01 Modul Pertemuan - 6 - Prinsip Dasar Konveksi
01 Modul Pertemuan - 6 - Prinsip Dasar Konveksi
Tatap Muka
03
Kode Matakuliah :W5119022
Kode Kelas :32651T6EA
Disusun oleh : Ir. Komarudin, MT.
III. Prinsip Dasar Perpindahan Panas Konveksi
3.1. Prinsip Dasar Perpindahan Panas Konveksi
Sejauh ini, kita telah menganalisis laju perpindahan panas konduksi, yang merupakan
mekanisme perpindahan panas melalui benda padat atau cairan yang diam. Selanjutnya
bagaimana menganalisis konveksi, yang merupakan mekanisme perpindahan kalor didalam
gerakan fluida. Jadi perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas (kalor) yang terjadi
melalui aliran suatu fluida (cair dan gas) karena adanya perubahan sifat fluida (massa jenis)
akibat adanya perbedaan temperatur.
Gambar 3.1. Mekanisme Konveksi
Konveksi diklasifikasikan menjadi 2 yang tergantung pada bagaimana gerakan fluida dimulai:
1. Konveksi alamiah/bebas (free convection)
Pada konveksi alamiah, setiap gerakan fluida terjadi secara alami yang disebabkan
karena adanya perubahan sifat akibat adanya perbedaan temperatur pada molekul‐
molekul fluidanya sehingga menimbulkan efek gaya apung (buoyancy force) dari molekul‐
molekul tersebut, hal ini terjadi pada fluida hangat atau jatuhnya cairan pendingin.
Contoh :
Air yang dipanaskan akan terlihat berputar (mendidih) di dalam wadahnya, hal ini
disebabkan air yang panas akan memuai dan masa jenisnya menjadi lebih kecil, sehingga
uap air tersebut akan naik ke atas
2. Konveksi paksa (forced convection)
Pada konveksi paksa, fluida dipaksa untuk mengalir di atas permukaan atau didalam
sebuah saluran/pipa karena adanya energy yang diberikan dari luar (eksternal) seperti
oleh sebuah pompa atau kipas angin.
Gambar 3.2. Klasifikasi Konveksi
Konveksi juga diklasifikasikan pada aliran luar (eksternal) dan didalam (internal) dan
tergantung pada apakah fluida atau cairan yang dipaksa untuk mulai mengalir di atas permukaan
atau didalam saluran.
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 65
3.2. Mekanisme Fisik Pada Perpindahan Panas Konveksi
Secara umum ada tiga mekanisme dasar perpindahan panas yaitu : konduksi, konveksi,
dan radiasi. Kedua mekanisme konduksi dan konveksi hampir serupa yaitu memerlukan
kehadiran media material. Tetapi perberbedaan didalam mekanisme konveksi memerlukan
adanya gerakan fluida. Perpindahan panas melalui benda padat selalu terjadi konduksi, karena
molekul yang solid tetap di posisi yang relatif tetap. Perpindahan panas melalui fluida (cairan
atau gas) mekanismenya dapat terjadi secara konduksi atau konveksi, tergantung pada
keberadaan setiap gerakan fluida massalnya. Perpindahan panas melalui fluida dengan konveksi
terjadi karena adanya gerakan fluida tetapi pada konduksi terjadi pada material dan fluida dalam
keadaan yang tetap atau diam.
Gambar 3.3. Mekanisme Konduksi (tanpa adanya gerakan)
Analisis perpindahan panas konveksi sangatlah rumit karena pada kenyataannya dengan
melibatkan gerakan fluida akibat adanya panas konduksi pada permukaan padatnya. Gerakan
fluida dapat meningkatkan laju perpindahan panas, karena membawa cairan dingin melalui
mekanisme kontak antara material dengan fluida. Oleh karena itu, laju perpindahan panas
melalui fluida jauh lebih tinggi dengan konveksi dari pada konduksi. Pada kenyataannya,
semakin tinggi kecepatan fluida, semakin tinggi tingkat laju perpindahan panas yang terjadi.
