situasi sosial yang diuraikan beberapa elemen/unsur dari masing-
diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna masing adaptasi yang terdiri dari:
(Sugiyono 2008). Hal ini juga diperkuat oleh 1. Adaptasi fungsi
Margono (2010) yang menyatakan bahwa dengan analisis mengenai fungsi dan peran puri yang
karakteristik penelitiannya yang holistik berhubungan dengan pelaku dan kegiatan di
(menyeluruh), peneliti dalam penelitian kualitatif puri. Pelaku terdiri dari owner (keluarga puri),
memerlukan ketajaman analis (bersifat deskriptif masyarakat dan wisatawan.
analitik), objektifitas, sistematik dan sistemik 2. Adaptasi bentuk (tata bangunan)
sehingga diperoleh ketepatan dalam interpretasi analisis tata bangunan yang terdiri dari bentuk
(Margono 2010). dasar bangunan, facade, konstruksi, material,
Pendekatan deskriptif bertujuan untuk ornamen dan ragam hias yang dikaitkan
menggambarkan sifat sesuatu yang tengah macam tipe kategori adaptasi dan proses
berlangsung pada saat studi. Melalui pendekatan terjadinya adaptasi.
deskriptif akan menggambarkan dan menafsirkan 3. Adaptasi ruang (tata ruang)
data yang ada, misalnya tentang situasi yang analisis tata ruang puri akan dibedakan
dialami, satu hubungan, kegiatan, pandangan, menjadi tata ruang makro (puri dan
lingkungan sekitarnya); tata ruang mezzo

65
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 4, Issue 1, December 2019
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217

(ruang bagian dalam puri yang dibatasi masuknya pariwisata atau kajian mengenai
adanya tembok penyengker dengan bagian fungsi, bentuk dan ruang arsitektur puri atas dasar
luar puri); dan tata ruang mikro (merupakan filosofi dan konsepsi arsitektur tradisional Bali
bagain-bagian ruang di dalam puri yang (ATB) dan adaptasi yang terjadi setelah
disebut palebahan). pariwisata. Pada proses berikutnya dari hasil-hasil
Pada setiap unsur/elemen adaptasi baik fungsi, analisis dapat ditemukan hasil adaptasi fungsi,
bentuk dan ruang (Salura 2010) akan dibedakan bentuk dan ruang pada arsitektur puri berupa
berdasarkan periode waktu yaitu sebelum kesimpulan atau temuan penelitian.

Gambar 1. Kerangka analisis penelitian

Temuan dan pembahasan diharapkan dapat terciptanya aktivitas budaya dan


peningkatan sektor ekonomi dapat saling mengisi
Adaptasi fungsi – konsep tri hita karana dan mendukung (simbiosis mutualisme). Industri
Trihita karana adalah konsep relasi antara pariwisata tidak hanya diartikan dari sisi kekuatan
manusia – Tuhan, manusia – manusia dan daya tarik ekonomi saja, namun diharapkan
manusia – alam dalam kehidupaan orang Bali. mampu menciptakan implikasi yang lebih luas
Upaya untuk terciptanya balance cosmology, dan mencakup keuntungan sosial budaya
yaitu keseimbangan makrokosmos (alam ciptaan masyarakat secara umum.
Tuhan) dan mikrokosmos (benda ciptaan Dalam menerima kunjungan wisatawan baik
manusia) menjadi cara pandang, sikap dan yang menginap maupun tidak menginap, keluarga
perilaku kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. puri dibantu oleh masyarakat yang tinggal di
Puri sebagai pusat budaya memiliki fungsi dan sekitar puri. Sebagian besar dari mereka
peran yang potensial dalam menjaga tri hita merupakan keturunan dari orang tua (leluhur)
karana dalam mendukung pembangunan dan yang pada masa lalu mengabdikan diri menjadi
pengembangan pariwisata budaya di Bali. Untuk abdi/membantu (di Bali disebut: parekan) di Puri
itulah keluarga pewaris Puri Saren Agung Ubud Saren Agung Ubud. Dalam kehidupan sehari-hari
sepakat untuk tidak membagi puri secara fisik mereka berprofesi sebagaimana masyarakat pada
melainkan mengelolanya secara besama-sama umumnya seperti petani, peladang, pengrajin,
dengan melakukan adaptasi pada beberapa pelukis, penari dan lain sebagainya. Dengan
pekarangan/palebahan dan unit-unit bangunan demikian masyarakat yang membantu dan bekerja
sebagai komoditas pariwisata. (Gambar 2) di Puri Saren Agung Ubud pada saat kini dapat
Melalui pengembangan pariwisata budaya dikatakan sebagai wujud persembahan diri yang

