Anda di halaman 1dari 23

Farmakogenomik obat Golongan NSAID (Non Steroid AntiInflammatory

Drug)

Tugas Mata Kuliah Intrepretasi Data Klinik

Disusun Oleh:

1. Rizky Bachrul Alam 1041811110


2. Ahmad Azki Auliya 1042121002
3. Nurchasanah 1042121011

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI SEMARANG

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telahmelimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah sebagai tugas matakuliah Intrepretasi data klinik dapat
diselesaikan.

Makalah yang berjudul pemeriksaan farmakogenomik pada NSAID disusun sebagai tugas
untuk menambah referensi kita dalam memahami pemeriksaan farmakogenomik pada obat golongan
NSAID. Penyajian makalah ini disusun berdasarkan pada Pedoman Konsorsium Implementasi
Farmakogenetik Klinis (CPIC) untukCYP2C9 dan Obat Antiinflamasi Nonsteroid

Sangat disadari bahwa makalah ini belum sempurna seperti yang diharapkan,namun
setidaknya bisa sebagai referensi berbagai pihak yang berkepentingan (Stakeholders) dapat
memperoleh gambaran kinerja yang telah dilakukan oleh pemeriksaan Kesehatan

Akhirnya, kami berharap semoga laporan ini dapat memberi manfaat kepada banyak pihak
dan berguna sebagai bahan masukan bagi mahasiswa.

Semarang, 22 November 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

NSAID atau Nonsteroidal Antiinflammatory Drug merupakan obat pereda nyeri dan
inflamasi yang bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin. Kemampuannya
untuk menghambat produksi prostaglandin, menjadikan NSAID sebagai pilihan utama untuk
banyak penyakit. Pada tahun 2010 di Amerika serikat, sekitar 29 juta orang dewasa menjadi
pengkonsumsi rutin NSAID (Zhou Y, 2014). Penelitian lain juga membuktikan bahwa
NSAID dikonsumsi oleh 9.8% laki-laki dan 12.6% wanita dewasa di Australia dan
penggunaannya meningkat pada orang berusia diatas 75 tahun (Adam RJ, 2011). Di Asia
(Jepang, China, Korea, Filipina, Thailand dan Indonesia), 91% dokter meresepkan NSAID
pada lebih dari 5 pasien per minggu, dimana di Indonesia jumlah NSAID yang diresepkan
setiap minggunya mencapai angka 20 preskripsi (Arakawa, 2009).

Meskipun penggunaannya sangat luas di masyarakat, namun NSAID telah dikenal


memiliki beberapa efek samping. Efek samping utama dari NSAID adalah luka pada saluran
gastrointestinal. NSAID bersifat tidak selektif, yang tidak hanya menghambat enzim COX-2,
tapi juga menghambat enzim COX-1 yang berperan penting dalam pembentukan mukosa
gastrointestinal (Ong CK, 2007). Derajat keparahan efek samping NSAID dapat berbeda pada
satu individu dengan individu lainnya, hal ini dikarenakan oleh adanya polimorfisme pada
setiap individu.

Polimorfisme dapat terjadi pada gen pengkode protein, salah satu nya adalah gen
pengkode enzim yang memetabolisme obat. Enzim yang memetabolisme NSAID adalah
isoform sitokrom P450 (CYP450), yaitu CYP2C9 (Van Booven, 2010). Polimorfisme
CYP2C9 *2 dan *3 paling banyak ditemukan dan diteliti. Beberapa studi menunjukkan
bahwa varian *3 lebih menurunkan metabolisme NSAID dibandingkan dengan varian *2 dan
*1 (Li J, 2011). Untuk mengetahui polimorfisme tersebut salah satu langkah yang perlu
dilakukan adalah genotyping. Dengan mengetahui polimorfisme CYP2C9 diharapkan insiden
akibat meningkatnya resiko efek samping dari terapi NSAID dapat berkurang.
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan Farmakogenomik ?


2. Apa yang dimaksud dengan Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID) ?
3. Bagaimana mekanisme kerja obat Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID) ?
4. Sebutkan Interpretasi Tes Genetiknya !

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi Farmakogenomik.


2. Mengetahui definisi Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID).
3. Mengetahui mekanisme kerja obat Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID).
4. Mengetahui Interpretasi Tes Genetik.
1.1 Manfaat

Dari makalah kali ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan memahami materi
tentang kaitanya Farmakogenomik dengan Obat Golongan Non Steroid Anti Inflamation
Drugs (NSAID).
BAB II

ISI

2.1 Farmakogenomik

Farmakogenomik adalah ilmu yang mempelajari pengaruh faktor genetik pada pada
variabilitas inter-individual respons obat. Penyandi sequence pasangan basa DNA pada gen
tertentu disebut genotip, sedangkan fenotip adalah sifat yang berasal dari protein yang disandi
oleh gen. Contoh fenotip adalah golongan darah, warna rambut, dan metabolisme atau
respons terhadap farmakoterapi tertentu secara individual. Nama gen ditulis dengan huruf
miring dan biasanya menunjukkan proteinnya (misal gen CYP3A5 disandi dari enzim
CYP3A5). Genotip terbentuk dari dua alel per gen autosomal, satu dari ibu dan satu dari
ayah. Homozigot mempunyai dua alel yang sama, sedangkan heterozigot mempunyai dua alel
yang berbeda. Alel terbanyak di populasi disebut wild-type, dan frekuensi alel berbeda antara
populasi satu dengan populasi lainnya. Variasi sequence yang terbanyak adalah single
nucleotide polymorphism (SNP, diucapkan “snips”).

SNP adalah substitusi pasangan basa DNA tunggal yang dapat menyebabkan produk gen
yang berbeda. Jenis-jenis SNP, yaitu: structural RNA polymorphisms (srSNPs), regulatory
polymorphisms (rSNPs), dan polymorphisms in coding regions (cSNPs): srSNPs mengubah
proses dan translasi mRNA, rSNPs mengubah transkripsi, dan cSNPs mengubah sequence
dan fungsi protein. Haplotype adalah kombinasi alel atau set SNPs di sekitar lokasi
kromosom yang diwariskan. Tag SNP(s) tidak mengubah fungsi gen atau produk proteinnya.
SNPs berhubungan dengan polimorfisme yang lain, yang menyebabkan perubahan fungsi.
Kini, hubungan genetik dengan fenotip diteliti secara besar besaran, dengan jutaan SNPs
yang diukur pada ribuan subyek. Proyek ini disebut dengan Genome-Wide Association Study
atau GWAS, dan telah mendapatkan banyak gen yang berkaitan dengan sifat bagaimana
tubuh memproses obat), efek farmakodinamik (yaitu, bagaimana obat mempengaruhi tubuh),
atau keduanya. Selain itu, SNP juga berperan bersama gen lain atau dnegan faktor genetik
lain (mis, promoter atau enhancer region).

Efek farmakodinamik dapat merupakan hasil dari efek farmakokinetik atau hasil dari
variasi pada target farmakologis (mis, HMG CoA reductase merupakan enzim target statin).
Untuk mencari hubungan genotip fenotip dapat dengan studi klinis, studi transgenik hewan,
atau pemeriksaan fungsional molekuler dan seluler. Penelitian farmakogenomik harus
meliputi pemeriksaan pengaruh gen yang berperan pada absorpsi, transport, metabolisme,
ekskresi, dan protein obat yang berkaitan dengan mekanisme kerja. Berikut ini akan
dijelaskan mengenai variasi gen yang mempengaruhi berbagai aspek farmakologi statin
(Kitzmiller et al, 2013).

2.2 Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID)

NSAID adalah salah satu analgesik yang paling umum digunakan karena kurangnya
potensi adiktif.11Mereka juga merupakan salah satu kelas obat yang tersedia secara klinis
paling beragam, dengan > 40 senyawa kimia berbeda yang dipasarkan di seluruh dunia. Efek
terapeutik utama NSAID terjadi melalui penghambatan biosintesis prostaglandin dari asam
arakidonat oleh prostaglandin G/H sintase 1 dan 2, juga dikenal sebagai siklooksigenase
(COX).12Sebagian besar NSAID merupakan inhibitor reversibel isoform COX-1 dan COX-
2. Celecoxib, meloxicam, dan diklofenak adalah inhibitor COX-2 selektif.

Tidak semua orang memberikan reaksi yang sama terhadap suatu pengobatan. Begitu
pula reaksi individu terhadap terapi NSAID. NSAID dapat memberikan efek samping yang
lebih kuat pada satu individu tetapi NSAID juga dapat memperlihatkan efek samping yang
lebih lemah pada individu lain. Ini disebabkan oleh adanya variasi gen pengkode enzim
CYP2C9. Gangguan yang terjadi akibat adanya polimorfisme pada CYP2C9 adalah
perubahan pada kecepatan metabolisme beberapa obat oleh enzim tersebut. CYP2C9*2 dan
CYP2C9*3 dikatahui menurunkan kecepatan metabolisme NSAID atau disebut Poor
Metabolizer (Hatta FH, 2015).

Selain mengganggu kecepatan metabolisme obat menjadi metabolit yang kurang aktif,
clearance obat hasil metabolisme juga berkurang karena terhambatnya fungsi CYP2C9, yang
diperkirakan memberikan kontribusi sekitar 15-20% pada clearance obat yang telah melewati
metabolisme fase 1 (Van Booven, 2010). Tabel 4 memperlihatkan reduksi clearance berbagai
macam obat golongan NSAID oleh varian *2 dan *3 CYP2C9 (Agundez JA, 2009).
Pendarahan pada saluran gastrointestinal merupakan efek samping dari terapi NSAID
yang paling banyak terjadi. Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan keparahan
pendarahan saluran gastrointestinal telah diketahui, seperti umur, riwayat tukak lambung,
penggunaan NSAID dosis tinggi, penggunaan bersamaan dua NSAID atau lebih. Berdasarkan
ilmu farmakogenetik dikatakan pula bahwa polimorfisme gen, terutama gen yang mengkode
enzim CYP2C9, memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan resiko pendarahan.
CYP2C9 adalah satu dari kluster gen CYP2C yang berada pada kromosom 10q24. CYP2C9
paling banyak diekspresikan di hati dengan tingkat ekspresi kedua tertinggi diantara isoform
CYP lainnya. CYP2C9 berperan penting dalam proses metabolisme obat, terutama warfarin,
dan obat-obat lain seperti losartan, tolbutamid, fenitoin dan NSAID.

Polimorfisme CYP2C9 yang paling berkaitan dengan resiko pendarahan saluran


gastrointestinal adalah *2 dan *3. Polimorfisme varian *2 terjadi pada gen CYP2C9 dengan
adanya alel T pada posisi ekson 3 sementara variasi *3 terjadi dengan adanya alel C pada
posisi ekson 7. CYP2C9*2 ditandai dengan alel Cys144/Ile359, sedangkan CYP2C9*3
ditandai dengan alel Cys144/Leu359. Prevalensi polimorfise CYP2C9*2 tertinggi ditemukan
pada populasi orang putih, yaitu sekitar 8-19%, diikuti oleh populasi afrika-amerika, afrika,
dan asia . Varian *2 dan *3 diketahui sebagai poor metabolizer yang menurunkan
metabolisme substrat CYP2C9. Hal ini juga telah dibuktikan oleh beberapa studi yang
menunjukan bahwa varian *3 lebih menurunkan metabolism dibandingkan dengan varian *2
dan *1. Penurunan metabolisme akan meningkatkan konsentrasi obat dalam tubuh yang
beresiko meningkatkan efek samping dari obat. Telah terbukti bahwa varian CYP2C9*3 lebih
meningkatkan resiko pendaharahan pada saluran gastrointestinal dibandingkan varian *2 dan
wild-type.

Varian *2 dan *3 memiliki aktivitas metabolisme NSAID yang lebih rendah


dibandingkan dengan wild-type, menyebabkan clearance NSAID dari dalam tubuh
berkurang. Namun, efek dari alel *2 lebih kecil dibandingkan dengan alel *3. Salah satu
penelitian juga menunjukan bahwa pasien dengan varian *3/*3 mengalami penurunan
clearance NSAID sebesar 7 sampai 10 kali dibandingkan dengan wild-type, akibatnya resiko
dari efek samping NSAID meningkat seiring dengan meningkatya konsentrasi NSAID dalam
plasma darah.

Terbukti pula oleh hasil penelitian yang dilakukan Figueras dkk (2016), yang
menunjukkan bahwa konsumen NSAID dengan varian *3 memiliki lesi lebih banyak
dibandingkan dengan pasien yang tidak membawa varian tersebut dan tidak mengkonsumsi
NSAID. Ini memperlihatkan bahwa polimorfisme pada CYP2C9 memiliki peranan yang
penting pada resiko efek samping NSAID, terutama resiko pendarahan saluran
gastrointestinal.

Pengaruh polimorfisme pada pendarahan di saluran gastrointestinal juga berkaitan


dengan banyaknya konsumsi NSAID. Kejadian pendarahan terlihat pada pasien yang
membawa alel *3 dan mengkonsumsi NSAID lebih dari dosis perawatan pada rata-rata pasien
dewasa dengan resiko dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan pasien yang
mengkonsumsi dalam dosis yang sama namun tidak membawa alel *3. Data-data ini dapat
digunakan sebagai landasan baru terapi NSAID dengan ditentukannya polimorfisme pada
CYP2C9.

Penentuan polimorfisme tersebut dapat dilakukan dengan metode genotyping.


Genotyping dapat dilakukan dengan metode PCR-RFLP. Pada setiap reaksi DNA di
amplifikasi menggunakan primer spesifik untuk ekson 3 dan ekson 7 dari gen CYP2C9.
Primer dan kondisi PCR dapat dilihat pada tabel 1. Sementara siklus PCR dapat dilihat pada
tabel 2. Produk PCR kemudian ditambahkan enzim restriksi Ava II untuk CYP2C9*2 dan
Kpn I untuk CYP2C9*3 pada suhu 37oC selama semalam. Selanjutnya fragmen DNA di
elektroforesis pada gel agarose 2.5% yang dicelupkan dalam etidium bromida (EtBr). Pita
yang terbentuk dianalisis diatas transluminator sinar UV.
Pada allele CYP2C9*1 atau CYP2C9*3, produk berukuran 375 bp tersebut akan
terpotong oleh enzim Ava II menjadi 2 fragmen 296 bp dan 79 bp secara berurutan. Untuk
allele CYP2C9*2 tidak akan terpotong oleh Ava II, namun akan terjadi pemotongan pada
produk berukuran 105 bp oleh enzim Kpn I.

Selain menggunakan PCR-RLFP, sekarang banyak digunakan metode taqman. Metode


ini lebih disukai karena hasilnya yang akurat, tepat, efisien dalam waktu dan biaya. Pada
setiap sampel DNA ditambahkan dua primer dan dua probe yang dibuat untuk berhibridisasi
secara spesifik ke dua alel untuk setiap SNP (CYP2C9*2, Assay ID: C__25625805_10;
CYP2C9*3, Assay ID: C__27104892_10). Setelah 40 siklus PCR, fluoresensi setiap alel
diplotkan untuk menentukan polimorfisme.

Dengan dilakukannya penentuan polimorfisme dan varian pada CYP2C9 diharapkan


terapi NSAID dapat memberikan efektivitas lebih dan efek samping yang ditimbulkan pada
saluran pencernaan dapat berkurang. Penyesuaian dosis patut dipertimbangkan bila terdapat
polimorfisme, terutama varian *3, karena pada varian *3, aktivitas metabolism menurun
sehingga dosis NSAID harus diturunkan agar resiko pendarahan dapat menurun.

2.3 Mekanisme kerja NSAID


Sejak produksi pertama asam asetilsalisilat oleh Felix Hoffman. investigasi ke dalam
mekanisme kerja NSAID telah memberikan pemahaman yang lebih baik tentang cara obat ini
mencapai efeknya. Secara khusus, NSAID ditemukan mengganggu produksi jenis
prostaglandin (PG) tertentu, suatu bentuk eicosanoid. yang memiliki banyak efek pada
pembuluh darah. ujung saraf. dan sel-sel yang terlibat dalam kaskade inflamasi. Sintesis
eikosanoid dimulai dengan pelepasan arakidonat dari fosfolipid membran melalui aktivitas
fosfolipase A2 (PLA2). Kemudian. dua isozim siklooksigenase (COX) yang berbeda
mengubah asam arakidonat menjadi berbagai PG. Di sinilah NSAID, dengan mengganggu
aktivitas enzim COX. menghambat produksi PG.

2.4 Interpretasi Tes Genetik

Interpretasi tes genetik Sebagian besar laboratorium klinis melaporkan CYP2C9 genotipe
menggunakan nomenklatur bintang (*)-alel, di mana setiap alel ditentukan oleh genotipe pada
satu atau lebih polimorfisme nukleotida tunggal spesifik dengan aktivitas enzim variabel.
Nomenklatur bintang (*)-alel untuk CYP2C9 ditemukan di situs web Konsorsium Variasi
Farmakogen (PharmVar) (https://www.pharmvar.org/gene/CYP2C9).

Kombinasi alel digunakan untuk menentukan diplotipe pasien (sering juga disebut
sebagai genotipe), yang kemudian dapat digunakan untuk menyimpulkan prediksi fenotipe
metabolizer individu (Tabel 1;CYP2C9 Diplotipe ke Tabel Fenotipe 1,2). Setiap status
fungsional alel diberi nilai aktivitas mulai dari 0 hingga 1 (misalnya, 0 untuk tidak berfungsi,
0,5 untuk menurun, dan 1,0 untuk fungsi normal), yang dijumlahkan untuk menghitung skor
aktivitas (AS) untuk setiap diplotipe.1,2 CYP2C9 AS telah diterjemahkan ke dalam sistem
klasifikasi fenotip sebagai berikut: Individu dengan AS 0 atau 0,5 adalah metabolizers (PMs)
yang buruk, individu dengan skor 1 atau 1,5 adalah metabolizer menengah (IMs), dan mereka
dengan skor 2 adalah metabolisme normal (NMs) (Tabel 1; CYP2C9 Diplotipe ke Tabel
Fenotipe1,2). Karena laboratorium rujukan menyediakan klinis CYP2C9 genotipe dapat
menggunakan berbagai metode untuk menetapkan fenotipe, disarankan untuk mencatat milik
pasien CYP2C9 diplotipe dan untuk merujuk ke CYP2C9 Diplotipe ke Tabel Fenotipe 1,2
online untuk daftar lengkap kemungkinan diplotipe dan penugasan fenotipe sebelum
membuat keputusan terapeutik tentang terapi NSAID.