Salah satu contoh lebih lanjut adalah dimana laju perpindahan panas yang stabil yaitu
terjadi melalui cairan yang terdapat diantara dua plat paralel yang dipertahankan pada
temperatur yang berbeda, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.4. Suhu dari cairan dan
material padat pada akhirnya akan sama pada titik‐titik kontaknya. Dengan asumsi tidak ada
gerakan fluida, energi dari molekul cairan panas di dekat pelat panas akan ditransfer ke molekul
cairan pendingin yang berdekatan. Energi ini kemudian akan ditransfer ke lapisan berikutnya dari
molekul cairan yang lebih dingin didekatnya. Energi ini kemudian akan dipindahkan ke lapisan
berikutnya dari cairan yang lebih dingin dan seterusnya, sampai akhirnya akan terbawa oleh
cairan tersebut yang kemudian dipindahkan ke material padat lainnya.
Free Convection
Gambar 3.4. Mekanisme Konveksi Pada Plat ke Fluida
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 66
Analisis proses pendinginan di atas permukaan plat panas yang terdapat udara yang
bergerak secara paksa misalnya menggunakan kipas angin seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5.
Kita tahu bahwa panas akan dipindahkan dari plat panas ke udara dingin di sekitarnya, yang
pada akhirnya plat tersebut akan menjadi dingin. Kita juga tahu bahwa plat akan dingin lebih
cepat jika kipas beralih ke kecepatan yang lebih tinggi. Pengalaman, menunjukkan bahwa
perpindahan panas konveksi sangat tergantung pada sifat fluida antara lain viskositas
dinamika,µ, konduktivitas termal,k, kepadatan/densitas,ρ, panas spesifik,Cp, dan kecepatan
aliran fluida,V. Hal ini juga tergantung pada geometri dan kekasaran permukaan padatnya, selain
jenis aliran fluida (seperti aliran yang streamline atau turbulen).
Forced Convection
Gambar 3.5. Mekanisme Konveksi Pada Plat ke Fluida
Jadi, analisis perpindahan panas konveksi menjadi agak rumit karena ketergantungan
pada begitu banyak variabel. Hal ini tidaklah mengherankan, karena perpindahan panas konveksi
adalah mekanisme yang paling kompleks. Meskipun kompleksitas konveksi, laju perpindahan
panas konveksi diamati sebanding dengan perbedaan suhu dan diungkapkan melalui hukum
pendinginan Newton sebagai berikut :
(3.1)
(3.2)
Dimana :
h = koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2.°C
As = luas permukaan perpindahaan panas, m2
Ts = temperature of the surface, °C
T∞= temperature fluida pada permukaan terjauh, °C
Dilihat dari unit nya, koefisien perpindahan panas konveksi h dapat didefinisikan sebagai
laju perpindahan panas antara permukaan padat dan cairan per satuan luas penampang
permukaan akibat perbedaan suhu yang tergantung pada beberapa variabel tersebut, dan
dengan demikian sulit untuk menentukannya.
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 67
3.3. Beberapa Prinsip Dasar Yang Mendasari Dalam Menentukan Nilai h Dalam Proses
Konveksi
3.3.1. Klasifikasi Aliran Fluida
Konveksi perpindahan panas terkait erat dengan mekanika fluida, yang merupakan ilmu
yang berhubungan dengan perilaku cairan pada saat diam atau bergerak, dan interaksi antara
cairan dengan benda padat atau cairan lainnya pada kondisi batas tertentu. Ada berbagai
macam masalah aliran fluida yang dihadapi dalam praktek, dan biasanya mudah untuk
mengklasifikasikannya atas dasar beberapa karakteristik umum. Ada banyak cara untuk
mengklasifikasikan masalah aliran fluida, yaitu :
3.3.1.1. Aliran Viscous versus Inviscid
Ketika dua lapisan fluida bergerak relatif satu sama lain, maka gaya gesekan akan
berkembang cepat antar lapisannya sehingga memperlambat gaya gerak pada lapisan‐
lapisannya. Hal ini diakibatkan adanya resistensi internal pada aliran tersebut yang disebut
sebagai viskositas, yang merupakan ukuran dari kekentalan/kelengketan pada fluida. Viskositas
disebabkan oleh adanya kekuatan kohesif antara molekul‐molekul dalam cairan dan oleh
tumbukan molekul yang terjadi pada gas. Tidak ada cairan dengan viskositas nol, dengan
demikian semua aliran fluida melibatkan efek viskos. Arus yang diakibatkan efek dari viskositas
disebut aliran viskos. Pengaruh viskositas yang sangat kecil pada beberapa arus cairan, dengan
mengabaikan efek‐efeknya dan gesekannya nol disebut aliran inviscid.
