Anda di halaman 1dari 17

POSISI ASWAJA DALAM KONSTELASI ALIRAN ALIRAN TEOLOGI

ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Aswaja An-Nahdliyah 1

Dosen Pengampu:
M. Faizul Husnayain, M.Pd.I

Oleh :
Muhammad Akhdzal
(20210103001)

FAKULTAS SAINTEK PROGRAM STUDI


TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
UNIVERSITAS NAHDLAHTUL ULAMA
PURWOKERTO
2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Sang pemilik cinta yang sejati
dan yang telah memberikan segala ridho serta karunia-Nya kepada semua
umat manusia untuk beraktifitas di muka bumi ini. Dan shalawat serta
salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah
membawa kita kepada suatu arah dan tujuan yang jelas dan terang
benderang bagaikan matahari menyinari dunia.

Makalah ini hanyalah sekilas ulasan tentang Aswaja An-Nahdiyah


1 yang lebih menitik beratkan pada aliran aliran teologi islam dan tokoh
tokoh aswaja yang semuanya jauh dari kesempurnaan. Penulis turut
berterima kasih kepada M. Faizul Husnayain, M.Pd.I Yang senantiasa
membimbing dalam mempelajari Aswaja An-Nahdiyah 1 dan tak lupa
motivasi dari rekan-rekan penulis.

Tentunya segala sesuatu tidak ada yang sempurna dalam segala


aspeknya, tak terkecuali makalah ini. Akan tetapi penulis tetap berusaha
untuk menyelesaikannya dengan sebaik mungkin. Jadi mohon maaf jika
ada kesalahan secara teknis penulisan maupun subtansi. Saran dan
komentar yang membangun dari para pembaca, sangatlah penulis
butuhkan demi perbaikan makalah ini.

Rancamaya, 23 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Aliran teologi islam................................................................................5
B. Tokoh tokoh Aswaja...............................................................................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................14
B. Saran ........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menjelang wafatnya, Nabi Muhammad SAW telah memberi
petunjuk kepada para pengikutnya tentang cara untuk melestarikan
kelompok sosial yang telah dibangun ini. Petunjuknya berisi ketentuan agar
berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah yang telah ditinggalkan. Kenyataan
yang harus dipertimbangkan adalah wujud sumber ajaran yang sekarang
bukan lagi dalam bentuk norma, melainkan sudah dalam bentuk praktek
kehidupan sosial yaitu masyarakat Islam yang Madinah.
Setelah Rasulullah SAW sendiri wafat, persoalan yang pokok
justru menjadi permasalahan yang pelestarian dari bentuk masyarakat
Madinah dan kualitas pencapaian tujuan risalah yang telah dicapai. Awal
mulanya konflik adalah terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah pertama
dilanjutkan terbunuhnya Umar, Usman, terjadinya perang jamal, perang
Shiffin dan terbunuhnya Ali sampai munculnya aliran Teologi. Konflik
yang muncul lahir dari sejumlah pemikiran mengenai kondisi
kepemimpinan sejumlah Khalifah tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja aliran aliran teologi islam ?
2. Siapa saja tokoh tokoh Ahlussunah Wal Jamaah ?
C. Tujuan
1. Menyebutkan aliran aliran teologi islam
2. Menyebutkan tokoh tokoh Ahlussunah Wal Jamaah

