Anda di halaman 1dari 8

Pertanyaan

Dalam konteks Good Public Governance jelaskan hubungan antara pola kekuasaan 


dengan Perilaku Kepemimpinan Transformasional dan penggunaan kewenangan.

KETENTUAN PENULISAN

Umum

1. Paper ditulis dalam 8-10 halaman


2. Jarak baris 1,5 spasi
3. Jangan terlambat upload tugas ya.
4. Setiap kutipan harus mencantumkan sumbernya (nama penulis dan tahun)
5. Tidak mengandung unsur plagiasi.

Format

1. Pendahuluan
2. Tujuan Penulisan
3. Kajian Teori (konsep yang digunakan)
4. Pembahasan
5. Kesimpulan
6. Daftar Pustaka

1.1 PENDAHULUAN

Good Public Governance (GPG) adalah sistem atau aturan yang mengatur mengenai perilaku
terkait pengelolaan kewenangan oleh para penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya
secara bertanggungjawab dan akuntabel (KNKG 2008). Good Public Governance mengatur pola
hubungan antara penyelenggara negara dan masyarakat, penyelenggara negara dan lembaga
negara serta antara negara.

Menurut Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, salah satu
elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik
untuk mendapatkan informasi. Hak publik untuk mendapatkan informasi sangatlah penting
karena semakin terbuka penyelenggaraan sebuah negara maka makin mudah untuk diawasi
oleh masyarakatnya. Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat penting, hal ini berkaitan
dengan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik.
Lanskap bisnis dan industri berubah dengan cepat, sehingga perusahaan pun dipaksa untuk
turut melakukan perubahan dan beradaptasi. Tetapi praktik-praktik perusahaan, cara kerja, dan
pola pikir para pegawai sulit untuk diubah. Disini lah fungsi kepemimpinan transformasional.

Terbukanya akses publik terhadap informasi diharapkan dapat memotivasi lembaga-lembaga


negara untuk lebih bertanggung jawab terhadap tugas dan fungsinya. Perwujudan pemerintah
yang bersih dan terbuka, scrta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme dapat terwujud.
Keterbukaan (transparansi) merupakan salah satu prinsip yang terdapat dalam Good Public
Governance. KNKG 2008 menyebutkan bahwa penerapan Good Public Governance (GPG) dapat
meningkatkan daya saing serta nilai tambah bagi bangsa dan negara melalui pengelolaan
sumber daya secara bertanggung jawab. Kelima prinsip Good Public Governance memastikan
penyelenggaraan pemerintahan dikelola dengan baik.

1.2 TUJUAN PENULISAN

- Menjelaskan hubungan antara pola kekuasaan dengan Perilaku Kepemimpinan Transformasional dan
penggunaan kewenangan.

BAB1.

2.1 KAJIAN TEORI

1. Metode SSR (Sustained Silent Reading) dalam Meningkatkan Minat Baca Siswa

2. Pengertian Metode

3. SSR (Sustained Silent Reading)

4. Minat Baca Siswa

5. Metode SSR (Sustained Silent Reading) dalam Meningkatkan Minat Baca Siswa

6. Persiapan Metode SSR (Sustained Silent Reading) dalam Meningkatkan Minat Baca Siswa

7. Pelaksanaan Metode SSR (Sustained Silent Reading) dalam Meningkatkan Minat Baca Siswa

8. Implikasi Metode SSR (Sustained Silent Reading) dalam Meningkatkan Minat Baca Siswa

2.2. PEMBAHASAN

A.. Prinsip Good Public Governance

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dalam Pedoman Umum Good Public
Governance Indonesia, GPG memiliki 5 prinsip yaitu demokrasi, transparansi, akuntabilitas, budaya
hukum, serta kewajaran dan kesetaraan. Pengertian singkat dari masing-masing prinsip adalah sebagai
berikut:
a. Prinsip Demokrasi

