Anda di halaman 1dari 52

Materi Kultum Ramadhan

Materi I

Merajut Pakaian Taqwa

Pada hakekatnya, pakaian adalah segala yang “melekat” di badan ini; entah baju, celana,
segala aksesoris yang “melekat” lainnya, termasuk perhiasan. Selaras dengan pengertian
ini, bahkan Allah membahasakan suami sebagai “pakaian” dari istri; dan istri adalah
“pakaian” dari suami (Q.S. Al-Baqarah: 187: hunna libaasul lakum wa antum libaasun
lahunna). Mungkin karena suami dan istri pun “melekat” satu sama lain, hingga mereka
tak ubahnya seperti pakaian.

Setidaknya ada 3 macam fungsi pakaian yang disebut di dalam Al-Qur’an. Pertama,
pakaian sebagai penutup aurat (Q.S. An-Nuur: 58 dan Al-A’raf: 26). Kedua, pakaian
sebagai perhiasan (Q.S. Al-A’raf: 26). Dan ketiga, pakaian sebagai pelindung, yakni dari
panas dan hujan, juga dari serangan musuh (Q.S. An-Nahl:81).

Tak kurang dari 20 ayat ditemukan di dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang pakaian.
Entah memakai bahasa “libaasun”, “kiswatun”, “saraabil”, maupun “tsiyab”. Namun,
semuanya berbicara tentang pakaian lahiriah. Pakaian dunia. Hanya ada satu yang
menyebutkan tentang pakaian ruhani.

Pakaian ruhani adalah sebenar-benar pakaian, yang menunjukkan baik buruknya


seseorang. Meski seseorang mengenakan pakaian lahiriah yang mewah dan mahal, tetapi
jika pakaian ruhaninya rusak, jelek, terhina, maka dirinya akan terhina pula. Pakaian
lahiriahnya tidak bermanfaat apa-apa. Pakaian lahiriahnya tak bisa melindungi
kejelekannya. Mungkin ia akan mulia dalam pandangan manusia, tetapi tidak dalam
pandangan Allah.

Apakah pakaian ruhani yang dimaksud? Al-Qur’an menyebutnya sebagai pakaian taqwa
(libaasut taqwa). Sebagaimana firmannya, “Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.
Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan
mereka selalu ingat.” (Q.S. Al-A’raf: 26).

Tentang taqwa, imam Ali karramallahu wajhah berkata:

‫د لِيَوْ ِم ال َّر ِح ْي ِل‬Fُ ‫اَ ْل َخوْ فُ ِمنَ ْال َجلِ ْي ِل َو ْال َع َم ُل بِالتَ ْن ْزيِ ِل َو ْاِإل ْستِ ْعدَا‬

(Takut kepada Zat Yang Mahaagung; mengamalkan apa yang diturunkan (al-Qur’an);
dan menyiapkan diri untuk menyambut datangnya hari yang kekal [akhirat]).

Ramadan adalah hari-hari dimana kita memintal benang-benang pakaian takwa itu. Hari
demi hari kita memintalnya, dengan harapan pada akhir Ramadan, hari kemenangan Idul
Fitri, pakaian itu telah sempurnalah sudah dan bisa kita kenakan di hari yang berbahagia
itu. Bukan untuk dipakai sekali, setelah itu dilepas kembali. Bukan. Tetapi, pakaian
takwa itu seharusnya kita pakai seterusnya sampai tiba kembali Ramadan berikutnya,

Menuju Kembali Kepada Fitrah 1


Materi Kultum Ramadhan

dimana kita akan memeriksa pakaian takwa itu kembali barangkali ada lubang, kotor,
sobek dsb yang perlu kita cuci, jahit dan rajut kembali.

Bagaimana kita merajutnya? Barangkali di sinilah relevannya sabda Nabi Saw., “Jika
datang bulan Ramadan, maka dibuka pintu-pintu syurga, ditutup pintu-pintu neraka, dan
dibelenggu semua syaitan.” (muttafaq ‘alaih).

Semua tidak lain sebagai motivasi buat kita untuk memperbanyak amal kebaikan kita.
Mumpung kesempatan itu dibuka lebar-lebar oleh Allah. Allah sedang membuka “Big
Sale”. Obral besar-besaran. Tarawih, tadarus, sadaqah, membayar zakat, menolong orang,
memberi ta’jil orang berbuka puasa, menghentikan menggunjing orang. Semuanya adalah
jalan-jalan kebaikan; jalan-jalan merajut pakaian takwa kita.

Materi 2

Hakikat Ramadhan

Sudah berapa kali kita berjumpa Ramadhan? Bagaimana kita memaknai Ramadhan selama ini?
Apakah kita biasa melaluinya begitu saja? Ataukah kita menjalaninya dengan biasa-biasa saja?
Ataukah kita benar-benar mengistimewakan dan mengoptimalkannya untuk mengubah diri kita
menjadi lebih baik lagi?

Menuju Kembali Kepada Fitrah 2


Materi Kultum Ramadhan

Jika kita ingin benar-benar mengistimewakan dan mengoptimalkan Ramadhan, tidak bisa tidak
kita harus memahami hakikat Ramadhan. Berikut ini beberapa makna dan hakikatnya.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Bercermin Diri (Syahrul Muhasabah)

Seberapa bersemangat dan seberapa mampu kita memanfaatkan Ramadhan pada setiap menit dan
detiknya, merupakan indikasi ketaqwaan kita kepada Allah. Dari sini kita bisa menilai diri kita,
apakah kita termasuk hamba Allah yang dzalimun linafsihi (masih suka menganiaya diri sendiri),
atau yang muqtashid (yang pas-pasan saja), ataukah yang sabiqun bil khairat (yang bergegas
dalam melaksanakan berbagai kebaikan).

Disamping itu, Ramadhan juga merupakan sarana yang sangat tepat bagi kita untuk bercermin
diri. Sebuah hadits muttafaq ‘alaih menyatakan bahwa selama bulan Ramadhan syetan-syetan
dibelenggu. Nah, jika syetan-syetan telah dibelenggu tetapi kita masih saja melakukan dosa dan
kemaksiatan maka seperti itulah diri kita yang sebenarnya.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Limpahan Rahmat (Syahrur Rahmah)

Rasulullah bersabda, “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah
telah mewajibkan atas kamu berpuasa di bulan ini … Barangsiapa tidak mendapat bagian
kebaikannya, maka sungguh berarti ia telah dijauhkan dari rahmat Allah.”

Pada bulan Ramadhan, Allah mencurahkan segenap rahmat-Nya melebihi pada bulan-bulan
lainnya. Pada bulan ini, Allah melipatgandakan pahala amal kebaikan, memberikan semangat
ketaatan kepada hamba-hamba-Nya, dan bahkan memberikan bonus satu malam yang lebih baik
dari seribu bulan yaitu Lailatul Qadr. Karena itu, rugilah kita jika selama bulan ini kita tidak
memanfaatkan limpahan rahmat Allah yang sedemikian besar.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Taubat (Syahrut Taubah)

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan berharap pahala dari
Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” Beliau juga bersabda, “Barangsiapa
berdiri (menegakkan shalat malam, shalat tarawih) pada bulan Ramadhan atas dasar iman dan
berharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yeng telah lalu akan diampuni.” Beliau bahkan
berkata, “Barangsiapa berpuasa lalu tidak berkata-kata buruk dan tidak mengumpat maka ia akan
keluar dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.” Jadi, apa lagi
yang kita tunggu. Mari kita banyak-banyak beribadah dan memohon ampunan kepada Allah, agar
Ramadhan ini dapat menjadi penghapus dosa-dosa kita.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Puasa (Syahrush Shiyam)

Puasa yang sejati tidaklah cukup hanya dengan meninggalkan makan, minum dan hubungan
suami isteri pada siang hari. Lebih dari itu, puasa yang sejati adalah puasa yang bersifat total,
yakni mempuasakan seluruh anggota tubuh kita: akal pikiran, hati, mata, telinga, lidah, tangan,
kaki, dan anggota-anggota tubuh kita yang lainnya. Semuanya harus kita puasakan dari berbagai
bentuk dosa dan kemaksiatan. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan
dan perbuatan yang keji, maka sekali-kali Allah tidak butuh dengan puasanya yang hanya
meninggalkan makan dan minum saja.”

Bulan Ramadhan adalah Bulan Al-Qur’an (Syahrul Qur’an)

Menuju Kembali Kepada Fitrah 3


Materi Kultum Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an. Pada setiap bulan ini, Rasulullah selalu
melakukan tadarrus Al-Qur’an bersama malaikat Jibril. Beliau ingin memberikan teladan kepada
kita semua agar kita berinteraksi seakrab mungkin dengan Al-Qur’an selama bulan Ramadhan.
Interaksi ini meliputi banyak hal: membacanya, memahami maknanya, mengamalkannya, dan
mendakwahkannya. Akan lebih baik lagi jika kita juga berusaha untuk menghafalnya sesuai
dengan kemampuan yang kita miliki.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Infaq dan Sedekah (Syahrul Infaq wash Shadaqah)

Ramadhan bukan hanya kesempatan untuk beribadah secara vertikal saja. Ia juga kesempatan
emas untuk beribadah secara horisontal, melakukan berbagai kebaikan kepada sesama. Di bulan
ini kita sangat dianjurkan untuk banyak berinfak dan bersedekah. Kita telah merasakan
bagaimana rasanya kelaparan dan kehausan. Sudah semestinya kita kemudian mampu berempati
kepada mereka yang selama ini biasa kelaparan dan kehausan, dengan cara berinfaq dan
bersedekah kepada mereka. Demikianlah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Sebuah riwayat
menyatakan bahwa kedermawanan beliau di bulan Ramadhan sampai menyerupai angin yang
bertiup.

Demikianlah beberapa makna dan hakikat Ramadhan. Jika kita telah memahaminya maka
selanjutnya kita harus bergegas untuk mengimplementasikannya dalam hari-hari Ramadhan kita.
Harapan kita, keluar dari Ramadhan kita telah menjadi pribadi yang jauh lebih bertaqwa,
la’allakum tattaqun.

Materi 3
Ramadhan Bulan Jihad (Bagian Pertama): Memahami Makna Jihad

Rasulullah SAW. selalu memotivasi para sahabat dengan kabar gembira akan datangnya
Ramadhan, sebagaimana sabdanya, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, rajanya
bulan, sambut dan hormatilah Ramadhan.”

Lintasan sejarah Islam berbicara, terdapat hubungan yang penting antara jihad dan
Ramadhan. Selama kehidupan Rasulullah saw., dua buah peperangan terjadi di bulan
Ramadhan, yang pertama adalah Perang Badar yang terjadi di tahun kedua setelah hijrah, dan
yang kedua Penaklukan Mekkah (futuh Makkah) sekitar 6 tahun kemudian.

Bahkan, setelah kehidupan Rasulullah SAW, bulan Ramadhan tetap menjadi bulan
konfrontasi militer penting bagi kaum muslimin. Beberapa kejadian penting yang
berhubungan antara bulan Ramadhan dan jihad terus terjadi dalam kehidupan bersejarah
kaum muslimin. Tentunya, Allah SWT yang paling mengetahui hikmah yang besar mengapa
bulan Ramadhan begitu memiliki kaitan erat dengan jihad. Pastinya, Allah SWT sajalah yang
mengetahui hikmah itu semua dan memberikan indikasi dan tanda-tanda tersebut, yakni
kaitan antara Ramadhan dan jihad kepada kaum muslimin.

Untuk memahami lebih dalam hubungan ini maka seseorang haruslah memahami esensi jihad
sebaik dia memahami esensi shaum. Jihad adalah aktualisasi dari ibadah seorang muslim
untuk membuktikan tidak ada kecintaan baginya kecuali hanya Allah SWT saja, Rasulullah
SAW, dengan upaya sekuat tenaga untuk menggapai Ridho Ilahi. Seorang Mujahid dengan
bersungguh-sungguh memberikan semua apa pun miliknya di dunia, termasuk hidupnya, ini

Menuju Kembali Kepada Fitrah 4


Materi Kultum Ramadhan

merupakan bukti bahwa dia sungguh-sungguh ikhlas beribadah hanya kepada Allah SWT.
semata. Dia tidak memiliki keinginan lain, selain Allah SWT. Dia tidak menyembah materi
apa pun dalam kehidupannya, keinginannya, dan semua semata-mata ditujukan untuk
menggapai keridloan-Nya. Inilah tujuan seorang Mujahid dan tidak ada selain itu.

Untuk beberapa alasan, banyak muslim tidak mampu melakukan keikhlasan dalam beribadah
tersebut. Mereka masih membutuhkan atau mengharapkan sesuatu yang lain meskipun
mereka tahu bahwa mereka adalah hamba Allah SWT, mereka masih lebih mementingkan
pekerjaan, keluarga, kesehatan, dan segala sesuatu yang merupakan kenikmatan dunia. Salah
satu jalan untuk mencapai tingkat ketulusan ibadah tersebut adalah taqwa, sebagaimana
firman Allah SWT.

“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS 2 : 183) 

Materi 4

Ramadhan Bulan Jihad (Bagian Kedua)

1. Ramadhan Bulan Istimewa,

Ramadhan adalah bulan kesempatan umat Islam untuk membakar dosa lebih intensif
dibandingkan dengan bulan lain. Mengapa membakar dosa? Pertama, amalan puasa
adalah ibadah istimewa dan berpahala istimewa yang mampu meningkatkan ketakwaan
dan menepis semua bentuk kemunkaran dan maksiat. Kedua, pada bulan ini umat Islam
mendapatkan panen pahala karena ada malam yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu
lailatul qadar, dan ketiga, dilipatgandakannya pahala semua amalan muslim dan
muslimah. Yang wajib dilipatgandakan 70 kali dan yang sunnah disamakan dengan
pahala amalan wajib. Dengan keistimewaan ini, dosa umat Islam terbakar oleh
banyaknya pahala amalan kebajikan yang diraih pada bulan Ramadhan.

Barangkali, di sinilah rahasianya mengapa Rasulullah senantiasa menanti bulan


Ramadhan, sehingga berdoa, “Allahumma baarik lanaa fi Rajaba wa Sya’baan wa
ballighnaa Ramadlan” (Ya Allah berkati kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan
antarkan kami sampai ke bulan Ramadhan.).

Selain dari pada itu, Beliau senantiasa berkhutbah ketika menyambut awal Ramadhan. Di
antara isi khutbahnya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dan An Nasa’i adalah sebagai berikut:

“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penuh berkah. Allah mewajibkan atas kamu
puasa di bulan itu. Pada bulan itu semua pintu neraka terbuka lebar dan semua pintu
neraka Jahim tertutup rapat serta syetan-syetanpun dibelenggu. Di dalamnya terdapat
suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan
kebaikannya, maka sesungguhnya orang yang tidak beramal kebaikan pada bulan ini
sungguh amat merugi.”

Menuju Kembali Kepada Fitrah 5


Materi Kultum Ramadhan

Konotasi “pintu-pintu surga terbuka lebar dan pintu neraka tertutup rapat dan syetan-
syetanpun dibelenggu”, maksudnya bahwa orang yang berpuasa berkesempatan besar
untuk masuk surga dan jauh dari neraka. Karena dengan puasanya ia berpahala besar dan
pasti tidak bisa digoda oleh syetan yang terkutuk.

2. Ramadhan dan Jihad

Puasa adalah ibadah yang bernuansa jihad melawan hawa nafsu. Orang yang tidak bisa
menahan nafsu syahwatnya, nafsu amarahnya, nafsu seksualnya, dan nafsu-nafsu lainnya
selama berpuasa, berarti puasanya akan ditolak Rabbul Izzati. Rasulullah pernah
menegaskan dengan sabdanya: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dan
perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh darinya untuk meninggalkan makanan dan
minumannya.”

Inilah jihad muslim yang tiada hentinya, karena nafsu al ammarah bis suu’ senantiasa
menyertainya, baik di kala jaga atau tidur. Namun, selain jihad melawan hawa nafsu ini,
umat Islam diperintahkan juga berjihad melawan kekafiran dan kesyirikan. Jihad untuk
mempertahankan diri dari serangan kaum kufar ini sering disebut dengan jihad qitali.

Allah swt. telah mensyariatkan jihad melawan kekufuran sebagai sarana ibadah dan
perjuangan untuk menyiapkan individu muslim yang mampu membawa beban untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Ibadah puasa penuh dengan kebaikan dan
sumber pengkaderan untuk menyiapkan generasi yang mau berkorban lii’laai
kalimatillah.

Tahun demi tahun dilewati umat Islam dan Ramadhan penuh dengan kenangan peristiwa
besar yang menggambarkan jihad kaum muslimin. Sejak Islam datang menembus
gelapnya kekufuran dan kesyirikan menuju cahaya Islam, umatnya telah menghadapi
jihad besar melawan kezhaliman dalam menegakkan keadilan.

Jihad yang disyariatkan Islam bertujuan mencapai dua sasaran:

Pertama: Untuk mempertahankan diri dari serangan asing dan mempertahankan tanah air
di mana mereka tinggal.

Kedua: Mempertahankan dakwah Islamiyah dan ajaran-ajaran Ilahi sekaligus melindungi


para pembawa panji-panjinya, demi menebarkan ajaran Islam dengan al-hikmah,
almau’izhah al hasanah dalam suasana penuh aman dan kedamaian. Jihad disyariatkan
Islam agar ajaran Islam tetap tersebar ke seantero dunia. Dakwah bagaikan air yang harus
dirasakan manfaatnya oleh seluruh umat manusia. Bila tidak disyariatkan jihad, maka
kebatilan akan menggusur yang hak, kerusakan akan menghantui dunia, dan panji-panji
Islam akan tumbang diserang kekufuran.

