Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HEMAPTOE

DI RUANG MARWAH 1 RSUD HAJI SURABAYA

Oleh :

Moh. Iqbal Khatami


NIM P27820720073

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI
NERS
2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabetes Melitus di Ruang Marwah 3 RSUD Haji
Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober 2022 s.d tanggal 12 November
2022 telah disahkan sebagai laporan Praktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah 2
Semester V di Ruang Marwah 3 RSUD Haji Surabaya.
Nama : Moh. Iqbal Khatami
NIM : P27820720073

Surabaya, 30 Oktober 2022


Mengetahui,

Pembimbing Pendidikan, Pembimbing Ruangan,

Hepta Nur Anugrahini, S.Kep., Ns., Mengetahui


M.Kep Ratih Laksitadevi, S. Kep., Ns
NIP. 19800325 200501 2 004 NIP. 102.10021119.871220.11725
Kepala Ruangan,

Siti Nafiah, S. Kep., Ns


NIP. 19710414 199703 2 002

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Diabetes Melitus
1. Definisi
Hemaptoe (batuk darah) adalah darah berdahak yang dibatukkan yang
berasal dari saluran pernafasan bagian bawah. Dikatakan batuk darah
masif apabila jumlah darah yang keluar 600 ml dalam waktu 24 jam.
Hemaptoe adalah ekspetorasi darah / mukus yang berdarah (Najib, 2016).
Hemaptoe (hemoptysis) adalah batuk dengan sputum yang
mengandung darah yang berasal dari paru atau percabangan bronkus
(Rendy, 2019).
2. Klasifikasi
Hemaptoe diklasifikasikan menjadi 3, yaitu (Rendy, 2019):
a. Hemaptoe masif : perdarahan lebih dari 200cc per 24 jam
b. Hemaptoe moderat : perdarahan kurang dari 200cc per 24 jam
c. Hemaptoe ringan : sputum dengan bercak darah.
3. Etiologi
Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas (Rendy, 2019):
a. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne
oleh karena jamur dan sebagainya.
b. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
c. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
d. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
e. Benda asing di saluran pernapasan.
f. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.
Penyebab terpenting dari hemoptisis masif adalah :
a. Tumor :
1) Karsinoma.
2) Adenoma.
3) Metastasis endobronkial dari massa tumor ekstratorakal.
b. Infeksi
1) Aspergilloma.
2) Bronkhiektasis (terutama pada lobus atas).
3) Tuberkulosis paru.
c. Infark Paru
d. Udem paru, terutama disebabkan oleh mitral stenosis
e. Perdarahan paru
1) Sistemic Lupus Eritematosus
2) Goodpasture’s syndrome.
3) Idiopthic pulmonary haemosiderosis.
4) Bechet’s syndrome.
f. Cedera pada dada/trauma
1) Kontusio pulmonal.
2) Transbronkial biopsi.
3) Transtorakal biopsi memakai jarum.
g. Kelainan pembuluh darah
1) Malformasi arteriovena.
2) Hereditary haemorrhagic teleangiectasis.
h. Bleeding diathesis
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala hemaptoe (smeltzer & bare, 2015) :
a. Batuk kronis
b. Perubahan pola napas
c. Pasien biasanya mengeluh nyeri dada
d. Dispnea
e. Demam
f. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan
g. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di
dalam saluran napas
h. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan
i. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa
hari kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman
j. pH alkalis
k. Bisa berlangsung beberapa hari
l. Penyebabnya : kelainan paru
5. Patofisiologi
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan
hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan
untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri
pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas.
Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang
merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori
terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah
lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa
terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari
arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada
hemoptoe.
Mekanisme terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
a. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh
darah menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah
cukup untuk menimbulkan batuk darah.
b. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme
pada pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh
jamur.
c. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar
seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
d. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada
Goodpasture’s syndrome.
e. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal
dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal
dari cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis
disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal
ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial
dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat
menimbulkan hemoptisis masif.
f. Invasi tumor ganas
g. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami
transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya
batuk darah (Rendy, 2019).
6. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu
ditentukan oleh tiga faktor (Najib, 2016) :
a. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam
saluran pernapasan.
b. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat
menimbulkan syok hipovolemik.
c. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa
makanan ke dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. X-foto
Di dapatkan pembesaran kelenjar para tracheal dengan atau tanpa
adanya infiltrat. Gambaran milier atau bercak kalsifikasi.
b. Pemeriksaan sputum / Bakteriologis
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB. Pemeriksaan
sputum dilakukan dengan cara pengambilan cairan di lambung dan
dilakukan setiap pagi 3 hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi –
sewaktu.
c. Pemeriksaan mantoox test
Sebagai standar dipakai PPO SIU atau OT 0,1 mg (Rendy, 2019).
8. Penatalaksanaan
Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan
biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu
hemoptisis yang masif.
Tujuan pokok terapi ialah :
a. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
b. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
c. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport
kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia
yang merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan
hemoptisis masif.
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam
saluran napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat
kegawatan hemoptoe paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ
yang multipel. Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang
buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat
menimbukan renjatan hipovolemik.
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
1. Terapi konservatif
a. Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring
( Trendelendburg/lateral decubitus). Kepala lebih rendah dan
miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi darah ke paru
yang sehat.
b. Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
c. Batuk secara perlahan–lahan untuk mengeluarkan darah di dalam
saluran saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
d. Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan
penderita.
e. Pemberian obat–obat penghenti perdarahan (obat–obat
hemostasis), misalnya Antibiotika untuk mencegah infeksi
sekunder.
f. Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan
yang terjadi.
g. Pemberian oksigen.
Tindakan selanjutnya bila mungkin :
a. Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
b. Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah
dengan bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber
perdarahan.
2. Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.
Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan :
a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka
kematian pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi
18% dengan tindakan operasi.
c. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya
hemoptoe yang berulang dapat dicegah.
Indikasi pembedahan sebagai berikut :
a. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam
dan dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
b. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24
jam dan tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb
kurang dari 10 g%, sedangkan batuk darahnya masih terus
berlangsung.
c. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24
jam dan tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang
dari 10 g%, tetapi selama pengamatan 48 jam yang disertai
dengan perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.
Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru
dan dipastikan asal perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar
dari segmentektomi, lobektomi dan pneumonektomi dengan atau tanpa
torakoplasti.
Penting juga dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan.
Metode yang mungkin digunakan adalah :
a. Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan dengan
bronkoskopi serat lentur dengan posisi pada lokasi bronkus yang
berdarah. Masukkan larutan NaCl fisiologis pada suhu 4°C sebanyak
50 cc, diberikan selama 30-60 detik. Cairan ini kemudian dihisap
dengan suction.
b. Dengan menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm
penampang 8,5 mm (Rendy, 2019).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Data ini meliputi: nama klien, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, alamat dirawat, diagnosa
medis.
b. Keluhan utama
Pasien hemaptoe ditandai dengan sesak nafas, batuk dan berat badan
menurun (Nurarif & Hardi, 2015).
c. Riwayat keperawatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Pasien hemaptoe sering panas lebih dari dua minggu sering batuk
yang disertai dengan darah, anoreksia, lemah, dan berkeringat
banyak pada malam hari (Nurarif & Hardi, 2015)..
2. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mempunyai riwayat tertentu seperti penyakit jantung, TBC
dan lain-lain.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya keluarganya mempunyai penyakit menular atau tidak
menular.
d. Pola- Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya pasien mempunyai kebiasaan merokok, penggunaan
alkohol, dan kebiasaan olahraga. Setelah masuk rumah sakit
biasanya kebiasaan merokoknya berhenti.