Prinsip demokrasi memiliki tiga unsur pokok di dalamnya, yaitu partisipasi, pengakuan adanya
perbedaan pendapat dan perwujudan kepentingan umum. Unsur partisipasi dilaksanakan dengan
melibatkan masyarakat dalam penyusunan APBDes, sedangkan unsur pengakuan adanya perbedaan
pendapat dilaksanakan dengan mengumpulkan pendapat dan saran masyarakat terkait pengelolaan
pemerintahan desa. Kemudian unsur perwujudan kepentingan umum dilaksanakan dengan
memprioritaskan program dan kegiatan yang menjadi kebutuhan utama masyarakat. Prinsip demokrasi
hams diterapkan dalam segala aspek pemerintahan, balk itu dalam proses pemilihan aparatur desa
maupun dalam proses penyelenggaraan pemerintahan.

b. Prinsip Transparansi

Prinsip transparansi mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan penyediaan informasi yang


memadai serta mudah diakses oleh para pemangku kepentingan. Unsur pengungkapan dan penyediaan
infromasi dilaksanakan dengan melaporkan laporan pertanggungjawaban dan realisasi APBDes serta
informasi keuangan lainnya kepada pemangku kepentingan. Prinsip transparansi diperlukan agar
masyarakat luas dan dunia usaha bisa melakukan pengawasan secara objelctif terhadap jalannya
penyelengaraan pemerintahan. Oleh karena itu diperlukan penyediaan informasi dan dokumentasi yang
mudah diakses mengenai pola perumusan, isi peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik.
Selain itu, transparansi juga diperlukan dalam penyusunan dan penggunaan anggaran. Hal ini bertujuan
agar anggaran bisa dimanfaatkan dengan balk untuk kesejahteraan masyarakat.

c. Prinsip Akuntabilitas

Prinsip akuntabilitas mempunyai arti bahwa setiap unsur dalam pemerintahan mempunyai fungsi yang
jelas dan bisa mempertanggungjawabkan fungsi tersebut. Pelaksanaan akuntabilitas mengharuskan
pemerintahan desa mempunyai susunan tugas, fungsi, dan Tupoksi yang jelas. Prinsip akuntabilitas
diperlukan agar setiap bagian dalam pemerintahan. bisa menjalankan fungsi dan tugasnya secara
bertanggungjawab. Peraturan, kebijakan publik dan perundang-undangan menjadi acuan utama bagi
pan penyelenggara pemerintahan dalam menjalankan tugasnya sehingga penyalahgunaan wewenang
bisa dihindari.

d. Budaya Hukum

Prinsip budaya hukum mengharuskan penegakan hukum (law infintement) dilakukan secara tegas dan
tanpa pandang bulu. Semua proses dalam pemerintahan desa, mulai dad pencairan dana, pelaporan
pelaksanaan APBDes, hingga pelayanan kepada masyarakat hams mengikuti peraturan yang berlaku.
Budaya hukum dibangun dengan tujuan agar setiap aparatur pemerintahan desa melaksanakan
tugasnya dengan didasarkan pada kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan
yangberlaku. Setiap aparatur pemerintahan diwajibkan untuk membangun sistem dan budaya hukum
yang berkelanjutan, balk dalam penyusunan dan penetapan program mapun pelaksanaan dan
pertanggungjawabannya.
e. Prinsip Kewajaran dan Kesetaraan

Prinsip kewajaran dan kesetaraan memiliki arti bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan unsur
keadilan dan kewajaran wajib diperhatikan. Unsur keadilan dilaksanakan dengan memprioritaskan
kebutuhan setiap dusun, sedangkan unsur kewajaran dilaksanakan dengan melaksanakan pengelolaan
pemerintahan, terlebih khususnya keuangan berdasarkan peraturan yang berlaku. Perlakuan setara
kepada semua pemangku kepentingan akan mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang adil dan
bertanggungjawab. Kewajaran dan kesetaraan juga diperlukan untuk membuat masyarakat dan pars
pernangku kepentingan menjadi lebih that kepada hulcum dan benturan kepentingan juga bisa
dihindari.

Tujuan Good Public Governance

Sesuai dengan KNKG 2008 tentang pedoman Good Public Governance Indonesia, maksud dan tujuan
penerapan GPG adalah sebagai berikut.