3. Tuntutan Jihad Sekarang Lebih Luas

Menuju Kembali Kepada Fitrah 6


Materi Kultum Ramadhan

Ketika musuh-musuh Islam menyerang dengan berbagai macam cara untuk


memadamkan cahaya agama Allah, kondisi ini menuntut umat Islam agar melakukan
jihad dalam berbagai aspek kehidupan. Jihad terhadap hawa nafsu adalah jihad setiap saat
bagi setiap muslim yang masih waras dan sehat. Jihad qitaali adalah wajib bila umat
Islam diserang dengan senjata seperti di Palestina, Afghanistan, Irak, Bosnia, dan belahan
bumi lainnya. Selain jihad nafsiy dan jihad qitaali, masih banyak lagi tuntutan jihad
lainnya, sebanyak aneka ragam serangan musuh. Di antara jihad-jihad yang dituntut
sekarang adalah:

a. Jihad tablighi, yaitu jihad dengan lisan untuk menyampaikan ajaran Islam dengan
penuh hikmah, kelembutan, dan kesejukan. Kita diwajibkan tablighi ini sebagai jihad
bil-lisan untuk meluruskan berbagai penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat.
b. Jihad ta’limi, yaitu jihad melalui pendidikan, baik formal atau Non formal. Saat ini
umat Islam sangat dituntut untuk menekuni jihad ta’limi ini, karena sekolah-sekolah
unggulan umat Islam masih perlu peningkatan kualitas dan kuantitas. Apalagi
sekolah-sekolah yang dikelola pendidikan non Islam sarat dengan unsur-unsur yang
bisa memadamkan semangat keislaman siswa.

c. Jihad Maali, yaitu jihad dengan harta dalam rangka menebarkan Syiar Islam,
melindungi kaum fuqara’ dan masakin dari kekufuran yang mengintai mereka. Jihad
maali ini sering disebut Al-Qur’an lebih daripada jihad binnafsi, karena:

Menuju Kembali Kepada Fitrah 7


Materi Kultum Ramadhan

Materi 5

Akhlak Mulia

Secara garis besar, akhlak mulia itu dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu:
1. Akhlak kepada Allah, Akhlak mulia kepada Allah berati mengikuti seluruh perintah
yang telah disampikan Allah kepada Rasul yang Maha Mulia Muhammad SAW. Seluruh
perintah tersebut sudah tercatat dalam Al-Quran dan Hadist.
2. Akhlak kepada Ciptaan Allah, Akhlak terhadap ciptaan Allah meliputi segala prilaku,
sikap, perbuatan, adab dan sopan santun sesama ciptaan Allah yang terdiri atas ciptaan
Allah yang gaib dan ciptaan Allah yang nyata, benda hidup dan benda mati.

Mengingat sangat luasnya cakupan akhlak ini karena menyangkut seluruh aspek
kehidupan manusia, maka secara garis besar struktur akhlak mulia terhadap seluruh
ciptaan Allah itu dapat digambarkan seperti struktur sederhana berikut ini. Yang pertama
yaitu ciptaan Allah yang gaib, meliputi gaib dalam arti positif dan gaib dalam arti negatif.
Gaib dalam arti positif di antaranya malaikat, qada dan qadar, kiamat, alam kubur,
padang mashar, sorga dan neraka beserta penghuninya, dan lain sebagainya. Sedangkan
gaib dalam arti negatif di antaranya iblis, jin, syetan, dan benda serta alam gaib lainnya.
Yang kedua yaitu ciptaan Allah yang nyata. Ciptaan Allah yang nyata meliputi sesama
manusia (nabi dan rasul, diri sendiri, orang tua, kerabat dekat, kerabat jauh, tetangga
dekat dan tetangga jauh, sesama muslim, non muslim), selain manusia (tumbuhan dan
hewan), serta benda mati (bumi dan segalanya serta benda angkasa).

Walau struktur yang disampaikan masih sangat jauh dari lengkap dan sempurna, namun
diharapkan akan bisa memberikan gambaran cakupan akhlak mulia yang sudah
dicontohkan dan diajarkan Rasulullah Muhammad SAW. Seluruh sikap dan perilaku
serta adab sopan santun terhadap semua ciptaan Allah sudah termuat dan tercantum
dalam Al-Quran dan Hadist. Tinggal bagaimana kita bisa mempelajarinya secara benar
dan teliti serta mengamalkannya.

Pembahasan masalah Akhlak  adalah pembahasan yang sangat luas, sama luasnya dengan
seluruh asoek kehidupan manusia serta variasi - variasinya. Secara garis besar fungsi dan
tujuan pengamalan akhlak mulia bagi umat manusia adalah :
1. Sebagai pengamalan syariat Islam. Sebagai pengamalan Syariat Islam. Islam sebagai
agama rahmat bagi seluruh alam semeste telah ,e,berikan tuntunan prilaku dan etika secar
sempurna, sehingga dengan niat karena Allah SWT, pengamalan akhlak yang mulia itu
insya Allah akan menjadi ibadah bagi umat islam yang mengamalkanya.

2. Sebagai Identitas. Sebagai Identias, Akhlak mulia ini diperuntukkan oleh Allah kepada
manusia yang berakal budi karena dengan tuntunan akhlak yang mulia akan bisa
membedakan antara manusia denga hewan.

3. Pengatur tatanan Sosial. Akhlak Mulia Sebagai Pengatur Tatanan Sosial berarti dengan
pengamalan akhlak mulia yang sudah dicontohkan oleh yang Mulia Saydina Muhammad
SAW mengukuhkan bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah bisa dan

Menuju Kembali Kepada Fitrah 8


Materi Kultum Ramadhan

lepas dari pengaruh lingkungannya. Dengan akhlak mulia ini tatanan sosial yang
terbentuk  semakin memberikan makna dan nilai yang tidak saling merugikan.

4. Rahmat bagi seluruh alam. Akhlak Mulia Sebagai Rahmat Bagi Seluruh Alam berarti
akhlak mulia yang diperuntukkan bagi manusia tidak hanya mengatur tatanan hubungan
manusia dengan manusia lainnya tetapi juga hubungan antara manusia dengan makhluk –
makluk lain selian manusia dan alam sekitarnya.

5. Perlindungan diri dan HAM. Akhlak Mulia Sebagai Perlindungan Diri dan Hak Azazi
Manusia ( HAM ) berarti dengan menjalin hubungan yang baik berdasarkan hukum dan
syariat agama akan terbentuk hubungan yang saling menghargai dan saling
menguntungkan.

Tidak ada manusia di dunia ini yang memiliki kesamaan seratus persen. Baik suara,
bentuk tubuh, atau pun sifat dan karakter pasti akan berbeda. Allah SWT telah
menciptakan seluruh manusia dalam keberagaman. Hingga anak-anak yang kembar siam
pun tetap memiliki perbedaan. Perbedaan yang khas dari milyaran umat manusia di dunia
ini seharusnya makin menyadarkan manusia akan Maha Agung dan Maha Besar-nya
Sang Maha Pencipta.

Sebagai seorang muslim, kita adalah makhluk sosial. Allah telah mewajibkan kita untuk
hidup berinteraksi dengan masyarakat. Saat berinteraksi dengan masyarakat tentu saja
kita harus dapat menempatkan diri di tengah-tengah masyarakat dengan baik. Agar tidak
terjadi masalah yang akan membuat suasana hubungan yang harmonis menjadi
terganggu.

Materi 6

Meraih Ampunan Di Bulan Ramadhan

Siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan hanya
mengharapkan pahala Allah semata maka diampunilah dosanya yang telah berlalu. (HR
al-Bukhari dan Muslim).

Allah SWT Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, melalui sabda Nabi saw.
tersebut, telah menegaskan kepada kaum Muslim tentang berita pengampunan pada bulan
Ramadhan. Sungguh, ini adalah bentuk kebesaran dan kasih sayang Sang Pencipta
kepada makhluk-Nya. Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh dengan
pengampunan. Oleh sebab itu, pada bulan Ramadhan umat Islam diperintahkan untuk
banyak memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Pengampun.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 9


Materi Kultum Ramadhan

Dosa merupakan konsekuensi dari perbuatan maksiat kepada Allah SWT, baik karena
mengabaikan kewajiban ataupun melakukan keharaman. Manusia sering berbuat dosa,
siang maupun malam hari. Di rumah, di masjid, di kantor, di angkot, di bis, di kendaraan
pribadi, di kereta api, di terminal, di stasiun, di bandara, di sekolah, di kampus, di pabrik
dan dimana saja seseorang sangat mungkin berbuat kesalahan. Berbuat salah memang
sudah sunnatullah. Sebab, Rasul sendiri telah menyatakan bahwa manusia itu tempat
salah dan lupa. Untuk itu, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk sering meminta
ampunan kepada-Nya. Allah SWT berfirman:

Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri,
mereka segera mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosa mereka—dan
siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui. (QS Ali Imran [3]:
135).

Selain itu, nash di atas juga menggambarkan bahwa kaum Muslim harus senantiasa
memohon ampunan kepada Allah SWT. Memang, jika Allah SWT menghendaki, dapat
saja suatu dosa seseorang langsung Dia ampuni. Namun, Dia sendiri memerintahkan
kepada manusia untuk sering meminta ampunan kepada-Nya. Baru kemudian, Allah
SWT akan mengampuninya. Allah SWT sendiri pasti akan mengampuni semua dosa
manusia, kecuali dosa syirik, tentu selama manusia tidak mau bertobat sampai akhir
hayatnyaAllah SWT berfirman: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik
dan Dia mengampuni segala dosa selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Siapa saja yang mempersekutukan Allah, maka ia sungguh telah berbuat dosa yang
besar. (QS an-Nisa [4]: 48).

Di samping Allah SWT telah menyuruh setiap Muslim untuk sering memohon ampunan
kepada-Nya, Rasulullah saw. juga telah memberikan teladan kepadanya. Dalam hadisnya,
Rasul pernah bersabda:”Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar meminta ampunan
kepada Allah dan bertobat kepada-Nya lebih dari tujuh puluh kali sehari. (HR al-
Bukhari dan Muslim)

Padahal Rasulullah saw. adalah seorang yang maksum, atau terpelihara dari dosa. Beliau
dijamin masuk surga. Namun, beliau tetap terus memohon ampunan kepada Allah Yang
Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Karena itu, Muslim yang menjadikan Baginda
Rasul sebagai suri teladannya akan berupaya untuk sering meminta ampunan, khususnya
pada bulan Ramadhan. Allah SWT Maha Penyayang tidak pilih kasih dalam memberikan
ampunan kepada hamba-Nya. Apapun dosanya, berapapun banyaknya, selama hamba
mau bertobat, Dia akan mengampuninya.

Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri sendiri,


janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS az-Zumar [39]: 53).

Menuju Kembali Kepada Fitrah 10


Materi Kultum Ramadhan

Untuk itu, pada kesempatan Ramadhan yang penuh ampunan ini, seorang Muslim sudah
seharusnya banyak meminta ampunan kepada Allah SWT. Di samping itu, dia akan
senantiasa melakukan muhâsabah (instrospeksi diri), dengan mengajukan banyak
pertanyaan kepada dirinya sendiri tentang berbagai hal. ”Berlomba-lombalah kalian
mendapatkan ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan
bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-
Nya. Itulah karunia Allah, diberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah
memiliki karunia yang agung. (QS al-Hadid [57]: 21).

Materi 7

Keutamaan Qiyamullail

Dari Jabir r.a., ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya
pada malam hari itu benar-benar ada saat yang seorang muslim dapat menepatinya untuk
memohon kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah akan
memberikannya (mengabulkannya); dan itu setiap malam.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Qiyamullail adalah sarana berkomunikasi seorang hamba dengan Rabbnya. Sang hamba
merasa lezat di kala munajat dengan Penciptanya. Ia berdoa, beristighfar, bertasbih, dan
memuji Sang Pencipta. Dan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sesuai
dengan janjinya, akan mencintai hamba yang mendekat kepadanya. Kalau Allah swt.
mencintai seorang hamba, maka Ia akan mempermudah semua aspek kehidupan
hambaNya. Dan memberi berkah atas semua aktivitas sang hamba, baik aktivitas di
bidang dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Sang hamba akan
dekat dengan Rabbnya, diampuni dosanya, dihormati oleh sesama, dan menjadi penghuni
surga yang disediakan untuknya.

Seorang muslim yang kontinu mengerjakan qiyamullail, pasti dicintai dan dekat dengan
Allah swt. Karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan kepada kita, “Lazimkan dirimu
untuk shalat malam karena hal itu tradisi orang-orang shalih sebelummu, mendekatkan

Menuju Kembali Kepada Fitrah 11


Materi Kultum Ramadhan

diri kepada Allah, menghapus dosa, menolak penyakit, dan pencegah dari dosa.” (HR.
Ahmad)

Jika Anda ingin mendapat kemuliaan di sisi Allah dan di mata manusia, amalkanlah
qiyamullail secara kontinu. Dari Sahal bin Sa’ad r.a., ia berkata, “Malaikat Jibril a.s.
datang kepada Nabi saw. lalu berkata, ‘Wahai Muhamad, hiduplah sebebas-bebasnya,
akhirnya pun kamu akan mati. Berbuatlah semaumu, pasti akan dapat balasan. Cintailah
orang yang engkau mau, pasti kamu akan berpisah. Kemuliaan orang mukmin dapat
diraih dengan melakukan shalat malam, dan harga dirinya dapat ditemukan dengan tidak
minta tolong orang lain.’”

Orang yang shalat kala orang lain lelap tertidur, diganjar dengan masuk surga. Kabar ini
sampai kepada kita dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abdullah bin
Salam dari Nabi saw., beliau bersabda, “Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah
makanan, dan shalat malamlah pada waktu orang-orang tidur, kalian akan masuk surga
dengan selamat.”

Seorang dai yang ingin berhasil dakwahnya, harus mennabur kasih sayang kepada
seluruh lapisan masyarakat. Hal itu dapat digapai dengan wajah yang berseri-seri,
mengucapkan salam, mengulurkan bantuan, silaturahim, dan pada malam hari memohon
kepada Allah diawali dengan qiyamulail. Tapi sayang, yang melaksanakan qiyamulail
secara kontinu sangat sedikit jumlahnya. Semoga kita termasuk kelompok yang sedikit
ini dan berhak masuk surga tanpa dihisab. Rasululah saw. bersabda, “Seluruh manusia
dikumpulkan di tanah lapang pada hari kiamat. Tiba-tiba ada panggilan dikumandangkan
dimana orang yang meninggalkan tempat tidurnya, maka berdirilah mereka jumlahnya
sangat sedikit, lalu masuk surga tanpa hisab. Baru kemudiaan seluruh manusia diperintah
untuk diperiksa.”

Kiat Mudah Qiyamullail

Qiyamullail memerlukan kesungguhan dan kebulatan tekad. Jika ada tekad, akan sangat
mudah merealisasikannya dengan izin Allah. Berikut ini kiat-kiat pendorong
meninggalkan tempat tidur untuk bermunajat kepada Yang Maha Pengasih.

(1) Programlah aktivitas Anda di hari yang malamnya Anda rencanakan untuk qiyamulail
agar memungkinkan Anda tidak kelelahan. Sehingga tidak membuat Anda tidur
terlalu lelap.
(2) Pahamilah bahwa Anda punya kebutuhan jasmani, aqli, dan ruhani, serta Anda wajib
memenuhinya dengan seimbang.

(3) Hindari maksiat. Sebab menurut pengalaman Sufyan Ats-Tsauri, “Aku sulit sekali
melakukan qiyamullail selama 5 bulan disebabkan satu dosa yang aku lakukan.”

(4) Ketahuilah fadhilah (keutamaan) dan keistimewaan qiyamulail. Dengan begitu Anda
termotivasi untuk melaksanakannya.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 12


Materi Kultum Ramadhan

(5) Tumbuhkan perasaan sangat ingin bermunajat dengan Allah yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang.

(6) Makan malam jangan kekenyangan, berdoa untuk bisa bangun malam, dan jangan
lupa pasang alarm sebelum tidur.

(7) Baik juga jika Anda janjian dengan beberapa teman untuk saling membangunkan
dengan miscall melalui telepon atau handphone yang Anda miliki.

(8) Buat kesepakatan dengan istri dan anak-anak bahwa keluarga punya program
qiyamullail bersama sekali atau dua malam dalam sepekan.

(9) Berdoalah kepada Allah swt. untuk dipermudah dalam beribadah kepadaNya.

Materi 8

Ramadhan:Syahrut Tarbiyah

Kenapa bulan Ramadhan disebut dengan syahrut Tarbiyah (bulan pembinaan dan
pendidikan)??

Karena pada bulan ini umat Islam dididik langsung oleh Allah SWT. dan diajarkan oleh-
Nya supaya bisa mengatur waktu dalam kehidupan secara baik; Kapan waktu makan,
kapan waktu bekerja, kapan waktu istirahat dan kapan waktu ibadah.

Tarbiyah adalah sarana yang sangat urgen bagi kehidupan insan dan umat, karena dengan
tarbiyah akan lahir Syakhshiyah islamiyah mutakamilah mutawazinah (kepribadian islami
yang utuh dan seimbang) yang siap menjawab tantangan zaman dengan segala
problematika, ujian dan cobaannya.

Dalam kontek tarbiyah itu sendiri; untuk menghasilkan kader-kader yang memiliki


Syakhshiyah islamiyah mutakamilah mutawazinah (kepribadian islami yang utuh dan
seimbang), maka pembinaan dalam Islam harus mampu merealisasikan tujuan-tujuan
berikut ini:

(1) Memahami Islam sebagai manhaj atau pedoman hidup bagi Manusia yang bersifat
syumiliyah (universal), mutawazinah (seimbang), mutakamilah (integral), alamiyah
(global), murunah (fleksibel) dan waqi’iyyah (realistis) serta robbaniyyah (bersumber
dari Allah).

Menuju Kembali Kepada Fitrah 13


Materi Kultum Ramadhan

(2) Memiliki komitmen pada Islam dalam semua aspeknya; sosial, politik, ekonomi,
pendidikan dan lain-lainnya; sehingga semua nazhoriyah (teori) dapat teraplikasikan
di dalam kehidupan yang nyata.

(3) Memperhatikan kondisi obyektif masyarakat dalam hal aplikasi, komunikasi dan
interaksi dengan prinsip-prinsip Islam. Semua itu harus disesuaikan dengan situasi,
kondisi, waktu dan tempat. Apakah dengan kaum muslimin ataukah dengan non
muslim dan baik dalam ta’amul da’awi (interaksi da’wah) maupun ta’amul siyasi
(interaksi politik).

Selain itu juga perlu dilihat apakah di dalam masyarakat yang mono-loyalitas ataukah
multi-loyalitas; karena memang tidak mungkin mengaplikasikan Islam hanya dengan satu
model. Oleh karena itu diperlukan ta-shil syari (pengokohan hukum syar’i’) dalam
berinteraksi dengan orang lain (fiqhu ta’amul ma’al ghoir) dan manhaj tarbiyah haruslah
dibuat di atas landasan ini.

(4) Memperhatikan tanggung jawab pendidikan Islam. Dalam rangka mencetak generasi
sholih yang bisa bergaul dengan masyarakat luar; mampu mempengaruhi, menguasai
dan tidak menganggap mereka sebagai musuh walaupun perlakuan mereka keras,
kasar dan menyakitkan.

Dalam bulan romadhan, Allah SWT ingin memberikan tarbiyah kepada kaum muslimin,
agar tercetak sosok yang shalih, meningkat keimanannya, berakhlak dan berpengetahuan
yang lurus serta komitmen di jalan da’wah untuk menggapai ridho Allah.