2. Pola nutrisi dan metabolisme


Sebelum sakit biasanya nafsu makan tidak terganggu, tetapi
setelah masuk rumah sakit nafsu makan menurun, diet khusus /
suplemen, fluktasi berat baan dan anoreksia.
3. Pola eliminasi
Pada saat sebelum dan setelah masuk rumah sakit umumnya
pasien tidak mengalami gangguan eleminasi.
4. Pola tidur dan istirahat
Umumnya pasien mengalami gangguan pola tidur / istirahat
setelah masuk rumah sakit, beda dengan sebelum masuk rumah
sakit. Manusia normalya tidur >6 jam per hari, setelah masuk
rumah sakit hanya bisa tidur 1-4 saja.
5. Pola aktivitas
Sebelum masuk rumah sakit pasien masih segar bugar dan bisa
melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Tetapi
setelah masuk rumah sakit aktivitas dasar pasien terganggu
seperti makan minum, toileting, berpakaian, dan lain-lain.
6. Pola hubungan dan peran
Hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat sekitar cukup
baik sebelum masuk rumah sakit dan setelah masuk rumah sakit
biasanya hubungan dengan orang-orang sekitar semakin
bertambah karena pasien sakit membutuhkan perhatian orang
sekitar.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien berespon atau mengatakan bahwa dirumah lebih
nyaman daripada dirumah sakit dan pasien ingin sekali cepat
sembuh dan kembali ke rumah berkumpul bersama keluarga
terdekat.
8. Pola sensori dan kognitif
Sebelum dan setelah masuk rumah sakit, umumnya pasien tidak
mengalami gangguan pada indera.
9. Pola reproduksi seksual
Untuk pasangan suami istri yang biasanya melakukan seksualitas
secara teratur, namun ketika sakit pola seksualitas akan terganggu.
10. Pola penanggulangan stress
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif/adaptif.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pasien terganggu dalam beribadah karena penyakit yang
dideritanya.
e. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Meliputi keadaan penderita, tingkat kesadaran : normal, letargi,
stupor, koma.
Tanda-tanda vital yaitu tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu
(biasanya suhu tubuh pasien mengalami peningkatan jika
terindikasi adanya infeksi).
Berat badan : pasien hemaptoe biasanya akan mengalami
penuruan.
2. Integumen
Kulit : biasanya kulit kering atau bersisik
Warna : tampak pucat.
Turgor : menurun karena adanya dehidrasi
Kuku : sianosis, kuku biasanya berwarna pucat
Rambut : sering terjadi kerontokan karena nutrisi yang kurang.
3. Kepala dan rambut
Inspeksi
Penyebaran rambut, warna rambut, warna kulit samakah dengan
kulit sekitar, bagaimana kebersihannya
Palpasi
Adakah nyeri tekan, keadaan rambut klien, benjolan abnormal
4. Hidung
Inspeksi
Melihat ada tidaknya pernafasan cuping hidung, warna kulit dan
kesimetrisan lubang hidung, polip.
Palpasi
Mengkaji ada tidaknya benjolan abnormal dan nyeri tekan
5. Telinga
Inspeksi
Kesimetrisan telinga dextra dan sinistra, ada tidaknya tanda –
tanda inflamasi dan hygiene telinga
Palpasi
Mengkaji ada tidaknya benjolan abnormal dan nyeri tekan
6. Mata
Inspeksi
Melihat konjungtiva klien anemis/tidak, kesimetrisan dan keadaan
sclera klien, pupil isokor / anisokor, mata cowong atau tidak.
Palpasi
Mengkaji adakah nyeri tekan dan benjolan abnormal
7. Mulut, gigi, lidah tonsil dan pharing
Inspeksi
Mengkaji mukosa bibir klien, stomatitis, hygiene lidah dan
pembesaran tonsil
Palpasi
Ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan abnormal
8. Leher dan tenggorokan
Inspeksi
Melihat ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid tanda – tanda
inflamasi dan penggunaan otot bantu pernafasan
Palpasi
Ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan abnormal
9. Dada/thorak ( pemeriksaan paru )
Inspeksi
Bentuk, postur dan kesimetrisan ekspansi, serta keadaan kulit, dan
untuk melihat frekuensi pernafasan (biasanya bentuk thorax
pasien hemaptoe biasanya tidak normal atau barrel chest).
Palpasi
Palpasi dada dilakukan untuk mengkaji keadaan kulit dinding
dada adanya nyeri tekan, masa peradangan, kesimetrisan ekspansi
dan taktil fremitus
Perkusi
Biasanya suara/bunyi pada paru – paru orang normal adalah
resonan yang terdengar dug,dug,dug.
Auskultasi
Auskultasi berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkial dan mengetahui adanya sumbatan aliran udara
dengan mendengarkan suara nafas tambahan ex. Ronchi,
wheezing