3.3.1.2. Aliran Internal versus Aliran Luar/External
Aliran fluida diklasifikasikan sebagai aliran didalam/internal dan aliran luar/eksternal,
tergantung pada apakah cairan yang dipaksa untuk mengalir dalam saluran tertutup atau di atas
permukaan. Aliran dari fluida tak terbatas seperti pada permukaan plat, kawat, atau sebuah
aliran pada permukaan luar pipa. Aliran dalam pipa atau saluran adalah aliran fluida internal
yang dibatasi oleh permukaan padat. Aliran internal misalnya aliran air didalam pipa, dan aliran
udara terbuka melalui sebuah pipa yang berhubungan dengan udara luar disebut aliran eksternal
(Gbr. 3.6). Aliran cairan dalam saluran terbuka disebut jika pipa tersebut sebagian diisi dengan
cairan dan berada pada permukaan bebas, misalnya aliran air di sungai dan saluran irigasi.
Gambar 3.6. Aliran Dalam Saluran dan Luar Saluran
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 68
3.3.1.3. Aliran Mampu Mampat (Compressible) dan Tak Mampu Mampat (Incompressible)
Sebuah aliran fluida diklasifikasikan sebagai aliran mampu mampat (compressible flow)
tergantung pada variasi kepadatan dari cairan selama mengalir. Kepadatan cairan yang konstan,
alirannya disebut aliran tak mampu mampat (incompresibel flow). Oleh karena itu cairan
biasanya digolongkan sebagai zat tak mampu mampat. Di sisi lain Gas sangat kompresif. Pada
perubahan tekanan yang kecilpun akan menyebabkan perubahan kerapatan/densitas.
3.3.1.4. Aliran Laminar dan Aliran Turbulent
Gerak cairan yang dicirikan oleh arus sangat yang halus pada kecepatan rendah disebut
laminar. Aliran cairan dengan viskositas tinggi seperti minyak dengan kecepatan rendah biasanya
laminar. Cairan gerak yang sangat tidak beraturan/bergolak kacau biasanya terjadi pada
kecepatan tinggi ditandai dengan kecepatan yang berfluktuasi disebut turbulen. Aliran dengan
viskositas cairan rendah seperti udara pada kecepatan tinggi biasanya bergolak kacau.
3.3.1.5. Aliran Alamiah/Natural (or Unforced) versus Aliran Paksa (Forced)
Aliran fluida dikatakan alamiah atau dipaksakan, tergantung pada bagaimana gerakan
fluida dimulai. Dalam aliran paksa, fluida dipaksa untuk mengalir di atas permukaan atau
didalam saluran pipa dengan cara memberikan energi dari luar seperti sebuah pompa atau kipas.
Arus alamiah yaitu setiap gerakan fluida yang bergerak mengalir secara alamiah seperti adanya
pengaruh gaya apung, yang memanifestasikan dirinya sebagai munculnya cairan yang lebih
ringan pada kondisi panas dan aliran yang jatuh akibat pendinginan yang mengakibatkan
menjadi cairan padat.
3.3.1.6. Aliran Tunak (Steady) dan Aliran Tak Tunak (Unsteady/Transient)
Istilah stabil dan seragam sering digunakan dalam perekayasaan. Istilah mantap
menunjukkan tidak adanya perubahan waktu dan sebaliknya untuk tidak mantap/tidak stabil
atau transient. Namun istilah seragam, berarti tidak adanya perubahan lokasi pada suatu daerah
tertentu. Banyak perangkat seperti turbin, kompresor, ketel uap, kondensor, dan penukar panas
yang beroperasi selama jangka waktu yang lama dalam kondisi yang sama maka diklasifikasikan
sebagai aliran stabil. Selama aliran tunak, sifat cairan dapat berubah dari titik ke titik namun
pada setiap titik tetap konstan.