Sebagai catatan,Tabel 1menunjukkan perubahan pada tabel terjemahan genotipe ke


fenotipe sebelumnya untuk diplotipe yang mengandung CYP2C9*2 dan alel fungsi menurun
lainnya. Kelompok fenotip untuk CYP2C9*2/*2(AS = 1) sekarang diterjemahkan ke dalam
kelompok fenotipe IM (awalnya diterjemahkan ke PM). Perubahan ini didasarkan pada data
dari beberapa substrat (flurbiprofen, celecoxib, phenytoin, dan warfarin) yang menunjukkan
efek serupa dariCYP2C9*1/*3(AS = 1) dan CYP2C9*2/*2 pada rasio metabolisme dan
persyaratan dosis (warfarin).5–7 Lebih-lebih lagi, CYP2C9*3 dan alel dengan efek dan fungsi
klinis yang serupa diberi fungsi klinis sebagai "tidak berfungsi" dengan nilai aktivitas 0
(fungsi sebelumnya menurun). Ini didasarkan padaCYP2C9*3/*3, yang merupakan diplotipe
dengan aktivitas terendah yang dapat ditindaklanjuti secara klinis; dengan demikian,
CYP2C9*3 alel menerima tugas "tidak ada fungsi". Alel lain dengan fungsi rendah yang
serupa juga akan diklasifikasikan sebagai "tidak berfungsi"

2.5 Pengambilan sampel genom

Penelitian genom mencakup berbagai metode dan aplikasi. Ini mungkin termasuk, tetapi
tidak terbatas pada, pengurutan dan genotip asam nukleat, analisis berbagai jenis RNA,
ekspresi atau regulasi gen, dan deteksi modifikasi epigenetik. Kemajuan teknologi yang terus
berkembang diharapkan menghasilkan aplikasi baru. Ruang lingkup penelitian akan
menentukan jenis spesimen dan analit yang akan dinilai, dan metodologi yang digunakan
untuk mengekstrak analit dan untuk menstabilkan dan menyimpan sampel yang dianotasi
dengan baik untuk pengujian genomik. Kualitas dan jumlah sampel dapat mempengaruhi
keakuratan dan keandalan data yang dihasilkan. Oleh karena itu, pengumpulan, penanganan,
dan penyiapan sampel biologis merupakan langkah penting dalam proses penelitian.

Variasi pra-analitik harus diminimalkan dengan mengembangkan dan


mendokumentasikan prosedur standar untuk pengumpulan, pemrosesan, transportasi, dan
penyimpanan sampel genomik. Prosedur dan pemantauan kualitas harus disesuaikan dengan
jenis spesimen, analit, dan pengujian yang akan dilakukan. Proses preanalitik untuk
penanganan dan penyiapan spesimen di seluruh lokasi studi harus ditentukan,
didokumentasikan, dan diverifikasi sebelum implementasi. Penting bahwa waktu, metode,
lokasi (misalnya, lokasi studi), dan kondisi (misalnya, suhu dan durasi penyimpanan, waktu
fiksasi) di mana sampel dikumpulkan dicatat. Setiap perubahan dan penyimpangan dari
prosedur yang ditetapkan harus didokumentasikan dengan baik selama masa pakai setiap
sampel. Lacak balak pada semua tahap pengumpulan, penanganan, dan analisis termasuk
waktu setiap langkah harus dicatat untuk semua sampel dan alikuotnya. Pelaksanaan program
kendali mutu sangat dianjurkan. Secara umum, instruksi untuk pengumpulan, pemrosesan,
pengangkutan, dan penyimpanan harus ditentukan dan diadopsi untuk memastikan stabilitas
sampel biologis pada setiap langkah dari waktu perolehan hingga waktu pengujian.

2.5.2 Pengumpulan dan pemrosesan sampel

Sejumlah variabel pra-analitik harus dipertimbangkan saat mengembangkan strategi


pengumpulan dan pemrosesan sampel untuk memastikan kesesuaian sampel untuk pengujian
genomik. Jika lokasi yang berpartisipasi dalam studi klinis menggunakan prosedur
pengumpulan dan penanganan sampel yang berbeda, maka kinerja pengujian berikutnya
mungkin berbeda di setiap lokasi. Ini dapat mempengaruhi interpretasi dan kombinasi data
dan dapat menyebabkan hasil yang tidak dapat diandalkan. Staf di semua lokasi yang
berpartisipasi harus terlatih dengan baik dan berpengetahuan luas dalam penggunaan
prosedur standar.

Spesimen harus dikumpulkan dan diberi label sesuai dengan praktik biosafety yang
sesuai, peraturan privasi subjek, dan informed consent.

2.5.2 Jenis spesimen

Asam nukleat dapat diekstraksi dari berbagai jenis spesimen klinis dan matriks (misalnya,
sel darah, jaringan, swab bukal, air liur, aspirasi sumsum tulang, urin, feses). Sumber baru
dari asam nukleat yang berasal dari jaringan (misalnya, DNA bebas sel, sel tumor yang
bersirkulasi) muncul dan mungkin memerlukan metode isolasi yang berbeda. Prinsip-prinsip
yang dirinci di sini juga berlaku untuk sumber-sumber ini. Jenis spesimen yang akan
dikumpulkan harus sesuai dengan tujuan penggunaan. Misalnya, beberapa jenis spesimen
dapat digunakan untuk studi DNA dan RNA sementara jenis spesimen lainnya mungkin tidak
cocok untuk analisis RNA karena kurangnya stabilitas analit.

Pada subjek pediatrik, hanya sedikit darah atau jaringan lain yang tersedia dan oleh
karena itu alternatif non-invasif, seperti air liur, bercak darah kering, atau kerokan kulit dapat
dipertimbangkan. Untuk jenis sampel tertentu (misalnya, darah, biopsi otot), perhatian harus
diberikan pada pengumpulan aseptik. Perhatian harus diambil ketika bahan biologis yang
mungkin mengandung risiko kontaminasi selain dari DNA inang dan RNA digunakan
(misalnya, penyeka bukal, air liur).

2.5.3 Waktu pengambilan spesimen

Variabilitas antar dan intra-subjek harus dipertimbangkan dalam konteks tujuan studi
klinis ketika menentukan strategi pengumpulan sampel. Misalnya, variasi diurnal atau
perawatan yang diberikan dapat memengaruhi ekspresi gen dan harus dipertimbangkan saat
memilih titik waktu pengambilan sampel. Epigenetik seperti metilasi DNA juga dapat
berubah dari waktu ke waktu (misalnya, usia subjek). Sementara urutan DNA germline relatif
stabil dari waktu ke waktu, informasi yang diperoleh dari DNA tumor dan RNA dapat
dipengaruhi oleh sumber, metode, dan/atau waktu pengumpulan sampel.

2.5.4 Kondisi pengawetan spesimen

Wadah pengumpul, kebutuhan dan jenis aditif, bahan penstabil atau pengawet akan
bergantung pada target asam nukleat, jenis spesimen, ukuran atau volume sampel yang
diperlukan, dan pengujian potensial serta teknologi. Misalnya, spesimen aspirat darah atau
sumsum tulang dikumpulkan dalam tabung yang mengandung antikoagulan atau aditif yang
sesuai untuk jenis asam nukleat yang dimaksud. Sampel jaringan dapat dibekukan dalam
nitrogen cair atau ditempatkan dalam pengawet yang sesuai.