Istilah Ramadhan itu sendiri berasal dari kata ramadla-yarmudlu-ramadlan artinya panas
membakar. Panas membakar ini bisa berasal dari sinar matahari. Orang Arab dahulu
ketika memindahkan nama-nama bulan dari bahasa lama ke bahasa Arab, mereka
menamakan bulan-bulan itu menurut masa yang dilaluinya. Kebetulan bulan Ramadhan
masa itu sedang melalui musim panas akibat sengatan terik matahari apalagi bagi pejalan
kaki di atas padang pasir pada masa itu.

Ramadhan bermakna panas membakar juga di dasarkan karena perut orang-orang yang
berpuasa tengah terbakar akibat menahan makan minum seharian. Panas membakar bulan
Ramadhan bisa juga berarti karena bulan Ramadhan memberikan energi untuk membakar
dosa-dosa yang dilakukan manusia.

Pada bulan yang sangat istimewa ini, terdapat sekian banyak wahana yang bisa
dimanfaatkan dalam rangka penggemblengan dan pemanasan diri itu. Dari yang wajib
seperti puasa dan zakat fitrah hingga yang sunaah seperti i’tikaf, tadarus, tarawih,
sedekah, dan sebagainya. Dari yang berbentuk fisik seperti memberi makanan berbuka
kepada fakir miskin hingga yang psikis seperti sabar, tawakal, amanah, jujur dan
sebagainya.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 14


Materi Kultum Ramadhan

Materi 9

Sarana-sarana Tarbiyah Ramadhan

Secara garis besar dapat kita temui bahwa Ramadhan merupakan sarana tarbiyah yang
meliputi :

1. Ramadhan merupakan sarana Tarbiyah Ruhiyah (pembinaan spiritual)

Pada dasarnya setiap ibadah yang Allah perintahkan kepada hamba-hamba-Nya, selain
merupakan kewajiban dan alasan diciptakannya manusia dan makhluk lainnya; juga merupakan
sarana untuk membersihkan diri manusia itu sendiri dari kotoran dan dosa yang melumuri jiwa,
sehingga tidak ada satu ibadahpun yang lepas dari arah tersebut; shalat misalnya
merupakan sarana untuk mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar. Zakat yang dikeluarkan
oleh orang kaya merupakan sarana untuk membersihkan diri dan hartanya dari kotoran yang
terdapat dalam hartanya, seperti yang tersirat dalam surat At-Taubah (9) ayat 103 dan Al-Lail
(92) ayat 18. Begitupun dengan bulan ramadhan yang di dalamnya terdapat ibadah puasa,
berfungsi sebagai sarana tazkiyatunnafs (perbersihan jiwa), dimana orang yang berpuasa selain
menjaga diri untuk tidak makan dan minum, juga dituntut untuk mematuhi perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya.

2. Ramadhan merupakan sarana tarbiyah jasadiyah (pembinaan jasmani)

Ibadah puasa merupakan ibadah yang tidak hanya membutuhkan pengendalian hawa nafsu tapi
juga membutuhkan kekuatan fisik, karenanya puasa tidak diwajibkan bagi mereka yang
kesehatannya tidak prima, seperti orang tua yang telah renta, orang sakit, wanita yang sedang
hamil tua atau menyusui serta orang yang sedang musafir (dalam perjalanan); yang mana
kesemua itu merupakan keringanan (rukhsah) bagi mereka; karena ketidak mampuan, atau karena
kesehatan janin dan bayi dan menjaga kesehatan bagi orang yang sedang musafir. (Lihat surat al-
baqarah ayat 184). Selain itu juga dengan puasa dari segi kesehatan akan membersihkan usus-
usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari sisa-sisa endapan makanan,
mengurangi kegemukan dan menenangkan kejiwaan atas aspek materil yang ada dalam diri
manusia.

3. Ramadhan merupakan sarana tarbiyah ijtima’iyah (pembinaan sosial)

Menuju Kembali Kepada Fitrah 15


Materi Kultum Ramadhan

Selain melatih diri, puasa juga memiliki sisi pendidikan sosial, apalagi dalam kewajiban puasa
ramadlan, seluruh umat islam di dunia diwajibkan berpuasa, tanpa terkecuali; baik yang kaya atau
miskin, pria atau wanita, kecuali bagi mereka yang ada udzur, disinilah letak pendidikan sosial,
mereka sama dihadapan perintah Allah, sama dalam merasakan lapar dan dahaga, dan sama
dalam ketundukan terhadap perintah Allah.       

Puasa juga dapat membiasakan umat untuk hidup dalam kebersamaan, bersatu, cinta keadilan dan
persamaan, begitupun juga melahirkan kasih sayang kepada orang-orang miskin, sehingga orang-
orang yang mampu dan kaya merasakan apa yang di derita oleh orang-orang fakir dan miskin dan
mau memberi dari rizki yang Allah anugrahkan kepadanya. Sehingga dari sinilah di harapkan
timbul rasa persaudaraan dan solidaritas.

4. Ramadhan merupakan sarana tarbiyah khuluqiyah (pembinaan akhlak)

Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.:

“Apabila seorang dari kamu sekalian berpuasa, maka janganlah ia berkata kotor dan berteriak.
Bila dicela orang lain atau dimusuhi, maka katakanlah: “Aku ini sungguh sedang puasa”. Dalam
hadits lain disebutkan: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang tidak mampu
meninggalkan perkataan dusta, dan  melakukan perbuatan dusta, maka Allah tidak membutuhkan
lapar dan dahaga mereka” (HR Bukhari dan Abu Dawud).

Mengenai hadits yang terakhir, Al’Allamah Asy-Syaukani berkata: “Menurut Ibnu Bathal,
maksud hadits di atas bukan berarti orang itu disuruh meninggalkan puasa, tetapi merupakan
peringatan agar jangan berkata bohong atau melakukan perbuatan yang memuat dusta. Sedangkan
menurut Ibnu Arabi, maksud hadits ini ialah bahwa puasa seperti itu tidak berpahala. Dan
berdasarkan hadits ini, Ibnu ‘arabi mengatakan pula bahwa perbuatan-perbuatan buruk tersebut di
atas dapat mengurangi pahala puasa

 5. Ramadhan merupakan sarana tarbiyah jihadiyah

            Puasa juga merupakan sarana dalam menumbuhkan semangat jihad dalam diri umat,
terutama jihad dalam memerangi musuh yang ada dalam jiwa setiap muslim, mengikis hawa
nafsu, dan berusaha menghilangkan dominasi jiwa yang selalu membawanya kepada perbuatan
yang menyimpang. Sebagaimana puasa juga menumbuhkan semangat jihad yang nyata,
karenanya peperangan yang terjadi dan dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya
kebanyakan di bulan puasa, dan justru dengan berpuasa mereka dapat lebih semangat dalam
berjihad.

“Barangsiapa yang bersungguh-sungguh dijalan kami maka Kami akan tunjukkan jalan-jalan
Kami (jalan yang lurus)” (QS. 29 ayat 69)

Dan puncak tarbiyah  yang dapat di raih oleh seorang muslim pada bulan ramadhan adalah
mencapai maqam taqwa disisi Allah SWT, sebagaimana yang telah difirmankan Allah  dipenutup
perintah-Nya untuk berpuasa, “agar kamu bertaqwa”, karena dengan puasa kesehatan qalb (hati)
dan jasad (jasmani) terjaga.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 16


Materi Kultum Ramadhan

Materi 9
Kehidupan Jahiliyah (Bagian I): Gaya hidup Islami Vs Jahiliyah

Ada dua hal yang umumnya dicari oleh manusia dalam hidup ini. Yang pertama ialah
kebaikan (al-khair), dan yang kedua ialah kebahagiaan (as sa’adah). Hanya saja masing-
masing orang mempunyai pandangan yang berbeda ketika memahami hakikat keduanya.
Perbedaan inilah yang mendasari munculnya bermacam ragam gaya hidup manusia.       
Dalam pandangan Islam gaya hidup tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua golongan,
yaitu: 1) gaya hidup Islami, dan 2) gaya hidup jahiliyah.

Gaya hidup Islami mempunyai landasan yang mutlak dan kuat, yaitu Tauhid. Inilah gaya hidup orang
yang beriman. Adapun gaya hidup jahili, landasannya bersifat relatif dan rapuh, yaitu syirik. Inilah
gaya hidup orang kafir.      Setiap Muslim sudah menjadi keharusan baginya untuk memilih gaya
hidup Islami dalam menjalani hidup dan kehidupan-nya. Hal ini sejalan dengan firman Allah:
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu)
kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang
musyrik”. (QS. Yusuf: 108).
 Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa bergaya hidup Islami hukumnya wajib atas setiap Muslim,
dan gaya hidup jahili adalah haram baginya. Hanya saja dalam kenyataan justru membuat kita sangat
prihatin dan sangat menyesal, sebab justru gaya hidup jahili (yang diharamkan) itulah yang
melingkupi sebagian besar umat Islam. Fenomena ini persis seperti yang pernah disinyalir oleh
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam . Beliau bersabda:

‫ َو َم ِن‬:‫ا َل‬DDَ‫ فَق‬.‫ر ْو ِم‬D


ُّ D‫س َوال‬ ُ ‫ يَا َر‬:‫ فَقِ ْي َل‬.‫اع‬
َ ‫ َكفَا ِر‬،ِ‫س ْو َل هللا‬ ٍ ‫ش ْب ٍر َو ِذ َراعًا بِ ِذ َر‬ ِ ‫سا َعةُ َحتَّى تَْأ ُخ َذ ُأ َّمتِ ْي ِبَأ ْخ ِذ ا ْلقُ ُر ْو ِن قَ ْبلَ َها‬
ِ ِ‫ش ْب ًرا ب‬ َّ ‫الَ تَقُ ْو ُم ال‬
.)‫ صحيح‬،‫ (رواه البخاري عن أبي هريرة‬.َ‫اس ِإالَّ ُأولَـِئك‬ ُ َّ‫الن‬

“Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa abad sebelumnya,
sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta”. Ada orang yang bertanya, “Ya Rasulullah,
mengikuti orang Persia dan Romawi?” Jawab Beliau, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Al-
Bukhari dari Abu Hurairah z, shahih).

‫و ُد‬D ُ ‫ا َر‬DDَ‫ ي‬:‫ا‬DDَ‫ قُ ْلن‬.‫و ُه ْم‬D


ْ D‫ اَ ْليَ ُه‬،ِ‫ ْو َل هللا‬D ‫س‬ ْ D‫ ٍّب تَبِ ْعتُ ُم‬D ‫ض‬ ْ Dُ‫و د ََخل‬D
َ ‫ َر‬D‫وا ُج ْح‬D ْ Dَ‫اع َحتَّى ل‬
ٍ ‫ ِذ َر‬D ِ‫ا ب‬DD‫ ْب ٍر َو ِذ َرا ًع‬D ‫ش‬ ِ ‫انَ قَ ْبلَ ُك ْم‬DD‫نَنَ َمنْ َك‬D ‫س‬
ِ ‫ ْب ًرا ِب‬D ‫ش‬ َ َّ‫لَتَتَّبِ َعن‬
.)‫ صحيح‬،‫ (رواه البخاري عن أبي سعيد الخدري‬. ْ‫ ف َمن‬:‫ قا َل‬.‫ارى‬ َ َ َ َّ‫َوالن‬
َ ‫ص‬

“Sesungguhnya kamu akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kamu, sejengkal demi
sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan kalau mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu
mengikuti mereka”. Kami bertanya,”Ya Rasulullah, orang Yahudi dan Nasrani?” Jawab Nabi,
“Siapa lagi?” (HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri z, shahih).
Hadits tersebut menggambarkan suatu zaman di mana sebagian besar umat Islam telah kehilangan
kepribadian Islamnya karena jiwa mere-ka telah terisi oleh jenis kepribadian yang lain. Mereka
kehilangan gaya hidup yang hakiki karena telah mengadopsi gaya hidup jenis lain. Kiranya tak ada
kehilangan yang patut ditangisi selain dari kehilangan kepribadian dan gaya hidup Islami.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 17


Materi Kultum Ramadhan

Materi 10

Kehidupan Jahiliyah (Bagian Kedua):

Tasyabbuh (menyerupai suatu kaum)

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

.)‫ (رواه أبو داود وأحمد عن ابن عباس‬.‫شبَّهَ ِبقَ ْو ٍم فَ ُه َو ِم ْن ُه ْم‬


َ َ‫َمنْ ت‬

        Artinya: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”
(HR. Abu Dawud dan Ahmad, dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu hasan).
Menurut hadits tersebut orang yang gaya hidupnya menyerupai umat yang lain (tasyabbuh)
hakikatnya telah menjadi seperti mereka. Lalu dalam hal apakah tasyabbuh itu?Al-Munawi
berkata: “Menyerupai suatu kaum artinya secara lahir berpakaian seperti pakaian mereka,
berlaku/ berbuat mengikuti gaya mereka dalam pakaian dan adat istiadat mereka”.
Satu di antara berbagai bentuk tasyabbuh yang sudah membudaya dan mengakar di masyarakat kita
adalah pakaian Muslimah. Mungkin kita boleh bersenang hati bila melihat berbagai mode busana
Muslimah telah mulai bersaing dengan mode-mode busana jahiliyah. Hanya saja masih sering kita
menjumpai busana Muslimah yang tidak memenuhi standar seperti yang dikehendaki syari’at.
Busana-busana itu masih mengadopsi mode ekspose aurat sebagai ciri pakaian jahiliyah. Adapun
yang lebih memprihatinkan lagi adalah busana wanita kita pada umumnya, yang mayoritas beragama
Islam ini, nyaris tak kita jumpai mode pakaian umum tersebut yang tidak mengekspose aurat. Kalau
tidak memper-tontonkan aurat karena terbuka, maka ekspose itu dengan menonjolkan keketatan
pakaian. Bahkan malah ada yang lengkap dengan dua bentuk itu; mempertontonkan dan
menonjolkan aurat. Belum lagi kejahilan ini secara otomatis dilengkapi dengan tingkah laku yang -
kata mereka- selaras dengan mode pakaian itu. Na’udzubillahi min dzalik.

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda:   "Dua golongan ahli Neraka yang aku
belum melihat mereka (di masaku ini) yaitu suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi,
mereka memukuli manusia dengan cambuk itu. (Yang kedua ialah) kaum wanita yang berpakaian
(tapi kenyataan-nya) telanjang (karena mengekspose aurat), jalannya berlenggak-lenggok
(berpenampilan menggoda), kepala mereka seolah-olah punuk unta yang bergoyang. Mereka itu tak
akan masuk Surga bahkan tak mendapatkan baunya, padahal baunya Surga itu tercium dari jarak
sedemikian jauh”. (HR. Muslim, dari Abu Hurairah z, shahih).
            Jika tasyabbuh dari aspek busana wanita saja sudah sangat memporak-porandakan
kepribadian umat, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tinggal diam. Sebab di luar sana sudah nyaris
seluruh aspek kehidupan umat bertasyabbuh kepada orang-orang kafir yang jelas-jelas bergaya hidup
jahili.

Materi 10

Pengertian Jahiliyah: Masa Sebelum Islam

Menuju Kembali Kepada Fitrah 18


Materi Kultum Ramadhan

Masa Jahiliyah adalah era ketika kondisi dan situasi masyarakat belum terjamah oleh risalah
dan dakwah Islam. Periode ini sering juga disebut dengan istilah Pra-Islam. Seiring dengan
perkembangan dan akulturasi bahasa, istilah ini juga melekat erat pada sifat orang-orang
yang tidak taat pada aturan agama yang telah diproyeksikan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Kebiasaan-kebiasaan kaum jahiliyah yang realitasnya berseberangan dengan anjuran
Rasulullah s.a.w tersebut disebabkan oleh sifat keras kepala, apriori dan ta’assub (fanatik
yang berlebihan) terhadap peninggalan dan tradisi para leluhur yang mengental rekat dalam
ritual yang selalu disakralkan.
Seperti kebiasaan dahulu orang-orang jahiliyah yang mengitari ka’bah dengan bertelanjang
tanpa busana, akhirnya terwarisi dengan kebiasaan generasi berikutnya yang tidak malu
mempertontonkan auratnya di depan publik, sehingga hal seperti itu dianggap lumrah bahkan
dianggap sebagai modernisasi.
Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahab dalam Masail Al-Jahiliyyah mengatakan, bahwa
agama mereka (orang-orang jahiliyah) terbangun oleh beberapa pondasi yang menjadi akar
dan pijakan. Yang terbesar diantaranya ialah “TAQLID”, yaitu sebuah sistim yang besar
yang selalu menjadi tumpuan semua orang-orang kafir, sedari dahulu kala hingga akhir
zaman. Sebagaimana Allah SWT berfirman di berbagai ayat di dalam Al-Qur’an:
“Wa kadzaalika maa arsalna min qablika fi qaryatin min nadziirin illaa qaala mutrafuuha
innaa wajadnaa aabaa-ana ‘ala ummatin wa innaa ‘ala aatsaarihim muqtaduun”;
“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun
dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata:
“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesunguhnya
kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”(QS.Az-Zukhruf:23).
“Wa idzaa qiila lahumuttabi’uu maa anzalallahu, qaaluu bal nattabi’u maa wajadnaa ‘alaihi
aabaa’ana, awalaw kaanasy-syaythaanu yad’uuhum ilaa ‘adzaabis-sa’iir”;
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang diturunkan Allah”. Mereka
menjawab: “(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapat dari bapak-bapak
kami mengerjakannya.” Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka)
walaupun syaithan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?
(QS.Luqman:21).
“Ittabi’uu maa unzila ilaikum min rabbikum walaa tattabi’uu min duunihi awliyaa’a. Qaliilan
maa tadzakkaruun”:
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selainnya (pemimpin yang membawa kepada kesesatan). Amat
sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya)” (QS.Al-A’raf:3).
Syeikh DR.Shalih ibn Fauzan ibn Abdillah Al-Fauzan dalam Syarhul Masaa’il Al-Jahiliyyah
menjelaskan bahwa mereka (orang-orang jahiliyah) tidak menegakkan agama mereka sesuai
dengan apa yang telah para Rasul sampaikan kepada mereka, sesunguhnya mereka
mengkonstruksi agama mereka dengan dasar-dasar yang mereka mengada-adakannya sendiri
sekehendak hati mereka, dan mereka enggan merobah diri serta beranjak dari kebiasaan itu.
Perihal inilah yang dalam dunia Islam disebut sebagai “at-taqlid”, atau dalam istilah Arab
juga akrab dengan sebutan “al-muhakah”, yaitu sebagian orang meniru cara-cara yang
kelompok individu lain lakukan, sedangkan objek yang ditiru itu tidak sepatutnya untuk
menjadi percontohan (maslahat). Sebagaimana Allah SWT berfirman:

Menuju Kembali Kepada Fitrah 19


Materi Kultum Ramadhan

“Wakadzalika maa arsalna min qablika fi qaryatin min nadziirin illaa mutrafuuha inna
wajadnaa aabaa-ana ‘ala ummatin, wa innaa ‘alaa aatsaarihim muqtaduun”;
Kata “mutrafuuha” dalam ayat ini adalah “mereka (para penduduk) yang hidup mewah
sejahtera dan bergelimang harta pada umumnya, karena mereka adalah orang-orang yang
cenderung berbuat jahat, sombong, dan tiada keinginan menerima kebenaran. Berbeda
halnya dengan kaum faqir dan dhuafa, yang pada umumnya bersikap tawadhu’ dan ikhlas
menerima kebenaran.
Kaum yang mengagung-agungkan harta, tahta dan garis keturunan leluhurnya inilah, yang
dahulu ketika para Rasul memberi peringatan dan mengajak mereka kepada jalan yang benar,
mereka selalu membantah dengan ucapan” “Inna wajadnaa aabaa-ana ‘ala ummatin, wa
innaa ‘alaa aatsaarihim muqtaduun”; “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami
menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah penganut jejak-jejak mereka.”
Dengan kata lain (secara tidak langsung) mereka bermaksud: Kami tidak butuh peran dan
kehadiranmu wahai Rasul, kami lebih percaya dengan apa yang telah dibudayakan oleh
leluhur kami. Hal inilah yang di dalam literatur Islam disebut dengan istilah “at-taqlid al-
a’maa” atau dalam istilah kita: “fanatisme buta” (blind obedience), yang tergolong dalam
salah satu perangai kaum jahiliyah.