4
BAB II

PEMBAHASA

A. Kemunculan Aliran Teologi Islam


Teologi adalah ilmu yang membahas tentang tauhid sedangkan tauhid sama
dengan aqidah itu sendiri. Ilmu ini tumbuh di dalam Islam, sebagaimana agama-
agama yang lain sebelumnya, karena beberapa faktor yang menyebabkan
pertumbuhannya, kemudian berkembang dari waktu ke waktu dalam sejarah
Islam. Ilmu ini tidak tumbuh langsung menjadi sempurna, melainkan keadaannya
seperti keadaan ilmu-ilmu Islam yang lain, yang pada mulanya terbatas ruang
lingkup pembahasannya, kemudian meluas dan berkembang sedikit demi sedikit.
Dalam hal ini, ia mengikuti hukum pertumbuhan dan perkembangan dan
terpengaruh oleh beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangannya sehingga menjadi sempurna seperti apa yang diketahui dewasa
ini. Di antara faktor-faktor itu ada yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan
Hadisthadist Rasulullah SAW, ada yang berkaitan dengan orang-orang yang
masuk Islam yang berasal dari bangsa-bangsa yang berbeda intelektualitas,
kebudayaan serta ada pula yang berkaitan dengan filsafat Yunani dan lain-lainnya
yang ditransfer ke dalam Islam.
Al-Qur’an yang merupakan kitab suci agama Islam mengajak untuk
berfikir, melakukan penalaran dan memperhatikan dengan indra, dicerna dengan
akal pikiran agar orang-orang melakukannya, khususnya dalam akidah-akidah
keagamaan. Karena itu, orang-orang Islam harus menggunakan akalnya untuk
memahami Al-Qur’an, Sunnah dan Hadist NAbi yang datang untuk menetapkan
dan menjelaskan kitab suci ini. Mereka bertanya kepada Rasulallah tentang apa
yang tidak mereka pahami, tidak ketahui, kemudian beliau menjelaskannya.
Ketika Beliau meninggal, muncullah masalah jabatan khalifah dan siapa yang
berhak memangkunya sesudah beliau, dalam pro kontra kekhalifahan tersebut,
kemudian terjadi pembunuhan terhadap Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Hal ini menjadi salah satu sebab yang menimbulkan perbedaan pendapat dan
perdebatan, sehingga akhirnya menjadi jelas kebenaran tentang masalah yang
5
mereka perselisihkan itu. Pertama-tama mereka berpendapat tentang pemimpin,
pemerintah dan syaratsyaratnya. Siapakah yang berhak menjadi pemimpin kaum
Muslimin seluruhnya?. Syi’ah berpendapat bahwa hak itu hanya khusus untuk
Sayidina Ali dan anak keturunannya.
Khawarij sama dengan Mu’tazilah berpendapat bahwa pemerintah
merupakan hak bagi orang Islam yang paling pantas untuk mendudukinya,
walaupun ia seorang hamba sahaya ia berkebangsaan non Arab, sedangkan orang-
orang moderat, mereka merupakan mayoritas ummat, berpendapat bahwa
pemimpin pemerintahan merupakan hak bagi orang dari suku Quraisy yang paling
pantas untuk mendudukinya, karena Rasulullah telah bersabda : Artinya :
“Pemimpin-pemimpin ummat ini harus dari suku Quraisy”. Setelah terjadinya
perang saudara dengan terbunuhnya Usman bin ‘Affan, kaum muslimin berbeda
pendapat tentang dosa besar. Apakah dosa besar itu?, dan tentang orang yang
melakukannya. Apakah ia mukmin atau kafir?, perbedaan ini secara otomatis
disusul dengan perbedaan pendapat tentang “Iman”, defenisi dan penjelasannya.
Berangkat dari perbedaan pendapat tentang hal itu, muncul golongan Khawarij,
Murji’ah kemudian Mu’tazilah.
1. Aliran Khawarij