Jaringan sering diperbaiki untuk penyimpanan jangka panjang. Parameter yang harus
dipertimbangkan dengan hati- hati untuk fiksasi jaringan adalah jenis fiksatif, waktu fiksasi,
kelembaban, oksigenasi, dan suhu, serta kompatibilitas dengan metode ekstraksi asam
nukleat hilir. Direkomendasikan untuk mengevaluasi dampak fiksasi dan aditif pada analit
yang diinginkan dan jenis tes yang akan dilakukan sebelum pengumpulan sampel dalam studi
klinis. Selain itu, jenis dan volume jaringan spesimen dapat mempengaruhi durasi fiksasi
yang optimal dan karenanya harus diperhitungkan. Metode penanganan sampel setelah fiksasi
awal juga dapat berdampak pada integritas spesimen.

2.5.5 Stabilitas dan degradasi spesimen

Tindakan penanganan yang tepat harus diambil untuk mencegah degradasi asam nukleat
dan perubahan profil genom selama pengumpulan dan pemrosesan sampel. Fragmentasi asam
nukleat dan perubahan nyata dalam ekspresi gen dapat terjadi dan bergantung pada kondisi
yang berkaitan dengan pH, hipoksia, keberadaan endonuklease, dan/atau parameter spesifik
jaringan lainnya. Selain itu, waktu dari pengambilan spesimen hingga pembekuan, fiksasi,
atau pemrosesan, serta waktu penyimpanan, harus dioptimalkan sesuai kebutuhan. Parameter
yang digunakan harus didokumentasikan dalam instruksi pengumpulan dan penanganan
sampel, materi pelatihan dan laporan sampel. Disarankan untuk memantau kondisi
penyimpanan dan pemrosesan. Misalnya, suhu harus dipantau untuk kemungkinan variasi dan
didokumentasikan untuk memastikan konsistensi di seluruh sampel.

2.5.6 Volume dan komposisi spesimen

Volume pengumpulan untuk sampel adalah masalah yang memerlukan pertimbangan


cermat. Pertimbangan harus diberikan pada jaringan minimum atau konten sel yang
diperlukan untuk tujuan yang dimaksud (misalnya, metodologi analisis) untuk meminimalkan
beban subjek. Jumlah jaringan yang optimal mungkin tergantung pada seluleritas jaringan
(misalnya, jumlah yang lebih kecil mungkin cukup untuk jenis jaringan yang sangat seluler)
dan proporsi relatif jenis sel tertentu di seluruh spesimen (misalnya, area tumor dan/atau
aspek lainnya). penyakit seperti yang ditunjukkan dalam biopsi). Jika jumlah jaringan yang
tersedia terbatas, bahan biologis alternatif dapat dipertimbangkan untuk dikumpulkan (lihat
juga bagian 2.1.1). Karena jaringan tumor dapat menunjukkan heterogenitas molekuler
(mosaikisme) dan biopsi tumor sering terdiri dari bagian jaringan normal, evaluasi patologis
terdokumentasi dari sampel sebelum analisis genom dapat membantu. Ketika sampel
berpasangan dikumpulkan (misalnya, tumor versus jaringan normal, sampel preversus pasca
perawatan, prenatal versus spesimen ibu), pertimbangan tambahan (misalnya, sampel yang
cocok, jenis sel) mungkin diperlukan untuk memungkinkan perbandingan.

2.5.7 Parameter yang mempengaruhi kualitas sampel genomik

Kualitas dan hasil asam nukleat yang diekstraksi dipengaruhi oleh kualitas spesimen
sumber di antara faktor-faktor lain (lihat juga bagian 2.5.6). Akibatnya, prosedur ekstraksi
harus ditentukan dan divalidasi untuk kondisi penanganan dan jenis spesimen yang akan
digunakan. Jenis spesimen memiliki beragam karakteristik dan komponen yang dapat
mempengaruhi pemulihan asam nukleat, dan ini harus dipertimbangkan saat memilih
metodologi ekstraksi asam nukleat. Misalnya, prosedur lisis sel dapat bervariasi untuk
spesimen jaringan dan cairan tubuh yang berbeda. Proses untuk menghilangkan konstituen sel
tertentu juga dapat berbeda tergantung pada komposisi spesimen. Perlu dicatat bahwa proses
tersebut dapat mempengaruhi ekspresi gen dan menyebabkan hasil palsu yang tidak
diinginkan. Jika DNA dan RNA akan diekstraksi dari spesimen yang sama, harus ditentukan
apakah ekstraksi paling baik dilakukan secara bersamaan atau jika spesimen jaringan harus
dibagi pada saat pengumpulan. Karena sifat RNA yang labil dibandingkan dengan DNA,
diperlukan tindakan pencegahan tambahan saat mengisolasi RNA, seperti penggunaan
peralatan dan reagen bebas RNase. Pembekuan berulang dan pencairan spesimen sebelum
ekstraksi asam nukleat dapat mempengaruhi integritas sampel genom dan harus dihindari jika
memungkinkan atau dievaluasi. Untuk menentukan apakah kualitas dan kuantitas target asam
nukleat yang diekstraksi memadai untuk pengujian genom hilir yang dimaksud, metode
kontrol kualitas yang sesuai harus diterapkan relatif terhadap analit yang diukur.

2.5.8 Sumber gangguan

Sumber gangguan dan kontaminasi potensial dapat memengaruhi kinerja tes genom dan
ini termasuk zat endogen dan eksogen. Penting untuk mengidentifikasi endogen zat yang
biasanya ada dalam jenis spesimen (misalnya, hemoglobin dari darah, melanin dari kulit)
yang dapat memengaruhi, misalnya, efisiensi reaksi berantai polimerase (PCR) dan zat
eksogen (misalnya, antikoagulan, aditif lain, fiksatif, reagen yang digunakan untuk asam
nukleat isolasi) yang mengganggu metode pengujian tertentu. Efek dari faktor atau elemen
potensial yang mengganggu kinerja pengujian harus ditangani selama pengembangan
pengujian.

2.6 Transportasi dan penyimpanan sampel

Transportasi dan kondisi penyimpanan akan bervariasi sesuai dengan jenis spesimen dan
target asam nukleat. Secara umum, sampel tidak boleh terpapar pada kondisi yang dapat
mempengaruhi stabilitas target asam nukleat selama transportasi dan penyimpanan.