3.3.1.7. Aliran Satu, Dua dan Tiga Dimensi
Sebuah medan aliran yang terbaik dicirikan oleh distribusi kecepatannya dan aliran
dikatakan satu, dua, atau tiga‐dimensi jika kecepatan aliran bervariasi dalam satu, dua, atau tiga
dimensi. Sebuah aliran fluida khas yang melibatkan geometri tiga dimensi dan kecepatannya
berbeda‐beda dalam aliran tiga dimensi (x, y, z) yang digambarkan dalam empat persegi panjang
atau (r,Ø,z) didalam koordinat silinder. Aliran fluida dalam pipa biasanya diperkirakan sebagai
aliran seragam satu dimensi (onedimensional).
3.3.1.8. Tegangan Permukaan
Suatu aliran fluida di atas permukaan pelat. Lapisan fluida dalam kontak dengan
permukaan pelat akan bergeser karena adanya gaya gesekan. Demikian juga, lapisan cairan
menyeret lapisan yang berdekatan secara lambat dengan memberikan gaya gesekan akibat
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 69
gesekan antara dua lapisan. Gaya gesekan per satuan luas disebut tegangan geser, dan
dilambangkan oleh τw. Studi Experimental menunjukkan bahwa tegangan geser untuk cairan
yang paling proporsional adalah terhadap gradien kecepatan, dan tegangan geser pada dinding
permukaan adalah :
(3.3)
di mana μ konstanta proporsionalitas dan disebut viskositas dinamis dari cairan yang memiliki
unit satuan kg/m.s (atau setara, Ns/m2, atau Pa.s, atau poise = 0,1 Pa.s). Cairan yang bergeser
secara linear di atas disebut cairan Newton, yang pertama kali dinyatakan pada tahun 1687
adalah Sir Isaac Newton, dan cairan yang paling umum seperti air, udara, bensin, dan minyak
disebut cairan Newtonian. dan Darah cair dalam plastik adalah contoh dari cairan non‐
Newtonian. Dalam kasus ini kita hanya membicarakan fluida Newton saja.
Pada studi aliran fluida dan transfer panas, rasio viskositas dinamis dan kepadatan sering
muncul. Untuk memudahkannya, rasio ini diberi nama viskositas kinematik v dan dinyatakan
sebagai dalam m2/s. Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan
terhadap aliran, dan merupakan fungsi suhu. Viskositas cairan menurun akibat perubahan suhu,
sedangkan viskositas gas meningkat dengan perubahan suhu. Pendekatan praktis penentuan
tegangan geser pada permukaan dalam aliran eksternal pada kecepatan hulu adalah sebagai
berikut :
V 2
s cf
(3.4)
(m 2 / s)
2
dimana Cf adalah koefisien gesekan, yang nilainya dalam banyak kasus ditentukan secara
eksperimental, dan ρ adalah densitas dari fluida. Perhatikan bahwa koefisien gesek, pada
umumnya, akan bervariasi dengan panjang permukaannya. Setelah koefisien gesek rata‐rata di
atas permukaan yang diberikan tersedia, gaya gesekan pada seluruh permukaan ditentukan dari
(3.5)
dimana A adalah luas permukaan. Koefisien gesek merupakan parameter penting dalam analisis
perpindahan panas karena secara langsung berhubungan dengan koefisien perpindahan panas
dan kebutuhan daya dari pompa.
3.4. Beberapa Metoda Analisis
Rumitnya mendapatkan nilai koefisien perpindahan panas h pada proses konveksi ini
dilakukan beberapa pendekatan untuk mendapatkan nilai yang akurat, antara melalui :
1.Analisa dimensional yang digabungkan dengan Eksperimental.
2.Penyelesaian matematis terhadap persamaan‐persamaan lapisan batas.
3.Analisa pengira‐iraan terhadap lapisan batas dgn metode integral.
4.Analogi antara perpindahan panas, massa dan momentum.
Cara pertama biasanya lebih sering digunakan dan dgn cara itu pula kita mengenal beberapa
bilangan yg tak berdimensi.