Ukwah bin Udayyah yang dikenal sebagai aliran Khawarij
berhadapan dengan kasus pembunuhan atau dosa besar yang menjadi
polemik pada masa itu. Bagaimana posisi orang beriman tetapi
melakukan dosa besar. Aliran Khawarij memiliki keyakinan bahwa jika
seseorang tidak berhasil membuktikan imannya dalam bentuk
menghindari dari perbuatan dosa maka dapat diterapkan hukum kafir
dan dapat dibunuh.18 Jika dikaji dari metodologi berfikir, pendirian ini
berpangkal pada keutuhan mutlak antara unsur-unsur iman yang terdiri
dari pembenaran dalam hati dengan realisasinya dalam perbuatan
kongkret, keutuhan mutlak yang dituntut oleh Khawarij antara iman
dalam hati dengan perilaku praktis, sudah barang pasti membawa pada
konsekuensi bahwa pembunuh adalah orang yang tidak memiliki iman
dalam hati atau dengan kata lain kafir. Di sini jelas terdapat potensi
keberagaman yang positif, meskipun cenderung tanpa kompromi.
2. Aliran Murji’ah
Al-Hasan bin Ali Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan
6
beberapa ahli hadist kemudian dikenal dengan sebutan Murji’ah. Jadi
bagi kelompok ini orang Islam yang berdosa besar masih tetap beriman.
Dalam hal ini, Imam Abu Hanifah memberi defenisi iman sebagai
berikut : Iman adalah pengakuan dan pengetahuan tentang Tuhan,
Rasulrasulnya dan tentang semua apa yang datang dari Tuhan dalam
keseluruhan dan tidak dalam rincian. Iman tidak mempunyai sifat
bertambah atau berkurang dan tidak ada perbedaan antara manusia
dalam hal iman.
3. Aliran Mu’tazila
Tokoh aliran ini adalah Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ary dan Imam
Abu Mansur Al-Maturidy. Aliran ini pada dasarnya aturan esensial
berfikir ini terdiri dari tiga komponen. Pertama adalah pengakuan
bahwa masing-masing lapisan realitas memiliki logika berfikir yang
sesuai dengan kodrat sendiri. Kedua adalah pengakuan bahwa
kebenaran dari lapisan lain dapat diterima melalui keyakinan atas dasar
otoritas aturan berfikir dan unsur ketiga adalah pengakuan bahwa
lapisan realitas tersebut merupakan kesatuan dasar Tuhan yang diterima
dalam Islam. Jadi aliran ini tidak menetapkan hukum kafir bagi pelaku
dosa besar.
Demikianlah, perselisihan ini menjadi perselisihan keagamaan
setelah pada mulanya merupakan perselisihan politik sehingga menjadi
salah satu pembahasan ilmu tauhid yang penting, sebagaimana masalah
jabatan Khalifah juga menjadi bidang kajian ilmu ini, meskipun lebih
tepat untuk di bab ilmu Fiqih karena menyangkut hukum amaliah bukan
masalah keyakinan. Hal ini dikarenakan masalah pemimpin
pemerintahan pada garis besarnya merupakan kemaslahatan yang
berkaitan dengan orang yang pantas untuk mengatur urusan-urusan
kaum Muslimin, bukan masalah kepercayaan yang berkaitan dengan
salah satu dasar agama. Tetapi berhubungan dengan sebagian kelompok
mengajukan beberapa pendapat yang hampir-hampir membawa kepada
penolakan terhadap banyak kaidah Islam, maka para tokoh ilmu tauhid
menjadi masalah jabatan khalifah itu sebagai salah satu bidang kajian
mereka, untuk dibahas secara objektif, jauh dari fanatisme dan hawa
nafsu, dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran tentang masalah
7
tersebut, demi menjaga akidah-akidah agama yang benar karena
banyaknya masalah-masalah lain yang masuk di dalam ilmu tauhid.

