Anda di halaman 1dari 98

i

HALAMAN JUDUL DEPAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. N DENGAN DIAGNOSA


MEDIS TRAUMA TUMPUL ABDOMEN PADA PEMENUHAN
KEBUTUHAN RASA NYAMAN DI RUANG LAIKAWARAKA
RUMAH SAKIT BAHTERAMAS

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

FITRIA NINGSIH
NIM. P00320018021

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN D III KEPERAWATAN
2021
ii

HALAMAN JUDUL DALAM

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. N DENGAN DIAGNOSA


MEDIS TRAUMA TUMPUL ABDOMEN PADA PEMENUHAN
KEBUTUHAN RASA NYAMAN DI RUANG LAIKAWARAKA
RUMAH SAKIT BAHTERAMAS

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan program


Diploma III Keperawatan

Oleh :

FITRIA NINGSIH
NIM. P00320018021

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN D III KEPERAWATAN
2021
iii

HALAMAN PERSETUJUAN
iv
v
vi

RIWAYAT HIDUP

I. INDENTITAS
1. Nama Lengkap : Fitria Ningsih
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Andaroa, 9 Desember 2000
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Suku/ Kebangsaan : Tolaki/Indonesia
6. Alamat : Kel. Besulutu Kec. Besulutu
7. No. Telp/ Hp : 085333616604

II. PENDIDIKAN
1. Sekolah Dasar Negeri 01 Besulutu Tamat Tahun 2012
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Besulutu Tamat Tahun 2015
3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Besulutu Tamat Tahun 2018
4. Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan Tahun 2018-2021
vii

MOTTO

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’d : 11)
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya” (An Najm : 39)
“Barang siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan yang seharusnya yang
ditunjukkan untuk mencari ridho Allah bahkan hanya untuk mendapatkan
kedudukan/kekayaan duniawi maka ia akan mendapatkan baunya surge nanti pada
hari kiamat (riwayat Abu Humirah radhiallahu anhu)”
viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena

berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya

tulis ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Nn. N Dengan Diagnosa

Medis Trauma Tumpul Abdomen Pada Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman di

Ruang Laikawaraka Rumah Sakit Bahteramas” .

Dari awal rencana penulisan hingga selsainya penulisan karya tulis ilmiah

ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan tantangan. Namun berkat bimbingan

dan saran berbagai pihak maka semua masalah dapat terselesaikan. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih

kepada :

1. Ibu Askrening, SKM.,M.Kes selaku direktur Poltekkes Kemenkes Kendari

2. Direktur RS Bahteramas yang telah memberikan izin untuk mengambil subjek

studi kasus

3. Bapak Indriono Hadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Kendari

4. Bapak Abdul Syukur Bau, S.Kep.,Ns.,MM dan Ibu Asminarsih ZP,

M.Kep.,Sp.,Kep.Kom selaku pembimbing yang membantu memberikan arahan

mulai dari awal hingga selesainya karya tulis ilmiah ini.

5. Bapak Indriono Hadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Penguji I, Bapak Muhaimin

Saranani, S.Kep.,Ns.,M.Sc selaku Penguji II dan Ibu Dr. Lilin


ix

Rosyanti,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Penguji III yang telah banyak memberikan

saran dan masukan dalam penulsian karya tulis ilmiah ini

6. Kedua orang tuaku yang telah memberikan dukungan moril dan metaril serta

menjadi motivasi dan semangat penulis dalam menyelesaikan masa studi.

7. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2018 yang telah berjuang bersama-sama

dalam suka maupun duka dalam menuntut ilmu pada Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Kendari

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah

diberikan dan semoga karya tulis ilmiah ini berguna baik bagi diri kami sendiri

maupun pihak lain yang memanfaatkannya

Kendari, Oktober 2021

Penulis
x

ABSTRAK

Fitria Ningsih (P 00320018043) “Asuhan Keperawatan Pada Nn. N Dengan


Diagnosa Medis Trauma Tumpul Abdomen Pada Pemenuhan Kebutuhan Rasa
Nyaman di Ruang Laikawaraka Rumah Sakit Bahteramas”. Dibimbing oleh Abdul
Syukur, S.Kep.,Ns.,MM dan Asminarsih ZP, M.Kep.,Sp.,Kep.Kom, 70 halaman +
xiv + 4 lampiran.
Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa
penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan,
ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi. Tujuan penelitian dapat
memberikan Asuhan Keperawatan pada Nn. N dengan diagnosa medis trauma
tumpul abdomen pada pemenuhan kebutuhan rasa nyaman di Ruang Laikawaraka
Rumah Sakit Bahteramas.
Desain penelitian yaitu dengan studi kasus, subjek penelitian Nn. N dengan
diagnosa medis trauma tumpul abdomen masalah keperawatan gangguan mobilitas
fisik. Metode pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara dan
pemeriksaan fisik dengan memfokuskan intervesi pada pemenuhan kebutuhan rasa
nyaman dengan tindakan keperawatan teknik relaksasi napas dalam. Hasil
penelitian setelah dilakukan perawatan ± 3 hari pada Nn. N menunjukkan klien
mangatakan nyeri mulai berkurang, skala nyeri 4 dan klien tidak merasa nyeri saat
bergerak lagi.
Kesimpulan asuhan keperawatan yang dilakukan secara komrehensif dapat
membantu klien mengatasi masalah keperawatan gangguan rasa nyaman. Saran,
agar klien secara mandiri melakukan dan memperetahankan tindakan relaksasi
napas dalam untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman.
Kata Kunci : Trauma tumpul abdomen, Asuhan Keperawatan Pemenuhan
Kebutuhan Rasa Nyaman
Daftar Pustaka : 26 (2006-2020)
xi

DAFTAR ISI
Contents

HALAMAN JUDUL DEPAN ................................................................................. i


HALAMAN JUDUL DALAM ............................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .............. Error! Bookmark not defined.
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................................. iv
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ v
MOTTO ................................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
ABSTRAK .............................................................................................................. x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan Studi Kasus .............................................................................. 3
D. Manfaat Studi Kasus ............................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6
A. Tinjauan Trauma Tumpul Abdomen .................................................... 6
B. Tinjauan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman ................................ 17
C. Tinjuan Konsep Asuhan Keperawatan Pemenuhan Rasa Nyaman .... 31
D. Konsep Intervensi Dukungan Mobilitas............................................. 39
E. Penelitian Terkait tentang Penerapan Intervensi Teknik Relaksasi
Napas Dalam ...................................................................................... 43
BAB III METODE STUDI KASUS. .................................................................... 44
A. Rancangan Studi Kasus ...................................................................... 44
B. Subjek Studi Kasus ............................................................................ 44
C. Waktu dan Tempat Melakukan Studi Kasus ...................................... 45
D. Fokus Studi Kasus .............................................................................. 45
E. Definisi Operasional ........................................................................... 45
F. Langkah-Langkah Pengumpulan Data ............................................... 48
G. Analisis data dan Penyajian Data ....................................................... 51
H. Etika Penelitian .................................................................................. 51
BAB IV TINJAUAN KASUS .............................................................................. 53
A. Hasil Studi Kasus ............................................................................... 53
B. Pembahasan ........................................................................................ 63
BAB V PENUTUP................................................................................................ 69
A. Kesimpulan ........................................................................................ 69
B. Saran ................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA
xii

DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 2.1 Klasifikasi Nyeri …………………………………………… 20
Tabel 2.2 Skala Nyeri ………………………………………………… 27
Tabel 2.3 Pengelompokkan Skala Nyeri………………………………. 28
Tabel 2.4 Rencana Keperawatan Kebutuhan Rasa Nyaman……..…….. 37
xiii

DAFTAR GAMBAR

Hal.
Gambar 4.1 Genogram 3 generasi ….………………………………… 54
xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Bebas Administrasi

Lampiran 2 Surat Keterangan Bebas Pustaka

Lampiran 3 Surat Pengantar Pengambilan Data Awal

Lampiran 4 Surat Izin Pengambilan Data Awal

Lampiran 5 Lembaran Bimbingan KTI

Lampiran 6 Format Judul


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma abdomen merupakan trauma yang terletak di daerah antara pelvis

bagian bawah dan diafragma pada bagian atas. Trauma abdomen terdiri atas

trauma tumpul abdomen dan trauma tembus abdomen. Angka kejadian trauma

tumpul abdomen lebih besar dibanding trauma tembus abdomen, didapatkan

sekitar 80% kejadian trauma tumpul abdomen dari kejadian trauma abdomen

secara keseluruhan (Shinta, 2020).

Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi

dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada

penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan

tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan, pukulan, benturan, ledakan, deselerasi,

kompresi atau sabuk pengaman (set-belt), kecelakaan lalu lintas dapat

mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus dilakukan laparatomi

(Muttaqin, 2011).

Penatalaksanaan medis pasien dengan trauma tumpul abdomen yakni

tindakan pembedahan yang sebagian besar karena terjadi perdarahan membuat

klien mengelami beberapa keluhan salah satunya adalah nyeri. Pasien dapat

merasa berat akibat tindakan pembedahan tersebut dan dapat mengganggu rasa

nyaman klien. Sehingga diperlukan tindakan keperawatan yang komprehensif

untuk membantu mengatasi masalah keperawatan yang timbul akibat trauma

tumpul abdomen.

1
2

Data World Health Organization (WHO) tahun 2018 menyebutkan bahwa

sekitar 1,35 juta orang meninggal setiap tahun karena mengalami kecelakaan

lalu lintas dan trauma akibat kecelakaan yang dihubungkan sebagai penyebab

kematian, dimana trauma abdomen sekitar 7-10 % merupakan penyebab

kematian yang cukup sering ditemukan (WHO, 2018; Costa, 2010 Shinta, 2020).

Trauma merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas populasi anak

muda di dunia, diperkirakan tahun 2020 sekitar 8,1 juta orang meninggal akibat

kecelakaan, dan kecelakaan lalu lintas penyebab ketiga terjadinya disabilitas

global dan (Ntundu et al, 2019).

Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melalui

riset kesehatan dasar diketahui bahwa prevalensi trauma tertinggi didapatkan

pada kelompok usia 15–24 tahun. Di Indonesia penyebab trauma secara umum

yang terbanyak adalah jatuh (40,9 %) dan kecelakaan sepeda motor (40,6 %),

selanjutnya penyebab trauma karena terkena benda tajam atau tumpul (7,3%),

transport tasi darat lain (7,1%) dan kejatuhan (2,5 %) penyebab trauma

transportasi sepeda motor tertinggi ditemukan di bengkulu (56,4 %) dan

terendah di papua (19,4 %) (Riskesdas, 2018).

Data rekam medis Rumah Sakit Bahteramas Kendari tahun 2018 diketahui

bahwa pasien dengan trauma tumpul abdomen sebanyak 10 kasus, tahun 2019

sebanyak 4 kasus, tahun 2020 sebanyak 4 kasus dan tahun 2021 hingga bulan

Juni sebanyak 6 kasus dan harus menjalani operasi pembedahan karena

ditemukannya rupture atau perdarahan internal (Rekam Medis RS Bahteramas,

2019).
3

Perawat merupakan ujung tombak dan berperan aktif dalam memberikan

pelayanan membantu klien mengatasi permasalahan yang dirasakan baik dari

aspek psikologis maupun aspek fisiologi secara komprehensif. Pada kasus

trauma tumpul abdomen masalah keperawatan yang dapat muncul adalah

gangguan pemenuhan rasa nyaman yakni nyeri akut (Andri & Wahid, 2016).

Dalam studi kasus ini penulis mengangkat masalah nyeri akut didasarkan pada

hasil pengkajian dimana klien mengalami trauma tumpul abdomen dan

mengeluh nyeri abdomen pasca kejadian tersebut.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk

menyusun karya tulis ini yang bejudul “Asuhan Keperawatan pada Nn. N dengan

Diagnosa Medis Trauma Tumpul Abdomen pada Pemenuhan Kebutuhan Rasa

Nyaman di Ruang Laikawaraka Rumah Sakit Bahteramas”

B. Rumusan Masalah

Rumusan dalam Studi kasus ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan

pada Nn. N dengan Diagnosa Medis Trauma Tumpul Abdomen pada

Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman di Ruang Laikawaraka Rumah Sakit

Bahteramas?”.

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Penulis dapat memberikan Asuhan Keperawatan pada Nn. N dengan

Diagnosa Medis Trauma Tumpul Abdomen pada Pemenuhan Kebutuhan

Aktivitas di Ruang Laikawaraka Rumah Sakit Bahteramas.