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 70
3.5. Bilangan‐bilangan Tak Berdimensi
Selanjutnya dengan penggabungan analisis seperti disampaikan diatas maka dengan
menggabungkan prinsip‐prinsip dasar tersebut antara lain kondisi pergerakan fluida, sifat fisik
dan pembentukan lapisan batas yang terjadi (kecepatan dan termal), maka diperoleh persamaan
dasar konveksi atas dasar konservasi massa, momentum dan energy melalui penurunan
persamaan yang dituangkan dalam bilangan‐bilangan yang tak berdimensi dengan analogi
antara momentum dengan perpindahan panas, antara lain :
3.5.1. Bilangan Nusselt
Studi konveksi dalam prakteknya secara umum untuk mengatur dan menggabungkan
secara bersama‐sama variabel yang tak berdimensi kedalam persamaan menjadi angka
berdimensi untuk mengurangi jumlah variabel total sehingga diperoleh nilai koefisien
perpindahan panas h dengan menggunakan bilangan Nusselt, yang didefinisikan sebagai berikut
(3.6)
Gambar 3.7. Bilangan Nusselt Pada Plat Datar
dimana k adalah konduktivitas termal fluida dan Lc adalah panjang karakteristik terjadinya laju
aliran panas. Bilangan ini ditemukan oleh Wilhelm Nusselt, yang membuat kontribusi yang
signifikan terhadap perpindahan panas konveksi. Untuk memahaminya, mekanisme secara fisik
bilangan Nusselt dengan mempertimbangkan ketebalan lapisan fluida L dan t melaui perbedaan
suhu T1 dan T2, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.7. Perpindahan panas melalui lapisan fluida
terjadi secara konveksi ketika fluida melakukan gerakan dari konduksi pada benda padatnya.
Oleh karena itu, peningkatan fluk panas (unit perpindahan panas per satuan waktu per luas
permukaan) dan merupakan perpindahan panas yang terjadi melalui lapisan fluida yang sama
sebagai akibat dari konveksi yang relatif terhadap konduksi. Semakin besar bilangan Nusselt,
proses konveksi menjadi lebih efektif. Untuk bilangan Nusselt, Nu=1, untuk lapisan fluida
merupakan perpindahan panas konduksi murni pada seluruh lapisan. Dalam kehidupan sehari‐
hari lebih sering menggunakan konveksi paksa setiap kali kita ingin meningkatkan laju
perpindahan panas (Gbr. 3.8). Sebagai contoh, kita menyalakan kipas pada hari‐hari musim
panas untuk membantu tubuh menjadi dingin. Semakin tinggi kecepatan kipas semakin tinggi
laju perpindahan panas yang terjadi. Contoh lain adalah dengan meniup sepotong makanan
panas untuk membuat lebih cepat dingin.
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 71
Laju konduksi pada benda padatnya
Laju konveksi pada udara
Gambar 3.8. Efek energy luar terhadap laju perpindahan panas
Dengan menggabungkannya diperoleh : (3.7)
3.5.2. Bilangan Prandtl
Ketebalan relatif dari kecepatan dan lapisan batas termal digambarkan dengan
parameter bilangan Prandtl, yang didefinisikan sebagai :
(3.8)
Tabel 3.1. Nilai bilangan Prandtl untuk fluida
Hal ini ditemukan oleh Ludwig Prandtl pada tahun 1904 yang memperkenalkan konsep lapisan
batas dan memberikan kontribusi signifikan terhadap teori lapisan batas. Besar bilangan Prandtl
untuk jumlah cairan logam cair berkisar kurang dari 0,01 sedangkan untuk minyak berat lebih
dari 100.000 (Tabel 6‐2). Perhatikan bahwa bilangan Prandtl untuk air berada di urutan 10. Besar
bilangan Prandtl untuk gas sekitar 1, yang menunjukkan bahwa kedua momentum dan panas
menghilang melalui fluida pada tingkat yang sama.