Materi 11
Pengertian Jahiliyah (Bagian Kedua): Tidak Mau Berpikir

Allah SWT berfirman: “Qul Innamaa A’idzhukum biwaahidatin. An taquumuu lillaahi


matsnaa wa furaadaa tsumma tatafakkaruu. Maa bishaahibikum min jinnatin”;
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu
supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian
kamu fikirkan (tentang Muhammad), tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu”
(QS.Saba’: 46).

Orang-orang Jahiliyah yang mendengar ayat ini tidak mau berpikir sejenak seraya
mempertimbangkan kandungan dan arti dari ayat yang menarik ini. Mereka lebih memilih
untuk menjawab: “Kami telah berpegang teguh terhadap apa yang telah dilakukan oleh para
leluhur kami. Kami tidak sudi mematuhi orang ini, Muhammad s.a.w.”

Demikianlah kaum jahiliyah, yang senantiasa memutarbalikkan fakta, menuding bahwa


Rasulullah adalah orang gila, pendongeng sejati, dan orang yang tidak tahu diri, tanpa
berpikir terlebih dahulu dan membuktikan bahwa perkataannya itu sesuai dengan realitas

Menuju Kembali Kepada Fitrah 20


Materi Kultum Ramadhan

yang hakiki. Hal ini diakibatkan karena diri mereka yang tidak mau mendengar, tidak sudi
berpikir dengan akal sehatnya, dan senantiasa menyelimuti diri mereka dengan hawa nafsu,
yang mengantarkan mereka pada kesesatan yang nyata.

Maka dari itu, hendaknya ini menjadi titik sentral perhatian orang-orang yang beriman agar
cermat memilah dan memilih, yang mana hidayah (petunjuk) dan yang mana dhalalah
(kesesatan), karena tidak sedikit kesesatan yang terbungkus oleh kamuflase hidayah. Tidak
jarang orang-orang menyangka sesuatu itu hidayah (hal yang benar-benar sesuai dengan apa
yang dituntunkan oleh syariat), namun hakikatnya adalah kesesatan yang nyata.

Hal inilah yang menjadi sebab mengapa dahulu Rasulullah s.a.w melarang para sahabat
untuk berziarah kubur, sebelum akhirnya beliau me-mansukh-kan hadits itu dengan ucapan:
“Inni kuntu nahaytukum ‘an ziyaaratil qubuur, fazuuruhaa fa innahaa tudzakkirukumul
aakhirah”; “Sesungguhnya dahulu aku mencegahmu untuk berziarah kubur, (sekarang)
berziarahlah kamu, sesungguhnya hal itu akan mengingatkanmu akan kematian (kehidupan
akhirat)” (HR.Abu Daud, Turmudzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad) (“Al-Ibdaa’u fi
Madhaaril Ibtidaa’ ”, As-Syaikh Ali Mahfudz, Daarul Bayan Al-‘Arabi, Kairo).
Itulah beberapa praktek jahiliyah, yang hanya bersandar pada dugaan-dugaan dan hawa
nafsu, yang turun temurun terwarisi dari para leluhur mereka, yang dianggap sebagai sebuah
petunjuk dan tuntunan yang benar, padahal pada dasarnya adalah kesesatan yang teramat
nyata.
Satu hal yang perlu menjadi perhatian umat Islam, bahwa perangai Jahiliyah menganut satu
kaidah (asas): “Al-Ightirar bil Aktsar”; “Tertipu oleh Kebanyakan” (deceived by the most).
Mereka berhujjah bahwa yang banyak pelaku dan pengikutnya, itulah yang benar. Mereka
mengambil kesimpulan bahwa sesuatu itu salah (batil) karena asing (aneh) dan sedikit
penganut atau pengikutnya. Itulah prinsip dasar yang mereka pegang, dan mereka suka
memutarbalikkan fakta yang ada di dalam Al-Qur’an dengan menukar-nukar kandungan
tafsir Al-Qur’an sekehendak hawa nafsunya.
Sudah menjadi sunnatullah, bahwa kebaikan itu sedikit pengikutnya dan kesesatan itu banyak
peminatnya. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
“Wa in tuthi’ aktsara man fil ardhi yudhilluuka ‘an sabiilillah. In yattabi’uuna illadzh-
dzhonna wa in hum illa yakhrushuun”;
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan
belaka, dan mereka tak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (QS.Al-An’am:116).
“Wamaa wajadnaa li aktsarihim min ‘ahdin. Wa in wajadnaa aktsarahum lafaasiqiin”
“Dan kami tidak mendapati kebanyakan mereka berjanji. Sesungguhnya kami mendapati
kebanyakan mereka orang-orang yang fasik”(QS.Al-An’am: 102).
Nabi s.a.w bersabda: “Bada-al Islaamu ghariiban, wa saya’uudu ghariiban kamaa bada-a”;
“Islam pada mulanya (hadir) dianggap sebagai hal yang aneh (asing), dan kelak ia akan
kembali sebagai hal yang asing sebagaimana dahulu ia datang”. Allahu A’lam bishawaab.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 21


Materi Kultum Ramadhan

Materi 12
Mengikuti Rasul (Ittiba’ur Rasuul)

Lawan dari istilah “at-taqlid al-a’maa” atau dalam istilah kita: “fanatisme buta” (blind
obedience), yang tergolong dalam salah satu perangai kaum jahiliyah adalah “at-taqlid fil
khair”, yakni mengikuti dalam ruang lingkup kebaikan, dalam istilah Islam disebut Ittiba’
dan Iqtida’ yakni mengikuti dan meneladani. Sebagaimana yang termaktub dalam
(QS.Yusuf:38), firman Allah SWT tentang kisah Nabi Yusuf a.s: “Dan aku mengikuti
agama bapak-bapakku Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub. Tiadalah patut bagi kami (para Nabi)
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah.”(QS.Yusuf:38).
Dan di dalam QS.At-Taubah:10
“Wassaabiquunal awwaluuna minal muhaajiriina wal anshaari walladziinat-taba’uuhum bi
ihsanin, radhiyallahu ‘anhu wa radhuu ‘anhu. Wa a’adda lahum jannaatin tajrii min tahtihaal
anhaaru khaalidiina fiiha abadan. Dzalikal fawzul adhziim”;
“Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang
Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha
kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-
lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”(QS.At-Taubah:100).

Maka dari itu Allah berfirman dalam hal perangai jahiliyah:


“Wa idzaa qiila lahumut-tabi’uu maa anzalallahu qaaluu bal nattabi’u maa alfayna ‘alaihi
aabaa-ana awalaw kaana aabaa-uhum laa ya’qiluuna syai’an walaa yahtaduun.”
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka
menjawab: “(Tidak), tatapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapat dari (perbuatan)
nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk? (QS.Al Baqarah:
170).

Menuju Kembali Kepada Fitrah 22


Materi Kultum Ramadhan

Sesungguhnya tidak akan mendatangkan maslahat (kebaikan), jika orang yang tidak berpikir
dan tidak pula mendapat petunjuk (hidayah) dijadikan sebagai teladan dan panutan. Pada
dasarnya teladan itu hanyalah tertuju pada orang yang mau berpikir dan mendapat hidayah.
Maka dari itu, fanatisme yang berlebihan memantik untuk menolak kebenaran yang hakiki,
karena pada dasarnya, kebenaran yang hakiki dan teladan yang terbaik hanya ada pada diri
Rasulullah dan para pengikutnya.

Materi 13
Menjaga Diri dan Keluarga dari Api Neraka (Bagian Pertama)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-
Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

Sebuah seruan dari Dzat Yang Maha Agung kepada orang-orang yang beriman, berisi
perintah dan peringatan berikut kabar tentang bahaya besar yang mengancam. Seruan ini
ditujukan kepada insan beriman, karena hanya mereka yang mau mencurahkan
pendengaran kepada ajakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, berpegang dengan perintah-Nya
dan mengambil manfaat dari ucapan-ucapan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
perintahkan mereka agar menyiapkan tameng untuk diri mereka sendiri dan untuk
keluarga mereka guna menangkal bahaya yang ada di hadapan mereka serta kebinasaan
di jalan mereka. Bahaya yang mengerikan itu adalah api neraka yang sangat besar, tidak
sama dengan api yang biasa kita kenal, yang dapat dinyalakan dengan kayu bakar dan
dipadamkan oleh air. Api neraka ini bahan bakarnya adalah tubuh-tubuh manusia dan
batu-batu. Ini berbeda sama sekali dengan api di dunia. Bila orang terbakar dengan api
dunia, ia pun meninggal berpisah dengan kehidupan dan tidak lagi merasakan sakitnya
pembakaran tersebut. Beda halnya bila seseorang dibakar dengan api neraka,
na’udzubillah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Setiap kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi
mereka.” (Al –Isra’:97)

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain,
supaya mereka terus merasakan azab.” (An-Nisa’: 56)

“Mereka tidak dibinasakan dengan siksa yang dapat mengantarkan mereka kepada
kematian (mereka tidak mati dengan siksaan di neraka bahkan mereka terus hidup agar
terus merasakan siksa) dan tidak pula diringankan azabnya dari mereka.” (Fathir: 36)
[Al-Khuthab Al-Minbariyyah fil Munasabat Al-‘Ashriyyah, Asy-Syaikh Shalih Al-
Fauzan, dengan subjudul Fit Tahdzir minan Nar wa Asbab Dukhuliha, 2/164-165]

Menuju Kembali Kepada Fitrah 23


Materi Kultum Ramadhan

Orang yang masuk ke dalam api yang sangat besar ini tidak mungkin dapat lari untuk
meloloskan diri, karena yang menjaganya adalah para malaikat yang kasar, yang keras,
yang tidak mendurhakai Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap apa yang diperintahkan-
Nya kepada mereka serta selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:

“Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras” (At-Tahrim: 6)

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu menjelaskan, “Penjaganya adalah para malaikat


Zabaniyah yang hati mereka keras, kaku, tidak mengasihi jika dimohon kepada mereka
agar menaruh iba…

Kata ‫ش َدا ٌد‬


ِ maksudnya keras tubuh mereka. Ada yang mengatakan, para malaikat itu
kasar ucapannya dan keras perbuatannya. Ada yang berpendapat, malaikat tersebut sangat
kasar dalam menyiksa penduduk neraka, keras terhadap mereka. Bila dalam bahasa Arab
dinyatakan: “Fulanun Syadiidun ‘alaa fulaanin” maksudnya Fulan menguasainya dengan
kuat, menyiksanya dengan berbagai macam siksaan.

Ada pula yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ٌ ‫غاَل ظ‬


ِ  adalah sangat besar
tubuh mereka, sedangkan maksud ‫ش َدا ٌد‬
ِ adalah kuat.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Jarak antara dua pundak salah seorang dari
malaikat tersebut adalah sejauh perjalanan setahun. Kekuatan salah seorang dari mereka
adalah bila ia memukul dengan alat pukul niscaya dengan sekali pukulan tersebut
tersungkur 70.000 manusia ke dalam jurang Jahannam.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an,
18/218)

Al-‘Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman ibnu Nashir As-Sa’di rahimahullahu berkata


menafsirkan ayat ke-6 surah At-Tahrim di atas, “Jagalah diri kalian dan keluarga kalian
dari api neraka, yang disebutkan dengan sifat-sifat yang mengerikan. Ayat ini
menunjukkan perintah menjaga diri dari api neraka tersebut dengan ber-iltizam
(berpegang teguh) terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, menunaikan perintah-
Nya, menjauhi larangan-Nya, dan bertaubat dari perbuatan yang Allah Subhanahu wa
Ta’ala murkai serta perbuatan yang menyebabkan azab-Nya. Sebagaimana ayat ini
mengharuskan seseorang menjaga keluarga dan anak-anak dari api neraka dengan cara
memberikan pendidikan dan pengajaran kepada mereka, serta memberitahu mereka
tentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang hamba tidak dapat selamat kecuali
bila ia menegakkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan terhadap dirinya
dan orang-orang yang di bawah penguasaannya, baik istri-istrinya, anak-anaknya, dan
selain mereka dari orang-orang yang berada di bawah kekuasaan dan pengaturannya.

Dalam ayat ini pula Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan neraka dengan sifat-sifat
yang mengerikan agar menjadi peringatan terhadap manusia jangan sampai meremehkan
perkaranya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“…yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (At-Tahrim: 6)

Menuju Kembali Kepada Fitrah 24


Materi Kultum Ramadhan

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah (patung-patung) adalah
bahan bakar/kayu bakar Jahannam, kalian sungguh akan mendatangi Jahannam
tersebut.”1

Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Yaitu akhlak mereka kasar dan
hardikan mereka keras. Mereka membuat kaget dengan suara mereka dan membuat ngeri
dengan penampilan mereka. Mereka melemahkan penghuni neraka dengan kekuatan
mereka dan menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap penghuni neraka,
di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memastikan azab atas penghuni neraka ini dan
mengharuskan azab yang pedih untuk mereka.

Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkankan-Nya kepada


mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Di sini juga ada pujian untuk
para malaikat yang mulia dan terikatnya mereka kepada perintah Allah Subhanahu wa
Ta’ala serta ketaatan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam seluruh perkara
yang diperintahkan-Nya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 874)

Materi 14
Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka (Bagian Ketiga):
Penjagaan Rasulullah SAW terhadap Keluarganya

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai uswah hasanah bagi orang-orang yang beriman telah
memberikan arahkan dan peringatan kepada kerabat beliau dalam rangka menjaga mereka dari api
neraka. Tatkala turun perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat: “Berilah peringatan kepada
kerabatmu yang terdekat.” (Asy Syu’ara: 214)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi bukit Shafa dan menaikinya, lalu menyeru
manusia untuk berkumpul. Maka orang-orang pun berkumpul di sekitar beliau. Sampai-sampai yang
tidak dapat hadir mengirim utusannya untuk mendengarkan apa gerangan yang akan disampaikan oleh
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian
memanggil kerabat-kerabatnya, “Wahai Bani Abdil Muththallib! Wahai Bani Fihr! Wahai Bani Lu’ai!
Apa pendapat kalian andai aku beritakan kepada kalian bahwa ada pasukan berkuda dari balik bukit

Menuju Kembali Kepada Fitrah 25


Materi Kultum Ramadhan

ini akan menyerang kalian. Adakah kalian akan membenarkan aku?” Mereka serempak menjawab,
“Iya.” Beliau melanjutkan, “Sungguh aku memperingatkan kalian sebelum datangnya azab yang
pedih.” (HR Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma). Aisyah
radhiyallahu ‘anha memberitakan bahwa ketika turun ayat di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bangkit seraya berkata, “Wahai Fathimah putri Muhammad! Wahai Shafiyyah putrid Abdul
Muththalib! Wahai Bani Abdil Muththalib! Aku tidak memiliki kuasa sedikit pun di hadapan Allah
Subhanahu wa Ta’ala untuk menolong kalian kelak. (Adapun di kehidupan dunia ini) maka mintalah
harta dariku semau kalian.” (HR. Muslim)

Al-Imam Muslim radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa bila hendak shalat witir, beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam
membangunkan Aisyah radhiyallahu ‘anha. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah
bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu: “Semoga Allah
merahmati seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia
membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan untuk bangun, ia
percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di waktu
malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila
suaminya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.” (Sanad hadits ini shahih kata
Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu dalam tahqiqnya terhadap Al-Musnad). Ummu Salamah
radhiyallahu ‘anha mengabarkan, suatu malam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam terbangun
dari tidur beliau. Beliau pun membangunkan istri-istri beliau untuk mengerjakan shalat. Kata beliau:
“Bangunlah, wahai para pemilik kamar-kamar (istri-istri beliau yang sedang tidur di kamarnya
masing-masing)!” (HR. Al-Bukhari) Tidak luput pula putri dan menantu beliau juga mendapatkan
perhatian beliau. Suatu malam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi rumah Ali dan
Fathima radhiyallahu ‘anhuma. Beliau berkata, “Tidaklah kalian berdua mengerjakan shalat malam?”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits ‘Ali radhiyallahu ‘anhu)

Materi 15

Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka (Bagian Ketiga): Suami sebagai
Kepala Rumah Tangga

Seorang suami sebagai kepala rumah tangga selain menjaga dirinya sendiri dari api
neraka, ia juga bertanggung jawab menjaga istri, anak-anaknya, dan orang-orang yang
tinggal di rumahnya. Salah satu cara penjagaan diri dan keluarga dari api neraka adalah
bertaubat dari dosa-dosa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat
nashuha. Mudah-mudahan Rabb kalian menghapuskan kesalahan-kesalahan kalian dan
memasukkan kalian ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman
bersamanya, sedang cahaya mereka memancar di depan dan di sebelah kanan mereka,
seraya mereka berdoa, ‘Wahai Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan
ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu’.” (At-Tahrim:
8)

Menuju Kembali Kepada Fitrah 26


Materi Kultum Ramadhan

Seorang suami sekaligus ayah ini bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
sebenar-benarnya, taubat yang murni, kemudian ia membimbing keluarganya untuk
bertaubat. Taubat yang dilakukan disertai dengan meninggalkan dosa, menyesalinya,
berketetapan hati untuk tidak mengulanginya, dan mengembalikan hak-hak orang lain
yang ada pada kita. Taubat yang seperti itu tentunya menggiring pelakunya untuk
beramal shalih. Buah yang dihasilkannya adalah dihapuskannya kesalahan-kesalahan
yang diperbuat, dimasukkan ke dalam surga, dan diselamatkan dari kerendahan serta
kehinaan yang biasa menimpa para pendosa dan pendurhaka.