4

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada Nn. N

dengan diagnosa medis trauma tumpul abdomen pada pemenuhan

kebutuhan rasa nyaman di Ruang Laikawaraka Rumah Sakit Bahteramas

b. Penulis mampu menegakkan diagnosa asuhan keperawatan pada Nn. N

dengan diagnosa medis trauma tumpul abdomen pada pemenuhan

kebutuhan rasa nyaman di Ruang Laikawaraka Rumah Sakit Bahteramas

c. Penulis mampu menyusun Intervensi asuhan keperawatan pada Nn. N

dengan diagnosa medis trauma tumpul abdomen pada pemenuhan

kebutuhan rasa nyaman di Ruang Laikawaraka Rumah Sakit Bahteramas

d. Penulis mampu menerapkan Implementasi asuhan keperawatan pada Nn.

N dengan diagnosa medis trauma tumpul abdomen pada pemenuhan

kebutuhan rasa nyaman di Ruang Laikawaraka Rumah Sakit Bahteramas

e. Penulis mampu menyusun evaluasi asuhan keperawatan pada Nn. N

dengan diagnosa medis trauma tumpul abdomen pada pemenuhan

kebutuhan rasa nyaman di Ruang Laikawaraka Rumah Sakit Bahteramas.

f. Penulis mampu menganalisis intervensi keperawatan : dukungan

mobilisasi pada Nn. N dengan diagnosa medis trauma tumpul abdomen

pada pemenuhan kebutuhan rasa nyaman di Ruang Laikawaraka Rumah

Sakit Bahteramas.
5

D. Manfaat Studi Kasus

1. Manfaat bagi penulis

Hasil studi kasus ini dapat memberikan wawasan pada penulis tentang

asuhan keperawatan dengan masalah gangguan pemenuhan kebutuhan rasa

nyaman pada pasien trauma tumpul abdomen dengan menggunakan asuhan

keperawatan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat/Pasien

Memberikan pengetahuan dan keterampilan pada keluarga dan masyarakat

tentang masalah gangguan pemenuhan kebutuhan rasa nyaman pada

pasien trauma tumpul abdomen.

b. Bagi Institusi/Pendidikan

1) Sebagai bahan bacaan diperpustakaan dan bahan acuan perbandingan

pada penanganan kasus keperawatan.

2) Menghasilkan ahli madya keperawatan sebagai perawat professional

yang memiliki pengetahuan yang memadai sesuai perkembangan ilmu

dan pengetahuan.

3) Bagi Rumah Sakit/ Puskesmas

Dapat memberikan asuhan keperawatan untuk kasus yang sama serta

menjaga dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya

masalah gangguan pemenuhan kebutuhan rasa nyaman pada pasien

trauma tumpul abdomen.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Trauma Tumpul Abdomen

1. Definisi

Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen

tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan,

benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul

kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi

dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya.

Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ

berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan (Andrew,

2014).

2. Mekanisme Trauma Tumpul Abdomen

Pada trauma tumpul abdomen, cedera pada organ intra abdomen

bergantung pada mekanisme cedera dan organ yang terlibat. Organ yang terlibat

contohnya organ berhubungan dengan lokasi anatomis, organ padat atau organ

berongga, terfiksir atau mobile. Berbagai macam mekanisme cedera dapat

dikaitkan dengan trauma tumpul, tetapi sebagian besar disebabkan oleh

kecelakaan lalu lintas dan jatuh (Indah, 2016).

Ada beberapa mekanisme cedera pada trauma tumpul abdomen yang dapat

menyebabkan cedera organ intraabdomen, yaitu (Sander, 2018) :

a. Benturan langsung terhadap organ intraabdomen diantara dinding abdomen

anterior dan posterior

6
7

b. Cedera avulsi yang diakibatkan oleh gaya deselerasi pada kecelakaan dengan

kecepatan tinggi atau jatuh dari ketinggian. Gaya deselerasi dibagi menjadi

deselerasi horizontal dan deselerasi vertikal. Pada mekanisme ini terjadi

peregangan pada struktur-struktur organ yang terfiksir seperti pedikel dan

ligament yang dapat menyebabkan perdarahan atau iskemik

Terjadinya closed bowel loop pada disertai dengan peningkatan tekanan

intraluminal yang dapat menyebabkan rupture organ berongga

c. Laserasi organ intraabdomen yang disebabkan oleh fragmen tulang (fraktur

pelvis, fraktur costa)

d. Peningkatan tekanan intraabdomen yang masif dan mendadak dapat

menyebabkan rupture diafragma bahkan ruptur kardiak

3. Diagnosis

a. Anamnesis

Pada evaluasi trauma tumpul abdomen, anamnesis yang detil dan akurat

sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan terjadinya cedera organ

intraabdomen akibat trauma tumpul abdomen. Informasi diperoleh dari

paramedis, polisi atau yang mendampingi pasien saat transportasi dan juga

dari pasien sendiri jika pasien sadar baik (Wiargitha, 2017).

Saat melakukan anamnesis, digunakan sistem MIST, yaitu :

1) Mekanisme cedera

2) Injury (cedera yang didapat)

3) Signs (tanda atau gejala yang dialami)

4) Treatment (penanganan yang telah diberikan) (Sugrue, 2000).


8

b. Pemeriksaan fisik

Penilaian klinis terhadap pasien yang mengalami trauma tumpul

abdomen terkadang sulit dilakukan dan tidak akurat, dan dapat ditemukan

pada sekitar 50% pasien yang mengalami trauma tumpul abdomen (Legome

dan Geibel, 2016; Sugrue, 2000). Selain penurunan kesadaran, efek

hemoperitoneum dan variasi cedera dari berbagai variasi gejala cedera organ

padat atau berongga membuat interpretasi yang sulit dilakukan. Adanya

cedera lainnya pada pasien multi trauma memberikan tantangan tambahan

(Indah, 2016).

Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada pasien yang sadar baik

yaitu :

1) Nyeri perut

2) Nyeri tekan pada abdomen

3) Perdarahan gastrointestinal

4) Hipovolemik

5) Tanda-tanda peritonitis (Salomone, 2010)

Bagaimanapun, akumulasi darah dalam jumlah yang banyak di

intraperitoneum dan rongga pelvis dapat memberikan perubahan pemeriksaan

fisik yang tidak signifikan. (Legome, Geibel, 2016). Keluhan nyeri perut

maupun nyeri tekan pada abdomen memiliki sensitifitas yang baik untuk

mengidentifikasi cedera organ intraabdomen, tetapi sensitifitas tersebut dapat

menurun bila didapatkan penurunan skor Glasgow Coma Scale (GCS)

(Adelgais, 2014).
9

Evaluasi terhadap cedera penyerta yang berhubungan sangat diperlukan

pada pasien yang mengalami trauma tumpul abdomen (Sugrue, 2000). Pada

pemeriksaan fisis, ada beberapa tanda yang dapat membantu untuk

memprediksi kemungkinan cedera organ intraabdomen, yaitu :

1) Lap belt marks : berhubungan dengan ruptur usus halus

2) Kontusio dengan steering wheel shaped

3) Ekimosis pada daerah panggul (Grey Turner sign) atau umbilicus (Cullen

sign) : mengindikasikan perdarahan retroperitoneal tetapi biasanya timbul

setelah beberapa jam sampai beberapa hari

4) Distensi abdomen

5) Terdengar bising usus pada daerah thorak : mengindikasikan cedera pada

diafragma

6) Bruit pada abdomen : mengindikasikan adanya penyakit vaskuler yang

mendasari atau adanya fistel arteriovenous fistula.

7) Nyeri tekan lokal atau difus, disertai rigiditas : kemungkinan cedera

peritoneum

8) Krepitasi atau thoracic cage yang tidak stabil mengindikasikan

kemungkinan cedera lien atau hepar (Legome dan Geibel, 2016).

c. Pemeriksaan penunjang

Pasien dengan trauma tumpul abdomen yang berat, organ intra-

abdomen harus dievaluasi dengan menggunakan pemeriksaan yang objektif

dibandingkan hanya dengan pemeriksaan fisis sendiri bila didapatkan nyeri


10

yang signifikan dan disertai dengan penurunan kesadaran. Pemeriksaan yang

umum digunakan untuk evaluasi abdomen adalah

1) Computed Tomography (CT) abdomen

Pemeriksaan Computed Tomography abdomen merupakan baku

emas untuk diagnostik cedera organ intraabdomen dengan hemodinamik

stabil. Pemeriksaan ini menggunakan kontras intravena, sehingga

pemeriksaan ini sensitif terhadap darah dan dapat mengevaluasi masing-

masing organ, termasuk struktur organ retroperitoneal (Boffard, 2012).

Helical CT Scan sagital dan koronal rekonstruksi yang dapat membantu

dan sangat berguna untuk mendeteksi cedera diafragma. Selain itu, juga

dapat meningkatkan diagnosis cedera gastrointestinal (Radwan dan Zidan,

2006).

Computed Tomography abdomen memiliki akurasi yang tinggi,

mencapai 95% dan memiliki negative predictive value yang sangat tinggi

yaitu hamper 100%. Tetapi pasien dengan kecurigaan trauma tumpul

abdomen harus dirawat di rumah sakit selama paling sedikit 24 jam untuk

observasi meskipun hasil CT abdomen negatif. Pemeriksaan ini sangat

membantu dalam menentukan derajat cedera organ padat dan menjadi

penuntun untuk penatalaksanaan nonoperatif dan juga keputusan untuk

dilakukan tindakan pembedahan (Radwan dan Zidan, 2006).

Pemeriksaan CT abdomen juga memiliki batasan yaitu diperlukan

petugas yang ahli untuk melakukannya dan dokter spesialis radiologi

untuk membuat interpretasi hasil. Pemeriksaan CT abdomen walaupun


11

sangat sensitif terhadap organ padat, tetapi tidak menunjukkan adanya

robekan pada mesenterium, cedera pada usus terutama robekan yang kecil,

cedera diafragma bila rekonstruksi sagital dan coronal tidak dilakukan, dan

cedera pankreas bila dilakukan segera setelah trauma. Adanya cairan bebas

intraperitoneal pada keadaan tidak adanya cedera pada organ padat dapat

menyebabkan keraguan dimana terdapat 25% lesi pada usus tidak

terdeteksi. Sehingga disarankan untuk dilakukan pemeriksaan Diagnostic

Peritoneal Lavage (DPL) bila disepakati untuk tatalaksana konservatif.

Kerugian CT abdomen yaitu perlunya mentransfer pasien ke unit CT

scan, bahaya radiasi yang didaptkan, pasien dapat tidak koperatif atau

mengambil posisi yang baik bila kesakitan atau dengan penurunan

kesadaran. Gagal ginjal atau riwayat syok anafilaktik sebelumnya dapat

menghalangi penggunaan CT abdomen. Pemeriksaan tanpa menggunakan

kontras dapat menurunkan sensitifitas CT abdomen dalam mendiagnosis

cedera organ padat. (Boutros, Nassef, Ghany, 2015).

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada saat melakukan

pemeriksaan CT abdomen, yaitu :

a) Tidak boleh dilakukan pada pasien dengan status hemodinamik tidak

stabil

b) Jika dari mekanisme cedera dicurigai cedera pada duodenum, maka

pemberian kontras peroral dapat membantu diagnosis.


12

c) Jika dicurigai cedera pada rektum dan kolon distal dengan adanya darah

pada pemeriksaan rektum, pemberian kontras melalui rectum dapat

membantu (Boffard, 2002).

2) Focused Assessment Sonography for Trauma (FAST)

Focus Assesment Sonography for Trauma awalnya dilakukan di

Eropa dan Jepang pada tahun 80-an yang kemudian diadopsi oleh Amerika

Utara pada tahun 90-an, yang kemudian berkembang ke seluruh dunia.

Kuwait merupakan salah satu negara di Timur Tengah yang pertama kali

menggunakan FAST di unit gawat darurat (Radwan, Zidan, 2006

Asshiddiqi, 2014).

Focus Assesment Sonography for Trauma merupakan suatu

pemeriksaan yang mendeteksi ada tidaknya cairan intraperitoeneal.

Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang aman dan cepat serta dapat

dengan mudah untuk dipelajari. Pemeriksaan FAST juga sangat berguna

bagi pasien dengan hemodinamik tidak stabil dan tidak dapat dibawa ke

ruang CT abdomen, bahkan dapat dilakukan disamping pasien selama

dilakukan resusitasi tanpa harus dipindahkan dari ruangan resusitasi

(Radwan, Zidan, 2006). Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pemeriksaan ini memiliki sensitifitas 79 – 100% dan spesifitas 95 – 100%,

terutama pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil (Boutros, Nassef,

Ghany, 2015).

Pada pemeriksaan FAST difokuskan pada 6 area, yaitu perikardium,

hepatorenal, splenorenal, parakolik gutter kanan dan kiri, dan rongga


13

pertioneaum di daerah pelvis (Boffard, 2002). Pada evaluasi trauma

tumpul abdomen, FAST menurunkan angka penggunaan CT Scan dari

56% menjadi 26% tanpa meningkatkan resiko kepada pasien (Indah,

2016).