3.5.3. Bilangan Reynold
3.5.3.1. Aliran Laminar Dan Turbulen
Jika kita berada disekitar perokok, anda mungkin melihat bahwa asap halus rokok naik
beberapa sentimeter pertama dan kemudian mulai berfluktuasi secara acak ke segala arah dan
terus disepanjang perjalanannya (Gambar 3.9a). Demikian juga, aliran fluida didalam pipa pada
kecepatan rendah akan seragam, tetapi ketika kecepatan ditingkatkan ternyata menjadi kacau di
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 72
atas nilai kritis, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.9b. Rezim aliran dalam kasus pertama
dikatakan laminar, ditandai dengan gerak arus yang sangat mulus dan menjadi turbulen dalam
kasus kedua yang ditandai dengan kecepatan gerak yang sangat fluktuatif dengan adanya
gangguan. Transisi dari aliran laminar menjadi aliran turbulen tidak terjadi secara tiba‐tiba,
melainkan terjadi di beberapa wilayah di mana aliran berfluktuasi antara aliran laminar dan
sebelum turbulen. Verifikasi keberadaan aliran laminar, aliran transisi dan turbulen yaitu dengan
menyuntikkan pewarna kedalam tabung kaca sehingga membentuk beberapa goresan aliran, hal
ini dilakukan oleh ilmuwan Inggris Osborn Reynolds (1842‐1912). Kita akan mengamati bahwa
garis pewarna akan membentuk garis lurus dan halus pada kecepatan rendah ketika aliran
laminar dan ketika memiliki semburan yang fluktuasi maka membentuk aliran transisi, dan akan
zigzag cepat dan secara acak saat arus menjadi bergejolak. Profil kecepatan pada kondisi‐kondisi
ini mempengaruhi efek yang terjadi pada proses laju perpindahan konveksi, dimana intensitas
pencampuran fluida pada aliran turbulen sebagai akibat dari peningkatan fluktuasi kecepatan,
gaya gesekan pada permukaan dan momentum antara partikel fluida. Hal ini juga menyebabkan
lapisan batas menjadi besar. Koefisien perpindahan panas mencapai nilai maksimum ketika
aliran menjadi turbulen penuh dan adanya gesekan aliran dengan permukaan. Peningkatan laju
perpindahan panas pada aliran turbulen tidak datang secara tiba‐tiba.
a. Aliran pada ruang terbuka b. Aliran dalam saluran
Gambar 3.9. Pembentukan Aliran Laminer dan Turbulen
3.5.3.2. Bilangan Reynolds
Transisi aliran dari laminar menjadi turbulen tergantung pada geometri permukaan,
kekasaran permukaan, streaming pada kecepatan bebas, suhu permukaan, dan jenis cairan.
Setelah percobaan lengkap dalam tahun 1880‐an, Osborn Reynolds menemukan bahwa rezim
aliran tergantung terutama pada rasio kekuatan inersia pada kekentalan cairan, rasio ini disebut
bilangan Reynolds, yang merupakan bilangan yang tak berdimensi.
gaya inersia V . L. V . L
‐ Aliran diatas permukaan : Re (3.9)
viskositas
gaya inersia V . D. D. L
‐ Aliran didalam saluran/pipa : Re (3.10)
viskositas
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 73
dimana kecepatan hulu (setara dengan kecepatan aliran u bebas untuk pelat datar), L adalah
panjang karakteristik geometri, D diameter aluran dan V adalah ν viskositas kinematik fluida.
Untuk plat datar, panjang karakteristik adalah jarak x dari bagian awal diujung plat. Perhatikan
bahwa viskositas kinematik memiliki unit m2/s, yang identik dengan unit difusivitas termal dan
dapat dipandang sebagai difusivitas kental atau difusivitas momentum. Pada bilangan Reynolds
yang besar, kekuatan inersia sebanding dengan kepadatan dan kecepatan fluida untuk
kekentalan yang relatif besar.
3.6. Penyelesaian Persamaan Konveksi Pada Plat Datar
Sebuah fluida mengalir diatas permukaan plat datar seperti terlihat pada gambar 10
dibawah, yang bergerak dengan kecepatan u∞ menuju ujung lain pada arah koordinat x.
Gambar 10. Fluida mengalir diatas permukaan plat datar
Asumsi jika mengalir dalam aliran laiminer, fluida mampu mampat, aliran tunak (steady state)
dan sifat fluida konstan, maka :
(3.11)
(3.12)
(3.13)
3.6.1. Kondisi Lapisan Batas Kecepatan (Boundary Layer)
Jika aliran cairan di atas plat datar paralel, seperti ditunjukkan pada Gambar 11.
Koordinat X diukur sepanjang permukaan pelat dari ujung pelat dalam arah aliran, dan y diukur
dari permukaan pada arah normal. Pendekatan aliran cairan pada pelat dalam arah‐x dengan
kecepatan hulu seragam yang secara praktis identik dengan kecepatan aliran u‐bebas melalui
permukaan pelat. Kecepatan partikel‐partikel di lapisan cairan pertama yang berdekatan dengan
plat menjadi nol karena tidak terjadi slip, pada x=0 dan y=0.