2.6.1 Transportasi sampel

Kondisi transportasi yang sesuai harus ditetapkan sebelum pengiriman sampel. Untuk
memastikan bahwa spesimen dan/atau analit yang diekstraksi dikirimkan dalam kondisi yang
dapat diterima, tanggal pengiriman dan penerimaan harus didokumentasikan, serta perkiraan
suhu spesimen saat diterima. Jika memungkinkan, sampel harus diangkut pada suhu
penyimpanan yang sesuai untuk jenis sampel dan analit yang diinginkan. Penyimpangan dari
parameter pengiriman yang dimaksudkan harus didokumentasikan.

2.6.2 Penyimpanan sampel


Sangat disarankan agar sampel disimpan dalam jangka panjang, yaitu selama dan setelah
program pengembangan obat, untuk memungkinkan penggunaan kembali dan/atau
penggunaan di masa mendatang. Kondisi di mana spesimen atau asam nukleat yang
diekstraksi diarsipkan harus sesuai untuk aplikasi pengujian genomik yang dimaksud.
Merupakan praktik yang baik untuk menyimpan sampel dan asam nukleat yang diekstraksi
sebagai beberapa alikuot untuk menghindari siklus pembekuan/pencairan berulang dan
potensi kontaminasi. Penyimpanan alikuot di lokasi terpisah menghindari hilangnya semua
sampel secara bersamaan. Jika sampel digunakan kembali dan mengalami siklus
pembekuan/pencairan, maka setiap siklus pembekuan/pencairan, termasuk suhu dan waktu
pada setiap langkah, harus dicatat.

Penyimpanan sampel memerlukan infrastruktur fisik, serta sistem manajemen data dan
informasi laboratorium yang kuat. Pertimbangan saat menyimpan sampel ke dalam
biorepositori mencakup kepatuhan terhadap program jaminan kualitas dan kontrol kualitas,
sistem pelacakan sampel, keamanan informasi, dan kepatuhan terhadap undang- undang
setempat dan persetujuan tertulis. Sangat disarankan agar sampel disimpan dalam
infrastruktur fisik yang dibangun dengan sistem cadangan listrik dan rencana bencana yang
sesuai. Sangatlah penting bahwa pihak yang bertanggung jawab atas sampel diidentifikasi
dengan jelas setiap saat dan lacak balak didokumentasikan. Sampel tidak boleh disimpan
lebih lama dari periode penyimpanan total yang diizinkan seperti yang dijelaskan dalam
dokumen persetujuan tindakan. Lebih-lebih lagi,

2.6.3 Kurasi inventaris sampel

Inventarisasi sampel harus dipantau dan dikuratori sehubungan dengan hal-hal berikut:
izin penggunaan sampel, lama penyimpanan relatif terhadap kebijakan retensi sampel,
permintaan untuk menarik sampel dari biorepositori, dan catatan pemusnahan sampel.
Rekonsiliasi setiap sampel relatif terhadap aspek-aspek tersebut di atas harus dilakukan
sebelum penggunaan sampel tersebut. Konkordansi genom dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi identitas yang diharapkan antara sampel (misalnya, alikuot sampel,
pasangan tumor/normal, pasangan sebelum dan sesudah perawatan).

2.7 Data genomik

Data genom manusia dapat diturunkan dari germline (diturunkan dari orang tua), somatik
(misalnya mutasi pada jaringan tumor) atau sumber mitokondria (misalnya untuk
ketertelusuran garis keturunan ibu). Spesimen biologis dari manusia juga dapat mencakup
molekul genom non-manusia (misalnya, DNA mikroba atau agen infeksius lainnya). Jenis
data genom yang dihasilkan bergantung pada analit dan platform teknologi yang diterapkan.
Untuk perbandingan genom yang komprehensif, mungkin tepat untuk memiliki banyak
sampel DNA atau RNA yang dikumpulkan dari satu subjek yang diambil dari jaringan sehat
dan jaringan sakit, jenis jaringan berbeda, dan/atau pada titik waktu berbeda.

2.7.1 Pembuatan data genom

Data genom dapat dihasilkan dengan menggunakan banyak platform dan metode
teknologi yang berbeda dan berkembang pesat. Profil genomik yang luas dari subjek layak
secara teknologi, dan data yang dihasilkan dapat disimpan dan digunakan berulang kali dari
waktu ke waktu. Penting untuk memilih platform dan metode yang tepat mengingat tujuan
yang dimaksudkan dari data genomik. Oleh karena itu, adalah relevan untuk memahami
apakah metode kelas penelitian atau metode yang lebih tervalidasi akan digunakan selama
pembuatan data. Ketika data genom akan digunakan untuk pengambilan keputusan klinis,
tingkat validasi uji yang sesuai harus dipertimbangkan sesuai dengan peraturan dan kebijakan
setempat. Di bawah pengaturan eksplorasi, data genom dapat dihasilkan menggunakan reagen
dan instrumen tingkat penelitian yang mungkin belum divalidasi untuk mendukung
penggunaan klinis. Namun, Untuk penelitian genomik, pemrosesan dan alur kerja analitik
untuk semua tahap analisis harus didokumentasikan sedalam mungkin untuk pengumpulan
dan pemrosesan sampel hulu. Dokumentasi ini harus mencakup alat, versi, dan parameter
yang digunakan pada setiap tahap analisis, sumber dan versi referensi genomik dan basis data
yang digunakan (misalnya pembuatan genom, rakitan transkriptom, basis data anotasi
varian), dan lingkungan komputasi serta sumber daya yang digunakan untuk memproses
data . Prosedur kontrol kualitas (QC) dan ambang metrik yang tepat harus ditetapkan untuk
semua tahapan alur kerja. Prosedur dan ambang batas QC tersebut harus diperbaiki untuk
setiap tahap alur kerja sebelum melanjutkan ke analisis hilir. . Lebih jauh, jika
memungkinkan, prosedur dan ambang batas QC harus ditetapkan untuk jenis pengujian
tertentu dan keluaran yang dimaksudkan untuk memastikan konsistensi antara kumpulan data
yang berbeda. Demikian pula, alat bioinformatika, algoritme, dan parameter yang relevan
harus dipilih sebelum analisis hilir dan sejauh mungkin harus konsisten untuk jenis
pengujian, analit, dan keluaran yang ingin dideteksi oleh percobaan.