10. Dada/thorak ( pemeriksaan jantung )
Inspeksi
Mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan ictus kordis
misalnya tidak nampak pada ICS V midclavikula sinistra namun
teraba
Palpasi
Ictus kordis nampak pada ICS V midclavikula linea sinistra
Perkusi
Batas kanan atas ICS II linea para sternalis dextra
Batas kanan bawah ICS IV linea para sternalis dextra
Batas kiri atas ICS II linea para sternalis sinistra
Batas kanan atas ICS IV linea midclavikula sinistra
Auskultasi
Normal BJ 1 dan BJ II “lup dup”
11. Abdomen
Inspeksi
Amati bentuk abdomen simetris atau asimetris.
Auskultasi
Dengarkan apakah bising usus meningkat.
Perkusi
Dengarkan thympany atau hiperthympany.
Palpasi
Rasakan adanya massa atau adanya nyeri tekan (biasanya terdapat
pembesaran limfa dan hati).
12. Genetalia
Inspeksi
Penyebaran dan pertumbuhan rambut pubis, perhatikan bila ada
tanda kemerahan , bengkak
Palpasi
Untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan benjolan abnormal
pada genetalia
13. Ekstermitas
Inspeksi
Untuk mengetahui warna, bentuk, odem, lesi, terdapat kelainan
atau tidak.
Palpasi
Untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan benjolan abnormal.
Perkusi
Untuk mengetahui reflek patella pada ekstermitas bawah.
14. Tulang Belakang
Untuk mengetahui tulang belakang ibu terdapat kelainan atau
tidak.
f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
1. X-foto
Di dapatkan pembesaran kelenjar para tracheal dengan atau tanpa
adanya infiltrat. Gambaran milier atau bercak kalsifikasi.
2. Pemeriksaan sputum / Bakteriologis
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB.
Pemeriksaan sputum dilakukan dengan cara pengambilan cairan di
lambung dan dilakukan setiap pagi 3 hari berturut-turut yaitu
sewaktu pagi – sewaktu.
3. Pemeriksaan mantoox test
Sebagai standar dipakai PPO SIU atau OT 0,1 mg.
2. Analisa Data
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputin kegiatan
mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan,mengaitkan data,
menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingkan
dengan standart, mengintepretasikan dan akhirnya membuat kesimpulan.
Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang
disebut diagnosa keperawatan (Octafiansyah, 2020).
3. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017)
diagnosa keperawatan yang muncul sebagai berikut :
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d hipersekresi jalan napas,
proses infeksi (D.0001)
b. Gangguan Pertukaran Gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler
(D.0003)
c. Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme (D. 0019)
d. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi) (D.0077)
e. Risiko Ketidakseimbangan Cairan d.d perdarahan (D.0036)
4. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d hipersekresi jalan napas,
proses infeksi (D.0001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
bersihan jalan napas efektif
Kriteria hasil : batuk efektif meningkat, produksi sputum menurun,
mengi menurun, wheezing menurun, dispnea menurun, sianosis
menurun, gelisah menurun, frekuensi napas membaik, pola napas
membaik (L.01001).
Intervensi :
Manejemen Jalan Nafas (I.01011)
Observasi
1) Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman, usaha napas )
2) Monitor bunyi nafas tambahan ( mis, gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi kering )
3) Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma )
Teraupeutik
1) Pertahankan kapatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin- lift
( jaw-thrust jika curiga trauma Servikal )
2) Posisikan semi-fowler atau fowler
3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisiotrapi dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik - Berikan
oksigen , jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,jika tidak kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik, jika
perlu
b. Gangguan Pertukaran Gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler
(D.0003).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pertukaran gas meningkat.
Kriteria hasil : tingkat kesadaran meningkat, dispnea menurun, bunyi
napas tambahan menurun, pusing menurun, penglihatan kabur
menurun, napas cuping hidung menurun, PCO 2 dan PO2 membaik,
sianosis membaik, pH arteri membaik, pola napas membaik, warna
kulit membaik (L.01003).