Seorang kepala rumah tangga menerapkan perkara ini dalam keluarganya, kepada istri
dan anak-anaknya. Ia punya hak untuk memaksa mereka agar taat kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan tidak berbuat maksiat, karena ia adalah pemimpin mereka
yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala kelak
dalam urusan mereka, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang
dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma)

Ia harus memaksa anaknya mengerjakan shalat bila telah sampai usianya, berdasar sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka telah berusia
tujuh tahun dan pukullah mereka bila enggan melakukannya ketika telah berusia sepuluh
tahun serta pisahkanlah di antara mereka pada tempat tidurnya.” (HR. Abu Dawud dari
hadits Abdullah ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, dikatakan oleh Al-Imam Al-Albani
rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud, “Hadits ini hasan shahih.”)

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

“Perintahkanlah keluargamu untuk mengerjakan shalat dan bersabarlah dalam


mengerjakannya.” (Thaha: 132)

Seorang ayah bersama seorang ibu harus bekerja sama untuk menunaikan tanggung
jawab bersama anak, baik di dalam maupun di luar rumah. Anak harus terus
mendapatkan pengawasan di mana saja mereka berada, dijauhkan dari teman duduk yang
jelek dan teman yang rusak. Anak diperintahkan untuk mengerjakan yang ma’ruf dan
dilarang dari mengerjakan yang munkar.

Orangtua harus membersihkan rumah mereka dari sarana-sarana yang merusak berupa
video, film, musik, gambar bernyawa, buku-buku yang menyimpang, surat kabar, dan
majalah yang merusak.

Hendaknya ia tahu bahwa neraka itu dekat dengan seorang hamba, sebagaimana surga
pun dekat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Menuju Kembali Kepada Fitrah 27


Materi Kultum Ramadhan

“Surga lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada tali sandalnya dan
neraka pun semisal itu.” (HR. Al-Bukhari dari hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)

Maksud hadits di atas, siapa yang meninggal di atas ketaatan maka ia akan dimasukkan
ke dalam surga. Sebaliknya, siapa yang meninggal dalam keadaan bermaksiat maka ia
akan dimasukkan ke dalam neraka. (Al-Khuthab Al-Minbariyyah, 2/217)

Bagaimana seseorang dapat menjaga keluarganya dari api neraka sementara ia


membiarkan mereka bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan
kewajiban?

Maka, marilah kita berbenah diri untuk menjaga diri kita dan keluarga kita dari api
neraka. Bersegeralah sebelum datang akhir hidup kita, sebelum datang jemputan dari
utusan Rabbul Izzah, sementara kita tak cukup ‘bekal’ untuk bertameng dari api neraka,
apatah lagi meninggalkan ‘bekal’ yang memadai untuk keluarga yang ditinggalkan.
Allahumma sallim!

Materi 16
Meraih Rahmat Allah

Sebagai manusia apalagi sebagai muslim, kita tentu amat mengharapkan rahmat dari Allah Swt
sehingga kita selalu berdo’a, baik di dalam shalat maupun di luar shalat untuk bisa memperoleh
rahmat Allah. Hal ini karena orang yang mendapat rahmat Allah tentu saja tergolong kedalam
kelompok orang yang beruntung sebagaimana firman Allah yang artinya: Kemudian kamu berpaling
setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmt-Nya atasmu, niscaya
kamu tergolong orang-orang yang rugi (QS 2:64). Bahkan di dalam ayat lain, keuntungan orang yang
mendapat rahmat Allah itu akan dijauhkan dari azab-Nya, Allah berfirman yang artinya: Barangsiapa
yang diajuhkan azab daripadanya pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberikan rahmat
kepadanya. Dan itulah keberuntungan yang nyata (QS 6:16).

Kiat Meraih Rahmat

Pertama, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dalam keadaan susah maupun senang, berat maupun
ringan, waktu sendiri atau bersama orang lain. Tegasnya, kalau mau memperoleh rahmat Allah kita
harus taat kepada Allah dan rasul-Nya dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga, hal ini
terdapat dalam firman Allah yang artinya: Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu diberi rahmat
(3:132).

Kedua, harus tolong menolong dalam kebaikan, melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar,
mendirikan shalat sehingga memberi pengaruh yang besar dalam bentuk menhindari perbuatan keji
dan munkar serta menunaikan zakat agar menjadi suci jiwa kita, terjembatani hubungan antara yang
kaya dengan yang miskin serta kemiskinan bisa diatasi secara bertahap, hal ini difirmankan Allah
yang artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan yang ma’ruf, mencegah
dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-
Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana (9:71)

Menuju Kembali Kepada Fitrah 28


Materi Kultum Ramadhan

Ketiga, Iman yang kokoh sehingga bisa dibuktikan dengan amal shaleh yang sebanyak-banyak
meskipun hambatan, tantangan dan rintangan selalu menghadang, namun dia tetap Istiqomah dalam
keimanannya sehingga dengan keimanannya yang mantap itu, kesusahan hidup tidak membuatnya
harus berputus asa sedang kesenangan hidup tidak membuatnya menjadi lupa diri,  hal ini difirmankan
Allah yang artinya: Adapun orang-orang yang beriman dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya,
niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (syurga) dan
limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya
(QS 4:175).

Disamping itu, iman dan istiqomah harus disertai dengan hijrah, yakni meninggalkan segala bentuk
larangan Allah dan berjihad dalam arti bersungguh-sungguh dalam perjuangan menegakkan nilai-nilai
Islam dalam segala aspeknya, hal ini difirmankan Allah yang artinya: Orang-orang yang beriman,
berhijrah dan berjihad adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang
mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat
daripada-Ny, keridhaan dan syurga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal (QS
9:20-21, lihat juga QS 2:218).

Keempat, mengikuti Al-Qur’an dan selalu bertaqwa kepada Allah serta menunaikan zakat, hal ini
karena Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia apabila ia ingin memperolah ketaqwaan kepada
Allah Swt, karenanya untuk meraih rahmat Allah manusia harus bertaqwa kepada-Nya, sedang untuk
bisa bertaqwa harus mengikuti petunjuk-petunjuk yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Ini berarti, amat
mustahil bagi manusia untuk bisa bertaqwa kepada Allah apabila Al-Qur’an tidak diikutinya. Dalam
kaitan ini Allah berfirman yang artinya:  Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang
diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat (QS 6:155). Maka Aku akan
tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang
yang beriman kepada ayat-ayat Kami QS 7:156)

Keempat, berbuat baik, yakni perbuatan apa saja yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang
datang dari Allah dan Rasul-Nya serta tidak mengganggu orang lain, bahkan orang lain bisa
merasakan manfaat baiknya, sekecil apapun manfaat yang bisa dirasakannya. Allah berfirman yang
artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya
dan berdo’alah kepadanya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik (QS 7:56).

Kelima, mendengarkan bacaan Al-Qur’an apabila sedang dibacakan, hal ini karena, Al-Qur’an
merupakan kalamullah atau perkataan Allah, sebab jangankan Allah, pembicaraan sesama manusia
saja harus kita dengarkan atau kita perhatikan, apalagi kalau ucapan Allah yang tentu harus lebih kita
perhatikan. Manakala seorang muslim telah mendengarkan Al-Qur’an bila dibacakan, maka Allah
senang pada orang tersebut sehingga Allah mau memberi rahmat kepadanya. Allah berfirman yang
artinya: Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan
tenang agar kamu mendapat rahmat (QS 7:204).

Keenam, taubat dari segala dosa yang telah dilakukan, hal ini karena secara harfiyah, taubat berarti
kembali, yakni kembali kepada Allah. Dengan taubat, manusia berarti mau mendekati Allah lagi dan
Allah senang kepada siapa saja yang mau bertaubat, sebanyak apapun dosa yang sudah dilakukannya,
menyadari terhadap kesalahan yang dilakukan. Menyesali, bertekad untuk tidak mengulanginya dan
membuktikan bahwa dia betul-betul telah meninggalkan segala perbuatan salahnya dengan
menggantinya kepada segala kebaikan., inilah yang membuat Allah cinta kepadanya sehingga rahmat
Allah akan diberikan kepadanya, hal ini difirmankan Allah yang artinya:  Dia (Nabi Shaleh) berkata:
Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakan keburukan sebelum (kamu minta) kebaikan?.
Hendaklah kamu minta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat  (QS 27:46).

Menuju Kembali Kepada Fitrah 29


Materi Kultum Ramadhan

Ayat yang menyebutkan kecintaan Allah kepada orang yang bertaubat adalah yang artinya:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat  dan mencintai orang-orang yang
membersihkan diri” (QS 2:222).

Materi 17
Ukhuwah Islamiyah

“Tidaklah dua orang muslim berjumpa, lalu keduanya berjabat tangan, kecuali keduanya
diampuni sebelum keduanya bepisah.” (H.R. Abu Daud)

Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al Muwatha’ dari abi Idris Al Khaulany
rahimahullah bahwa ia berkata: “Aku pernah masuk Masjid Damaskus. Tiba-tiba aku
jumpai seorang pemuda yang murah senyum yang dikerumuni banyak orang. Jika
Mereka berselisih tentang sesuatu maka mereka mengembalikan kepada pemuda tersebut
dan meminta pendapatnya. Aku bertanya tentang dia, lalu dikatakan oleh mereka,’Ini
Muadz bin Jabal.’ Keesokan harinya , pagi-pagi sekali aku dating ke masjid itu lagi dan
kudapati dia telah berada di sana tengah melakukan shalat. Kutunggu ampai dia selesai
melakukan shalat kemudian aku temui dan kuucapkan salam kepadanya. Aku
berkata,’Demi Alloh aku mencintaimu. Lalu ia bertanya.’Apakah Alloh tidak lebih kau
cintai?’ Aku jawab,’Ya Alloh aku cintai’. Lalu ia memegang ujung selendangku dan
menariknya seraya berkata,’Bergembiralah karena sesungguhnya aku pernah mendengar
Rasulullah saw, berabda,”Alloh berfirman, cinta-Ku pasti akan mereka peroleh bagi
orang yang saling memadu cinta karena Aku, saling mengunjungi karena Aku, dan saling
memberi karena Aku.”

Makna Ukhuwah Islamiyah


Kata ukhuwah berakar dari kata kerja akha, misalnya dalam kalimat “akha fulanun
shalihan”, (Fulan menjadikan Shalih sebagai saudara). Makna ukhuwah menurut Imam
Hasan Al Banna: Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain
dengan ikatan aqidah.
Hakekat Ukhuwah Islamiyah:
1.Nikmat Allah (Q.S. 3:103)
2.Perumpamaan tali tasbih (Q.S.43:67)
3.Merupakan arahan Rabbani (Q.S. 8:63)
4.Merupakan cermin kekuatan iman (Q.S.49:10)

Ukhuwah Islamiyah bersifat abadi dan universal karena berdasarkan akidah dan syariat
Islam. Ukhuwah Jahiliyah bersifat temporer (terbatas waktu dan tempat), yaitu ikatan
selain ikatan akidah (missal:ikatan keturunan orang tua-anak, perkawinan, nasionalisme,
kesukuan, kebangsaan, dan kepentingan pribadi)

Menuju Kembali Kepada Fitrah 30


Materi Kultum Ramadhan

Materi 18
Peringkat-Peringkat Ukhuwah

Peringkat-Peringkat Ukhuwah:

1. Ta’aruf adalah saling mengenal sesama manusia. Saling mengenal antara kaum muslimin
merupakan wujud nyata ketaatan kepada perintah Allah SWT (Q.S. Al Hujurat: 13)
2. Tafahum adalah saling memahami. Hendaknya seorang muslim memperhatikan keadaan
saudaranya agar bisa bersegera memberikan pertolongan sebelum saudaranya meminta,
karena pertolongan merupakan salah satu hak saudaranya yang harus ia tunaikan. Abu
Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda, “Barangsiapa menghilangkan
kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan satu kesusahannya di hari
kiamat. Barang siapa menutupi aib di hari kiamat. Allah selalu menolong seorang hamba
selama dia menolong saudaranya.” (H.R. Muslim)
3. Ta’awun adalah saling bekerja sama dan membantu tentu saja dalam kebaikan dan
meninggalkan kemungkaran
4. Takaful, adalah saling menanggung kesulitan yang dialami saudaranya

Hal-hal yang menguatkan ukhuwah islamiyah:


1. Memberitahukan kecintaan kepada yang kita cintai. Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin
Malik bahwa Rasulullah bersabda: “ Ada seseorang berada di samping Rasulullah lalu salah
seorang sahabat berlalu di depannya. Orang yang disamping Rasulullah tadi berkata: ‘Aku
mencintai dia, ya Rasullah.’ Lalu Nabi menjawab: ‘Apakah kamu telah memberitahukan
kepadanya?’ Orang tersebut menjawab: ‘Belum.’ Kemudian Rasulullah bersabda:
‘Beritahukan kepadanya.’ Lalu orang tersebut memberitahukan kepadanya seraya berkata: ‘
Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.’ Kemudian orang yang dicintai itu menjawab:
‘Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karena-Nya.”
2. Memohon didoakan bila berpisah “Tidak seorang hamba mukmin berdo’a untuk saudaranya
dari kejauhan melainkan malaikat berkata: ‘Dan bagimu juga seperti itu” (H.R. Muslim)
3. Menunjukkan kegembiraan dan senyuman bila berjumpa “Janganlah engkau meremehkan
kebaikan (apa saja yang dating dari saudaramu), dan jika kamu berjumpa dengan saudaramu
maka berikan dia senyum kegembiraan.” (H.R. Muslim)
4. Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim) “Tidak ada dua orang mukmin yang
berjumpa lalu berjabatan tangan melainkan keduanya diampuni dosanya sebelum berpisah.”
(H.R Abu Daud dari Barra’)
5. Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara)
6. Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu
7. Memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya
8. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya
9. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan

Materi 17
Manfaat Ukhuwah Islamiyah

Manfaat Ukhuwah Islamiyah

1. Merasakan lezatnya iman

Menuju Kembali Kepada Fitrah 31


Materi Kultum Ramadhan

2. Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7 golongan


yang dilindungi)
3. Mendapatkan tempat khusus di surga (Q.S. 15:45-48)

Di antara unsur-unsur pokok dalam ukhuwah adalah cinta. Tingkatan cinta yang
paling rendah adalah husnudzon yang menggambarkan bersihnya hati dari perasaan
hasad, benci, dengki, dan bersih dari sebab sebab permusuhan. Al-Qur’an
menganggap permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang dijatuhkan
Allah atas orang0orang yang kufur terhadap risalahNya dan menyimpang dari ayat-
ayatNya. Sebagaiman firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Ma’idah:14

Ada lagi derajat (tingkatan) yang lebih tinggi dari lapang dada (Salamatus shadr)) dan
cinta, yaitu itsar. Itsar adalah mendahulukan kepentingan saudaranya atas
kepentingan diri sendiri dalam segala sesuatu yang dicintai. Ia rela lapar demi
kenyangnya orang lain. Ia rela haus demi puasnya prang lain. Ia rela berjaga demi
tidurnya orang lain. Ia rela bersusah payah demi istirahatnya orang lain. Ia pun rela
ditembus peluru dadanya demi selamatnya orang lain. Islam menginginkan dengan
sangat agar cinta dan persaudaraan antara sesama manusia bisa merata di semua
bangsa, antara sebagian dengan sebagian yang lain. Islam tidak bisa dipecah-belah
dengan perbedaan unsure, warna kulit, bahasa, iklim, dan atau batas negara, sehingga
tidak ada kesempatan untuk bertikai atau saling dengki, meskipun berbeda-beda
dalam harta dan kedudukan.

Materi 18

Mengatasi Kesenjangan Sosial Dalam Islam

 Adalah sudah menjadi fakta, bahwa kegiatan ekonomi sekarang adalah melahirkan kesenjangan
pendapatan yang semakin lebar dan semakin besar. Misalnya, sebagaimana dikemukakan dalam
Human Development Report 2006 yang diterbitkan oleh UNDP (United Nations Development
Programme). Berdasarkan laporan tersebut, 10% kelompok kaya dunia menguasai 54% total kekayaan
dunia. Sedangkan sisanya 90% masyarakat dunia menguasai 46% total kekayaan dunia (Beik, 2006).
Salah satu faktor utama yang menyebabkan besarnya kesenjangan pendapatan tersebut adalah karena
ketiadaan mekanisme distribusi kekayaan yang mencerminkan prinsip keadilan dan keseimbangan,

Menuju Kembali Kepada Fitrah 32


Materi Kultum Ramadhan

sehingga kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok. Padahal Allah SWT sangat
menentang perputaran harta di tangan kelompok elit masyarakat saja, sebagaimana yang dinyatakan-
Nya dalam QS Al-Hasyr: 7: “....supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya
saja di antara kamu...” (QS. al-Hasyr: 7).

 Dalam ajaran Islam, salah satu mekanisme distribusi pendapatan dan kekayaan ini adalah melalui
instrumen zakat, infak dan sedekah (ZIS). Rasulullah SAW, dalam sebuah Hadits riwayat Imam al-
Ashbahani dari Imam Thabrani, menyatakan: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas
hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin
terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan
yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan
meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang
pedih” (HR. Thabrani dalam Al Ausath dan Ash Shoghir).

 Hadits tersebut memberikan dua isyarat. Pertama, kemiskinan bukanlah semata-mata disebabkan oleh
kemalasan untuk bekerja (kemiskinan kultural), akan tetapi juga akibat dari pola kehidupan yang tidak
adil (kemiskinan struktural) dan merosotnya kesetiakawanan sosial, terutama antara kelompok kaya
dan kelompok miskin. Lapoe dan Colin (1978) serta George (1981) menyatakan bahwa penyebab
utama kemiskinan adalah ketimpangan sosial ekonomi akibat adanya sekelompok kecil orang-orang
yang hidup mewah di atas penderitaan orang banyak, dan bukannya disebabkan oleh semata-mata
kelebihan jumlah penduduk (over population). Kedua, jika zakat, infak, dan sedekah dapat
dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan dikelola dengan baik, apakah dalam aspek pengumpulan
ataupun dalam aspek pendistribusian, kemiskinan dan kefakiran ini akan dapat ditanggulangi, paling
tidak dapat diperkecil (Hafidhuddin, 1998). Dalam Alquran dan Hadits, zakat, infaq dan sedekah di
samping sering digandengkan dengan salat, juga digandengkan dengan kegiatan riba, misalnya dalam
QS. Ar-Rum: 39 dan QS. Al-Baqarah: 276. Hal ini mengisyaratkan bahwa optimalisasi ZIS akan
memperkecil kegiatan ekonomi yang bersifat ribawi.

 Karena itu, gerakan penyadaran zakat hakikatnya adalah gerakan untuk menghilangkan kesenjangan,
baik kesenjangan pendapatan maupun kesenjangan sosial, yang berbahaya bagi kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa. 

Materi 19
Al Qur’an Terjaga Keasliannya

Walaupun terjadi penyimpangan di sana-sini terhadap Al-qur’an, tetapi pada akhirnya


penyimpangan tersebut akan terkalahkan dan Allah akan meluruskan kembali. Sungguh Allah
telah menentukan hal demikian, sebagai sunatullah, agar kita berlomba-lomba dalam beramal dan
nyata antara yang benar dan yang salah. “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran, dan
Kami tentu menjaganya.” (QS 15:9)
Di satu sisi banyak umat mendustakan, di satu sisi lain akan banyak umat yang membenarkan.
Telah dibuktikan secara ilmiah oleh ilmuwan-ilmuwan kaliber dunia bahwa Al-qur’an adalah
ayat-ayat yang berlaku sepanjang masa dan penemuan-penemuan ilmiah mereka ternyata hanya
membenarkan dan memperjelas kandungan-kandungan dan hukum-hukum yang telah
dicantumkan dalam Al-qur’an.
”Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar (sumber sinar) dan bulan bercahaya (memantulkan
cahaya) dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat, garis edar yang tetap) bagi
perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah

Menuju Kembali Kepada Fitrah 33


Materi Kultum Ramadhan

tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui (berilmu)”. (Surat 10: Yunus ayat 5).
Al-qur’an adalah proyek Allah berisi tuntunan keselamatan kehidupan universal, dan dengan
keterbatasan manusia yang hanya diberikan ilmu dan kemampuan sedikit dan dipenuhi nafsu
serakah dan selalu dikelilingi setan (manusia dan jin) akan menjadi tersesat jika menafsirkan Al-
qur’an dengan hawa nafsunya.
Banyak cara Allah menjaga Al-Qur’an. Sejak zaman rosulullah, ada ribuan penghafal-penghafal
Al-qur’an sehingga tidak akan ada kekeliruan penyalinan ayat, dan jika ada akan
langsung terbongkar. Apalagi sekarang, ada jutaan penghafal Al-Qur’an. Disamping itu, telah
ditemukan rumus-rumus matematika sangat menakjubkan, jelas diluar kemampuan manusia
apalagi Muhammad yang buta huruf, dengan temuan tersebut akan menjadikan sangat
memudahkan “menemukan Al-Qur’an Palsu”.
Setiap muslim pasti meyakini kebenaran Quran sebagai kitab suci yang tidak ada keraguan
sedikitpun, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Namun kemukjizatan Quran tidak
hanya dibuktikan lewat kesempurnaan kandungan, keindahan bahasa, ataupun kebenaran ilmiah
yang sering mengejutkan para ahli. Suatu kode matematik yang terkandung di dalamnya
misalnya, tak terungkap selama berabad-abad lamanya sampai seorang sarjana pertanian Mesir
bernama Rashad Khalifa berhasil menyingkap tabir kerahasiaan tersebut. Hasil penelitiannya
yang dilakukan selama bertahun-tahun dengan bantuan komputer ternyata sangat
mencengangkan. Betapa tidak, ternyata didapati bukti-bukti surat-surat/ayat-ayat dalam Quran
serba berkelipatan angka 19.

Penemuannya tersebut berkat penafsirannya pada surat ke-74 ayat : 30-31,


yang artinya :
" Di atasnya ada sembilanbelas (malaikat penjaga). (QS. 74:30)

Materi 20
Pengertian Al Qur’an

Secara Bahasa (Etimologi)

Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (‫ )قرأ‬yang bermakna Talaa (‫)تال‬
[keduanya bererti: membaca], atau bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi).
Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa Qur’aanan (‫ )قرأ قرءا وقرآنا‬sama seperti anda
menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan (‫را وغفرانا‬FF‫)غفر غف‬. Berdasarkan makna
pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism
Maf’uul, ertinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni:
Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, ertinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi)
kerana ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.*

Secara Syari’at (Terminologi)

Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya,
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat an-Naas.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 34


Materi Kultum Ramadhan

Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu


(hai Muhammad) dengan beransur-ansur.” (al-Insaan:23)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan


berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)

Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah,
mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin akan menjaganya
sebagaimana dalam firman-Nya, “Sesunggunya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an
dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)

Oleh kerana itu, selama berabad-abad telah berlangsung namun tidak satu pun musuh-
musuh Allah yang berupaya untuk merubah isinya, menambah, mengurangi atau pun
menggantinya. Allah SWT pasti menghancurkan tabirnya dan membuka tipudayanya.

Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan
keagungan, keberkatan, pengaruhnya dan keuniversalannya serta menunjukkan bahawa ia
adalah pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.

Allah ta’ala berfirman, “Dan sesunguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang
dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung.” (al-Hijr:87)

Dan firman-Nya, “Qaaf, Demi al-Quran yang sangat mulia.” (Qaaf:1)

Dan firman-Nya, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan
berkah supaya mereka memerhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Shaad:29)

Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati,
maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (al-An’am:155)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia.” (al-
Waqi’ah:77)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan )


yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang
menjajakan amal saleh bahawa bagi mereka ada pahala yang benar.” (al-Isra’:9)

Dan firman-Nya, “Kalau sekiranya kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah
gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada
Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka
berfikir.” (al-Hasyr:21)

Dan firman-Nya, “Dan apabila diturunkan suatu surah maka di antara mereka (orang-
orang munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya
dengan (turunnya) surat ini.? ‘ Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini

Menuju Kembali Kepada Fitrah 35


Materi Kultum Ramadhan

menambah imannya sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di
dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surah ini bertambah kekafiran mereka, di
samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (at-
Taubah:124-125)

Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku
memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-Qur’an
(kepadanya)…” (al-An’am:19)

Dan firman-Nya, “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah
terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad yang benar.” (al-Furqan:52)

Dan firman-Nya, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk


menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi orang-
orang yang berserah diri.” (an-Nahl:89)

Dan firman-Nya, “Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, iaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian* terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan…” (al-Maa’idah:48)

Al-Qur’an al-Karim merupakan sumber syari’at Islam yang kerananya Muhammad


shallallaahu ‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia. Allah ta’ala
berfirman,

Dan firman-Nya, “Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan (al-Qur’an)
kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan
manusia).” (al-Furqaan:1)

Sedangkan Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam juga merupakan sumber Tasyri’
(legislasi hukum Islam) sebagaimana yang dikukuhkan oleh al-Qur’an. Allah ta’ala
berfirman, “Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati
Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta’atan itu), maka Kami tidak
mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (an-Nisa’:80)

Dan firman-Nya, “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (al-Ahzab:36)

Dan firman-Nya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa
yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…” (al-Hasyr:7)

Dan firman-Nya, “Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
nescaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran:31)

Menuju Kembali Kepada Fitrah 36


Materi Kultum Ramadhan

Materi 21

Manfaat Membaca Al Qur’an

Sebagai wahyu yang Allah turunkan kepada nabi-Nya, tentu al-Qur'an memiliki keutamaan dan
keistimewaan tersendiri bagi para pembaca dan penggemarnya. Ayat-ayat al-qur'an yang kita
baca sehari-sehari tidak lepas dari karunia Allah untuk setiap muslim yang demikian besar.
Karena saking istimewanya al-Qur'an ini dari kitab-kitab samawi lainnya, Allah memberikan
tempat istimewa bagi para pecintanya.

Oleh karena bagi anda yang ingin memaksimalkan peran al-Qur'an dalam kehidupan, nampaknya
harus lebih banyak lagi mengetahui manfaat dan perannya, terutama untuk kehidupan. Di antara
manfaat itu adalah:
1. Ayat-ayat al-Qur'an yang dibaca setiap hari akan memberikan motivasi dan penyemangat bagi
si pembacanya.
2. Ketika membaca al-Qur'an, Allah menegur diri kita pada setiap ayat-ayat Nya.
3. Bacaan al-Qur'an yang melibatkan emosi akan memberikan kedamaian dan ketenangan yang
tidak bisa dilukiskan, seperti yang dialami dan dirasakan oleh Sayyid Quthb Rahimahullah.
4. Orang yang membaca al-Qur'an akan senantiasa ingat Allah dan kembali kepada-Nya.
5. Orang yang membaca al-Qur'an akan selalu berada dalam kecukupan dan nikmat Allah meski
ia merasakan serba kurang di dunia.
6. Ayat-ayat Alloh akan menjadi penjaganya selama ia hidup di dunia, karena ia telah menjaga
ayat-ayat-Nya.
7. Orang yang paham al-Qur'an adalah orang yang memiliki banyak ilmu.
8. Orang yang membaca al-Qur'an bagaikan orang yang sedang menyelami samudera kehidupan,
dan mengambil manfaat darinya.
9. Orang yang selalu akrab dengan ayat-ayat akan diberikan jiwa yang sejuk, hati yang damai dan
pikiran yang jernih, sehingga membuatnya ingin selalu beramal, kreatif, inovatif dan produktif.
10. Orang yang membaca al-Qur'an akan selalu berada dalam kegembiraan dan penuh harapan, di
saat orang lain merasakan kesedihan, kecemasan dan rasa pesimis. Karena diri mereka selalu
dipompa dengan siraman ayat-ayat-Nya yang lembut.
11. Orang yang rajin membaca al-Qur'an akan selalu diberikan jalan kemudahan dan petunjuk
sehingga tidak mudah untuk menyimpang dan menyerah karena ayat-ayat Allah akan selalu
mengingatkan dirinya ketika dirinya 'tersandung dosa dan maksiat.'
12. Orang yang membaca dan menjaga al-Qur'an selalu berada dalam lindungan dan penjagaan
Allah. Ayat-ayat al-Qur'an mengajak pembacanya untuk senantiasa berpikir, merenung dan
beramal sebanyak-banyaknya.

Dan masih banyak manfaat-manfaat lainnya yang terus update dengan kondisi kehidupan
kita...Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu belajar dan meningkatkan diri untuk lebih
dekat lagi dengan al-Qur'an...Amiin

Materi 22
Al Qur’an Mu’jizat (Bagian Pertama): Membaguskan Bacaan Al Qur’an

Menuju Kembali Kepada Fitrah 37


Materi Kultum Ramadhan

Al Qur'an Al Karim merupakan mu'jizat Rasul yang agung termasuk mu'jizat yang indah
selain juga mu'jizat yang logis. Ia telah membuat bangsa Arab tidak mampu berkutik, yaitu
dengan keindahan bayannya, kerapian susunan dan uslubnya, dan keunikan suaranya apabila
dibaca, sehingga sebagian mereka menamakannya "Sihir."

Para ulama balaghah dan para sastrawan bangsa Arab sejak masa Abdul Qahir sampai Ar-
Raf"i dan Sayyid Quthb dan selain mereka pada zaman kita ini telah menjelaskan sisi I'jaz
bayani (kejelasan mu'jizat) atau sisi keindahan dalam kitab ini. Yang dituntut di dalam
membaca Al Qur'an adalah bertemunya antara keindahan suara dan tajwidnya sampai
keindahan bayan dan susunannya, oleh karena itu Allah SWT berfirman: "Dan bacalah Al
Qur'an itu dengan perlahan-lahan." (Al Muzzammil:4)

Rasulullah SAW bersabda "Bukanlah termasuk ummatku orang yang tidak melagukan Al
Qur'an." (HR. Bukhari)

Tetapi dengan lagu yang khusyu' bukan main-main atau merubah. "Hiasilah Al Qur'an itu
dengan suaramu." (HR. Muslim)

Dalam riwayat lainnya disebutkan "Sesungguhnya suara yang baik itu menambah Al Qur'an
menjadi baik." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa'i)

Rasulullah SAW juga bersabda kepada Abu Musa Al Asy'ari RA, "Seandainya kamu
melihatku, aku mendengarkan suaramu tadi malam, sungguh kamu telah diberi seruling dari
seruling keluarga Dawud." Abu Musa berkata, "Seandainya aku mengetahui hal itu, maka
aku akan membacakan untukmu dengan bacaan yang lebih baik." (HR. Muslim)

Rasulullah SAW juga bersabda: "Apa yang diizinkan Allah pada sesuatu, apa yang dizinkan
Allah kepada Nabinya (adalah) untuk membaguskan dalam melagukan Al Qur'an yang dia
baca dengan keras." (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

Dalam Al Qur'an terkandung unsur agama, ilmu, sastra dan seni secara bersamaan. Dia
mampu memberikan siraman ruhani, memberikan kepuasan akal, membangunkan perasaan,
memberikan kenikmatan pada perasaan dan memperlancar lisan.

Materi 23
Al Qur’an Mu’jizat (Bagian Kedua): Kalamullah

Bagaimanakah kita membuktikan Al-Quran itu adalah Kalam Allah?


Pertama, Al-Qur’an merupakan mu’jizat ( tidak ada seorangpun yang bisa mendatangkan
sepertinya, atau seperti surah di antara surah-surahnya ). Mu’jizat ini hanya diberikan
oleh Allah, kepada seorang rasulNya, sebagai bukti yang membenarkan bahwa ia benar-
benar utusan Allah. Sebagai Mu'jizat Al-Qur'an tentu dari Allah. Dan memang sampai

Menuju Kembali Kepada Fitrah 38


Materi Kultum Ramadhan

sekarang tidak ada seorangpun yang bisa mengarang sepertinya, sampai seperti surah
yang paling pendek pun masih belum ada yang bisa mendatangkannya.

Pada waktu Al-Qur'an diturunkan, orang-orang Arab berada di puncak kefasihan


berbahasa.Tapi ternyata tidak seorang pun dari mereka yang bisa membuat seperti Al-
Qur'an. Berbagai usaha telah dilakukan oleh sebagian penyair mereka. Tapi usaha mereka
gagal. Bahkan mereka sendiri mengakui bahwa Al-Qur'an memang bukan karangan
manusia. Imam Az Zarkasyi menyebutkan bahwa mu’jizat Al-Qur'an nampak dari segala
sisi ( lihat Al Burhan fi ulumil Qur'an, oleh Az Zarkasyi :Jilid:2,hal:237, Darul Ma'rifah,
Bairut1990) : dari rangkaian katanya yang indah " balaghah ", susunan ayat-ayat dan
surah-surahnya, kebenaran isinya, kesesuaian informasinya dengan penemuan final ilmu
pengetahuan.

Kedua, memang ada tuduhan bahwa Al-Qur'an karangan Nabi Muhammad SAW, namun
kemudian Imam Al-Baqillani dalam bukunya Ijazul Qur'an, mencoba membandingkan
antara hadits-hadits Nabi dan ayat-ayat Al-Qur'an, hasilnya sebuah kesimpulan bahwa
Al-Qur'an bukan karangan Nabi. Al-Qur'an kalam Allah. Sampai-sampai Al Baqillani
menantang. Kalau masih belum percaya silahkan kumpulkan hadits-hadits Nabi – ujar
Al Baqillani -, lalu susunlah sebagaimana susunan Al-Qur'an, anda akan menemukan
susunan yang tidak berkaitan antara satu hadits dengan lainnya.

Bandingkan dengan Al-Qur'an, teliti susunan ayatnya, sunan surah-surahnya, anda akan
menemukan suatu keterpaduan, saling berkaitan dari awal sampai akhir. Padahal ia
diturunkan secara berangsur-angsur. Para Ulama sepanjang sejarah telah membuktikan
hakikat kesatuan Al-Qur'an dengan susunannya yang ada. Di tambah lagi bahwa di dalam
Al-Qur'an banyak " khitab " yang ditujukan kepada Rasulullah. Bahkan ada yang berupa
teguran seperti yang terdapat dalam surat " Al Tahrim ", Rasulullah ditegur langsung
karena mengharamkan madu pada dirinya, untuk menjaga perasaan istrinya yang tidak
suka bau madu yang diminumnya.

Di permulaan surat " Abasa " juga teguran kepada Rasulullah kerena beliau bermuka
masam kepada Ibn Ummi Maktum yang pada waktu itu minta Rasulullah untuk
mengajarkannya Al-Qur'an, sementara Rasulullah sedang sibuk dalam sebuah pertemuan
dengan pemuka-pemuka Quraisy. Masuk akalkah seorang menegur dirinya senidiri dalam
buku yang dikarangnya? Kalau memang benar Al-Qur'an karangan Muhammad SAW.
Ketiga, Al-Qur'an sendiri menyuruh Rasulullah SAW untuk menantang siapa saja yang
dari mahluk yang ada, jin dan manusia untuk membuat sepertinya. Dalam (QS: Hud:13)
perintah untuk Nabi agar menantang mereka supaya mendatangkan sepuluh surah. Dalam
(QS:Yunus:38) perintah agar menantang mereka untuk mendatangkan satu surah. Pada
(QS:Al Baqarah:23) juga demikian.

Bahkan dalam (QS:Al Isra':88) Al-Qur'an menegaskan bahwa sekalipun jin dan manusia
berkumpul untuk mengarang seperti Al-Qur'an tidak akan bisa. Dan sampai sekarang Al-
Qur'an masih terus menantang, tapi tidak ada seorangpun yang bisa menjawab. Kalau
memang karangan Nabi Muhammad SAW, mengapa pakai perintah? Dan bentuk
perintah kepada Nabi Muhammad SAW, di dalam Al-Qur'an begitu banyak. Perhatikan

Menuju Kembali Kepada Fitrah 39


Materi Kultum Ramadhan

saja tiga surah terkahir : Al Ikhalsh, Al Falaq dan An Nas. Semuanya dimulai dengan
perintah " qul " ( katakan hai Muhammad ). Ini semua menunjukkan bahwa Al-Qur'an
kalam Allah.