4. Aliran Ahlussunah Wal Jama’ah


Sunni atau Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja) adalah seseorang
yang mengikuti Nabi serta para Sahabatnya. “Jadi Aswaja itu, Ahlus
Sunnah wal Jamaah, seseorang yang mengikuti nabi dan mengikuti
sahabat nabi, bukan hanya Nabinya saja. Sahabat-sahabatnya juga kita
harus mengikuti ajaran-ajarannya,” ujar Ustadz Rizki Nugroho,
Pengajar Pondok Pesantren Modern Nuruh Hijrah, ketika di hubungi
Okezone.
5. Syiah
Syiah adalah aliran yang mengikuti Khalifah Ali bin Abi Thalib,
yang menyatakan kepemimpinannya baik. Ada banyak pendapat akan
awal munculnya aliran ini salah satunya pendapat ulama Syiah yang
mengatakan, Muncul sejak Zaman nabi Muhammad SAW. Pendapat
lain yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah ialah, Syiah
muncul pada akhir pemerintahan Ustman bin Affan. Mereka
berpendapat bahwa sahabat - sahabat Nabi kecuali Sayidina Ali tidak
benar. Syiah sendiri terbagi menjadi banyak kelompok. Aliran Syiah
mempunyai pendapat bahwa Alquran yang sekarang mengalmi
perubahan dan pengurangan. Sedangkan yang asli berada di tangan Al
Imam Al Mastur (Syiah Imamiyah). Aliran Syiah juga tidak
mengamalkan Hadist kecuali dari jalur keluarga Nabi Muhammad
(Ahlul Bait). Selain itu Syiah juga memperbolehkan nikah Mut’ah, yang
kita kenal dengan istilah kawin kontrak, yang mana, pernikahan suami –
istri akan waktu yang telah disepakati pada akad.
6. Qodariyyah
Qadariyah berasal dari kata qadr yang artinya mampu atau
berkuasa. Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai
kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya.
Selain itu, mereka berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan
dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan – perbuatannya.
8
Maka, nama Qodariyah berangkat dari pengertian bahwa manusia
mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya,
bukan berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai takdir yang
sudah ditetapkan Allah SWT. Ustad Asroni Al Paroya juga mengatakan
bahwa, Qadiriyah berkeyakinan mengingkari Taqdir Allah, atau segala
perbuatan makhluk di luar kehendak Allah.
7. Jabbariyyah
Berbeda dengan Qadariyah, aliran Jabariyah justru berbanding
terbalik dengan Qadariyah. Jabariyah berasal dari kata jabr yang artinya
paksaan. Aliran ini ditonjolkan pertama kali Jahm bin Safwan (131 H),
sekretaris Harits bin Suraih yang memberontak pada Bani Umayyah di
Khurasan. Memang dalam aliran ini terdapat faham bahwa manusia
mengerjakan mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Aliran
ini berpendapat bahwa, manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam
menentukan kehendak dan perbuatannya. Perbuatan – perbuatan
manusia telah di tentukan dari semula oleh Qada dan Qadar Tuhan.
B. Tokoh tokoh dalam aswaja
Berikut ini kita sebutkan beberapa nama tokoh terkemuka yang memiliki
andil besar dalam penyebaran akidah Asy’ariyyah. Ulama kita di kalangan
Ahlussunnah mengatakan bahwa menyebut nama orang-orang saleh adalah sebab
bagi turunnya segala rahmat dan karunia Allah; Bi Dzikr ash-Shâlihîn Tatanazzal
ar-Rahamât”. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa al-Imâm Ahmad ibn
Hanbal berkata tentang salah seorang yang sangat saleh bernama Shafwan ibn
Sulaim: “Dia (Shafwan ibn Sulaim) adalah orang saleh yang bila disebut namanya
maka hujan akan turun”. Karenanya, semoga dengan penyebutan orang-orang
saleh berikut ini, kita mendapatkan karunia dan rahmat dari Allah. Amin.
1. Angkatan pertama
Angkatan yang semasa dengan al-Imâm Abu al-Hasan sendiri, yaitu
mereka yang belajar kepadanya dan mengambil pendapat-pendapatnya, di
antaranya: Abu al-Hasan al-Bahili, Abu Sahl ash-Shu’luki (w 369 H), Abu
Ishaq al-Isfirayini (w 418 H), Abu Bakar al-Qaffal asy-Syasyi (w 365 H),
Abu Zaid al-Marwazi (w 371 H), Abu Abdillah ibn Khafif asy-Syirazi;
seorang sufi terkemuka (w 371 H), Zahir ibn Ahmad as-Sarakhsi (w 389 H),
Abu Bakr al-Jurjani al-Isma’ili (w 371 H), Abu Bakar al-Audani (w 385 H),
9
Abu al-Hasan Abd al-Aziz ibn Muhammad yang dikenal dengan sebutan ad-
Dumal, Abu Ja’far as-Sulami an-Naqqasy (w 379 H), Abu Abdillah al-
Ashbahani (w 381 H), Abu Muhammad al-Qurasyi az-Zuhri (w 382 H), Abu
Manshur ibn Hamsyad (w 388 H), Abu al-Husain ibn Sam’un salah seorang
sufi ternama (w 387 H), Abu Abd ar-Rahman asy-Syuruthi al-Jurjani (w 389
H), Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad; Ibn Mujahid ath-Tha’i, Bundar
ibn al-Husain ibn Muhammad al-Muhallab yang lebih dikenal Abu al-
Husain ash-Shufi (w 353 H), dan Abu al-Hasan Ali ibn Mahdi ath-Thabari.

