Studi - Pola - Rantai - Pasok - Konstruksi - Pada
Studi - Pola - Rantai - Pasok - Konstruksi - Pada
Kabupaten
Jl. Hayam Wuruk No. 5 –7 Semarang, Indonesia, Phone/Fax. (024) 8311946. Email :
benpandarangga@gmail.com
Abstract
Keywords:
construction supply chain , pattern, road, project.
Abstrak
Peluang dan tantangan otonomi daerah turut mempengaruhi sektor konstruksi untuk
melakukan efesiensi proses konstruksi melalui penerapan RPK. Banyaknya daerah
otonom baru (sekitar 500an) secara tidak langsung turut mempengaruhi setiap daerah
untuk membentuk pola jaringan RPK yang sesuai dengan konteks kondisi daerahnya.
Strategi pengadaan dan pengadaan konstruksi (construction site) pada RPK didaerah
dapat diadaptasi sesuai kondisi ketersediaan material dan peralatan konstruksi, sistem
administrasi pemerintahan daerah, dan kondisi geografis. Penelitian ini bertujuan
untuk memperoleh gambaran pola RPK di salah satu daerah otonom, dan dapat
dijadikan contoh bagi daerah lain dalam penerapan konsep RP. Seluruh strategi
pembentukan pola RPK adalah proses pembentukan proses pelaksanaan dan
penyediaan konstruksi yang akan memberi nilai tambah (value added) dan akan
mengurangi waste. Penguatan strategi kemitraan (partnering) dan inovasi perlu terus
dilakukan pada proyek-proyek di daerah seiring pelaksanaan otonomi daerah sehingga
dapat diperoleh penguatan konsep pola RPK yang sesuai dengan proyek-proyek yang
dikelola oleh daerah-daerah otonom. Oleh karena penelitian ini menggunakan satu
studi kasus maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memperoleh penomena
pola RPK di seluruh daerah otonom dengan pendekatan kuantitatif sehingga diperoleh
gambar menyeluruh penerapan pola RPK di Indonesia.
PENDAHULUAN
Perkuatan rantai pasok perlu memisahkan antara pembinaan dari pengelolaan proyek,
untuk pembinaan dari kontraktor besar kepada kontraktor kecil, menengah dan
spesialis sebagai bagian dari keluarga rantai suplainya. Kebijakan rantai pasok ini
perlu didukung dengan pembatasan dominasi kontraktor besar badan usaha milik
negara di berbagai daerah dengan menyediakan kuota pasar bagi subkontraktor kecil
menengah di daerah. Dalam rangka mentransformasi kontraktor kecil menengah
menjadi spesialis, suatu pengkajian pangsa pasar dan kebutuhan pendampingan teknis
perlu dilakukan secara komprehensif serta pemberlakuan persyaratan bahwa
kontraktor besar terutama BUMN untuk memberikan porsi minimum 20% dari total
kontrak pekerjaan konstruksi disubkontrakkan kepada kontraktor kecil menengah
spesialis (Abduh, 2012).
Vrijhoef (2011) menyatakan bahwa manfaat utama dalam mengadopsi konsep RP dari
manufaktur adalah untuk meningkatan kinerja pelaksanaan proyek konstruksi, seiring
semakin meningkatnya pekerjaan pengulangan, besarnya kapasitas, semakin
terintegrasi dan terstandarisasinya sebuah proyek maka diperlukan efektifitas dan
efisiensi yang terintegrasi dalam organisasi dan proses manajemen untuk
menghasilkan produk yang khas dengan waktu yang terbatas. Kondisi ini akan
menjadi hal yang berharga dan penting untuk mengadopsi konsep RP yang akan
diterapkan pada sektor konstruksi yang diketahui bersama memiliki beberapa
kelemahan seperti kompleks, terfragmentasi, dan temporal.
Konsep RPK sebenarnya telah ada pada manajemen proyek tradisional, dimana
terjadinya proses pengadaan secara sederhana yang digambarkan apabila persediaan
material di lokasi proyek yang sudah menipis dan diukur dari safety stock yang telah
ditentukan, atau adanya rencana pemakaian material oleh pihak pengguna di proyek,
dan kemudian pihak yang menganalisa kebutuhan mengirimkan catatan kebutuhan
yang meliputi jenis, dan jumlah material serta informasi waktu kapan material
tersebut dibutuhkan, sehingga pihak pengadaan dapat memperkirakan waktu
pembeliannya (Huston, 2001 dalam Rahmadi, 2008). Sehingga dapat dikatakan jika
konsep RPK merupakan konsep baru yang lebih luas dari logistik dan distribusi, Serta
RPK lebih mengutamakan pengurangan waste di setiap jaringannya dan peningkatan
value–added pada setiap jaringannya. Beberapa definisi RPK dari beberapa peneliti
sebagai berikut :
Tabel 1. Definisi Rantai Pasok Konstruksi dari Beberapa Peneliti.
Definisi Penulis
Keterlibatan jaringan organisasi mulai dari (Vrijhoef
hubungan hulu (upstream) hingga ke hilir dan
(downstream), dalam proses dan kegiatan yang Koskela,
berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang 1999)
bernilai hingga sampai kepada pelanggan terakhir.
“… lebih dari sebuah gerakan fisik barang “dari Ayers
satu lokasi ke lokasi yang lain”, berisi informasi, (2001)
perpindahan uang, penciptaan dan penyebaran
modal intelektual atau “pekerjaan pengetahuan”.
“sebuah proses siklus hidup yang meliputi barang, Joel
informasi, keuangan dan arus pengetahuan yang Sutherland
tujuannya untuk memenuhi kebutuhan pengguna dalam
akhir dengan produk dan layanan yang terhubung Ayers
dengan beberapa pemasok” (2001)
“Sebuah rantai pasokan yang terdiri dari semua Chopra
tahapan yang terlibat, baik langsung atau tidak dan
langsung, dalam rangka memenuhi permintaan Meindl
pelanggan. Rantai pasokan ini tidak hanya (2007)
mencakup produsen dan pemasok tetapi juga
transportasi, gudang, pengecer, dan pelanggan itu
sendiri”
“jaringan perusahaan-perusahaan yang secara Pujawan
bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan (2005)
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai
akhir….termasuk didalamnya supplier, pabrik
distributor, toko/ritel serta perusahaan pendukung
seperti perusahaan logistik”
“urutan peristiwa/kejadian yang mencakup seluruh Blanchard
siklus hidup suatu produk, sejak tahap konsep (2010)
hingga konsumsi”.
“melibatkan sekumpulan organisasi atau sebuah Hatmoko
jaringan perusahaan dimana bekerja sama untuk (2008)
menyediakan material, pelayanan, informasi dari
sumber kepada pengguna akhir.
Jadi berdasarkan definisi-definisi yang disajikan oleh beberapa peneliti maka RPK
merupakan keterlibatan jaringan berbagai pihak atau organisasi (supplier, manufaktur,
distributor dan retailer) yang saling berhubungan mulai dari hulu (upstream) hingga
ke hilir (downstream) dalam bekerja sama untuk menyediakan material, pelayanan,
informasi dari sumber kepada pengguna akhir. Secara lebih jelas alur tersebut
digambarkan oleh Vrijhoef (1998) pada Gambar 1.
Secara tradisional pembentukan RPK telah terlihat melalui suatu proses produksi,
diawali pada tahap penawaran, ketika jaringan RPK suatu kontraktor akan memiliki
daya saing tertentu terhadap jaringan RPK dari kontraktor lainnya dalam
memenangkan tender. Pada tahap ini menunjukkan bahwa persaingan yang terjadi
bukan lagi persaingan antar perusahaan konstruksi secara individu, namun merupakan
persaingan antar jaringan RPK atau antar jaringan perusahaan-perusahaan yang
tergabung dalam suatu hubungan proses produksi konstruksi, yang ditawarkan dalam
bentuk penawaran. Selanjutnya dalam tahap pelaksanaan terjadi proses pengadaan
yang dilakukan oleh kontraktor dalam penyusunan jaringan RP-nya. Pada bagian ini
akan menentukan seberapa besar tingkat efisiensi yang terjadi didalam proses
produksinya hingga mengahasilkan produk dan jasa yang sesuai dengan nilai (value)
yang diinginkan oleh pemilik (owner). Kondisi ini seperti yang dikatakan oleh
Christopher (1998) bahwa persaingan yang sesungguhnya terjadi dimasa yang akan
datang adalah persaingan antara jaringan RP.
Pada penelitian terdahulu yang bertujuan untuk mencari pola RPK pada proyek,
Vaidyanathan (2009) memperkenalkan pola RPK pada proyek konstruksi pada
Gambar 2. Pola yang ditawarkan menunjukkan penyediaan layanan yang memiliki
nilai tambah (value added) oleh beberapa komponen arsitek, engineer, kontraktor,
manajer proyek, dan finansial. Sehingga dapat dikatakan jika seluruh komponen
dalam proses konstruksi memiliki peran yang lebih aktif dari pada bidang manufaktur.
Singkatnya waktu dan produk yang dihasilkan dalam satu kali produksi membuat
desainer/arsitek dan engineer memainkan peran yang sangat besar dalam sebuah
proses RPK.
Pada penelitian lainnya tentang pola RPK, Juarti (2008) memaparkan pola RPK yakni
dari tiga belas pola RP pengembangan perumahan yang ditinjau diperoleh pola umum
dan pola khusus yang terjadi. Pola umum dibentuk berdasarkan hubungan kontrak
yang terjadi antara pengembang dengan pihak lain dalam mengembangkan
perumahan. Pola umum tersebut diidentifikasi pada tahap desain/perancangan
perumahan dan tahap pelaksanaan konstruksi perumahan. Dalam pola umum tersebut
terjadi 6 variasi pola khusus yang dasar pembentukan polanya didasarkan atas
keterlibatan pihak pengembang dalam pengadaan barang dan/jasa dalam
pengembangan perumahan.
Pada penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pola RPK yang
terjadi pada proyek jalan dan jembatan yang dikelola oleh pemerintah daerah melalui
Dinas Pekerjaan Umum. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
pola-pola RPK yang terdapat dalam praktek proyek-proyek jalan dan jembatan di
Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
Analisis dan bahasan yang dilakukan berdasarkan kerangka studi kasus pada
penelitian ini berdasarkan pada pelaksanaan proyek jalan dan jembatan pada Bidang
Bina Marga-Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sumba Timur. Teknik analisis yang
dilakukan dengan mengidentifikasi beberapa aspek yang ditinjau pada setiap
tingkatan pelaksanaan proyek. Analisis dilakukan pada tingkat proyek Bidang Bina
Marga (BM) dan pada tingkat pelaksanaan oleh kontraktor sebagai rekanan Dinas
Pekerjaan Umum. Selanjutnya untuk memvalidasi setiap proses identifikasi pola
RPK, dilakukan wawancara mendalam terhadap beberapa pihak terkait yakni: kepala
dinas Pekerjaan Umum, Kepala Bidang Bina Marga, PPK (pejabat pembuat
komitmen), ketua panitia lelang dan anggota, pengawas lapangan, beberapa
kontraktor terpilih dan unsur diluar dinas PU (bapeda, anggota DPRD, bagian
keuangan Setda). Dari analisis dan identifikasi penerapan RPK diperoleh hal-hal
sebagai berikut:
• Proyek jalan dan jembatan kabupaten dimulai dengan inisiatif pemilik proyek
(owner) dalam hal ini Pemerintah Daerah melalui Bidang Bina Marga-Dinas
Pekerjaan Umum.
• Proyek jalan kabupaten dan jembatan merupakan proses proyek yang dikelola
oleh pemerintah sebagai pemilik proyek melalui Dinas PU / BM.
• Banyaknya proyek jalan bernilai kecil (K, <1 Milyar) dengan item pekerjaan
lapen dan agregat (sekitar 80%) berjumlah 20-30 paket dan jembatan dengan
bentang 6-12 meter berjumlah 2-4 paket, sedangkan sisanya paket pekerjaan
bernilai M (>1Milyar) untuk pekerjaan hotmix (2-3 paket).
• Karena hampir seluruh paket pekerjaan jalan menggunakan alat perataan
permukaan dalam rangka membentuk permukaan secara mekanis, maka
digunakan Grader (terdapat dua jenis yakni motor grader dan towed grader,
ditarik dengan traktor untuk penggeraknya, Wigroho dan Suryadharma, 1993).
Namun investasi untuk motor grader sangat besar sedangkan kontraktor kecil
belum mampu untuk menyediakan, sehingga hampir semua kontraktor kecil
akan menyewa pada Dinas PU sebagai satu-satu pemilik. Maka pekerjaan
perataan akan disubkontrakkan dan pendapatan tersebut di masukan sebagai
pendapatan daerah (PAD).
• Kondisi di atas berpengaruh pada strategi pengadaan yang dilakukan oleh
dinas untuk memperhatikan kemampuan dari kontraktor K (<1milyar),
memberi peluang kontraktor kecil memperoleh pekerjaan dan pengaturan
jadwal pelaksanaan pekerjaan.
• Alat pemecah batu (stone crusher) yang selama ini digunakan bersifat
tradisional (dibutuhkan mobilisasi dan pemasangan yang membutuhkan waktu
lama), maka kontraktor didorong untuk melakukan strategi pengadaan
material dengan berinovasi dari alat produksi aggregat konvensional statis
(stone crusher) ke alat produksi dinamis yakni stone crusher dump truck.
Strategi ini dilakukan agar tidak terlalu lama dalam mobilisasi dan mensetting
alat stone crusher, letak geografis yang sulit turut menambah lama waktu
operasionalisasi produksi agregat. Pada tahun 2010 baru tersedia satu alat
stone crusher dump truck, yang dimiliki oleh satu kontraktor.
• Penggunaan inovasi stone crusher dump truck ini dapat mendorong dinas PU
untuk dapat memfasilitasi para kontraktor untuk melakukan kemitraan
(partnering) sehingga paket pekerjaan dapat mempersingkat waktu pekerjaan
dan atau kontraktor dapat melakukan sub-kontraktor pekerjaan pada
kontraktor lainnya.
• Strategi pengadaan alat konstruksi lainnya dengan inisiatif investasi alat motor
grader oleh Dinas Pekerjaan Umum melalui Bidang Bina Teknik dan
Peralatan untuk pekerjaan perataan/leveling. Karena pengadaan alat ini
memerlukan investasi awal yang besar sehingga seringkali kontraktor-
kontraktor kecil kesulitan mengadakan atau menginvestasikannya
membutuhkan biaya yang besar. Peranan Dinas PU melalui Bidang Bina
Teknik dan Peralatan akan mengadakan alat tersebut sehingga kontraktor kecil
dapat mensubkontrakkan pekerjaan atau dengan sistem sewa alat dan dengan
biaya sewa yang bayarkan kepada pemerintah berupa pendapatan daerah.
• Pemecahan paket proyek untuk pengadaan pada paket jalan dan jembatan
kabupaten, merupakan strategi pengadaan pada jaringan rantai pasok
konstruksi dengan tujuan pemerataan paket pekerjaan bagi kontraktor lokal
yang berjumlah lebih besar dari kontraktor besar.
• Strategi pembagian paket tersebut merupakan strategi untuk mengatasi kondisi
geografis luas dan sulit terjangkau, paket pekerjaan jalan dan jembatan yang
tersebar di berbagai wilayah dan lokasi, dan waktu pelaksanaan yang sangat
singkat. Sehingga strategi ini dapat mengurangi kondisi keterbatasan di
daerah.
• Peran pemasok/supplier banyak diambil oleh supplier aspal dan semen, yang
mendatangkan material tersebut dari luar pulau (pulau Jawa) dan
pemesanannya juga harus menyesuaikan kepastian memperoleh paket
pekerjaan. sedangkan material agregat dan batu ketersediaannya cukup di
seluruh Kabupaten Sumba Timur.
• Kontraktor mengadakan strategi pengadaan material dan peralatan konstruksi
non lokal dengan memesan dari luar pulau (Surabaya) sesuai estimasi
kebutuhan pekerjaan hal ini untuk mengantisipasi keterlambatan pengiriman
dengan melalui kapal laut yang sangat tergantung pada cuaca.
• Strategi partnering pun diadakan diantara para kontraktor lokal dengan
pemakaian peralatan konstrukai bersama dengan sistem sewa alat dengan
mempertimbangkan kemampuan alat dan waktu. Sedangkan strategi
partnering material lokal dan non lokal dilakukan bila kontraktor yang
bersangkutan telah memesan namun tidak memperoleh pekerjaan (tender
pekerjaan).
• Paket pekerjaan yang menjadi tanggung jawab dinas PU bidang BM, tidak
hanya menyangkut paket pekerjaan jalan dan jembatan kabupaten tetapi juga
jalan propinsi dan jalan negara dimana Dinas Pekerjaan kabupaten sebagai
pembina jalan di wilayah kabupaten dan juga memiliki jalan dan jembatan
yang memiliki status jalan Negara dan Jalan Provinsi, selain itu terdapat pula
paket pekerjaan berupa paket pekerjaan swakelola, yang dikerjakan sendiri
oleh dinas PU. Sehingga Bidang BM akan melalukan strategi dan kebijakan
yang akan mensinkronkan dengan tugas dan fungsi utama dinas PU
kabupaten.
• Hal dilakukan karena beberapa pekerjaan tersebut akan melibatkan beberapa
staf dan tenaga lapangan serta peralatan yang sama pada pekerjaan proyek
jalan dan jembatan kabupaten.
• Selanjutnya akan dijelaskan pola gambaran RPK pada proyek jalan dan
jembatan kabupaten berupa pola RPK paket pekerjaan besar M (bernilai >
1milyar) dan pola RPK paket pekerjaan kecil K (bernilai < 1 milyar) serta
disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6.
Gambar 5. Pola Rantai Pasok Konstruksi Paket Pekerjaan Besar M. (> 1 Milyar)
Gambar 6. Pola Rantai Pasok Konstruksi Paket Pekerjaan Kecil K. (< 1 Milyar).
Pola di atas dapat diperoleh gambaran owner made product. Hal ini sesuai dengan
peran owner atau dinas PU sebagai pemilik proyek pemerintah. Inisiatif terjadinya
proses produksi konstruksi yang dimulai dari owner (dinas PU) dan diakhiri oleh
owner, sehingga peran yang besar dari owner untuk membentuk jaringan RPK pada
proyek jalan dan jembatan.
Produk konstruksi jalan dan jembatan yang diproduksi memiliki tujuan penyediaan
barang publik untuk fasilitas infrastruktur yang mendukung pembangunan di daerah,
sehingga peran pemda melalui dinas PU untuk membentuk jaringan RPK yang efisien
dan efektif.
SIMPULAN
REKOMENDASI
Rekomendasi pada penelitian lanjutan yakni perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk
memperoleh penomena pola RPK di seluruh daerah otonom dengan pendekatan
kuantitatif sehingga diperoleh gambar menyeluruh penerapan pola RPK di Indonesia.
REFERENSI
Abduh, M. (2012). Rantai Pasok Konstruksi Indonesia. Konstruksi Indonesia 2012,
Harmonisasi Rantai Pasok Konstruksi: Konsep, Inovasi dan Aplikasinya di Indonesia.
Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum, BP Konstruksi.
Chopra, S. & Meindl, P. (2007). Supply Chain Management; Startegy, Planning, dan
Operation, Third edition. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Susilawati. (2005). Studi Supply Chain Konstruksi Pada Proyek Konstruksi Bangunan
Gedung, Tesis Master. Bandung: Institut Teknologi Bandung.