Sementara metode informatika dalam genomik berubah dan berkembang terus menerus,
dan banyak pilihan untuk alat, sumber daya, dan metode analisis mungkin tersedia, di mana
pendekatan atau sumber daya "standar emas" telah ditentukan oleh komunitas, ini harus
dipertimbangkan saat merancang alur kerja. Penggunaan sumber anotasi yang tersedia untuk
umum sangat dianjurkan untuk memungkinkan perbandingan lintas platform dan integrasi
hasil genomik dan non-genomik (misalnya, proteomik) dari studi yang berbeda. Terakhir,
setiap algoritme (termasuk heuristik sederhana yang digunakan oleh peneliti atau klinisi
dalam interpretasi hasil) atau uji statistik yang digunakan untuk menggabungkan data
genomik dengan data klinis atau biologis untuk keputusan pengobatan atau untuk tujuan
penelitian harus didokumentasikan dengan tepat.

Sponsor harus memastikan kepatuhan penggunaan sampel dan data genomik sesuai
dengan penggunaan sampel yang bertujuan dan diizinkan untuk pembuatan data genomik.
Penggunaan data genom harus sesuai dengan protokol dan proses persetujuan di masing-
masing wilayah/yurisdiksi.

2.7.2 Penanganan dan penyimpanan data genom

Penting untuk memahami bagaimana berbagai jenis data genom dihasilkan, ditangani,
dianalisis, dan disimpan. Secara umum, instrumen menghasilkan satu atau lebih file data
mentah, yang kemudian diproses dan diubah menjadi format yang siap untuk diintegrasikan
dengan data klinis atau biologis. Selain kumpulan data akhir yang diproses, disarankan untuk
mempertahankan file data yang mempertahankan fitur lengkap dari data mentah; ini bisa
berupa file data mentah atau file siap analisis bersama dengan dokumentasi alur kerja, yang
memungkinkan rekonstruksi data primer. File data genom harus disimpan dalam media yang
aman dengan kemampuan jangka panjang. Selain itu, harus ada kemungkinan untuk
menghubungkan data genom dengan data klinis lainnya untuk memungkinkan penggunaan
saat ini dan di masa mendatang, sebagaimana mestinya. Sementara sampel genom dapat
dihancurkan atas permintaan peserta, penghancuran data bertentangan dengan prinsip
integritas ilmiah, khususnya dalam konteks studi klinis. Memang, setelah data dianalisis dan
dimasukkan ke dalam hasil studi, data tidak dapat dihancurkan tanpa membahayakan
integritas ilmiah dari studi klinis. Oleh karena itu dianjurkan untuk menyimpan data setelah
dihasilkan dan digunakan dalam penelitian. Jika berlaku, prosedur mungkin harus
dikembangkan untuk mengaktifkan disposisi data genom yang diinginkan atas permintaan
subjek. data tidak dapat dihancurkan tanpa membahayakan integritas ilmiah dari studi klinis.
Oleh karena itu dianjurkan untuk menyimpan data setelah dihasilkan dan digunakan dalam
penelitian. Jika berlaku, prosedur mungkin harus dikembangkan untuk mengaktifkan
disposisi data genom yang diinginkan atas permintaan subjek. data tidak dapat dihancurkan
tanpa membahayakan integritas ilmiah dari studi klinis. Oleh karena itu dianjurkan untuk
menyimpan data setelah dihasilkan dan digunakan dalam penelitian. Jika berlaku, prosedur
mungkin harus dikembangkan untuk mengaktifkan disposisi data genom yang diinginkan atas
permintaan subjek.

2.8 Privasi dan kerahasiaan

Pemrosesan dan penanganan sampel dan data genom harus dilakukan dengan cara yang
melindungi privasi subjek. Untuk data genom, seperti untuk data klinis lainnya, teknik
pengkodean serta prosedur keamanan dan akses membantu menjaga kerahasiaan. Langkah-
langkah keamanan yang tepat menggunakan skema pengkodean dan pembatasan akses harus
diterapkan pada setiap langkah pengumpulan, pengangkutan, analisis, dan penyimpanan
sampel. Pertimbangan juga harus diberikan pada undang-undang dan kebijakan perlindungan
dan kerahasiaan data di setiap yurisdiksi.

2.8.1 Pengodean sampel dan data

Data genom harus diperlakukan dengan standar kerahasiaan yang sama tinggi dengan
data klinis lainnya. ICH E152 menjelaskan berbagai cara untuk pengkodean sampel dan data
genom, termasuk pengkodean tunggal dan ganda. Untuk mengurangi kerumitan dan
kemungkinan kesalahan, pengkodean tunggal direkomendasikan untuk sampel dan data
genomik, tetapi harus konsisten dengan peraturan atau undang-undang setempat.
Anonimisasi, sebagaimana didefinisikan dalam ICH E15, di mana pengkodean tidak
memungkinkan subjek untuk diidentifikasi ulang karena kunci pengkodean telah dihapus,
memiliki keterbatasan. Itu karena dengan meningkatnya ketersediaan informasi genom dan
metode analisis, tidak selalu mungkin untuk mencegah identifikasi ulang setiap peserta studi
dengan menghapus tautan antara pengidentifikasi subjek dan kode unik. Selain itu,
anonimisasi membawa dua implikasi: 1) proses membuat kemampuan untuk menghubungkan
data genomik yang sebelumnya tidak terhubung ke data fenotipik menjadi tidak mungkin,
dan 2) pemusnahan sampel sesuai dengan penarikan persetujuan atau untuk pemantauan
klinis jangka panjang tidak akan mungkin dilakukan. Saat memproses data genomik,
penyelidik dan organisasi sponsor harus menghormati peraturan dan undang-undang privasi
dan perlindungan data yang berlaku.

2.8.2 Akses ke sampel genom dan data


Penggunaan sampel dan data genom dapat melibatkan akses berulang, dari waktu ke
waktu, sesuai dengan persetujuan tertulis (disarankan persetujuan luas yang mengizinkan
pembagian dan distribusi: lihat bagian 5). Akses tersebut dapat berada di dalam organisasi
sponsor, atau kolaborator di bawah pengawasan organisasi sponsor, atau peneliti eksternal.
Ini akan mencakup data tingkat individu dan/atau hasil gabungan. Kebijakan dan prosedur
yang melibatkan sistem untuk memastikan kontrol yang ketat atas hak akses dengan log akses
pengguna untuk semua sampel dan data genom, serupa dengan data klinis lainnya, harus
dikembangkan. Kebijakan dan prosedur yang mengatur akses harus mempertimbangkan
risiko mengorbankan privasi masing-masing peserta studi serta risiko mengorbankan kualitas
dan interpretasi data.

Pendekatan berbasis risiko untuk mengakses sampel genom dan data harus diterapkan
baik di dalam lembaga penelitian yang menyetujui maupun untuk lembaga eksternal tempat
sampel dan data dibagikan. Saat mengalihdayakan penyimpanan sampel, analisis genom, atau
penyimpanan data, perjanjian kontraktual harus menetapkan bahwa pihak yang bertanggung
jawab akan mengawasi fasilitas yang dialihdayakan dengan cara yang tepat untuk
memastikan bahwa sampel dan/atau data dilindungi dengan baik.

Berbagi data dan/atau sampel dengan organisasi atau peneliti eksternal memungkinkan
peningkatan ilmu kedokteran dan menawarkan manfaat di beberapa tingkatan, serta
memaksimalkan transparansi temuan penelitian. Aturan nasional dan lokal yang berbeda
yang mengatur pembagian data tingkat individu dengan pihak ketiga termasuk database
publik harus dipatuhi sepenuhnya.

2.9 Persetujuan yang diinformasikan

Informed consent adalah bagian dari pertimbangan Good Clinical Practices (GCP) per
ICH E6. Persetujuan untuk penelitian genom dapat dimasukkan dalam persetujuan untuk
studi klinis atau diperoleh secara terpisah. Penelitian genomik harus dilakukan sesuai dengan
undang-undang setempat yang berlaku dan dalam ruang lingkup informed consent, yang
mencakup pengumpulan dan penyimpanan sampel dan data genomik. Informed consent harus
menjelaskan, dalam bahasa yang sederhana, jenis dan jumlah bahan biologis yang akan
dikumpulkan, prosedur pengumpulan dan posisi pengembalian data genomik. Jika ada
kesempatan untuk mendapatkan konseling genetik, disarankan untuk memasukkan informasi
tersebut dalam formulir persetujuan tindakan.
Sementara peraturan lokal saat ini memandu praktik persetujuan yang diinformasikan,
identifikasi elemen umum dan penting untuk persetujuan yang dapat diterima secara global
untuk pengumpulan dan penggunaan sampel genomik akan sangat memungkinkan penelitian
genomik. Informed consent untuk pengumpulan dan penggunaan sampel genomik harus
mengizinkan analisis sampel yang luas (misalnya, rangkaian gen, analisis transkriptom, atau
pengurutan seluruh genom) terlepas dari waktu analisis. Idealnya, informed consent harus
memungkinkan penggunaan sampel secara luas, seperti pengembangan pengujian, penelitian
penyakit, respons obat, atau farmakovigilans. Peraturan dan kebijakan daerah harus
diperhatikan dan dihormati.

2.10 Komunikasi temuan

Penelitian genomik, dalam konteks studi klinis, bertujuan untuk menilai korelasi genomik
dari respon obat, untuk memajukan pemahaman tentang biologi penyakit dan/atau untuk
mengidentifikasi mekanisme farmakologi obat. Penelitian ini kadang-kadang dapat
menghasilkan data yang terkait dengan tujuan utama dari pertanyaan penelitian yang
dimaksudkan, tetapi mungkin memiliki relevansi klinis yang potensial. Beberapa dari data ini
juga dapat ditindaklanjuti secara klinis. Misalnya, mutasi BRCA1 dapat diidentifikasi dengan
pengurutan seluruh genom selama penelitian yang tidak dimaksudkan untuk menyelidiki
risiko kanker.

Institusi penelitian dan sponsor yang menghasilkan data genomik dalam sebuah penelitian
didorong untuk mengadopsi posisi dan mekanisme terkait pengembalian data ke subjek,
sebagaimana mestinya. Posisi harus mengartikulasikan apakah temuan penelitian yang
dimaksudkan, temuan insidental, tidak satu pun atau keduanya dikomunikasikan. Idealnya,
posisi tersebut akan menggambarkan waktu komunikasi tersebut (selama atau setelah studi
klinis), oleh siapa (misalnya, peneliti, dokter, konselor genetik), dan kepada siapa (subjek,
atau pemberi perawatan primer atau wali sah dalam kasus subjek). apakah anak-anak atau
subjek telah didiagnosis menderita demensia). Saat mengkomunikasikan hasil kepada subjek,
relevansi konseling genetik harus dievaluasi; dampak hasil pada keputusan pengobatan harus
ditafsirkan secara klinis dan didiskusikan dengan subjek (atau pemberi perawatan primer atau
wali yang sah). Keinginan dan persetujuan subjek apakah menerima informasi tersebut harus
dihormati. Selain itu, penetapan kadar yang diterapkan dan tingkat validasinya harus
dipertimbangkan, karena hal ini dapat memengaruhi keakuratan dan validitas hasil.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penggunaan NSAID dapat menyebabkan pendarahan di saluran gastrointestinal dan


resikonya meningkat dengan adanya polimorfisme pada enzim CYP2C9. Varian *3 memiliki
resiko yang lebih besar dibandingkan varian *2 meskipun keduanya sama-sama menurunkan
aktivitas metabolism NSAID oleh CYP2C9. Penentuan polimorfisme CYP2C9*3 dan
penyesuaian dosis NSAID dapat dilakukan untuk menurunkan resiko terjadinya pendarahan
pada saluran gastrointestinal.
DAFTAR PUSTAKA

Purwadi F. V dan Rostinawati T. 2016. REVIEW: PENGARUH POLIMORFISME CYP2C9*2 DAN


CYP2C9*3 TERHADAP RESIKO PENDARAHAN SALURAN GASTROINTESTINAL
TERAPI NSAID. Farmaka. Suplemen Volume 14 Nomor 2.
Products, r H. M. (2018). Pedoman ICH E18 tentang pengambilan sampel genomik dan pengelolaan
data genomik. 44(September 2017), 1–12.
Suprapti, H., Farmakologi, B., Kedokteran, F., Wijaya, U., & Surabaya, K. (2018). Farmakogenomik
Statin: Biomarker untuk Prediksi Klinis. Online) Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma,
7(1), 1–14.
Theken, K. N., Lee, C. R., Gong, L., Caudle, K. E., Formea, C. M., Gaedigk, A., Klein, T. E.,
Agúndez, J. A. G., & Grosser, T. (2020). Clinical Pharmacogenetics Implementation
Consortium Guideline (CPIC) for CYP2C9 and Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs. Clinical
Pharmacology and Therapeutics, 108(2), 191–200. https://doi.org/10.1002/cpt.1830
Valentine, P. F., & Tina, R. (2013). Pengaruh Polimorfisme CYP2C9*2 dan CYP2C9*3 terhadap
Resiko Pendarahan Saluran Gastrointestinal Terapi NSAID. Farmaka Suplemen, 14(1), 1–15.

Anda mungkin juga menyukai