Pemeriksaan ini akurat untuk mendeteksi darah sebanyak >100

mililiter, namun hasil pemeriksaan sangat bergantung pada operator yang

mengerjakan dan akan terutama pada pasien obesitas atau usus usus terisi

udara. Cedera organ berongga sangat sulit untuk didiagnosis dan memiliki

sensitivitas yang rendah sekitar 29–35% pada cedera organ tanpa

hemoperitoneum.

Keterbatasan ultrasound harus dipahami ketika menggunakan

FAST. Ultrasound tidak akurat pada pasien obesitas akibat kurangnya

kemampuan penetrasi gelombang sonografi. Selanjutnya, akan sulit juga

untuk memvisualisasi struktur organ intra-abdomen pada keadaan ileus

atau elfisema subkutis. USG sangat akurat untuk mendeteksi cairan

intraperitoneal tetapi tidak dapat membedakan antara darah, urin, cairan

empedu atau ascites. Organ retroperitoneal juga sulit untuk dievaluasi

(Radwan dan Zidan, 2006).

Pemeriksaan FAST ini dapat dipertimbangkan sebagai modalitas

awal pada evaluasi trauma tumpul abdomen, tidak invasive, tersedia

dengan mudah, dan membutuhkan waktu persiapan yang singkat.

Ultrasonografi berulang pada pasien trauma tumpul abdomen yang


14

mendapat observasi ketat meningkakan sensitifitas dan spesifisitas

mendekati 100% (Boutros, Nassef, Ghany, 2015).

3) Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)

Diagnostic Peritoneal Lavage adalah suatu pemeriksaan yang

digunakan untuk menilai adanya darah di dalam abdomen. Gastric tube

dipasang untuk mengosongkan lambung dan pemasangan kateter urin

untuk pengosongan kandung kemih. Sebuah kanul dimasukkan di bawah

umbilicus, diarahkan ke kaudal dan posterior. Jika saat aspirasi didapatkan

darah (>10ml dianggap positif) dan selanjutnya dimasukkan cairan ringer

laktat (RL) hangat sebanyak 1000 mililiter (ml) dan kemudian dialirkan

keluar. Jika didapatkan sel darah merah >100.000 sel/mikroliter(μL) atau

leukosit >500 sel/μL maka pemeriksaan tersebut dianggap positif. Jika

terdapat keterbatasan laboratorium, dapat menggunakan urine dipstick.

Jika didapatkan drainage cairan lavage melalui chest tube

mengindikasikan penetrasi diafragma (Boffard, 2002).

Bila hemodinamik stabil, dilakukan pemeriksaan FAST dan CT

abdomen. Apabila dengan hemodinamik tidak stabil, dilakukan

pemeriksaan FAST atau DPL (Richard et al., 2007). FAST sangat berguna

sebagai alat diagnostic untuk mendeteksi cairan intra abdomen, sehingga

indikasi DPL menjadi lebih terbatas. Ketiga modalitas diagnostic ini saling

melengkapi dan tidak kompetitif. Kegunaan masing-masing dapat

dimaksimalkan ketika digunakan secara tepat (Radwan, Zidan, 2006)


15

4) Laparotomi eksplorasi

Laparotomi eksplorasi merupakan modalitas diagnostik paling akhir.

Indikasi dilakukan laparotomi eksplorasi adalah :

a) Hipotensi atau syok yang tidak jelas sumbernya

b) Perdarahan tidak terkontrol

c) Tanda – tanda peritonitis

d) Luka tembak pada abdomen

e) Ruptur diafragma

f) Pneumoperitoneum

g) Eviserasi usus atau omentum.

h) Indikasi tambahan : perdarahan signifikan dari naso-gastric tube (NGT)

atau rectum, perdarahan dari sumber yang tidak jelas, luka tusuk dengan

cedera vascular, bilier, dan usus (Richard dkk., 2007).

Prioritas pembedahan pada saat laparotomi adalah :

a) Menemukan dan mengontrol perdarahan

b) Menemukan cedera usus untuk mengontrol kontaminasi feses

c) Identifikasi cedera ogan abdomen dan struktur lainnya

d) Memperbaiki kerusakan organ dan strukturnya (Richard dkk., 2007)

d. Penggunaan Skor Blunt Abdominal Trauma Scoring System (BATSS)

Blunt Abdominal Trauma Scoring System (BATSS) adalah suatu sistem

skoring yang digunakan untuk mendeteksi pasien yang dicurigai mengalami

cedera organ intra-abdomen akibat trauma tumpul abdomen. Dimana sistem

skoring ini dapat menghemat waktu, mengurangi penggunaan CT abdomen


16

yang tidak perlu, paparan radiasi, dan biaya yang digunakan untuk

menegakkan diagnosis dan penatalaksanaannya. Hal-hal yang dinilai dalam

BATTS antara lain :

1) Nyeri abdomen, nilai skor 2

2) Nyeri tekan abdomen, nilai skor 3

3) Jejas pada dinding dada, nilai skor 1

4) Fraktur pelvis, nilai skor 5

5) Focus Assesment Sonography for Trauma, nilai skor 8

6) Tekanan darah sistolik <100 mmHg, nilai skor 4

7) Denyut Nadi >100 kali/menit, nilai skor 1

Berdasarkan sistem skoring BATSS, pasien dibagi menjadi 3 kelompok

yaitu resiko rendah yaitu jika jumlah skor BATSS kurang dari 8, resiko

sedang jumlah skor BATSS 8-12, resiko tinggi jumlah skor BATSS lebih dari

12. Pada kelompok pasien dengan risiko sedang diperlukan observasi dan

pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Sistem

skoring yang ada saat ini yaitu Clinical Abdominal Scoring System (CASS)

sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan perlunya tindakan

laparotomi segera, dan juga meminimalisir penggunaan pemeriksaan lanjutan

pada pasien trauma tumpul abdomen.

Selain itu mengurangi waktu dan biaya yang tidak perlu (Afifi, 2008).

Hal ini juga didukung oleh Avini et al, dimana skoring tersebut memberikan

sensitifitas dan spesifisitas yang baik dalam penentuan laparotomi (Avini,

Nejad, Chardoli, & Movaghar, 2011). Sistem skoring CASS ini disusun
17

dengan menggunakan sampel dengan rentang usia yang

luas termasuk anak usia 2 tahun pada penelitian Afifi et al. Dimana angka

hipotensi pada rentang usia anak dan dewasa berbeda. Pemeriksaan fisik atau

ultrasound sendiri tidak dapat menggambarkan kondisi pasien. Tetapi

kombinasi gambaran klinis dan hasil Focus Assesment with Sonography in

Trauma (FAST), memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang sama dengan

CT scan untuk mendiagnosis cedera organ intra-abdomen (Shojaee et al,

2014).

Blunt Abdominal Trauma Scoring System memberikan sistem skor

dengan akurasi tinggi dalam mendiagnosis cedera organ intra-abdomen pada

pasien trauma tumpul abdomen berdasarkan gambaran klinis seperti riwayat

pasien, pemeriksaan fisik dan FAST. Diagnosis yang ditegakkan berdasarkan

sistem skoring ini sangat mirip dengan hasil yang didapatkan dari CT scan.

B. Tinjauan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman

1. Definsi Gangguan Rasa Nyaman

Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan

sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan emosional

(SDKI PPNI, 2016). Potter & Perry (2012) rasa nyaman merupakan

merupakan keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan

ketentraman (kepuasan yang dapat meningkatkan penampilan sehari-hari),

kelegaan (kebutuhan yang telah terpenuhi), dan transenden.


18

2. Definisi Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan pengalaman emosional yang

tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual

atau potensial yang dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan

jaringan tubuh (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). Nyeri adalah pengalaman

sensori atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau

fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan

hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI PPNI, 2016).

Berdasarkan definisi para ahli maka dapat disimpulkan bahwa nyeri

adalah perasaan tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan tubuh

yang terjadi secara mendadak dengan intensitas dari ringan sampai berat.

3. Fisiologi Nyeri

Terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri yaitu resepsi,

presepsi, dan relaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls

melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis

dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di

dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri

dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri

sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks

serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses

informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta

asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri (Wahyudi &

Abd.Wahid, 2016).
19

Pelepasan zat-zat kimia


seperti :
Kerusakan Jaringan - Prostaglandin
- Bradikinin
- Serotonin
- Histamine
- Zat algesik
-

Medula Spinalis Impuls nyeri Stimulasi Reseptor

Konu Dorsalis Traktur Thalamus


MS Spinotalmis

Nyeri persepsi Pengalaman Korteks cerebri


subyektif dan
emosional Sumber : Suwiyoga (2007)

Gambar 2.1. Skema alur nyeri

4. Penyebab Gangguan Rasa Nyaman

a. Gejala penyakit

b. Kurang pengendalian situasional/lingkungan

c. Ketidakadekuatan sumber daya

d. Kurangnya privasi

e. Gangguan stimulus lingkungan

f. Efek samping terapi (misal medikasi, radiasi dan kemoterapi) (SDKI

PPNI, 2016).
20

5. Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis.

Tabel 2.1 Klasifikasi Nyeri


Nyeri Akut Nyeri Kronis
Nyeri akut adalah pengalaman Nyeri kronis adalah pengalaman
sensorik atau emosional yang sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan berkaitan dengan kerusakan
aktual atau fungsional, dengan onset jaringan aktual atau fungsional,
mendadak atau lambat dan dengan onset mendadak atau
berintensitas ringan hingga berat yang lambat dan berintensitas ringan
berlangsung kurang dari kurang 3 hingga berat dan konstan, yang
bulan. berlangsung lebih dari 3 bulan.
Penyebab nyeri kronis antara lain:
a. Kondisi muskuloskeletal
kronis
b. Kerusakan sistem saraf
c. Penekanan saraf
d. Infiltrasi tumor
e. Ketidakseimbangan
Penyebab nyeri akut antara lain :
neuromedulator, dan reseptor
a. Agen pencedera fisiologis (mis:
f. Gangguan imunitas (mis:
inflamasi, iskemia, meoplasma)
neuropati
b.Agen pencedera kimiawi (mis:
terkait HIV, virus vericella-
terbakar, bahan kimia iritan)
zoster)
c. Agen pencedera fisik (mis: abses,
g. Gangguan fungsi metabolic
amputasi, terbakar, terpotong,
h. Riwayat posisi kerja statis
mengangkat berat, prosedur
i. Peningkatan indeks massa
operasi, trauma, latihan fisik
tubuh
berlebihan)
j. Kondisi pasca trauma
k. Tekanan emosional
l. Riwayat penganiayaan (mis:
fisik,
psikologis, seksual)
m. Riwayat penyalahgunaan
obat/zat.
Sumber : (SDKI PPNI, 2016).

6. Respons Terhadap Nyeri

Reaksi terhadap nyeri terdiri atas respons fisiologis, psikologis, dan

perilaku yang terjadi setelah mempresepsikan nyeri.


21

a. Reaksi fisiologis

Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang

otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai

bagian dari respons stres. Nyeri dengan intensitas ringan hingga

sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi “flight atau fight”,

yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada

cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respons

fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus secara tipikal

akan melibatkan organ-organ viseral, sistem saraf parasimpatis

menghasilkan suatu aksi. Respons fisiologis terhadap nyeri sangat

membahayakan individu. Kecuali pada kasus-kasus nyeri berat yang

menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan individu

mencapai tingkat adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali normal.

Dengan demikian klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu

memperlihatkan tanda-tanda fisik (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

b. Reaksi psikologis

Respons psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien

tentang nyeri. Klien yang mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang

“negatif” cenderung memiliki suasana hati sedih, berduka,

ketidakberdayaan, dan dapat berbalik menjadi rasa marah atau

frustasi. Sebaliknya, bagi klien yang memiliki presepsi yang

“positif” cenderung menerima nyeri yang dialaminya (Zakiyah,

2015).
22

c. Respons perilaku

Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh yang

khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri dapat

ditunjukkan oleh pasien sebagai respons perilaku terhadap nyeri.

Respons tersebut seperti: menkerutkan dahi, gelisah, memalingkan

wajah ketika diajak bicara (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

7. Penanganan Nyeri

a. Penanganan nyeri farmakologis

1) Analgesik narkotik

Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium

seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek

penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini mengaktifkan

penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat (Wahyudi &

Abd.Wahid, 2016).

2) Analgesik non narkotik

Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan

ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti

inflamasi dan anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan penurunan

nyeri dengan menghambat produksi prostalglandin dari jaringan yang

mengalami atau inflamasi. Efek samping yang paling umum terjadi

adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan

perdarahan gaster (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).


23

3) Penanganan nyeri non farmakologis

a) Distraksi

Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu

selain nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu

tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di luar nyeri.

Dengan demikian, diharapkan pasien tidak terfokus pada nyeri lagi

dan dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan

meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Andarmoyo, 2017).