2. Angkatan kedua
Diantara angkatan ke dua pasca generasi al-Imâm Abu al-Hasan al-
Asy’ari adalah; Abu Sa’ad ibn Abi Bakr al-Isma’ili al-Jurjani (w 396 H),
Abu Nashr ibn Abu Bakr Ahmad ibn Ibrahim al-Isma’ili (w 405 H), Abu
ath-Thayyib ibn Abi Sahl ash-Shu’luki, Abu al-Hasan ibn Dawud al-Muqri
ad-Darani, al-Qâdlî Abu Bakar Muhammad al-Baqillani (w 403 H), Abu
Bakar Ibn Furak (w 406 H), Abu Ali ad-Daqqaq; seorang sufi terkemuka (w
405 H), Abu Abdillah al-Hakim an-Naisaburi; penulis kitab al-Mustadrak
‘Alâ ash-Shahîhain, Abu Sa’ad al-Kharqusyi, Abu Umar al-Basthami, Abu
al-Qasim al-Bajali, Abu al-Hasan ibn Masyadzah, Abu Thalib al-Muhtadi,
Abu Ma’mar ibn Sa’ad al-Isma’ili, Abu Hazim al-Abdawi al-A’raj, Abu Ali
ibn Syadzan, al-Hâfizh Abu Nu’aim al-Ashbahani penulis kitab Hilyah al-
Auliyâ’ Fî Thabaqât al-Ashfiyâ’ (w 430 H), Abu Hamid ibn Dilluyah, Abu
al-Hasan al-Balyan al-Maliki, Abu al-Fadl al-Mumsi al-Maliki, Abu al-
Qasim Abdurrahman ibn Abd al-Mu’min al-Makki al-Maliki, Abu Bakar al-
Abhari, Abu Muhammad ibn Abi Yazid, Abu Muhammad ibn at-Tabban,
Abu Ishaq Ibrahim ibn Abdillah al-Qalanisi.
3. Angkatan ketiga
Diantaranya; Abu al-Hasan as-Sukari, Abu Manshur al-Ayyubi an-
Naisaburi, Abd al-Wahhab al-Maliki, Abu al-Hasan an-Nu’aimi, Abu
Thahir ibn Khurasyah, Abu Manshur Abd al-Qahir ibn Thahir al-Baghadadi
(w 429 H) penulis kitab al-Farq Bayn al-Firaq, Abu Dzarr al-Harawi, Abu
Bakar ibn al-Jarmi, Abu Muhammad Abdulah ibn Yusuf al-Juwaini; ayah
Imam al-Haramain (w 434 H), Abu al-Qasim ibn Abi Utsman al-Hamadzani
10
al-Baghdadi, Abu Ja’far as-Simnani al-Hanafi, Abu Hatim al-Qazwini,
Rasya’ ibn Nazhif al-Muqri, Abu Muhammad al-Ashbahani yang dikenal
dengan sebutan Ibn al-Labban, Sulaim ar-Razi, Abu Abdillah al-Khabbazi,
Abu al-Fadl ibn Amrus al-Maliki, Abu al-Qasim Abd al-Jabbar ibn Ali al-
Isfirayini, al-Hâfizh Abu Bakr Ahmad ibn al-Husain al-Bayhaqi; penulis
Sunan al-Bayhaqi (w 458 H), dan Abu Iran al-Fasi.
4. Angkatan keempat
Diantaranya; al-Hâfizh al-Khathib al-Baghdadi (w 463 H), Abu al-
Qasim Abd al-Karim ibn Hawazan al-Qusyairi penulis kitab ar-Risâlah al-
Qusyairiyyah (w 465 H), Abu Ali ibn Abi Huraisah al-Hamadzani, Abu al-
Muzhaffar al-Isfirayini penulis kitab at-Tabshîr Fî ad-Dîn Wa Tamyîz al-
Firqah an-Nâjiyah Min al-Firaq al-Hâlikîn (w 471 H), Abu Ishaq asy-
Syirazi; penulis kitab at-Tanbîh Fî al-Fiqh asy-Syâfi’i (w 476 H), Abu al-
Ma’ali Abd al-Malik ibn Abdullah al-Juwaini yang lebih dikenal dengan
Imam al-Haramain (w 478 H), Abu Sa’id al-Mutawalli (w 478 H), Nashr al-
Maqdisi, Abu Abdillah ath-Thabari, Abu Ishaq at-Tunusi al-Maliki, Abu al-
Wafa’ Ali ibn Aqil al-Hanbali (w 513 H) pimpinan ulama madzhab Hanbali
di masanya, ad-Damighani al-Hanafi, dan Abu Bakar an-Nashih al-Hanafi.
5. Angkatan kelima
Diantaranya; Abu al-Muzhaffar al-Khawwafi, Ilkiya, Abu Hamid
Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali (w 505 H), Abu al-Mu’ain Maimun
ibn Muhammad an-Nasafi (w 508 H), asy-Syasyi, Abd ar-Rahim ibn Abd
al-Karim yang dikenal dengan Abu Nashr al-Qusyairi (w 514 H), Abu Sa’id
al-Mihani, Abu Abdillah ad-Dibaji, Abu al-Abbas ibn ar-Ruthabi, Abu
Abdillah al-Furawi, Abu Sa’id ibn Abi Shalih al-Mu’adz-dzin, Abu al-
Hasan as-Sulami, Abu Manshur ibn Masyadzah al-Ashbahani, Abu Hafsh
Najmuddin Umar ibn Muhammad an-Nasafi (w 538 H) penulis kitab
al-‘Aqîdah an-Nasafiyyah, Abu al-Futuh al-Isfirayini, Nashrullah al-
Mishshishi, Abu al-Walid al-Baji, Abu Umar ibn Abd al-Barr al-Hâfizh,
Abu al-Hasan al-Qabisi, al-Hâfizh Abu al-Qasim ibn Asakir (w 571 H), al-
Hâfizh Abu al-Hasan al-Muradi, al-Hâfizh Abu Sa’ad ibn as-Sam’ani, al-
Hâfizh Abu Thahir as-Silafi, al-Qâdlî ‘Iyadl ibn Muhammad al-Yahshubi (w
533 H), Abu al-Fath Muhammad ibn Abd al-Karim asy-Syahrastani (w 548
H) penulis kitab al-Milal Wa an-Nihal, as-Sayyid Ahmad ar-Rifa’i (w 578
11
H) perintis tarekat ar-Rifa’iyyah, as-Sulthân Shalahuddin al-Ayyubi (w 589
H) yang telah memerdekakan Bait al-Maqdis dari bala tentara Salib, al-
Hâfizh Abd ar-Rahman ibn Ali yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn al-
Jawzi (w 597 H).

