Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan salah satu ibadah yang pasti dilakukan oleh setiap orang Islam.
Tujuan seseorang melakukan perkawinan selain sebagai ibadah juga agar dapat membangun
keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah serta agar mendapatkan keturunan. Pada
umumnya setiap orang yang melakukan perkawinan pasti mengharapkan terciptanya sebuah
keluarga yang harmonis dan penuh dengan kebahagiaan. Namun dalam membangun sebuah
rumah tangga itu pasti tidak akan berjalan mulus sesuai dengan apa yang dicita-citakan
semula. Masalah-masalah sering kali datang dan membuat sebuah perkawinan itu goyah
bahkan hancur. Faktor penyebabnya bisa saja datang dari pihak istri atau pihak suami atau
bahkan dari keduanya. Semua itu semestinya dapat diselesaikan dengan jalan damai atau
bermusyawarah antara suami dan istri. Akan tetapi pada kenyataannya banyak masalah-
masalah yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan keduanya. Bahkan masalah sepele pun
dapat membuat hubungan suami istri itu menjadi berantakan dan berkahir dengan perceraian.
Oleh karena itu dalam perkawinan dapat memunculkan hal-hal yang biasa kita kenal denga
kedurhakaan (Nusyuz).
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan membahas mengenai Nusyuz yang terjadi
dalam pernikahan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Nusyuz ?
2. Apa saja macam-macam Nusyuz?
3. Bagimana akibat dari Nusyuz?
4. Bagaimana pendapat 4 Madzhab terhadap nusyuz?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. NUSYUZ
1. Pengertian
Kata nusyuz dalam bahasa arab merupakan bentuk mashdar (akar kata) yang
berarti duduk kemudian berdiri, berdiri dari, menonjol, menentang atau durhaka. Dalam
kontek pernikahan, makna nusyuz yang tepat untuk digunakan adalah menentang atau
durhaka. Sebab makna inilah yang paling mendekati dengan persoalan rumah tangga.
Menurut Al-Qurtubi nusyuz adalah mengetahui dan menyakini bahwa istri itu melanggar
apa yang sudah menjadi ketentuan Allah dari pada taat kepada suami. Sedangkan
menurut istilah, dalam kitab al-bajuri dikatakan bahwa nusyuz adalah keluara dari
ketaatan (secara umum) dari istri atau suami atau keduanya.
Dari beberapa definisi diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan nusyuz adalah pelanggaran komitmen bersama terhadap apa yang menjadi
kewajiban dalam rumah tangga. Adanya tindakan nusyuz ini adalah merupakan pintu
pertama dalam kehancuran rumah tangga. Untuk itu demi kelanggengan rumah tangga
sebagaimana yang menjadi tujuan setiap pernikahan, maka suami maupun istri
mempunyai hak yang sama untuk menegur masing-masing pihak yang ada tanda-tanda
melakukan nusyuz.

2. Macam-macam nusyuz
1. Nusyuz perempuan atau istri
Dilihat dari sifat istri pada suaminya dapat dipilah menjadi dua, pertama istri
yang solihah yaitu istri yang tunduk dan taat kepada perintah Allah dan perintah
suami dan lain-lain. Kedua istri yang berusaha keluar dari kewajibannya sebagai istri,
meninggalkan suaminya sebagai pucuk pimpinan rumah tangga dan menghendaki
agar kehidupan rumah tangga menjadi berantakan. Istri yang demikian itu disebut
istri yang nusyuz.
Dalil al-quran mengenai nusyuz perempuan ada dalam surat An-Nisa’ ayat 34
yang artinya:
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasehatilah mereka dan
pisahkan diri dari tempat tidur mereka dan pukulah mereka, kemudian jika mereka
mentaatimu maka janganlah mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah maha tinggi lagi maha besar”.
a. Tanda-tanda nusyuz perempuan (istri) itu antara lain:
Para imam mazhab yang empat juga mengumumkan beberapa tanda
nusyuz istri lainya :
1. Nusyuz dengan ucapan adalah
- Tidak cepat menjawab suaminya berdasarkan bukan kebiasaan
- Tidak nyata atau tidak jelas penghormatan kepada suaminy
- Tidak mendatangi kecuali dengan bosan, jamu atau dengan muka yang
cemberut.