Dan kalau Al-Qur'an karangan manusia, tentu tidak akan sampai sejauh ini berani
menantang. Sementara Al-Qur'an akan terus menantang sampai hari Kiamat. Suatu bukti
bahwa ia kalam Allah yang mu'jiz. Keempat, Silahakan anda bandingkan antara
penemuan ilmu pengetahuan yang sudah final ( bukan teori ), tentang alam, atau tentang
tubuh manusia dan lain sebagianya, lalu bandingkan dengan penegasan Al-Qur'an, anda
pasti akan mendapatkan hakikat yang sama. Mengapa, karena alam ini ciptaan Allah, dan
Al-Qur'an kalamNya. Sudah demikian banyak para ulama mengungkap hal ini dalam
pembahasan "al i'jazul ilmi lilqur'an".

Adakah akal manusia sejak sekian abad silam, bisa menjangkau penemuan ilmu yang
baru saja didapatkan tanpa sebuah penelitian? Kelima, di dalam Al-Qur'an banyak
informasi mengenai alam ghaib, seperti adanya surga dengan segala keindahannya, dan
neraka dengan segala kepedihannya, adanya hari kiamat, dan seterusnya yang semuanya
ini tidak mungkin dijangkau oleh akal manusia. Suatu bukti bahwa yang mempunyai
informasi seperti ini hanya Dia yang menciptakan alam, dan yang menentukan akhir
hidup manusia, yang mengatur kehidupan setelah matinya semua mahluk, dan yang
membagi ada yang ke surga dan yeng ke neraka.

Materi 24
Al Qur’an Membentuk Umat Mulia

"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al Qur'an) dan Dia
tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai bimbingan yang lurus, untuk
memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira
kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan
mendapat pembalasan yang baik, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya." ( Al Kahfi:
1-3)

Rabb kita telah memberikan kemuliaan kepada kita --sebagai kaum Muslimin-- dengan
menganugerahkan kitab suci yang terbaik yang diturunkan kepada manusia. Rabb kita juga, telah
memuliakan kita dengan mengutus nabi yang terbaik yang pernah diutus kepada manusia. Sesuai
firman Allah SWT:

"Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-
sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?" (Al Anbiyaa: 10).

Kitalah, kaum muslimin, satu-satunya umat yang memeliki manuskrip langit yang paling
autentik, yang mengandung firman-firman Allah SWT yang terakhir, yang diberikan untuk
menjadi petunjuk bagi umat manusia. Dan anugerah itu terus terpelihara dari perubahan dan
pemalsuan kata maupun makna. Karena Allah SWT. telah menjamin untuk memeliharanya, dan
tidak dibebankan tugas itu kepada siapapun dari sekalian makhluk-Nya:

Menuju Kembali Kepada Fitrah 40


Materi Kultum Ramadhan

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar


memeliharanya." (Al Hijr: 9).

Al Qur'an adalah kitab Ilahi seratus persen: "(Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun
dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha
Bijaksana lagi Maha Tahu." (Huud: 1)

"Dan sesungguhnya Al Qur'an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al
Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang
Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji." ( Fush-shilat: 41-42)

Tidak ada di dunia ini, suatu kitab, baik itu kitab agama atau kitab biasa, yang terjaga dari
perubahan dan pemalsuan, kecuali Al Qur'an. Tidak ada seorangpun yang dapat menambah atau
mengurangi satu hurup-pun darinya.

Ayat-ayatnya dibaca, didengarkan, dihapal dan dijelaskan, sebagaimana bentuknya saat


diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad Saw, dengan perantaraan ruh yang
terpercaya (Jibril).

Al Quran berisikan seratus empat belas surah. Seluruhnya dimulai dengan basmalah
(bismillahirrahmanirrahim). Kecuali satu surah saja, yaitu surah at Taubah. Ia tidak dimulai
dengan basmalah. Dan tidak ada seorang pun yang berani untuk menambahkan basmalah ini pada
surah at Taubah, baik dengan tulisan atau bacaan. Karena, dalam masalah Al Qur'an ini, tidak ada
tempat bagi akal untuk campur tangan.

Perhatian kaum muslimin terhadap Al Quran sedemikian besarnya, hingga mereka juga
menghitung ayat-ayatnya --bahkan kata-katanya, dan malah hurup-hurupnya--. Maka bagaimana
mungkin seseorang dapat menambah atau mengurangi suatu kitab yang dihitung kata-kata dan
hurup-hurupnya itu?!

Tidak ada di dunia ini suatu kitab yang dihapal oleh ribuan dan puluhan ribu orang, di dalam hati
mereka, kecuali Al Qur'an ini, yang telah dimudahkan oleh Allah SWT untuk diingat dan dihapal.
Maka tidak aneh jika kita menemukan banyak orang, baik itu lelaki maupun perempuan, yang
menghapal Al Qur'an dalam mereka. Ia juga dihapal oleh anak-anak kecil kaum Muslimin, dan
mereka tidak melewati satu hurup-pun dari Al Qur'an itu. Demikian juga dilakukan oleh banyak
orang non Arab, namun mereka tidak melewati satu hurup-pun dari Al Qur'an itu. Dan salah
seorang dari mereka, jika Anda tanya: "siapa namamu?" --dengan bahasa Arab-- niscaya ia tidak
akan menjawab! (Karena tidak paham bahasa Arab!, penj.). Ia menghapal Kitab Suci Rabbnya
semata untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, meskipun ia tidak memahami
apa yang ia baca dan ia hapal, karena ia tertulis dengan bukan bahasanya.

Al Qur'an tidak semata dijaga makna-makna, kalimat-kalimat serta lafazh-lafazhnya saja, namun
juga cara membaca dan makhraj hurup-hurupnya. Seperti kata mana yang harus madd (panjang),
mana yang harus ghunnah (dengung), izhhar (jelas), idgham (digabungkan), ikhfa (disamarkan)
dan iqlab (dibalik). Atau seperti yang digarap oleh suatu ilmu khusus yang dikenal dengan "ilmu
tajwid Al Qur'an".

Hingga rasam (metode penulisan) Al Qur'an, masih tetap tertulis dan tercetak hingga saat ini,
seperti tertulis pada era khalifah Utsman bin Affan r.a., meskipun metode dan kaidah penulisan
telah berkembang jauh. Hingga saat ini, tidak ada suatu pemerintah muslim atau suatu organisasi

Menuju Kembali Kepada Fitrah 41


Materi Kultum Ramadhan

ilmiah pun, yang berani merubah metode penulisan Al Qur'an itu, dan menerapkan kaidah-kaidah
penulisan yang berlaku bagi seluruh buku, media cetak, koran dan lainnya yang ditulis dan
dicetak, bagi Al Qur'an.

Materi 25

Al Qur’an Cahaya

Allah menurunkan Al Qur'an untuk memberikan kepada manusia tujuan yang paling
mulia, dan jalan yang paling lurus."Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk
kepada (jalan) yang lebih lurus."(Al Israa: 9)

"Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke
jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari
gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki
mereka ke jalan yang lurus." ( Al Maaidah: 15-16)

Al Qur'an adalah "cahaya" yang dianugerahkan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya,


di samping cahaya fithrah dan akal: "Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis)." (An Nuur:
35). Dan Al Qur'an mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai cahaya, dalam banyak ayat.

Seperti dalam firman Allah SWT: "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mu'jizatnya) dan telah Kami
turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur'an)." (An Nisaa: 174)

"Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al Qur'an)
yang telah Kami turunkan." (At Taghaabun: 8).

Dan berfirman kepada para sahabat Rasulullah Saw dengan firman-Nya: "Dan mengikuti
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an)." (Al A'raaf: 157)

Di antara karakteristik cahaya adalah: Dirinya sendiri telah jelas, kemudian ia


memperjelas yang lain. Ia membuka hal-hal yang samar, menjelaskan hakikat-hakikat,
membongkar kebatilan-kebatilan, menolak syubhat (kesamaran), menunjukkan jalan bagi
orang-orang yang sedang kebingungan saat mereka gamang dalam menapaki jalan atau
tidak memiliki petunjuk jalan, serta menambah jelas dan menambah petunjuk bagi orang

Menuju Kembali Kepada Fitrah 42


Materi Kultum Ramadhan

yang telah mendapatkan petunjuk. Dan jika Al Qur'an mendeskripsikan dirinya sebagai
"cahaya", dan dia adalah "cahaya yang istimewa", ia juga mendeskripsikan Taurat dengan
kata yang lain: "Di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)."

Seperti dalam firman Allah SWT: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat
di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)". (Al Maaidah: 44)

Demikian juga mendeskripsikan Injil seperti itu, seperti dalam firman Allah SWT tentang
Nabi 'Isa: "Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya (yang menerangi) ." (Al Maidah: 46)

Perbedaan dalam dua pengungkapan itu menunjukkan perbedaan antara Al Qur'an dengan
kitab-kitab suci lainnya. Seperti diungkapkan oleh Al Bushiry dalam Lamiah-nya: "Maha
Besar Allah, sesungguhnya agama Muhammad Dan kitab sucinya adalah kitab suci yang
paling lurus dan paling teguh Jangan sebut kitab-kitab suci lainnya di depannya Karena,
saat mentari pagi telah bersinar, ia akan memadamkan pelita-pelita".

Hal itu karena Al Qur'an ini datang untuk membenarkan kitab-kitab suci yang telah turun
sebelumnya. Yaitu yang berkaitan dengan pokok-pokok aqidah dan akhlak, sebelum
kitab-kitab itu dipalsukan dan diubah tangan manusia. Al Qur'an juga mengungguli kitab-
kitab suci sebelumnya, yaitu dengan mengoreksi dan meluruskan tambahan-tambahan
dan perubahan-perubahan yang telah disisipkan oleh manusia dalam kitab-kitab itu.
Tentang hal ini Allah SWT berfirman: "Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an
dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab
(yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu." (Al
Maaidah: 48)

Al Qur'an juga mempunyai maksud dan tujuan diturunkanya, di antaranya: meluruskan


kepercayaan-kepercayaan dan pola pandang manusia tentang Tuhan, kenabian, dan
balasan atas amal perbuatan, serta meluruskan pola pandangan tentang manusia,
kemuliaannya dan menjaga hak-haknya, menghubungkan manusia dengan Rabbnya,
membersihkan jiwa manusia, membentuk keluarga, membangun umat yang saleh, yang
dianugerahkan amanah untuk menjadi saksi bagi manusia, mengajak untuk menciptakan
dunia manusia yang saling kenal mengenal dan tidak saling mengisolasi diri, saling
memberi maaf dan tidak saling membenci secara fanatik, serta untuk bekerja sama dalam
kebaikan dan ketaqwaan, bukan dalam kejahatan dan permusuhan.

Kita berkewajiban untuk memperlakukan Al Qur'an ini secara baik: dengan menghapal
dan mengingatnya, membaca dan mendengarkannya, serta mentadabburi dan
merenungkannya.

Materi 26

Interaksi Dengan Al Qur’an

Menuju Kembali Kepada Fitrah 43


Materi Kultum Ramadhan

Sebagai seorang Muslim kita berkewajiban untuk berlaku baik dan benar terhadap Al
Qur’an dalam memahami dan menafsirkannya. Tidak ada yang lebih baik dari usaha kita
untuk mengetahui kehendak Allah SWT terhadap kita. Dan Allah SWT menurunkan
kitab-Nya agar kita mentadabburinya, memahami rahasia-rahasianya, serta
mengeksplorasi mutiara-mutiara terpendamnya. Dan setiap orang berusaha sesuai dengan
kadar kemampuannya.

Namun yang disayangkan, dalam bidang ini telah terjadi kerancuan yang berbahaya,
yaitu dalam memahami dan menafsirkan Al Qur'an. Oleh karena itu harus dibuat rambu-
rambu dan petunjuk yang mampu menjaga dari kekeliruan dalam usaha ini, serta perlu
diberikan peringatan tentang ranjau-ranjau yang menghadang di jalan, yang dapat
berakibat patal jika dilanggar.

Tidak selayaknya umat Al Qur'an mengalami hal yang sama yang pernah terjadi dengan
umat Taurat, yang diungkapkan oleh Al Qur'an dalam firman-Nya: "Perumpamaan orang-
orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah
seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal." (Al Jumu'ah: 5).

Kita juga harus berlaku baik terhadap Al Qur'an dengan mengikuti petunjuknya,
mengerjakan ajarannya, menghukum dengan syari'atnya serta mengajak manusia
mengikuti petunjuknya. Ia adalah manhaj bagi kehidupan individu, undang-undang bagi
aturan politik, serta petunjuk dalam berdakwah kepada Allah SWT.

Inilah yang berusaha dilakukan buku ini dalam empat bab utamanya, dengan bertumpu --
terutama-- pada Al Qur'an itu sendiri, karena ia adalah objek kita, namun ia juga petunjuk
itu.

Umat kita pada abad-abad pertama --yang merupakan abad-abad yang paling utama--
telah berinteraksi dengan baik terhadap Al Qur'an. Mereka berlaku baik dalam
memahaminya, mengetahui tujuan-tujuannya, berlaku baik dalam
mengimplementasikannya secara massive dalam kehidupan mereka, dalam bidang-bidang
kehidupan yang beragam, serta berlaku baik pula dalam mendakwahkannya. Contoh
terbaik hal itu adalah para sahabat. Kehidupan mereka telah diubah oleh Al Quran dengan
amat drastis dan revolusioner. Al Qur'an telah merubah mereka dari perilaku-perilaku
jahiliyah menuju kesucian Islam, dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke dalam
cahaya. Kemudian mereka diikuti oleh murid-murid mereka dengan baik, untuk
selanjutnya murid-murid generasi berikutnya mengikuti murid-murid para sahabat itu
dengan baik pula. Melalui mereka itulah Allah SWT memberikan petunjuk kepada
manusia, membebaskan negeri-negeri, memberikan kedudukan bagi mereka di atas bumi,
sehingga mereka kemudian mendirikan negara yang adil dan baik, serta peradaban ilmu
dan iman.

Kemudian datang generasi-generasi berikutnya, yang menjadikan Al Qur'an terlupakan,


mereka menghapal hurup-hurupnya, namun tidak memperhatikan ajaran-ajarannya.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 44


Materi Kultum Ramadhan

Mereka tidak mampu berinteraksi secara benar dengannya, tidak memprioritaskan apa
yang menjadi prioritas Al Qur'an, tidak menganggap besar apa yang dinilai besar oleh Al
Qur'an serta tidak menganggap kecil apa yang dinilai kecil oleh Al Qur'an. Di antara
merek ada yang beriman dengan sebagiannya, namun kafir dengan sebagiannya lagi,
seperti yang dilakukan oleh Bani Israel sebelum mereka terhadap kitab suci mereka.
Mereka tidak mampu berinteraksi secara baik dengan Al Qur'an, seperti yang
dikehendaki oleh Allah SWT. Meskipun mereka mengambil berkah dengan
membawanya serta menghias dinding-dinding rumah mereka dengan ayat-ayat Al Qur'an,
namun mereka lupa bahwa keberkahan itu terdapat dalam mengikut dan menjalankan
hukum-hukumnya. Seperti difirmankan oleh Allah SWT:

"Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia
dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat." (Al An'aam: 155)

Tidak ada jalan untuk membangkitkan umat dari kelemahan, ketertinggalan dan
keterpecah-belahan mereka selain dari kembali kepada Al Qur'an ini. Dengan
menjadikannya sebagai panutan dan imam yang diikuti. Dan cukuplah Al Qur'an sebagai
petunjuk:

"Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?." (An Nisaa: 122)

Materi 27
Bahaya Rumor/Ghibah (Bagian Pertama): Pengertian Ghibah

Islam merupakan agama sempurna yang Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan


kepada umat Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam. Kesempurnaan Islam ini
menunjukkan bahwa syariat yang dibawa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam itu
adalah rahmatal lil’alamin. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mengkhabarkan di dalam firman-Nya (artinya): “Tidaklah Aku mengutusmu melainkan
sebagai rahmatal lil’alamin.” (Al Anbiya’: 107)

Diantara wujud kesempurnaan agama Islam sebagai rahmatal lil’alamin, adalah Islam
benar-benar agama yang dapat menjaga, memelihara dan menjunjung tinggi kehormatan,
harga diri, harkat dan martabat manusia secara adil dan sempurna. Kehormatan dan harga
diri merupakan perkara yang prinsipil bagi setiap manusia.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 45


Materi Kultum Ramadhan

Setiap orang pasti berusaha untuk menjaga dan mengangkat harkat dan martabatnya. Ia
tidak rela untuk disingkap aib-aibnya atau pun dibeberkan kejelekannya. Karena hal ini
dapat menjatuhkan dan merusak harkat dan martabatnya di hadapan orang lain.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“Setiap muslim terhadap muslim lainnya diharamkan darahnya, kehormatannya, dan


juga hartanya.” (H.R Muslim no. 2564)

Hadits di atas menjelaskan tentang eratnya hubungan persaudaraan dan kasih sayang
sesama muslim. Bahwa setiap muslim diharamkan menumpahkan darah (membunuh) dan
merampas harta saudaranya seiman. Demikian pula setiap muslim diharamkan
melakukan perbuatan yang dapat menjatuhkan, meremehkan, atau pun merusak
kehormatan saudaranya seiman. Karena tidak ada seorang pun yang sempurna dan
ma’shum (terjaga dari kesalahan) kecuali para Nabi dan Rasul. Sebaliknya selain para
Nabi dan Rasul termasuk kita tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan.

Suatu fenomena yang lumrah terjadi di masyarakat kita dan cenderung disepelekan,
padahal akibatnya cukup besar dan membahayakan, yaitu ghibah (menggunjing). Karena
dengan perbuatan ini akan tersingkap dan tersebar aib seseorang, yang akan menjatuhkan
dan merusak harkat dan martabatnya.

Tahukah anda apa itu ghibah? Sesungguhnya kata ini tidak asing lagi bagi kita. Ghibah
ini erat kaitannya dengan perbuatan lisan, sehingga sering terjadi dan terkadang di luar
kesadaran.

Ghibah adalah menyebutkan, membuka, dan membongkar aib saudaranya dengan


maksud jelek. Al Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari shahabat Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda: “Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah? Para shahabat berkata: “Allah dan
Rasul-Nya yang lebih tahu.” Kemudian beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“Engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu yang dia membecinya, jika
yang engkau sebutkan tadi benar-benar ada pada saudaramu sungguh engkau telah
berbuat ghibah, sedangkan jika itu tidak benar maka engkau telah membuat kedustaan
atasnya.”

