Anda di halaman 1dari 12

Lika dan kambaba Luwa Ai

Lika belajar membuat kue dari ubi kayu yang dikeringkan

Penulis: Margaretha Dj. Tara, S.Pd, guru Bahasa Indonesia di SMA NEGERI 1 KAMBERA dan
sebagai pengelola TAMAN BACA HAMMU WANGU 2 di kelurahan Malumbi.

saya memperkenalkan buku ini:

1. buku ini berisi cerita tentang seorang anak perempuan yang bernama Lika.

2. Lika adalah gadis kecil yang sangat suka membantu ibunya

3. Lika membanti ibunya membuat makanan khas lokal yang terbuat dari ubi kayu yang
dikeringkan yang kemudian ditumbuk untuk menghasilkan adonan yang dibentuk menjadi kue
ubi panggang (Kambaba Luwa Ai)

4. buku ini saya dedikasikan kepada anak-anak Taman baca Hammu Wangu 2 di kelurahan
Malumbi yang selalu menunggu ku pulang

5. terima kasihku kepada kantor Bahasa NTT dan Inovasi yang telah memberi ku ruang untuk
berkarya
LIKA DAN KAMBABA LUWA AI

Lika bantu ibu menjemur ubi kayu

Ibu tumbuk ubi yang sudah  kering.

Ibu campur tepung dengan kelapa parut.


Ibu bentuk adonan  Kambaba bulat pipih

Adonan  siap di panggang.

Adonannya dipanggang menggunakan seng.


Lika membantu ibu memanggang Kambaba

Jari tangan Lika terbakar.


Lika menangis dan ibu memberi obat.

Kambaba sudah matang.

Lika  gembira dan makan dengan lahap


#gambar hanya sebagai pemanis
#cerita ini diperuntukan bagi siswa kelas 1 SD
*Kambaba Luwa Ai adalah makanan khas daerah Sumba Timur yang sampai sekarang masih
ditemukan di kampung-kampung yang pembuatannya masih bersifat tradisional.
JUJUR ITU HEBAT
Siang itu Damung meminjam jungga Domu

“besok sore saya kembalikan jungganya ya”

“jangan sampai putus snarnya karena itu hadiah dari Boku”

“jangan kuatir Domu” sambil berlari senang menuju rumahnya.

( gambar)

Dalam perjalanan pulang

Damung bertemu teman-teman yang sedang bermain Katiku Ahu

Damung menaruh jungganya di atas pohon.

Damung ikut bermain katiku ahu dengan gembira

(gambar)

Ketika sedang asik bermain, jungga di atas pohon jatuh

Jungga si Domu pun rusak, snarnya putus

Damung menjadi takut untuk menceritakan kepada Domu

Diam-dian damung menyembunyikan Jungga di atas loteng dalam kamar Bokunya.

(gambar)

Keesokan harinya Domu datang mengambil jungganya


Damung berbohong dengan mengatakan kalau jungga masih dipinjam Boku

Dibalik kamar, boku mendengar percakapan mereka

Boku memanggil Damung

“minta maaflah pada Domu karena kau sudah merusak jungganya”

“tapi saya takut boku, takut Domu marah padaku”

“tapi itu akan lebih baik dari pada berbohong, nanti boku akan perbaiki jungganya Domu”

(gambar)

Damung pun minta maaf pada Domu

“Maafkan saya, Domu. Jungga mu rusak karena jatuh dari pohon saat saya menyimpannya di
sana” dengan wajah menunduk.

“Aduh! Itu kan jungga kesayanganku, Damung!”

(gambar)

Boku datang dengan membawa jungga Domu yang sudah diperbaiki.

“junggamu sudah jadi, boku sudah perbaiki dan memasang snarnya yang baru” sambil
memperlihatkan jungganya pada Domu.

Domu senang sekali

“terima kasih Boku, hmmm maaf karena saya sudah marah pada Damung” sambil menatap
Damung

“tidak apa-apa, Domu. Saya juga salah karena tidak jujur padamu”
Mereka berpelukan

Boku tersenyum

Mereka kembali bermain bersama.

(gambar)

*Jungga adalah gitar mini yang menjadi alat music tradisional yang hanya terdiri dari 2 snar

*Boku adalah sebutan untuk kakek


WUYA BARA (BUAYA PUTIH)

Lemba dan Kahi pergi mencari kayu di hutan

Mereka menyebrang sungai menggunakan perahu

Sungainya cukup dalam

Mereka mendayungnya sendiri sambil bernyanyi

Sampai di sebrang sungai

Mereka mengikat perahunya pada sebatang pohon agar perahunya tidak hanyut terbawa air.

Mereka bertemu Ndilu dan Windi yang sedang memotong rumput untuk ternak sapi peliharaan
mereka

“eh, Ndilu! Kenapa sapimu tidak diikat saja di sini biar makan rumput puas” sambil Lemba
menunjukan hamparan rumput yang menghijau

“saya tidak bisa bawa sapi ke sini karena takut menyebrang sungai”

“sungaikan tidak terlalu dalam” timpal Kahi

“iiihhh, saya takut” kata Ndilu sambil bergidik

Lemba dan Kahi saling menatap. Mereka penasaran.

“memangnya kenapa” Tanya Lemba penasaran


“ada wuaya bara di sini sedang sembunyi di bawa pohon asam situ” sambil menunjukan pohon
asam yang tumbang dekat sungai.

“jangan omong kosong, Ndilu” menatapnya marah karena Lembah pun takut.

Tiba-tiba sesuatu bergerak dari dalam air tepat dibawah pohon asam.

Seekor buaya putih muncul di permukaan air.

Mereka semua ketakutan.

“jangan takut, anak-anak. Appu mau berjemur di pinggir kali” suara boku Bara mengejutkan
anak.

‘Kami takut, Boku” kata Lemba sambil bersembunyi di balik punggung boku Bara

“kalau kita tidak ganggu appu maka appu tidak akan ganggu kita”

“kenapa buaya itu, boku sebut appu?” Tanya Ndilu

“itu karena dipercaya bahwa nenek moyang kita dulu adalah jelmaan seekor buaya sehingga
dipercaya sampai saat ini bahwa buaya adalah nenek moyang kita” kata boku sambil menunjuk
pada buaya putih yang berenang menuju pinggir kali di sebrang mereka.

“oh, jadi begitu” sambil menganggukan kepalanya

Mereka semua melihat buaya berenang ke pinggir untuk berjemur. Ndilu dan windi meneruskan
pekerjaan mereka memotong rumput

Lemba dan Kahi meneruskan pekerjaannya mencari kayu bakar.


*Appu adalah sebuatan khusus untuk buaya yang berarti nenek yang dipercaya secara
turun temurun bahwa itu adalah nenek moyang yang telah meninggal dan menjelma
menjadi buaya yang akan menjaga kelangsungan kehidupan di sungai.

Anda mungkin juga menyukai