2
2. Nusyuz dengan perbuatan
- Apabila biasanya kalau diajak tidur maka ia menyambut dengan senyum
dan wajah berseri tetapi kemudian ia berubah menjadi enggan dan
menolak dengan wajah yang tidak menyenangkan.
- Kemudian yang biasanya sang suami pulang kerja disambut dengan
hangat dan menyiapkan segala keperluannya, kemudian ia berubah
dengan sikap tidak perduli lagi.

b. Cara penyelesaian.
Jika istri melakukan nusyuz ada beberapa cara yang bisa ditempuh suami
untuk meredakan nusyuz sang istri, diantaranya:
1. Menasehati dengan tegas agar ia dapat kembali menjalankan kwajibannya
dengan baik sebagai istri. Disini suami dituntut bijaksana dalam perkataan
dan perbuatan, tegas buakn berarti kasar.
2. Berpisah tempat tidur. Cara ini baru dilakukan jika cara yang pertama tidak
mempan.
3. Jika cara pertama dan kedua tidak bisa membuat istri berubah menjadi taat
kepada komitmen bersama dalam membangun rumah tangga, maka jalan
terakhirnya adalah dengan memukulnya. Akan tetapi pemukulan disini tidak
bisa diartikan sebagai memukul dengan tangan atau dengan alat secara kasar,
apalagi melukai.

2. Nusyuz laki-laki atau suami.


Suami nusyuz mengandung arti pendurhakaan suami kepada Allah karena
meninggalkan kewajibanya kepada istri, hal ini terjadi bila ia tidak melaksanakan
kewajiban kepada istrinya baik meninggalkan kewajiban yang bersifat materi
maupun non materi.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran suart An-Nisa’ ayat 128 yang berarti :
“Dan jika wanita khawatir tentang nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka
tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan
perdamian itu lebih baik bagi mereka walaupun manusia itu menurut thabiatnya
adalah kikir. Dan jika kamu bergaul dengan istrimu dengan baik, dan mereka
memlihara dirimu (dari nusyuz dan sikap acuh) maka sesungguhnya Allah adalah
maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
a. Tanda tanda Nusyuz Suami
Nusyuz suami pada dasarnya adalah jika suami tidak memenuhi
kewajibannya, antara lain:
1. Memberikan mahar sesuai dengan permintaan istri
2. Memberikan nafkah lahir sesuai dengan pendapatan suami
3. Menyiapkan peralatan rumah tangga, perlengkapan dapur, perlengkapan
kamar utama seperti alat rias dan perlengkapan mandi sesuai keadaan dirumah
istri.
4. Menyiapkan pembantu bagi istri yang rumahnya memiliki pembantu

3
5. Menyiapkan bahan makanan minuman setiap hari untuk istri dan anak-anak
dan pembantu kalau ada
6. Memasak, mencuci, menyetrika dan pekerjaan rumah
7. Memberikan rasa aman dan nyaman dalam rumah tangga
8. Membayar upah kepada istri jika istri meminta bayaran atas semua
pekerjaannya
9. Bebruat adil, apabila memiliki istri lebih dari satu
10. Berbuat adil diantara anak-anaknya

