Anda di halaman 1dari 3

a.

Sikap (Attitude)

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek,

baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak

langsung dapat terlihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup itu. Sikap secara realitas menunjukkan adanya

kesesuaian respons, sikap dapat diukur baik secara langsung maupun tidak

langsung melalui pendapat atau pernyataan seorang responden terhadap

suatu objek secara tidak langsung dilakukan dengan pertanyaan hipotesis,

kemudian dinyatakan dalam pernyataan responden. Seperti halnya

pengetahuan sikap juga terdiri dari beberapa tindakan yaitu :

Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) ada keinginan untuk

memperhatikan stimulus yang diberikan suatu (objek)

1) Merespon (responding), menjawab setiap diberi pertanyaan, dan

apabila mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan

merupakan bentuk manifestasi dari sikap.

2) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan

atau mendiskusikan suatau permasalahan, ini merupakan indikasi


sikap tingkat tiga.

3) Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko, ini merupakan

sikap yang paling tinggi.

b. Sosial budaya/ kepercayaan

Perbedaan mitos budaya mempengaruhi beberapa kelompok yang

terkait dengan praktik kebersihan pribadi yang berbeda selama menstruasi.

Dalam hal ini disebut mitos dalam budaya karena intervensi budaya, tentu

saja secara ilmiah tidak selalu benar, banyak dari mitos yang berkembang

dimasyarakat terkait dengan menstruasi, semakin besar kemungkinan


untuk jauh dari perilaku personal hygiene yang baik terkait dengan

menstruasi (Nisa et al., 2020)

Dalam beberapa budaya, darah menstruasi yang tembus dianggap

memalukan bagi wanita. Misalnya dalam budaya Jawa, dalam budaya ini

wanita yang sedang haid perlu merahasiakan dari orang lain terutama

lawan jenis, karena kondisi sepertini dianggap sebagai kesalahan dan

sangat buruk. Dalam budaya timur masih ada mitos yang

mengobjektifikasi darah menstruasi, misalnya ada mitos bahwa yang

mendapat menstruasi lebih cepat dari usia normal adalah perempuan yang

suka merayu laki-laki dan agresif. Sehingga kebanyakan perempuan atau

remaja putri yang sudah menstruasi mereka merahasiakannya karena malu

dikatakan sebagai perempuan yang agresif, dalam kenyataannya tidak ada

hubungan antara perilaku agresif dengan menstruasi yang cepat (Sinaga et

al., 2017)

Banyak mitos terkait menstruasi yang memojokkan, membatasi, dan

mengkriminalisasi perempuan. Akibat mitos menstruasi yang berkembang

dalam kehidupan sosial. Kesalahpahaman terkait menstruasi menyebabkan

kerugian pada perempuan, di negara Malaysia perempuan yang sedang


menstruasi harus menjalani diet yang sangat ketat. Padahal perempuan

yang sedang menstruasi sangat membutuhkan asupan nutrisi yang lebih

banyak karena saat menstruasi perempuan akan banyak kehilangan sel

darah. Larangan lain bagi perempuan yang menstruasi juga ada di di Papua

Nugini, disana perempuan yang sedang menstruasi di asingkan keluar

pemukiman pada sebuah rumah yang sudah disediakan, laki-laki tidak

boleh mendekat kerumah tersebut. Kepercayaan terkait roh jahat yang

dibawah oleh perempuan yang sedang menstruasi menjadi kepercayaan

yang bersifat buruk, Dalam masyarakat Toraja proses marginalisasi

perempuan yang sedang menstruasi dengan mengeluarkannya dari segala


aktivitas dan kehilangan akses, memungkinkan peningkatan basis tawar-

menawar dalam status sosialnya di masyarakat (Sinaga et al., 2017)

Dari sudut pandang mitos, banyak yang menganggap perempuan

terkontamiasi atau tercemar saat menstruasi. Berbagai mitos yang melekat

dimasyarakat terbentuk dan diturunkan dari generasi ke genarasi hingga

saat ini, sebagian besar telah mendiskreditkan dan memojokkan

perempuan, akibat mitos menstruasi yang berkembang dalam kehidupan

sosial.

Anda mungkin juga menyukai