Mendorong efektivitas penyelenggaraan negara yang berdasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas,
demokrasi, budaya hukum serta kewajaran dan kesetaraan.

Mendorong terlaksananya fungsi legislatif dan pengawasan, eksekutif, yudikatif dan lembaga-lembaga
non structural sesuai dengan tugas dan wewenangnya dengan dilandasi nilai moral yang tinggi dan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Mendorong penyelenggara negara untuk meningkatkan kompetensi dan integritas yang diperlukan
untuk melaksanakan fungsi, tugas dan kewenangannya.

Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab untuk memajukan dan mengutamakan
kesehjateraan rakyat dengan mempertimbangkan hak asasi dan kewajiban warga negara.

Meningkatkan daya saing yang sehat dan tinggi bagi Indonesia balk secara regional maupun
intemasional, dengan can menciptakan pasar bagi Indonesia yang inovatif dan efisien sehingga
meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi
nasional yang berkesinambungan.

B. POLA KEKUASAAN DENGAN PERILAKU KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN PENGGUNAAN


KEWENANGAN.

Istilah “kepemimpinan transformasional” bukanlah sebuah hal baru; istilah ini diciptakan oleh James
MacGregor Burns pada tahun 1978, namun baru dikenal luas dalam beberapa tahun terakhir.
Kepemimpinan transformasional atau transformational leadership adalah sebuah gaya kepemimpinan
yang mengidentifikasi perubahan yang diperlukan, menyusun visi yang akan membuka jalan bagi
perubahan yang dibuat dan melaksanakan rencana yang diperlukan agar perubahan tersebut terjadi.
Sangat mudah untuk melihat mengapa gaya kepemimpinan ini penting dalam dunia yang senantiasa
berubah saat ini.

Karakter para pemimpin transformasional

Visioner

Pemimpin transformasional haruslah visioner, agar dapat memprediksi kondisi yang ideal bagi
perusahaan mereka sebelum merencanakan perubahan untuk mencapai visi tersebut. Untuk
mengembangkan suatu visi bagi perusahaan mereka, para pemimpin transformasional harus memiliki
pola pikir optimis tentang perkembangan industri, dan terus-menerus menganalisis bagaimana
perkembangan tersebut dapat berdampak pada industri dan perusahaan mereka.

Menginspirasi

Perubahan dalam perusahaan tidak dapat diterapkan secara paksa, karena metode ini membutuhkan
adanya pengawasan konstan, yang berarti terbuangnya sumber daya dengan sia-sia. Perubahan harus
dilakukan dengan disertai perubahan pemikiran, pola pikir, dan perilaku secara bertahap. Inilah alasan
mengapa pemimpin transformasional harus dapat menjadi inspirasi; memberikan teladan yang etis,
empatis, tulus, optimis, serta berwibawa. Dengan menunjukkan atribut positif tersebut, akan secara
otomatis menginspirasi para pegawai yang berada di sekitarnya dan memudahkan terlaksananya
perubahan yang diperlukan

Kemampuan beradaptasi

Tujuan para pemimpin transformasional adalah untuk menciptakan perubahan yang positif. Oleh sebab
itu, mereka harus dapat beradaptasi dengan lingkungan kerja yang dinamis. Mereka mencari cara untuk
meminimalisir risiko yang dihasilkan dari berbagai implementasi dan perubahan baru, menjawab
tantangan dari dinamika pasar yang baru, serta mencoba-coba berbagai metode untuk melakukan
tugas-tugas tertentu demi kemajuan perusahaan.

Berpikiran terbuka

Untuk dapat menerapkan perubahan, harus ada penerimaan nilai-nilai dan prosedur baru terlebih
dahulu. Para pimpinan dituntut untuk memiliki pemikiran terbuka terkait metode baru yang diusulkan.
Para pimpinan harus berusaha untuk tidak bersikap konservatif atau skeptis; menunjukkan kemauan
untuk mencoba merupakan suatu sinyal bagi para pegawai untuk berpiki;4ran terbuka pula, sebuah
kekuatan ‘halus’ yang mendorong adanya inovasi dan perubahan dalam perusahaan.

Progresif

Sesuatu yang transformasional melibatkan adanya perubahan dan peningkatan, atau pada dasarnya
mengalami kemajuan. Oleh sebab itu, pemimpin yang memiliki tujuan transformasional haruslah
bersifat progresif; bersedia menerima gagasan dan praktik terbaik industri yang akan meningkatkan
standar perusahaan dalam berbagai aspek. Mereka tidak takut untuk menjajaki area-area baru, selama
dinilai akan menguntungkan di masa depan.

HR dan kepemimpinan transformasional: agen perubahan

HR selalu berada di lini depan, baik sebagai agen perubahan maupun pemeliharaan. Kepemimpinan
transformasional berkaitan erat dengan perubahan dan peningkatan, sehingga gaya kepemimpinan ini
berdampak langsung pada HR dalam beberapa aspek.

Pertama-tama, HR dituntut untuk memegang peranan yang lebih aktif dalam gaya kepemimpinan ini. HR
harus ikut merencanakan, menerapkan dan mengumumkan perubahan yang diperlukan sesuai visi sang
pimpinan. Ini membutuhkan penyusunan strategi yang matang bersama para stakeholder untuk
membuat perencanaan yang tepat dan sesuai dengan budaya perusahaan.
Pemantauan dan pengumpulan data terkait progres perubahan yang diperlukan merupakan tanggung
jawab HR. Untuk melakukannya, HR harus mengembangkan metode pengukuran (metrics) untuk menilai
apakah perusahaan bergerak ke arah perubahan yang diperlukan, dan rencana darurat untuk melakukan
intervensi apabila perusahaan justru bergerak menyimpang dari rencana yang dimaksud. Kemudian
dilakukan pelaporan kepada para stakeholder atau pemangku kepentingan mengenai progres
perubahan yang direncanakan.

HR, bersama dengan para pimpinan / manajer lainnya, diharapkan menjadi perwujudan atas perubahan
yang diusulkan. HR harus bersedia menerima kritik dari perubahan yang diusulkan, memahami
sepenuhnya manfaat dari perubahan tersebut agar mampu menyampaikan pesan dengan jelas kepada
perusahaan, dan bersikap optimis sehingga memancarkan ‘aura’ positif yang akan menginspirasi para
pegawai untuk turut mengadopsi perubahan yang diusulkan.

Tanggung jawab yang dibebankan kepada HR mungkin terdengar sangat besar, tetapi apabila tidak
terdapat kepemimpinan transformasional, perusahaan menanggung risiko untuk ‘ketinggalan jaman’
karena lingkungan usaha dan lanskap industri yang senantiasa berubah. Ingat, perubahan adalah satu-
satunya yang pasti (change is the only constant).

BAB II

3.1 KESIMPULAN

proses mengukur bagaimana lembaga publik menjalankan urusan publik dan mengelola sumber daya
publik dan menjamin realisasi hak asasi manusia dengan cara yang pada dasarnya bebas dari
penyalahgunaan dan korupsi dan dengan memperhatikan aturan hukum. Seorang pemimpin dikatakan
bergaya transformasional apabila dapat mengubah situasi, mengubah apa yang biasa dilakukan, bicara
tentang tujuan yang luhur, memiliki acuan nilai kebebasan, keadilan dan kesamaan. Pemimpin yang
transformasional akan membuat bawahan melihat bahwa tujuan yang akan dicapai lebih dari sekedar
kepentingan pribadinya.
3.2 DAFTAR PUSTAKA

- https://www.ksap.org/sap/good-public-governance/

- https://www.jobstreet.co.id/id/cms/employer/kepemimpinan-transformasional-definisi-kualitas-dan-
dampaknya-terhadap-hr/

- https://www.sampoernauniversity.ac.id/id/pengertian-dan-contoh-kajian-teori-dalam-makalah-dan-
karya-ilmiah/

Anda mungkin juga menyukai