Berikut jenis-jenis teknik distraksi (Andarmoyo, 2017) :

(1) Distraksi visual/penglihatan

Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke

dalam tindakan-tindakan visual atau melalui pengamatan.

(2) Distraksi audio/pendengaran

Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke

dalam tindakan melalui organ pendengaran.

(3) Distraksi intelektual

Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang dialihkan ke dalam

tindakan-tindakan dengan menggunakan daya intelektual yang

pasien miliki.

b) Relaksasi

Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental

dan fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan

toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas


24

napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat

memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman

(Andarmoyo, 2017).

Relaksasi dapat di artikan sebagai teknik yang dilakukan

untuk mengatasi stress dimana akan terjadi peningkatan aliran darah

sehingga perasaan cemas dan khawatir akan berkurang (Abbasi et

al,. 2018). Relaksasi merupakan proses merilekskan otototot yang

mengalami ketegangan atau mengendorkan otot-otot tubuh dan

pikiran agar tercapai kondisi yang nyaman atau berada pada

gelombang otak alfa-teta (Yunus, 2014).

Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung

dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga”)

dan ekhalasi (“hembuskan, dua, tiga”). Pada saat perawat

mengajarkan ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan

keras bersama pasien pada awalnya. Napas yang lambat, berirama,

juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi. Hampir semua orang

dengan nyeri mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi.

Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan

keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri akut dan

yang meningkatkan nyeri (Andarmoyo, 2017).

Relaksasi memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah

mengurangi tingkat stres pada seseorang yang memiliki masalah

kesehatan. Manfaat yang sama juga dijelaskan oleh peneliti lain


25

bahwasannya relaksasi dapat mengurangi tingkat stres, dimana

teknik relaksasi berguna untuk meregulasi emosi dan fisik individu

dari kecemasan, ketegangan, stres dan lainnya, serta secara

fisiologis, pelatihan relaksasi memberikan respons relaks, dimana

dapat diidentifikasikan dengan menurunnya tekanan darah, detak

jantung dan meningkatkan resisten kulit (Sari & Subandi, 2015)

Manfaat relaksasi secara umum menurut (Zakiyah, 2015)

meliputi :

(1) Relaksasi dapat membuat seseorang lebih mampu menghindari

reaksi berlebih akibat stres.

(2) Masalah – masalah yang timbul akibat stres seperti, sakit kepala,

tekanan darah tinggi, insomnia, dan perilaku – perilaku buruk

dapat berkurang.

(3) Mengurangi tingkat kecemasan pada seseorang dan

menunjukkan efek fisiologis yang positif.

(4) Meningkatkan semangat pada seseorang dalam melakukan

aktifitas.

(5) Meningkatkan hubungan interpersonal dan harga diri pada

seseorang.

Jika kita simpulkan dari beberapa penjelasan diatas manfaat

relaksasi sendiri meliputi mengurangi perasaan cemas,

meningkatkan perasaan tenang dan damai, mengurangi ketegangan

otot, serta meningkatkan energi dan memperbaiki fisiologis tubuh.


26

Menurut Miltenberger (2004) dalam Nurarif (2015)

relakasasi dibedakan menjadi empat macam yaitu relaksasi otot

(progressive muscle relaxation), relaksasi pernafasan

(diaphragmatic breathing), relaksasi dengan cara meditasi (attention

focussing exercises), dan relaksasi perilaku (behavioural relaxation

training) dan lain sebagainya.

c) Imajinasi terbimbing

Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi

seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk

mencapai efek positif tertentu. Tindakan ini membutuhkan

konsentrasi yang cukup. Upayakan kondisi lingkungan klien

mendukung untuk tindakan ini. Kegaduhan, kebisingan, bau

menyengat, atau cahaya yang sangat terang perlu dipertimbangkan

agar tidak mengganggu klien untuk berkonsentrasi. Beberapa klien

lebih rileks dengan cara menutup matanya (Andarmoyo, 2017).

8. Pengukuran Nyeri

Skala penilaian numerik Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri

dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini sangat efektif untuk digunakan

saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 2.2 Pengukuran Skala Nyeri


27

Keterangan :

Tabel 2.2 Skala Nyeri


0 Tidak ada nyeri (merasa normal).
Nyeri hampir tidak terasa (nyeri sangat ringan). Sebagian besar
1
tidak pernah berfikir tentang rasa sakit, seperti gigitan nyamuk.
Tidak menyenangkan. Nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada
2
kulit.
3 Bisa ditoleransi. Nyeri sangat terasa, seperti suntikan oleh dokter.
Menyedihkan. Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa
4
sakit dari sengatan lebah.
Sangat menyedihkan. Kuat dalam, nyeri yang menusuk, seperti kaki
5
terkilir.
Intens. Kuat dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga
6 tampak memengaruhi sebagian indra, menyebabkan tidak fokus,
komunikasi terganggu.
Sakit intens. Sama seperti skala 6, rasa sakit benar-benar
mendominasi indra, tidak
7
mampu berkomunikasi dengan baik dan tidak mampu melakukan
perawatan diri.
Benar – benar mengerikan. Nyeri sangat kuat dan sangat
8 mengganggu sampai sering mengalami perubahan perilaku jika
nyeri terjadi.
Menyiksa tak tertahankan. Nyeri sangat kuat, tidak bisa ditoleransi
9
dengan terapi.
Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan. Nyeri sangat
10
berat sampai tidak sadarkan diri.
Sumber: (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016)
28

Dikelompokkan menjadi :

Tabel 2.3 Pengelompokan Skala Nyeri


Skala Nyeri Grade Interpretasi
Nyeri bisa ditoleransi dengan
1-3 Nyeri ringan baik/tidak mengganggu
aktivitas
4-6 Nyeri sedang Mengganggu aktivitas fisik.
Tidak mampu melakukan
7-9 Nyeri berat aktivitas
secara mandiri.
Malignan/nyeri sangat hebat
dan tidak
berkurang dengan terapi/obat-
10 Nyeri sangat berat
obatan
pereda nyeri dan tidak dapat
melakukan aktivitas.
Sumber: (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016)

9. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara

lain :

a. Pengalaman Nyeri Masa Lalu

Semakin sering individu mengalami nyeri, makin takut pula individu

tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh nyeri

tersebut. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri;

akibatnya, ia ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut

menjadi lebih parah. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapa

mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannva tidak adekuat

(Potter & Perry, 2012).


29

b. Kecemasan

Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan

nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Secara klinik,

kecemasan pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin

merupakan neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri

pada susunan saraf pusat. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan

sensasi nyeri (Le Mone & Burke, 2008).

c. Umur

Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah

dari proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas

kesehatan. Di lain pihak, normalnya kondisi nycri hebat pada dewasa

muda dapat dirasakan sebagai keluhan ringan pada dewasa tua. Orang

dewasa tua mengalami perubahan neurofisiologi dan mungkin mengalami

penurunan persepsi sensori stimulus serta peningkatan ambang nyeri.

Selain itu, proses penyakit kronis yang lebih umum terjadi pada dewasa

tua seperti penyakit gangguan, kardiovaskuler atau diabetes mellitus dapat

mengganggu transmisi impuls saraf normal (Le Mone & Burke, 2008).

d. Jenis Kelamin

Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat

keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri.

Berbagai penyakit tertentu ternyata erat hubungannya dengan jenis

kelamin, dengan berbagai sifat tertentu. Penyakit yang hanya dijumpai

pada jenis kelamin tertentu, terutama yang berhubungan erat dengan alat
30

reproduksi atau yang secara genetik berperan dalam perbedaan jenis

kelamin (Le Mone & Burke , 2008).

e. Sosial Budaya

Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan

memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan

lainnya dapat membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien

berdasarkan pada harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang

mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih

besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam rnengkaji nyeri dan

reaksi perilaku terhadap nyeri juga efektif dalarn menghilangkan nyeri

pasien (Potter & Perry, 2012).

f. Nilai Agama

Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan penderitaan

sebagai cara untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini membantu

individu menghadapi nyeri dan menjadikan sebagai sumber kekuatan.

Pasien dengan kepercayaan ini mungkin menolak analgetik dan metode

penyembuhan lainnya; karena akan mengurangi persembahan mereka

(Potter & Perry, 2012).

g. Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat

Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat

mempengaruhi nyeri seseorang. Pada beberapa pasien yang mengalami

nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk

memperoleh dukungan, bantuan, perlindungan. Walaupun nyeri tetap


31

terasa, tetapi kehadiran orang yang dicintainya akan dapat meminimalkan

rasa kecemasan dan ketakutan. Apabila keluarga atau teman tidak ada

seringkali membuat nyeri pasien tersebut semakin tertekan. Pada anak-

anak yang mengalami nyeri kehadiran orang tua sangat penting (Potter &

Perry, 2012).

C. Tinjuan Konsep Asuhan Keperawatan Pemenuhan Rasa Nyaman

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan

dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mngidentifikasi status

kesehatan klien. Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran

dalam memberikan asuhan keperawtaan sesuai dengan kebutuhan klien.

Pengkajian yang lengkap, dan sistematis sesuai dengan fakta atau kondisi

yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosis

keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan

respons individu ( Budiono & Sumirah, 2016).

Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini.

Tahap ini terbagi atas :

a. Pengumpulan Data

1) Identitas pasien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang

dipakai, status perkawinan, Pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan

darah, no register, tanggal MRS, diagnose medis


32

2) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.

Nyeri tersebut bias akut atau kronik tergantung dari lamanya serangan.

Untuk memeperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien

digunakan :

a) Provoking incident : apakah ada pristiwa yang menjadi factor

presipitasi nyeri.

b) Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau

menusuk.

c) Region: radiation, relief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa

sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

d) Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

pasien, bisa berdasarkan skala nyeri atau pasien menerangkan

seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

e) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari atau siang hari.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menetukan sebab dari

penyakit, yang nantinya membantu rencana tindakan terhadap pasien.

Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga

nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana

yang terkena (Ignatavicius, Dona D, 2006).


33

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s

yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk

menyambung.

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang

merupakan salah satu factor predisposisi terjadinya fraktur, seperti

diabetes, osteoporosis, yang sering terjadi pada beberapa keturunan,

dan kanker tulangyang cendrung diturunkan secara genetik.

6) Riwayat Psikososial

Merupakan respon emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya

dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun

masyaakat.

7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakuatan akan terjadinya

kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan

kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,

pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup pasien seperti penggunaan


34

obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, dan

apakah pasien berolahraga atau tidak.

b) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan

sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya

untuk membantu proses penyembuhan.

c) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk

kegiatan pasien menjadi berkurang dan kebutuhan pasien perlu

banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah

bentuk aktivitas pasien terutama pekerjaan pasien. Karena ada

beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur.

d) Pola Hubungan dan Peran

Pasien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam

masyarakat. Karena pasien harus menjalani rawat inap.

e) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada pasien fraktur yaitu timbul ketidakuatan

akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan

atau melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap

dirinya salah.
35

f) Pola Sensori dan kognitif

Pada pasien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian

distal fraktur, sedang pada indra yang lain tidak timbul

gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan.

g) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk pasien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah

dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa

disebabkan karena nyeri dan keterbataan gerak pasien.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status

masalah kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi

masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah. Manfaat diagnosa

keperawatan adalah sebagai pedoman pemberian asuhan keperawatan dan

menggambarkan suatu masalah kesehatan dan penyebab adanya masalah.

Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) (2018) masalah

keperawatan yang muncul pada klien trauma tumpul abdomen adalah :

a. Nyeri akut

1) Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat

berintensitas ringan hingga berat berlangsung kurang dari 3 bulan.

2) Penyebab

a) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)


36

b) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)

c) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik

berlebihan).

3) Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

a) Mengeluh nyeri

Objektif

a) Tampak meringis

b) Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)

c) Gelisah

d) Frekuensi nadi meningkat

e) Sulit tidur

4) Gejala dan Tanda Minor

Subjektif : -

Objektif

a) Tekanan darah meningkat

b) Pola napas berubah

c) Nafsu makan berubah

d) Proses pikir terganggu

e) Menarik diri

f) Berfokus pada diri sendiri

g) Diaphoresis
37

5) Kondisi kinis terkait

a) Kondisi pembedahan

b) Cedera traumatis

c) Infeksi

d) Sindrom koroner akut

e) Glaukoma

3. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan pemenuhan kebutuhan aktivitas menurut SDKI

(2018) adalah :

Tabel 2.4
Rencana Keperawatan Kebutuhan Rasa Nyaman

Kode Rencana Keperawatan


SDKI/Diagnosa Luaran Intervensi
Keperawatan
Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan ❖ Manajemen nyeri (1.08238)
selama 3x24 jam diharapkan Observasi
tingkat nyeri menurun - Identifikasi lokasi,
dengan kriteria hasil sebagai karakteristik, durasi,
berikut : frekuensi, kualitas,
- Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
- Meringis menurun - Identifikasi skala nyeri
- Sikap protektif menurun - Identifikasi respon
- Gelisah menurun nyeri non verbal
- Kesulitan tidur menurun - Identifikasi faktor yang
- Frekuensi nadi normal memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain
38

Edukasi
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian
analgetik jika perlu
Sumber : SDKI (2018)

4. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah tahap tindakan dalam proses keperawatan dimana

harus membutuhkan penerapan intelektual, interpersonal, dan teknis (Martin

dan Griffin, 2014). Implementasi keperawatan adalah suatau tindakan

keperawatan yang sebelumnya telah di rencanakan pada intervensi

keperawatan. Setelah melakukan implementasi hendaklah perawat melihat

respon subjektif maupun objektif pasien.