66
Rachmat Budihardjo:
The effect of tourism on function adaptation, forms and space of puri architecture,
a case study: at Puri Saren Agung Ubud

tulus tanpa mengharapkan imbalan jasa, kepada pihak keluarga pewaris Puri Saren Agung
melainkan merupakan balas jasa/budi warga Ubud.

Gambar 2. Beragam kegiatan wisata di Puri Saren Agung Ubud

Wisatawan dibedakan menjadi dua, yaitu Sebagai sebuah obyek wisata, Puri Saren
wisatawan yang menginap ataupun tidak. Agung Ubud dibangun berdasarkan tata-nilai
Wisatawan yang tidak menginap hanya budaya masyarakatnya (tri hita karana). Tata-
diperkenankan memasuki area palebahan ancak ruang makro puri yang terdiri dari jaba
saji dan semanggen saja. Wisatawan biasanya sisi/palemahan (nista), jaba tengah/pawongan
jalan-jalan dan bercakap-cakap melalui jalan (madya) dan jeroan/parahyangan (utama)
setapak sambil melihat objek mempunyai fungsi tersendiri, dimana pada jaba
bangunan/arsitektur, memotret bangunan ataupun sisi wisatawan dapat menyaksikan keindahan
ikut terlibat secara langsung pada aktivitas budaya puri. Wisatawan tidak diperkenankan memasuki
yang sedang berlangsung pada saat tertentu. ataupun melintasi bagian jeroan Puri berupa
(Gambar 3) pamerajan alit dan pamerajan agung, yang
merupakan area tertutup dan disakralkan. Area ini
hanya untuk keluarga pewaris puri, dibuka pada
saat dilaksanakan upacara ritual kegamaan
(piodalan) atau persembahyangan oleh keluarga
Puri.

Adaptasi ruang
a. Ruang makro – konsep pempatan agung
Puri Saren Agung Ubud terletak pada
persimpangan jalan utama Desa Ubud, di Bali
dikenal dengan istilah Pempatan Agung atau
Catus Patha. Pempatan Agung adalah pola palang
(tapak dara) dari pertemuan dua ruas jalan yang
mengarah pada masing-masing mata angin
Gambar 3. Batas area kegiatan wisatawan di Puri
Saren Agung Ubud (Utara-Selatan dan Timur-Barat) yang

67
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 4, Issue 1, December 2019
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217

menyimbulkan bumi dan melambangkan dipergunakan untuk tempat istirahat atau transit
swastika sebagai tanda keberuntungan. Dari ruang wisatawan baik yang sudah selesai melihat Puri
kosong (hampa) hasil pertemuan ke-empat ruas Saren Agung Ubud maupun menikmati perjalanan
jalan tersebut kemudian ditentukan letak di sekitar wilayah Ubud. Pasar tradisional
kediaman pemegang kekuasaan negara/kerajaan sebagian besar ruangnya sekarang berubah untuk
atau puri. Pada pusat kotaraja inilah dibangun kegiatan berjualan barang-barang seni, menjadi
Puri dengan pelbagai fasilitasnya. (Gambar 4) Pasar Seni Ubud. Perubahan paling besar terjadi
Puri menempati suatu sudut catus patha yaitu pada area yang dulunya berupa lapangan (ruang
arah kaja-kangin (utama ning utama) atau Timur terbuka) saat kini sudah terbangun kantor Kepala
Laut persimpangan. Dalam asta kosali disebutkan Desa yang sekaligus sebagai Tourism Information
bahwa, perumahan untuk orang-orang berkasta Centre (TIC).
utama (ksatrya), tidak boleh di daerah teben (hilir) b. Ruang mezzo – konsep nawa sanga (sanga
dari perumahan rakyat kebanyakan (sudra). mandala)
Ketentuan ini terkait dengan fungsi puri sebagai Unit-unit bangunan puri ditata secara
pusat kerajaan/kotaraja, pusat kekuasaan dan mengelompok pada suatu pekarangan yang
pusat budaya. Puri harus berada di daerah yang disebut pelataran atau palebahan dengan natah
lebih tinggi, agar dapat mengayomi dan sebagai pusat orientasi bangunan pada setiap
mengawasi situasi lingkungan masyarakatnya. palebahan. Puri Saren Agung Ubud terdiri dari
Secara filosofis dalam konsep tri loka/tri mandala beberapa palebahan yang secara umum
disebutkan bahwa orientasi sumbu bumi (kangin- menggambarkan adanya pola sanga mandala atau
kauh) dan sumbu religi (kaja-kelod) menjadikan nawa sanga sesuai dengan filosofi dan konsepsi
zonasi yang dianggap memiliki nilai baik pada arsitektur tradisional Bali (ATB).
(utama), sedang (madya) dan buruk (nista).

Gambar 4. Lokasi Puri di pempatan agung (kaja-


kagin)

Puri Saren Agung Ubud terletak di Pempatan


Agung dengan posisi kaja-kangin (Timur Laut –
utama). Perubahan pemanfaatan ruang makro
terjadi pada lingkungan di sekitar puri terutama
pada perubahan fungsi bangunan-bangunan
rumah tinggal menjadi fasilitas penunjang wisata.
Perubahan tata ruang dan fungsi bangunan ini Gambar 5. Konsep nawa sanga dan bangunan untuk
perlu segera diantisipasi agar keberadaan puri konsumsi pariwisata
sebagai landmark kawasan dapat terjaga. Pada
area kaja-kauh (Timur-Laut) puri terdapat bale Nawa sanga merupakan konsep pembagian
wantilan selain difungsikan sebagai tempat dan orientasi ruang (arah mata angin) yang
kumpul warga, sehari-hari lebih banyak menggambarkan posisi para dewa (ada sembilan

68
Rachmat Budihardjo:
The effect of tourism on function adaptation, forms and space of puri architecture,
a case study: at Puri Saren Agung Ubud

Dewa) pada tatanan makrokosmos, dengan Dewa ancak saji dan semanggen adalah area yang dapat
Syiwa sebagai pusatnya (di tengah-tengah), dikunjungi wisatawan tidak menginap.
sedangkan delapan Dewa yang lain digambarkan
dalam asta dikpalaka, menggambarkan seluruh
arah penjuru mata angin yang melindungi
manusia. Konsepsi tersebut teraplikasi dengan
jelas pada tata letak palebahan Puri Saren Agung
Ubud, dimana palebahan saren kangin sebagai
tempat tinggal raja terletak di daerah timur sesuai
dengan posisi Dewa Indra - Raja. Palebahan
semanggen yang terletak di sisi Selatan, posisi
Dewa Yama (Dewa kematian), difungsikan
sebagai area tempat persemayaman jenasah
keluarga raja sebelum diperabukan (pelebon) di
Bale Semanggen. Palebahan Pamerajan Agung
terletak di sudut Timur Laut (kaja-kangin) adalah
merupakan posisi Dewa Isyana (Syiwa
Mahadewa) yang merupakan dewa tertinggi yang
selalu dihadirkan dalam setiap kali upacara
keagamaan (ritual agama Hindu) atau piodalan.
Keluarga puri membatasi area yang boleh
dikunjungi wisatawan yaitu pada zona nista dan
sebagian zona madya pada gambar 5. Syiwa
Mahadewa bersemayam pada bangunan Meru
yang berbentuk atap tumpang yang berjumlah Gambar 6. Natah sebagai orientasi bangunan pada
ganjil. Pada setiap palebahan terdapat unit-unit setiap palebahan
bangunan dengan orientasi pada bagian tengah
palebahan yang disebut natah. Pada setiap area Adaptasi ruang luar (ruang terbuka/open space)
palebahan dilengkapi dengan adanya pintu yang disebut natah pada saat kini berupa lansekap
gerbang, lansekap dan jalur sirkulasi. dengan taman-taman yang dilengkapi berbagai
c. Ruang mikro – konsep palebahan dan natah tanaman mulai jenis ground cover, tanaman
Unit-unit bangunan Puri Saren Agung Ubud bunga, semak, perdu, tanaman penenduh,
mengacu pada tata aturan bangunan tempat penggunaan paving blok untuk sirkulasi/jalan
tinggal arsitektur tradisional Bali. Bangunan setapak dan pada beberapa palebahan dilengkapi
dikomposisikan pada setiap area palebahan yang dengan kolam air. Desain dan penataan tata ruang
dibatasi dengan tembok pagar keliling luar puri dapat dikatakan sebagai wujud adaptasi
(penyengker) dilengkapi pintu masuk (dapat arsitektural yang dapat memberikan kekuatan
berupa candi bentar, kori alit, dan kori agung) (nilai tambah) dan estetika, peningkatan fungsi
sebagai penghubung antar palebahan. Hampir ruang luar, dan kenyamanan termal bagi ruang
semua unit bangunan pada setiap palebahan dalam di setiap unit bangunan pada palebahan,
menghadap (orientasi) ke natah yang dapat yang terlihat di gambar 6.
terlihat pada gambar 6.
Perubahan arsitektur yang signifikan tidak Adaptasi bangunan – konsep triangga dan triloka
ditemukan pada setiap palebahan, baik pada jaba Unit-unit bangunan pada setiap palebahan
sisi, jaba tengah dan jeroan Pamerajan Agung sebagian besar merupakan bangunan satu lantai,
yang dipergunakan oleh keluarga besar puri untuk disamping itu juga terdapat beberapa unit
persembahyangan/piodalan dan wisatawan tidak bangunan dengan dua lantai. Bila dilihat secara
diperkenankan masuk ke dalam palebahan ini. vertikal hampir semua bangunan memiliki unsur
Dari hasil pengamatan terdapat unit-unit triangga yang terdiri dari bagian kaki (bhur-loka),
bangunan yang difungsi untuk guest house tempat badan (bhuh-loka) dan kepala (swah-loka) sesuai
penginapan wisatawan pada sebagian palebahan dengan kaidah filosofi dan konsepsi arsitektur
saren kangin delodan, palebahan saren kauh tradisional Bali.
delodan, dan palebahan rangki. Pada palebahan Bahan dan konstruksi sebagian besar
mempergunakan bahan batu alam, bata merah,

69
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 4, Issue 1, December 2019
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217

batu padas, sebagai penutup dinding bangunan konstruksi atap yang mempergunakan bahan
yang dilengkapi dengan motif ornamen dan kayu, sedangkan penutup atap mempergunakan
dekoratif yang mengambil bentuk-bentuk material daun alang-alang, genteng ataupun ijuk
manusia, tanaman, bunga-bungaan dan hewan. untuk bangunan sakral terutama pada palebahan
Konstruksi tiang/saka mendominasi pada bagian pamerajan agung.
bangunan yang menjadi satu kesatuan dengan

Gambar 7. Adaptasi bangunan menjadi guest house – palebahan saren kangin delodan

Renovasi bangunan tentunya sudah beberapa Perubahan ruang dalam (interior) dapat
kali dilakukan pada unit-unit bangunan Puri dicermati melalui perubahan ruang-ruang pada
Saren Agung Ubud, mengingat usia bangunan unit bangunan di setiap palebahan, khususnya
yang sudah cukup umur (lama), perkembangan pada zona nista dan madya yang menjadi area
teknologi konstruksi, penemuan bahan-bahan wisatawan. Pada palebahan ancak saji terdapat
baru, juga adanya tuntutan kebutuhan aktivitas penambahan fungsi ruang sebagai ruang penerima
pariwisata. Kondisi seperti ini dapat dijumpai tamu/lobby, tempat pementasan kesenian (tari)
pada palebahan saren kangin delodan. (Gambar dan tempat pelatihan tari bagi masyarakat di
7) Dalam proses renovasi bangunan terjadilah sekitar puri. Perubahan fungsi ruang dan
proses adaptasi arsitektural. Ditemukan adanya bangunan untuk guest house dapat ditemukan
kecenderungan untuk tetap mempertahankan pada unit-unit bangunan di beberapa palebahan
ukuran, bentuk dasar dan wujud bangunan saren di antaranya palebahan saren kauh
asli/asal, namun melakukan perubahan pada delodan, rangki, dan saren kangin delodan.
tampilan bangunan sehingga bangunan menjadi Pemanfaatan type bangunan bale dan loji/gedong
lebih anggun, mewah dan berwibawa bila untuk fungsi tempat penginapan wisatawan
dibandingkan dengan kondisi semula. Hal ini dilakukan dengan menambahkan ruang lavatory
dapat dicermati dari penggunaan warna emas pada ruang yang berbatasan dengan tembok
pada konstruksi tiang, pintu dan jendela; pembatas/penyengker, pada umumnya terdapat di
pemilihan motif ornamen dan dekoratif bangunan bagian samping maupun di bagian belakang
dengan tingkat detail ukiran tiga dimensi; bangunan. (Gambar 8)
penggunaan genteng; serta bahan penutup lantai
dengan granit.

70
Rachmat Budihardjo:
The effect of tourism on function adaptation, forms and space of puri architecture,
a case study: at Puri Saren Agung Ubud

Gambar 8. Adaptasi dan penambahan ruang akibat adanya perubahan fungsi

Kesimpulan Pariwisata dapat memberikan kontribusi


positif bagi upaya pelestarian bangunan-
Bali dengan potensi alam, budaya dan adat bangunan di Puri Saren Agung Ubud. Adaptasi
istiadat masyarakatnya sejak masa Kolonial arsitektur terjadi pada zona nista yakni adanya
sampai sekarang sudah dipilih untuk pariwisata penambahan fungsi sebagai rest area dan tempat
budaya. Pariwisata budaya adalah segala daya pementasan kesenian (art performance) untuk
upaya untuk tetap mempertahankan potensi dan wisatawan. Sebagian unit bangunan pada zona
kekuatan alam dan kebudayaan Bali sebagai daya madya/saren, dialih fungsikan untuk akomodasi
tarik (magnet) pariwisata. Kegiatan pariwisata wisatawan (guest house). Sementara area puri
tidaklah boleh mengalahkan eksistensi lainnya dengan unit-unit bangunannya terutama
kebudayaan Bali. Puri Saren Agung Ubud secara pada zona utama masih tetap dipertahankan
aktif dan kreatif membuka purinya menjadi fungsinya untuk kegiatan ritual dan sosial,
bagian obyek wisata budaya demi menjaga khususnya bagi kepentingan keluarga puri.
kesinambungan dan pelestarian aset budaya Bali. Perubahan, adaptasi dan renovasi bangunan
Proses adaptasi arsitektur puri (fungsi, ruang dan (arsitektur) yang dilakukan keluarga puri semakin
bentuk) dilakukan dengan tetap mempertahankan menunjukan kemegahan dan kewibawaan puri
bentuk bangunan, ukuran dan konstruksi sebagai semangat menjaga eksistensi budaya Bali.
bangunan berdasarkan konsep arsitektur Bali Penambahan ruang-ruang pada unit bangunan
yang terdiri dari tri hita karana, pempatan agung, untuk akomodasi wisatawan sangatlah
sanga mandala, natah dan triangga. minim/sedikit (dimensi dan macam ruangnya)

71
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 4, Issue 1, December 2019
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217

bila dibandingkan dengan bangunan utamanya, Mann, Richard. 2012. Palaces of Bali. Gateway
sehingga penambahan ini tidak merusak tatanan Books International.
yang sudah ada. Margono. 2010. ‘Doc 21’. In Metodologi
Hasil temuan dalam penelitian ini Penelitian Pendidikan.
direkomendasikan dapat digunakan untuk Picard, Mchel. 2006. Bali, Pariwisata Budaya
penelitian penyelamatan bangunan lama dan Dan Budaya Pariwisata. Jakarta:
bersejarah baik yang ada di Bali ataupun di Kepustakaan Populer Gramedia.
tempat-tempat lain di Indonesia yang diupayakan Purnomo, Agus, and I Ngurah Suryawan. 2008.
untuk dihidupkan kembali melalui kegiatan ‘Jejak Pergolakan Pers Mahasiswa’. Jim’s
pariwisata. Proses adaptasi baik fungsi, ruang dan Blog. 2008.
bentuk arsitektur diupayakan seminimal mungkin http://memecahsenyap.blogspot.com/2008/03
dan pariwisata diharapkan dapat memberikan /jejak-pergolakan-pers-mahasiswa.html.
kontribusi positif bagi penyelamatan bangunan Rachmat, Budihardjo. 2013. ‘Konsep Arsitektur
lama dan bersejarah. Bali Aplikasinya Pada Bangunan Puri’.
NALARs.
Rae, Graeme Mac. 2005. Negara Ubud?
Referensi Kerajaan Budaya Abad Globalisasi, Dalam
Politik Kebudayaan Dan Identitas Etnik. Bali:
Ardika, I Wayan. 2005. Strategi Bali Fakultas Sastra Universitas Udayana,
Mempertahankan Kearifan Lokal Di Era Denpasar.
Global, Kompetensi Budaya Dalam Salura, Purnama. 2010. Arsitektur Yang
Globaliasi. Kumpulan A. Bali: Fakultas Membodohkan. 1st ed. Bandung: CSS
Sastra Universitas Udayana, Denpasar. Publishing.
Budihardjo, Rachmat. 2012. ‘Sistem Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuatintatif,
Pemerintahan Kerajaan Pengaruhnya Kualitatif Dan R&D. Alfabeta.
Terhadap Arsitektur Bali’. NALARs: Jurnal https://doi.org/2008.
Arsitektur UMM Jakarta. ———. 2014. ‘Teknik Pengumpulan Data’.
https://doi.org/doi.org/10.24853/nalars.11.2. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan
%25p. R&D. https://doi.org/10.3354/dao02420.
———. 2016. ‘THE IMPACT OF TOURISM Sunarta, Nyoman, and Nyoman Sukma Arida.
TOWARDS SUSTAINABILITY AND THE 2017. Pariwisata Berkelanjutan. I. Bali:
CHANGE OF ARCHITECTURE’. Cakra Press.
International Journal of Research in https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendid
Engineering and Technology. ikan_1_dir/81eee6c1d3a49690e16b3be3dfb9
https://doi.org/10.15623/ijret.2016.0508045. 855f.pdf.
Cotteau, Jean. 2003. Wacana Seni Rupa Bali Suryawan, I Ngurah. 2008. ‘Dari Balinisasi Ke
Modern Dalam Paradigma Dan Pasar, Ajeg Bali’. Jim’s Blog. 2008.
Aspek-Aspek Seni Visual Indonesia. http://memecahsenyap.blogspot.com/2008/03
Yogyakarta: Yayasan Seni Cemeti. /dari-balinisasi-ke-ajeg-bali_08.html.
Creswell, J W. 1994. ‘Quantitative and Suwitha, I. Putu Gede. 2019. ‘Wacana “Kerajaan
Qualitative Paradigm Assumptions’. Research Majapahit Bali”: Dinamika Puri Dalam
Design: Qualitative and Quantitative Pusaran Politik Identitas Kontemporer’.
Approaches. Jurnal Sejarah Citra Lekha 4 (1): 3.
Geriya, I Wayan. 2000. Transformasi https://doi.org/10.14710/jscl.v4i1.19903.
Kebudayaan Bali Memasuki Abad XXI. Bali: Yudantini, Ni Made, Kadek Agus Surya Darma,
Dinas Kebudayaan Propinsi Bali, Denpasar. and Wayan Wiryawan. 2017. ‘Sejarah Dan
H. Mudjia Rahardjo. 2010. ‘Triangulasi Dalam Perkembangan Kota Denpasar Sebagai Kota
Penelitian Kualitatif’. Universitas Islam Budaya’. In Seminar Ikatan Peneliti
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 2010. Lingkungan Binaan Indonesia, B177–84.
https://doi.org/10.1360/zd-2013-43-6-1064. Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia.
https://doi.org/10.32315/sem.1.b177.

72

Anda mungkin juga menyukai