6. Angkatan keenam
Diantaranya; Fakhruddin ar-Razi al-Mufassir (w 606 H), Saifuddin
al-Amidi (w 631 H), Izuddin ibn Abd as-Salam Sulthân al-‘Ulamâ’ (w 660
H), Amr ibn al-Hajib al-Maliki (w 646 H), Jamaluddin Mahmud ibn Ahmad
al-Hashiri (w 636 H) pempinan ulama madzhab Hanafi di masanya, al-
Khusrusyahi, Taqiyuddin ibn Daqiq al-Ied (w 702 H), Ala’uddin al-Baji, al-
Hâfizh Taqiyyuddin Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 756 H), Tajuddin Abu
Nashr Abd al-Wahhab ibn Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 771 H),
Shadruddin ibn al-Murahhil, Shadruddin Sulaiman ibn Abd al-Hakam al-
Maliki, Syamsuddin al-Hariri al-Khathib, Jamaluddin az-Zamlakani,
Badruddin Muhammad ibn Ibrahim yang dikenal dengan sebutan Ibn
Jama’ah (w 733 H), Muhammad ibn Ahmad al-Qurthubi penulis kitab Tafsir
al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qur’ân atau lebih dikenal dengan at-Tafsîr al-
Qurthubi (w 671 H), Syihabuddin Ahmad ibn Yahya al-Kilabi al-Halabi
yang dikenal dengan sebutan Ibn Jahbal (w 733 H), Syamsuddin as-Saruji
al-Hanafi, Syamsuddin ibn al-Hariri al-Hanafi, Adluddin al-Iji asy-Syiraji,
al-Hâfizh Yahya ibn asy-Syaraf an-Nawawi; penulis al-Minhâj Bi Syarh
Shahîh Muslim ibn al-Hajjâj (w 676 H), al-Malik an-Nâshir Muhammad ibn
Qalawun (w 741 H),al-Hâfizh Ahmad ibn Yusuf yang dikenal dengan
sebutan as-Samin al-Halabi (w 756 H), al-HâfizhShalahuddin Abu Sa’id al-
Ala-i (w 761 H), Abdullah ibn As’ad al-Yafi’i seorang sufi terkemuka (w
768 H), Mas’ud ibn Umar at-Taftazani (w 791 H).
7. Angkatan ketujuh
Diantaranya; al-Hâfizh Abu Zur’ah Ahmad ibn Abd ar-Rahim al-
Iraqi (w 826 H), Taqiyyuddin Abu Bakr al-Hishni ibn Muhammad; penulis
Kifâyah al-Akhyâr (w 829 H), Amîr al-Mu’minîn Fî al-Hadîts al-Hâfizh
Ahmad ibn Hajar al-Asqalani; penulis kitab Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-
Bukhâri (w 852 H), Muhammad ibn Muhammad al-Hanafi yang lebih
12
dikenal dengan sebutan Ibn Amir al-Hajj (w 879 H), Badruddin Mahmud
ibn Ahmad al-Aini; penulis ‘Umdah al-Qâri’ Bi Syarh Shahîh al-Bukhâri (w
855 H), Jalaluddin Muhammad ibn Ahmad al-Mahalli (w 864 H),
Burhanuddin Ibrahim ibn Umar al-Biqa’i; penulis kitab tafsirNazhm ad-
Durar (w 885 H), Abu Abdillah Muhammad ibn Yusuf as-Sanusi; penulis
al-‘Aqîdah as-Sanûsiyyah (w 895 H).
8. Angkatan kedelapan
Al-Qâdlî Musthafa ibn Muhammad al-Kastulli al-Hanafi (w 901 H),
al-Hâfizh Muhammad ibn Abd ar-Rahman as-Sakhawi (w 902 H), al-Hâfizh
Jalaluddin Abd ar-Rahman ibn Abu Bakr as-Suyuthi (w 911 H),
Syihabuddin Abu al-Abbas Ahmad ibn Muhammad al-Qasthallani; penulis
Irsyâd as-Sâri Bi SyarhShahîh al-Bukhâri (w 923 H), Zakariyya al-Anshari
(w 926 H), al-Hâfizh Muhammad ibn Ali yang lebih dikenal dengan sebutan