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir proses keperawatan yang meliputi evaluasi

proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif) dan mencakup penilaian hasil

tindakan asuhan keperawatan yang telah dilakukan (Martin dan Griffin,

2014). Evaluasi formatif adalah evalusi yang dilakukan setelah perawat

melakukan tindakan keperawatan yang dilakukan terus menerus hingga

mencapai tujuan. Evaluasi somatif adalah evaluasi yang dilakukan setiap hari

setelah semua tindakan sesuai diagnosa keperawatan dilakukan. Evaluasi

somatif terdiri dari SOAP (subjek, objektif, analisis dan planing). Subjek

berisi respon yang diungkapkan oleh pasien dan objektif berisi respon

nonverbal dari pasien respon. Respon tersebut didapat setelah perawat


39

melakukan tindakan keperawatan. Analisis merupakan kesimpulan dari

tindakan dalam perencanaan masalah keperawatan dilihat dari kriteria hasil

apakah teratasi, teratasi sebagiam atau belum teratasi. Sedangkan planing

berisi perencanaan tindakan keperawatan yang harus dilakukan selanjutnya.

Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan keberhasilan

tujuan tindakan yaitu tujuan tercapai apabila pasien menunjukan perubahan

sesuai kriteria hasil yang telah ditentukan, tujuan tercapai sebagian apabila

jika klien menunjukan perubuhan pada sebagian kriteria hasil yang telah

ditetapkan, tujuan tidak tercapai jika klien menunjukan sedikit perubahan dan

tidak ada kemajuan sama sekali.

D. Konsep Intervensi Dukungan Mobilitas

1. Definisi Relaksasi Napas Dalam

Menurut Setyoadi & Kushariyadi (2011), relaksasi nafas dalam adalah

pernafasan abdomen dengan frekuensi lambat atau perlahan, berirama, dan

nyaman yang dilakukan dengan memejamkan mata.

2. Manfaat Terapi Relaksai Napas Dalam

a. Pasien mendapatkan perasaan yang tenang dan nyaman

b. Mengurangi rasa nyeri

c. Pasien tidak mengalami stress

d. Melemaskan otot untuk menurunkan ketegangan dan kejenuhan yang

biasanya menyertai nyeri

e. Mengurangi kecemasan yang memperburuk persepsi nyeri


40

f. Relaksasi nafas dalam mempunyai efek distraksi atau penglihatan

perhatian (Wijaya, 2013).

Menurut D'silva, F., H., V., & Muninarayanappa, N. (2014, March)

“Effectiveness Of Deep Breathing Exercise (DBE) On The Heart Rate

Variability, BP, Anxiety & Depression Of Patients With Coronary Artery

Disease” menunjukkan hasil bahwa relaksasi napas dalam efektif dalam

menurunkan kecemasan pada pasien penyakit arteri coroner. Hal tersebut

terbukti dari hasil penelitian dimana responden yang diberikan intervensi

relaksasi napas dalam mengalami penurunan kecemasan dari kecemasan berat

menjadi kecemasan ringan dan sedang. Dari 65 responden, 21 responden

(52.5%) memiliki kecemasan ringan dan 17 responden (42.5%) dengan

kecemasan sedang, dan sisanya mengalami depresi depresi ringan serta

hipertensi baik pre hipertensi maupun yang termasuk dalam hipertensi.

3. Mekanisme Kerja Relaksasi Nafas Dalam

Slow deep breathing secara teratur akan meningkatkan sensitivitas

baroreseptor dan mengeluarkan neurotransmitter endorphin sehingga

mengstimulasi respons saraf otonom yang berpengaruh dalam menghambat

pusat simpatis (meningkatkan aktivitas tubuh) dan merangsang aktivitas

parasimpatis (menurunkan aktivitas tubuh atau relaksasi). Apabila kondisi ini

terjadi secara teratur akan mengaktivasi cardiovasculer contro center (CCC)

yang akan menyebabkan penurunan heart rate, stroke volume, sehingga

menurunkan cardiac output, proses ini memberikan efek menurunkan tekanan

darah (Wijaya, 2013).


41

Proses fisiologi terapi nafas dalam (deep breathing) akan merespons

meningkatkan aktivitas baroreseptor dan dapat mengurangi aktivitas

keluarnya saraf simpatis dan terjadinya penurunan kontraktilitas, kekuatan

pada setiap denyutan berkurang, sehingga volume sekuncup berkurang,

terjadi penurunan curah jantung dan hasil akhirnya yaitu menurunkan tekanan

darah sehingga mengurangi kecemasan (Muttaqin, 2008).

4. Indikasi Terapi Relaksasi Napas Dalam

a. Pasien yang mengalami nyeri nyeri akut tingkat ringan sampai dengan

sedang akibat penyakit yang kooperatif

b. Pasien yang nyeri kronis

c. Nyeri pasca operasi

d. Pasien yang mengalami stress (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

5. Kontraindikasi Terapi Relaksasi Nafas Dalam

Terapi relaksasi nafas dalam tidak diberikan pada pasien yang

mengalami sesak nafas (Wijaya, 2013).

6. Teknik Terapi Relaksasi Nafas Dalam

Menurut Earnest (1989) dalam Setyoadi & Kushariyadi (2011), teknik

relaksasi nafas dalam dijabarkan seperti berikut :

a. Klien menarik nafas dalam dan mengisi paru dengan udara, dalam 3

hitungan (hirup, dua,tiga).

b. Udara dihembuskan perlahan-lahan sambil membiarkan tubuh menjadi

rileks dan nyaman. Lakukan penghitungan bersama klien (hembuskan,

dua, tiga).
42

c. Klien bernafas beberapa kali dengan irama normal.

d. Ulangi kegiatan menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Biarkan

hanya kaki dan telaopak kaki yang rilaks. Perawat meminta klien

mengonsentrasikan pikiran pada kakinya yang terasa ringan dan hangat.

e. Klien mengulangi langkah keempat dan mengonsentrasikan pikiran pada

lengan, perut, punggung dan kelompok otot yang lain.

Setelah seluruh tubuh klien rileks, ajarkan untuk bernafas secara perlahan-

lahan. Bila nyeri bertambah hebat, klien dapat bernafas secara dangkal dan

cepat.
43

E. Penelitian Terkait tentang Penerapan Intervensi Teknik Relaksasi Napas

Dalam

1. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dkk (2018) dengan judul

Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam pada Pasien Post Operasi

Apendiktomi Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman Nyaman

di RSUD Sleman didapatkan bahwa implementasi teknik re;laksasi napas

dalam pada 2 orang pasien menunjukkan penurunan skala nyeri pada kedua

pasien walaupun dengan skala yang berbeda. Faktor yang mempengaruhi

perbedaan respon yaitu usia, spiritual, mobilisasi, pengalaman nyeri

sebelumnya, dan pola koping.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Aini dan Reskita (2018) tentang Pengaruh

Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien

Fraktur menununjukkan bahwa ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalan

terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur di RSI Siti Khadijah Palembang

dengan nilai p-value=0.001.


44

BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Rancangan Studi Kasus

Desain yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah studi kasus

dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu penelitian yang digunakan

terhadap sekumpulan objek dengan tujuan utama untuk memberikan gambaran

tentang studi dan menganalisis lebih mendalam tentang asuhan keperawatan

pada Nn. N dengan diagnosa medis trauma tumpul abdomen pada pemenuhan

kebutuhan rasa nyaman di Ruang Laikawaraka Rumah Sakit Bahteramas.

B. Subjek Studi Kasus

Pada penelitian ini, peneliti mengambil satu klien untuk dijadikan subyek

studi kasus, yang sesuai dengan kriteria inklusi. Kriteria inklusi yaitu batasan

karakteristik umum subyek studi kasus dari suatu populasi target yang

terjangkau dan akan diteliti. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Klien yang menderita trauma tumpul abdomen dan mengalami masalah

pemenuhan rasa nyaman di Ruang Laikawaraka Rumah Sakit Bahteramas.

2. Mampu berkomunikasi dengan kooperatif dan di dampingi oleh keluarga

3. Mampu membaca/menulis

4. Bersedia menjadi subjek study dan mengisi informed consent.

Kriteria Esklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Klien yang berpindah ruangan

2. Klien yang memiliki masalah keperawatan lain

49
45

C. Waktu dan Tempat Melakukan Studi Kasus

Studi kasus ini dilaksanakan di Ruang Laikawaraka Rumah Sakit

Bahteramas dan studi kasus dilakukan pada bulan Maret 2021.

D. Fokus Studi Kasus

1. Asuhan keperawatan pada klien dengan trauma tumpul abdomen

2. Pemenuhan gangguan kebutuhan rasa nyaman pada klien yang menderita

trauma tumpul abdomen.

3. Penerapan intervensi pemenuhan kebutuhan rasa nyaman pada klien yang

menderita trauma tumpul abdomen.

E. Definisi Operasional

1. Studi kasus Asuhan keperawatan

a. Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen

tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh

pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi

b. Pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah terpenuhinya kebutuhan rasa

nyaman pada pasien trauma tumpul abdomen.

c. Penerapan intervensi keperawatan dalam studi kasus ini adalah

mengimplementasika tindakan-tindakan keperawatan yang telah disusun

dalam intervensi keperawatan untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman

dengan trauma tumpul abdomen.

d. Asuhan keperawatan merupakan suatu proses pemberian pelayanan

keperawatan secara langsung yang tersendiri antara lain :


46

1) Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan data dari berbagai sumber baik

secara langsung dari pasien (Obyektif/Subyektif) Dan dari keluarga

pasien (wawancara & observasi) maupun tidak langsung dari dengan

pasien (rekam medik, buku status pasien dan cacatan laboratorium).

Dalam studi kasus ini, peneliti menggunakan format pengkajian

kepearawatan

2) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon

individu sebagai dasar dalam memilih intervensi yang akan dilakukan.

Dalam studi kasus ini peneliti mengambil diagnosa aktual dengan

menggunakan rumus P+E+S (Problem + Etiologi + Symptom), dengan

mengambil diagnosa nyeri akut (D.0077).

3) Intervensi/Perencanaan Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah strategi untuk mencegah,

mengurangi dan mengatasi masalah – masalah yang telah didapatkan

dalam diagnose keperawatan. Peneliti menyusun intervensi

keperawatan untuk menurunkan rasa nyeri yang dirasakan. Dalam studi

kasus ini peneliti akan melakukan intervensi keperawatan selama 3 x

24 jam, dengan SLKI : Tingkat nyeri (L.08066) dengan kriteria hasil :

a) Keluhan nyeri menurun

b) Meringis menurun

c) Sikap protektif menurun


47

d) Gelisah menurun

e) Kesulitan tidur menurun

f) Frekuensi nadi normal

SIKI : Manajemen nyeri (1.08238)

a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.

b) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri

c) Identifikasi skala nyeri

d) Identifikasi respon nyeri non verbal

e) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

f) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis.

TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,

aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,

terapi bermain

g) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri

h) Kolaborasi dalam pemberian analgetik jika perlu

4) Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari intervensi

keperawatan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Di dalam

kegiatannya terdapat pengumpulan data yang berkelanjutan dalam

melakukan observasi pada pasien sebelum dan sesudah melakukan

tindakan.
48

5) Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah suatu penilaian dengan membandingkan

perubahan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah

dibuat. Dalam studi kasus ini akan melakukan evaluasi terhadap data

status pasien dan keluhan pasien atau dari keluarga pasien sebagai

indicator pencapaian asuhan keperawatan yang diberikan berdasarkan

kriteria hasil yang ditetapkan.

F. Langkah-Langkah Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan pada studi kasus ini yaitu data primer dan

data sekunder. Adapun Studi kasus ini diawali dengan melakukan pengkajian

untuk mendapatkan data – data pasien secara menyeluruh yaitu dengan

menggunakan buku catatan, pena, format pengkajian umum dan nyeri, dan

informed consent. Data primer diperoleh dengan cara melakukan pengkajian

terhadap responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen

yang ada di RS Bahteramas Kendari yaitu :

1. Data Primer

Data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian. Data primer ini

diperoleh melalui dua cara, yaitu :

a. Wawancara

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data secara lisan dari

seorang responden atau sasaran peneliti, atau bercakap-cakap dan

berhadapan muka dengan orang tersebut.