b. Cara penyelesaian
Dalam nusyuz suami ini yang ditekankan cara penyelesainnya adalah
dengan cara sebagai berikut:
1. Dengan melakukan Ishlah (perdamaian)
2. Jika cara tersebut tidak berhasil maka suami dan istri harus menunjuk hakam
dari kedua belah pihak. Hakam ini juga bisa datang dari pihak keluarga, tokoh
masyarakat atau pemuka agama, atau bisa juga melalui KUA.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al Quran surat An Nisa’ ayat 35
yang artinya
“Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka angkatlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. Jika kedua orang hakam tersebut bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah member taufiq kepada suami istri itu, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
3. Apabila kedua cara itu masih belum berhasil maka hakim boleh menjatuhkan
Ta’zir. Adapun bentuk ta’zir nya antara lain pemukulan yang tidak melukai,
tempelengan yaitu pemukulan dengan keseluruhan telapak tangan, penahanan
(penjara), mencela dengan perkataan, mengasingkan dari daerah asal sapai
pada jarak tempuh yang boleh melakukan qasar, dan memecat dari
kedudukannya. Bentuk dan jenis ta’zir ini diserahkan kepada pemerintah atau
pejabat yang berwenang.
4. Apabila dengan jalan ta’zir ini suami masih melakukan nusyuz, maka istri
bisa menempuh jalur hukum juga berupa fasakh. Hal ini bisa dilakukan
apabila suami tidak memberikan nafkah selama 6 bulan.

3. Akibat Nusyuz
Sebagai akibat hukum dari perbuatan nusyuz ini menurut jumhur ulama, mereka
sepakat bahwa istri yang tidak taat kepada suaminya tanpa adanya suatu alasan yang
dibenarkan menurut syar’i atau secara ‘aqli maka istri itu dianggap nusyuz dan tidak
berhak mendapatkan nafkah, dan jika suami itu memiliki istri lebih dari satu (poligami)
maka terhadap istri yang nusyuz selain tidak diberikan nafkah juga tidak wajib
memberikan gilirannya tetapi masih wajib memberikan tempat tinggal.
Sedangkan nusyuz suami, menurut Imam Malik menjelaskan bahwa jika suami
melakukan nusyuz maka istri boleh melaporkannya kepada hakim pengadilan untuk
membrikan nasehat kepada suami tersebut apabila si suami belum bisa diajak damai
dengan cara musyawarah.

4
B. NUSYUZ MENURUT PARA ULAMA
a. Nusyuz perempuan atau istri
1. Ulama Syafi’i berpendapat bahwa yang termasuk nusyûz ialah keluarnya istri dari
rumah tanpa izin suaminya, menutup pintu rumah (agar suami tidak bisa masuk),
melarang suami membuka pintu, mengunci suami di dalam rumah supaya tidak bisa
keluar. Begitu juga tidak mau bersenang-senang dengan suami pada saat tidak ada
udzur, semisal haid, nifas, atau istri merasa kesakitan dan ikut suami dalam safar
(perjalanan) tanpa izin suami, padahal suami telah melarangnya. Pengecualiannya
yakni pada permasalahan menghadap qadli (hakim) untuk mencari kebenaran,
mencari nafkah jika suaminya kesulitan atau tidak mampu memenuhi kebutuhan
rumah tangga, meminta fatwa (ilmu) jika suaminya tidak faqih (sehingga tidak
mungkin minta fatwa ke suami), membeli tepung atau roti atau membeli keperluan
yang memang harus dibeli, menghindar karena khawatir rumahnya runtuh, pergi ke
sekitar rumah menemui tetangga untuk berbuat baik kepada mereka dan sewa rumah
habis atau orang yang meminjamkan rumah sudah datang (sehingga harus keluar
tanpa harus menunggu suami, apalagi kalau suaminya jauh). Ada yang menarik dari
nusyûz menurut Imam Syafi’i ialah bahwa peluang nusyûz bisa dilakukan oleh
suami, tapi diartikan dengan ketidaksukaan suami terhadap istri dengan atau tanpa
ada alasan yang jelas.
2. Ulama Hanafi membatasi ketika istri sedang nusyûz, suami tidak wajib memberikan
nafkah kepada istri. Kriteria istri nusyûz menurut imam Hanafi yakni ketika istri
keluar dari rumah suami tanpa hak. Keluarnya istri ini karena alasanalasan yang tidak
dapat diterima syara. Kepatuhan istri kepada suami di sini mutlak harus dilaksanakan
istri, meskipun keluar rumahnya hanya sebentar. Suami dibenarkan tidak
memberikan nafkah kepada istri karena tidak ada taslim (sikap tunduk/patuh) dari
istri.
3. Madzhab Maliki menyatakan bahwa nusyûz terjadi jika istri menolak “bersenang-
senang” dengan suami, termasuk juga keluar rumah tanpa izin suami ke suatu tempat
yang istri tahu suaminya tidak senang kalau istrinya pergi ke situ, sementara suami
tidak mampu mencegah istrinya dari awal, kemudian mengembalikan istrinya untuk
mentaatinya. Jika suaminya mampu mencegah atau melarangnya dari awal (namun
suami tidak lakukan) atau mampu mengembalikannya dengan damai lewat hakim,
maka istri tidak terkategori melakukan nusyûz.
4. Madzhab Hambali memberikan tanda-tanda nusyûz. Di antaranya adalah malas atau
menolak diajak bersenang-senang, atau memenuhi ajakan namun merasa enggan dan
menggerutu, rusak adabnya terhadap suaminya. Termasuk juga bermaksiat kepada
Allah SWT. dalam kewajiban yang telah dibebankan kepadanya, atau keluar rumah
suaminya tanpa izin suaminya.

