Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara
miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan
masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju
cenderung dengan masalah gizi lebih (Soekirman, 2000; Mohamad Agus Salim,
2012). Dewasa ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yakni masalah gizi
kurang dan masalah gizi lebih. Di satu pihak masalah gizi kurang yang pada
umumnya disebabkan oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, kurangnya
persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang gizi. Indikator masalah gizi dari sudut pandang sosial-budaya
antara lain stabilitas keluarga dengan ukuran frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-
anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang tidak stabil akan sangat rentan
terhadap penyakit gizi kurang.

Di Indonesia persoalan gizi ini juga merupakan salah satu persoalan utama
dalam pembangunan manusia. Sebagai salah satu Negara dengan kompleksitas
kependudukan yang sangat beraneka ragam, Indonesia dihadapkan pada persoalan
gizi buruk pada balita, walaupun proses pembangunan di Indonesia telah mampu
mengatasi persoalan ini namun apabila dilihat dari kecenderungan data statistik
masih banyak persoalan yang perlu diselesaikan terutama menyangkut persoalan
balita dengan gizi buruk (Aries, dkk., 2006).

Menurut Pudjiadi (2005) gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks berat badan menurut umur (BB/U). Prevalensi permasalahan gizi di
Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas 2018 terdapat 17,7% kasus balita
kekurangan gizi dan jumlah tersebut terdiri dari 3,9% gizi buruk dan 13,8% gizi
kurang (Kemenkes, 2018). Terdapat tiga jenis gizi buruk yang sering dijumpai
yaitu kwashiorkor, marasmus dan gabungan dari keduanya yaitu marasmus-
kwashiorkor.

Pemenuhan gizi merupakan hak setiap anak, upaya ini ditujukan untuk
mempersiapkan generasi akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta
untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak (Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan). Berdasarkan fakta bahwa balita kurang gizi pada
masa emas bersifat irreversible (tidak dapat pulih) dan kekurangan gizi pada
balita dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Oleh sebab itu, balita
dengan status gizi kurang memiliki daya tahan tubuh yang lemah sehingga mudah
terserang penyakit (Sholikah, Rustiana & Yuniastuti, 2017). Berdasarkan data
yang diperoleh, sekitar 45% kematian di antara anakanak di bawah usia 5 tahun
terkait dengan kekurangan gizi. Ini sebagian besar terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Mengoptimalkan nutrisi sejak dini,
termasuk 1000 hari sejak konsepsi hingga usia dua tahun adalah pencegahan gizi
buruk yang terbaik dengan manfaat jangka panjang.

Secara makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan


koordinasi lintas sektor dari pemerintah dan semua stakeholders untuk menjamin
terlaksananya poin-poin penting seperti pemberdayaan masyarakat,
pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan pendidikan yang secara tidak
langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di tataran bawah dalam hal
perawatan gizi terhadap keluarga termasuk anak. Meningkatkan upaya penggalian
dan mobilisasi sumber daya untuk melaksanakan upaya perbaikan gizi yang lebih
efektif melalui kemitraan dengan swasta, LSM dan masyarakat. Skrining gizi
dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi responden yang berisiko, tidak
berisiko malnutrisi atau kondisi khusus.

Untuk penuntasan masalah anemia gizi, anemia non-gizi,


dan stunting perlu melibatkan semua pihak. Rujukan berjenjang perlu dilakukan
baik pada tingkat komunitas melalui posyandu, puskesmas maupun rumah sakit
dengan inovasi berbasis potensi lokal hingga pemberian PKMK (Pangan Olahan
untuk Keperluan Medis Khusus).
Oleh karena itu kelompok kami mengambil permasalahan kesehatan
terkait gizi buruk utamanya pada penyakit kwashiorkor, marasmus, dan
kwashiorkor-marasmus pada balita di Indonesia karena hal ini merupakan
permasalahan serius yang hingga saat ini masih menjadi salah satu masalah
kesehatan di Indonesia yang turut langsung mempengaruhi indeks pembangunan
manusia (IPM). Masalah gizi buruk secara cepat harus segera ditangani, apabila
tidak segera ditangani akan menjadi masalah baru yaitu menambah prevalensi gizi
buruk di suatu wilayah. Berdasarkan data-data yang telah kami peroleh dari
berbagai sumber literatur, masalah gizi buruk pada balita membutuhkan
keterlibatan dan kolaborasi dari berbagai pihak yang terkait untuk melakukan
penanganan dan penurunan prevalensi kasus gizi buruk (kwashiorkor, marasmus,
dan kwashiorkor-marasmus) balita di Indonesia.

B. Tujuan
Untuk menggambarkan keterlibatan dan kolaborasi penanganan
berbagai pihak dalam upaya penurunan angka prevalensi kasus gizi buruk
balita (kwashiorkor, marasmus, dan kwashiorkor-marasmus) di
Indonesia.

C. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan, dan referensi
serta memberikan informasi terkait permasalahan gizi buruk balita. Selain
itu juga bisa menjadi masukan kepada masyarakat agar lebih
memperhatikan status gizi anak pada balita di Indonesia.
Referensi :

Anisa, A., Darozat, A., Aliyudin, A., Maharani, A., Irfan, A., Adi Fahmi, B., ... &
Apriyanti Hamim, E. (2019). Permasalahan Gizi Masyarakat Dan Upaya
Perbaikannya. agroteknologi. http://digilib.uinsgd.ac.id/20833/

Fitriyanto, R. E., & Mahfudz, S. (2020). Management of Severe Malnutrition of


Under Five Years Old Patients In RSUD Wonosari. Asian Journal of
Innovation and Entrepreneurship, 5(1), 20-26.
https://journal.uii.ac.id/ajie/article/download/17495/11076

Hastoety, S. P., Wardhani, N. K., Sihadi, S., Sari, K., Putri, D. S. K., Rachmalina,
R., ... & Febriani, F. (2018). Disparitas Balita Kurang Gizi di
Indonesia. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 28(3), 201-
210. http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/mpk/article/view/219

Kalsum, U., & Jahari, A. B. (2015). Strategi menurunkan prevalensi gizi kurang
pada balita di Provinsi Jambi. JAMBI MEDICAL JOURNAL" Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan", 3(1).
https://online-journal.unja.ac.id/kedokteran/article/view/2719

Liansyah, T. M. (2015). Malnutrisi pada anak balita. Jurnal Buah Hati, 2(1), 1-12.


http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/mpk/article/view/219

Utami, N. H., & Mubasyiroh, R. (2019). Masalah gizi balita dan hubungannya
dengan indeks pembangunan kesehatan masyarakat. Penelitian Gizi dan
Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research), 42(1), 1-10.
http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/pgm/article/view/2416

Anda mungkin juga menyukai