49

b. Observasi

Prosedur terencana meliputi : melihat, mencatat jumlah data, syaratsyarat

tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti.

1) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik dilakukan untuk mengetahui keadaan fisik pasien

a) Inspeksi

Proses observasi yang dilakukan dengan menggunakan indera

penglihatan, pandangan dan penciuman sebagai alat untuk

mengumpulkan data.

b) Palpasi

Pemeriksaan seluruh bagian tubuh yang dapat terabah untuk

mendeteksi adanya kelainan atau tidak

c) Perkusi

Mengetuk permukaan tubuh

d) Auskultasi

Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mendengarkan

menggunakan stetoskop.

2) Data Sekunder

Data yang diperoleh tidak secara langsung dari objek penelitian. Data

sekunder dapat diperoleh dari :

a) Studi dokumentasi

Teknik pengumpulan data yang tidak merujuk langsung kepasien

melainkan ke dokumen
50

b) Studi kepustakaan

Pengumpulan data yang diperoleh dari pustaka teori menurut para

ahli dalam konsep penyakit serta dalam jurnal.

Adapun prosedur pengumpulan data, yaitu :

1) Persiapan

a) Peneliti meminta surat pengambilan data awal dari institusi asal

penelitian Poltekkes Kemenkes Kendari

b) Peneliti mengajukan izin mengambil data awal dari ruang badan

Diklat RS Bahteramas Kendari

c) Peneliti meminta surat rekomendasi dari RS Bahteramas Kendari.

d) Peneliti meminta izin kepada kepala ruangan tempat penelitian yang

akan dilakukan RS Bahteramas Kendari.

e) Peneliti mendatangi subjek studi kasus dan menjelaskan tujuan

penelitian.

f) Memberikan informed consent (lembar persetujuan) kepada subjek

studi kasus dan keluarga (responden)

2) Pelaksanaan

a) Peneliti dan subjek studi kasus menyiapkan tempat untuk melakukan

studi kasus

b) Peneliti menjelaskan prosedur studi kasus kepada responden.

c) Menciptakan suasana yang akrab dengan subjek penelitian.

d) Peneliti melakukan wawancara dan observasi sesuai dengan

waktu yang telah disepakati bersama subyek studi kasus


51

e) Pelaksanaan studi kasus ini dilakukan setiap hari

3) Evaluasi

a) Peneliti melakukan pengolahan dengan data yang sudah didapat

selama studi kasus

G. Analisis data dan Penyajian Data

1. Analisa data

Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan pengecekan ulang khususnya

pada subjek studi kasus seperti identitas, hasil wawancara ataupun observasi.

2. Penyajian data

Data pada studi kasus disajikan dalam bentuk tekstural, yaitu penyajian data

berupa tulisan atau narasi.

H. Etika Penelitian

Etika penelitian adalah pedomana yang digunakan dalam setiap penelitian

atau studi kasus yang melibatkan berbagai pihak, yaitu pihak peneliti dan pihak

yang diteliti. dan masyarakat yang akan akan memperoleh dampak hasil

penelitian tersebut. Sebelum melakukan studi kasus, terlebih dahulu peneliti

mendapat rekomendasi dari institusi untuk mengajukan permohon ijin kepada

institusi/lembaga tempat penelitian. Menurut Hidayat (2008) penulis (Donsu J,

2016), dalam melaksanakan penelitian ini penulis menekankan masalah etika

yang meliputi :

1. Lembar Persetujuan (informed consent)

Inforemed consent merupakan bentuk lembar pesetujuan yang diberikan

peneliti dan responden penelitian. Informed consent ini diberikan sebelum


52

studi kasus dilakukan Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti

maksud dan tujuan studi kasus, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia,

maka informed consent tersebut harus ditanda tangani Jika responden tidak

bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi

yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain: partisipasi

responden, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan,

komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial yang akan terjadi, manfaat,

kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain .

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek studi kasus dengan cara tidak mencantumkan nama

responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil studi kasus yang akan disajikan. Untuk menjaga

kerahasiaan subyek studi kasus, maka pada lembar yang telah diisi oleh

responden, penulis tidak mencantumkan nama secara lengkap, responden

cukup mencantumkan nama inisial saja. (Donsu J, 2016).

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil studi kasus,

baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang

telah dikumpulkan akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, dan hanya data

tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2008). Peneliti telah

menjelaskan bahwa data yang diperoleh akan dijaga kerahasiaannya. (Donsu

J, 2016).
53

BAB IV

TINJAUAN KASUS

A. Hasil Studi Kasus

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada 9 Maret 2021 di Ruang Laikawaraka Rumah

Sakit Bahteramas, klien di diagnosis menderita Trauma Tumpul Abdomen

pasca kecelakaan motor. Adapun hasil pengkajian klien adalah sebagai

berikut.

Pada pengkajian identitas klien diperoleh data nama klien adalah Nn.

N, jenis kelamin perempuan, umur/tanggal lahir : 19 tahun / 24-3-2002, klien

belum menikah, beragama Kristen, suku bangsa Toraja, merupakan seorang

pelajar, belum ada pekerjaan dan pendapatan, tanggal MRS 8-3-2021.

Penanggung jawab klien adalah Tn. Ridwan, jenis kelamin : laki laki,

pekerjaan petani, hubungan dengan klien : ayah dengan alamat di Desa Mata

Wolasi Kec. Wolasi.

Pengkajian riwayat kesehatan, diketahui keluhan utama klien adalah

klien mengeluh nyeri pada perut. Penyebab/faktor pencetus keluhan yakni

klien mengatakan kecelakaan lalu lintas, sifat keluhan : klien mengatakan

nyeri hilang timbul, dengan lokasi dan penyebarannya yakni klien

mengatakan diperut dan skala nyeri 5, klien mengatakan mulai dan lamanya

keluhan sejak lebih dari 8 jam sebelum ke rumah sakit. Klien mengatakan

nyeri berkurang saat baring/ klien mengatakan nyeri bertambah saat bergerak.

58
54

Pengkajian riwayat kesehatan masa lalu diperoleh bahwa klien

mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang sama, tidak pernah dirawat

di rumah sakit, tidak pernah mengalami pembedahan, tidak memiliki riwayat

alergi terhadap zat/ obat/ minuman/ makanan. Tidak memiliki kebiasaan

merokok, minum alcohol, minum kopi dan minum obat-obatan.

Pengkajian riwayat keluarga/ genogram (diagram 3 generasi) diperoleh

sebagai berikut.

X X X X

? 49
X ? ? 53

29 25 24 19

Gambar 4.1. Genogram 3 generasi

Keterangan :

: Laki-Laki

: Perempuan

: Klien

x : Meninggal

? : Tidak diketahui umur


55

Riwayat kesehatan anggota keluarga diperoleh data bahwa tidak ada

anggota keluarga yang menderita penyakit serupa dan tidak ada keluarga

yang mempunyai penyakit menular atau menurun.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, klien

nampak pucat, klien nampak meringis, Tekanan darah 140/90 mmHg,

pernapasan 20 kali/menit, nadi 86 kali/menit, regular, suhu badan 360C, berat

badan 48 Kg dan Tinggi badan 159 Cm. Pada pengkajian kepala ditemukan

bentuk kepala simetris, distribusi rambut tersebar merata dan keadaan kulit

kepala bersih. tidak terdapat yeri kepala/pusing, rambut mudah tercabut

maupun alopesia. Pengkajian mata didapatkan mata nampak simetris, tidak

ditemukan adanya edema kelopak mata, tidak ada ptosis, sklera tidak ada

kelainan, konjungtiva tidak anemis, nampak normal pada ukuran pupil,

ketajaman penglihatan, pergerakan bola mata, lapang pandang dan reflex

kornea. Tidak ditemukan adanya diplopia, photohobia, nystagmus dan nyeri.

Pengkajian pada telinga didapatkan telinga simetris kiri dan kanan,

ketajaman pendengaran normal, tidak ditemukan adanya sekret, serumen,

tinnitus dan nyeri. Pengkajian pada hidung didapatkan hidung nampak

simetris, fungsi penciuman baik, tidak ada perdarahan, sekresi dan nyeri.

Pengkjian mulut didapatkan data bahwa fungsi berbicara, kelembaban bibir,

posisi uvula, mukosa, keadaan tonsil, fungsi mengecap dan kemampuan

mengunyah dalam keadaan baik dan berfungsi dengan baik. Tidak ditemukan

stomatitis warna lidah merah muda, tidak ada tremor pada lidah, lidah nampa

bersih, mulut berbau, gigi nampak lengkap dan kurang bersih, nampak ada
56

karies, tidak ditemukan adanya suara parau, kesulitan menelan, nyeri menelan

dan kemampuan mengunyah.

Pengkajian pada leher didapatkan mobilitas leher normal dan trakhaea

nampak normal, tidak terdapatv pembesaran kel. Tiroid, pembesaran kel.

limfe dan pelebaran vena jugularis. Hasil pengkajian thoraks dan paru

didapatkan bentuk dada simetris, pengembangan dada normal, tidak ada,

retraksi dinding dada, tanda jejas, taktil fremitus, massa, dispnea, ortopnea

dan bunyi nafas tambahan, perkusi thoraks terdengar sonor, suara nafas

normal dan ada nyeri dada. Pengkajian pada jantung tidak dilakukan.

Hasil pengkajian abdomen didapatkan warna kulit sawo matang, tidak

terdapat distensi abdomen, ostomy tidak ada dan massa. Terdapat tanda jejas

dan nyeri tekan pada perut bagian tengah. Suara peristaltic dan perkusi

abdomen terdengar normal. Pengkajian pada payudara didapatkan payudara

simetris, keadaan puting susu normal, tidak ditemukan adanya pengeluaran

dari putting susu, massa, kulit paeu d’orange, nyeri dan lesi. Pada genitalia

tidak dilakukan pengkajian.

Pada pengkajian sistem saraf didapatkan tingkat kesadaranc

ompomentis, koordinasi, memori, orientasi, konfusi, keseimbangan dalam

keadaan normal. Tidak ditemukan adanya kelumpuhan, gangguan sensasi dan

kejang-kejang. Pengkajian pada refleks biseps dan trisep menunjukkan hasil

normal, pengakjian refleks lutut diperoleh hasil ekstensi, terdapat refleks

Babinski, dan tidak dilakukan pengkajian tanda meningeal. Pada pengkajian

anus dan perianal tidak ditemukan adanya hemorrhoid, leis perianal dan nyeri.
57

Pengkajian pada ekstremitas didapatkan data warna kulit sawo matang,

tidak ditemukan adanya purpura/ekimosis, atropi, hipertropi, lesi, luka,

tremor, varises, edema dan turgor kulit baik. Tidak terdapat pigmentasi,

deformitas sendi, deformitas tulang, kelembaban kulit dan pergerakan

nampak normal dan capillary refilling time (CRT) kurang dari 3 detik.

Kekakuan sendi, kekuatan otot, tonus otot, kekuatan sendi nampak baik, tidak

terdapat nyeri dan diaphoresis.

Pengkajian kebutuhan dasar, untuk kebutuhan oksigenasi didapatkan

data klien tidak batuk, tidak ada dyspnea, ortopnea, otot bantu pernafasan dan

sianosis, kemampuan mengeluarkan sputum baik dan tidak ada sputum.

Pengkajian kebutuhan istirahat dan tidur didapatkan jumlah jam tidur siang

klien sebelum sakit adalah 1-2 jam dan saat sakit adalah 1-3 jam. Jumlah jam

tidur malam sebelum sakit 7-8 jam dan saat sakit adalah 8 jam. Klien tidak

memiliki kebiasaan konsumsi obat tidur/stimulant/ penenang dan tidak

memiliki kesulitan memulai tidur serta mudah terbangun baik sebelum

maupun saat sakit. kegiatan pengantar tidur sebelum sakit adalah nonton tv

dan saat sakit berbaring, perasaan waktu bagun tidur sebelum sakit adalah

baik dan saat sakit kurang baik, penyebab gangguan tidur sebelum sakit

adalah tidak ada dan saat sakit adalah nyeri perut sebelah kanan dan perasaan

mengantuk sebelum sakit adalah dan saat sakit tidak ada.

Pengkajian kebutuhan aktivitas didapatkan kegiatan rutin sebelum sakit

adalah pelajar dan saat sakit hanya berbaring, waktu senggang sebelum sakit

dimanfaatkan untuk Istirahat dan saat sakit juga Istirahat, Kemampuan


58

berjalan sebelum sakit baik dan saat sakit terbatas, Kemampuan merubah

posisi saat berbaring sebelum sakit baik dan saat sakit berkurang, kemampuan

berubah posisi : berbaring ke duduk sebelum sakit adalah baik dan saat sakit

berkurang, kemampuan mempertahankan posisi duduk sebelum sakit adalah

baik dan saat sakit berkurang, kemampuan berubah posisi : duduk ke berdiri

sebelum sakit baik dan saat sakit berkurang, kemampuan mempertahankan

posisi berdiri sebelum sakit baik dan saat sakit berkurang.

Pengkajian kebutuhan keamanan didapatkan klien tidak memiliki

riwayat paparan terhadap kontaminan, riwayat pemeriksaan dengan media

kontras, penggunaan larutan IV yang mengiritasi, penggunaan larutan iv

dengan aliran yang cepat dan benda asing pada luka. Ada riwayat perdarahan,

pemasangan kateter IV dalam waktu lama, pemasangan kateter urine dalam

waktu lama, ada luka pada kulit / jaringan bagian perut dan ada riwayat jatuh.

Pengkajian kebutuhan kenyamanan didapatkan ada keluhan nyeri pada

abdomen sebelah kanan, pencetus nyeri adalah benturan benda tumpul, upaya

yang meringankan nyeri adalah berbaring, karakteristik nyeriseperti tertusuk-

tusuk, intensitas nyeri terus-menerus, durasi nyeri 10-30 menit dan dampak

nyeri terhadap aktivitas membuat terbatas untuk bergerak.

Pengkajian kebutuhan psikososial didapatkan persepsi terhadap

penyakit : klien mengatakan merasa takut bila kondisinya ternyata parah

pasca kecelakaan, klien nampak bertanya tentang penyakitnya, harapkan

klien terhadap kesehatannya : klien mengatakan semoga kondisinya tidak

apa-apa dan segera membaik, pengaruh penyakit terhadap pekerjaan : klien


59

tidak dapat beraktifitas dengan baik, pola interaksi dengan orang terdekat :

komunikasi dengan keluarga baik, sejauh mana keterlibatan orang terdekat

bila klien menghadapi masalah : klien diberikan motivasi dan dukungan oleh

keluarganya, pola pemecahan klien yang digunakan bila mempunyai masalah

: musyawarah dan saling membantu.

Pengkajian kebutuhan spiritual didapatkan kemampuan menjalankan

ibadah : klien nampak beribadah sambil berbaring dan hambatan mengikuti

ritual keagamaan : klien mengatakan kurang fokus saat beribadah karena

nyeri yang dirasakan dan perasaan yang dialami terkait aktivitas keagamaan

: klien mengatakan hanya berdoa semoga kondisinya baik-baik saja.

Pada pengumpulan pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan

Hematologi tanggal 8/03/2021 dengan hasil Hemoglobin 14,5 g/dl, Eritrosit

5,05 106/ul, Leukosit 12,1 103/ul, Hematokrit 43,8%, Trombosit 204, Gol

darah O. Tindakan medik/pengobatan : IVFD RL 30 tpm, Inj. Cefim 1gr/12

jam, Inj. Ketorolac 1Amp/12 jam 30mg, Inj. Ranitidn 1 amp/12 jam.

KLASIFIKASI DATA

Data Subyektif :

- Klien mengeluh nyeri pada perut


- Klien mengatakan kecelakaan lalu lintas dan terbentur pada perutnya
- Klien mengatakan nyeri hilang timbul
Data Obyektif :

- Skala nyeri 5
- Pergerakan lambat
- Terdapat tanda jejas dan nyeri tekan pada perut bagian tengah.
- Keadaan umum lemah
60

- Klien nampak pucat


- Klien nampak meringis
- Tekanan darah 140/90 mmhg
- Pernapasan 20 kali/menit
- Nadi 86 kali/menit, regular

ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah


DS : Trauma tumpul Nyeri akut berhubungan
- Klien mengeluh nyeri pada dengan agen pencedera fisik
perut (D.0077)
- Klien mengatakan kecelakaan Terjadi benturan dan
lalu lintas dan terbentur pada kompresi organ abdomen
perutnya
- Klien mengatakan nyeri hilang
timbul Interupsi sel syaraf
DO :
- Skala nyeri 5
- Pergerakan lambat Nyeri
- Terdapat tanda jejas dan nyeri
tekan pada perut bagian tengah.
- Keadaan umum lemah
- Klien nampak pucat
- Klien nampak meringis
- Tekanan darah 140/90 mmhg
- Pernapasan 20 kali/menit
- Nadi 86 kali/menit, regular

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077) yang ditandai
dengan
Data Subyektif :

- Klien mengeluh nyeri pada perut


- Klien mengatakan kecelakaan lalu lintas dan terbentur pada perutnya
- Klien mengatakan nyeri hilang timbul
61

Data Obyektif :

- Skala nyeri 5
- Pergerakan lambat
- Terdapat tanda jejas dan nyeri tekan pada perut bagian tengah.
- Keadaan umum lemah
- Klien nampak pucat
- Klien nampak meringis
- Tekanan darah 140/90 mmhg
- Pernapasan 20 kali/menit
- Nadi 86 kali/menit, regular
62

3. Intervensi Keperawatan

No Rencana Keperawatan
Kode SDKI/Diagnosis Keperawatan
Luaran Intervensi
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik Setelah dilakukan tindakan ❖ Manajemen nyeri (1.08238)
(D.0077) yang ditandai dengan keperawatan selama 3x24 Observasi
DS : jam maka tingkat nyeri - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
(L.08066) menurun dengan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,
- Klien mengeluh nyeri pada perut kriteria hasil sebagai Identifikasi skala nyeri
- Klien mengatakan kecelakaan lalu lintas dan berikut : - Identifikasi respon nyeri non verbal
terbentur pada perutnya - Keluhan nyeri menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dan
- Klien mengatakan nyeri hilang timbul dengan skor 5 memperingan nyeri
DO : - Meringis menurun Terapeutik
- Skala nyeri 5 dengan skor 5 - Berikan teknik nonfarmakologis untuk
- Pergerakan lambat - Sikap protektif menurun mengurangi
- Terdapat tanda jejas dan nyeri tekan pada perut dengan skor 5 dengan nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur,
bagian tengah. skor 5 terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
- Keadaan umum lemah - Gelisah menurun dengan aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
- Klien nampak pucat skor 5 kompres hangat/dingin, terapi bermain
- Klien nampak meringis - Kesulitan tidur menurun Edukasi
- Tekanan darah 140/90 mmhg dengan skor 5 - Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
- Pernapasan 20 kali/menit - Frekuensi nadi normal mengurangi
Nadi 86 kali/menit, regular dengan skor 5 nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian analgetik jika
perlu
63

4. Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa
Hari/Tgl/jam Implementasi Evaluasi Paraf
Kep.
Nyeri akut Rabu - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, S:
10/03/2021 kualitas, intensitas nyeri, Identifikasi skala nyeri - Klien mengeluh nyeri pada area perut
08.00 Hasil : Klien mengeluh nyeri pada area perut seperti seperti tertusuk-tusuk
tertusuk-tusuk, skala nyeri 5 - klien mengatakan nyeri bertambah bila
08.14 - Mengidentifikasi respon nyeri non verbal bergerak
Hasil : Klien nampak meringis - Klien memilih menggunakan teknik
08.22 - Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan relaksasi napas dalam
memperingan nyeri O:
Hasil : klien mengatakan nyeri bertambah bila bergerak - Skala nyeri 5
09.05 - Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi - Klien nampak meringis
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, - Klien sudah dapat melakukannya secara
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi mandiri setelah diajarkan
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain - Inj. Ketorolac 1Amp/12 jam 30mg
Hasil : Klien memilih menggunakan teknik relaksasi A:
napas dalam - Nyeri akut belum teratasi
09.30 - Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk P : Intervensi dilanjutkan
mengurangi nyeri
Hasil : Klien sudah dapat melakukannya secara mandiri
setelah diajarkan
10.00 - Melakukan kolaborasi dalam pemberian analgetik jika
perlu
Hasil : Inj. Ketorolac 1Amp/12 jam 30mg
64

Nyeri akut Kamis - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, S:


11/03/2021 kualitas, intensitas nyeri, Identifikasi skala nyeri - Klien mengeluh masih nyeri pada area
08.00 Hasil : Klien masih mengeluh nyeri pada area perut perut seperti tertusuk-tusuk
seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 5 - klien mengatakan nyeri masih
09.00 - Mengidentifikasi respon nyeri non verbal bertambah bila bergerak
Hasil : Klien masih nampak meringis O:
10.00 - Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan - Skala nyeri 5
memperingan nyeri - Klien masih nampak meringis
Hasil : klien mengatakan nyeri bertambah bila bergerak - Klien melakukan teknik relaksasi napas
napas dalam dalam
10.35 - Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk - Inj. Ketorolac 1Amp/12 jam 30mg
mengurangi nyeri A:
Hasil : Klien melakukan relaksasi napas dalam secara - Nyeri akut belum teratasi
mandiri P : Intervensi dilanjutkan
12.00 - Melakukan kolaborasi dalam pemberian analgetik jika
perlu
Hasil : Inj. Ketorolac 1Amp/12 jam 30mg

Nyeri akut Jumat - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, S :


12/03/2021 kualitas, intensitas nyeri, Identifikasi skala nyeri - Klien mengatakan nyeri mulai
80.00 Hasil : Klien mengatakan nyeri mulai berkurang skala berkurang
nyeri 4 - Klien mengatakan kalau bergerak nyeri
- Mengidentifikasi respon nyeri non verbal sudah berkurang
Hasil : Klien kadang nampak meringis O:
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan - Skala nyeri 4
memperingan nyeri - Klien kadang masih nampak meringis
Hasil : Klien mengatakan kalau bergerak nyeri - Klien melakukan teknik relaksasi napas
sudahberkurang dalam
65

- Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk - Inj. Ketorolac 1Amp/12 jam 30mg


mengurangi nyeri A:
Hasil : Klien melakukan relaksasi napas dalam secara - Nyeri akut belum teratasi
mandiri P : Intervensi dilanjutkan
- Melakukan kolaborasi dalam pemberian analgetik jika
perlu
Hasil : Inj. Ketorolac 1Amp/12 jam 30mg
63

B. Pembahasan

Dalam subbab ini, penulis akan membahasan tentang kesenjangan teori

dan tindakan tentang asuhan keperawatan pada Nn. N dengan diagnosa Trauma

Tumpul Abdomen dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman di Ruang

Laikawaraka Rumah Sakit Bahteramas. Pembahasan tentang proses asuhan

keperawatan ini dimulai dengan Pengkajian, pengelompokan atau analisa data,

diagnosa atau rumusan masalah keperawatan, rencana tindakan keperawatan,

implementasi keperawatan dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam mengenai

masalah-masalah klien sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan

yang tepat (Muttaqin A. dan Kumala S., 2009). Pengkajian yang lengkap,

dan sistematis sesuai dengan fakta atau kondisi yang ada pada klien sangat

penting untuk merumuskan suatu diagnosis keperawatan dan dalam

memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respons individu (Budiono

& Sumirah, 2016).

Setelah dilakukan pengkajian pada Nn. N usia 19 tahun, diperoleh

data subyektif klien yakni klien mengeluh nyeri pada perut, klien mengatakan

kecelakaan lalu lintas dan terbentur pada perutnya, klien mengatakan nyeri

hilang timbul. Data obyektif yang diperoleh klien mengeluh nyeri pada perut,

klien mengatakan kecelakaan lalu lintas dan terbentur pada perutnya, klien

mengatakan nyeri hilang timbul, skala nyeri 5, pergerakan lambat, terdapat


64

tanda jejas dan nyeri tekan pada perut bagian tengah, keadaan umum lemah,

klien nampak pucat, klien nampak meringis, tekanan darah 140/90 mmhg,

pernapasan 20 kali/menit dan nadi 86 kali/menit, regular. Hal ini sesuai teori

dengan kasus bahwa Nn. N telah mengalami trauma tumpul abdomen dan

sedang mengalami kelemahan pasca trauma tersebut sehingga tidak adekuat

dalam memenuhi kebutuhan rasa nyamannya.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon

actual atau resiko klien terhadap masalah kesehatan, yang perawat

mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya (Brunner dan

Suddarth, 2016). Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)

(2018) masalah keperawatan yang muncul pada klien gangguan pemenuhan

rasa nyaman antara lain yaitu nyeri akut, nyeri kronis, nausea, nyeri

melahirkan, gangguan rasa nyaman dan ketidak nyamanan pasca partum.

Hasil analisa data pengkajian yang penulis lakukan pada Nn. N

dengan kasus Trauma Tumpul Abdomen berdasarkan panduan SDKI adalah

adalah nyeri akut berhubungan agen pencedera fisik. Kategori: psikologis,

subkategori: nyeri dan kenyamanan, kode: D.0077. Berdasarkan teori di atas

dan hasil pengkajian pada kasus nyata tidak didapatkan adanya kesenjangan

antara teori dan kasus dimana pada klien Nn.N dimana masalah keperawatan

yang muncul sesuai dengan konsep teori yang telah diuraikan sebelumnya.
65

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah berbagai perawatan yang berdasarkan

penilaian klinis dan pengetahuan yang dilakukan oleh perawat untuk

meningkatkan hasil klien/pasien (NANDA, 2015). Dalam teori intervensi

dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria hasil berdasarkan Standar

Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan

Indonesia (SLKI) dan Standar Intervensi Keperwatan Indonesia (SIKI)

terbitan PPNI. Penulis menggunakan teori kebutuhan manusia menurut

Maslow untuk memprioritaskan masalah keperawatan yang terjadi pada klien

yaitu mulai dari kebutuhan paling mendasar yaitu kebutuhan fisologis, rasa

aman dan nyaman, dicintai dan mencintai, dihargai, serta aktualisasi diri.

Diagnosa yang ditetapkan oleh penulis adalah nyeri akut berhubungan

dengan agen pencedera fisik (D.0077). Standar luaran yang ditetapkan dalam

studi kasus ini adalah tingkat nyeri (L.08066) dengan kriteria hasil keluhan

nyeri menurun, meringis menurun, sikap protektif menurun, gelisah menurun,

kesulitan tidur menurun dan frekuensi nadi normal. Perencanaan tindakan

yang dibuat untuk diagnosa keperawatan ini adalah manajemen nyeri

(1.08238) yang tindakan keperawatannya terdiri atas identifikasi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, identifikasi skala

nyeri, identifikasi respon nyeri non verbal, identifikasi faktor yang

memperberat dan memperingan nyeri, berikan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,

biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres


66

hangat/dingin, terapi bermain, ajarkan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi nyeri dan kolaborasi dalam pemberian analgetik jika perlu

Dalam perencanaan keperawatan tidak terdapat kesenjangan antara

teori dan kasus dalam memprioritaskan masalah, merumuskan masalah,

merumuskan tujuan, kriteria hasil serta tindakan. Hal ini karena dalam

penyusunan rencana asuhan keperawatan, penulis menggunakan SDKI, SLKI

dan SIKI sebagai pedoman.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tahap tindakan dalam proses keperawatan dimana

harus membutuhkan penerapan intelektual, interpersonal, dan teknis

Implementasi keperawatan adalah suatau tindakan keperawatan yang

sebelumnya telah direncanakan pada intervensi keperawatan. Setelah

melakukan implementasi hendaklah perawat melihat respon subjektif

maupun objektif pasien (Reeder, S.J., Martin, L.L., & Griffin, 2014).

Pelaksanaan tindakan keperawatan mengacu pada rencana yang telah

disusun dalam intervensi keperawatan. Tindakan keperawatan dilakukan

sesuai waktu yang telah ditetapkan yaitu 3 x 24 jam, secara umum semua

rencana tindakan yang telah disusun dapat dilaksanakan penulis. Pelaksanaan

tindakan keperawatan kepada Nn. N berdasarkan rencana tindakan

keperawatan yang disusun. Pada pelaksanaan implementasi tidak terdapat

kesenjangan karena penulis melakukan implementasi berdasarkan intervensi

yang sudah disusun sebelumnya.


67

Faktor pendukung dalam pelaksanaan tindakan keperawatan adalah

klien dan keluarga cukup kooperatif dan kerjasama yang baik antar penulis

dengan perawat ruangan, tim medis lainnya dan fasilitas kesehatan ruangan

yang tersedia dangat mendukung dalam pelaksanaan rencana keperawatan

yanag telah dibuat.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah respon pasien terhadap terapi dan kemajuan mengarah

pencapaian hasil yang diharapkan. Aktifitas ini berfungsi sebagai umpan

balik dan bagian kontrol proses keperwatan, melalui mana status pernytan

status diagnostik pasien secara individual dinilai untuk diselesikan,

dilanjutkan, atau memerlukan perbaikan (NANDA, 2015).

Pelaksanaan evaluasi hari ketiga tanggal 12/3/2021 diperoleh bahwa

pada masalah keperawatan nyeri akut diperoleh bahwa keluhan nyeri mulai

berkurang, skala nyeri menurun yakni 4, saat klien begerak sudah tidak terlalu

nyeri yanmg dirasakannya.

6. Analisis Penerapan Intervensi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai penerapan relaksasi

napas dalam sebagai upaya menurunkan nyeri pada pasien trauma tumpul

didapatkan data bahwa KU membaik, klien mengatakan nyeri sudah

berkurang dan skala nyeri 4 dan saat klien begerak sudah tidak terlalu nyeri

yanmg dirasakannya. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tindakan

manajemen nyeri efektif dalam menurunkan tingkat nyeri pasien yang

mengalami nyeri. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Aini (2018)
68

yang menunjukkan bahwa ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalan terhadap

penurunan nyeri pada pasien fraktur di RSI Siti Khadijah Palembang.


69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam laporan kasus ini adalah sebagai berikut.

1. Pengkajian yang dilakukan didapatkan data subyektif klien yakni klien

mengeluh nyeri pada perut, klien mengatakan kecelakaan lalu lintas dan

terbentur pada perutnya, klien mengatakan nyeri hilang timbul. Data obyektif

yang diperoleh klien mengeluh nyeri pada perut, klien mengatakan

kecelakaan lalu lintas dan terbentur pada perutnya, klien mengatakan nyeri

hilang timbul, skala nyeri 5, pergerakan lambat, terdapat tanda jejas dan nyeri

tekan pada perut bagian tengah, keadaan umum lemah, klien nampak pucat,

klien nampak meringis, tekanan darah 140/90 mmhg, pernapasan 20

kali/menit dan nadi 86 kali/menit, regular. Hal ini sesuai teori dengan kasus

bahwa Nn. N telah mengalami trauma tumpul abdomen dan sedang

mengalami kelemahan pasca trauma tersebut sehingga tidak adekuat dalam

memenuhi kebutuhan rasa nyamannya

2. Diagnosa keperawatan yang ditegakkan berdasarkan SDKI tahun 2017 adalah

nyeri akut (D.0077)..

3. Perencanaan keperawatan dirumuskan berdasarkan prioritas masalah dan

kondisi klien pada saat penulis melakukan pengkajian serta kemampuan

keluarga dalam kerja sama dengan penulis. Fokus perawatan pasien adalah

memenuhi kebutuhan rasa nyaman.


70

4. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana yang sudah disusun

berdasarkan SDKI, SLKI dan SIKI terbitan PPNI dimana untuk mengurangi

nyeri penulis mengimplementasikan upaya pemenuhan rasa nyaman.

5. Hasil evaluasi keperawatan pada kasus nyata didapatkan dari masalah

keperawatan yang diangkat,menunjukkan progress positif selama 3 hari

dilakukan intervensi keperawatan dan intervensi tersebut perlu dipertahankan

sampai pasien semakin membaik dan boleh pulang.

6. Analasis intervensi keperawatan menunjukkan bahwa pemberian tindakan

dukungan mobilisasi efektif dalam meningkatkan pergerakan ekstremitas

pada pasien yang mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan rasa nyaman

dengan kasus trauma tumpul abdomen.

B. Saran

Saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut.

1. Bagi masyarakat/pasien

Diharapkan dapat meningkatkan keterampilan penanganan pertama saat

terjadi trauma tumpul abdomen sebelum dibawa ke rumah sakit.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapakan dapat memberikan kemudahan dalam penggunaan perpustakaan

yang menjadi fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan dan keterampilannya dalam menjalani pratek dan pembuatan

asuhan keperawatan.
71

3. Bagi Rumah Sakit

Pada saat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Trauma

Tumpul Abdomen hendaknya perawat ruangan memberikan pembekalan

penanganan di rumah supaya keluarga dapat merawat pasien saat pasien

sudah pulang seperti menasehati pasien untuk menjaga dan mendukung agar

kondisi klien semakin membaik.

4. Bagi penulis

Hasil penelitian membuat pengalaman belajar dalam meningkatkan

pengetahuan dan ketrampilan berkaitan dengan masalah trauma tumpul

abdomen dan menambah wawasan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya

dalam mengembangkan penelitian lanjutan.


DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, S. H. et al. (2018) ‘Ethnic Differences in the Risk Factors and Severity of
Coronary Artery Disease: a Patient-Based Study in Iran’, Journal of
Racial and Ethnic Health Disparities. Journal of Racial and Ethnic Health
Disparities, 5(3), pp. 623–631. doi: 10.1007/s40615-017-0408-3.
Adelgais, K.M, Kupperman, N., Kooistra, J., Garcia, M., Monroe, D. J., Mahajan, P.,
Menaker, J., Ehrlich, P., Atabaki, S., Page, K., Kwok, M., Holmes, J. F. 2014.
Accuracy of the abdominal examination for identifiying children with blunt
intra-abdominal injuries. The Journal of Pediatrics, 165(6), 1230-1235
Andri & Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Surabaya : Mitra.
Wacana Media
Andrew B Peitzman, M. R. 2014. The Trauma Manual. diterjemahkan Jakarta:
Spiral Manual
Aini, L., Reskita, R. 2018. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap
Penurunan Nyeri pada Pasien Fraktur. Jurnal Kesehatan Volume 9, Nomor 2,
Agustus 2018 ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online)
http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK
Andarmoyo. 2017. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta: Ar-Ruzz.
Media
Asshiddiqi, Mh. 2014. Hubungan Antara Skala Ruptur Lien Pada Trauma Tumpul
Abdomen Yang Memerlukan Pembedahan Dan Yang Tidak Memerlukan
Pembedahan Di Rsup Dr Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro
Boutros SM, Nassef MA, Ghany AF. 2015. Blunt abdominal trauma: The role of
focused abdominal sonography in assessment of organ injury and reducing the
need for CT. Alexandria Journal of Medicine. 2015; 52: 35-41.
Dinkes Sultra. 2018. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Donsu, Jenita Doli. 2016. Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta :
Pustaka Baru
Haswita., dan Reni Sulistyowati. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta
Timur : CV.Trans Info Media.
Indah J Umboh, H. B. 2016. Hubungan Penatalaksanaan Operatif Trauma Abdomen
dan Kejadian Laparatomi Negatif Di RSUP Prof. Dr. Kandou Manado. Jurnal
Biomedik , 55
LeMone, P, & Burke. 2008. Medical surgical nursing : Critical thinking in client
care.( 4th ed). Pearson Prentice Hall : New Jersey
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan. Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Ntundu,S.H., Herman, A.M., Kishe, A., Babu, H., Jahanpour,O.F., Msuya,D.,
Chugulu, S.G., Chilonga, K. 2019. Patterns and outcomes of patients with
abdominal trauma on operative management from northern Tanzania: a
prospective single centre observational study. BMC Surgery (2019) 19:69
https://doi.org/10.1186/s12893-019-0530-8
Potter & Perry. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,. Proses, dan
Praktik. 4th ed. EGC: Jakarta.
Radwan,M.M., Zidan,F.M.A. 2006. Focused Assessment Sonography Trauma
(FAST) and CT scan in blunt abdominal trauma: surgeon‟s perspective.
African Health Sciences, 6(3): 187- 190.
Rekam Medis RS Bahteramas. 2019. Kendari. RSU Bahteramas
Riskesdas. 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta : Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah (RSUP). 2015. Bangli. RSUP Sanglah
Salomone JA, Salomone JP. Blunt abdominal trauma. Available from: URL: http:
//emedicine.medscape. com/article/821995-overview, 2010
Shinta, DWB. 2020. Karakteristik Pasien Trauma Abdomen Di Rsup Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar Periode Januari-Desember 2018. Program Studi
Pendidikan Dokter Universitas Hasanuddin
Suwiyoga, K. Januari 2007. Kanker Serviks: Penyakit Keganasan Fatal yang
dapat di Cegah. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Volume 31.
Nomor 1
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI
_________. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
_________.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
Wahyudi, Andri Setiya dan Abd. Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar. Jakarta: Mitra Wacana Media
Wiargitha, I. K. 2017. Prediktor Klinis Lesi Intaadomen Pada Penderita Trauma
Tumpul Abdomen Yang Dirawat Konservatif Di Rumah Sakit Sanglah
Denpasar. Jurnal Kesehatan, 13
WHO. 2018. Global status report on road safety 2018. Diakses pada tanggal 10 Mei
2021 dari https://www.who.int/publications/i/item/9789241565684
Yunus, F. 2014. The Asthma Control Test, A new tool to improve the quality of
asthma management. Surakarta: Indah Comp; 361
Zakiyah, Ana. 2015. Nyeri: Konsep dan Penatalaksanaan dalam Praktik.
Keperawatan Berbasis Bukti. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai