Anda di halaman 1dari 17

PERADILAN ISLAM DI NEGARA MUSLIM

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Sistem Peradilan Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam
Institut Agama Islam Negeri Bone

Oleh
Kelompok 4
Andi Try Mahgfirah Amin
742342022069
Adhe Riskyaulia Asfar
742342022080
M. Reza Nugratama
742342022087

Dosen Pengajar :
Sylviah, S.HI., M.H

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas ridha dan

rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Sistem

Peradilan Islam yang berupa makalah dengan judul “Peradilan Islam di Negara

Muslim”.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sylviah, S.HI., M.H

yang telah membimbing dan membantu kami dalam proses penyusunan makalah ini.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada teman-teman yang telah membantu

baik secara moral maupun material sehingga makalah ini dapat terwujud.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dan kesalahan dalam

penyusunan makalah ini. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan

tersebut. Kritik dan saran dari pembaca senantiasa ditunggu oleh penulis guna

meningkatkan kualitas tulisan kedepannya.

Harapan kami sebagai penulis, yaitu semoga apa yang terdapat dalam makalah

ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Watampone, 14 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 1
C. Tujuan.................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 3
A. Peradilan Islam di Malaysia.................................................... 3
B. Peradilan Islam di Saudi Arabia ............................................. 6
C. Peradilan Islam di Mesir ......................................................... 9
BAB III PENUTUP .................................................................................... 12
A. Kesimpulan ............................................................................ 12
B. Saran ...................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peradilan adalah salah satu pilar fundamental, karena di peradilan inilah

sistem pemerintahan bergantung pada penerapan syariat Islam dalam semua

aspek kehidupan termasuk politik. Lembaga peradilan inilah yang selalu

menegakkan keadilan dalam masyarakat, menghukum setiap orang yang patut

dihukum dan menjamin ketaatan terhadap ajaran Islam, oleh karena itu

keberadaan lembaga peradilan yang ada merupakan bagian dari ajaran Islam.

Badan peradilan negara-negara menunjukkan perbedaan-perbedaan

yang sangat besar. Sistem peradilan dan organisasinya di negara-negara terkait

erat hubungannya dengan sejarah negara masing-masing. Struktur organisasi

peradilan berbeda dari satu negara dengan negara lain . Perbedaan dalam

peradilan juga muncul dari bentuk pemerintahan, seperti negara federal,

republik, dan monarki. Peradilan dalam suatu negara yang berbentuk federal

dan republik tercermin dalam struktur organisasi dan yurisdiksi peradilan,

misalnya di Malaysia dan Mesir, sedangkan struktur organisasi peradilan dalam

bentuk negara kerajaan, tercermin dalam bentuk struktur organisasi kekuasaan

kehakiman, seperti Saudi Arabia.

Mengenai bagaimana system peradilan di negara Malaysia, Mesir dan

Saudi Arabia, maka dalam makalah ini kami akan membahas tentang Peradilan

Islam di negara muslim.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peradilan Islam di Malaysia ?

1
2

2. Bagaimana peradilan Islam di Saudi Arabia ?

3. Bagaimana peradilan Islam di Mesir ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui peradilan Islam di Malaysia.

2. Untuk mengetahui peradilan Islam di Saudi Arabia.

3. Untuk mengetahui peradilan Islam di Mesir.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Peradilan Islam di Malaysia

Pada dekade 80-an telah diupayakan perbaikan hukum Islam di berbagai

negara bagian di Malaysia, dan konferensi nasional telah diadakan di Kedah

untuk membicarakan hukum Islam, khususnya yang berkaitan dengan masalah

hukum pidana, yang dalam konferensi diputuskan untuk membentuk sebuah

komite yang terdiri dari ahli hukum Islam dan anggota bantuan hukum, yang

kemudian dikirim ke berbagai negara Islam untuk mempelajari hukum Islam

dan penerapannya.

Sebagai wujud perhatian pemerintah federal kepada hukum Islam, maka

pada saat yang sama dibentuk beberapa komite yang bertujuan untuk menelaah

struktur, yuridiksi, dan wewenang Pengadilan Syari’ah dan merekomendasikan

pemberian wewenang dan kedudukan yang lebih besar kepada hakim

Pengadilan Syari’ah, mempertimbangkan suatu kitab hukum keluarga Islam

yang baru guna mengantikan yang lama sebagai penyeragaman undang-undang

di negara bagian.

Pada dasarnya hukum Islam di Malaysia, ada yang menyangkut

persoalan perdata dan ada yang menyangkut persoalan pidana. 1 Dalam bidang

perdata meliputi: (a) pertunangan, nikah, cerai, membatalkan nikah atau

perceraian; (b) memberi harta benda atau tuntutan terhadap harta akibat perkara

nikah atau perceraian; (c) nafkah orang di bawah tanggungan, anak yang sah,

penjagaan dan pemeliharaan anak; (d) pemberian harta wakaf; dan (e) perkara

1
Fahim Abdullah bin Abdul Rahman, 1991: 96

3
4

lain yang diberikan kuasa berdasarkan undang-undang. Dalam persoalan pidana

mengatur: (a) penganiayaan terhadap istri dan tidak patuh terhadap suami; (b)

melakukan hubungan seks yang tidak normal; (c) penyalahgunaan minuman

keras; (d) kesalahan terhadap anak angkat; dan (e) kesalahan-kesalahan lain

yang diatur lebih jauh dalam undang-undang.

Federasi Malaysia adalah suatu negara yang mencantumkan dengan

resmi Islam sebagai Agama Negara. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 3 ayat (1)

Konstitusi Malaysia yang menentuan bahwa: “Islam ialah agama bagi

Persekutuan; tetapi bagi agama-agama lain boleh diamalkan dengan aman dan

damai dimana-mana bahagian Persekutuan”. Meskipun Islam dinyatakan

sebagai agama federasi, tetapi secara konprehensif, menyangkut keseluruhan

ketentuan hukum Malaysia, sistem pengadilannya bersifat federal. Baik

hukum negara federal maupun negara bagian, pengadilannya dilaksanakan di

pengadilan federal. Hanya pengadilan Syari’ah (syariah code) yang terdapat

pada negara bagian dengan menggunakan sistem Hukum Islam.2

Dengan demikian, hukum Islam hanya berlaku pada wilayah yang

terbatas, yaitu yang berhubungan dengan keluarga dan pelanggaran agama.

Dalam hukum keluarga, pengadilan perdata tetap memiliki yuridiksi, seperti

dalam kasus hak milik, warisan, serta pemeliharan anak, dan apabila terdapat

pertentangan antara pengadilan perdata dan syari’ah, maka kewenangan

peradilan perdata lebih diutamakan.3 Hukum keluarga bagi non-Muslim

termasuk wilayah kewenangan pemerintah federal di bawah peradilan sipil.

2
Ardian Nugraha, “Malaysia: Sistem Pemerintahan, Politik, Hingga Pemilu,” dikutip
dari www.ardiannugraha.com
3
Abdul Rahman Haji Abdullah, 1997: 151
5

Sedangkan hukum keluarga Muslim adalah urusan pemerintah Negara bagian

di bawah yurisdiksi peradilan syariah. Hukum pidana, ganti-rugi, kontrak,

agrarian dan lain-lain menjadi kewenangan pemerintah federal yang berlaku

untuk Muslim dan non-Muslim.

Struktur kehakiman di Malaysia terdiri dari Mahkamah Persekutuan

(Federal Court) dan di bawah itu Mahkamah Banding atau Mahkamah Rayuan

(Appeal Court). Kemudian di bawah kedua Mahkamah tersebut Mahkamah

Tinggi Malaya (High Court of Malaya), yang berada di Kuala Lumpur dan

Mahkamah Tinggi Sabah dan Serawak (High Court of Sabah and Serawak),

yang berada di tempat kedudukan oleh Raja (Yang Dipertuan Agung).

Selanjutnya di bawah Mahkamah Tinggi tersebut ada Mahkamah Rendah

(Session court), Mahkamah Mejistret dan Mahkamah Juvenile (Magistrate’s

Court/Juvenile Court), serta Mahkamah Penghulu. 4

Tiap-tiap negeri di Malaysia terdapat Mahkamah Syari’ah. Sejarah awal

terbentuknya Mahkamah Syari’ah bermula dari pentadbiran Majlis Ugama

Islam (MUIS), yang semula dikenal sebagai Mahkamah Qadhi. Pengadilan

Syari’ah di Malaysia yang dikenal dengan Mahkamah Syari’ah adalah lembaga

peradilan yang membicarakan, serta menjatuhkan hukuman ke atas orang Islam

untuk kesalahan sipil dan kriminal agama sesuai yurisdiksi yang dialokasikan

untuk Mahkamah Syari’ah. Mahkamah Syari’ah berwenang menjalankan

peraturan dan ketentuan Hukum Administrasi Agama Islam bagi setiap negeri

dan daerah di Malaysia. Yurisdiksi yang diberikan adalah seperti pernikahan,

perceraian, kekeluargaan serta solusi harta pusaka kecil.

4
Ajawan (2006:133)
6

Mahkamah Syari’ah di Malaysia terdiri dari Mahkamah Rendah

Syari’ah, Mahkamah Tinggi Syari’ah dan Mahkamah Rayuan Syari’ah.

Mahkamah Rendah Syari’ah berwenang untuk: (a) membicarakan kasus-kasus

yang ditetapkan oleh enakmen negeri; (b) mendengar dan memutuskan kasus

tersebut; (c) menyediakan kertas-kertas hasil dan laporan pengadilan; dan (d)

membicarakan kasus di tingkat daerah, sedangkan mahkamah Tinggi Syari’ah

berwenang untuk: (a) membicarakan kasus-kasus yang dialokasikan

kepadanya; (b) mengeluarkan perintah kasus-kasus sipil dan kriminal; (c)

memecahkan dan mengkonfirmasi kasus faraid; (d) mengelola kasus banding;

dan (e) menyediakan jurnal pengadilan untuk diterbitkan (pada beberapa

negara). Selanjutnya Mahkamah Rayuan Syari’ah, berwenang untuk: (a)

mendengar kasus-kasus banding; (b) memiliki kuasa pembatalan setiap sabetan

hukuman oleh Pengadilan Syari’ah; (c) mengurangi hukuman; (d) memerintah

agar diadakan pembicaraan kembali atau ulang bicara; (e) menerima banding

responden yang dihukum penjara atau denda tidak kurang RM 25.00 dan telah

membuat banding menurut prosedur yang telah ditetapkan; dan (f) setiap

banding akan didengar setidaknya oleh tiga orang panel (hakim) banding dari

Panel (Hakim) Rayuan Syari’ah yang ditunjuk dan ditaulaiha oleh KDYMM

Sultan (Ketua Hakim adalah Ketua Panel Rayuan Syari’ah).

B. Peradilan Islam di Saudi Arabia

Berdasarkan Pasal 1 Bab 1 Titah Raja No. A/90 tanggal 27 Sya’ban

1412 H tentang Basic Law of Goverment ditentukan bahwa kerajaan Saudi

Arabia adalah sebuah negara Islam berdaulat, agamanya Islam, konstitusinya

kitab Allah, Al-Quran Al-Karim dan Sunnah Nabi SAW. Islam sebagai dasar
7

Negara Saudi Arabia, Al Quran dan Sunnah Rasulullah merupakan Undang-

Undang Dasar negara, dan syari’ah sebagai hukum dasar yang dilaksanakan

oleh mahkamah-mahkamah (pengadilan-pengadilan) syari’ah dengan ulama

sebagai hakim dan penasehat-penasehat.

Menurut Rifyal Ka’bah (2009: 31) dijelaskan bahwa peradilan Saudi

Arabia terbentuk berdasarkan syari’at Islam tidak terlepas dari peran Raja

Abdul Aziz bin Abdul Rahman as-Saud yang membaiat wilayah-wilayah.

Badan yudikatif Saudi Arabia disebut Dewan Tinggi Peradilan atau Supreme

Council of Judiciary (SCJ) yang bertugas sebagai lembaga yang mengatur

administrasi peradilan dan masalah mengenai kewenangan mengadili. Dewan

tinggi peradilan ini beranggotakan 11 (sebelas) orang yang dipilih dari kalangan

ulama terkemukan di Saudi Arabia.

Lembaga yang mempunyai kewenangan dalam menyelesaikan

persoalan hukum di Saudi Arabia yaitu Mahkamah Syari’ah dan Lembaga

Fatwa. Kedua lembaga ini memiliki kewenangan yang berbeda. Mahkamah

Syari’ah mempunyai kewenangan absolut dan kewenangan relatif. Mahkamah

Syari’ah memeriksa perkara pidana (jinayah) perkara perdata (muamalah), dan

wilayah juridiksinya terbatas berdasarkan kompentensi relatifnya. Hakim-

hakim di Mahkamah Syari’ah dalam memeriksa suatu perkara yang tidak

ditemukan dasar-dasar hukum dalam Al-Qur’an atau Sunnah Rasulullah atau

basic law of government, maka diberikan kebebasan untuk berijtihad. Ijtihad

hakim baik berdasarkan pada keputusan hakim atas suatu perkara yang

sebelumnya dengan sifat dan karakteristik perkara yang sama, maupun

menggunakan hasil pemikiran para ulama hukum Islam klasik.


8

Lembaga Fatwa berfungsi untuk memberikan keputusan hukum atas

suatu persoalan yang menyangkut dengan kemaslahatan umum, baik

menyangkut dengan masalah hak kewargaan negara maupun persoalan politik

baik dalam negeri maupun luar negeri. Keputusan hukum Lembaga Fatwa

bersifat mengikat untuk dan bagi seluruh warga negara Arab Saudi.

Secara umum, lembaga peradilan di Saudi Arabia menganut sebuah

sistem hukum ganda, yang terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu pertama, peradilan

berdiri sendiri yang bersifat otonomi, tetapi tidak bertentangan dengan syari’at,

kedua peradilan syari’ah (peradilan syari’at Islam) yang sepenuhnya berdasar

syari’at. Peradilan berdiri sendiri yaitu peradilan yang bersifat administratif.

Peradilan ini tidak secara khusus berdasarkan Syari’at Islam, tetapi dirancang

agar sesuai dengan prinsip-prinsip syari’at dengan memperhatikan dan

mengambil jiwa syari’at secara umum. 5

Menurut Rifyal Ka’bah (2009: 40), dikatakan bahwa Peradilan Syari’ah

(Peradilan Syari’at Islam), yaitu peradilan yang sepenuhnya berdasarkan

Syari’at. Peradilan Syari’ah, terdiri atas 4 (empat) tingkatan peradilan, yaitu:

(a) Majelis al-Qadha al-A’la (Mahkamah Agung), (b) Mahkamah al-Tamyiz

(Peradilan Tingkat Banding), (c) Al-Mahakim al-‘Ammah (Pengadilan Biasa),

(d) Al-Mahakim al-Juz’iyah (Pengadilan Segera).

Dijelaskan lebih lanjut oleh Rifyal Ka’bah (2009: 41), bahwa Raja

Abdullah bin ‘Abd al-‘Aziz pada tanggal 1 Oktober 2007 telah menerbitkan

Royal Order (Titah Raja) tentang pembaharuan peradilan. Berdasarkan aturan

baru ini, maka hirarki Pengadilan Syari’at menjadi tiga tingkat, yaitu:

5
Rifyal Ka‟bah, 2009: 37-40
9

1. Pengadilan Tinggi sebagai Mahkamah Agung.

2. Pengadilan Tingkat Banding yang terdiri dari:

a. Pengadilan Perdata;

b. Pengadilan Pidana;

c. Pengadilan Hukum Keluarga;

d. Pengadilan Perdagangan; dan

e. Pengadilan Perburuhan.

3. Ketiga adalah Pengadilan Tingkat Pertama yang terdiri dari:

a. Pengadilan Umum;

b. Pengadilan Pidana;

c. Pengadilan Hukum Keluarga;

d. Pengadilan Perdagangan; dan

e. Pengadilan Perburuhan.

C. Peradilan Islam di Mesir

Peradilan Islam di Mesir terdapat dua fase, yaitu fase pembaruan Qadha

dan fase penghapusan hak-hak istimewa. Pada fase pembaruan Qadha

melahirkan lembaga-lembaga hukum yang menangani beberapa kasus hukum,

yaitu: (a) Mahkamah Mukhalitah yang menangani kasus-kasus yang terjadi

antara sesama orang asing yang mendapat hak-hak istimewa. Mahkamah ini

menangani kasus perdata dan pidana.6 (b) Mahkamah Ahliyah yang menangani

kasus-kasus hukum perdata dan pidana yang terjadi di kalangan orang Mesir

atau orang asing yang tidak mendapat hak istimewa. (c) Mahkamah Syari’ah

yang menangani perkara ahwal asy-syakhsiyyah, seperti masalah nafkah, talak,

6
Aden Rosadi, Peradilan Agama Di Indonesia Dinamika Hukum.(Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2015). hlm, 283.
10

dan warisan. Permasalahan ini hanya terbatas bagi orang-orang Mesir yang

beragama Islam. Sedangkan perkara-perkara bagai non-muslim diselesaikan

oleh suatu lembaga yang disebut Majelis Milliyah.

Pada fase penghapusan hak-hak istimewa dilakukan penghapusan hak-

hak istimewa pada tahun 1937, setelah terjadi pertemuan antara Mesir dan

Inggris. Lalu pada tahun 1948 dibentuk perundang-undangan Mesir yang

menjadikan syariat Islam sebagai sumber resmi, dan pada tahun 1950

ditetapkanlah Undang-Undang Hukum Pidana.

Sistem peradilan Mesir mempunyai 5 (lima) bentuk lembaga peradilan

1. Al-Mahkama ad-Dusturiyah al-‘Ulya (Mahkam Agung Konstitusi);

2. Majlis ad-Dawalah (Dewan Negara), yang meliputi: (a) Mahakim al-

Qadha’ al-‘Idary (Peradilan Tata Usaha Negara); (b) Qismu al-Fatawa

(Komisi Fatwa); (c) Qismu at-Tasyri’ (Komisi Perundang-undangan).

3. As-Sulthah Al-Qadha’iyyah / Al-Qadha’ al-‘Adiyah (Kekuasaan

Yudikatif/Peradilan Biasa), yang meliputi: (a) Peradilan (Mahkamah) (b)

Kejaksaan (Niyabah)

4. Hai’ah Qadhaya ad-Daulah (Lembaga Kasus-Kasus Negara);

5. An-Niyabah al-Idariyyah (Kejaksaan Administrasif).

Adapun tingkatan-tingkatan pada peradilan di Mesir ada 4 yaitu:

1. Peradilan Bagian (Al-Mahkamah Al-Juz’iyyah) yang diketuai oleh hakim

tunggal, yang berkewenangan memeriksa perkara pidana dan perdata

sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain menangani

kasus pelanggaran delik pers.


11

2. Peradilan tingkat pertama (al-Mahkamah al-Ibtidai’yyah) juga merupakan

peradilan ulang bagi al-mahkamah al-juz’iyyah yang mempunyai

kewenangan mengadili perkara pidana dengan tuntutan selain denda atau

tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum. Dalam bidang perdata,

peradilan ibtida’iyyah mengadili perkara perdata dengan ciri-ciri: pertama,

perkara yang dimintakan pengadilan ulang dari pengadilan juz’iyyah dan

kedua, perkara perdata yang nilainya lebih dari L.E. 5.000 (lima ribu pound

Mesir).

3. Peradilan Banding (al-Mahkamah al-Isti’nafiyyah) dilakukan dengan

sidang majelis yang beranggotakan 3 orang kanselir (al-Mustasyar).

Peradilan ini juga mengadili perkara pidana yang tempat kejadian perkara

dalam wilayah hukumnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

4. Peradilan Kasasi (Mahkamah al-Naqdh) berbeda dengan peradilan tingkat

banding, yang berwenang menangani perkara ulangan, maka peradilan

kasasi urgensinya adalan pengawasan terhadap keabsahan dalam

penerapan hukum terhadap perkara yang dimohonkan kasasi, dengan

tujuan untuk Meluruskan cacat yang terdapat dalam penerapan hukum dan

untuk mencapai manfaat yang lebih, yaitu menemukan unsur kemaslahatan

bagi para pihak yang bermuara pada kepentingan (maslahah) umum.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Federasi Malaysia adalah suatu negara yang mencantumkan dengan

resmi Islam sebagai Agama Negara. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 3 ayat (1)

Konstitusi Malaysia yang menentuan bahwa: “Islam ialah agama bagi

Persekutuan; tetapi bagi agama-agama lain boleh diamalkan dengan aman dan

damai dimana-mana bahagian Persekutuan”. Meskipun Islam dinyatakan

sebagai agama federasi, tetapi secara konprehensif, menyangkut keseluruhan

ketentuan hukum Malaysia, sistem pengadilannya bersifat federal. Baik

hukum negara federal maupun negara bagian, pengadilannya dilaksanakan di

pengadilan federal. Hanya pengadilan Syari’ah (syariah code) yang terdapat

pada negara bagian dengan menggunakan sistem Hukum Islam.

Berdasarkan Pasal 1 Bab 1 Titah Raja No. A/90 tanggal 27 Sya’ban

1412 H tentang Basic Law of Goverment ditentukan bahwa kerajaan Saudi

Arabia adalah sebuah negara Islam berdaulat, agamanya Islam, konstitusinya

kitab Allah, Al-Quran Al-Karim dan Sunnah Nabi SAW. Islam sebagai dasar

Negara Saudi Arabia, Al Quran dan Sunnah Rasulullah merupakan Undang-

Undang Dasar negara, dan syari’ah sebagai hukum dasar yang dilaksanakan

oleh mahkamah-mahkamah (pengadilan-pengadilan) syari’ah dengan ulama

sebagai hakim dan penasehat-penasehat.

Peradilan Islam di Mesir terdapat dua fase, yaitu fase pembaruan Qadha

dan fase penghapusan hak-hak istimewa. Pada fase pembaruan Qadha

melahirkan lembaga-lembaga hukum yang menangani beberapa kasus hukum,

12
13

yaitu: (a) Mahkamah Mukhalitah, (b) Mahkamah Ahliyah, dan (c) Mahkamah

Syari’ah. Pada fase penghapusan hak-hak istimewa dilakukan penghapusan

hak-hak istimewa pada tahun 1937, setelah terjadi pertemuan antara Mesir dan

Inggris. Lalu pada tahun 1948 dibentuk perundang-undangan Mesir yang

menjadikan syariat Islam sebagai sumber resmi, dan pada tahun 1950

ditetapkanlah Undang-Undang Hukum Pidana.

B. Saran

Kami menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,

kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang

makalah “Peradilan Islam di Negara Muslim” di atas dengan sumber-sumber

yang lebih banyak yang tentu dapat di pertanggungjawabkan oleh penulis.


DAFTAR PUSTAKA

Anshoruddin. (2016, Januari 19). Oleh Anshoruddin. Diambil dari Pta-pontianak.go.id:


https://pta-
pontianak.go.id/e_dokumen/2016/Peradilan%20Di%20Republik%20Arab-
Mesir_1%20oleh%20Anshoruddin.pdf
Dikuraisyin, B. (2017, September). Sistem Hukum Dan Peradilan Islam di Malaysia.
Terateks, I, 1-11.
Gunawan, H. (2019). Sistem Peradilan Islam. Jurnal El-Qanuny, V, 90-103.
Herviananda, R., Safar, S. K., & Syafithri, F. N. (2019, September 29). About Author:
Firda Nisa Syahfitri. Diambil dari Academia.edu:
https://www.academia.edu/44967983/PERADILAN_ISLAM_DI_NEGARA_
MUSLIM
Yusrizal. (2017, Juli-Desember). Studi Komparatif Pelaksanaan Peradilan Islam di
Negara Malaysia Dan Saudi Arabia. De Lega Lata, II, 445-471.

14

Anda mungkin juga menyukai