5
b. Nusyuz laki-laki atau suami
1. Menurut mazhab Syafi’i, kategori nusyuz laki-laki adalah keengganannya
memberikan salah satu hak istrinya. Misalnya, memberikan nafkah atau bagian yang
seharusnya menjadi miliknya. Juga bisa berupa perlakuan bururk terhadapnya. Semua
tindakan seperti itu dapat dicarikan jalan untuk mendamaikannya
2. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa keenggangan seorang suami memberikan hak
istri, termasuk suatu kezaliman. Kezaliman ini membawanya kepada kehinaan atau
balasan lainnya, sampai kezaliman itu ia singkirkan. Nusyuz, pada hakikatnya,
tersimpul dalam pelanggaran terhadap haknya dan juga hak istri
3. Mazhab Maliki berpendapat bahwa nusyuz suami itu tersimpul dalam
permusuhannya terhadap istrinya, misalnya dengan memukulnya atau menyakitinya;
baik tindakan menyakiti hati itu melampaui batas hak suami atau tidak memenuhi hak
istrinya.
4. Mazhab Hanbali mengatakan bahwa segala sesuatu yang bertentangan dengan
perlakuan baik terhadap istri. Misalnya istri yang seharusnya diajak bersahabat
dengan baik malah diperlakukan dengan buruk dan menyakitinya; menahan-nahan
pemberian haknya padahal suami mampu melakukannya. Begitupula halnya apabila
suami menampakan wajah yang tidak menyenangkan ketika menunaikan
kewajibannya, padahal seharusnya dia melakukannya dengan wajah berseri, tanpa
menyakitkan hati istrinya. Walhasil, nusyuz laki-laki adalah semua tindakan yang
dapat menjauhkan istri atau membahayakan dirinya.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nusyuz adalah pelanggaran komitmen bersama terhadap apa yang menjadi kewajiban
dalam rumah tangga. Nusyuz terbagi menjadi dua yaitu nusyuz laki-laki dan nusyuz
perempuan. Akibat dari adanya nusyuz ini salah satu nya pihak istri tidak berhak mendapat
nafkah. Sedangkan nusyuz suami, istri boleh melaporkannya kepada pihak pengadilan.

B. Kritik dan Saran


Demikian makalah yang dapat kami sampaikan mengenai Nusyuz. Kami menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak kesalahan. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memperbaiki makalah kami
selanjutnya. Dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Anda mungkin juga menyukai