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 74
Gambar 11. Pembentukan lapisan batas pada permukaan (no slip)
Daerah aliran di atas plat, kekuatan geser dibatasi oleh efek kekentalan fluida disebut
lapisan batas kecepatan. Dari persamaan 3.11, 3.12 dan 3.13, dengan kondisi batas :
Secara matematis berdasarkan kondisi batas diatas diperoleh besar ketebalan lapisan batas
kecepatan pada jarak yang diukur dari ujung plat didefinisikan :
5.0 5 .0
(3.14)
u / vx Re x
Dimana : x adalah jarak dari ujung plat
Besar tegangan geser untuk tebal lapisan batas laminar.
(3.15)
Koefisien gesek local.
w w
(3.16)
c f ,x 0,664 Re x1 / 2
V / 2 u / 2
2 2
3.6.2. Kondisi Lapisan Batas Termal (Thermal Boundary Layer)
Kita telah melihat bahwa lapisan batas kecepatan akan berkembang ketika aliran fluida di
atas permukaan dari lapisan fluida yang berdekatan dengan asumsi bahwa kecepatannya nol
yang relatif terhadap permukaan. Demikian juga, sebuah lapisan batas termal terjadi ketika
cairan mengalir di atas permukaan akibat perubahan suhu, seperti ditunjukkan pada Gambar 12.
Jika fluida mengalir pada suhu yang seragam T diatas sebuah plat datar pada suhu isotermal Ts.
Partikel‐partikel fluida dalam lapisan yang berdekatan dengan permukaan akan mencapai
kesetimbangan termal jika suhu plat T sama dengan suhu permukaan Ts. Partikel‐partikel fluida
akan bertukar energi dengan partikel dalam lapisan fluida didaerah yang berdekatan. Akibatnya,
profil temperatur akan berkembang di medan aliran. Daerah aliran di atas permukaan pada
variasi suhu dalam arah normal ke permukaan disebut sebagai lapisan batas termal. Ketebalan
dari lapisan batas termal t pada setiap lokasi sepanjang permukaan didefinisikan sebagai jarak
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 75
dari permukaan di mana perbedaan suhu T dan Ts sama dengan 0,99. Tebal lapisan batas termal
akan meningkat dalam aliran akibat dari efek perpindahan panas yang dirasakan pada jarak yang
besar dari permukaan pada bagian bawah aliran. Laju perpindahan panas konveksi di sepanjang
permukaan secara langsung berhubungan dengan gradien suhu di lokasi itu. Oleh karena itu,
bentuk profil temperatur pada lapisan batas termal konveksi terjadi diantara permukaan padat
dan cairan yang mengalir di atasnya pada aliran diatas permukaan yang dipanaskan (atau daerah
yang didinginkan), dengan demikian kecepatan dan lapisan batas termal akan mengembang
secara bersamaan. Jadi, kecepatan fluida memiliki pengaruh yang kuat pada profil temperatur,
perkembangan lapisan batas kecepatan relatif terhadap lapisan batas termal sehingga akan
memiliki pengaruh yang kuat terhadap perpindahan panas konveksi.
Gambar 12. Tebal lapisan batas termal diatas permukaan pelat datar
Dimana koefisien perpindahan panas konveksi lokal dan bilang Nusseltnya sebesar :
(3.17)
Dan,
h x
Nu x x 0,332 Pr 1 / 3 Re 1 / 2 Pr 0,6
(3.18)
k
Hubungan antara lapisan batas kecepatan dengan lapisan batas termal adalah,
(3.19)
Maka diperoleh tebal lapisan termalnya menjadi :
5,0 x
t 1 / 3 1 / 3 (3.20)
Pr Pr Re x
Untuk perubahan sifat fluida yang bervariasi, maka ditentukan berdasarkan pada temperatur
film yaitu :
T T
T f s (3.21)
2
Dimana : Ts = temperatur permukaan; T∞ = temperatur fluida
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 76
3.7. Hubungan Persamaan Kefisien Gesekan Dan Koefisien Konveksi
Gesekan dan koefisien perpindahan panas rata‐rata ditentukan dengan mengintegrasikan
Cf, x dan Nux di atas permukaan plat sepanjang x dari 0 ke L, dimana koefisien gesek dapat
dinyatakan sebagai fungsi dari bilangan Reynolds itu sendiri, sedangkan bilangan Nusselt sebagai
fungsi bilangan Reynolds dan Prandtl, yang dinyatakan sebagai,
(3.22)
Oleh karena itu, secara eksperimental melalui percobaan dihasilkan pengukuran bilangan
Prandtl dan bilangan Reynolds untuk menghitung koefisien gesekan dan koefisien perpindahan
panas konveksi. Data eksperimen untuk perpindahan panas menggunakan relasi yang sederhana
dalam bentuk :
C . RemL . Pr
Nu n (3.23)
Untuk bilangan Nusselt lokal : Nu = fungsi (xn.ReL.Pr) (3.24)
Untuk bilangan Nusselt rata‐rata : Nu = fungsi (ReL.Pr) (3.25)
: Nu C . Re L . Pr
m n
Untuk persamaan umum (3.26)
Dimana m dan n konstanta eksponensial (biasamya antara 0 – 1) dan konstanta C tergantung
bentuk/geometri.
3.8. Analogi Antara Momentum Dengan Perpindahan Panas
Dalam analisis konveksi paksa, terutama pada penentuan jumlah Cf (untuk menghitung
tegangan geser pada dinding) dan Nu (untuk menghitung kecepatan laju aliran panas) dimana
hubungan antara Cf dan Nu dikembangkan atas dasar kesamaan antara laju aliran panas dan
momentum dalam lapisan batas, dan dikenal sebagai analogi Reynolds, Colburn dan analogi
Chilton, dimana hubungannya dituliskan menjadi :
(3.27)
Analogi ini penting karena memungkinkan kita untuk menentukan koefisien perpindahan panas
untuk cairan dengan Pr=1. Analogi Reynolds juga menyatakan bahwa :
(3.28)
dimana : (3.29)
yaitu bilangan tak berdimensi Stanton, yang juga merupakan koefisien perpindahan panas dari
analogi Reynolds dan penggunaannya terbatas pada Pr=1 dan ∂p*/∂x*=0. Hal ini dilakukan
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 77
dengan menambahkan bilangan Prandtl koreksi. Koefisien gesekan dan angka Nusselt untuk
pelat datar ditentukan dalam bentuk persamaan :
(3.30‐31)
Mengambil nilai perbandingan tersebut dan mengatur kembali maka memberikan hubungan
yang diinginkan, yang dikenal sebagai analogi Reynolds yang dimodifikasi dengan analogi
Colburn dan analogi Chilton,
Untuk, 0.6<Pr<60, (3.32‐33)
Selanjutnya jH disebut Colburn j‐faktor. Walaupun hubungan ini dikembangkan untuk aliran
laminar yang melewati plat datar (yang ∂p*/∂x*=0), penelitian eksperimental menunjukkan
bahwa hal ini juga berlaku untuk aliran turbulen. Untuk aliran laminar, analogi ini tidak berlaku
kecuali jika ∂p*/∂x*≈0 sangat kecil. Oleh karena itu, tidak berlaku untuk aliran laminar dalam
pipa. Analogi antara Cf dan Nu dikembangkan menjadi lebih akurat jika dapat digunakan
terhadap rata‐rata dari jumlah lokal.
Contoh 3.1.
Sebuah plat datar berukuran 2x3 m, mengalir udara diatas disepanjang plat 3 m yang
bertemperatur 20oC dan kecepatannya 7 m/detik (gambar 13). Gaya hambat pada ujung plat
0,86 Newton. Hitung koefisien perpindahan panas rata‐rata pada plat tersebut.
Gambar 13. Udara mengalir pada permukaan pelat
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 78
Jawab :
Besar koefisien perpindahan panas konveksi dari persamaan 3.32 dan 3.33 :
Dari sifat fluida pada temperature 20oC dan tekanan 1 atm, diperoleh :
Udara mengalir sepanjang 3 meter pada 2 sisi pelat, maka luas penampang pelat :
Gaya hambat pada pelat datar yang terjadi :
Koefisien gesek diperoleh :
Maka koefisien perpindahan panas konveksi rata‐rata diperoleh :
Perpindahan Panas Dasar/Komarudin 79