al-Hâfizh Ibn Thulun al-Hanafi (w 953 H).
9. Angkatan kesembilan dan seterusnya
Abd al-Wahhab asy-Sya’rani (w 973 H), Syihabuddin Ahmad ibn
Muhammad yang dikenal dengan sebutan Ibn Hajar al-Haitami (w 974 H),
Mulla Ali al-Qari (w 1014 H), Burhanuddin Ibrahim ibn Ibrahim ibn Hasan
al-Laqqani; penulis Nazham Jawharah at-Tauhîd (w 1041 H), Ahmad ibn
Muhammad al-Maqarri at-Tilimsani; penulis Nazham Idlâ’ah ad-Dujunnah
(w 1041 H), al-Muhaddits Muhammad ibn Ali yang lebih dikenal dengan
nama Ibn Allan ash-Shiddiqi (w 1057 H), Kamaluddin al-Bayyadli al-
Hanafi (w 1098 H), Muhammad ibn Abd al-Baqi az-Zurqani (w 1122 H),
as-Sayyid Abdullah ibn Alawi al-Haddad al-Hadlrami al-Husaini; penulis
Râtib al-Haddâd (1132 H), Muhammad ibn Abd al-Hadi as-Sindi; penulis
kitab Syarh Sunan an-Nasâ-i (w 1138 H), Abd al-Ghani an-Nabulsi (w 1143
H), Abu al-Barakat Ahmad ibn Muhammad ad-Dardir; penulis al-Kharîdah
al-Bahiyyah (w 1201 H), al-Hâfizh as-Sayyid Muhammad Murtadla az-
Zabidi (w 1205 H), ad-Dusuqi; penulis Hâsyiyah Umm al-Barâhîn (w 1230
H), Muhammad Amin ibn Umar yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn
Abidin al-Hanafi (w 1252 H).
Nama-nama ulama terkemuka ini hanya mereka yang hidup sampai
sekitar abad 12 hijriyyah, dan itupun hanya sebagiannya saja. Bila hendak
kita sebutkan satu persatu, termasuk yang berada di bawah tingkatan mereka
13
dalam keilmuannya, maka sangat banyak sekali, tidak terhitung jumlahnya,
siapa pula yang sanggup menghitung jumlah bintang di langit, membilang
butiran pasir di pantai? Kita akan membutuhkan lembaran kertas yang
sangat panjang.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada masa Rasulullah, segala permasalahan umat diselesaikan langsung
olehnya. Namun sepeninggal Rasul, maka banyak hal yang membuat umat Islam
kebingungan, termasuk di dalamnya penunjukan pemimpin umat sepeninggal
Rasul. Kepemimpinan Abu Bakar sebagai khalifah pertama telah menimbulkan
pro-kontra, terutama dari ahlul bait, pada masa umar, stabilitas politik umat cukup
stabil, namun pada masa Usman, terutama setengah akhir jabatan
kekhalifahannya, banyak kebijakan lahir tanpa memperhatikan kepentingan umat
Islam, sehingga polemik ini berakhir pada pembunuhan terhadapnya. Selama
masa kepemimpinannya, Ali bin Abi Thalib menghadapi berbagai permasalahan
yang mungkin jika diberikan kepada orang lain akan menjadi berbeda ceritanya.
Walaupun dalam keadaan yang sangat terdesak, ternyata Ali bin Abi
Thalib tidak kehilangan kebesarannya, masih menjunjung tinggi nilai-nilai Islam
walaupun menurut sebagian orang, Ali bin Abi Thalib melakukan kesalahan
dalam menunda pengusutan pembunuhan Usman dan penerimaan Tahkim.
Kondisi terakhir telah menyebabkan konflik berkepanjangan dalam tubuh umat
Islam yang bermuara pada lahirnya aliran teologi dalam Islam.
B. Saran
Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah
tersebut penulis meminta kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.
Trimakasih sudah meluangkan untuk membaca makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA
1) Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Al-Fiqh Al-Akbar fi Al-Tauhid, dan Al-Arabiyah
li AlThibaah. Cet. III., ( tt: Beirut, tt). Fazl Ahmad, Ali : Fourth of Islam, (Jakarta:
Sinar Hudaya, 1974).
2) Hamka, Sejarah Umat Islam. Jilid III, Cet.IV., (Jakarta: Bulan Bintang, 1981).
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UI Press, 1985).
3) M. Yusuf Musa, Politik dan Negara dalam Islam, (Yogyakarta: LSI, 1985)
Muhammad Abu Zahrah, Al-Madhahib Al-Islamiyah, (Kairo : Maktabah Al-
Adab, tt). Muhammad Thohir, Sejarah Islam dari Andalus sampai Indus, (Jakarta :
Pustaka Jaya, 1981)
4) Muhammad Yusuf Musa, Islam Suatu Kajian Komprehensif, Cet. I,. (tt: CV.
Rajawali, 1988). Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan (Menggagas Paradigma
Amali dalam Agama Islam), (Cet. I, Pustaka Pelajar Offset, 2003)
5) Philip K Hitti, History of the Arab, (London : The Mac Millan Press, 1974) Said
Agil Husin Al-Munawar dan Husni Rahim, Teologi Islam Rasional (Aplikasi
terhadap Wacana dan Praktis, Harun Nasution), (Jakarta: Ciputat Press,tt).
Shabah, Sejarah Islam (Penafsiran Baru), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993).
6) Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van
Hoeve, 1994).
7) Zul Asyari, Pelaksanaan Musyawarah Dalam Pemerintahan Al-Khulafa Al-
Rasyidin, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990).
8) https://muslim.okezone.com/read/2019/05/15/614/2055778/7-aliran-dalam-islam-
mayoritas-masih-eksis-hingga-kini

15
16
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari tentang Ahl al-
Sunnah Wa al-Jama’ah, (Surabaya: Khalista,2009)

Ali Khaidar, Nahdlatul Ulama dan Islam Indonesia; Pendekatan Fiqih


dalam Politik, (Jakarta: Gramedia, 1995)

Badrun Aelani, NU: Kritisme Dan Pengeseran Makna Aswaja, (Yogyakarta: Tiara
Wacana,, 2000)

Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan,


(Jakarta: UI Pres, 2008)

Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta:
Logos, 1996)

K.Abdul Mannan, Ahlussunnah Wal Jama’ah Akidah Umat Islam Indonesia,


(Kediri: PP. Al-Falah Ploso)

Muhyidin Abdusshomad, HUJJAH NU Akidah-Amaliyah-Tradisi (Surabaya:


khalista 2008)

Nawawi, Ilmu Kalam: dari Teosentris Menuju Antroposentris, (Malang: Genius


Media, 2014),

Said Aqil Siradj, Ahlussunnah wal Jama’ah; Sebuah Kritik Historis, (Jakarta:
Pustaka Cendikia Muda, 2008)

17

Anda mungkin juga menyukai