Di dalam Al Qur’anul Karim Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat mencela perbuatan


ghibah, sebagaimana firman-Nya (artinya):

“Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian
menggunjing (ghibah) kepada sebagian yang lainnya. Apakah kalian suka salah seorang
diantara kalian memakan daging saudaramu yang sudah mati? Maka tentulah kalian
membencinya. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima taubat dan Maha Pengasih.” (Al Hujurat: 12)

Menuju Kembali Kepada Fitrah 46


Materi Kultum Ramadhan

Al Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i berkata dalam tafsirnya: “Sungguh telah disebutkan
(dalam beberapa hadits) tentang ghibah dalam konteks celaan yang menghinakan. Oleh
karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyerupakan orang yang berbuat ghibah seperti
orang yang memakan bangkai saudaranya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala … (pada ayat di atas). Tentunya itu perkara yang kalian benci dalam tabi’at,
demikian pula hal itu dibenci dalam syari’at. Sesungguhnya ancamannya lebih dahsyat
dari permisalan itu, karena ayat ini sebagai peringatan agar menjauh/lari (dari perbuatan
yang kotor ini -pent). ” (Lihat Mishbahul Munir)

Materi 28
Bahaya Ghibah (Bagian Kedua): Kriteria Ghibah

1. Menggambarkan keburukan bentuk tubuh seseorang


Suatu hari Aisyah radhiyallahu’anha pernah berkata kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
tentang Shafiyyah bahwa dia adalah wanita yang pendek. Maka beliau Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda: “Sungguh engkau telah berkata dengan suatu kalimat yang kalau seandainya dicampur
dengan air laut niscaya akan merubah air laut itu.” (H.R. Abu Dawud 4875 dan lainnya)
Asy Syaikh Salim bin Ied Al Hilali berkata: “Dapat merubah rasa dan aroma air laut, disebabkan
betapa busuk dan kotornya perbutan ghibah. Hal ini menunjukkan suatu peringatan keras dari
perbuatan tersebut.” (Lihat Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhush Shalihin 3/25)
2. Membicarakan keburukan orang lain
Dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda: “Ketika aku mi’raj (naik di langit), aku melewati suatu kaum yang kuku-kukunya dari
tembaga dalam keadaan mencakar wajah-wajah dan dada-dadanya. Lalu aku bertanya: “Siapakah
mereka itu wahai malaikat Jibril?” Malaikat Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang
memakan daging-daging manusia dan merusak kehormatannya.” (H.R. Abu Dawud no. 4878 dan
lainnya). Yang dimaksud dengan ‘memakan daging-daging manusia’ dalam hadits ini adalah berbuat
ghibah (menggunjing), sebagaimana permisalan pada surat Al Hujurat ayat: 12.
Dari shahabat Ibnu Umar radhiyallahu’anhu, bahwa beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya yang belum sampai ke dalam hatinya, janganlah
kalian mengganggu kaum muslimin, janganlah kalian menjelek-jelekkannya, janganlah kalian
mencari-cari aibnya. Barang siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim niscaya Allah
akan mencari aibnya. Barang siapa yang Allah mencari aibnya niscaya Allah akan menyingkapnya
walaupun di dalam rumahnya.” (H.R. At Tirmidzi dan lainnya)
Dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Suatu ketika kami pernah
bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mencium bau bangkai yang busuk. Lalu Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam berkata: ‘Apakah kalian tahu bau apa ini? (Ketahuilah) bau busuk ini
berasal dari orang-orang yang berbuat ghibah.” (H.R. Ahmad 3/351)
Dari shahabat Sa’id bin Zaid radhiyallahu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda:

Menuju Kembali Kepada Fitrah 47


Materi Kultum Ramadhan

“Sesungguhnya termasuk riba yang paling besar (dalam riwayat lain: termasuk dari sebesar besarnya
dosa besar) adalah memperpanjang dalam membeberkan aib saudaranya muslim tanpa alasan yang
benar.” (H.R. Abu Dawud no. 4866-4967)
Dari ancaman yang terkandung dalam ayat dan hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan
ghibah ini termasuk perbuatan dosa besar, yang seharusnya setiap muslim untuk selalu berusaha
menghindar dan menjauh dari perbuatan tersebut.
Asy Syaikh Al Qahthani dalam kitab Nuniyyah hal. 39 berkata:
Janganlah kamu tersibukkan dengan aib orang lain, justru kamu lalai
Dengan aib yang ada pada dirimu, sesungguhnya itu dua keaiban
(Lihat Nashihati linnisaa’ hal. 32)
3. Membicarakan sesuatu yang tidak disukai saudaranya
Konteks dalam hadits: “Engkau menyebutkan sesuatu pada saudaramu yang dia membecinya.” Hadits
di tersebut secara zhahir mengandung makna yang umum, yaitu mencakup penyebutan aib dihadapan
orang tersebut atau diluar sepengetahuannya. Namun Al Hafizh Ibnu Hajar menguatkan bahwa ghibah
ini khusus di luar sepengetahuannya, sebagaimana asal kata ghibah (yaitu dari kata ghaib yang artinya
tersembunyi-pent) yang ditegaskan oleh ahli bahasa. Kemudia Al Hafizh berkata: “Tentunya
membeberkan aib di hadapannya itu merupakan perbuatan yang haram, tapi hal itu termasuk
perbuatan mencela dan menghina.” (Fathul Bari 10/470 dan Subulus Salam hadits no. 1583, lihat
Nashihati linnisaa’ hal. 29)
4. Mendengar pembicaraan ghibah tapi tidak melarangnya
Demikian pula bagi siapa yang mendengar dan ridha dengan perbuatan ghibah maka hal tersebut juga
dilarang. Semestinya dia tidak ridha melihat saudaranya dibeberkan aibnya. Dari shahabat Abu Dzar
radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Barang siapa yang mencegah terbukanya aib saudaranya niscaya Allah akan mencegah wajahnya dari
api neraka pada hari kiamat nanti.” (H.R. At Tirmidzi no. 1931 dan lainnya)
Demikian juga semestinya ia tidak ridha melihat saudaranya terjatuh dalam kemaksiatan yaitu berbuat
ghibah. Semestinya ia menasehatinya, bukan justru ikut larut dalam perbuatan tersebut. Kalau
sekiranya ia tidak mampu menasehati atau mencegahnya dengan cara yang baik, maka hendaknya ia
pergi dan menghindar darinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan orang-orang yang beriman itu bila¬ mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka
berpaling darinya, dan mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu,
semoga kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.” (Al Qashash:
55)
Dari shahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda:
“Barang siapa yang melihat kemungkaran hendaknya dia mengingkarinya dengan tangan. Bila ia tidak
mampu maka cegahlah dengan lisannya. Bila ia tidak mampu maka cegahlah dengan hatinya, yang
demikian ini selemah-lemahnya iman.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Namun bila ia ikut larut dalam perbuatan ghibah ini berarti ia pun ridha terhadap kemaksiatan,
tentunya hal ini pun dilarang dalam agama.
Bertaubat dari Ghibah
Lalu bagaimana cara bertaubat dari perbuatan ghibah? Apakah wajib baginya untuk memberi tahu
kepada yang dighibahi? Sebagian para ulama’ berpendapat wajib baginya untuk memberi tahu
kepadanya dan meminta ma’af darinya. Pendapat ini ada sisi benarnya jika dikaitkan dengan hak
seorang manusia. Misalnya mengambil harta orang lain tanpa alasan yang benar maka dia pun wajib
mengembalikannya.
Tetapi dari sisi lain, justru bila ia memberi tahu kepada yang dighibahi dikhawatirkan akan terjadi
mudharat yang lebih besar. Bisa jadi orang yang dighibahi itu justru marah yang bisa meruncing pada
percekcokan dan bahkan perkelahian. Oleh karena itu sebagian para ulama lainnya berpendapat tidak

Menuju Kembali Kepada Fitrah 48


Materi Kultum Ramadhan

perlu ia memberi tahukan kepada yang dighibahi tapi wajib baginya beristighfar (memohan ampunan)
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menyebutkan kebaikan-kebaikan orang yang dighibahi itu di
tempat-tempat yang pernah ia berbuat ghibah kepadanya. Insyaallah pendapat terakhir lebih
mendekati kebenaran. (Lihat Nashiihatii linnisaa’: 31)
Materi 29
Menggapai Keberkahan Hidup

Setiap orang tentu saja ingin memperoleh keberkahan dalam hidupnya di dunia ini. Karena itu
kita selalu berdo’a dan meminta orang lain mendo’akan kita agar segala sesuatu yang kita miliki
dan kita upayakan memperoleh keberkahan dari Allah Swt. Secara harfiyah, berkah berarti an
nama’ waz ziyadah yakni tumbuh dan bertambah, ini berarti Berkah adalah kebaikan yang
bersumber dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga apa yang
diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar manfaat kebaikannya. Kalau
sesuatu yang kita miliki membawa pengaruh negatif, maka kita berarti tidak memperoleh
keberkahan yang diidamkan itu.

Namun, Allah Swt tidak sembarangan memberikan keberkahan kepada manusia. Ternyata, Allah
SWT hanya akan memberi keberkahan itu kepada orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya.
Janji Allah SWT untuk memberikan keberkahan kepada orang yang beriman dan bertaqwa
dikemukakan dalam firman-Nya yang artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya” (QS 7:96).
Apabila manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau masyarakat
memperoleh keberkahan dari Allah Swt, maka kehidupannya akan selalu berjalan dengan baik,
rizki yang diperolehnya cukup bahkan melimpah, sedang ilmu dan amalnya selalu memberi
manfaat yang besar dalam kehidupan. Disilah letak pentingnya bagi kita memahami apa
sebenarnya keberkahan itu agar kita bisa berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya.

Bentuk Keberkahan
Secara umum, keberkahan yang diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang beriman bisa kita
bagi kedalam tiga bentuk. Pertama, berkah dalam keturunan, yakni dengan lahirnya generasi yang
shaleh.
Generasi yang shaleh adalah yang kuat imannya, luas ilmunya dan banyak amal shalehnya, ini
merupakan sesuatu yang amat penting, apalagi terwujudnya generasi yang berkualitas memang
dambaan setiap manusia. Kelangsungan Islam dan umat Islam salah satu faktornya adalah adanya
topangan dari generasi yang shaleh.
Generasi semacam itu juga memiliki jasmani yang kuat, memiliki kemandirian termasuk dalam
soal harta dan bisa menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya.
Keberkahan semacam ini telah diperoleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang ketika usia
mereka sudah begitu tua ternyata masih dikaruniai anak, bahkan tidak hanya Ismail yang shaleh,
sehat dan cerdas, tapi juga Ishak dan Ya’kub. Di dalam Al- Qur’an keberkahan semacam ini
diceritakan oleh Allah yang artinya: “Dan isterinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum.
Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishak dan dari Ishak (akan
lahir puteranya) Ya’kub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku aka melairkan
anak, padahal aku adalah perempuan seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan
yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh". Para malaikat itu
berkata: "Apakahkamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan
keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi
Maha Pemurah" (QS 11:71-73).

Menuju Kembali Kepada Fitrah 49


Materi Kultum Ramadhan

Kedua, keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan thayyib, hal ini karena
ulama ahli tafsir, misalnya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa keberkahan dari langit dan bumi
sebagaimana yang disebutkan dalam firman surat Al A’raf: 96 di atas adalah rizki yang diantara
rizki itu adalah makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal jenisnya
juga halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi Allah, dia tidak akan
menghalalkan segala cara dalam memperoleh nafkah.

Di samping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni yang sehat dan bergizi
sehingga makanan yang halal dan tayyib itu tidak hanya mengenyangkan tapi juga dapat
menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya dengan tenaga yang kuat itu digunakan untuk
melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai kebaikan sebagai bukti dari ketaqwaannya kepada
Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa
yang telah Allah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-
Nya (QS 5:88).
Karena itu, agar apa yang dimakan juga membawa keberkahan yang lebih banyak lagi, meskipun
sudah halal dan thayyib, makanan itu harus dimakan sewajarnya atau secukupnya, hal ini karena
Allah sangat melarang manusia berlebih-lebihan dalam makan maupun minum, Allah Swt
berfirman yang artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indak di setiap memasuki
masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (7:31).

Ketiga, berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk kebaikan, baik
dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun memperbanyak amal yang shaleh, karena
itu Allah menganugerahi kepada kita waktu, baik siang maupun malam dalam jumlah yang sama,
yakni 24 jam setiap harinya, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan
waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga pencapaian sesuatu yang baik ditempuh
dengan penggunaan waktu yang efisien, karena salah satu karakteristik waktu adalah tidak akan
bisa kembali lagi bila sudah berlalu, Allah berfirman yang artinya: “Demi masa. Sesungguhnya
manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal shaleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya
menetapi kesabaran” (QS 103:1-3).

Karena itu, bagi seorang muslim yang diberkahi Allah, waktu digunakan untuk bisa membuktikan
pengabdiannya kepada Allah Swt, meskipun dalam berbagai bentuk usaha yang berbeda, Allah
berfirman yang artinya: “Demi malam apabila menutupi, dan siang apabila terang benderang, dan
penciptaan laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun
orang yang memberikan (harta di jalan Allah) dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala
yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (92:1-7).
Materi 30
Kunci Keberkahan

Sebagai seorang muslim, keberkahan dari Allah untuk kita merupakan sesuatu yang amat penting.
Karena itu, ada kunci yang harus kita miliki dan usahakan dalam hidup ini. Sekurang-kurangnya,
ada dua faktor yang menjadi kunci keberkahan itu.
1. Iman dan Taqwa Yang Benar
Di dalam ayat di atas, sudah dikemukakan bahwa Allah akan menganugerahkan keberkahan
kepada hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Semakin mantap iman dan
taqwa yang kita miliki, maka semakin besar keberkahan yang Allah berikan kepada kita. Karena
itu menjadi keharusan kita bersama untuk terus memperkokoh iman dan taqwa kepada Allah Swt.
Salah satu ayat yang amat menekankan peningkatan taqwa kepada orang yang beriman adalah

Menuju Kembali Kepada Fitrah 50


Materi Kultum Ramadhan

firman Allah yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah
dengan sebenar-benar taqwa dan jangan sampai kamu mati kecuali dalam keadaan berserah
diri/muslim (QS 3:102).
Keimanan dan ketaqwaan yang benar selalu ditunjukkan oleh seorang mu’min dalam bentuk
melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, baik dalam keadaan senang
maupun susah, dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain. Tegasnya keimanan dan
ketaqwaan itu dibuktikan dalam situasi dan kondisi yang bagaimananpun juga dan dimanapun dia
berada.

2. Berpedoman kepada Al-Qur’an


Al-Qur’an merupakan sumber keberkahan sehingga apabila kita menjalankan pesan-pesan yang
terkandung di dalam Al-Qur’an dan berpedoman kepadanya dalam berbagai aspek kehidupan,
nicaya kita akan memperoleh keberkahan dari Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan Al-
Qur’an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah kami turunkan.
Maka mengapakah kamu mengingkarinya? (QS 21:50, lihat juga QS 38:29.6:155).

Karena harus kita jalankan dan pedomani dalam kehidupan ini, maka setiap kita harus mengimani
kebenaran Al-Qur’an bahwa dia merupakan wahyu dari Allah Swt sehingga tidak akan kita
temukan kelemahan dari Al-Qur’an, selanjutnya bisa dan suka membaca serta menjalankannya
dalam kehidupan sehari-hari, baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun
bangsa. Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa, keberkahan dari Allah yang kita dambakan itu,
memperolehnya harus dengan berdo’a dan berusaha yang sungguh-sungguh, yakni dalam bentuk
memantapkan iman dan taqwa serta selalu menjadikan Al- Qur’an sebagai pedoman dalam hidup
ini.

Materi Tambahan
Halal Bi Halal

Sebenarnyalah istilah Halalbihalal tidak dikenal oleh kalangan bangsa Arab, tidak pula ada pada
zaman Nabi saw. dan para sahabat. Karenanya, kamus bahasa Arab juga tak mengenal istilah itu.
Justru ‘halalbihalal’ masuk dan diserap Bahasa Indonesia dan diartikan sebagai “hal maaf-
memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan, biasanya diadakan di sebuah tempat
(auditorium, aula, dsb) oleh sekelompok orang dan merupakan suatu kebiasaan khas Indonesia.”

Para ulama kita terdahulu mendasarkan kegiatan halal bihalal tersebut pada sebuah hadits shahih
dari Imam Bukhari seperti di bawah ini:

Artinya: “Barangsiapa yang berbuat kezhaliman (kesalahan) kepada saudaranya sehingga


merendahkan derajatnya, maka hendaklah ia meminta halal hal tersebut dari saudaranya itu pada
hari ini.”

Menuju Kembali Kepada Fitrah 51


Materi Kultum Ramadhan

Ada dua hal yang perlu digarisbawahi di sini:

1. falyatahallal, yakni meminta halal, itu berarti bukan sekedar meminta maaf, tetapi juga harus
mengembalikan hak saudaranya yang telah ia langgar. Jika itu berupa barang, hendaknya
dikembalikan. Ketika orang saling meminta halal, maka terjadilah ‘halal-halalan’; yang
kemudian di-Arab-kan menjadi ‘halal-bi-halal’. Halal dengan halal. Acara ini kemudian
berkembang menjadi sangat bervariasi ragam bentuk dan acaranya hingga saat ini.
2. al-yauma, yakni pada hari ini. ‘Hari ini’ yang dimaksud tidak lain adalah hari raya Idul Fitri,
karena menurut sebagian riwayat, Rasulullah saw. mengucapkan hadits itu saat hari raya Idul
Fitri. Ada pula yang mengartikan ‘pada hari ini (juga)’. Yakni bahwa ketika kita membuat
kesalahan pada seseorang, hendaknya kita meminta halal kepadanya hari ini juga, jangan
ditunda-tunda. 

Mengapa halalbihalal dilaksanakan pada Syawal selepas Ramadhan?

Selain dasar hadits tersebut, bahwa al-yauma itu tidak lain adalah hari raya Idul Fitri, para ulama
mendasarkan juga pada QS. Al-Baqarah: 133-134, bahwa ciri orang yang bertakwa (sebagai
output dari ibadah ramadhan) salah satunya adalah al-kaazhimiinal gaidh, yakni ‘memaafkan
kesalahan manusia.’ Karena itu, ketika pada ramadhan kita memperbaiki hubungan vertikal
dengan Allah (hablun minallah), maka ketika Syawal tiba saatnya kita melengkapinya dengan
memperbaiki hubungan horisontal dengan sesama manusia (hablun minannas), yakni dengan cara
saling memaafkan; saling meminta halal atas kesalahan kita masing-masing. Maka jadilah tradisi
halalbihalal sebagaimana berkembang seperti sekarang ini; yang khas Indonesia.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 52

Anda mungkin juga menyukai