Intervensi :
Pemantauan Respirasi (I.01014)
Observasi
1) Monitor frekuensi,irama, kedalaman dan upaya nafas
2) Monitor pola napas seperti ( seperti bradipnea takipnea,
hiperventilasi)
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan nafas
6) Palpasi kesmetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
9) Monitor nilai AGD
10) Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
1) Atur interval pemantauan resprasi sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan perusedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan , jika perlu
c. Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme (D. 0019).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status
nutrisi meningkat.
Kriteria hasil: Porsi makanan yang dihabiskan meningkat, serum
albumin meningkat, frekuensi makan membaik, nafsu makan
membaik (L.03030).
Intervensi Keperawatan:
Manajemen Nutrisi (1.03119)
Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein Berikan
suplemen makanan jika perlu
6) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
d. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi) (D.0077)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
nyeri menurun
Kriteria hasil : keluhan nyeri menurun, meringis menurun, sikap
protektif menurun, gelisah menurun, kesulitan tidur menurun, menarik
diri menurun, anoreksia menurun, ketegangan otot menurun, frekuensi
nadi membaik, pola napas membaik, tekanan darah membaik, fungsi
berkemih membaik, nafsu makan membaik, pola tidur membaik
(L.08066).
Intervensi :
Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi
1) Identifikasi lokasi, karekteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgesik

Terapeutik
1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
e. Risiko Ketidakseimbangan Cairan d.d perdarahan (D.0036)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
keseimbangan cairan meningkat.
Kriteria hasil : asupan cairan meningkat, kelembaban membran
mukosa meningkat, asupan makanan meningkat, dehidrasi meningkat,
tekanan darah membaik, membran mukosa membaik, mata cekung
membaik, turgor kulit membaik, berat badan membaik (L.03020).
Intervensi keperawatan :
Manajemen Cairan (I.03098)
Observasi
1) Monitor status hidrasi
2) Monitor berat badan
3) Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
4) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
5) Monitor status hemodinamik

Terapeutik
1) Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
2) Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
3) Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplimentasikan
intervensi keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari
proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk
dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi,
dan menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah
keperawatan dan kesehatan (Ali, 2018).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi suatu masalah. Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan
telah tercapai (Ali, 2018).
Pathway Hemaptoe

Bronchitis Emboli paru TBC Pneumonia Abses paru

Erosif pada arteri bronkiolus

Lapisan saluran pernafasan robek

P.D ikut robek

Darah keluar

M.K : Bersihan Jalan


Sekresi sekret Napas Tidak Efektif
(D.0001)

Refluk batuk Batuk terus menerus

Syok Hipovolemik Hemaptoe Nafsu makan menurun

Anemia Aspirasi M.K : Defisit Nutrisi


(D.0019)
M.K : Risiko
Ketidakseimbangan Mengganggu saluran
Cairan (D.0036) pernapasan

M.K : Gangguan
pertukaran gas Menyumbat pernafasan Asfiksia
(D.0003)

Nyeri Dada M.K : Nyeri Akut Kematian


(D.0077)
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z., 2018. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC

Najibmo, b. M., 2016. Keperawatan Medikal Bedah 1. Jakarta selatan : pusdik SDM
Kesehatan.

Nurarif & Hardhi., 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional. Yogyakarta : Mediaction Jogja.

Octafiansyah, 2020. Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis Infeksi


Neonatus Di Ruang F2 Rspal Dr. Ramelan Surabaya. Karya Tulis Ilmiah. Prodi
Profesi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya

Rendy, M Clevo dan Margareth TH. 2019. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam.Yogyakarta : Nuha Medika

Smeltzer, s.c & bare brenda, B.G., 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai