Anda di halaman 1dari 214

EFEKTIVITAS RESOSIALISASI TERHADAP ACTIVITY

DAILY LIVING (ADL) PENYANDANG DISABILITAS


MENTAL DI BALAI REHABILITASI SOSIAL BINA
KARYA DAN LARAS (BRSBKL) DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan


memperoleh gelar Sarjana Terapan
Pekerjaan Sosial (S.Tr.Sos)

Oleh:
NONICA HIDAYATI
NRP.17.04.253

PROGRAM STUDI PEKERJAAN SOSIAL PROGRAM SARJANA TERAPAN

POLITENIK KESEJAHTERAAN SOSIAL


BANDUNG 2021
EFEKTIVITAS RESOSIALISASI TERHADAP ACTIVITY
DAILY LIVING (ADL) PENYANDANG DISABILITAS
MENTAL DI BALAI REHABILITASI SOSIAL BINA
KARYA DAN LARAS (BRSBKL) DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan


memperoleh gelar Sarjana Terapan
Pekerjaan Sosial (S.Tr.Sos)

Oleh:
NONICA HIDAYATI
NRP.17.04.253

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing


Pada tanggal 28 Juli 2021

Dr. Didiet Widiowati, M.Si. Dra. Yeane EM Tungga, M.S.W.


EFEKTIVITAS RESOSIALISASI TERHADAP ACTIVITY
DAILY LIVING (ADL) PENYANDANG DISABILITAS
MENTAL DI BALAI REHABILITASI SOSIAL BINA
KARYA DAN LARAS (BRSBKL) DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA

Oleh:
NONICA HIDAYATI
NRP.17.04.253

Skripsi ini telah diuji dan dinyatakan lulus


Pada tanggal 4 Agustus 2021

Pembimbing,

Dr. DIDIET WIDIOWATI, M.SI. Dra. YEANE EM TUNGGA, M.S.W.

Mengetahui,

Direktur Poltekesos Bandung Ketua Program Studi Pekerjaan Sosial


Program Sarjana Terapan

Dr. MARJUKI, M.Sc. Dr. AEP RUSMANA, S.Sos, M.Si.


NIP. 196010101986031010 NIP. 196811011994031003
LEMBAR PERSEMBAHAN

''Apabila seorang hamba-Ku mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku akan


mendekatinya dengan berlari. Apabila ia mendekati- Ku satu jengkal, Aku akan
mendekatinya satu hasta.''
(HR Bukhari dan Muslim)

Saya persembahkan karya ini untuk


orangtua saya tercinta, Bapak Alip
Mustidjab dan Ibu Sri Yanti, adik-adikku,
kakek dan nenek, serta seluruh keluarga.
Terimakasih atas segala doa,
pengorbanan, dukungan, dan kasih
sayang yang telah diberikan kepada saya.
PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Efektivitas

Resosialisasi terhadap Activity Daily Living (ADL) Penyandang Disabilitas

Mental (PDM) di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras Daerah Istimewa

Yogyakarta” adalah karya saya sendiri. Karya ini belum dipublikasikan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi atau lembaga lain manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip secara langsung maupun tidak langsung dari

peneliti lain dalam karya yang dipublikasikan maupun tidak, telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir karya ini.

Bandung, Juli 2021

Peneliti

iv
RIWAYAT HIDUP
Peneliti bernama lengkap Nonica Hidayati, akrab

dipanggil Nonica. Peneliti lahir di Magelang pada tanggal

3 Agustus 1999. Peneliti merupakan anak pertama dari

Bapak Alip Mustidjab dan Ibu Sri Yanti. Peneliti

beragama islam dan berdomisili di Magelang. Peneliti

memiliki tiga adik kandung.

Pendidikan peneliti berjenjang dari Sekolah Dasar Negeri Donorojo

(2011), Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Magelang (2014), dan Sekolah

Menengah Atas Negeri 2 Magelang (2017). Peneliti melanjutkan pendidikan

sebagai mahasiswa Program Studi Pekerjaan Sosial Program Sarjana Terapan di

Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung.

Selama menjadi mahasiswa, peneliti aktif di Lembaga Dakwah Kampus

(LDK) Keluarga Mahasiswa Muslim (KMM), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)

Lanterha, dan Pers Mahasiswa Journal367. Demikian riwayat hidup peneliti yang

diuraikan singkat, semoga pembaca akan lebih mengenal peneliti.

v
ABSTRACT

NONICA HIDAYATI. 17.04.253. Effectiveness of Resocialization on Activity


Daily Living of People with Mental Disabilities at the Social
Rehabilitation Center of Bina Karya and Laras Special Region of
Yogyakarta. Supervisor : DIDIET WIDIOWATI and YEANE EM
TUNGGA

Effectiveness is the achievement of the objectives of the plans and processes of a


program. This research aims to obtain an empirical description of: 1)
characteristics of informants, 2) targeting accuracy, 3) socialization, 4)
monitoring, 5) goal achievement, and 6) informants' expectations. The research
use qualitative descriptive method. The data sources used are primary from social
workers, people with mental disabilities, families, and communities, then
secondary data form documentation or other information.Technique of
determining informants in this research is purposive. The data collection
techniques used are : 1) interviews, 2) observation, and 3) documentation studies.
Validity test used is credibility test, transferability test, dependability test, and
conformibility test. The results showed that the effectiveness of resocialization on
the activities of daily living (ADL) of persons with mental disabilities at the Social
Rehabilitation Center has been effective from the aspect of targeting accuracy,
socialization, and goal achievement. Monitoring aspect need to be maximized
because of the limited limited quantity of social workers and the actions of the
community in monitoring people with mental disabilitie have not been optimal.
Researcher proposes a Technical Guidance for Monitoring Activitiy Daily Living
of People with Mental Disabilities after Resocialization at the Social
Rehabilitation Center Bina Karya and Laras

Keyword : Effectiveness; Resocialization; Activity Daily Living; People with


Mental Disabilities

vi
ABSTRAK

NONICA HIDAYATI, 17.04.253. Efektivitas Resosialisasi terhadap Activity


Daily Living (ADL) Penyandang Disabilitas Mental (PDM) di Balai
Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras Daerah Istimewa
Yogyakarta. Dosen Pembingming : DIDIET WIDIOWATI dan YEANE
EM TUNGGA

Penelitian ini berjudul Efektivitas Resosialisasi terhadap Activity Daily Living


(ADL) Penyandang Disabilitas Mental (PDM) di Balai Rehabilitasi Sosial Bina
Karya dan Laras Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran empiris tentang : 1) karakteristik informan, 2) ketepatan
sasaran, 3) sosialisasi, 4) pemantauan, 5) ketercapaian tujuan, dan 6) harapan
informan. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Sumber data yang
digunakan adalah sumber data primer yang berasal dari pekerja sosial,
penyandang disabilitas mental, keluarga, dan masyarakat, serta sumber data
sekunder berupa studi dokumentasi. Teknik penentuan informan adalah purposive.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah : 1) wawancara, 2) observasi,
dan 3) studi dokumentasi. Uji keabsahan data menggunakan uji credibility, uji
transferability, uji dependability, dan uji konformibility. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa efektivitas resosialisasi terhadap activity daily living (ADL)
penyandang disabilitas mental (PDM) di BRSBKL DIY secara keseluruhan telah
efektif dari aspek ketepatan sasaran, sosialisasi, dan ketercapaian tujuan. Aspek
pemantauan masih perlu dimaksimalkan karena keterbatasan SDM pekerja sosial
dan peran masyarakat dalam pemantauan PDM masih belum optimal. Program
yang diusulkan yaitu Bimbingan Teknis Pemantauan Activity Daily Living (ADL)
Penyandang Disabilitas Mental (PDM) Pasca Resosialisasi di BRSBKL DIY.

Kata kunci : Efektivitas; Resosialisasi; Activity Daily Living; Penyandang


Disabilitas Mental

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur peneliti haturkan kepada Allah SWT

karena dengan kuasanya peneliti mampu menyelesaikan Skripsi dengan judul

“Efektivitas Resosialisasi terhadap Activity Daily Living (ADL) Penyandang

Disabilitas Mental (PDM) di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras

Daerah Istimewa Yogyakarta” dengan baik. Karya ilmiah ini disusun sebagai

salah satu persayaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Terapan Pekerjaan Sosial

(S. Tr. Sos) Bidang Pekerjaan Sosial.

Peneliti menyadari adanya dukungan dari berbagai pihak dalam

penyelesaian penelitian ini. Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan

terimakasih dan penghormatan sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Marjuki, M.Sc., selaku Direktur Politeknik Kesejahteraan Sosial

(Poltekesos) Bandung

2. 2. Dr. Aep Rusmana, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Program Pendidikan

Sarjana Terapan Pekerjaan Sosial Poltekesos Bandung

3. Dr. Didiet Widiowati, M.Si dan Dra. Yeane EM Tungga, M.S.W., selaku

dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta

motivasi dalam menyelesaikan penulisan Skripsi tepat pada waktunya.

4. Seluruh dosen Poltekesos Bandung yang telah membimbing dan memberikan

ilmu yang bermanfaat sejak semester pertama sampai sekarang.

5. Seluruh staf dan pegawai Poltekesos Bandung yang telah memberikan

pelayanan, bantuan dan kesempatan untuk ikut kegiatan di Poltekeseos

selama berada di bangku kuliah

viii
6. Seluruh staf dan pegawai di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras

(BRSBKL) Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah memberikan data,

informasi, arahan dan motivasi sehingga peneliti mampu menyelesaikan

skripsi dengan baik.

7. Orang tua peneliti yaitu Bapak Alip Mustidjab dan Ibu Sri Yanti, yang tak

pernah berhenti mendoakan, mengasihi, dan memberikan dukungan pada

peneliti sampai saat ini.

8. Saudara peneliti yaitu Wildan, Alqi, Wafi, serta keluarga besar peneliti yaitu

Kakek, Nenek, Bude dan Pakde yang selalu memberikan semangat dan doa

kepada peneliti.

9. Sahabat-sahabat peneliti yaitu Putri, Arya, Fajar dan teman-teman Rumah

Hantu, Nayla dan OT4, Azizah, Bibah, Lia, Rikha, Ultha, yang selalu

menemani, mendukung, dan berbagi ilmu dan selalu mendengarkan keluh

kesah peneliti.

10. Sahabat-sahabat peneliti yaitu Medi, Nindy, Indah, Vasgia, Arista, dan

teman-teman peneliti di Poltekesos yang telah menemani, mendoakan, dan

memberikan semangat serta berbagi ilmu dan telinga dengan peneliti.

11. Senior yaitu Teh Dini, Teh Novia, Mba Caca, Mba Arsita, Mba Rahma, Teh

Yulita yang telah membantu peneliti dan memberikan arahan serta semangat

kepada peneliti.

12. Sahabat-sahabat Pioner Relawan Siaga Peduli Magelang yang telah

memberikan dukungan, kesempatan dan selalu berbagi keluh kesah kepada

peneliti untuk menyelsaikan skripsi dengan baik dan menyenangkan.

ix
13. Teman-teman Praktikum I, II, dan II yang telah memberikan semangat,

berbagi ilmu, dan berbagi telinga kepada peneliti

14. Teman-teman satu bimbingan penulisan skripsi yaitu Restu, Inka, Meitha,

Artika, Ghea, Lulu, Haris, Faizal, dan Tina yang selalu bersedia berbagi ilmu

dan saling memberi semangat dalam proses penyusunan skripsi.

15. Seluruh pihak yang telah mebantu menyusun skripsi ini yang tidak dapat

peneliti sebutkan satu persatu.

Semoga segala keikhlasan dari pihak-pihak yang telah memberikan

dukungan, motivasi, dan bantuan memperoleh balasan dari Allah SWT. Peneliti

juga menyadari masih banyak kekurangan pada skripsi ini. Oleh sebab itu, saran

dan masukan diperlukan untuk perbaikan penyusunan laporan skripsi selanjutnya.

Semoga skripsi ini dapat menjadi sumber imu yang baik bagi pembaca dan

peneliti khususnya.

Magelang, Juli 2021

Peneliti

x
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSEMBAHAN...............................................................................iii
PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT.......................................iv
RIWAYAT HIDUP................................................................................................v
ABSTRAK............................................................................................................vii
KATA PENGANTAR........................................................................................viii
DAFTAR ISI..........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiii
DAFTAR BAGAN..............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................6
1.3. Tujuan Penelitian..........................................................................................6
1.4. Manfaat Penelitian........................................................................................7
1.5. Sistematika Penulisan...................................................................................8
BAB II KAJIAN TEORI.....................................................................................10
2.1 Penelitian Terdahulu..................................................................................10
2.2 Teori Efektivitas, Resosialisasi, Activity Daily Living dan Penyandang
Disabilitas Mental......................................................................................15
2.2.1 Tinjauan tentang Efektivitas........................................................15
2.2.2 Tinjauan tentang Resosialisasi.....................................................21
2.2.3 Tinjauan tentang Activity Daily Living.......................................23
2.2.4 Tinjauan tentang Penyandang Disabilitas Mental........................23
2.2.5 Pekerjaan Sosial dengan Penyandang Disabilitas Mental............32
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................40
3.1 Desain Penelitian........................................................................................40
3.2 Penjelasan Istilah........................................................................................40
3.3 Penjelasan Latar Penelitian........................................................................41
3.4 Sumber Data...............................................................................................42
3.5 Cara Menentukan Sumber Data.................................................................43
3.6 Tenik Pengumpulan Data...........................................................................44
3.7 Pemeriksaan Kebsahan Data......................................................................45
3.8 Teknik Analisis Data..................................................................................46

xi
3.9 Jadwal Penelitan.........................................................................................48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................50
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian......................................................................50
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian..........................................................................61
4.3 Pembahasan..............................................................................................114
BAB V USULAN PROGRAM..........................................................................128
5.1 Dasar Pemikiran.......................................................................................128
5.2 Nama Program..........................................................................................131
5.3 Tujuan Program........................................................................................131
5.4 Sasaran Program.......................................................................................132
5.5 Pelaksana Program...................................................................................132
5.6 Metode dan Teknik...................................................................................136
5.7 Kegiatan yang Dilaksanakan....................................................................137
5.8 Langkah-langkah Pelaksanaan.................................................................138
5.9 Rencana Anggaran Belanja......................................................................143
5.10 Analisis Kelayakan Program....................................................................144
5.11 Indikator Keberhasilan.............................................................................147
BAB VI KESIMPULAN....................................................................................148
6.1 Kesimpulan...............................................................................................148
6.1 Saran.........................................................................................................151
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................154
LAMPIRAN – LAMPIRAN..............................................................................159

xi
i
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian.............................................13


Tabel 4.1 Kondisi Sumber Daya Manusia di BRSBKL tahun 2021..............50
Tabel 5.1 Sistem Partisipan Program Bimbingan Teknis Pemantauan
ADL PDM Pasca Resosialisasi di BRSBKL DIY........................130
Tabel 5.2 Jadwal Pelaksanaan Program Bimbingan Teknis Pemantauan
ADL PDM Pasca Resosialisasi di BRSBKL DIY........................135
Tabel 5.3 Rancangan Anggaran Biaya Program Bimbingan Teknis
Pemantauan Activity Daily Living (ADL) Penyandang
Disabilitas Mental (PDM) Pasca Resosialisasi di BRSBKL
DIY...............................................................................................140
Tabel 5.4 Analisis Kelayakan Program Bimbingan Teknis Pemantauan
Activity Daily Living (ADL) Penyandang Disabilitas Mental
(PDM) Pasca Resosialisasi di BRSBKL DIY..............................143

xiii
DAFTAR BAGAN

Bagan 4.1 Struktur Organisasi di BRSBKL DIY.................................................51


Bagan 4.2 Alur pelayanan di BRSBKL DIY........................................................54
Bagan 5.1 Struktur Organisasi Program...............................................................33

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara...................................................................160


Lampiran 2 Pedoman Observasi......................................................................164
Lampiran 3 Pedoman Studi Dokumentasi........................................................165
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian......................................................................166
Lampiran 5 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Dinas Sosial DIY..........167
Lampiran 6 Surat Balasan Izin Penelitian dari Dinas Sosial DIY...................168
Lampiran 7 Transkrip Wawancara Informan Pekerja Sosial...........................169
Lampiran 8 Transkrip Wawancara Informan PDM, Keluarga, dan
Masyarakat....................................................................................183
Lampiran 9 Data PDM yang diresosialisasi pada tahun 2020-2021................193
Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian................................................................194
Lampiran 11 Inform Consent S dan W..............................................................195
Lampiran 12 Inform Consent JM dan IS............................................................196
Lampiran 13 Inform Consent SU dan H............................................................197
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

menjelaskan bahwa disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi,

dan perilaku. Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian

Sosial RI, menjelaskan Penyandang Disabilitas Mental (PDM) adalah Orang

Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Istilah ini juga tercantum pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang

Kesehatan Jiwa.

Data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi ganggunan mental

emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk

usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6.1% dari jumlah penduduk Indonesia.

Hasil pendataan Sistem Informasi Penyandang Disabilitas (SIPD) oleh

Kementerian Sosial pada tahun 2020 menyatakan bahwa 24.750 orang di

Indonesia merupakan penyandang disabilitas mental. Data Kementerian Sosial

(dalam buletin data dan informasi kesehatan Kemenkes RI 2014) menyebutkan

dari total 3.838.985 penyandang disabilitas, hanya 38.000 yang telah ditangani

oleh pemerintah, masyarakat, keluarga, dan dukungan internsional. Data

Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi jumlah penyandang gangguan jiwa

tertinggi berada di provinsi DIY. Aplikasi Dataku Daerah Istimewa Yogyakarta

tahun 2020 menunjukkan terdapat sejumlah 1.357 penyandang disabilitas mental

dari 637.457 total Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) di DIY.

1
2

Kondisi kedisabilitasan mental menyebabkan perubahan dalam fungsi

kehidupannya. Kondisi ini sesuai dengan data Susenas tahun 2012 yang

menyebutkan bahwa hanya 2,83 % penyandang disabilitas mampu mengurus diri

sendiri. Menurut Hawari (dalam Afinia, 2017), penyandang disabilitas mental

akan mengalami perubahan proses pikir yang menyebabkan kemunduran dalam

menjalani kehidupan sehari-hari, ditandai dengan hilangnya motivasi dan

tanggung jawab. Kondisi ini menimbulkan penurunan kemampuan untuk

melakukan aktivitas sehari-hari (Activity Daily Living) atau selanjutnya disebut

dengan ADL. Potter & Perry (dalam Ibrahim 2016) menerangkkan bahwa apabila

ADL pada orang dengan gangguan mental tidak terpenuhi dengan baik maka

fungsi kehidupan manusia akan terganggu. ADL menurut Sugiarto (2005)

mencakup kegiatan perawatan dasar sehari-hari, kemampuan menggunakan alat

bantu sehari-hari, kemampuan memanfaatkan waktu luang, dan melakukan

pekerjaan.

Upaya pemulihan kemampuan penyandang disabilitas adalah dengan

memberikan rehabilitasi sosial setelah diberikan perawatan medis. Rehabilitasi

sosial mempengaruhi tingkat kemandirian terutama pada ADL. Dibuktikan dalam

penelitian Maryatun (2015), bahwa terdapat peningkatan kemandirian pasien

skizofrenia dengan terapi gerak. Sedangkan penelitian Ibrahim (2016)

menyimpulkan bahwa terapi kognitif pada ODGJ meningkatkan kemampuan

dalam ADL secara mandiri.

Rehabillitasi sosial bagi Penyandang Disabilitas Mental atau yang

selanjutnya disebut dengan PDM di Provinsi DIY salah satunya dilakukan di


3

Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (BRSBKL) sebagai Unit

Pelaksana Teknis Daerah Dinas Sosial Provinsi DIY. Khusus PDM akan

diberikan rehabilitasi sosial di BRSBKL unit 2 (Bina Laras). Tujuan akhir dari

rehabilitasi ini adalah dapat mengembalikan PDM kepada keluarga dan berfungsi

secara mandiri. Salah satu syarat kelayakan PDM dapat diresosialisasi yaitu

kemampuan ADL yang dinyatakan layak.

Pelaksanaan resosialisasi dilakukan melalui berbagai tahapan, yaitu: (1)

infentarisasi data, (2) persiapan PDM melalui konseling, (3) persiapan keluarga

dan masyarakat melalui home visit atau family gathering, (4) uji coba pemulangan

PDM, (4) reunifikasi PDM ke keluarga dengan masyarakat, dan (5) terminasi.

Waktu pelaksanaan tahapan ini bergantung pada kondisi jarak dan penerimaan

PDM, keluarga, dan masyarakat. Selama bulan Agustus 2020, terdapat 19 PDM

yang diresosialisasi ke daerah asal, di wilayah DIY maupun keluar DIY.

Sasaran resosialisasi di BRSBKL adalah PDM, keluarga, serta masyarakat.

Persiapan kepulangan PDM dilakukan untuk menumbuhkan motivasi PDM

kembali bermasyarakat. Hal ini dilakukan karena motivasi yang dimiliki PDM

dapat merubah perilakunya. Ketika PDM tidak memiliki keinginan untuk kembali

bersama keluarga, PDM dapat kehilangan minat dalam melakukan ADL secara

mandiri. PDM menjadi bermalas-malasan yang mengakibatkan hilangnya

kemampuan ADL yang diperolehnya. Kriteria kesiapan PDM menjadi hal yang

penting untuk menentukan sejauhmana persiapan yang harus diberikan kepada

PDM.
4

Sasaran resosialisasi adalah keluarga dan masyarakat. Rehabilitasi dan

pendampingan dari BRSBKL hanya bersifat sementara. Setelah PDM

diresosialisasi maka tanggungjawab pendampingan PDM ada pada keluarga dan

masyarakat. Maka persiapan pada keluarga dan masyarakat penting untuk

dilakukan. Terciptanya kesiapan keluarga dan masyarakat menumbuhkan

dukungan moral bagi PDM. PDM merasa diterima sehingga motivasi PDM

meningkat dan dapat mempertahankan kemampuan ADL yang telah dimilikinya.

Persiapan resosialisasi diberikan kepada masyarakat hanya jika keluarga tidak

mau menerima PDM. Hal ini menyebabkan persiapan resosialisasi kepada

masyarakat masih belum optimal.

Sosialisasi pelaksanaan resosialisasi dilakukan dengan menghubungi

keluarga PDM via telepon. Keluarga diberikan informasi bahwa anggota keluaga

akan dikembalikan ke rumah. Bagi keluarga di wilayah DIY, sosialisasi juga

dilakukan dengan home visit oleh pekerja sosial. Tahap selanjutnya dilakukan uji

coba pemulangan PDM sebanyak 2 sampai 3 kali uji. Persiapan PDM diluar DIY

terbatas pada jarak. Kondisi ini menyebabkan persiapan tahap ini tidak dapat

dilakukan secara maksimal, misalnya pada proses home visit. Hal ini dapat

berakibat pada kurangnya kesiapan keluarga saat PDM kembali ke rumah.

Keluarga tidak mendapatkan materi secara maksimal berakibat pada penerimaan

dan perlakuan yang kurang tepat terhadap PDM. Dukungan dan motivasi yang

rendah mengakibatkan kemampuan ADL tidak dapat dipertahankan.

Pemantauan resosialiasi dilakukan oleh pekerja sosial, mulai dari

memotivasi PDM, keluarga dan masyarakat, uji coba pemulangan PDM, hingga
5

terminasi atau pemutusan pertolongan. Setelah PDM diresosialisasi,

pendampingan PDM diserahkan kepada keluarga. Pengawasan terhadap

perkembangan PDM yang dilakukan BRSBKL juga terbatas pada jumlah SDM

pekerja sosial, jarak, dan anggaran. Komitmen keluarga dalam pendampingan

PDM perlu dijaga. Oleh karena itu dibutuhkan peran masyarakat dalam membantu

menjaga pemantauan ADL PDM secara mandiri.

Tujuan resosialisasi adalah mengembalikan PDM kepada keluarga dan

masyarakat dan PDM dapat terintegrasi kedalam masyarakat. Masalah yang

muncul adalah keluarga dan masyarakat melakukan pembiaran kepada PDM.

Selama pembiaran tersebut PDM kehilangan kemampuan ADL secara mandiri.

Akibat pembiaran ini adalah PDM kembali direhabilitasi karena kemampuan ADL

mandiri yang telah didapatkannya menjadi hilang.

Efektivitas menurut Hendyat Soetopo (2012) adalah ketepatan sasaran dari

suatu proses yang berlangsung untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Resosialisasi dilakukan agar PDM dapat kembali ke keluarga dan

masyarakat serta terintegrasi dalam kehidupan bermasyarakat. Artinya,

keefektifan tahap ini dilihat dari penerimaan PDM di keluarga dan masyarakat

serta mempertahankan kemampuan PDM dalam melaksanakan kehidupan sehari-

hari (ADL) secara mandiri. Ni Wayan Budiani (dalam Dini Abella 2020)

menyebutkan bahwa efektif atau tidaknya suatu program dapat dilihat dari empat

aspek, yaitu ketepatan sasaran, sosialisasi, pencapaian tujuan, serta pemantauan

dari program tersebut.


6

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, peneliti menganggap kajian ini

menarik dan penting untuk diteliti lebih mendalam. Tujuan dari penelitian ini

yaitu untuk memberikan gambaran secara empirik tentang resosialisasi terhadap

ADL penyandang disabilitas mental yang dituangkan dalam skripsi dengan judul

“Efektivitas Resosialisasi terhadap Activity Daily Living Penyandang Disabilitas

Mental di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras Daerah Istimewa

Yogyakarta.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang masalah, perumusan masalah penelitian ini

yaitu : ”Bagaimana Efektivitas Resosialisasi terhadap Activity Daily Living

Penyandang Disabilitas Mental di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras

DIY?”. Selanjutnya perumusan masalah tersebut difokuskan pada :

1. Bagaimana karakteristik informan?

2. Bagaimana ketepatan sasaran resosialisasi?

3. Bagaimana sosialisasi resosilisasi?

4. Bagaimana pemantauan resosialisasi?

5. Bagaimana ketercapaian tujuan resosialisasi?

6. Bagaimana harapan informan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang mendalam

tentang efektivitas resosialisasi terhadap activity daily living penyandang

disabilitas mental. Sebagaimana rumusan masalah yang telah diuraikan, maka

tujuan penelitian yang lebih rinci yaitu untuk mengetahui :


7

1. Karakteristik responden.

2. Ketepatan sasaran pada resosialisasi.

3. Sosialisasi resosilisasi.

4. Ketercapaian tujuan resosialisasi.

5. Pemantauan resosialisasi.

6. Harapan informan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis :

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memperkaya khasanah

ilmu kesejahteraan sosial dan praktik pekerjaan sosial khususnya mengenai

efektivitas resosialisasi terhadap activity daily living pada penyandang

disabilitas mental.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengalaman langsung

dengan permasalahan mengenai efektivitas resosialisasi terhadap activity

daily living pada penyandang disabilitas mental khususnya di BRSBKL

DIY.

b. Bagi Institusi/ Balai Rehabilitasi Sosial

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi pekerja sosial

untuk memecahkan masalah tentang efektivitas resosialisasi terhadap


8

activity daily living pada penyandang disabilitas mental khususnya di

BRSBKL DIY

3. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber bacaan maupun bahan

referensi berkaitan dengan permasalahan efektivitas resosialisasi terhadap

activity daily living pada penyandang disabilitas mental.

4. Bagi Lembaga Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung

Dapat dijadikan sebagai upaya meningkatkan kualitas dan kemampuan

sumber daya manusia dalam hal ini mahasiswa dan meningkatkan wawasan

serta pengetahuan melalui pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan.

1.5 Sistematika Penulisan

Karya ilmiah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN, memuat latar belakang masalah, fokus

penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA, memuat tentang penelitian terdahulu

dan tinjauan kepustakaan yang relevan dengan masalah

penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN, memuat tentang desain penelitian,

penjelasan istilah, latar penelitian, sumber data dan cara

menentukannya, teknik pengumpulan data, pemeriksaan

keabsahan data, teknik analisis data jadwal dan langkah

penelitian.
9

BAB IV : DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN,

memuat tentang gambaran latar peneltian, hasil penelitian dan

pembahasan hasil penelitian.

BAB V : USULAN PROGRAM, memuat tentang dasar pemikiran, nama

program, tujuan program, sasaran program, sistem partisipan dan

pengorganisasian program, metode dan teknik, langkah-langkah

pelaksanaan program, rencana anggaran biaya, rencana evaluasi,

analisis kelayakan dan indikator keberhasilan.

BAB VI : KESIMPULAN
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menjadi acuan dalam melakukan penelitian sehingga

dapat memperkaya teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian terdahulu

ditelaah agar peneliti dapat memetakan kontribusi yang diberikan dan menjadi

pembeda dengan penelitian yang dilakukan sekarang. Penelitian terdahulu yang

berhubungan dengan efektivitas resosialisasi terhadap activity daily living

penyandang disabilitas mental adalah sebagai berikut.

2.1.1 Efektivitas Pelaksanaan Program Penanganan Anak Jalanan di Dinas

Sosial Kota Makassar oleh Rizcah Amelia, Universitas Hasanuddin

Makassar tahun 2015

Penelitian ini membahas efektivitas program penanganan anak jalanan

yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kota Makassar. Efektivitas program

penanganan ini menggunakan teori dari Budiani dengan menggunakan empat

indikator efektivitas program yaitu ketepatan sasaran program, sosialisasi

program, tujuan program, dan pemantauan program. Penelitian ini menggunakan

pendekatan deskriptif kualitatif dan didukung dengan data sekunder. Dengan

menggunakan observasi langsung dan wawancara terhadap informan yaitu dari

dinas sosial selaku kepala bidang rehabilitas sosial, kepala seksi penanganan anak

jalanan, staff-staff rehabilitas sosial dan informan kedua yaitu anak jalanan, dan

orang tua anak jalanan. Teknik analisis data dimulai dari pengumpulan informasi

melalui wawancara dan pada tahap akhir dengan menarik kesimpulan.

10
11

Penelitian menunjukkan bahwa belum cukup efektifnya program

penanganan anak jalanan di dinas sosial kota Makassar. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Dinas

Sosial kota Makassar dalam menangani anak jalanan, salah satunya masalah

sosialisasi kepada masyarakat tentang program penanganan anak jalanan.

Penelitian ini juga membahas faktor-faktor pendukung dan penghambat

dalam penanganan anak jalanan di Makassar. Faktor pendukung yang ada adalah

tersedianya regulasi (Peratuan Daerah No.2 Tahun 2008 Tentang Pembinaan

Anak Jalanan) sebagai dasar hukum dalam meminimalisir jumlah anak jalanan

dengan baik, tersedianya sumber daya yang memadai untuk membina anak

jalanan di Kota Makassar, dan anggaran yang memadai. Faktor pengahambat

yaitu ada Modernisasi, Industrialisasi, Urbanisasi, kemiskinan, dan kondisi sosial.

2.1.2 Efektivitas Program Corporate Social Responsibility PT Timah dalam

Meningkatkan Kualitas Pendidikan Anak Keluarga Miskin di Asrama

Kelas Beasiswa Bangka Belitung oleh Dini Abella Febiyan, Politeknik

Kesejahteraan Sosial Bandung tahun 2020

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara empiris

tentang efektivitas program CSR PT Timah Tbk dalam meningkatkan kualitas

pendidikan anak keluarga miskin di asrama kelas beasiswa Bangka Belitung,

meliputi: 1) karakteristik responden, 2) ketepatan sasaran program, 3) sosialisasi

program, 4) tujuan program, 5) pemantauan program. Metode yang digunakan

dalam penelitian adalah kuantitatif deskriptif. Teknik penarikan sampel dalam

penelitian ini adalah sensus dengan jumlah responden 64 orang penerima


12

beasiswa CSR pendidikan PT Timah Tbk di asrama kelas beasiswa Bangka

Belitung. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1) kuisioner atau

angket, 2) observasi, dan 3) studi dokumentasi. Adapun uji validitas alat ukur

menggunakan validitas muka (face validity). Selanjutnya hasil penelitian

dianalisis menggunakan analisis kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas program CSR PT Timah

Tbk dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak keluarga miskin di asrama

kelas beasiswa Bangka Belitung secara keseluruhan sudah efektif dari aspek

ketepatan sasaran, sosialisasi program, tujuan program dan pemantauan program.

Aspek pemantauan program merupakan aspek yang memperoleh skor terendah

dan masuk pada kategori kurang efektif. Hal ini menggambarkan pihak

perusahaan belum maksimal dalam melaksanakan pemantauan terhadap penerima

program beasiswa CSR pendidikan PT Timah Tbk.

2.1.3 Intervensi Pekerja Sosial dalam Reunifikasi Eks Gangguan Jiwa di

BRSBKL Yogyakarta oleh Yudi Purwanto, UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta tahun 2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana intervensi yang

dilakukan oleh pekerja sosial dalam reunifikasi eks gangguan jiwa di BRSBKL

serta bagaimana karakteristik eks gangguanjiwa yang telah direunifikasi. Jenis

penelitian bersifat kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan

yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa intervensi pekerja sosial dalam reunifikasi eks gangguan jiwa yaitu dengan

pendampingan langsung terhadap eks gangguan jiwa. Dalam reunifikasi pekerja


13

sosial menggunakan tahapan-tahapan yaitu case conference lingkup BRSBKL,

case conference terhadap keluarga, dan case conference lingkup masyarakat.

Karakteristik eks gangguan jiwa yang telah direunifikasi berdasarkan karakteristik

sehat jiwa menurut WHO (World Health Organization). Eks gangguan jiwa yang

direunifikasi sudah memiliki rasa kasih sayang dan dapat menyesuaikan secara

konstruktif pada kenyataan.

Penelitian yang dilakukan peneliti berbeda dengan penelitian-penelitian

sebelumnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2.1 : Persamaan dan perbedaan penelitian

No Penelitian Terdahulu Persamaan Perbedaan Kontribusi


1. Rizcah Amelia dengan a. Variabel a. Sasaran Memberikan gambaran
judul Efektivitas penelitian penelitian tentang variabel dan aspek
Pelaksanaan Program b. Aspek b. Latar penelitian. Aspek
Penanganan Anak penelitian penelitian efektivitas yaitu sosialisasi,
Jalanan di Dinas Sosial c. Metode kesesuaian sasaran,
Kota Makassar, penelitian ketercapaian tujuan, dan
Universitas pengawasan. Hasil
Hasanuddin Makassar penelitian menunjukkan
tahun 2015 program kurang efektif
pada aspek sosialisasi.
Aspek lain menunjukkan
hasil efektif. Penelitian
memberikan gambaran
mengenai metode
penelitian kualitatif yaitu
pada pemilihan informan
dan teknik pengumpulan
data. Informan dari pihak
dinas sosial serta anak
jalanan dan keluarga.
Pengumpulan data dengan
wawancara dan observasi.
2. Dini Abella Febiyan a. Variabel a. Metode Memberikan gambaran
dengan judul penelitian penelitian tentang efektivitas dan
Efektivitas Program b. Aspek b. Sasaran aspek yang diteliti, yaitu
Corporate Social penelitian penelitian aspek ketepatan sasaran,
Responsibility PT c. Latar aspek sosialisasi program,
Timah dalam penelitian aspek tujuan program, dan
Meningkatkan aspek pemantauan
Kualitas Pendidikan program. Hasil
14

Anak Keluarga Miskin menunjukkan bahwa aspek


di Asrama Kelas pengawasan memperoleh
Beasiswa Bangka hasil terendah dengan
Belitung, Politeknik kategori kurang efektif.
Kesejahteraan Sosial
Bandung tahun 2020
3. Yudi Purwanto dengan a. Sasaran a. Variabel Memberikan gambaran
judul Intervensi penelitian penelitian tentang pelaksanaan
Pekerja Sosial dalam b. Latar reunifikasi kepada eks-
Reunifikasi Eks penelitian gangguan jiwa yang
Gangguan Jiwa di c. Metode dilakukan pekerja sosial di
BRSBKL DIY, UIN penelitian BRSBKL DIY. Hasil
Sunan Kalijaga penelitian menunjukkan
Yogyakarta, 2016 titik berat intervensi
reunifikasi oleh pekerja
sosial ada pada keluarga
dan masyarakat yang
bertanggungjawab terhadap
PDM setelah direunifikasi.
Pada proses pelaksanaan
intervensi, hampir
keseluruhan tahapan
menggunakan metode case
conference terhadap
keluarga dan masyarakat.

Tabel 2.1 menunjukkan kontribusi yang diberikan penelitian terdahulu

terhadap penelitian yang dilakukan. Dua penelitian terdahulu memiliki persamaan

penelitian pada variabel yang digunakan yaitu efektivitas. Kedua penelitian

memberikan gambaran tentang sub masalah efektivitas yang diteliti, yaitu

ketepatan sasaran, sosialisasi, pemantauan, dan ketercapaian tujuan. Dua

penelitian juga memberikan gambaran tentang metode penelitian yang digunakan

dalam mengumpulkan dan menganalisis hasil yaitu kualitatif deskriptif. Satu

penelitian memberikan gambaran tentang lokasi penelitian serta proses reunifikasi

kepada PDM di BRSBKL DIY.

Penelitian ini penting untuk dilakukan. Tujuan dari rehabilitasi sosial

adalah mengembalikan penyandang disabilitas mental (PDM) ke masyarakat dan


15

keluarga. PDM akan dinyatakan layak resosialisasi jika activity daily living (ADL)

dinyatakan bagus. Proses mengembalikan PDM ke masyarakat dilaksanakan

dengan berbagai tahap persiapan, mulai dari motivasi PDM, keluarga dan

masyarakat. Permasalahan yang muncul adalah terdapat PDM yang masih akan

kembali direhabilitasi karena kemampuan ADL-nya berkurang. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui keefektifan resosialisasi dalam ADL PDM, sehingga

dapat disusun solusi pemecahan masalah. Penyandang disabilitas mental dapat

mempertahankan activity daily living yang telah diperolehnya serta dapat bertahan

di keluarga dan masyarakat.

2.2 Teori Efektivitas, Resosialisasi, Activity Daily Living dan Penyandang

Disabilitas Mental

2.2.1 Tinjauan tentang Efektivitas

2.2.1.1 Pengertian Efektivitas

Dalam bahasa inggris, effective berarti berhasil atau sesuatu yang

dilakukan berhasil dengan baik. Gie (Ni Wayan, 2009) mengemukakan

pendapatnya tentang pengertian efektivitas, “Jika seseorang melakukan suatu

perbuatan dengan maksud tertentu dan memang dikehendaki, maka pekerjaan itu

dikatakan efektif bila menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana

yang dikehendaki sebelumnya.” Pengertian tersebut sesuai dengan pendapat

Chester I.Barnard (dalam Rizcah, 2015) yang mendefinisikan “Efektivitas adalah

pencapaian sasaran yang telah disepakati atas usaha bersama. Tingkat pencapaian

sasaran menunjukkan tingkat efektivitas”.

Antimus X. Ansfridho dan Dody Setiawan (2019), mengemukakan bahwa:


16

Suatu program dapat dikatakan efektif jika telah mencapai tujuan dari
program yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya, karena jika
hasilnya tidak memenuhi standar rancangan program maka bisa dikatakan
kurang efektif bahkan dapat dikatakan tidak efektif. Suatu program dapat
dikatakan tidak efektif jika hasil akhir tidak memenuhi bahkan jauh dari
standar keberhasilan yang telah ditentukan sebelumnya. Tetapi jika hasil
capaian program sesuai dengan rancangan program maka dapat dikatakan
efektif.

Ketiga pendapat tersebut mengungkapkan pengertian efektivitas sebagai

pencapaian suatu program yang memang telah ditargetkan sebelumnya. Pendapat

lain yang menyatakan bahwa efektivitas tidak hanya memperlihatkan ketercapaian

tujuan, namun juga proses dalam pencapaian tujuan tersebut. Beberapa

diantaranya adalah sebagai berikut.

Eefektivitas menurut Hendyat Soetopo (dalam Dini, 2020) adalah

ketepatan sasaran dari suatu proses yang berlangsung untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Dwi Heru Sukoco (2020), efektivitas

merupakan tolok ukur untuk membandingkan antara rencana dan proses kegiatan

yang dilakukan dengan tujuan atau hasil yang dicapai. Efektivitas menurut

Robbins (dalam Rizcah, 2015) didefinisikan sebagai “tingkat pencapaian

organisasi atas tujuan jangka pendek (tujuan) dan jangka panjang (cara).

Pemilihan itu mencerminkan konstituensi strategis, minat mengevaluasi, dan

tingkat kehidupan organisasi.”

Pengertian efektivitas berdasarkan kesimpulan dari beberapa pendapat

adalah ketercapaian tujuan dari rencana dan proses dari suatu program. Program

dapat menjadi efektif jika proses/cara pada program tersebut dinilai tepat sehingga

hasil yang dicapai sesuai dengan target yang dikehendaki.

2.2.1.2 Pengukuran Efektivitas


17

Efektivitas dapat dilihat dengan mengukur hasil kerja yang dicapai suatu

program. Menurut Campbell J.P (dalam Yudhi Lestanata, 2016) pengukuran

efektivitas secara umum yaitu, keberhasilan program, keberhasilan sasaran,

kepuasan terhadap program, tingkat input dan output, serta pencapaian tujuan

menyeluruh.

Menurut Sutrisno (dalam AX. Ansfridho dan Dony Setyawan, 2019) suatu

program dapat diukur tingkat efektivitasnya melalui dua indikator yaitu indikator

tercapainya tujuan dan indikator perubahan nyata. Indikator tercapainya tujuan

memiliki makna bahwa suatu program tentu memiliki tujuan awal yang harus

dipenuhi sesuai target yang telah ditentukan. Indikator tercapainya tujuan

menyatakan bahwa suatu program yang telah direncanakan harus memenuhi

target, kemudian hasil akhir yang memenuhi target tersebut dapat dikatakan

efektif.

Sondang P. Siagian (Dalam Rizcah, 2015) mengemukakan ukuran untuk

mencapai tujuan yang efektif, yaitu:

1. Kejelasan tujuan yang ingin dicapai

2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan

3. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap

4. Perencanaan yang matang

5. Penyusunan program yang tepat

6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja

7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien

8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik


18

Ni Wayan Budiani (2007) dalam jurnalnya menjelaskan aspek-aspek dari

variabel efektivitas, antara lain sebagai berikut.

1. Ketepatan sasaran program


Yaitu sejauh mana peserta program tepat dengan sasaran yang sudah
ditentukan sebelumnya.
2. Sosialisasi Program
Yaitu kemampuan penyelenggara program dalam melakukan
sosialisasi program sehingga informasi mengenai pelaksanaan program
dapat tersampaikan kepada masyarakat pada umumnya dan sasaran
peserta program pada khususnya.
3. Tujuan Program
Yaitu sejauh mana kesesuaian antara hasil pelaksanaan program
dengan tujuan program yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Pemantauan Program
Yaitu kegiatan yang dilakukan terhadap pelaksanaan program sebagai
bentuk perhatian kepada peserta program.

Sementara itu, Dini (2020) menggunakan aspek yang digunakan dalam

jurnalnya, sebagai berikut.

1. Ketepatan sasaran

Ketepatan sasaran program yaitu mengukur sejauh mana suatu lembaga

berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran

dalam mengukur efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran program

dan mengukur tingkatan keberhasilan program dalam mencapai sasaran

tersebut. (Prince, dalam Dini 2020)

2. Sosialisasi

Proses dimana individu ditransformasikan atau perubahan diri individu

yang semula dari luar organisasi/program (Sutrisno, dalam Dini 2020).

Sosialisasi dalam hal ini mencakup kegiatan anggota organisasi/program,

bagaimana anggota berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik diantara


19

semua anggota maupun penyelenggara, kebijakan, dan struktur dalam

menjalankan semua aktivitas program dan komitmen terhadap program.

3. Pencapaian Tujuan

Tujuan dilihat dari sejauh mana kesesuaian hasil dengan tujuan. Menurut

Richard M. Steers (dalam Ni Wayan, 2009), upaya pencapaian tujuan

harus dipandang sebagai suatu proses. Agar pencapaian tujuan akhir

semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan

pencapaian pada setiap bagian maupun pentahapan dalam arti

periodisasinya.

4. Pemantauan

Menurut Mackay (dalam Dini 2020) mengatakan bahwa :

Pemantauan adalah kegiatan yang mengamati perkembangan


pelaksanaan rencana program, identifikasi dan antisipasi
permasalahan yang akan timbul untuk dapat diambil tindakan
intervensi sedini mungkin, serta kegiatan yang berkesinambungan
menggunakan pengumpulan data yang sistematis dari indikator yang
spesifik, untuk memberikan informasi tentang kemajuan dan
pencapaian tujuan.

Pada penelitian ini, efektivitas diukur berdasarkan aspek : ketepatan

sasaran resosialisasi, sosialisasi resosialisasi, pencapaian tujuan resosialisasi, serta

pemantauan resosialisasi.

2.2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas

Menurut Richard M Steers (dalam Fani, 2020), terdapat empat faktor yang

mempengaruhi efektivitas kerja, yaitu sebagai berikut.

1. Karakteristik Organisasi
20

Karateristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi.

Struktur adalah hubungan yang relative tepat sifatnya. Struktur meliputi

cara organisasi menyusun orang dalam menyelesaikan pekerjaan.

Teknologi adalah mekanisme organisai untuk mengubah masukan mentah

menjadi keluaran (output).

2. Karakteristik Lingkungan

Aspek lingkungan terdiri dari lingkungan luar dan lingkungan dalam.

Lingkungan luar yaitu semua kekuatan yang timbul dari luar batas

organisasi dan mempengaruhi keputusan dalam organisasi. Lingkungan

dalam disebut dengan iklim organisasi diantaranya atribut-atribut

lingkungan. Keberhasilan hubungan organisasi tergantung pada tingkat

keterdugaan keadaan lingkungan, ketepatan persepsi atas keadaan

lingkungan, dan tingkat rasionalisme organisai.

3. Karakteristik Pekerja

Pekerja merupakan sumber daya yang langsung berhubungan dengan

pengelolaan sumber daya dalam organisasi. Pekerja menjadi modal utama

dalam organisasi yang berpengaruh terhadap efektivitas. Walaupun

teknologi dan struktur baik namun pekerja tidak mendukung maka

keduanya tidak akan berguna.

4. Kebijaksanaan dan Praktek Manajemen

Secara umum, pempin berperan sentral dalam organisasi melalui

perencanaan, koordinasi, dan memperlancar kegiatan. Perananan

manajemen dalam mengkoordinasi orang dan proses untuk keberhasilan


21

organisasi sejalan dengan makin rumitnya teknologi dan keadaan

lingkungan.

2.2.2 Tinjauan tentang Resosialisasi

2.2.2.1 Pengertian Resosialisasi

Soedjono Dirdjosisworo (dalam Petrus Irwan, 2007) menjelaskan

pengertian resosialisasi adalah pembinaan untuk hidup kembali bermasyarakat.

Abarca (dalam Eko Widyantyo, 2007) menjelaskan bahwa resosialisasi adalah

pembelajaran baru tentang sikap, nilai, dan kebiasaan yang berbeda dari

pengalaman dan latar belakang seseorang. Berdasarkan glosarium Permensos

102/HUK/2007, resosialisasi merupakan salah satu tahapan pelayanan rehabilitasi

sosial yang bertujuan agar bekas klien dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan

sosialnya. Dalam resosialisasi ini dilakukan serangkaian kegiatan untuk

memfasilitasi seseorang atau sekelompok orang yang telah memperoleh layanan

pemulihan psikososial agar dapat kembali ke dalam keluarga dan masyarakat

dengan sebaik-baiknya.

Permensos Nomor 7 tahun 2017 tentang Standar Habitasi dan rehabilitasi

Sosial Penyandang Disabilitas pasal 16 menjelaskan bahwa resosialisasi

merupakan kegiatan mempersiapkan keluarga dan masyarakat untuk menerima

kembali dan memberikan kesempatan berpartisipasi kepada penyandang

disabilitas di dalam keluarga maupun kehidupan bermasyarakat.

Peraturan Daerah DIY nomor 1 tahun 2014 tentang Penanganan

Gelandangan dan Pengemis dalam Penjelasan pasal 10 ayat (1) huruf (i)

menyebutkan bimbingan resosialisasi sebagai serangkaian kegiatan bimbingan


22

yang bersifat dua arah, yaitu pertama, untuk mempersiapkan penerima pelayanan

agar dapat berintegrasi penuh ke dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat,

dan kedua untuk mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat daerah asal

atau lingkungan masyarakat di lokasi penempatan kerja/usaha penerima layanan

agar mereka menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk berintegrasi

dengan kegiatan kemasyarakatan.

Pengertian resosialisasi dalam penelitian ini berdasarkan pada empat

pengertian resosialisasi yang telah disebutkan adalah proses pelayanan setelah

PDM mendapatkan bimbingan rehabilitasi sebagai upaya mempersiapkan PDM,

kembali ke keluarga dan masyarakat.

2.2.2.2 Tujuan Resosialisasi

Suparlan dalam Kamus Istilah Pekerjaan Sosial (dalam Noor, 2018)

menyebutkan tujuan resosialisasi sebagai berikut :

1. Mempersiapkan para penyandang masalah kesejahteraan sosial agar mampu

berintegrasi dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Mempersiapkan masyarakat agar menerima kehadiran dan memperlakukan

bekas penyandang masalah kesejahteraan sosial secara wajar.

3. Menyalurkan bekas penyandang masalah kesejahteraan sosial ke sektor-

sektor pendidikan, usaha produktif dan atau lapangan kerja.

Tujuan resosialisasi dalam Peraturan Daerah DIY nomor 1 tahun 2014

tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis dalam Penjelasan Pasal 10 ayat

(1) huruf (i) adalah :


23

1. Mempersiapkan penerima pelayanan agar dapat berintegrasi penuh ke dalam

kehidupan dan penghidupan masyarakat.

2. Mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat daerah asal atau

lingkungan masyarakat di lokasi penempatan kerja/usaha penerima layanan

agar mereka menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk

berintegrasi dengan kegiatan kemasyarakatan.

Tujuan resosialisasi dalam penelitian ini yaitu mempersiapkan PDM agar

dapat terintegrasi dalam kehidupan bermasyarakat, serta mempersiapkan

masyarakat agar mampu menerima PDM dalam kegiatan bermasyarakat.

2.2.3 Tinjauan tentang Activity Daily Living

2.2.3.1 Pengertian Activity Daily Living

Activity Daili Living atau ADL didefinisikan sebagai keterampilan dasar

dan tugas okupasional yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya

secara mandiri yang dikerjakan seseorang sehari-harinya dengan tujuan untuk

memenuhi/berhubungan dengan perannya sebagai pribadi dalam keluarga dan

masyarakat (Sugiarto, 2005).

Hardywinito dan Setiabudi (2005:136) mendefinisikan Activity Daily

Living sebagai kegiatan melakukan pekerjaan rutin sehari-hari. ADL merupakan

aktivitas pokok pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi antara lain; ke toilet,

makan, berpakaian (berdandan), mandi, dan berpindah tempat.

Menurut Nawawi Ahmad (2010), Activity Daily Living merupakan:

keterampilan melakukan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari yang


dilakukan secara mudah dan layak. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang
biasa dilakukan setiap hari yang meliputi merawat diri, kegiatan di dapur,
24

merawat perkakas rumah tangga dan kegiatan-kegiatan pada umumnya


yang dilakukan dalam memenuhi hajad hidup setiap hari.

Istilah ADL menurut Jenna Heffron (2019) adalah aktivitas yang orang

lakukan sebagai bagian dari perawatan diri dasar mereka. ADL terdiri dari 9

keterampilan dasar yaitu : (1) mandi dan mandi, (2) toilet dan toilet kebersihan,

(3) berpakaian, (4) makan, (5) makan, (6) mobilitas fungsional, (7) perangkat

pribadi perawatan, (8) kebersihan dan perawatan pribadi, dan (9) aktivitas seksual.

Berdasarkan empat pendapat ahli tersebut, ADL penyandang disabilitas

mental adalah kegiatan sehari-hari untuk merawat dirinya yang dikerjakan tanpa

bantuan orang lain sebagai pemenuhan kebutuhan hidup setiap hari.

2.2.3.2 Macam Activity Daily Living

Menurut Sugiarto (2005), macam-macam Activity Daily Living yaitu:

1. ADL dasar, atau sering disebut dengan ADL saja, merupakan keterampilan

dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi

berpakaian, makan dan minum, toileting, mandi dan berhias. Ada pula

kontinensi buang air besar dan buang air kecil yang dimasukkan dalam

kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan

mobilitas.

2. ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan dengan penggunaan air atau

benda penunjang kehidupan sehari-hari. Contoh dari ADL instrumental

seperti menyiapkan makanan, menggunakan telepon, menulis, mengetik, dan

mengelola uang kertas.

3. ADL vokasional, yaitu ADL yang berhubungan dengan pekerjaan atau

kegiatan sekolah.
25

4. ADL nonvokasional, yaitu ADL yang bersifat rekreasional, hobi dan mengisi

waktu luang.

2.2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Activity Daily Living

Menurut Hadiwynoto (2005:136-137) faktor yang mempengaruhi

penurunan Activity Daily Living yaitu :

1. Kondisi fisik, seperti penyakit menahun, gangguan mata dan telinga

2. Kapasitas mental

3. Status mental misalnya kesedihan dan depresi

4. Penerimaan terhadap fungsinya anggota tubuh

5. Dukungan anggota keluarga

2.2.4 Tinjauan tentang Penyandang Disabilitas Mental

2.2.3.1 Pengertian Penyandang Disabilitas Mental

Penyandang disabilitas mental menurut UU No. 8 Tahun 2016 tentang

Penyandang Disabilitas adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku,

antara lain: psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan

gangguan kepribadian; dan disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada

kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif.

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012

tentang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, Penyandang Disabilitas

Mental adalah seseorang yang menderita kelainan mental sehingga orang tersebut

tidak bisa mempelajari dan melakukan perbuatan yang umum dilakukan orang

lain seusianya atau yang tidak dapat mengikuti perilaku biasa, sehingga menjadi

hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara layak/wajar.


26

Menurut Direktorat Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI Penyandang

disabilitas mental adalah Orang Dengan Masalah Kejiwaan atau Orang Dengan

Gangguan Jiwa yang dalam jangka waktu lama mengalami hambatan dalam

interaksi dan partisipasi di masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang

lainnya.

Undang-Undang Kesehatan Jiwa Nomor 18 Tahun 2014 : Orang Dengan

Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang

mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan,

dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.

Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang

yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang

termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang

bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam

menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

2.2.3.2 Jenis Penyandang Disabilitas Mental

Dalam UU tentang Penyandang Disabilitas No 8 tahun 2016 tentang

Penyandang Disabilitas, disebutkan bahwa penyandang disabilitas mental terdiri

dari :

1. Penyandang Disabilitas Mental Psikososial

Gangguan psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu


baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh
timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab
terjadinya gangguan jiwa atau gangguan kesehatan secara nyata, atau
sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan
sosial (Keliat, dkk., 2011 : 2)

a. Skizofrenia.
27

Menurut Hawari (2007), Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik

yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berfikir dan

berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan

dan menunujukan emosi, dan berperilaku dengan sikap yang dapat

diterima oleh masyarakat.

b. Bipolar

Menurut Departemen Kesehatan 2012, Bipolar adalah suatu gangguan

suasana perasaan yang ditandai oleh adanya episode berulang (sekurang-

kurangnya dua episode) pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek

disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan

pada waktu lain berupa penurunan afeksi disertai pengurangan energi dan

aktivitas (depresi).

c. Depresi

Menurut Davison (dalam Afinia, 2016), Depresi merupakan kondisi

emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang teramat sangat,

perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, dan tidak

dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, minat kesenangan

terhadap aktivitas yang biasa dilakukan.

d. Anxietas

Menurut Videbeck (dalam Ulfah, 2016) anxietas adalah suatu perasaan

takut yang berasal dari eksternal atau internal sehingga tubuh memiliki

respons secara perilaku, emosional, kognitif, dan fisik. Anxietas memiliki

tingkatan ringan, sedang, berat, dan panik.


28

e. Gangguan Kepribadian

Gangguan kepribadian adala sifat-sifat karakteristik yang emosional

sehingga merusak dan merugikan lingkungan sekitarnya Suatu gangguan

mental yang dikarakteristikkan dengan corak-corak maladaptive dari

penyesuaian dirinya terhadap kehidupannya.Pada gangguan kepribadian

terdapat kerusakan pada, perkembangan kepribadiandan dalam struktur

kepribadiannya.

2. Penyandang Disabilitas Mental Perkembangan

a. Autisme

Autisme adalah gangguan dalam perkembangan anak, autism dapat

diartikan sebagai seseorang yang memiliki gejala hidup pada dunianya

sendiri atau memiliki duniannya sendiri.

b. Hiperaktif

Hiperaktif/ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan

aktivitas motorik anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan

2.2.3.3 Klasifikasi Penyandang Disabilitas Mental

Klasifikasi Penyandang disabilitas mental dalam PDSKJI, 2011 (dalam

Yazfinedi, 2018) adalah sebagai berikut :

1. Fase Akut

Penyandang disabilitas mental pada fase akut ditandai dengan:

a. Gejala agitasi yang terlihat dari adanya kecemasan yang disertai

dengan kegelisahan motorik, peningkatan respons terhadap stimulus

internal atau eksternal, peningkatan aktivitas verbal atau motorik yang


29

tidak bertujuan. Agitasi juga bermanifestasi sebagai iritabilitas, tidak

kooperatif, ledakan kemarahan, sikap atau ancaman secara verbal,

destruktif dan penyerangan fisik.

b. Sensitivitas sosialnya menurun dan impulsifitasnya meningkat.

Tindakan ini dapat disebabkan oleh adanya waham atau halusinasi

yang berbentuk perintah yang menyuruh ODS melakukan tindakan

tertentu.

c. Perilaku agresif meningkat yakni sikap melawan secara verbal atau

kekerasan fisik yang ditujukan kepada benda atau orang lain. Risiko

perilaku agresif akan semakin meningkat dengan penyalahgunaan

alkohol, kepribadian antisosial, tidak mempunyai pekerjaan, dan

gangguan neurologi serta riwayat kekerasan sebelumnya.

Penyandang disabilitas mental pada fase akut harus segera

mendapatkan penanganan. Layanan dapat diberikan melalui Rumah Sakit

Jiwa atau Rumah Sakit Umum. Bentuk layanan yang diberikan adalah

pemberian psikofarmaka yang optimal, mengurangi stresor sosial dan

lingkungan, serta mengurangi stimulasi yang berlebihan.

2. Fase Stabilisasi

Penyandang disabilitas mental fase stabilitasi ditandai dengan:

a. Tidak mampu mengelola gejala kejiwaannya dengan baik.

b. Rentan terhadap pemicu kekambuhan (stresor).

c. Membutuhkan pemantauan dalam minum obat.


30

Pada fase ini diperlukan pengobatan optimal yang berkelanjutan,

edukasi pasien dan keluarga tentang gejala dan efek samping pengobatan,

dan mulai membantu pasien untuk kembali pada fungsi psikososialnya

yang optimal. Penyandang disabilitas mental pada fase ini dapat ditangani

secara khusus pada Rumah Antara untuk dapat dilatih dalam mengenali

gejala-gejala, cara mengelola gejala, melatihkan kemampuan merawat diri,

dan mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan.

3. Fase Pemeliharaan

Fase pemeliharaan ditandai dengan:

a. Mulai patuh dalam meminum obat.

b. Minim terhadap resiko kekambuhan atau stresor yang memicu

kekambuhan.

c. Siap mengikuti kegiatan rehabilitasi sosial dengan pemantauan

berkala dari psikiatrik dan perawat kesehatan jiwa.

Penyandang disabilitas yang berada pada fase pemeliharaan dapat

diberikan layanan melalui Panti Rehabilitasi Sosial dan berbasis

masyarakat untuk meningkatkan keberfungsian sosialnya.

Dalam penelitian ini, penyandang disabilitas yang dimaksud adalah

penyandang disabilitas mental yang telah mendapatakan perawatan medis dari

psikiater dan dalam fase stabilitas atau pemeliharaan. Sebagaimana syarat yang

ditetapkan balai untuk penyandang disabilitas mental yang dapat mengikuti

rehabilitasi sosial di BRSBKL DIY.

2.2.3.4 Permasalahan Penyandang Disabilitas Mental


31

Permasalahan yang dialami oleh penyandang disabilitas mental di

Indoensia (Yazfinedi, 2018) adalah sebagai berikut.

1. Permasalahan Pada Tingkat Keluarga PDM

a. Tekanan stigma tentang PDM pada anggota keluarga yang ada

b. Keterbatasan akses dan sumberdaya keluarga dalam memberikan

penanganan yang dibutuhkan oleh PDM

2. Permasalahan Pada Tingkat Masyarakat

Masalah pada tingkat masyarakata ditimbulkan dari adanya stigma

terhadap penyandang disabilitas mental. Stigma ini mempengaruhi pada

dua fase. Penyandang disabilitas pada fase ODMK memerlukan

pengobatan kepada psikolog maupun psikiater. Adanya stigma ini

menyebabkan ODMK enggan untuk berobat sehingga kondisi kesehatan

semakin memeburuk. Fase kedua adalah ketika PDM telah kembali dari

rehabilitasi social. PDM cenderung mendapatkan kesulitan berintegrasi

kembali dengan masyarakat. Karena stigma masyarakat yang buruk

terhadap PDM, masyarakat cenderung meminimalkan interaksi sosial

dengan PDM.

3. Permasalahan Pada Institusi Rehabilitasi Mitra Pemerintah

a. Standar pelayanan kebanyakan institusi rehabilitasi mitra pemerintah

masih dibawah standar yang layak.

b. Overcapacity dari fasilitas institusi rehabilitasi mitra pemerintah.

4. Permasalahan Pada Institusi Rehabilitasi Milik Pemerintah


32

a. Jumlah penyandang disabilitas mental yang melebihi kapasitas

pelayanan rehabilitasi pemerintah yang tersedia.

b. Minimnya fasilitas pelayanan kesehatan mental yang ada di Indonesia.

2.2.5 Pekerjaan Sosial dengan Penyandang Disabilitas Mental

2.2.4.1 Pengertian Pekerjaan Sosial

Charles Zastrow (2010) yang mengatakan bahwa “Social work is the

professional activity of helping individuals, groups, or communities to enhance or

restore their capacity for social functioning and to create societal conditions

favorable to their goals”. Pekerjaan Sosial adalah aktivitas profesional untuk

membantu individu, kelompok atau komunitas guna meningkatkan atau

memperbaiki kapasitasnya untuk berfungsi sosial dan menciptakan kondisi

masyarakat guna mencapai tujuan-tujuannya”.

Friedlander dan Apte dalam Sukoco (2011:6) mendefinisikan pekerjaan

sosial sebagai suatu pelayanan profesional, yang prakteknya didasarkan kepada

pengetahuan dan ketrampilan ilmiah tentang relasi manusia, sehingga dapat

membantu individu, kelompok, dan masyarakat mencapai kepuasan pribadi dan

sosial serta kebebasan.

Max Siporin (dalam Adi Fahrudin, 2012:61) mendefinisikan bahwa :

Pekerjaan sosial didefinisikan sebagai metode yang bersifat sosial dan


institusional untuk membantu seseorang mencegah dan memecahkan
masalah-masalah sosial yang mereka hadapi, untuk memulihkan dan
meningkatkan kemampuan menjalankan fungsi sosial mereka. Pekerjaan
sosial juga dapat dikatakan sebagai institusi sosial, profesi pelayanan
manusia serta seni praktik yang ilmiah dan teknis.
33

Berdasarkan pengertian diatas, dapat diketahui bahwa pengertian pekerjaan

sosial mengandung konsep :

1. Pekerjaan sosial merupakan kegiatan profesional yang prakteknya

berdasarkan kepada pengetahuan dan ketrampilan ilmiah yang teknis

tentang relasi manusia.

2. Sasaran kegiatan pekerjaan sosial adalah untuk membantu individu,

kelompok, maupun komunitas.

3. Tujuan pekerjaan sosial adalah agar mampu memperbaiki dan meningkatkan

kemampuan berfungsi sosialnya.

Dengan demikian profesi pekerja sosial dapat menangani permasalahan

yang ada pada penyandang disabilitas mental agar mereka dapat mengatasi

hambatan atau masalah dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya sehingga

dapat menjadi makhluk sosial yang berfungi secara sosial.

2.2.4.2 Tujuan Pekerjaan Sosial

Tujuan dari praktik pekerjaan sosial menurut NASW (dalam Adi Fahrudin

2012) adalah:

1. Meningkatkan kemampuan-kemampuan orang untuk memecahkan

masalah, mengatasi (copyng), perkembangan.

2. Menghubungkan orang dengan sistem-sistem yang memberikan kepada

mereka sumber-sumber, pelayanan-pelayanan, dan kesempatan-

kesempatan.
34

3. Memperbaiki keefektifan dan bekerjanya secara manusiawi dari sistem-

sistem yang menyediakan orang dengan sumber-sumber dan pelayanan-

pelayanan.

4. Mengembangkan dan memperbaiki kebijakan sosial.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa tujuan pekerjaan

sosial berkaitan dengan penyandang disabilitas mental adalah membantu

penyandang disabilitas mental untuk memecahkan masalah, menghubungkan

penyandang disabilitas mental dengan sumber pelayanan dan kesempatan,

memperbaiki keefektifan system yang berhubungan dengan penyandang

disabilitas mental serta memperbaiki dan mengembangkan kebijakan social

berkaitan dengan penyandang disabilitas mental.

2.2.4.3 Pekerjaan Sosial dengan Disabilitas Mental

Terdapat beberapa pengertian tentang pekerjaan social dengan disabilitas,

baik disabilitas secara umum maupun disabilitas mental secara khusus. Enung

Huripah (2014) menjelaskan bahwa :

Pekerjaan sosial dengan disabilitas memiliki tanggung jawab professional


terhadap penyandang disabilitas dari segala kekurangan yang dimilikinya,
menerima segala keterbatasan tersebut sebagaimana adanya, serta
mempunyai sikap memotivasi dirinya, mengerahkan dan mengarahkan apa
yang ada pada dirinya untuk menghadapi serta memecahkan masalah
kehidupan tersebut.

Sony Agustrian (2005) mendefinisikan pekerjaan sosial dengan disabilitas

mental sebagai berikut.

Pekerjaan sosial adalah profesi dengan misi sendiri, basis pengetahuan,


dan daftar keterampilan. Pekerjaan sosial klinis mengacu pada intervensi
secara langsung dengan PDM, secara individu, dalam keluarga, atau dalam
kelompok, dan mencakup semua bidang praktik kerja sosial. Pekerja sosial
di semua area menghadapi orang-orang yang terkena gangguan mental.
35

PDM yang terkena dampak termasuk mereka yang menderita gangguan


mental, teman dekat mereka, dan keluarga mereka.

Fungsi dan tugas pekerjaan sosial dengan kedisabilitasan menurut Enung

Huripah (2014), meliputi:

1. Membantu penyandang disabilitas meningkatkan dan menggunakan

kemampuannya secara lebih efektif dalam pelaksanaan tugas-tugas

kehidupan dan memecahkan masalah-masalah sosial yang dialaminya.

Tugas pertolongan dapat dilakukan mulai dengan mengidentifikasi dan

kontrak dengan penyandang disabilitas; memberikan motivasi, dorongan,

dan kesempatan mengutarakan kesulitas; membantu menemukan dan

memilih alternative pemecahan masalah; mengkonfrontasi terhadap

realitas yang dialami,; memberikan informasi tentang fakor yang dapat

mempengaruhi keseimbangan; mendorong dan memberi keterampilan

dalam mewujudkan kehidupan sesuai aspirasi mereka.

2. Mengkaitkan orang dengan kecacatan dalam berbagai sistem sumber.

Fungsi ini dicapai dengan pelaksanaan tugas pekerja social yaitu:

mengidentifikasi dan kontrak terhadap penyandang disabilitas yang tidak

dapat memanfaatkan sumber yang tersedia; memberikan informasi terkait

sumber, hak dan prosedur pemanfaatan; membantu mendapatkan rujukan

untuk memperoleh sumber yang tidak tersedia di lembaga pekerja social

bertugas; dan advokasi penyandang disabilitas yang kesulitan memperoleh

sumber.

3. Memberikan fasilitas interaksi, merubah dan menciptakan hubungan baru

dengan sistem-sistem sumber.


36

Pekeja social bertugas untuk: memberikan pelayanana konsultasi dan saran

tentang metoda pelayanan yang bervariasi bagi sistem sumber untuk

penyandang disabilitas; mengaitkan penyandang disabilitas dengan system

sumber agar dapat terkoordinasi bagi keluarga maupun individu; serta

bertindak sebagai penengah dalam memecahkan konflik antara sistem

sumber.

4. Mempermudah interaksi, merubah dan menciptakan hubungan diantara

orang dengan kecacatan di dalam lingkungan sistem sumber.

Fungsi ini dilakukan agar penyandang disabilitas mendapatkan dukungan

emosional dari keluarga dan lingkungan tempat tinggal. Tugas yang

dilakukan pekerja social adalah: menyalurkan informasi antar bagian

system; mewakili suatu sistem kepentingan pada suatu bagian yang kurang

memiliki kekuatan dan kepuasan dari pelaksanaan peranannya dalam

sistem tersebut; memberikan atau melatih keterampilan-keterampilan

kepada anggota sistem agar mereka mampu melaksanakan peranannya

secara memuaskan.

5. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan, dan perkembangan

kebijakan dan perundang-undangan sosial bagi penyandang disabilitas.

Tugas ini dapat dilakukan dengan: mengumpulkan dan menganalisis

informasi tentang permasalahan dan kondisi yang perlu dirubah melalui

perubahan kebijakan sosial terkait penyandang disabilitas serta

menginformasikan kepada pembuat kebijakan; mendorong badan social

untuk menyikapi permasalahan penyandang disabilitas; dan menyususn


37

pelayanan, program, atau konsep peraturan yang dibutuhkan penyandang

disabilitas.

6. Memeratakan atau menyalurkan sumber-sumber material.

Tugas pekerjaan social yang dapat dilaksanakan adalah dengan:

menentukan kebutuhan dan ketepatan sumber, dan penyandang disabilitas

yang memenuhi persyaratan dalam mendapatkan bantuan tersebut;

membentuk system sumber informal baru untuk penyandang disabilitas

tertentu; memberi pengetahuan dan keterampilan kepada system sumber;

mempersiapkan dan membantu penyandang disabilitas untuk

memanfaatkan sistem sumber secara lebih efektif, sekaligus memonitor

dan mensupervisi pemanfaatan sumber tersebut.

2.2.4.4 Peran Pekerja Sosial dengan Penyandang Disabilitas Mental

Charles Zastrow (dalam Adi Fahrudin 1994) menyebutkan terdapat 7

peran pekerja sosial yaitu enabler, broker, advocate, activist, social planner,

expert, dan educator :

1. Pemercepat Perubahan (Enabler)

Pekerja sosial berperan sebagai pemungkin dalam membantu

permasalahan individu atau kelompok. Kaitannya dengan penelitian ini

yaitu membantu perubahan pada PDM. Caranya dengan mengidentifikasi

kebutuhan, mengidentifikasi masalah, dan mengembangkan kapasitas yang

dimiliki.

2. Perantara (Broker)
38

Broker membantu menghubungkan individu atau kelompok yang

memerlukan bantuan namun tidak mengetahui cara memperoleh bantuan

tersebut. Broker dapat dikatakan sebagai mediator yang menghubungkan

satu pihak yang membutuhkan bantuan kepada pihak lain yang memiliki

sumber daya.

3. Pembela (Advokat)

Peran pembela yang dilakukan pekerja sosial merupakan peranan dalam

membela individu atau kelompok yang tidak mendapatkan hak dari suatu

lembaha. Dalam penelitian ini, peran pekerja sosial sebagai pembela

terhadap PDM yaitu menyampaikan tuntutan keluarga kepada aparat

pemerintah setempat yang seharusnya memberikan bantuan terhadap

pertolongan PDM namun malah tidak memperdulikan.

4. Aktivis (Activist)

Aktivis berperan dalam melakukan perubahan kepada kelompok rentan

untuk mendapatkan sumber daya atau kekuasaan. Aktivis menstimmulasi

kelompok untuk mengorganisir diri kelompok tersebut dan melakukan

tindakan melawan struktur kekuasaan yang ada.

5. Perencana Sosial (Social Planner)

Social planer yaitu mengumpulkan data tentang isu masalah,

menganalisisnya, kemudian mencari alternatif solusi untuk menangani

maslaha tersebut. Setelah rencana tindakan dirumuskan, social planner

kemudian mencari system sumber dan mengembangakn rencana tersebut

dalam kelompok yang memiliki kepentingan.


39

6. Ahli (Expert)

Peran ahli yaitu memberikan saran dan dukungan informasi dalam

berbagai area. Usulan dapat diberikan kepada pemangku kebjakan atau

organisasi serta masyarakat.

7. Pendidik (Educator)

Dalam penelitian ini, peneliti dapat ikut mengedukasi dalam sosialisasi

resosialisasi maupun usulan program kepada sasaran. Tujuannya agar

sasaran dan pelaksana program dapat memahami manfaat dari program

tersebut dan dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan program yang

diusulkan peneliti.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif. Metode ini digunakan untuk mengungkap secara mendalam dan

deskriptif terhadap efektivitas resosialisasi terhadapap activity daily living (ADL)

penyandang disabilitas mental (PDM) di BRSBKL DIY. Sebagaimana menurut

Moleong (2011: 6):

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami


fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll; secara holistic, dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah
dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan dasar bahwa informasi

yang digali berkaitan dengan penghayatan, pengalaman, pemahaman dan

pemberian arti dari informan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran yang sebenarnya tentang efektivitas resosialisasi terhadap ADL PDM di

BRSBKL DIY secara lengkap, mendalam, dan bermakna tentang orang atau

pelaku yang diamati sebagai sasaran penelitian.

3.2 Penjelasan Istilah

Penjelasan istilah merupakan penjelasan dari konsep penelitian yang

dibuat sebagai bahan acuan untuk memperoleh gambaran umum di lapangan

mengenai konsep tersebut. Hal ini bertujuan agar tidak mengalami

kesalahpahaman terhadap istilah-isitlah yang digunakan dalam penelitian ini.

Penjelasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

40
41

1. Efektivitas dalam penelitian ini merupakan ketercapaian tujuan dan proses

dari resosialisasi yang dilihat dari aspek ketepatan sasaran, sosialisasi,

pencapaian tujuan, dan pemantauan terhadap activity daily living

penyandang disabilitas mental di BRSBKL DIY

2. Resosialisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses

infentarisasi data, perrsiapan PDM, keluarga dan masyarakat, uji coba

pemulangan PDM dan reunifikasi di BRSBKL DIY.

3. Activity daily living dalam penelitian ini adalah keterampilan dasar dalam

kehidupan sehari-hari untuk merawat dirinya yang dikerjakan tanpa

bantuan orang lain sebagai pemenuhan kebutuhan hidup setiap hari,

meliputi berpakaian, makan dan minum, toileting, mandi, berhias, bekerja,

dan mengisi waktu luang.

4. Penyandang disabilitas mental adalah PDM di BRSBKL yang telah

menerima rehabilitasi sosial dan telah dinyatakan layak resosialisasi atau

penyandang disabilitas mental yang kembali mendapatkan rehabilitasi

sosial di BRSBKL DIY.

5. Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras berada di provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta terbagi menjadi dua unit, yaitu unit 1 Bina Karya

dan unit 2 Bina Laras. Dalam penelitian ini, BRSBKL yang dimaksud

sebagai lokasi penelitian adalah unit 2 Bina Laras.

3.3 Penjelasan Latar Penelitian

Penelitian menggunakan deskripsi latar terbuka dan latar tertutup seperti

dijelaskan Lofland and Lofland dalam Moleong (2011:137) bahwa:


42

Latar terbuka terdapat di lapangan umum seperti tempat berpidato, orang


berkumpul ditaman, toko, bioskop, dan ruang tunggu rumah sakit. Pada latar
demikian peneliti barangkali hanya akan mengandalkan pengamatan dan
kurang sekali mengadakan wawancara. Hal itu membawa peneliti untuk
memperhitungkan latar tersebut sehingga strategi pengumpulan datanya
menjadi efektif. Dalam hal ini, hubungan peneliti dengan subjek kurang
mesra. Sebaliknya, pada latar tertutup hubungan peneliti perlu akrab dengan
karena latar demikian bercirikan orang-orang sebagai subjek yang perlu
diamati secara teliti dan wawancara secara mendalam. Dengan sendirinya
strategi berperan-sertanya peneliti dalam latar tertutup demikian sangat
diperlukan.

Latar terbuka dalam penelitian ini adalah lingkungan Balai Rehabilitasi Sosial

Bina Karya dan Laras DIY Unit 2 serta lingkungan rumah PDM, untuk melihat

subjek penelitian ketika melakukan resosialisasi terhadap Activity Daily Living

dengan observasi dan studi dokumentasi. Sementara latar tertutup dilakukan

dengan wawancara dan observasi parsitipatif terhadap pekerja sosial, pramubakti

serta penyandang disabilitas mental, dan keluarga yang menjadi informan dalam

penelitian ini.

3.4 Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2011:157). Sumber data

utama penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Sumber data yang

digunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder.

3.4.1 Sumber Data Primer

Sumber data primer diperoleh langsung oleh peneliti dari lapangan.

Sumber data yang didapatkan melalui wawancara mendalam atau observasi

seperti melihat, mengamati, dan merasakan informan dalam melakukan proses

resosialisasi, sehingga peneliti memperoleh suatu informasi yang diperlukan.


43

Sumber tersebut dicatat tertulis atau direkam dengan video atau audio dan

pengambilan foto.

3.4.2 Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh

secara tidak langsung dari responden. Sumber data sekunder diperoleh dari

dokumen, buku, maupun literatur yang berkaitan dengan efektivitas resosialisasi

terhadap activity daily living penyandang disabilitas mental di BRSBKL DIY.

Seperti profil BRSBKL maupun penelitian-penelitian terdahulu.

3.5 Cara Menentukan Sumber Data

Teknik penentuan informan yang digunakan adalah purposive. Menurut

Sugiyono (2010:216) dilakukan secara Purposive, yaitu dipilih dengan

pertimbangan dan tujuan tertentu. Penggunan teknik ini bertujuan untuk menggali

informasi dari orang-orang yang penuliti anggap sesuai dengan pertimbangan

tertentu. Informan dari penelitian ini adalah pekerja sosial, serta penyandang

disabilitas mental yang telah diresosialisasi dari BRSBKL DIY. Cara menentukan

informan menggunakan kriteria-kriteria sebagai berikut :

1. Penyandang disabilitas mental yang menjadi penyandang disabilitas mental di

BRSBKL DIY yang telah diresosialisasi ke keluarga dan masyarakat, dapat

diajak berkomunikasi dan berada di wilayah DIY atau Magelang.

2. Pekerja sosial yang telah bekerja di BRSBKL selama minimal 6 bulan dan

mengobservasi penyandang disabilitas mental.

3. Keluarga yang tinggal bersama PDM dan merawat PDM saat kembali ke

keluarga dan masyarakat.


44

4. Masyarakat yang sering berinteraksi dengan PDM dan mengetahui

perkembangan PDM.

3.6 Tenik Pengumpulan Data

3.6.1 Wawancara mendalam (In-depth interview)

Teknik ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan tentang

permasalahan penelitian secara langsung dari peneliti kepada informan.

Wawancara mendalam ini dilakukan kepada masing-masing informan (pekerja

sosial, pramu bakli, penyandang disabilitas mental, dan keluarga) berdasarkan

pedoman wawancara yang telah disusun.

3.6.2 Observasi Non Partisipatif

Peneliti menggunakan teknik observasi non partisipatif. Observasi

dilakukan dengan mengikuti proses pelaksanaan resosialisasi oleh pekerja sosial.

Tahapan resosialisasi yang diikuti peneliti adalah proses infentarisasi data, serta

persiapan keluarga dan masyarakat. Peneliti juga mengobservasi kegiatan sehari-

hari yang dilakukan oleh PDM dan keluarganya. Peneliti melakukan visit ke

rumah PDM yang menjadi informan penelitian. Pengamatan dilakukan ketika

PDM melakukan kegiatan sehari-hari (ADL) termasuk penampilan PDM.

Penampilan PDM menunjukkan kemampuan perawatan PDM sehari-hari.

3.6.3 Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilaksanakan peneliti melalui pengumpulan data

dengan memperlajari data-data yang ada seperti buku, laporan ilmiah, serta

dokumen tentang PDM yang telah diresosialisasi pada tahun 2020-2021. Daftar

PDM yang telah diresosialisasi ini menjadi acuan peneliti dalam menentukan
45

informan PDM dan keluarga. Pemilihan informan dibatasi pada wilayah DIY dan

Magelang.

3.7 Pemeriksaan Kebsahan Data

3.7.1 Uji Credibility (Kepercayaan)

Uji Kredibilitas (derajat kepercayaan) digunakan untuk membuktikan

bahwa temuan-temuan penelitian dapat dipercaya atau dapat dipertimbangkan. Uji

kredibilitas dalam penelitian ini menggunakan triangulasi. Menurut Susan

Stainback dalam Sugiyono (2010:241), tujuan dari triangulasi bukan untuk

mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan

pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan.

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah

diperoleh melalui beberapa sumber yang berbeda. Dilakukan dengan

membandingkan jawaban dari pekerja sosial dan keluarga, atau dengan

masyarakat.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang

sama dengan teknik yang berbeda. Peneliti memperoleh data dengan

wawancara lalu mengecek data tersebut dengan observasi.

3. Triangulasi Waktu

Pengujian kredibilitas data dengan triangulasi waktu dilakukan dengan cara

melakukan pengecekan dengan wawancara dan observasi dalam waktu yang


46

berbeda. Peneliti menanyakan beberapa pertanyaan yang sama setiap pekerja

sosial melakukan proses persiapan resosialisasi.

3.7.2 Uji Transferability (Keteralihan)

Pengujian Transferability ini dilakukan oleh peneliti dengan membuat

laporan yang memberikan uraian secara rinci, jelas, sistematis dan dapat

dipercaya. Jika pembaca memperoleh gambaran yang jelas tentang efektivitas

resosialisasi terhadap Activity Daily Living penyandang disabilitas mental di

BRSBKL DIY, maka laporan penelitian dikatakan memenuhi standar

transferabilitas.

3.7.3 Uji Depenability (Ketergantungan)

Uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan

proses penelitian. Audit dilakukan pembimbing untuk mengaudit seluruh aktivitas

peneliti dalam melakukan penelitian mengenai efektivitas resosialisasi terhadap

Activity Daily Living penyandang disabilitas mental di BRSBK DIY.

3.7.4 Uji Konfirmability (Kepastian)

Uji konfirmabilitas merupakan pengujian objektif atas hasil penelitian.

Hasil penelitian dikatakan objektif setelah disetujui banyak orang. Uji kepastian

dilakukan bersamaan dengan uji dependability.

3.8 Teknik Analisis Data

Lexy J. Moleong (2011:127) menjelaskan bahwa analisis data pada

penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di

lapangan dan setelah di lapangan. Teknik analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:


47

3.8.1 Sebelum di Lapangan

Pada tahap sebelum di lapangan, analisis data dilakukan terhadap data

sekunder hasil studi dari literatur yang berkaitan dengan penelitian, sehingga data

yang diperoleh dapat memperjelas fokus penelitian. Peneliti mengumpulkan

informasi awal dan referensi yang berkaitan dengan judul yaitu efektivitas

resosialisasi terhadap Activity Daily Living penyandang disabilitas mental di

BRSBKL DIY.

3.8.2 Selama dan Setelah di Lapangan

Selama di lapangan peneliti melakukan penumpulan data mengenai

efektivitas sresosialisasi terhadap Activity Daily Living penyandang disabilitas

mental di BRSBKL DIY dan menganalisis data baik dari hasil wawancara

maupun hasil observasi. Tahapan analisis data dilakukan setelah di lapangan

adalah sebagai berikut:

3.8.2.1 Mereduksi Data (data reduction)

Reduksi data dilakukan peneliti menggunakan data yang diperoleh di

lapangan dengan merangkum, memilih hal-hal pokok, dan memfokuskan pada

hal-hal penting mencari tema dan polanya atau yang disebut dengan kategorisasi

data. Kategorisasi ini dilihat dari aspek-aspek efektivitas yang meliputi ketepatan

sasaran, sosialisasi, pencapaian tujuan, dan pemantauan. Reduksi data dilakukan

menggunakan transkrip hasil wawancara sehingga memudahkan peneliti dalam

kategorisasi. Data yang telah direduksi memberikan gambaran yang jelas dan

mempermudah peneliti pada tahap selanjutnya.

3.8.2.2 Menyajikan Data (data display)


48

Dalam penyajian data, data disajikan dalam bentuk narasi, bagan, grafik,

tabel, gambar, dan sejenisnya. Menyajikan data memudahkan peneliti dalam

memahami apa saja yang diperoleh dari lapangan. Sehingga, peneliti dapat

menggambarkan jawaban atas masalah penelitian yang diajukan, yaitu bagaimana

efektivitas resosialisasi terhadap Activity Daily Living PDM di BRSBKL DIY.

3.8.2.3 Penarikan Kesimpulan (conclusion drawing)

Penarikan kesimpulan dilakukan setelah penyajian data. Kesimpulan adalah

jawaban dari pertanyaan penelitian. Temuan hasil penelitian ini kemudian

digunakan sebagai dasar penyusunan solusi pemecahan masalah.

3.9 Jadwal Penelitan

Penelitian dilakukan disesuaikan dengan kondisi dan latar penelitian. Secara

garis besar, penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Penjajakan latar penelitian

2. Studi literatur

3. Pengajuan judul penelitian

4. Penyusunan proposal dan seminar proposal

5. Bimbingan dan penyusunan

6. Menyususn instrument penelitian

7. Proses pengumpulan data lapangan

8. Analisis data yang diperoleh dari hasil penelitian

9. Bimbingan dan penulisan laporan penelitian

10. Ujian sidang KIA

11. Pengesahan hasil penelitian


49

Adapun jadwal penelitian dibuat untuk menjadi target dan panduan

peneliti dalam penyususnan penelitian ini. berikut jadwal penelitian yang

direncanakan.

Tahun 2020 Tahun 2021


No. Kegiatan (bulan) (bulan)
Juli Agst Sept Des Jan Mei Juni Juli Agst
1 Penjajakan latar
penelitian
2 Studi literatur
3 Pengajuan judul
penelitian
4 Penyusunan
proposal dan
seminar proposal
5 Bimbingan dan
perbaikan
6 Menyususn
instrumen
penelitian
7 Proses
pengumpulan data
lapangan
8 Analisis data
yang diperoleh
dari hasil
penelitian
9 Bimbingan dan
penulisan laporan
penelitian
10 Ujian sidang
skripsi
11 Pengesahan hasil
penelitian
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

4.1.1 Profil Lembaga

Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (BRSBKL) merupakan

unit pelaksana teknis dari Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jenis

PPKS yang ditangani adalah gelandangan, pengemis, dan penyandang disabilitas

mental (PDM). Unit 1 Bina Karya menangani gelandangan dan pengemis

sementara penyandang disabilitas mental ditangani di Unit 2 Bina Laras.

BRSBKL berlokasi di 2 tempat. Unit 1 Bina Karya terletak di jalan Sidomulyo TR

IV /369, Desa Bener, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Unit 2 Bina Laras

terletak di Dusun Karangmojo, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan,

Kabupaten Sleman.

BRSBKL memiliki visi untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi

penyandang disabilitas mental (PDM) sebagai sumber daya yang produktif. Misi

dari BRSBKL yaitu :

1. Meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup gelandangan,

pengemis, maupun penyandang disabilitas mental sebagai warga masyarakat

yang memiliki hak dan kewajiban yang sama.

2. Memiliki kemauan dan kemampuan gelandangan, pengemis, maupun

penyandang disabilitas mental sebagai sumber daya yang produktif.

50
51

3. Mengembangkan prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam penanganan

gelandangan, pengemis, maupun penyandang disabilitas mental sebagai

upaya memperkecil kesenjangan sosial

Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras Yogyakarta mempunyai

tugas sebagai pelaksana teknis dalam pelayanan, perlindungan, rehabilitasi sosial

bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial gelandangan, pengemis, maupun

penyandang disabilitas mental. Fungsi dari BRSBKL adalah :

1. Penyusunan program kerja balai;

2. Penyusunan pedoman teknis perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi

gelandangan, pengemis, dan penyandang disabilitas mental;

3. Penyebarluasan informasi dan sosialisasi pelayanan, rehabilitasi gelandangan,

pengemis, dan penyandang disabilitas mental;

4. Pelaksanaan identifikasi dan pemetaan pelayanan masalah kesejahteraan

sosial gelandangan, pengemis, dan penyandang disabilitas mental;

5. Penyelenggaraan pelayanan perlindungan dan rehabilitasi sosial gelandangan,

pengemis, dan penyandang disabilitas mental;

6. Penyelenggaraan pengembangan kapasitas dan mutu pelayanan, perlindungan

dan rehabilitasi sosial bagi dan penyandang disabilitas mental;

7. Pengembangan jejaring dan penyelenggaraan rujukan bagi penyandang

masalah kesejahteraan sosial gelandangan, pengemis dan dan penyandang

disabilitas mental;

8. Pelaksanaan peningkatan peran serta masyarakat dalam penanganan

gelandangan, pengemis, dan penyandang disabilitas mental;


52

9. Fasilitasi penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial untuk pelayanan,

perlindungan dan jaminan sosial bagi gelandangan, pengemis, dan

penyandang disabilitas mental;

10. Pelaksanaan ketatausahaan;

11. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan program balai; dan

12. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas dan

fungsinya.

Sumber daya manusia di BRSBKL tahun 2021 tercantum pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jumlah pegawai di BRSBKL adalah 98 orang.

Jumlah pekerja sosial di Unit 2 Bina Laras adalah lima orang. Kondisi SDM di

BRSBKL DIY tahun 2021 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Kondisi Sumber Daya Manusia di BRSBKL tahun 2021


Jabatan Jumlah
Pegawai Negeri Sipil 22
Eselon III 1
Eselon IV 3
Jabatan Fungungsional Pekerja Sosial 6
Jabatan Fungungsional Pekerja Sosial 5
Jabatan Fungungsional Umum 18
Staff TU/Koordinator lapangan 1
Staf Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial 1
Tenaga Bantu 20
Tenaga Pendukung Pelayanan
Pramusosial 7
Juru Masak 4
Cleaning service 10
Petugas Keamanan 19
Sumber : hasil observasi dan wawancara dengan pekerja sosial tahun 2021

BRSBKL dipimpin oleh kepala balai dan dibantu oleh 3 sub bagian,

diantaranya Sub Bagian Tata Usaha, Sub Bagian Fungsional, dan Sub Bagian
53

Pelayanan dan Rehabilitasi (PRS). Sub Bagian Fungsional terdiri dari pekerja

sosial dan perawat yang masing-masing memiliki koordinator. Sub Bagian

Pelayanan dan Rehabilitasi terbagi menjadi unit Bina Karya dan unit Bina Laras

yang masing-masing dipimpin oleh seorang kepala. Meskipun BRSBKL berada di

2 lokasi dan sasaran yang berbeda, BRSBKL tetap dalam satu struktur

kepemimpiman yaitu kepala balai BRSBKL.

Bagan 4.1 Struktur Organisasi di BRSBKL DIY

4.1.2 Dasar Hukum Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial

Pelaksanaan rehabilitasi sosial di BRSBKL DIY didasarkan apda

peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

1. Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

2. Undang-undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

3. Peraturan Menteri Sosial Nomor 16 tahun 2019 tentang Standar Nasional

Rehabilitasi Sosial
54

4. Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 tahun 2014 tentang

Penanganan Gelandangan dan Pengemis

5. Peraturan Gubernur DIY No 36 Tahun 2017 tentang Standar Operasional

Prosedur Penanganan Gelandangan dan Pengemis

6. Peraturan Gubernur DIY Nomor 16 tahun 2020 tentang Perubahan atas

Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 90 Tahun 2018

Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja

Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial

4.1.3 Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial

4.1.2.1 Prosedur Pelayanan Rehabilitasi Sosial

Sasaran pelayanan di BRSBKL adalah gelandangan, pengemis,

penyandang disabilitas mental, serta keluarga dan masyarakat. Rehabilitasi sosial

di unit 2 Bina Laras adalah Penyandang Disabilitas Mental (PDM) dengan jumlah

250 orang. Program pelayanan rehabilitasi sosial (waktu 6-12 bulan) dan

program pelayanan perlindungan dan jaminan sosial (sampai ditemukan

keluarganya). Persyaratan penerima manfaat di Unit 2 Bina Laras adalah sebagai

berikut.

1. Pria/wanita usia 17 s.d 59 tahun

2. Pasca rawat inap RSJ.

3. Rujukan dari kades/lurah (calon dari masyarakat).

4. Rujukan dari dinas sosial kab/kota (terlantar).

5. Rujukan dari camp asesmen Dinas Sosial DIY.

6. Tidak terpapar Covid (rapid antigen hasil negativ).


55

7. Penyataan persetujuan keluarga/penanggung jawab.

8. Ada penanggung jawab.

9. Menyerahkan surat permohonan dan formulir kelengkapnya.

10. Tidak dipungut biaya/gratis.

Alur pelayanan rehabilitasi sosial dan perlindungan sosial di BRSBKL

dilakukan sesuai dengan proses pertolongan pekerjaan sosial. Mulai dari

pendekatan awal hingga terminasi dan monitoring. Skema pelayanan yang

digambarkan pada bagan 4.2 meliputi :

1. Tahap pendekatan awal meliputi orientasi, konsultasi dan koordinasi,

identifikasi, motivasi dan seleksi

2. Tahap penerimaan, registrasi, dan pengasramaan

3. Assesmen

4. Tahap penyusunan rencana intervensi.

5. Tahap pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial (proses intervensi)

6. Tahap reunifikasi/resosialisasi

7. Tahap reintegrasi

8. Tahap terminasi

9. Pembinaan dan bimbingan lanjut (monitoring dan evaluasi)


56

Bagan 4.2 Alur pelayanan di BRSBKL DIY

4.1.2.2 Pelayanan Rehabilitasi Sosial

Bagan 4.2 menggambarkan pelayanan rehabilitasi sosial yang didapatkan

oleh penyandang disabilitas mental di BRSBKL unit 2 Bina Laras adalah sebagai

berikut.

1. Pemenuhan kebutuhan dasar

Kebutuhan dasar meliputi sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan

sandang dipenuhi dengan memberikan pakaian luar sekaligus pakaian dalam

kepada masing-masing penerima manfaat. Penerima manfaat mendapatkan

makanan sehari 3x dengan prasmanan. Penerima manfaat mendapat asrama untuk


57

tempat tinggal. Kebutuhan bersih-bersih seperti sabun mandi dan sampo juga

diberikan kepada penerima manfaat.

2. Bimbingan fisik, mental dan sosial

Bimbingan fisik diberikan kepada penerima manfaat melalui senam pagi,

olahraga, perawatan kesehatan. Bimbingan kesehatan diberikan dengan melatih

gososk gigi dan menggunting kuku. Bimbingan mental diberikan melalui

bimbingan agama, bimbingan psikososial, dan bimbingan konseling. Bimbingan

sosial yaitu pengajaran budi pekerti dan sharing dengan klien terutama sebelum

kembali ke keluarga.

3. Rehabilitasi Psikososial

Rehabilitasi psikososial diberikan bertujuan untuk pengubahan perilaku

klien, kestabilan emosi, meningkatkan pola pikir, spiritual agama, ketahanan dan

keterampilan hidup. Rehabilitasi ini dilakukan dengan therapeutic community

(TC) dan terapi religious. TC dilakukan dengan penekanan pada kebiasaan hidup

sehari-hari (ADL), seperti pekerjaan rumah, memasak, mengurus halaman, dan

eterampilan kerja.

4. Bimbingan keterampilan kerja

Penerima manfaat di BRSBKL dapat memilih satu diantara beberapa

keterampilan kerja yang disediakan. Diantaranya keterampilan pertanian,

membatik Jumpulan dan Sibori, pertukangan batu kayu dan las, pertanian, oalahan

pangan, membuat telor asin, membuat sabun dan keset, serta keterampilan pijat

dasar. Keterampilan ini diikuti penerima manfaat sesuai minat dan bakatnya.

Adapun Uji Coba Training (UJT) yaitu magang kerja di dalam atau di luar
58

BRSBKL untuk mengasah kemampuan kerja penerima manfaat serta

menghasilkan pendapatan.

5. Pendampingan pekerja sosial

Pekerja sosial bertugas untuk memperhatikan perkembangan setiap

individu selama mendapatkan rehabilitasi sosial. Perkembangan terutama dilihat

dari kemampuan perawatan diri, kepatuhan dalam mengikuti setiap kegiatan di

BRSBKL, kestabilan emosi dan kemampuan komunikasi. Dari hasil observasi

pekerja sosial ini pula dapat dihasilkan intervensi apakah penerima manfaat sudah

layak untuk diresosialisasi.

6. Konsultasi psikologi

Setiap 3 kali dalam 1 minggu dengan durasi 2-3 jam, terdapat psikolog

yang akan datang ke BRSBKL. Psikolog memberikan materi yang berkaitan

dengan emosi, seperti macam-macam emosi dan manajemen emosi. Psikolog juga

menyediakan layanan konsultasi. Penerima manfaat dapat mengkonsultasikan

masalah pribadi kepada psikolog apabila diperlukan.

7. Bimbingan Kesenian Orgen Tunggal

Terapi rekreasi dilakukan melalui menyanyi dan menari. Setiap pagi,

penerima manfaat bernyanyi bersama setelah senam bersama. Adapun organ

tunggal yang disediakan untuk menghibur para penerima manfaat.

8. Rekreasi/Outing

Selain itu, terdapat kegiatan rekreasi/outing berupa outbond atau piknik.

Sebelum Covid-19, para penerima manfaat bersama pegawai di Unit 2 Bin Laras
59

melakukan rekreasi ke pantai dan museum. Selama pandemic ini, kegiatan

rekreasi dilakukan dengan outbond di lingkungan Bina Laras.

9. Pelayanan pendampingan obat

Setiap penerima manfaat wajib meminum obat yang telah diresepkan oleh

psikiater. Perawat di Bina Laras memastikan obat diminum dengan benar sesuai

takaran dan sesuai jadwal. Hal ini karena PDM dapat mengalami kekambuhan

apabila tidak meminum obat, seperti halusinasi, susah tidur, dan emosi yang tidak

stabil.

4.1.4 Pendanaan

Sumber pendanaan di BRSBKL berasal dari Anggaran Pengeluaran dan

Belanja Daerah (APBD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Dokumen

Penerima Anggaran (DPA) BRSBKL sebagaimana pasal 49 ayat 2 Permensos No

16 tahun 2019 tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial.

4.1.5 Sarana dan Prasarana

Berikut adalah sarana dan pasarana yang dimiliki oleh BRSBKL unit 2

Bina Laras.

1. Komputer

2. ATK

3. Peralatan Kantor

4. Ruang Kantor

a. Ruang pimpinan

b. Ruang pekerja sosial

c. Ruang seksi rehabilitasi Bina Laras


60

d. Ruang Sub Bagian Tata Usaha

5. Ruang Rehabilitasi dan Pelayanan

a. Ruang Poliklinik

b. Ruang aula

c. Ruang rapat

d. Ruang konseling

e. Ruang makan

f. Mushola

6. Ruang asrama

a. Asrama/wisma (4 asrama)

b. Asrama tanpa kamar

c. Ruang dapur

d. Rumah dinas

e. Kamar mandi

7. Pos keamanan dan ruang jaga

8. Halaman/lapangan

9. Alat transportasi

a. Mobil dinas

b. Ambulance

c. Motor

d. Motor tossa

e. Mobil elv/mini bus

4.1.6 Jaringan Kerja


61

BRSBKL Unit 2 Bina Laras dalam melakukan pelayanan rehabilitasi dan

perlindungan sosial bekerja sama dengan berbagai pihak di berbagai sektor,

diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Instansi Pemerintah dan swasta terkait

2. Dinas Kesehatan

3. Puskesmas, RS Jiwa Ghrasia, Bapeljamkesos, RSUD Sleman, RSA, RS

Hermina, RS JIH, RSUP Dr. Sarjito, dll

4. Bapeljamkessos DIY

5. Kepolisisan (Babinkamtibmas)

6. TNI (Koramil/Babinsa)

7. UPTD Lingkungan Dinsos DIY

8. Dinsos Kab/ Kota DIY

9. LK3

10. Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta

11. Masyarakat, Orsos, Dunia usaha

12. Relawan, TKSK, Pensosmas, PSM, kader jiwa

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan di BRSBKL Unit 2 Bina Laras, Daerah Iistimewa

Yogyakarta. Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melengkapi administrasi

izin penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan dari kedua dosen pembimbing

untuk pengumpulan data ke lapangan, peneliti mengajukan surat izin penelitian ke

lembaga Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung. Surat tersebut

kemudian diajukan ke Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk


62

mendapatkan rekomendasi. Surat rekomendasi kemudian diteruskan ke BRSBKL

untuk ditesujui oleh kepala balai.

Berdasarkan araan dari ketua BRSBKL, peneliti diizinkan bertemu Pekerja

Sosial sesuai kebutuhan penelitian dengan melakukan protokol kesehatan. Peneliti

tidak diizinkan bertemu dengan penerima manfaat di BRSBKL secara langsung.

Peneliti bertemu koordinator pekerja sosial dan para pekerja sosial di Unit 2 Bina

Laras dan menjelaskan penelitian yang akan dilakukan. Peneliti juga menyerahkan

pedoman observasi dan studi dokumentasi sebagai acuan peneliti dan disesuaikan

dengan jadwal kegiatan di Bina Laras. Hasil penelitian efektivitas resosialisasi

terhadap activity daily living penyandang disabilitas mental di BRSBKL DIY

adalah sebagai berikut :

4.2.1 Karakteristik informan

Informan merupakan sumber data utama dalam penelitian kualitatif.

Informan dalam penelitian ini berjumlah 9 (sembilan) orang. Terdiri dari 3 (tiga)

pekerja sosial, 3 (tiga) peyandang disabilitas mental yang telah diresosialisasi

serta 3 (tiga) pendamping penyandang disabilitas mental yaitu keluarga dan Ketua

Dukuh. Wawancara kepada pekerja sosial dilakukan di BRSBKL Unit 2 Bina

Laras, sedangkan wawancara kepada PDM, keluarga dan masyarakat dilakukan di

kediaman masing-masing PDM yang berada di wilayah DIY dan Magelang.

Wawancara kepada PDM dilakukan bersamaan dengan wawancara terhadap

keluarga dan masyarakat yang ikut mendampingi PDM. Berikut adalah

penjabaran informan dalam penelitian ini.


63

Matriks 4.1 Karakteristik Informan

Usia Jenis
No Nama Keterangan
(Tahun) Kelamin
1. EK 27 L Pekerja Sosial
2. ST 52 L Pekerja Sosial
3. SHP 49 L Pekerja Sosial
4. S 45 P Penyandang Disabilitas Mental
5. JM 43 L Penyandang Disabilitas Mental
6. SU 52 L Penyandang Disabilitas Mental
7. W 56 L Kakak ipar PDM S
8. IS 40 P Keponakan PDM IS
9. H 43 L Ketua Dukuh PDM SU
Sumber : Hasil penelitian di BRSBKL Unit 2 Bina Laras, Tahun 2021

1. Informan EK

Informan EK menjabat sebagai pekerja sosial non-PNS. Informan

bertanggungjawab terhadap pengelolaan data penyandang disabilitas mental.

Informan juga bertugas di lapangan untuk bertemu dengan masyarakat dan

keluarga. Informan EK merupakan pekerja sosial terlama dari empat pekerja

sosial yang telah bekerja di BRSBKL unit 2 Bina Laras yaitu sejak Juni 2017.

2. Informan ST

Informan ST merupakan koordinator pekerja sosial di BRSBKL sejak Juni

2020. Informan lebih banyak bertugas sebagai manager kasus yang mengkoordinir

pekerja sosial dalam melakukan pelayanan. Sebelum ke BRSBKL, informan

merupakan pekerja sosial yang menangani anak dan remaja. Beliau juga

merupakan warga asli DIY dengan jabatan PNS.

3. Informan SHP

Informan SHP merupakan pekerja sosial PNS yang bekerja di BRSBKL

DIY sejak November 2020. Sebelum di BRSBKL, informan merupakan pekerja


64

sosial yang menangani anak berhadapan dengan hukum dan anak korban

penyalahgunaan NAPZA. Informan SHP dikenal karena dapat memberikan

hipnoterapi. Penyandang disabilitas mental yang memiliki trauma dan pobia

mendapatkan terapi hypnosis yang dilakukan dalam beberapa sesi hipnotis.

4. Informan S

Informan S tinggal bersama kakak, kakak ipar (W), serta tiga keponakan di

Magelang, Jawa Tengah. S memiliki suami dan seorang anak laki-laki. Anak dan

suami S juga sebagai penyandang disabilitas mental, saat ini tinggal di Tangerang.

Menurut kakak S, S mengalami kedisabilitasan mental karena tidak dapat

menerima kondisi kedisabilitasan anaknya, sehingga menyebabkan S depresi dan

pergi dari rumah tanpa pamit. Keluarga S menemukan keberadaan S saat sudah

direhabilitasi di BRSBKL DIY tahun 2017 lalu. S kembali ke keluarga pada 2

Desember 2020. Ketika peneliti datang ke rumah informan, S banyak berjalan dan

meninggalkan tempat wawancara.

5. Informan JM

Sejak kecil, informan JM diasuh oleh kakek dan nenek dari IS. Kakek dan

nenek angkatnya ini sudah lama meninggal. JM kemudian diasuh oleh ayah dan

ibu dari IS. Setelah ayah dan ibu dari IS meninggal, JM tinggal bersama keluarga

IS, yaitu suami IS dan ketiga anak IS. Ibu kandung JM tinggal di kecamatan yang

berbeda di DIY. JM beberapa kali menemui ibu kandung JM namun tidak untuk

tinggal bersama. JM belum menikah dan tidak memiliki anak. JM diresosialisasi

langsung ke alamat IS di Kotagede, pada 27 Mei 2021. Informan JM didampingi

dengan ibu IS melakukan wawancara bersama peneliti.


65

6. Informan SU

Informan SU merupakan seorang suami dengan satu orang anak. Namun,

istri dan anak SU tidak tinggal bersama dengan SU. Setiap satu minggu sekali,

istri SU akan datang untuk menyiapkan kebutuhan pokok selama satu minggu. SU

tinggal bersama ibu dan bapaknya yang sudah lansia di Godean, Kabupten

Sleman, DIY. SU kembali dari BRSBKL pada 8 April 2021. Orangtua SU

memiliki pendengaran yang sudah menurun. Keduanya sudah tidak bekerja. SU

diberikan pekerjaan oleh tetangga sekitar sebagai pengrajin besek. SU akan

diberikan bambu yang siap untuk dianyam. Hasil anyamannya akan dibeli dengan

harga Rp.3000,- per buah. SU bersekolah hingga SMA.

7. Informan W

Informan W merupakan kakak ipar dari PDM S. W bekerja sebagai penjual mie

ayam. W sudah tinggal bersama PDM IS sejak menikah dengan kakak PDM IS.

W memiliki tiga orang anak yang juga tinggal bersama W dan PDM S.

8. Informan IS

IS merupakan keponakan dari PDM JM. IS dan JM tidak memiliki

hubungan darah. IS merawat PDM JM karena JM dahulu dirawat oleh kakek dan

nenek IS yang sudah meninggal. IS memiliki tiga orang anak yang juga tinggal

bersama IS dan PDM JM.

9. Informan H

Informan H merupakan ketua dukuh yang ditinggali PDM SU. H

memahami kondisi PDM SU karena sering berkunjung ke rumah PDM SU. H


66

menjadi pendamping PDM SU apabila terdapat urusan yang memerlukan

pendampingan bagi SU. Jarak rumah H dengan PDM SU sekitar 300 m.

4.2.2 Sasaran Resosialisasi

Efektivitas dari aspek sosialisasi dilihat dari ketepatan sasaran, kriteria

sasaran, pelayanan yang didapatkan setiap sasaran, dan pihak pemberi layanan.

Hasil penelitian aspek sasaran resosialisasi adalah sebagai berikut.

4.2.2.1 Ketepatan Sasaran Resosialisasi

Berdasarkan hasil wawancara dari informan EK, informan ST dan

informan SHP sebagai pekerja sosial, sasaran dari resosialisasi adalah penyandang

disabilitas mental, keluarga, dan masyarakat. Acuan sasaran ini dilihat dari

karakteristik kesiapan PDM. Keluarga dan masyarakat yang layak menerima

persiapan kepulangan PDM adalah keluarga yang akan mendampingi PDM

selama di rumah dan disesuaikan dengan kondisi kesiapan PDM. Berikut

penjelasan informan SHP terkait sasaran resosialisasi :

“Penanganan kita tidak hanya klien, namun juga kepada keluarga dan
masyarakat. Keluarga dan masyarakatnya ini siapa, menyesuaikan dari
kondisi PDM itu sendiri.”

Peneliti melakukan triangulasi dengan mengikuti proses persiapan

resosialisasi. Pekerja sosial datang ke kator kelurahan tempat PDM akan

diresosialisasi. Selain melakukan tracking, pekerja sosial juga memberikan

pengarahan kepulangan PDM kepada aparat kelurahan yang diwakili oleh kasi

kesejahteraan sosial. Pekerja sosial juga menyakan kepada pendamping PDM

apakah mendapatkan pelayanan sebelum PDM kembali ke rumah. Ketiga

pendamping PDM, yaitu IS (keponakan PDM JM), W (Kakak ipar PDM S), dan
67

H (ketua dukuh SU) mengakui mendapatkan pelayanan dari pekerja sosial

sebelum PDM diresosialisasi. Berikut informasi dari H (ketua dukuh PDM SU) :

“Dikasih tau persiapan sebelum pulang dari balainya. Untuk kelurahan,


keluarga juga.”

Hasil informasi dari ketiga informan sebagai pekerja sosial dan ketiga

pendamping PDM, sasaran resosialisasi adalah PDM, keluarga, serta masyarakat

melalui aparat pemerintah desa/kelurahan.

4.2.2.2 Kriteria Sasaran Resosialisasi

1. Stabilitas Emosi

Penentuan kelayakan resosialisasi pada PDM menggunakan empat kriteria.

Salah satunya adalah stabilitas emosi PDM. Berikut penjelasan ST (pekerja sosial)

terkait kriteria PDM yang layak diresosialisasi :

“Klien yang sudah layak diresosialisasi ada 3, (1) sudah stabil, ...“

Stabilitas emosi dapat dilihat dari kemampuan PDM dalam merespon

arahan dari orang lain serta kemampuan ketika diajak berkomunikasi. PDM dapat

menanggapi topik pembicaraan dengan baik. Penjelasan infroman SHP (pekerja

sosial) tentang kemampuan merespon arahan adalah sebagai berikut:

“Kelayakan dilihat dari kemampuan PDMnya, sudah nurut kalau diberi


tahu, tidak seenak dia sendiri...”

Informan EK (Pekerja Sosial) juga menjelaskan hal yang sama terkait

stabilitas emosi PDM yang dilihat dari cara PDM menerima masukan dari orang

lain, sebagai berikut :

“Kriterianya dapat dilihat dari kemampuan komunikasi lancar, bisa


diarahkan...”
68

Stabilitas emosi dibuktikan melalui kemampuan PDM dalam merespon

arahan. Informasi dari para mendamping PDM yaitu W (kakak ipar PDM S) dan

IS (keponakan PDM JM) didapatan bahwa PDM mampu merespon arahan dengan

baik dan mau mengerjakan arahan yang diberikan. Berikut penjelasan dari

informan W (Kakak Ipar PDM S) tentang stabilitas emosi :

“Alhamdulillah sampun sae. Mboten kados mbien. Diken tumbas sabun,


nggeh mangkat tuku sabun, wis mudeng ngonten.”(Alhamdulillah sudah
bagus. Tidak seperti dulu. Disuruh bei sabun, mau.Sudah mengerti yang
diperintahkan dan nurut).

Peneliti melakukan triangulasi teknik dengan mengikuti kegiatan yang

dilakukan PDM yang telah dinyatakan layak resosialisasi. Peneliti diizinkan

bertemu dengan beberapa PDM yang sedang berada di luar asrama dengan tetap

mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. PDM mampu melaksanakan tugas

yang diberikan oleh pekerja sosial, seperti memakai masker, menjaga jarak, serta

menyelesaikan membungkus makanan ringan. PDM juga dapat berdiskusi

membahas suatu topik obrolan.

Hasil wawancara dan observasi menggambarkan bahwa kestabilan emosi

PDM menjadi kriteria dalam kelayakan PDM diresosialisasi kepada keluarga dan

masyarakat. Kestabilan emosi ditunjukkan melalui kemampuan PDM dalam

memahami topik pembicaraan dan kemampuan merespon arahan.

2. Kemampuan melakukan perawatan diri secara madiri (ADL mandiri)

Kriteria yang digunakan untuk melihat kelayakan PDM adalah

kemampuan activity daily living (ADL). ADL dalam penelitian ini adalah

perawatan diri meliputi makan, minum, mandi, toileting, berpakaian, berhias, serta
69

meminum obat yang menjadi kewajiban PDM. PDM dinyatakan layak

resosialisasi apabila sudah dapat melakukan ADL secara mandiri.

Informan SHP (pekerja sosial) menjelaskan kemampuan merawat diri

sendiri PDM seperti perawatan dasar pada umumya, yaitu sebagai berikut:

“Bisa merawat diri juga. Yaa kaya kita ini”

Pernyataan kemampuan perawatan diri pada PDM diperkuat oleh

penjelasan informan EK (pekerja sosial). PDM mampu mengurus diri termasuk

mampu meminum obat yang telah menjadi kebutuhan PDM, berikut penjelasan

informan EK (pekerja sosial):

“Kriterianya dilihat dari perkembangan kondisi klien selama disini. ADL


nya . Bisa mengurus diri dari bangun sampai tidur lagi. Punya inisiatif dan
bisa menerima kondisi diri, mau meminum obat.”

Kemampuan perawatan diri termasuk kemampuan meminum obat

dibuktikan dengan penjelasan dari informan IS (Keponakan PDM JM) sebagai

berikut :

“Bisa ngerawat diri juga, mandi sendiri, minum obat nggak usah disuruh.”

Jawaban yang sama dijelaskan oleh H (Ketua Dukuh dari PDM SU)

tentang kemampuan perawatan diri PDM SU, sebagai berikut :

“Baik. Sudah bisa ngurus diri sendiri. Sebelum ke RSJ kan lupa (dengan
kemampuan perawatan diri), kotor juga.“

Peneliti menanyakan kepada PDM tentang jadwal untuk meminum obat.

PDM SU dan PDM JM dapat menyebutkan waktu dan dosis obat yang harus

diminum. Hal ini menggambarkan bahwa PDM mengetahui kebutuhan meminum

obat. Penelitian kepada informan pekerja sosia dan PDM dapat diperoleh hasil
70

bahwa kriteria PDM yang layak diresosialisasi adalah kemampuan PDM dalam

melakukan ADL secara mandiri.

3. Lamanya mendapatkan Rehabilitasi (6 Bulan)

Kriteria PDM sudah siap untuk kembali ke keluarga dan masyarakat

adalah lamanya PDM mendapatkan rehabilitasi. Menurut informan EK (pekerja

sosial) PDM dapat diresosialisasi apabila sudah mendapatkan rehabilitasi dari 6

bulan sampai 1 tahun. Berikut penjelasan dari Informan EK (Pekerja Sosial)

tentang kriteria kelayakan PDM

“ sudah mendapat rehabilitasi 6 bulan sampai maksial 1 tahun.”

Informan ST (pekerja sosial) memperkuat informasi tentang lamanya

resosialisasi yang didapatkan. PDM dapat langsung dikembalikan ke keluarga

apabila telah direhabilitasi lebih dari satu tahun dan terdapat keluarga yang

bersedia merawat PDM. Berikut pendapat ST (pekerja sosial) tentang lamanya

rehabilitasi sebagai kriteria PDM diresosialisasi:

“Sudah terlalu lama disini, dan sudah ada keluarga dan masyarakat yang
mau ngopeni(mengurus).”

Pendapat berbeda dijelaskan oleh informan SHP (Pekerja Sosial).

Informan SHP (pekerja sosial) mengungkapkan bahwa rehabilitasi memang

diberikan selama 6 bulan maksimal 1 tahun. Namun, jika PDM sudah memiliki

emosi yang stabil sebelum 6 bulan direhabilitasi, maka PDM tetap layak

diresosialisasi. Berikut penjelasan informan SHP (pekerja sosial) :

“Pelayanan rehabilitasi kita kan hanya 6 bulan, maksimal 1 tahun,


misalnya mereka 4 bulan kok sudah stabil ya kita kembalikan.”
71

Lamanya rehabilitasi yang didapatkan yaitu maksimal dari 6 hingga 1

tahun sesuai dengan informasi dari PDM. Informan JM dan SU mendapatkan

rehabilitasi selama 1 tahun. Informan S mendapatkan rehabilitasi 3 tahun karena

terkendala menemukan alamat asal keluarga PDM S. Ketika keluarga sudah

ditemukan, PDM S langsung dikembalikan kepada keluarga.

Jawaban informan JM (PDM) tentang lama mendapatkan rehabilitasi di

Bina Laras adalah sebagai berikut :

“1 tahun lebih.”

Jawaban dari informan W (Kakak ipar PDM S) tentang waktu PDM S

direhabilitasi di Unit 2 Bina Laras adalah sebagai berikut:

“S niku wonten Bina Laras enten nek 3 taun. Angel lek nemokke mriki, nek
ditangkleti isone jawb Temanggung terus.” (S berada di Bina Laras urang
lebih 3 tahun. Susah menemukan alamat sini. Ketika ditanya hanya bisa
jawab temanggung terus).

Pendapat informan pekerja sosial dan dibuktikan oleh pendapat informan

PDM tentang lamanya rehabilitasi didapatkan hasil bahwa rehabilitasi diberikan

dalam jangka 6 bulan hingga 1 tahun. Apabila PDM telah memiliki stabilitas

emosi dengan lama rehabilitasi dibawah 6 bulan dapat dinyatakan layak

resosialisasi. PDM yang telah mendapatkan rehabilitasi lebih dari satu tahun akan

diresosialisasi jika telah ditemukan kepada keluarga yang bersedia merawat PDM.

4. Penerimaan Keluarga dan Masyarakat terhadap kepulangan PDM

Penjelasan dari informan ST (pekerja sosial) kriteria kelayakan

resosialisasi adalah penerimaan keluarga, yaitu sebagai berikut :

“...sudah ketemu keluarganya dan mau menerima klien dipulangkan”


72

Hasil observasi yang dilakukan peneliti ketika mengikuti persiapan

resosialisai bersama pekerja sosial, PDM belum akan diresosialisasi selama

keluarga dan masyarakat belum menerima kepulangan PDM kembali. Pekerja

sosial menemui aparat pemerintah setempat dan keluarga untuk memastikan

bahwa PDM benar merupakan warga setempat (tracing) dan keluarga bersedia

merawat PDM kembali. Aparat kelurahan juga dimintakan kesediaan untuk

bertanggungjawab terhadap perkembangan PDM selama di rumah. Adapun surat

kepulangan PDM sebagai bukti bahwa PDM telah menjadi tanggungjawab

keluarga dan masyarakat.

Pendapat informan pekerja sosial dan hasil observasi tenang penerimaan

keluarga diperkuat dengan jawaban dari keluarga PDM sebagai pendamping

PDM. Informan W (Kakak ipar S) mengaku sangat senang ketika diberi kabar

bahwa S telah ditemukan di Yogyakarta dan akan segera dipulangkan.

“Nggih nrimo Mbak. Wong kita niku sampun dangu anggene nggoleki S
menika. Pun ketemu ting Jogja. Ditelpon ajeng dibeto wangsul nggeh
sekeco.”(Iya menerima, Mbak. Kami sudah lama mencari keberadaan S.
Sudah ketemu di Jogja. Kami ditelpon bahwa akan dibawa pulang ya
malah baik.)

Informan IS (keponakan PDM JM) bersedia menjemput JM ke BRSBKL

saat dikabarkan bahwa JM sudah dapat kembali ke keluarga. Hal ini menunjukkan

bahwa keluarga sudah menerima PDM kembali tinggal bersama keluarga. Berikut

jawaban informan IS (Keponakan PDM JM) :

“Saat ditelpon oleh Pak S saya langsung mengajak adik saya untuk
menjemput Mbah JM di Balai.”

Hasil wawancara kepada pekerja sosial dan pendamping PDM serta hasil

dari observasi dapat diperoleh informasi bahwa kriteria kelayakan resosialisasi


73

pada PDM adalah keluarga dan masyarakat menerima PDM kembali dan bersedia

bertanggungjawab selama PDM di rumah.

4.2.2.3 Pelayanan dalam Resosialisasi

Resosialisasi dilakukan dengan persiapan kepada PDM melalui konseling

individu. Sementara keluarga dan masyarakat mendapatkan konseling keluarga

yang dilakukan melalui home visit, family support maupun family gathering.

Berikut penjelasan dari Informan EK (Pekerja Sosial) tentang persiapan

kepulangan PDM :

“Kalau ke klien di konseling agar mampu memahami diri sendiri. Kalau ke


keluarga dan masyarakat sama juga konseling dan motivasi biar tau tips-
trik untuk merawat klien ODGJ.”

Informan ST (pekerja sosial) dan informan SHP (pekerja sosial) juga

memberikan penjelasan yang sama tentang persiapan kepulangan PDM. Pendapat

dari pekerja sosial diperkuat dengan jawaban dari keluarga PDM. Keluarga PDM

telah mendapatkan pelayanan konseling sebagai persiapan kepulangan PDM.

Berikut penjelasan dari W (kakak ipar S) mengenai pelayanan yang didapatkan

sebelum PDM pulang :

“Sak durunge kurang 15 hari ditelpon balai. Pas ting mriki pegawaine
nggeh ngomong katah. Disanjang-sanjangi, obat, terus kedah ndadekke
siji keluarga.” (sebelum pulang kurang dar 15 hari kami ditelpon balai.
Ketika disini pegawai balai banyak memberikan arahan. Diberikan banyak
pemahaman. Obat harus selalu diminum, harus mengizinkan PDM tinggal
bersama keluarga)

Informan H (Ketua Dukuh PDM SU) memberikan informasi bahwa

persiapan kepulangan PDM tidak hanya diberikan kepada keluarga, namun juga

kepada aparat kelurahan sebagai wakil dari masyarakat. berikut penjelasan dari H

(Ketua Dukuh PDM SU) :


74

“Dikasih tau persiapan sebelum pulang dari balainya. Untuk kelurahan,


untuk keluarga juga.”

Peneliti tidak dapat melakukan observasi langsung terhadap persiapan

kepada keluarga dikarenakan adanya pandemic Covid-19. Triangulasi yang dapat

dilakukan adalah triangulasi sumber, yaitu melalui pendamping PDM sebagai

keluarga dan aparat kelurahan. Hasil wawancara kepada pekerja sosial maupun

pendamping PDM didapatkan informasi bahwa pelayanan yang diberikan

BRSBKL kepada keluarga dan masyarakat adalah konseling bagi klien dan

konseling persiapan kepulangan PDM untuk keluarga dan masyarakat.

4.2.2.4 Pelaksana Resosialisasi

Ketepatan sasaran melihat kesesuaian pihak pemberi pelayanan. Berikut

penjelasan dari informan EK (Pekerja Sosial) tentang pelaksana resosialisasi :

“Semua yang memberikan layanan ya Peksos. Perawat ngasih


rekomendasi obat, kalau pramu sosial ikut mendampingi ADL klien, jadi
kita banyak bekerjasama dengan pramusosial. Sebelumnya CC dulu
bersama profesi yang ada disini.”

Informan ST (pekerja sosial) menjelaskan hal yang sama. Pemberi

pelayanan resosialisasi adalah pekerja sosial. Keterbatasan jumlah pekerja sosial

menjadi kendala dalam melaksanakan resosialisasi, yaitu sebagai berikut :

“Resosialisasi dilakukan oleh pekerja sosial, makanya karena keterbatasan


SDM proses pemulangan klien terbatas.”

Pernyataan informan ST (pekerja sosial) diperkuat oleh pernyataan dari

informan SHP (Pekerja Sosial) yaitu sebagai berikut :

“Semuanya peksos yang memberikan. Jadi terhambat juga pada personil


yang sedikit.”
75

Hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap pelaksanaan resosialisasi

didapatkan bahwa dari infentarisasi data, persiapan klien, keluarga dan

masyarakat, reunifikasi hingga terminasi dilakukan oleh pekerja sosial. Empat

pekerja sosial yang berada di Bina Laras, dua diantaranya bertugas ke luar Bina

Laras, baik untuk mempersiapkan keluarga maupun masyarakat.

Informan pendamping PDM memberikan informasi yang sama, bahwa

selama proses resosialisasi pegawai dari BRSBKL yang sering menghubungi dan

memberikan pengarahan merujuk pada Pekerja Sosial. Berikut penjelasan dari IS

(Keponakan JM) sebagai berikut :

“ Mas EK itu yang sering menghubungi saya. Kalau sebelum pulang


ditelpon sama Pak S kalau JM sudah bisa pulang.”

Jawaban PDM JM ketika ditanya siapa yang memberikan pengarahan

sebelum PDM kembali ke keluarga adalah sebagai berikut :

“Sama Mbak Anis, Pak ST, Pak SHP.”

Penjelasan PDM dan pendamping PDM memperkuat informasi dari

pekerja sosial bahwa pelaksana resosialisasi adalah Pekerja Sosial. Hasil observasi

peneliti di Unit 2 Bina Laras juga membuktikan bahwa setiap profesi memiliki

tugas dan tanggungjawab yang berbeda. Perawat, psikolog, pramu sosial

memberikan pelayanan dalam rehabilitasi sesuai bidangnya. Pekerja sosial

melakukan pelayanan muali dari assesmen awal hingga terminasi. Pekerja sosial

melaksanakan resosialisasi kepada PDM yang telah dinyatakan layak resosialisasi

dalam caseconference (CC).

4.2.3 Sosialisasi

4.2.3.1 Kemudahan Pelaksanaan Tahapan Resosialisasi


76

1. Infentarisasi Data

Infentarisasi data merupakan pendataan nama dan alamat klien yang akan

diresosialisasi dalam satu waktu. Tahap ini menjadi tahapan awal dalam

resosialisasi setelah klien diputuskan layak resosialisasi berdasarkan hasil case

conference (CC). Informasi ini sesuai dengan penjelasan dari ketiga pekerja sosial

yaitu informan ST, informan EK, dan informan SHP. Berikut penjelasan dari

informan ST (pekerja sosial) tentang infentarisasi data :

“Prosesnya setelah CC, tahapnya ada infentarisasi data,..”

Peneliti melakukan observasi terhadap tahap infentarisasi data. Peneliti

menemukan bahwa pekerja sosial melakukan infentarisasi data PDM yang akan

diresosialisasi. Data tersebut berisi nama dan alamat PDM. Daftar nama dan

alamat PDM kemudian dikelompokkan berdasarkan kesamaan wilayah. Hal ini

bertujuan untuk memudahkan dan meminimalisir waktu pengantaran PDM.

Peneliti juga melakukan studi dokumentasi dengan mempelajari dokumen yang

berisi informasi PDM yang akan diresosialisasi pada bulan Juli. Peneliti juga

mendapatkan data tentang PDM yang telah diresosialisasi pada Januari hingga

Juni 2021.

2. Persiapan PDM dan keluarga

Persiapan dilakukan kepada PDM dan keluarga serta masyarakat. Pekerja

sosial melakukan tracing terlebih dahulu untuk memastikan bahwa PDM memang

berasal dari keluarga dan alamat yang tepat. Persiapan resosialisasi dilakukan

setelah alamat keluarga penerima PDM ditemukan. Keluarga dan masyarakat

diberikan pengarahan perawatan PDM saat kembali ke rumah. Persiapan keluarga


77

dilakukan melalui visit, family support, maupun family gathering. Pendapat S

(pekerja sosial) tentang persiapan PDM dan keluarga adalah sebagai berikut:

“Kemudian persiapan kepada klien dan keluarga, home visit untuk


mempersiapkan pihak-pihak yang mendampingi. Proses ini bisa dilakukan
setelah atau bersama dengan proses tracing.Yaitu mencari dan memastikan
kalau alamat kelyarga benar.”

Informan EK (Pekerja Sosial) memberikan penjelasan informasi yang

berbeda mengenai tahap persiapan PDM dan keluarga/masyarakat. Persiapan

kepada masyarakat dilakukan melalui aparat kelurahan. Pihak kelurahan dapat

membantu mesosialisasikan penerimaan kepulangan PDM kepada warga sekitar.

“Kemudian persiapan bagi klien dan juga keluarga dan masyarakat, biar
masyarakat tidak kaget/takut lagi. Ini dilakukan melalui kelurahan.
Sekalian ada yang namanya tracing. Nah hasil tracing itu untuk melihat
kalau ODGJ berasal dari alamat yang benar. Jadi ditelusuri.”

Informan SHP (Pekerja Sosial) memperkuat penjelasan informan EK

bahwa persiapan kepada masyarakat dilakukan melalui aparat pemerintah

setempat. Proses persiapan kepada keluarga dan masyarakt tidak hanya dilakukan

satu kali, melainkan sesuai kondisi masing-masing sasaran. Konseling dilakukan

sampai keluarga dan masyarakat dapat memahami dan menerima PDM kembali

bermasyarakat. Berikut pendapat dari informan SHP (Pekerja Sosial) :

“Persiapan keluarga ini dilakukan sesuai kondisi ya. Tidak hanya sekali.
Kalau keluarga belum siap ya kita beri konsultasi secara terus menerus
sampai keluarga dan masyarakat paham jika tanggungjawab ODGJ ini ada
pada keluarga.”

Proses resosialisasi dengan persiapan keluarga sesuai dengan penjelasan

dari keluarga dan aparat pemerintah setempat. Menurut informan W (kakak ipar

S) pekerja sosial memastikan alamat keluarga dari PDM S. Keluarga diberikan


78

materi persiapan kepada keluarga ketika pekerja sosial mengantarkan PDM

kembali. Berikut penjelasan informan W (kakak ipar PDM S):

“Sak derange wangsul nggeh ditelpon balai. Kan ting Temanggung awale,
saking yayasan mriko ditelpon mriki. Terus sepindah ketemu pegawai
disanjang-sanjangi kaleh ngeterke S.” (sebelum pulang ditelpon balai.
Awalnya di Temanggung, dari yayasan sana ditelpon kesini. Kemudian
sekali bertemu pegawai diberikan banyak arahan bersama dengan
pengantaran S)

Penjelasan yang sama diberikan oleh informan IS (keponakan PDM JM)

bahwa IS mendapatkan pengarahan oleh pihak balai sebeum PDM pulang.

Penjelasan dari informan H (ketua dukuh PDM SU) memperkuat informasi dari

informan IS. Sebelum mengantarkan PDM ke rumah, pekerja sosial dari BRSBKL

menemui kelurahan. Pekerja sosial kemudian memberikan pengarahan kepada

keluarga. Pejelasan H (ketua dukuh PDM SU) adalah sebagai berikut :

“Awalnya dari pihak balai ke kelurahan. Terus pas dipulangkan ya sama


banyak pihak dianter ke rumah. keluarga dikasih tau kondisinya dan
disiapin harus giamana”

Peneliti melakukan triangulasi teknik yaitu dengan observasi. Hasil

observasi resosialisasi didapatkan bahwa persiapan kepada keluarga dan

masyarakat dilakukan melalui aparat kelurahan. Pekerja sosial bertemu dengan

Kamituwo atau Kasi Kesejahteraan Sosial dan Kepala Desa. Pekerja sosial

mengarahkan agar aparat pemerintah setempat dapat mensosialisasikan persiapan

kepulangan PDM kepada masyarakat sekitar, sehingga timbul kesiapan dari

lingkungan sekitar.

3. Uji Coba Pemulangan

Tahap resosialisasi setelah persiapan kepada keluarga dan masyarakat

adalah uji coba pemulangan PDM. Uji coba dilakukan apabila terdapat hambatan
79

dari PDM maupun keluarga dan masyarakat. Hambatan yag paling umum terjadi

adalah belum adaya penerimaan dari keluarga dan masyarakat. Informan EK

(Pekerja Sosial) menjelaskan bahwa uji coba dilakukan jika perlu, yaitu sebagai

berikut :

“Kemudian uji coba jika perlu. Maksudnya, uji coba dilakukan kalau
keluarga kurang percaya, jadi diuji cobakan dulu.”

Penjelasan pelaksanaan uji coba ini diperjelas dengan penjelasan dari

informan ST (pekerja sosial). Informan ST menjelaskan bahwa pelaksanaan uji

coba dilakukan apabila masih terdapat penolakan dari kedua belah pihak.

Penolaan dapat berasal dari keluarga maupun PDM yang belum ingin kembali ke

keluarga namun sudah memenuhi kriteria kelayakan resosialisasi. Uji coba juga

tidak dilaksanakan karena terhambat waktu dan SDM pekerja sosial. PDM yang

belum menemukan keluarga, uji coba dilakukan dengan pemberdayaan PDM

untuk membantu bekerja di Bina Laras sesuai kemampuannya. Berikut penjelasan

dari informan ST (pekerja sosial) mengenai uji coba pemulangan PDM :

“Bisa uji coba pulang beberapa kali. Bagi yang tidak punya keluarga ya
bekerja atau diberdayakan disini. Uji coba ini sekarang dilakukan jika
perlu. Karena keterbatasan waktu dan SDM. Uji coba kalau klien agak
angel(susah) atau keluarganya susah juga.”

Triangulasi pada proses uji coba pemulangan tidak dapat dilaksanakan

dikarenakan tidak adanya PDM yang sedang diuji coba. Hambatan lain yaitu

peneliti tidak diizinkan bertemu dengan PDM secara langsung. PDM yang

menjadi informan peneliti yaitu JM, informan S, dan informan SU tidak

melakukan uji coba pemulangan dikarenakan telah mendapat penerimaan dari

keluarga.
80

4. Reunifikasi dan terminasi

Pemutusan pelayanana dari Unit 2 Bina Laras dilakukan setelah keluarga

menerima kepulangan PDM. Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan

pengantaran PDM dengan menyerahkan surat penyerahan PDM ke keluarga.

Informan ST (pekerja sosial) berpendapat mengenai reunifikasi dan terminasi

sebagai berikut :

“Kalau dua-duanya sudah menerima ya langsung dipulangkan saja.


Reintergrasi sekaligus terminasi.”

Pendapat informan ST dilengkapi oleh pendapat informan EK (Pekerja

Sosial) bahwa reintegrasi dan terminasi dilakukan dengan penyerahan

tanggungjawab PDM dari BRSBKL kepada keluarga dan aparat pemerintah

setempat, yaitu sebagai berikut :

“Setelah yakin baru dikembalikan ke keluarga dan masyarakat. Kalau


kasusnya klien lupa alamatnya, nanti ditunggu sampai ingat, terus dicari
alamatnya. Ketemu, diantarkan dan diserahkan ke keluarga sekaligus
aparat pemerintahnya.”

Pernyataan informan pekerja sosial sesuai dengan kondisi PDM S. PDM S

mendapatkan rehabilitasi selama 3 tahun dikarenakan kesulitan dalam

menemukan alamat asli PDM S. Resosialisasi dapat dilakukan pada Desember

2020 setelah terkonfirmasi alamat keluarga PDM S yang benar.

Penjelasan informan pekerja sosial dan pengamatan pada PDM, diperoleh

hasil bahwa PDM akan dikembalikan kepada keluarga yang menerima dan

bersedia merawat PDM. Alur pelaksanaan resosialisasi diawali dengan

Caseconference (CC) dan traccing. Tahapan resosialisasi yaitu infentarisasi data


81

PDM, persiapan PDM keluarga dan masyarakat, uji coba pemulangan, serta

reunifikasi sekaligus terminasi.

4.2.3.2 Keterlibatan Pihak-pihak dalam Resosialisasi

Pelaksanaan resosialisasi tidak hanya melibatkan pekerja sosial, namun

juga aparat pemerintah setempat. Pemerintah yang terlibat adalah pejabat

setingkat desa atau kelurahan serta di tingkat kecamatan. Pihak-pihak yang terlibat

ini disesuaikan dengan kondisi sumber daya manusia dari masing-masing daerah.

Pendapat mengenai pihak yang terlibat dalam resosialisasi menurut informan ST

(pekerja sosial) adalah sebagai berikut:

“Kalau infentarisasi data dilakukan pekerja sosial saja, persiapan baik


kepada klien maupun persiapan keluarga melalui home visit, di home visit
ini melibatkan aparat setempat, RT/RW, Babinsa, Babinkamtibmas, para
petugas sosial yang ada di sana, kader jiwa, dilihat siapa yang berpengaruh
disana.”

Pendapat ini dikuatkan dengan penjelasan dari informan SHP (pekerja

sosial) bahwa aparat pemerintah ikut berperan dalam resosialisasi karena memiliki

wewenang dan dihormati oleh masyarakat sekitar. Edukasi dari aparat pemerintah

dapat lebih dipahami oleh masyarakat yang kurang menerima kepulangan PDM.

Aparat pemerintah dapat ikut bertanggungjawab terhadap pelaksanaan

pendampingan kepada PDM. Pendapat informan SHP (pekerja sosial) adalah

sebagai berikut :

“Pihak kelurahan ikut kita libatkan, Babinsa Babinkamtibmas, RT/RW,


kader jiwa. Fungsinya untuk meyakinkan ke masyarakat jika terjadi
ketidak percayaan. Artinya mereka juga ikut mendampingi klien. Di level
kecamatan ya ada kader jiwa dari puskesmas, namun selama ini kurang
kelihatan kontribusinya. Ada sih, tapi belum berjalan.”
82

Pendapat informan SHP, terdapat kader jiwa di setiap kecamatan, namun

kontribusi dari kader jiwa ini belum dirasakan. Informan menjelaskan kembali

bahwa kader jiwa yang berjumah satu di setiap kecamatan belum menjalankan

keterlibatan dalam penanganan PDM. Informan EK (Pekerja Sosial)

menambahkan pihak yang terlibat dalam resosalisasi yaitu TKSK. Peran yang

dilakukan TSKS adalah membantu menemukan alamat asal PDM, terutama diluar

DIY. TKSK juga membantu menemukan dan menghubungi keluarga PDM yang

akan diresosialisasi. Penjelasan informan EK (Pekerja Sosial) tentang pihak yang

terlibat dalam resosialisasi PDM adalah sebagai berikut:

“Kelurahan, kalau kecamatan lebih ke TKSK untuk tracing. Sebelum klien


kesini kan harus ada surat pengantar dari kelurahan,s biar dari awal
kelurahan tu ikut bertanggungjawab dengan klien. Kalau yang jauh-jauh,
misalnya klien sudah ingat alamatnya, desanya kecamatannya, bisa dilihat
di GPS, nanti kita hubungi TKSKnya, kita telepon. Suruh menghubungkan
ke kelurahan, kedukuhan. Ada grupnya. Kadang TKSK langsung turun ke
lapangan.”

Informasi yang sama didapatkan dari informan W (Kakak Ipar informan S)

bahwa pihak kelurahan, seperti Lurah dan Kadus ikut dalam pengantaran S ketika

pulang ke rumah, yaitu sebagai berikut :

“Nggih kelurahan niku nderek mriki. Pirang-pirang uwong. Pak Lurah,


Kadus.” (Iya kelurahan ikut mengantarkan ke sini. Banyak orang, Pak
Lurah, Kadus)

Informan SU (PDM) juga menuturkan hal yang sama. Informan diantarkan

oleh ketua Dukuh, Babinsa, Kamituwo/Kasi Kesejahteraan Sosial, serta pihak

Puskesmas. Penjelasan informan SU (PDM) adalah sebagai berikut :

“Pak Dukuh, Babinsa, Pak Kamituwo, Puskesmas”


83

Resosialisasi dilakukan dengan pengantaran PDM ke alamat asal atau

keluarga menjemput PDM langsung ke Unit 2 Bina Laras. Pengembalian PDM ke

keluarga dengan penjemputan dilakukan tanpa pendampingan dari kelurahan,

hanya keluarga terdekat yang ikut dalam resosialisasi. Jawaban informan IS

(keponakan PDM JM) adalah sebagai berikut :

“Nggak ada, mbak. Soalnya saya jemput langsung ke balai. Saya sama
adik saya.”

Hasil wawancara kepada informan tentang pihak yang terlibat dalam

proses resosialisasi adalah aparat pemerintah desa/kelurahan seperti Dukuh, Kasi

kesejahteraan Sosial; dan aparat pemerintah di tingkat kecamatan yaitu TKSK dan

Kader Jiwa. Aparat pemerintah desa/kelurahan membantu mensosialisasikan

kepulangan PDM dan membantu menyelesaikan permasalahan PDM yaitu pada

penolakan masyarakat. TKSK berperan dalam menemukan alamat asal PDM.

Peran kader jiwa masih belum dirasakan.

4.2.3.3 Kemudahan Mendapat Materi Resosialisasi

Resosialisasi diberikan dengan pemberian konseling kepada PDM dan

keluarga serta masyarakat. Terdapat beberapa materi yang diberikan. Pertama

adalah pemahaman kondisi PDM, meliputi kemampuan ADL PDM dan kestabilan

emosi PDM. Berikut pendapat dari ST (pekerja sosial) tentang materi persiapan

untuk keluarga :

“Materi yang diberikan itu ya kondisi kliennya. Sudah stabil, terus


bagaimana ADL nya sudah baik.”

Informasi dari informan S dikuatkan dengan pendapat dari informan H

(Ketua Dukuh PDM SU) bahwa keluarga mendapat materi mengenai


84

kemampuaan ADL-nya, yaitu dengan memberikan kegiata kepada PDM.

Pendapat H (Ketua Dukuh PDM SU) adalah sebagai berikut :

“...Makanya dikasih besek iki kan ben sibuk disik. Iso ngurus awake dewe.
Ono kegiatan.” (Makanya diberi besek ini agar sibuk. Dapat mengurus diri
sendiri. Ada kegiatan.)

Keluarga juga diberikan pemahaman tentang kondisi PDM agar dapat

menerima PDM apa adanya. Penjelasan informan EK (Pekerja Sosial) tentang

materi yang diberikan kepada keluarga saat resosialisasi adalah sebagai berikut :

“Materi yang diberikan ya tips dan trik, bagaimana merawatnya silahkan


dilanjutkan, gitu. Pahamkan kondisi klien, jangan sampai lepas obat. Biar
bisa nerima mereka juga, gasampe nerima kerja gapapa.”

Materi kedua yang diberikan adalah perawatan PDM, termasuk pentingnya

meminum obat. Keluarga juga diberikan tips dan trik yang dilakukan di BRSBKL

agar dapat dilakukan juga selama di rumah. Penjelasan dari informan EK

dikuatkan dengan informasi dari informan SHP (Pekerja Sosial) tentang

pemberian tips agar PDM mau meminum obat dengan mekanisme reward dan

punishment, yaitu sebagai berikut :

“Lebih ke pendampingan. Secara klasikal kita berikan pemahaman bahwa


mereka tidak susah minum obat, di keluarga suka mengeluh kalau klien ini
tidak mau minum obat. Mekanisme reward and punishment kita ajarkan.”

Triangulasi dilakukan dengan triangulasi sumber. Informan W (kakak ipar

PDM S) dan IS (keponakan PDM JM) menjelaskan bahwa keluarga mendapat

arahan tentang pentingnya meminum obat, termasuk tips untuk mendapatkan obat

secara lebih mudah. Penjelasan informan W (Kakak ipar PDM S) tentang

pentingnya obat bagi PDM adalah sebagai berikut :

“Disanjangi nek obat ki penting, kan obat marakke anteng. Ndadekke siji
lare kaleh keluarga, ngurus KTP KK ben nek ngurus obat ki gampang pas
85

entek.” (Diberitahu bahwa obat itu penting, karena obat membuat PDM
stabil. Menjadikan satu rumah dengan keluarga, mengurus KTP KK agar
mengurus obat menjadi mudah saat obat sudah habis.)

Keluarga juga diberikan materi tentang tenggungjawab PDM setelah

kembali ke keluarga. Keluarga dan masyarakat wajib menerima PDM untuk

kembali bermasyarakat. Penjelasan dari Informan ST (pekerja sosial) tentang

tanggungjawab keluarga terhadap PDM adalah sebagai berikut :

“Pemahaman ke keluarga juga bahwa klien tidak bisa selamanya disini.


Penanggungjawab selanjutnya keluarga dan masyarakat jika tidak keluarga
tidak ada.”

Pendapat ST (pekerja sosial) dikuatkan dengan pendapat dari informan W

(kakak ipar S) dan H (ketua Dukuh PDM SU) tentang penerimaan keluarga dan

masyarakat. penerimaan PDM dibuktikan dengan pemberian pekerjaan kepada

PDM JM dari masyaraakt sekitar. Pendapat H (ketua Dukuh PDM SU) adalah

sebagai berikut :

“Kita kudu menerima. Kan wis dadi kewajibane Yo sek penting masyaraat
menerima dan mau mengurus. Makanya dikasih besek iki kan ben sibuk
disik. Iso ngurus awake dewe. Ono kegiatan” (Kita harus menerima. Kan
sudah menjadi kewajiban. Yang penting masyarakat menerima dan mau
mengurus. Olehkarena itu diberi besek ini agar sibuk. Bisa merawat diri
sendiri. Ada kegiatan)

Penelitian menghasilkan gambaran bahwa terdapat 3 materi yang diberikan

kepada keluarga, yaitu pemahaman kondisi PDM, cara merawat PDM, dan

tanggungjawab keluarga serta masyarakat. Informan keluarga/masyarakat, yaitu

H, informan S, dan informan I menjelaskan bahwa materi sesuai dengan

kebutuhan keluarga. Informan menambahkan bahwa tidak ada materi yang dirasa

kurang dan sudah cukup dimengerti. Berikut penjelasan dari informan W (kakak

ipar PDM S) :
86

“Mboten enten. Pun sae. Ting mriko kan kopen. Mangan angsal. Ting
mriki kan dewe le ngrumati.”(Tidak ada. Sudah bagus. Di sana juga
dirawat. Mendapat makanan. Disini kami yang merawat kembali).

Informan H (kepala Dukuh PDM SU) memperjelas informasi bahwa

keluarga dan masyarakat dapat menghubungi balai apabila terjadi sesuatu, yaitu

sebagai berikut :

“Ora. Nek opo-opo yo iso ngebel pegawaine” (Tidak. Kalau ada apa-apa
bisa menelpon pegawai balai)

Hasil penelitian pada aspek sosialisasi menggambarkan bahwa keluarga

dan masyarakat mudah dalam menerima materi yang diberikan. Keluarga dan

masyarakat juga mendapatkan kemudahan askses informasi jika terdapat hal-hal

yang kurang dimengerti, yaitu langsung menghubungi Unit 2 Bina Laras.

4.2.4 Pemantauan

4.2.4.1 Monitoring Resosialisasi

Pengawasan terhadap PDM dari tahap infentarisasi data dan persiapan

PDM, dilakukan seperti PDM yang masih direhabilitasi. Tidak ada prosedur

pengawasan khusus bagi PDM yang akan diresosialisasi karena masih dalam

lingkungan Unit 2 Bina Laras. Penjelasan informan EK (Pekerja Sosial) tentang

pengawasan resosialisasi tahap infentarisasi data dan persiapan, sebagai berikut :

“Kalau dari persiapan sampai menunggu pemulangan ya kita awasi seperti


biasa, tidak ada hal-hal khusus, kan masih bareng yang lain disini.”

Pelaksanaan pengawasan resosialisasi dilakukan oleh pekerja sosial.

Ketika dilakukan uji coba pemulangan, PDM diawasi melalui media telepon atau

datang langsung ke alamat PDM. Penjelasan informan ST (pekerja sosial) tentang

pengawasan resosialisasi tahap uji coba pemulangan sebagai berikut :


87

“Kalau masih tahap uji coba pulang 2-3 hari masih ada komunikasi, bisa
lewat telepon atau didatangi, tergantung bagaimana situasinya.”

PDM setelah resosialisasi menjadi tanggungjawab keluarga dan

masyarakat, namun monitoring masih tetap dilakukan. Monitoring dilakuan oleh

pekerja sosial secara langsung dengan menemui PDM atau melalui aparat

kelurahan. Penjelasan informan ST (pekerja sosial) tentang monitoring dan

evaluasi pasca resosialisasi adalah sebagai berikut :

“Kalau sudah pulang namanya evaluasi dan monitoring. Dilakukan tidak


terjadwal. Caranya sama liat situasi. Kalau ke lokasi bisa tanya ke
kelurahan jika memang banyak kliennya. Bisa ke rumah-rumahnya.”

Penjelasan informan EK (Pekerja Sosial) memperjelas informasi tentang

aparat kelurahan yang ikut mengawasi PDM, yaitu sebagai berikut :

“Pengawasan selama sudah di rumah menjadi tanggungjawab keluarga dan


pemerintah setempat, Dukuhnya, Kasi Kesejahteraan Sosial. Biasanya kita
melihat perkembangan klien bisa lewat kelurahan. Atau kalau dekat,
waktunya mampir ya mampir ke rumah.”

Informan EK dan S dihasilkan bahwa pelaksanaan monitoring dilakukan

pada waktu yang tidak menentu. Pelaksanaan ini disesuaikan dengan kondisi

pandemi yang membatasi ruang gerak masyarakat. Dana untuk monitoring dan

evaluasi langsung ke rumah PDM juga dialihkan untuk pemulihan siuasi

pandemic Covid-19. Penjangkauan yang seharusnya dilakukan setiap 3 bulan,

tidak dapat dilakukan secara merata. Kondisi ini menyebabkan monitoring PDM

diserahkan kepada aparat pemerintah setempat yang dapat memantau secara

langsung. Apabila terdapat hambatan atau permasalahan, aparat pemerintah

setempat dapat melaporkan kepada pekerja sosial. Penjelasan ini disampaikan

oleh informan SHP (Pekerja Sosial) yaitu sebagai berikut :


88

“Kita tu sebenarnya ada yang namanya Binjut (Bimbingan Lanjut), tapi


karena ada Covid, anggaran dipangkas jadi kita belum bisa menjangkau
semuanya untuk monitoring. Moneva saharusnya dilakukan setiap 3 bulan.
Kalau suruh lapor gitu nggak, Cuma Peksos itu selalu begini, kalau ada
apa-apa dengan klien, pihak kelurahan selalu curhat dengan kita, pak ini
gimana gimana kadang diluar jam kerja juga. Tapi kalau secara hirarki
mereka harus lapor itu nggak ada kewajiban.”

Observasi peneliti dengan mengikuti resosialisasi pekerja sosial di Unit 2

Bina Laras membuktikan bahwa Pekerja Sosial melakukan monitoring secara

langsung kepada PDM yang telah diresosialisasi. Pekerja sosial dapat

mengunjungi tiga hingga lima PDM sesuai dengan jalur atau wilayahnya dalam

satu kali perjalanan. Monitoring ini dilakukan melalui aparat kelurahan, yaitu

menanyakan kondisi PDM, terutama aktivitas kesehariannya/ADLnya. Pekerja

sosial juga menemui PDM di rumahnya ditemani dengan aparat pemerintah

setempat. Pekerja Sosial mengevaluasi ADL PDM bersama dengan keluarga.

Keluarga memberikan keluhan dan hambatan yang dialami, kemudian diberikan

solusi oleh pekerja sosial. Pekerja Sosial juga memberikan arahan kepada PDM

yang mengalami hambatan dalam mengurus dirinya.

Wawancara kepada informan W (kakak ipar PDM S) menghasilkan

gambaran yang berbeda tentang pelaksanaan resosialisai. PDM belum

mendpatakan pengawasa sejak kepulangan PDM S di bulan Desember hingga Juni

2021. Berikut jawaban dari informan W tentang pengawasan yang dilakukan

setelah PDM S kembali ke rumah :

“Dereng enten. Nggeh namung njenengan niku.” (Belum ada, ya hanya


anda itu.)
89

Informasi yang sama juga diberikan oleh informan H (Ketua dukuh PDM

SU) bahwa belum ada pengawasan langsung oleh pekerja sosial, yaitu sebagai

berikut :

“Saking balai dereng enten sek ngecek.” (Dari balai belum ada yang
mengecek)

Informan IS (keponakan PDM JM) menjelaskan bahwa pekerja sosial akan

mengunjungi kediaman informan dalam waktu dekat. Berikut penjelasan dari

informan IS (keponakan PDM JM) :

“Belum eh. Ya kemarin Pak EK bilang kalau mau kesini nanti dihubungi
dulu. Saya juga masih nunggu waktunya kapan.”

Penjelasan dari informan S, informan H, dan informan IS sebagai keluarga

dan masyarakat memberikan gambaran yang berbeda dari penjelasan dan

observasi peneliti bersama pekerja sosial. Perbedaan pelaksanaan monitoring

terjadi karena keterbatasan SDM dan kondisi Covid-19. Pekerja sosial mengajak

aparat kelurahan/desa setempat untuk ikut dalam mengawasai PDM, namun

belum semua aparat mampu melakukan pengawasan. Ketidaksediaan aparat

kelurahan dalam mengawasi PDM sesuai dengan penjelasan informan pekerja

sosial yag dibuktikan dengan hasil observasi. Peneliti mendapatkan gambaran

bahwa belum semua aparat mengetahui kondisi PDM meskipun pekerja sosial

telah memberikan pengarahan dan sewaktu-waktu dapat menanyakan kondisi

PDM kepada aparat pemerintah tersebut.

Wawancara dan observasi tentang monitoring resosialisasi memberikan

gambaran bahwa pekerja sosial telah melakukan monitoring pasca resosialisasi

secara langsung, namun sasaran PDM yang dituju masih kurang merata. Peran
90

dari aparat pemerintah setempat sangat penting untuk menjaga kondisi

kemandirian ADL PDM yang telah didapatkan selama di BRSBKL DIY.

4.2.4.2 Pelaporan dan Evaluasi Resosialisasi

Pekerja sosial melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan resosialisasi.

Evaluasi dilakukan untuk mendiskusikan permasalahan yang ditemukan selama

menjalankan resosialisasi, termasuk kendala dalam pengawasan PDM pasca

resosialisasi. Pernyataan informan ST (pekerja sosial) tentang evaluasi

resosialisasi adalah sebagai berikut :

“Evaluasi sebenernya tidak menentu jadwalnya. Kalau evaluasi program


antar pekerja sosial dilakukan pada saat kita menemukan masalah, tapi
tidak terjadwal kapannya.”

Informan SHP (pekerja sosial) menjelaskan bahwa pelaksanaan evaluasi

dapat mengajak profesi lain apabila menyangkut ranah kerja dari profesinya.

Penjelasan informan SHP (pekerja sosial) tentang pelaksanaan evaluasi adalah

sebagai berikut :

“Kalau evaluasi program kita lakukan jika ada bahan, misalnya ada hal
yang kurang sesuai baru kita bicarakan antar peksos. Kalau ada kaitannya
dengan yang lain ya kita bicarakan ajak mereka juga.”

Penjelasan informan EK (pekerja sosial) tentang evaluasi resosialisasi

menguatkan kedua informasi dari pekerja sosial, bahwa evaluasi dilakukan ketika

menemukan hambatan dan mengajak profesi lain ketika berhubungan dengan

ranah kerja profesi tersebut. Penjelasan informan EK tentang evaluasi resosialisasi

adalah sebagai berikut :

“Yang bertanggungjawab resosialisasi ini Peksos. Biasanya evaluasi


dilakukan ke hal-hal teknis. Dilakukan saat ada hambatan, tidak terjadwal
secara khusus. Misalnya, teknis resosialisasi kan dulu ga lewat kelurahan.
Evaluasi juga dilakukan sesuai kebutuhan, missal ada kaitannya dengan
91

pengadaan barang ya ngajak divisi pengadaan barang, kalo nggak ya


cukup obrolan peksos aja. Jadi tergantung lingkup pekerjaan aja.”

Pekerja sosial mempertanggung jawabkan pelaksanaan resosialisasi dalam

bentuk pelaporan kepada Dinas Sosial. Informan ST dan SHP sebagai pekerja

sosial menginformasikan bahwa pelaporan berisi pelaksanaan kegiatan rehabilitasi

secara umum, termasuk pelaksanaan resosialisasi. Penjelasan informan ST

(pekerja sosial) tentang pelaporan resosialisasi adalah sebagai berikut :

“Laporan keberhasilan program juga kami lakukan, bagaimana rehabilitasi


sosial dilakuakan, berapa jumlah kliennya, berapa yang pulang. Secara
umum kami sampaikan dalam laporan itu”

Penjelasan ketiga informan yaitu informan SHP, informan EK, dan

informan ST menghasilkan gambaran bahwa evaluasi dilakukan oleh pekerja

sosial. Profesi lain ikut dalam evaluasi apabila terdapat kaitan dengan ranah kerja

profesi tersebut. Evaluasi tidak dilakukan secara terjadwal. Bentuk

pertanggungjawaban pekerja sosial terhadap pelaksanaan resosliasisasi dituangkan

dalam bentuk pelaporan tertulis.

4.2.4.3 Respon Kasus dan Pencegahan Hambatan yang mungkin muncul

dalam ADL PDM

Pemantauan resosialisasi tidak hanya dilakukan melalui monitoring,

evaluasi, dan pelaporan, namun juga respon kasus dan pencegahan masalah yang

mungkin muncul terhadap ADL PDM. Pelaksanaan respon kasus sesuai dengan

penjelasan dari informan SHP (pekerja sosial) yaitu sebagai berikut :

“...cuma Peksos itu selalu begini, kalau ada apa-apa dengan klien, pihak
kelurahan selalu curhat dengan kita, pak ini gimana gimana kadang diluar
jam kerja juga.”
92

Peneliti melakukan observasi dengan mengikuti pekerja sosial dalam

respon kasus terhadap masalah ADL PDM. Pekerja sosial mendapatkan keluhan

dari keluarga bahwa PDM tidak dapat melakukan perawatan diri, yaitu mandi,

bersih-bersih, dan toileting. Pekerja sosial kemudia menindak lanjuti masalah ini

dengan mendatangi kediaman PDM. Pekerja sosial memberikan kesempatan

kepada PDM untuk mengutarakan permasalahannya, kemudian memberikan

solusi pemecahan. Keluarga juga mengungkapkan permasalahan yang dirasakan

dan diberikan solusi oleh pekerja sosial.

Pekerja sosial melakukan respon kasus terhadap masalah penolakan PDM

oleh tetangga. Keluarga PDM mendatangi pekerja sosial Unit 2 Bina Laras untuk

meminta bantuan pemecahan masalah penolakan PDM. Pekerja sosial

menindaklanjuti masalah tersebut dengan menemui aparat kelurahan setempat.

Pekerja sosial memberikan arahan kepada kasi kesejahteraan sosial agar

memberikan edukasi dan meyakinkan masyarakat bahwa PDM dapat kembali

bermasyarakat.

Pekerja sosial melakukan respon masalah dengan penyelesaian masalah

maupun pencegahan masalah. Masalah yang sering muncul setelah PDM kembali

ke rumah adalah PDM tidak mau meminum obat. Penyebab PDM tidak meminum

obat adalah bosan atau jenuh. Penjelasan informan SHP (Pekerja Sosial) tentang

permasalahan yang sering muncul setelah PDM kembali ke rumah adalah sebagai

berikut :

“Masalah yang biasanya muncul itu keluarga ngeluh kalau mereka nggak
mau minum obat. Jenuh.”
93

Informan ST (pekerja sosial) juga menjelaskan masalah yang sama ketika

PDM sudah kembali ke rumah. PDM yang tidak meminum obat mengakibatkan

kondisi PDM menjadi tidak stabil. PDM dapat pergi dari rumah atau dapat

kembali direhabulitasi di Unit 2 Bina Laras kembali. Pendapat informan ST

(pekerja sosial) adalah sebagai berikut:

“Biasanya penyangkalan untuk minum obat, terus tidak stabil, jadi


kambuh. Bisa kembali kesini atau malah kabur.”

Informan EK (pekerja sosial) berpendapat hal yang sama. Kondisi PDM

menjadi tidak stabil apabila berhenti minum obat dan memerlukan penanganan

medis. PDM yang telah kembali ke rumah namun kondisinya menjadi tidak stabil,

dapat dibawa ke RSJ untuk mendapatkan penanganan dan dapat dirawat kembali

di BRSBKL. Penjelasan dari Informan EK (pekerja sosial) adalah sebagai berikut:

“Kalau disini biasanya mereka ngedrop kalau tidak diberi obat. Kalau
kambuh, nanti bisa dibawa ke Grasia dulu, kalau memang tidak bisa
diawasi ya bisa dibawa kesini lagi. Tapi harus ada proses. Nggak disini
terus. Muter dulu gitu.”

Solusi jika PDM mengalami kekambuhan adalah memberikan perawatan

medis. Keluarga juga dapat meminta bantuan dari aparat pemerintah setempat

maupun tokoh masyarakat. Penjelasan informan ST (pekerja sosial) adalah

sebagai berikut :

“Kalau penanganan sudah diserahkan ke keluarga. Di awal persiapan


kepulangan kan keluarga dikasih tau pentingnya obat, kalau ada masalah
bisa menghubungi kelurahan, kader jiwa, Babinkamtipmas.”

Tokoh masyarakat dapat membantu memberikan obat kepada PDM,

dengan memanfaatkan rasa takut yang dimiliki PDM terhadap tokoh masyarakat

tersebut. PDM akan bersedia meminum obat secara rutin. Tokoh masyarakat yang
94

memiliki pengaruh terhadap PDM turut diundang dalam proses persiapan

resosialisasi terhadap keluarga. Informasi ini didapatkan dari informan SHP

(pekerja sosial) yaitu sebagai berikut :

“Kita harus tlaten (tekun dan sabar) ngawasi. Nah kita cari dulu siapa
orang yang disegani oleh klien, seangel (sulit) apapun kalau dengan orang
yang dia takuti pasti nurut. Jadi pas family support group kita undang juga
pihak yang ditakuti, misalnya RT/RT, Babinkamtibmas.”

Informasi tentang hambatan ADL pasca resosialisasi dari hasil wawancara

kepada pekerja sosial adalah PDM tidak meminum obat karena bosan. Wawancara

kepada PDM dan keluarga didapatkan hasil bahwa PDM tidak mengalami

hambatan dalam melaksanakan ADL, terutama meminum obat. PDM JM dan

PDM SU masih meminum obat secara rutin dan tidak merasa bosan. Peneliti

menanyakan obat dan jadwal meminum obat, PDM JM dapat menunjukkan obat

yang selalu dikonsumsi bersama dengan waktu meminum obat. Informan SU

(PSM) juga menjawab bahwa tidak bosan meminum obat. Jawaban informan SU

(PDM) ketika ditanya mengenai kewajiban meminum obat :

“Mboten bosen ngunjuk obat. Tiap hari minum 2x” (Tidak bosan minum
obat. Sehari minum 2x)

Hambatan dalam meminum obat terjadi pada PDM SU. W (kakak ipar

PDM S) mengatakan bahwa ketika PDM S tidak meminum obat, ia akan senyum-

senyum ketika malam hari. Penyebab PDM S tidak meminum obat adalah

pembiaran yang dilakukan oleh keluarga. Keluarga menyadari pentingnya obat

namun membiarkan PDM S tidak meminum obat karena obat sudah habis dan

belum sempat membeli. Keluarga menganggap bahwa PDM SU tidak


95

membutuhkan obat. PDM tidak mengamuk meskipun sudah satu bulan tidak

mengonsumsi obat.

PDM S masih dapat diajak berkomunikasi dengan peneliti. Penampilan

PDM S bersih dan rapi. PDM juga mampu melaksanakan arahan dari kakaknya

untuk bersih-bersih. Penjelasan dari informan W (Kakak ipar PDM S) adalah

sebagai berikut :

“Mboten enten masalah. Paling nek mboten ngombe obat niku bengi-bengi
bar isya niko sok ngguya ngguyu dewe. Neng yo teko tak nengke mawon.
Sek penting mboten ngamuk. Sek sabar. Obate pun telas kulo dereng
sempet numbasake. Mpun enten sesasi niki moten ngombe obat rapopo.”
(Tidak ada masalah, mungkin kalau tidak meminum obat malam-malam
sehabis Isya suka senyum-senyum sendiri. Tetapi kami biarkan. Yang
terpenting tidak mengamuk. Yang sabar. Obat sudah habis saya belum
sempat membelikan. Sudah satu bulan ini tidak meminum obat tidak
terjadi apa-apa.)

Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa pekerja sosial

menyelesaikan masalah ADL PDM melalui respon kasus dan pencegahan

hambatan yang mungkin muncul. Respon kasus dilakukan melalui kunjungan

langsung ke PDM, keluarga. penyelesaian kasus tidak dilakukan oleh pekerja

sosial saja, melainkan mengajak aparat pemerintah setempat untuk ikut

berpartisipasi. Hambatan yang mungkin muncul adalah PDM tidak meminum

obat. Penyebab dari hambatan ini bukan hanya rasa bosan pada PDM, namun juga

adanya pembiaran yang dilakukan oleh keluarga.

4.2.4.4 Upaya Pengawasan ADL PDM

Apek pemantauan juga melihat upaya pengawasan ADL PDM yang

dilakukan oleh keluarga dan masyarakat. Informan H (Ketua Dukuh PDM SU)

menjelaskan bahwa masyarakat memberikan kegiatan untuk menganyam besek


96

agar PDM SU memiliki kesibukan. Kegiatan ini juga bermanfaat untuk melatih

keterampilan PDM SU. Pendapat informan H (ketua Dukuh PDM SU) sebagai

berikut :

“Sebetulnya diajarin besek ini kan untuk memunculkan ingatan, biar


ngasih kesibukan juga.”

Penjelasan yang berbeda didapatkan dari informan keluarga dari PDM JM

dan PDM S. Keluarga PDM JM dan keluarga PDM S membiarkan PDM

melakukan kegiatan yang disukai. Keluarga tidak menuntut PDM untuk

melakukan pekerjaan. Keluarga tidak memarahi apabila PDM melakukan

kesalahan. Informan W (kakak ipar PDM S) menjelaskan pemantauan yang

dilakuakan kepada PDM S yaitu sebagai berikut :

“Nggih teko dinengke mawon. Sek penting ampun disenani. Nek kaget yo
nek digertak.” (Ya dibiarkan saja. Yang penting jangan dimarahi kalau
kaget kan karena dibentak itu.)

Informan IS (keponakan PDM JM) juga meakukan pembiaran sama seperti

informan W. PDM JM dibiarkan melakukan kegiatan yang diinginkan, yaitu

sebagai berikut :

“Ya dibiarin aja mau ngapain. Biasanya kalau nganggur suka jalan-jalan.
Ke rumah adik saya, pasar, atau diem di masjid.”

Penuturan ketiga informan dari pendamping PDM dihasilkan bahwa upaya

pengawasan ADL PDM yang dilakukan oleh keluarga dan masyarakat melalui

pemberian kegiatan kepada PDM. PDM dibebaskan melakukan sesuatu yang

dinginkan. PDM diberikan kesempatan untuk berbaur di masyarakat, melalui solat

berjamaah di masjid dan mengunjungi rumah tetangga. PDM juga diberikan


97

pekerjaan oleh tetangga sekitar. Keluarga tidak memarahi PDM apabila membuat

kesalahan.

Pendapat ini sesuai dengan penjelasan dari pekerja sosial. Upaya

mempertahankan kemampuan ADL PDM menjadi tanggungjawab keluarga dan

msyarakat. PDM dapat diberikan kegiatan dan pendampingan aktivitas sehari-hari

oleh keluarga dan masyarakat. Pendapat SHP (pekerja sosial) tentang upaya

mempertahankan ADL PDM adalah sebagai berikut :

“Sebenarnya permasalahan sekarang ini kan di monitoring. Karena


rasionalisasi anggaran itu kita tidak bisa door to door. Sehingga kita
rangkul aparat kelurahan agar ikut mengawasi klien. Sebelum pulang kita
arahkan. Kita nggak menuntut mereka diterima kerja juga, hanya beri
kegiatan yangs sesuai kapasitas mereka.”

Hasil penjelasan informan pekerja sosial dan pendamping PDM diperoleh

gambaran bahwa upaya yang dilakukan untuk menjaga kemampuan ADL PDM

adalah dengan memberikan kegiatan bagi PDM serta pendampingan pelaksanaan

kegiatan sehari-hari. PDM juga diberikan kesempatan berinteraksi dengan

masyarakat, yaitu dengan mengikuti solat jamaah dan mengunjungi rumah

tetangga.

4.2.5 Ketercapaian Tujuan

4.2.5.1 Pemahaman Keluarga terhadap Perubahan PDM dan Persiapan

Resosialisasi

Tujuan dari resosialisasi adalah mempersiapkan PDM kembali ke keluarga

dan tercipta penerimaan, PDM dapat berintegrasi kembali ke kehidupan

bermasyarakat. Persiapan ini dilakukan kepada PDM maupun keluarga dan

masyarakat. Persiapan keluarga diharapkan dapat memberikan pemahaman


98

tentang hal-hal yang perlu dilakukan ketika PDM kembali ke rumah. Penjelasan

dari informan IS (keponakan PDM JM) tentang hal-hal yang didapatkan setelah

diberikan pengarahan resosialisasi adalah sebagai berikut:

“Ya jadi ngerti kalau wajib siapin obat tiap bulan. Sehari minum obat 3x.”

Informan W (kakak ipar PDM S) menjelaskan tentang hal yang didapatkan

setelah menerima pengarahan resosialisasi, yaitu sebagai berikut :

“Dadi ngertos nek nek obat ki penting, kan obat marakke anteng.
Ndadekke siji lare kaleh keluarga, ngurus KTP KK ben nek ngurus obat ki
gampang pas entek.” (Jadi tahu kalau obat itu penting, kan obat yang
membuat tenang. Menjadikan satu dengan keluarga, mengurus KTP KK
agar kalau mengurus obat menjadi mundah ketika habis)

Informan H (Ketua Dukuh PDM SU) menjelaskan tentang hal yang

didapatkan ketika persiapan resosialisasi PDM, yaitu sebagai berikut :

“Kita kudu menerima. Kan wis dadi kewajibane”(Kita harus menerima.


Kan sudah menjadi kewajiban)

Penjelasan ketiga informan didapatkan bahwa keluarga dan masyarakat

memahami hal-hal yang perlu dilakukan selama PDM di rumah. Keluarga juga

menyadari perubahan pada kemampuan ADL PDM. Kesadaran keluarga tentang

perubahan PDM mengindikasikan adanya perhatian kepada PDM. Harapannya

keluarga dan masyarakat mampu melakukan perawatan seperti yang sudah

dipahami.

Perubahan yang dialami PDM sebelum dan sesudah kembali ke keluarga menurut

penjelasan informan IS (Keponakan PDM JM) adalah sebagai berikut :

“Dulu kan kotor to orangnya. Terus di Grasia. Jadi berubahnya ya banyak


sih. Udah baik. Obat juga minum sendiri.”
99

Pendapat informan H (Katua Dukuh PDM SU) tentang perubahan pada

diri PDM SU adalah sebagai berikut :

“Banyak. Komunikasinya sekarang udah biasa. Dulu kan alot diajak


ngomong.”

Penjelasan informan W (kakak ipar S) tentang perubahan pada PDM S

adalah sebagai berikut :

“Nggeh pun benten. Sakniki motoran tekan Temanggung wantun. Riyin sok
ngamuk, bengak-bengok, sakniki pun anteng. Riyin niku awale kan
digertak njuk mentung ibune. Sakniki pun anteng, sek penting disabari.”
(ya sudah beda. Sekarang naik motor sampai Temanggung berani. Dulu
suka mengamuk, teriak-teriak, sekarang sudah tenang. Dulu awalnya kan
dibentak kemudian memukul Ibu memakai kayu. Sekarang sudah tenang,
yeng penting disabari.)

Hasil wawancara kepada informan menggambarkan bahwa mampu

memahami arahan yang diberikan oleh pekerja sosial. keluarga dan masuyarakat

juga telah melaksanakan arahan dari pekerja sosial untuk memberikan kegiatan

sesuai kebutuhan PDM.

4.2.5.2 Kemampuan ADL PDM

Ketercapaian tujuan resosialisasi adalah mempersiapkan keluarga dan

masyarakat agar kemampuan yang telah PDM dapatkan di BRSBKL dapat

dilakukan dipertahankan. Wawancara kepada informan PDM, keluarga, dan

masyarakat didapatkan hasil bahwa selama di rumah, PDM dapat melakukan

kegiatan sehari-hari secara mandiri.

Berikut informasi dari informan SU (PDM) tentang kegiatan kesehariannya :

“Pagi tangi (bangun) Subuh. Terus Solat. Siang nganyam besek, mencuci
baju sendiri, meminum obat sendiri 2x sehari.”
100

Sehari-hari, PDM SU melakukan aktivitas diawali dengan solat. Siang hari

PDM akan menganyam besek. PDM juga dapat menuci baju sendiri. Obat

diminum 2x dalam satu hari. Observasi yang dilakukan menghasilkan informasi

bahwa PDM SU tinggal bersama kedua orangtua yang sudah lansia. Kedua orang

tua PDM memiliki kemampuan mendengar yang kurang serta kesulitan dalam

berjalan. Rumah PDM memiliki aroma kurang sedap dan berantakan. Wawancara

kepada ketua Dukuh didapatkan informasi bahwa PDM SU dapat merawat dirinya

sendiri dan memenuhi kebutuhan dengan menjual besek. Istri PDM SU yang tidak

tinggal di rumah bersama SU akan datang setiap satu minggu sekali untuk

memantau kondisi PDM SU, terutama kebutuhan akan obat.

PDM S dapat membantu pekerjaan sehari-hari. PDM S dapat melakukan

kegiatan perawatan diri tanpa disuruh, seperti mandi, berpakaian, dan berhias.

Keluarga merasa PDM makin mampu mempercantik diri sendiri. Untuk

memanfaatkan waktu luang, PDM sering jalan-jalan. PDM S baru pulang dari

pasar untuk berjalan-jalan ketika peneliti mengunjungi rumah PDM. PDM dapat

diajak berkomunikasi dua arah dan terlihat ceria. PDM S mengenakai rok selutut

dengan rambut dikuncir rapi.

Jawaban dari informan W (kakak ipar PDM S) tentang kegiatan

keseharian PDM S adalah sebagai berikut:

“Nggih ngrewangi ting omah, mlaku-mlaku, ngirisi Lombok yo purun. Nek


kon mari total koyo awakdewe nggih angel. Sek penting anteng, mboten
ngganggu. Saget adus, ngagem klambi, malah sakniki tambah mentel.
Mbien mboten.” (Ya membantu di rumah, jalan-jalan, mengiris cabai juga
mau. Kalau siminta sembuh seperti kita ya susah. Yang penting tenang.
Tidak mengganggu. Bisa mandi, berpakaian, malah sekarang tambah suka
dandan. Dulunya tidak).
101

Informan IS (keponakan PDM JM), PDM JM lebih mampu untuk

membantu melakukan pekerjaan rumah, seperti membuang sampah. PDM juga

mampu merawat diri sendiri tanpa disuruh. Obat juga selalu diminum. Penjelasan

informan IS (keponakan PDM JM) tentang kemampuan ADL PDM JM adalah

sebagai berikut :

“Seneng di rumah. Pagi buang sampah. Mandi. Minum obat. Bisa merawat
diri sendiri kok, nggak perlu disuruh”

Hasil observasi ke rumah PDM JM, peneliti mengamati bahwa PDM JM

dapat mengenakan pakaian dengan baik dan bersih. PDM dapat diajak

berkomunikasi dua arah dan terlihat tenang. PDM JM memahami kondisi

pandemi yang mengharuskan memakai masker ketika keluar rumah. PDM

mematuhi aturan untuk mengenakan masker setiap keluar rumah. PDM JM

berpamitan untuk bersiap menuju masjid untuk solat berjamaah ketika telah

terdengar adzan.

Infomasi dari PDM, keluarga, dan masyarakat mengahasilkan gambaran

bahwa PDM dapat menjaga kemandirian ADL yang telah dimiliki. PDM mampu

melakukan perawatan dasar dan membantu melakukan pekerjaan sehari-hari.

PDM dapat diajak berkomunikasi secara dua arah dan tenang dalam merespon

percakapan.

4.2.5.3 Peran dan Sikap keluarga dan Masyarakat terhadap PDM

Tanggungjawab perawatan PDM ada pada keluarga dan masyarakat

setelah PDM diresosialisasi. Kedua pihak ini turut berperan dalam perawatan

PDM. Wawancara kepada pekerja sosial didapatkan hasil bahwa peranan dan

sikap keluarga dan masyarakat terhadap penerimaan dilihat dari kepedulian


102

keluarga dan masyarakat terhadap PDM. Bentuk penerimaan dan kepedulian

tersebut adalah pemahaman kondisi PDM sehingga mau menerima PDM kembali

ke lingkungan, pendampingan kepada PDM, dan menolong PDM apabila terdapat

masalah.

Pendapat informan SHP (pekerja sosial) tentang penerimaan keluarga dan

masyarakat terhadap PDM adalah sebagai berikut :

“Mereka sudah menerima. Nggak ada protes, siap dengan kepulangan


klien. Biasanya masyarakat belum paham itu suka ngeluh bilang kesini,
kalau nggak mau dia pulang.”

Informan SHP menjelaskan bahwa penerimaan PDM dibuktikan dengan

kesediaan masyarakat agar PDM dapat kembali berbaur dengan masyarakat tanpa

penolakan. Penolakan biasanya terjadi karena masyarakat belum memahami

kondisi PDM. Pendapat ini diperkuat oleh informan EK (pekerja sosial) yaitu

sebagai berikut :

“Peran keluarga dan msyarakat dengan kepedulian. Sebenarnya masih


kurang pemahaman keluarga dan masyarakat, mereka kan disabilitas ya.
Pemahaman harusnya sampai disana, bahwa mereka tu bisa sembuh. Ya
sesuai kadarnya. Dan biasanya mereka kambuh kan karena obat, makanya
peran keluarga itu disana. Bisa mendampingi.”

Informan EK berpendapat bahwa penolakan PDM terjadi ketika keluarga

dan masyarakat tidak memahami bahwa PDM bisa pulih sesuai dengan

kapasitasnya. Pemahaman kemampuan kesembuhan PDM dapat menimbulkan

kesadaran perlunya pendampingan ADL PDM dari lingkungan.

Informan ST (pekerja sosial) berpendapat bahwa pemahaman keluarga dan

masyarakat diharapkan dapat digunakan untuk menolong PDM sehingga PDM

dapat kembali ke lingkungan masyarakat dan mandiri. Penjelasan informan ST


103

(pekerja sosial) tentang bentuk penerimaan keluarga dan masyarakat adalah

sebagai berikut:

“Resosialisasi ini kan menjadi tanggungjawab bersama antara keluarga,


masyarakat, dan aparat, karena semua harus mendukung. Jadi diharapkan
semua ikut menolong sehingga PPKS ini bisa kembali ke lingkungan dan
mandiri”

Hasil wawancara kepada pekerja sosial menggambarkan bahwa peran dan

sikap yang merujuk pada penerimaan PDM adalah kepedulian, yaitu dengan

menerima PDM kembali ke masyarakat, menolong PDM apabila mendapat

kesulitan, serta mendampingi PDM dalam melakukan aktivitas keseharian.

Wawancara dan observasi kepada PDM dan keluarga diperoleh hasil

bahwa masyarakat menerima kembalinya PDM dengan membiarkan PDM

berbaur dengan masyarakat. Tetangga juga membantu PDM untuk memenuhi

kebutuhan, yaitu membuat besek untuk mendapat penghasilan. Penjelasan

informan IS (keponakan PDM JM) tentang sikap dan penerimaan masyarakat

adalah sebagai berikut :

“Menerima. Keluarga dan tetangga menerima. Soalnya dia diajak nomong


juga nyambung. Kalo solat ya dimasjid sama tetangga nggak ditolak juga.”

Penerimaan masyarakat terhadap PDM JM dibuktikan dengan membiarkan

PDM berbaur dengan masyarakat, yaitu melakukan ibadah secara berjamaah.

Berbeda dengan PDM JM, penerimaan PDM SU dibuktikan dengan memberikan

pekerjaan bagi PDM SU melalui kerajinan besek. Tetangga akan mengantarkan

bahan yang dapat langsung dianyam. Besek yang sudah jadi akan diambil dan

dijual. Penjelasan informan IS (keponakan PDM JM) tentang sikap dan

penerimaan masyarakat terhadap PDM JM adalah sebagai berikut :


104

“Ya harus menerima. Buktinya dikasih kerjaan buat besek ini kan biar dia
sibuk juga. Ono sek ngeterke rene pring e. Nek wis dadi dijikuk didol”
(Ada yang mengantarkan bambu kesini. Kalau sudah jadi besek diambil
dan dijual)

Informan W (kakak ipar PDM S) menjelaskan bahwa sikap penerimaan

masyarakat terlihat dari perlakukan mereka ketika bertemu dengan PDM S.

masyarakat merespon S dengan biasa. Kelurahan menerima tanpa penolakan.

Pendapat informan W (kakak ipar PDM S) tentang sikap masyarakat terhadap

PDM S adalah sebagai berikut :

“Nggih tangga-tanggane nampi, mboten sek kepripun pripun. Kelurahan


nggih nampi . nek S gek rono yo teko ditanggepi biasa. Lha wong kita
nggeh nggopleki pas ilang.” (Ya tetangga menerima, tidak ada respon
negative. Ketika S kesana juga ditanggapi biasa. Kita juga mencari dia
waktu hilang).

Observasi peneliti ketika mengikuti pekerja sosial melakukan monitoring

dan evaluasi ke rumah salah satu PDM mennggambarkan kepedualian keluarga

dan masyarakat. Kepedulian keluarga terlihat ketika menceritakan permasalahan

PDM dan meminta solusi dari pekerja sosial. Di kediaman PDM tersebut,

keluarga dengan antusias mendengarkan arahan dari pekerja sosial dalam

memecahkan masalah PDM. Pihak kelurahan yang diwakili Kasi Kesejahteraan

Sosial juga mendampingi hingga selesai dan membantu memecahkan masalah

PDM.

Hasil wawancara kepada pekerja sosial, keluarga dan masyarakat serta observasi

langsung didapatkan informasi bahwa peran dan sikap penerimaan keluarga dan

masyarakat terbukti melalui penerimaan PDM untuk kembali bermasyarakat,

menolong PDM ketika mengalami kesulitan, seta mendampingi PDM dalam

melakukan kegiatan keseharian.


105

4.2.5.4 Ketercapaian Tujuan dari Rencana Resosialisasi

Wawancara dengan pekerja sosial didapatkan informasi bahwa

resosialisasi dianggap berhasil. Indikator keberhasilan resosialisasi berdasarkan

pengamatan dari pekerja sosial, dikarenakan belum terdapat standar atau pedoman

keberhasilan dari resosialisasi. Penjelasan informan SHP (Pekerja sosial) tentang

keberhasilan resosialisasi adalah sebagai berikut :

“Saya lihat program telah berhasil. Indikatornya belum ada yang pasti.
Kan penilaian secara skala ini baik enggaknya tu belum ada. Juklak juknis
setau saya belum ada. Di balai lain juga belum. Kalau selama ini penilaian
ya dari hasil pengamatan saja, klien tidak ada masalah berarti sudah sesuai,
gitu aja. Makanya pekerja sosial bisa membuat inovasi bagaimana
penanganan yang sesuai. Misalnya kami ambil dari balai yg dulu saya
tempati biar bisa disesuaikan, mana yang kira-kira bisa, mana yang
enggak. Jadi ya fleksibel saja.”

Penjelasan informan SHP diperkuat dengan pendapat informan EK

(pekerja sosial) tentang indakator keberhasilan resosialisasi, yaitu sebagai berikut:

“Sudah sesuai. Dari monitoring ke kelurahan sudah baik. Malah di salah


satu keluarahan ada program kusus untuk ODGJ. Kalau indikator
keberhasilan dilihat dari pengamatan aja. Kalau dirasa sudah luwes ya
berati nggak ada masalah. Kalau SOP baru beberapa kasus tertentu saja.”

Informan ST (pekerja sosial) juga berpendapat bahwa resosialisasi telah

sesuai dengan proses yang disusun, namun tujuan pencapaian kemandirian ADL

dan refungsionalisasi PDM belum tercapai sepenuhnya. Masih diperlukan

pendampingan berkelanjutan terhadap keluarga dan masyarakat. Pendapat

informan ST (pekerja sosial) tentang keberhasilan resosialisasi adalah sebagai

berikut:

“Sudah sesuai prosesnya. Tapi kalau tujuannya, dalam artian kemandirian


ADL dan refungsionalisasi belum tercapai, karena mereka membutuhkan
keterampilan praktis yang bisa dilakukan sehari-hari. Harusnya dilakukan
rehabilitasi lanjutan. Harus ada pendampingan keluarga. kalau hanya
106

pemulihan ya sudah tercapai, sesuai kondisi masing-masing.Indikatornya


dari pengamatan saja. Saat ini kita sedang menyusun mekanisme
pelayanan. Kita sama-sama tahu gimana prosesnya, hanya belum
dituliskan saja. Pelaporan kepada Dinas Sosial juga ada. Namun tidak
secara terperinci menjelaskan indikator atau sebagainya, hanya secara
umum saja, berapa kliennya, gimana pelaksanaannya.”

Penjelasan ketiga informan menggambarkan bahwa pelaksanaan

resosialisasi sudah sesuai dengn rencana pelaksanaan program. Masih diperlukan

pendampingan lanjutan untuk mencapai kemandirian ADL dan mengembalikan

fungsi sosial dari PDM. Belum ada acuan baku untuk menilai keberhasilan

resosialisasi sehingga keberhasilan dilihat dari pengamatan pekerja sosial.

Polaporan pelaksanaan resosialisasi dilakukan dengan memberikan deskripsi

secara umum mengenai pelaksanaan resosialisasi dan diberikan kepada Dinas

Sosial Privinsi DIY.

4.2.5.5 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Resosialisasi

1. Faktor Pendukung Resosialisasi

Faktor keberhasilan dari pelaksanaan resosialisasi ini adalah kerjasama

berbagai pihak. Pendapat informan SHP (pekerja sosial) tentang faktor

keberhasilan resosialisasi adalah sebagai berikut :

“Saya lihat program telah berhasil. Faktor utama keberhasilan program


adalah kerjasama kita dengan berbagai pihak.”

Dukungan juga berasal dai respon aparat pemerintah setempat dalam

menangani PDM. Di beberapa kelurahan terdapat program khusus penanganan

PDM, sehingga membantu proses perawatan PDM setelah kembali ke rumah.

Program ini dapat membantu dalam mengedukasi masyarakat terhadap

penerimaan PDM. Pemerintah setempat juga memanfaatkan kerjasama dengan


107

lembaga/komunitas yang ada. Penjelasan inforan EK (pekerja sosial) tentang

faktor keberhasilan resosialisasi adalah sebagai berikut :

“Malah di salah satu keluarahan ada program kusus untuk ODGJ. Mereka
bekerjasama dengan Yakum. Jadi sudah bagus betul itu penaganannya,
kelihatan kepeduliannya. Memang sebetulnya yang kurang kan
pemahaman dari keluarga dan masyarakatnya.”

Keberhsilan resosialisasi dibuktikan dengan penurunan jumlah PDM yang

kembali direhabilitasi. Jumlah PDM yang sudah diresosialisasi dalam kurun

waktu 2021, terjadi pengurangan jumlah PDM yang kembali ke BRSBL Unit 2

Bina Laras dari tahun sebelumnya. Informasi dari informan EK (Pekerja Sosial)

tentang jumlah PDM yang kembali direhabilitasi setelah diresosialisasi adalah

sebagai berikut :

“Ada di daftar tunggu yang masuk, ada beberapa. Tapi nek di tahun ini
pulang tapi balik lagi belum. Adanya pulang tahun lalu terus baru rencana
mau masuk.”

Jumlah PDM yang kembali direhabilitasi sesuai dengan jawaban informan

SHP dan ST. Peneliti menggali lebih dalam tentang sebab PDM yang kembali

direhabilitasi pada tahun lalu lebih banyak dari tahun 2021. Informan berpendapat

bahwa kebijakan untuk mengikutsertakan pemerintah setempat dalam pengawasan

PDM dinilai cukup efektif. Berikut penjelasan SHP (Pekerja Sosial) :

“... kalau dilihat memang keputusan untuk mengikutsertakan aparat


kelurahan dalam resosialisasi ini menurut saya cukup berhasil. Karena kan
dulu ya kita yang moneva. Situasi pandemic, waktu, SDM, biaya terbatas
jadi ya kita cari cara.”

Hasil wawancara kepda pekerja sosial tentang faktor keberhasilan

resosialisasi adalah adanya kerjasama antar lembaga, baik pekerja sosial di

BRSBKL, aparat pemerintah setempat, serta komunitas di wilaya masing-masing.


108

Keberhasilan resosialisasi dibuktikan dengan penurunan jumlah PDM yang

kembali direhabilitasi dari tahun sebelumnya.

2. Faktor Penghambat Resosialisasi

a. Keluarga PDM sulit ditemukan

Hambatan dalam pelaksanaan resosalisasi menurut informan ST (pekerja

sosial) adalah sebagai berikut :

“Faktor penghambat proses resosialisasi itu (1) klien ga punya keluarga.


harus nemokke (menemukan) dulu. Digali dulu siapa keluarganya,
alamatnya dimana. Kecamatan kelurahan lalu kita hubungi TKSK.”

Penjelasan informan ST (pekerja sosial) dapat diketahui bahwa PDM yang

tidak memiliki keluarga memerlukan waktu yang lebih lama untuk menemukan

alamat rumah. Kondisi ini dialami oleh PDM S yang menjadi informan dalam

penelitian ini. PDM S diresosialisasi ke keluarga dan masyarakat setelah 3 tahun

berada di BRSBKL. PDM S direhabilitasi di Unit 2 Bina Laras dari hasil

penjangkauan oleh Dinas Sosial DIY. PDM S tidak mengingat alamat asal

keluarga. Pekerja sosial memerlukan waktu untuk menemukan alamat keluarga

PDM S. Hasil studi dokumentasi menunjukkan bahwa terdapat 73 PDM yang

belum diketahui alamat asalnya.

b. Stigma dari Keluarga dan Masyarakat tentang PDM

Penjelasan informan ST (pekerja sosial) tentang hambatan resosialisasi adalah

sebagai berikut :

“...(2) stigma dari keluarga, makanya perlu konseling keluarga.


Selanjutnya stigma masyarakat, kita dekati masyarakatnya, misalnya kita
pakai kelurahan dihadirkan Babinkamtipmas, RT/RW, kader jiwa. Kalau
memungkinkan kita undang CC juga merekanya.”
109

Informan ST (pekerja sosial) menjelaskan bahwa adanya stigma dari

keluarga dan masyarakat terhadap PDM menjadi hambatan resosialisasi. Stigma

dari keluarga dan masyarakat ini datang akibat dari kurangnya pengetahuan dan

pemahaman terhadap PDM. Masyarakat menilai bahwa PDM tidak dapat pulih

dan dinggap mengganggu. Anggapan ini menyebabkan PDM tidak diterima

kembali di lingkungan. Solusinya permasalahan ini adalah keikutsertaan aparat

pemerintah dalam persiapan resosalisasi, termasuk dalam case conference (CC).

Aparat pemerintah setempat yang memiliki wewenang terhadap masyarakat dapat

membantu memberikan pemahaman kepada keluarga dan masyarakat bahwa

PDM dapat pulih. Penjelasan informan EK (Pekerja Sosial) tentang hambatan

resosialisasi adalah sebagai berikut :

“Memang sebetulnya yang kurang kan pemahaman dari keluarga dan


masyarakatnya. Mereka kurang memahami bahwa ODGJ bisa berbaur,
bisa pulih. Mungkin dulunya suka mengamuk dan mengganggu, tapi
setelah dari sini kan dapat perawatan terus jadi stabil. Hambatan itu
biasanya dari penolakan keluarga. Kalau kelurahan biasanya menerima,
kan sudah jadi tanggungjawab mereka juga. Kami juga sudah memberikan
tips kepada keluarga dan masyarakat bagaimana untuk memanusiakan
mereka.”

Kurangnya pengarahan yang diakukan pekerja sosial dapat memicu adanya

penilain yang salah terhadap PDM. Hal ini disebabkan oleh komunikasi antara

pekerja sosial dengan keluarga yang kurang. Pengantaran PDM di waktu yang

kurang menentu seringkali mengakibatkan pekerja sosial tidak dapat bertemu

langsung dengan keluarga. Pengarahan yang seharusnya diberikan saat

pengantaran ini tidak dapat dilakukan. Meskipun sudah menerima PDM, keluarga

masih perlu diberikan pengarahan tentang perawatan PDM. Pendapat informan


110

SHP (pekerja sosial) tentang hambatan komunikasi pekerja sosial dengan keluarga

adalah sebagai berikut :

“Hambatan juga di komunikasi, karena kita kesana kan pas jam kerja,
keluarga juga nggak selalu ada di rumah, jadi susah ketemu keluarga.
nggakbisa ngasih arahan. Jadi kita cuma ke kelurahan waktu home visit.”

Hasil observasi peneliti didapatkan satu PDM yang telah diresosialisasi

namun kembali mendapatkan rehabilitasi. Penyebab PDM kembali diresosialisasi

adalah kesalahpahaman antara keluarga dengan pekerja sosial. Keluarga

menganggap bahwa PDM tidak dapat berdaya. Keluarga tidak menjalankan

arahan pekerja sosial terkait alur pelaksanaan rehabilitasi. Ketidakpatuhan ini

mengakibatkan pekerja sosial tidak dapat memberikan persiapan resosialisasi

PDM ke keluarga. Keluarga tidak mengetahui perawatan ADL PDM sehingga

PDM mengalami kekambuhan dan memerlukan rehabilitasi.

Keluarga yang tidak memahami kondisi PDM dialami oleh keluarga PDM

S. PDM S tidak diberikan obat oleh keluarga. Keluarga menganggap PDM S

sudah tidak mmebutuhkan obat. Keluarga menyadari perubahan PDM karena

tidak meminum obat, namun keluarga tetap membiaran PDM tidak mengonsumsi

obat karena dianggap tidak butuh obat.

c. Kurangnya Pengawasan terhadap PDM

Pengawasan terhadap PDM menjadi salah satu hambatan resosialisasi.

Jumlah pekerja sosial yang terbatas membatasi pengawasan yang dilakukan.

Pekerja sosial yang berjumlah empat (4) orang berperan sebagai pelaksana utama

rehabilitasi sosial kepada 250 PDM. Penjelasan informan ST (pekerja sosial)

tentang kurangnya pengawasan terhadap PDM adalah sebagai berikut :


111

“Kalau dari program sendiri sebetunya kekurangan kami adalah SDM


yang menghambat pengawasan klien. Klien 250 yang menangani 4 orang
saja. Jadi perlu bantuan dari pihak lain terutama pihak keluarga dan
kelurahan”

Solusi pemecahan masalah pengawasan adalah peran serta dari keluarga

dan masyarakat. Keluarga dan pemerinah setempat membantu dalam pengawasan

PDM. Pendapat ini diperkuat dengan pendapat EK dan SHP. Informan EK dan

informan SHP berpendapat sama bahwa pemerintah perlu menyediakan program

khusus penanganan PDM. Pendapat informan SHP (pekerja sosial) tentang solusi

kurangnya pengawasan terhadap PDM adalah sebagai berikut :

“Selain itu penghambat adalah pengawasan yang kurang. Rehabilitasi


sudah cukup, namun perlu rehabilitasi lanjutan basisnya pemerintah desa.
Yaa ini yang menjadi solusinya, kelurahan/desa lebih aware terhadap
ODGJ melalui program penanganan khusus untuk ODGJ tadi.”

d. Kurangnya anggaran pengantaran PDM ke luar DIY

Informan SHP (pekerja sosial) menjelaskan bahwa hambatan resosalisai

PDM keluar DIY adalah keterbatasan anggaran. Pendapat SHP (pekerja sosial)

tentang hambatan resosialisasi PDM keluar DIY adalah sebagai berikut :

“Kelemahannya juga kita nggak ada anggran untuk mengembalikan klien


diluar DIY. Jadi kita gunaan jejaring tadi, kalau dulu kita dapat anggaran
dari pemkab Sleman untuk digunakan memulangkan klien yang diluar
DIY. Harusnya ada kerjasama begitu antar daerah. Oke kita layani klien
dari luar DIY, dengan syarat pemprov memberikan anggaran untuk klien
ini. Jadi sharing anggaran.”

Studi dokumentasi menghasilkan informasi bahwa dari total 250 penerima

manfaat di Unit 2 Bina Laras, terdapat kurang lebih 38 PDM yang berasal dari

luar DIY, yaitu dari pulau Jawa, Sulawesi, Sumatra, Aceh, dan Papua. Solusi

untuk mengatasi hambatan tersebut adalah adanya kerjasama antar pemerintah

daerah dalam anggaran rehabilitasi PDM. Unit 2 Bina Laras dapat memberikan
112

pelayanan kepada PDM dari daerah tertentu dengan menggunakan anggaran yang

berasal dari Pemerintah Daerah PDM berasal. Kebijakan tersebut sempat

dilakukan, namun saat ini sudah tidak diberlakukan kembali.

4.2.6 Harapan

Informan keluarga dan aparat pemerintah setempat berharap PDM dapat

kembali bekerja dan mandiri. Harapan dari informan W (kakak ipar PDM S)

terhadap PDM S adalah sebagai berikut :

“Nggih harapane sembuh total. Nek mboten saget nggih saget nrimo. Sek
pinting iso lumrah, nyambut gawe.” (Ya harapannya sembuh total. Kalau
tidak bisa ya dapat menerima kondisi. Yang penting dapat hidup wajar,
bekerja.”

Informan IS (Keponakan PDM JM) juga berharap bahwa PDM JM dapat

hidup mandiri, yaitu sebagai berikut :

“Kalau udah normal ya pengen kerja lagi. Tapi kan susah. Yang penting
bisa mandiri.”

Informan H (ketua Dukuh PDM SU) berharap agar diberikan infromasi

jika program yang menyangkut PDM. Caranya adalah dengan pemantaua

terhadap kondisi PDM harus tetap dilakukan. Harapan H (ketua Dukuh PDM SU)

adalah sebagai berikut:

“Harapannya kalao ada apa-apa disenggol, terutama ya hal klasik kaya


bantuan dikasih. Caranya ya ada pihak yang tetep memantau kondisinya.”

Wawancara tentang harapan keluarga dan masyarakat menghasilkan

informasi bahwa ketiga informan berharap agar PDM dapat pulih sehingga dapat

hidup mandiri dan kembali bekerja. Informan juga berharap agar terdapat

penyebarluasan informasi tentang program bagi PDM. Harapan dari pekerja sosial
113

di BRSBL Unit 2 Bina Laras adalah adanya penerimaan dari keluarga dan

masyarakat.

“Harapannya keluarga bisa menerima, masyarakat menerima, tanpa


penolakan. Bisa menerima klien magang kerja juga, dalam artian coba
bekerja.”

Penerimaan masyarakat ini dapat direalisasikan melalui program dari

kelurahan setempat untuk penanganan penyandang disabilitas mental. Pendapat

informan SHP (Pekerja Sosial) tentang realisasi penerimaan aparat kelurahan/desa

setempat terhadap PDM adalah sebagai berikut :

“Ketika kondisi klien sudah stabil, harapannya mereka bisa berkembang.


Harusnya di kelurahan punya program penanganan ODGJ. Di kita kan
hanya 6 bulan, nggak bisa selamanya, yang bertanggungjawab harusnya
kelurahan.”

Informan EK (Pekerja Sosial) juga berharap bahwa pemerintah setempat

dapat membuat program khusus penanganan PDM, yaitu sebagai berikut :

“Karena resossialisasi kita kan program kita semua, harapannya kelurahan


punya program untuk ODGJ. Contohnya kelurahan Sidoluhur yang bisa
mengelola menangani warganya.”

Informan ST (pekerja sosial) juga berharap agar seluruh profesi yang ada

di BRSBKL Unit 2 Bina Laras dapat berperan aktif dalam menangani PDM, yaitu

sebagai berikut :

“Seluruh profesi yang berada di dalam balai juga diharapkan ikut berperan
aktif dalam menolong klien.”

Penjelasan dari seluruh informan tentang harapan kepada PDM dan

resosialisasi adalah sebagai berikut:

1. PDM pulih sehingga dapat hidup mandiri dan bekerja

2. Adanya penyebarluasan infromasi berkaitan dengan program bagi PDM


114

3. Adanya program khusus penanganan PDM di tingkat Pemerintah

Desa/Kelurahan

4. Adanya peran aktif dari seluruh profesi yang ada di BRSBKL

4.3 Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian efektivitas resosialisasi terhadap Activity

Daily Living (ADL) Penyandang Disabilitas Mental (PDM) di Balai Rehabilitasi

Sosial Bina Karya dan Laras (BRSBKL) DIY diuraikan dengan analisis hasil

penelitian, analisis masalah, analisis kebutuhan, dan identifikasi sistem sumber

sebagai berikut.

4.3.1 Analisis Hasil Penelitian

4.3.1.1 Karakteristik Informan

Informan dari penelitian ini adalah pekerja sosial di BRSBKL Unit 2 Bina

Laras, PDM yang telah diresosialisasi serta pendamping PDM. Pekerja sosial

yang menjadi informan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang. Ketiga

informan telah bekerja di Unit 2 Bina Laras dan menangani Penyandang

Disabilitas Mental (PDM) lebih dari 6 bulan. Satu diantara tiga pekerja sosial

tersebut adalah Koordinator pekerja sosial di BRBKL.

Informan penelitian ini juga terdiri dari tiga orang PDM yang telah

diresosialisasi dari BRSBKL DIY selama lebih dari satu tahun. Dua PDM tinggal

di DIY, sedangkan satu PDM tinggal di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

PDM dapat diajak berkomunikasi dan tinggal bersama anggota keluarga yang

lain. PDM didampingi oleh keluarga atau anggota masyarakat ketika dilakukan

wawancara bersama peneliti.


115

Informan pendamping PDM berjumlah tiga orang yang terdiri dari anggota

keluarga atau masyarakat yang mengetahui kondisi PDM secara langsung.

Pendamping PDM yang menjadi informan berjumlah tiga orang. Informan dari

pendamping PDM terdiri dari kakak ipar PDM, keponakan PDM, serta Ketua

Dukuh. Kakak ipar PDM dan Keponakan PDM ini tinggal dalam satu rumah

bersama PDM. Ketiga informan merawat PDM sejak PDM kembali diresosialisasi

dari BRSBKL Unit 2 Bina Laras.

4.3.1.2 Ketepatan Sasaran Resosialisasi

Prince berpendapat bahwa ketepatan sasaran program yaitu mengukur

sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai.

Pendekatan sasaran dalam mengukur efektivitas dimulai dengan identifikasi

sasaran program dan mengukur tingkatan keberhasilan program dalam mencapai

sasaran tersebut. Ketepatan sasaran dalam penelitian ini melihat ketepatan

penerima resosialisasi, ketepatan pelayanan resosialisasi, serta ketepatan pihak

pelaksana resosialisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resosialiasasi

dilaksanakan dengan tepat sasaran.

Sasaran dari resosialisasi adalah PDM beserta keluarga dan masyarakat.

Penentuan kelayakan PDM ini dilihat berdasarkan observasi dari pekerja sosial

dan disepakati melalui case conference. Kriteria yang digunakan untuk

menentukan PDM layak diresosialisasi yaitu emosi sudah stabil, ADL mandiri,

telah mendapatkan rehabilitasi 6 bulan maksimal 1 tahun, serta keluarga dan

masyarakat siap menerima PDM kembali.


116

Kestabilan emosi dilihat dari kemampuan PDM dalam merespon arahan

dan kepatuhan meminum obat. Hasil wawancara dan observasi kepada keluarga

dan masyarakat menunjukkan bahwa ketiga PDM berada pada kondisi emosi yang

stabil. PDM S, JM dan SU dapat merespon dengan baik ketika diajak

berkomunikasi, dapat melaksanakan arahan, dan dapat meminum obat sesuai

anjuran. Kemampuan PDM tersebut sesuai dengan pendapat Yahzfinedi bahwa

PDM dalam fase pemeliharaan akan patuh dalam meminum obat dan minim

terhadap stressor kekambuhan.

ADL menurut Sugiarto terdiri dari empat macam yaitu ADL dasar

(berpakaian, makan dan minum, toileting, mandi dan berhias), ADL instrumental

(menggunakan air/alat bantu sehari-hari), ADL vokasional (pekerjaan), serta ADL

nonvokasional (mengisi waktu luang). Observasi penelitian menggambarkan

bahwa PDM yang telah dinyatakan layak resosialisasi mampu melakukan

perawatan diri, PDM dalam kondisi bersih, dan dapat membantu pramu sosial

untuk merawat PDM yang lain.

Kriteria kelayakan dari lamanya mendapat rehabilitasi sesuai dengan

Lampiran Pergub DIY No. 36 Tahun 2017 tentang Standar Operasional Prosedur

Penanganan Gelandangan dan Pengemis, yaitu penanganan gelandangan,

pengemis, gelandangan dan pengemis psikotik (PDM) mendapatkan bimbingan

rehabilitasi sosial selama 6 bulan hingga 1 tahun. Penelitian menghasilkan

gambaran bahwa ketiga PDM yang telah kembali diresosialisasi telah

mendapatkan rehabilitasi lebih dari 6 bulan. PDM S telah mendapatkan


117

rehabilitasi selama 3 tahun, sementara PDM JM dan SU mendapatkan rehabilitasi

selama 1 tahun.

Keluarga dan masyarakat menerima kepulangan PDM menjadi kriteria

resosialisasi sesuai dengan Penjelasan Pergub DIY No. 36 Tahun 2017 tentang

Standar Operasional Prosedur Penanganan Gelandangan dan Pengemis Pasal 29

ayat 6 huruf c, yaitu upaya pemulangan ke daerah asal dilakukan dengan

mempertimbangkan bahwa keluarga telah siap menerima kembali kehadiran

anggota keluarganya. Kesiapan keluarga dalam resosialisasi dibuktikan dengan

adanya surat kepulangan PDM dari BRSBKL Unit 2 Bina Laras. Observasi dan

wawancara menghasilkan gambaran bahwa resosialisasi belum dilakukan apabila

masih terdapat penolakan dari keluarga maupun masyarakat setempat.

Pelayanan resosialisasi yang didapatkan masing-masing sasaran diberikan

oleh pelekerja sosial. Pemberi pelayanan ini sesuai dengan Pergub DIY Nomor 16

tahun 2020 tentang Perubahan Atas Pergub DIY Nomor 90 Tahun 2018 tentang

Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, Dan Tata Kerja UPT Dinas

Sosial Pasal 17 ayat 3 yang menerangkan bahwa Seksi Perlindungan dan

Rehabilitasi Sosial Bina Laras dalam hal ini pekerja sosial mempunyai fungsi

melaksanakan reintegrasi, resosialisasi, reunifikasi warga binaan sosial pada

keluarga dan masyarakat. Sebagaimana pendapat Enung Huripah tentang tugas

pekerja sosial terhadap penyandang disabilitas yaitu memberikan dan

menciptakan hubungan diantara orang dengan disabilitas di dalam lingkungan

sistem sumber.

4.3.1.3 Sosialisasi
118

Sosialisasi menurut Ni Wayan Budiani merupakan kemampuan

penyelenggara program dalam melakukan sosialisasi program sehingga informasi

mengenai pelaksanaan program dapat tersampaikan kepada masyarakat pada

umumnya dan sasaran peserta program pada khususnya. Aspek sosialisasi dalam

penelitian ini melihat proses yang dilakukan BRSBKL dalam memberikan materi

resosialisasi agar dapat dipahami dan diterima oleh keluarga dan masyarakat,

termasuk media yang digunakan dan pihak yang ikut terlibat.

Pelaksanaan resosialisasi telah sesuai dengan tahapan yang ditetapkan.

Case conference dilakukan sebelum resosialisasi dilakukan. Resosialisasi diawali

dengan infentarisasi data, dilanjutkan dengan persiapan kepada PDM, keluarga

dan masyarakat. Pelaksanaan persiapan keluarga dilakukan setelah dilakukan

penelusuran keluarga (tracing). Persiapan keluarga dan masyarakat dilakukan

melalui home visit, family gathering dan family support. Tahap selanjutnya adalah

uji coba pemulangan. Resosialisasi diakhiri dengan reunifikasi dan terminasi.

Proses resosialisasi sesuai dengan Pergub DIY No 36 Tahun 2017 tentang Standar

Operasional Prosedur Penanganan Gelandnagan dan Pengemis lampiran B angka

4 yaitu kegiatan pemulangan PDM ke wilayah asal dilakukan dengan

Tracing/Visit dan sebelumnya dilakukan case conference.

Pihak yang terlibat dalam resosialisasi adalah aparat kelurahan dan

kecamatan. Keterlibatan ini sesuai dengan Pergub DIY No 36 Tahun 2017 tentang

Standar Operasional Prosedur Penanganan Gelandangan dan Pengemis pasal 29

yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pemulangan PDM kepada keluarga,

Dinas Sosial dapat berkoordinasi dengan instansi terkait.


119

Penelitian efektivitas resosialisasi terhadap ADL PDM berdasarkan aspek

sosialisasi telah efektif. Proses pelaksanaan resoailisasi sesuai dengan prosedur

yang ditetapkan. Materi yang diberikan pekerja sosial dapat dipahami oleh

keluarga dan masyarakat. Keluarga dan masyarakat mengaku menjadi tahu hal-hal

yang perlu dilakukan ketika PDM kembali ke rumah. Keluarga dan masyarakat

menjelaskan bahwa materi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan tidak ada

kekurangan dalam pemberian materi tersebut.

4.3.1.4 Pemantauan

Pemantauan menurut Ni wayan Budiani adalah kegiatan yang dilakukan

terhadap pelaksanaan program sebagai bentuk perhatian kepada peserta program.

Aspek pemantauan dalam penelitian ini melihat pelasanaan monitoring, evaluasi

dan pelaporan, respon kasus dan pencegahan hambatan, serta upaya pengawasan

keluarga terhadap ADL PDM. Permensos Nomor 16 tahun 2019 pasal 37

menjelaskan bahwa pendampingan sosial dilakukan melalui pencegahan, respon

kasus, menejemen kasus serta monitoring dan evaluasi. Hasil penelitian pada

aspek pemantuan adalah resosialisasi masih kurang efektif.

Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, respon kasus dan penyampian laporan

kegiatan sesuai dengan tugas Seksi Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Bina

Laras dalam Pergub DIY Nomor 16 Tahun 2020 Pasal 17 ayat 2. Tugas ini telah

dilaksanakan oleh pekerja sosial, namun sasaran pelaksanaan monitoring dan

evaluasi tidak dapat menjangkau seluruh PDM. Jumlah SDM pekerja sosial yang

terbatas membatasi jumlah PDM yang dapat dipantau secara langsung. Selama

tahun 2021, moneva yang seharusnya dilaksanakan setiap 3 bulan tidak dapat
120

dilakukan karena terbatsnya anggaran dan adanya pandemic Covid-19. Pekerja

Sosial mengajak dan mengarahkan aparat pemerintah setempat untuk melakukan

pemantauan kepada PDM secara langsung, namun belum seluruh aparat mampu

melaksanakan pemantauan kepada PDM. Selama resosialisasi dilakukan, PDM

SU, JM, dan S belum mendapatkan monitoring dari pekerja sosial. PDM S dan

PDM JM belum pernah mendapatkan pengawasan dari pemerintah setempat.

Permasalahan kurangnya pemantauan karena ketidaksesuaian jumlah PDM

dengan pekerja sosial sesuai dengan pendapat Yazfinedi bahwa permasalahan

pada tingkat institusi pemerintah adalah jumlah PDM melebihi kapasitas

pelayanan yang tersedia. Kaitan pada permasalahan penelitian ini adalah jumlah

pekerja sosial dan anggaran yang tidak sebanding dengan PDM yang perlu

ditangani. Diperlukan peran dari aparat pemerintah desa/kelurahan sebagai sistem

terdekat PDM dan mampu menjangkau PDM secara langsung.

4.3.1.5 Ketercapaian Tujuan

Ni Wayan Budiani menjelaskan aspek ketercapaian tujuan dalam

efektivitas adalah melihat sejauh mana kesesuaian antara hasil pelaksanaan

program dengan tujuan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Lampiran

Perda DIY Nomor 1 tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis

menyebutkan bahwa resosialisasi dilakukan untuk mempersiapkan penerima

pelayanan agar dapat berintegrasi penuh ke dalam kehidupan dan penghidupan

masyarakat, serta untuk mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat daerah

asal atau lingkungan masyarakat di lokasi penempatan kerja/usaha penerima


121

layanan agar mereka menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk

berintegrasi dengan kegiatan kemasyarakatan.

Efektivitas resosialisasi terhadap ADL PDM pada penelitian ini sesuai

tujuan resosialisasi dalam peraturan tersebut melihat ketercapaian tujuan pada dua

hal. Tujuan pertama pada kemampuan ADL PDM setelah diresosialisasi dan

jumlah PDM yang kembali direhabilitasi. Tujuan kedua diarahan kepada kesiapan

masyarakat dilihat melalui sikap dan peran masyarakat. Faktor pendukung dan

penghamabat resosialisasi juga dilihat dalam penelitian ini.

ADL menurut Sugiarto terdiri dari empat macam yaitu ADL dasar

(berpakaian, makan dan minum, toileting, mandi dan berhias), ADL instrumental

(menggunakan air/alat bantu sehari-hari), ADL vokasional (pekerjaan), serta ADL

nonvokasional (mengisi waktu luang). Penelitian didapatkan hasil bahwa PDM

dapat melakukan keempat macam bentuk ADL. Keberhasilan tujuan resosialisasi

juga ditunjukkan melalui jumlah PDM yang kembali diresosialisasi di tahun 2021

yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.

Keluarga memahami dan melaksanakan arahan dari pekerja sosial untuk

menerima PDM ke keluarga. Bentuk penerimaan dibuktikan dari kepedulian

masyarakat untuk memahami kondisi PDM sehingga menerima PDM kembali ke

lingkungan, pendampingan kepada PDM, dan menolong PDM apabila terdapat

masalah. Hardiwynoto menjelaskan bahwa dukungan anggota keluarga memiliki

peran dalam mempengaruhi penurunan pada activity daily living.

Faktor keberhasilan resosialisasi adalah adanya jejaring antar pihak,

terutama pekerja sosial dengan pihak kelurahan dan kecamatan. Aparat


122

pemerintah bersedia membantu pemantauan terhadap PDM. Beberapa desa di

DIY telah memiliki program khusus penanganan PDM yang juga bekerjasama

dengan yayasan yang peduli dengan PDM. Pihak kecamatan seperti TKSK

membantu dalam mencari alamat keluarga PDM.

Faktor penghambat resosialisasi adalah keluarga PDM susah ditemukan,

stigma dari keluarga dan masyarakat, kurangnya pengawasan PDM, dan

kurangnya anggaran pengantaran PDM ke luar DIY. Hambatan proses

resosialisasi ini sesuai dengan pendapat Yazfinedi tentang permasalahan

penyandang disabilitas di Indonesia. Yazfinedi berpendapat bahwa pada tingkat

keluarga dan masyarakat terdapat stigma tentang PDM pada fase kembali dari

rehabilitasi sosial. Stigma menyebabkan PDM kesulitan berintegrasi kembali

dengan masyarakat. Permasalahan di tingkat institusi rehabilitasi milik pemerintah

adalah ketidakseimbangan antara sumber daya dengan kapasitas penerima

manfaat.

Hasil penelitian efektivitas resosialisasi aspek ketercapaian tujuan adalah

resosialisasi telah mencapai keberhasilan namun masih memerlukan pengawasan

dan pendampingan lanjutan kepada keluarga dan masyarakat. pengawasan dan

pendampingan lanjutan dilakukan untuk mempertahankan ADL PDM yang telah

didapatkan dan memonitoring sikap dan peran keluarga dan masyarakat dalam

penerimaan PDM.

4.3.1.6 Harapan

Informan W, IS, dan H berharap bahwa PDM dapat hidup mandiri dan

kembali bekerja. Informan H juga berharap agar terdapat pihak yang memberikan
123

informasi yang berkaitan dengan kebutuhan PDM. Pekerja sosial yang menjadi

informan peneliti yaitu informan EK dan SHP berharap agar pemerintah

desa/kelurahan mengadakan program khusus penanganan PDM. Informan S

berharap adanya peran aktif dari seluruh profesi di BRSBKL.

4.3.2 Analisis Masalah

Analisis hasil penelitian telah menggambarkan efektivitas resosialisasi

terhadap activity daily living (ADL) penyandang disabilitas mental (PDM).

Efektivitas resosialisasi terhadap ADL penyandang disabilitas mental (PDM)

masih memiliki kekurangan, yaitu pada aspek pemantauan. Berikut adalah

kekurangan atau masalah yang ditemukan dalam penelitian ini.

1. Keterbatasan pemantauan

Pekerja sosial telah melaksanakan pemantauan terhadap ADL PDM pasca

resosialisasi melalui visit langsung, namun belum dapat menjangkau PDM secara

keseluruhan. Jumlah SDM pekerja sosial yang terbatas dan kondisi pandemi

Covid-19 menyebabkan keterbatasan pelaksanaan pemantauan secara langsung.

Tiga PDM yang menjadi informan peneliti belum pernah mendapatkan

monitoring sejak kepulangan PDM ke keluarga.

Penelitian menghasilkan gambaran bahwa kurangnya pemantauan

menyebabkan kelalaian keluarga dalam merawat PDM, terutama meminum obat.

Keluarga menyadari pentingnya obat dan menyadari adanya perubahan pada PDM

jika tidak meminum obat. Keluarga tidak memberikan obat sesuai jadwal dan

dosis yang diberikan.


124

Kelalaian keluarga dalam perawatan PDM dapat diminimalisir apabila

terdapat pemantauan terhadap PDM dan keluarga. Penelitian menghasilkan

gambaran bahwa kelalaian keluarga terjadi pada keluarga yang tidak mendapatkan

pemantauan, baik oleh pekerja sosial maupun aparat pemerintah setempat.

Keluarga yang selalu berkonsultasi dan dimonitoring pekerja sosial mampu

mempertahankan perawatan terhadap PDM.

2. Kurangnya peran aparat pemerintah terhadap pelaksanaan pemantauan PDM

Penelitian efektivitas menghasilkan gambaran bahwa untuk mengatasi

kurangnya SDM pekerja sosial dalam pemantauan terhadap PDM, aparat

pemerintah desa/kelurahan diarahkan untuk dapat berpartisipasi dalam

pemantauan PDM. Hal ini karena tanggung jawab PDM pasca resosialisasi ada

pada keluarga dan masyarakat. Tanggung jawab masyarakat yaitu melalui

pemerintah desa/kelurahan ditunjukkan dengan peran untuk ikut mendampingi

PDM. Pada awal PDM dirujuk ke BRSBKL dilampirkan surat rekomendasi dari

desa/kelurahan sebagai indikasi bahwa desa/kelurahan akan berkomitmen

menerima PDM saat sudah kembali ke masyarakat.

Aparat pemerintah desa/kelurahan terutama kasi kesejahteraan

sosial/Kamituwo bersedia melakukan pengawasan terhadap ADL PDM, namun

kurang mampu melaksanakan pengawasan secara maksimal. Hasil wawancara dan

observasi menunjukkan bahwa aparat pemerintah desa/kelurahan menyadari tugas

dan tanggungjawab serta menyadari adanya permasalahan PDM, namun kurang

tergerak menyelesaikan masalah jika belum diarahakan.

4.3.3 Analisis Kebutuhan


125

Menurut hasil analisis masalah yang telah ditemukan berdasarkan aspek-

aspek efekktivitas, kebutuhan dari pekerja sosial maupun PDM keluarga dan

masyarakat untuk menunjang efektivitas resosialisasi terhadap activity daily living

penyandang disabilitas mental adalah sebagai berikut :

1. Perlunya peningkatan sasaran pemantauan PDM, untuk mengurangi potensi

kekambuhan PDM karena tidak mengonsumsi obat sebagai akibat dari

kurangnya pemantauan terhadap ADL PDM.

2. Perlunya peningkatan peran aparat pemerintah desa/kelurahan dalam

pemantauan PDM, hal ini karena keterbatasan SDM pekerja sosial dan belum

adanya peran aparat kelurahan secara nyata terhadap penanganan PDM.

4.3.4 Analisis Potensi Sumber

Hasil penelitian tentang efektivitas resosialisasi terhadap activity daily

living (ADL) penyandang disabilitas mental (PDM) di BRSBKL DIY, peneliti

dapat mengidentifikasi sumber yang dapat dimanfaatkan untuk pemecahan

masalah sesuai hasil analisis yang telah dilakukan. Sistem sumber yang dapat

dimanfaatkan adalah sebagai berikut :

1. Sistem Sumber Informal

Sumber informal yang dapat digunakan dalam mengawasi ADL PDM

adalah masyarakat yang tinggal di lingkungan PDM. Penelittian menghasilkan

informasi bahwa masyarakat ikut memberikan pemantauan dengan cara

memberikan informasi kepada aparat pemerintah desa/kelurahan dan pekerja

sosial apabila terjadi masalah pada PDM dan keluarga. Dukungan masyarakat

berupa penerimaan PDM untuk bermasyarakat dan memberikan pekerjaan bagi


126

PDM. Sumber informal yang dapat digunakan pekerja sosial dalam memantauan

PDM adalah petugas di BRSBKL DIY, yaitu perawat, psikolog dan pramu sosial

yang memberikan kontribusi dan kerjasama dalam pengawasan ADL PDM di

BRSBKL Unit 2 Bina Laras.

2. Sistem Sumber Formal

Sistem sumber formal merupakan sumber yang dapat dimanfaatkan oleh

anggota dalam lembaga formal. Sumber formal yang dapat dimanfaatkan adalah

BRSBKL. Pekerja sosial dapat mengakses sarana dan prasarana yang ada,

diantaranya mobil dinas BRSBKL, peralatan ATK, dan tempat pelaksana

kegiatan. Mobil dinas sebagai media transportasi menuju lokasi alamat PDM

maupun ke kantor desa/kelurahan, dalam proses persiapan keluarga, pengantaran

PDM, dan monitoring. Peralatan ATK diperlukan untuk infentarisasi data yang

telah dikelompokkan sehingga memudahkan pekerja sosial dalam meresosialisasi

PDM. ATK juga digunakan untuk membuat bukti perjalanan persiapan dan

monitoring serta bukti penyerahan PDM ke keluarga. Tempat pelaksanaan

kegiatan yaitu ruang pertemuan yang digunakan untuk pertemuan keluarga dan

pekerja sosial, misalnya untuk konsultasi dan family support.

PDM dapat mengakses pelayanan dari psikolog, pekerja sosial, perawat,

dan pramusosial selama menjalankan rehabilitasi di BRSBKL. Psikolog

memberikan arahan memanajemen emosi, perawat memberi pendampingan obat

di BRSBKL, pramu sosial mendampingi ADL PDM, dan pekerja sosial

memberika pelayanan dari assesmen hingga terminasi, termasuk resosialisasi.

3. Sistem Sumber Kemasyarakatan


127

Sistem sumber kemasyarakatan yang dapat diakses dalam resosialisasi

PDM adalah lembaga tingkat pemerintah desa/kelurahan, pemerintah tingkat

kecamatan, TNI, dan Polri. Pemerintah desa/kelurahan terlibat dalam rehabilitasi

PDM. PDM memerlukan rujukan dari pemerintah desa/kelurahan sebagai syarat

menjadi warga binaan. Rujukan ini juga digunakan sebagai bukti kesediaan

masyarakat untuk menerima PDM kembali apabila telah diresosialisasi. Di

beberapa Pemerintah desa/kelurahan memiliki program khusus penanganan PDM.

Program ini dilakukan bekerja sama dengan YAKKUM (Yayasan Kristen Untuk

Kesehatan Umum). Program pendampingan ini membantu dalam proses

pemantauan ADL PDM oleh keluarga dan masyarakat.

Pada tingkat kecamatan, TKSK membantu dalam proses penelusuran

alamat keluarga PDM. TKSK juga berperan secara langsung untuk

mensosialisasikan kepulangan PDM ke alamat keluarga PDM, terutama PDM di

luar DIY. Kepolisian melalui Babinkamtibmas dan TNI melalui Babinsa ikut

terlibat dalam pemantauan. PDM yang tidak patuh untuk meminum obat akan

diawasi oleh aparat atau tokoh yang ditakuti, terutama Babinsa dan

Babinkamtibmas. Babinsa dan Babinkamtibmas ikut mensosialisasikan

kepulangan PDM kepada masyarakat.


BAB V

USULAN PROGRAM

5.1 Dasar Pemikiran

Berdasarkan hasil penelitian efektivitas resosialisasi terhadap activity daily

living (ADL) penyandang disabilitas mental di BRSBKL DIY, menunjukkan

bahwa efektivitas pemantauan resosialisasi masih perlu ditingkatkan. Pemantauan

merupakan kegiatan untuk melihat perkembangan PDM setelah kembali ke

rumah, terutama kemampuan ADL yang telah didapatkan di BRSBKL agar dapat

dipertahankan. Kegiatan pemantauan ini peru dilakukan.secara berkelanjutan.

Pelaksanaan pemantauan memerlukan peranan dan kerjasama dari semua pihak,

baik dari keluarga maupun masyarakat. Hal ini karena tanggung jawab PDM yang

paling utama ada pada keluarga dan masyarakat.

BRBKL DIY merupakan suatu unit pelayanan teknis daerah yang

memberikan rehabilitasi kepada gelandangan, pengemis, dan penyandang

disabilitas mental. Khusus penyandang disabilitas mental akan mendapatkan

rehabilitasi di Unit 2 Bina Laras. Pelaksanaan rehabilitasi menggunakan proses

pertolongan pekerja sosial. Tujuan dari rehabilitasi ini adalah mengembaikan

keberfungsian sosial PDM agar dapat kembali ke masyarakat secara mandiri.

Resosialisasi dilakukan sebagai persiapan kepada keluarga dan masyarakat agar

lebih siap menerima kepulangan PDM kembali.

Keempat aspek efektivitas resosialisasi terhadap activity daily living

(ADL) penyandang disabilitas mental (PDM) di BRSBKL DIY, yaitu aspek

ketepatan sasaran, sosialisasi, pemantauan, dan ketercapaian tujuan. Terdapat satu

128
129

aspek yang perlu ditingkatkan, yaitu pada pemantauan resosialisasi. Aspek

ketepatan sasaran, sosialisasi, dan ketercapaian tujuan telah dilakukan sesuai

rencana.

Pekerja sosial telah melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan

resosialisasi ADL PDM, namun pelaksanaan monitoring dan evaluasi kurang

dapat dirasakan oleh PDM dan keluarga. Ketiga informan pekerja sosial

melakukan monitoring dan evaluasi dengan mengunjungi langsung ke rumah

PDM yang. PDM yang dimonitoring disesuaikan dengan lokasi wilayah rumah

para PDM. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan waktu dan biaya yang

digunakan juga karena keterbatasan jumlah pekerja sosial yang dapat melakukan

monitoring secara langsung.

Satu dari tiga informan pendamping PDM membiarkan PDM tidak

meminum obat. Keluarga menyadari bahwa terjadi perubahan pada diri PDM

setelah satu bulan tidak meminum obat. Observasi juga menghasilkan data bahwa

terdapat PDM yang kembali diresosialisasi karena keluarga tidak memberikan

obat kepada PDM. Keluarga melakukan pembiaran terhadap PDM meskipun

paham bahwa obat adalah wajib untuk PDM. Pembiaran dan kelalaian keluarga

dalam pemantauan ADL PDM termasuk meminum obat dapat diminimalisir

apabila dilakukan pendampingan secara berkelanjutan.

Observasi dan wawancara menghasilkan gambaran bahwa pemantauan

terhadap PDM menjadi hal yang sangat pentig dalam mempertahankan ADL

PDM. Pemantauan berfungsi untuk melihat perkmbanagan PDM serta dapat


130

menemukan hambatan yang terjadi sehingga didapatkan solusi untuk

memecahkan masalah tersebut.

Keterbatasan jumlah pekerja sosial serta kondisi pandemi Covid-19

membatasi pelaksanaan monitoring. Pekerja sosial melakukan pemantauan tidak

secara menyeluruh. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pekerja sosial

mengikutsertakan aparat pemerintah desa/kelurahan dalam pemanatauan ADL

PDM pasca resosisialisasi.

Aparat pemerintah setempat memiliki kewajiban dan kewenangan dalam

pemantauan PDM. Aparat pemerintah desa/kelurahan memiliki kemudahan dalam

akses informasi maupun pelayanan. Kemudahan ini dapat digunakan untuk

memperlancar pelaksanaan monitoring yang dilakukan. Lingkup desa/kelurahan

yang tidak terlalu luas memudahkan pemantauan PDM secara langsung.

Wawancara dan observasi yang dilakukan menghasilkan data bahwa aparat

pemerintah desa/kelurahan bersedia melakukan pendampingan terhadap ADL

PDM.

Hambatan yang muncul adalah aparat kelurahan/desa belum

melaksanakan pemantauan secara langsung seperti arahan dari pekerja sosial.

Hasil wawancara kepada infoman adalah dua dari tiga informan belum pernah

mendapatkan monitoring dari aparat pemerintah setempat. Observasi juga

memberikan gambaran bahwa aparat pemerintah desa/kelurahan kurang tanggap

dalam pemantauan PDM. Aparat akan membantu PDM setelah diminta oleh

pekerja sosial meskipun aparat pemerintah telah mengetahui permasalahan yang

dialami PDM.
131

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibutuhkan alternative pemecahan

masalah untuk meningkatkan pemantauan efektivitas resosialisasi terhadap

activity daily living (ADL) penyandang disabilitas mental (PDM). Melalui upaya

tersebut diharapkan pemantauan ADL PDM dapat dilakukan dengan lebih efektif

dengan menjangkau lebih banyak sasaran. Pemecahan masalah dilaksanakan

dengan memaksimalkan peran dari aparat pemerintah desa/kelurahan yang

memiliki kewenangan dan tugas untuk memantau ADL PDM setelah kembali ke

keluarga.

5.2 Nama Program

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, usulan program

untuk meningkatkan efektivitas pengawasan resosialisasi terhadap activity daily

living (ADL) penyandang disabilitas mental (PDM) di BRSBKL DIY adalah

“Bimbingan Teknis Pemantauan Activity Daily Living (ADL) Penyandang

Disabilitas Mental Pasca Resosialisasi di BRSBKL DIY”

5.3 Tujuan Program

Tujuan program terbagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan

khusus. Berikut adalah tujuan umum dan tujuan khusus program bimbingan teknis

pemantauan ADL PDM pasca resosialisasi di BRSBKL DIY.

5.3.1 Tujuan Umum Program

Tujuan umum program ini adalah meningkatkan pemantauan resosialisasi

terhadap Activity Daily Living Penyandang Disabilitas Mental di BRSBKL

Daerah Istimewa Yogyakarta.

5.3.2 Tujuan Khusus Program


132

Tujuan khusus program ini adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang peran dan tanggungjawab

aparat pemerintah desa/kelurahan dalam pemantauan ADL PDM

2. Meningkatkan kesungguhan dan pengetahuan keterampilan dalam

pemantauan ADL PDM

3. Meningkatkan kemampuan aparat pemerintah desa/kelurahan dalam

pemantauan ADL PDM

4. Terbentuk pelaksana pemantauan Activity Daily Living Penyandang

Disabilitas Mental pasca resosialisasi di setiap wilayah.

5.4 Sasaran Program

Sasaran program bimbingan teknis pemantauan ADL PDM pasca

resosialisasi di BRSBKL DIY ini adalah Kasi Kejehateraan Sosial dari masing-

masing desa/kelurahan tempat Penyandang Disabilitas Mental akan

diresosialisasi. Jumlah sasaran dihitung dari keseluruhan PDM yang akan

diresosialisasi pada kurun waktu per tiga bulan, berjumlah 15 orang.

5.5 Pelaksana Program

Pelaksana program merupakan orang-orang yang akan terlibat dalam

program bimbingan teknis pemantauan ADL PDM pasca resosialisasi di

BRSBKL DIY. Pelaksana program ini adalah sebagai berikut :

5.5.1 Sistem Partisipan

Sistem partisipan adalah orang-orang yang akan membantu dan terlibat

secara aktif dalam pelaksanaan program. Sistem partisispan dalam program ini

adalah sebagai berikut :


133

Matriks 5.1 Sistem Partisipan Program Bimbingan Teknis Pemantauan ADL PDM
Pasca Resosialisasi di BRSBKL DIY
No Sistem Partisipan Pelaku Peran
1. Sistem Pengawasan Kepala Balai Rehabilitasi Penanggungjawab
Sosial Bina Karya dan
Laras (BRSBKL)
2. Sistem Pelaksana Pekerja Sosial BRSBKL Pelaksana
Perubahan program
3. Sistem Sasaran Kasi Kejehateraan Sosial dari Peserta program
masing-masing
desa/kelurahan tempat
Penyandang Disabilitas
Mental akan diresosialisasi
dalam kurun waktu 3 bulan di
wilayah DIY.
4. Sistem Pendukung Seluruh profesi di BRSBKL Mendukung
DIY, pemerintah pelaksanaan
desa/kelurahan di DIY. program.
Sumber : hasil penelitian tahun 2021

Pada matriks 5.1 dapat diketahui bahwa sistem pengawas merupakan

sistem yang mengendalikan jalannya pelaksanan program yaitu Kepala BRSBKL

sebagai penanggungjawab. Pekerja sosial di BRSBKL berperan sebagai sistem

pelaksana perubahan. Sistem sasaran program ini yaitu Kasi Kejehateraan Sosial

dari masing-masing desa/kelurahan tempat Penyandang Disabilitas Mental akan

diresosialisasi dalam kurun waktu 3 bulan di wilayah DIY. Sistem pendukung

program ini yaitu seluruh profesi di BRSBKL DIY serta aparat pemerintah

desa/kelurahan di DIY.

5.5.2 Sistem Pengorganisasian Program


134

Program bimbingan teknis pemantauan ADL PDM pasca resosialisasi di

BRSBKL DIY dilaksanakan oleh tim kerja yang terdiri dari :

1. Penanggungjawab

Penanggunjawab dalam program ini adalah Kepala Balai Rehabilitasi

Sosial Bina Karya dan Laras DIY. Penanggungjawab bertugas untuk memastkan

program yang telah disusun dapat berjalan dengan baik. Penanggungjawab juga

dapat memberikan arahan dan saran terhadap pelaksanaan program serta

melakukan pengawasan terhadap berjalannya program.

2. Ketua Pelaksana

Ketua pelaksana dalam program ini adalah koordinator pekerja sosial di

BRSBKL DIY. Ketua pelaksana bertugas memimpin, mengatur jalannya

program, dan memastikan anggota tim menjalankan peran dan fungsi sesuai

rencana yang telah disusun.

3. Sekretaris

Sekretaris dalam program ini adalah sekretaris BRSBKL DIY yang

bertugas mengelola administrasi yaitu surat menyurat dan arsip dan data

pelaksana program. Sekretaris juga bertanggungjawab menyusun laporan

perembangan kegiatan yang diakukan dalam program.

4. Bendahara

Bendahara dalam program ini yaitu bendahara BRSBKL DIY yang

bertugas mengelola keuangan dalam pelaksanaan program, seperti menyusun

anggaran dan mengarsipkan dokumen yang berkaitan dengan keuangan.


135

Bendahara juga bertanggungjawab membuat laporan keuangan berkaitan dengan

peaksanaan program.

5. Seksi-seksi

Seksi-seksi dalam program ini adalah seksi acara, seksi humas, seksi

logistik, seksi konsumsi, dan seksi dokumentasi. Seksi-seksi tersebut terdiri dari

pegawai yang ada di BRSBKL Unit 2 Bina Laras, yang terdiri dari perawat,

psikolog, pramu sosial, dan para tenaga pendukung pelayanan. Seksi-seksi

bertanggungjawab untuk mempersiapkan dan melaksanakan tugas sesuai dengan

bagian masing-masing.

Seksi acara bertugas menyusun sistematika dari pelaksanaan program,

yaitu membuat jadwal, mengatur waktu, konsep program, dan pemateri. Seksi

humas bertugas menghubungi pihak eksternal, termasuk para sasaran program.

Logistik bertanggungjawab menyediakan perlengkapan yang diperlukan, seperti

proyektor, pengeras suara, kursi dan mengatur ruangan. Seksi konsumsi bertugas

mempersiapkan konsumsi untuk pihak-pihak yang terlibat dalam program. seksi

dokumentasi bertugas mendokumentasikan setiap momen pelaksanaan program.

Struktur organisasi dalam program Bimbingan teknis pemantauan ADL

PDM pasca Resosialisasi di BRSBKL DIY digambarkan pada bagan seperti

berikut :
136

Bagan 5.1 Struktur Organisasi Program

Penanggungjawab

Ketua Pelaksana

Sekretaris Bendahara

Seksi Acara Seksi Logistik Seksi Konsumsi Seksi Dokumentasi


Seksi Humas

5.6 Metode dan Teknik

Pelaksanaan program bimbingan teknis pemantauan ADL PDM pasca

resosialisasi di BRSBKL DIY menggunakan metode Community

Organization/Community Development. Community Organization/Community

Development menurut Suharto (2002) adalah salah satu metode pekerjaan sosial

yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui

pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka, serta menekankan pada

prinsip partisipasi sosial.

Metode COCD ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pemantauan

resosialisasi terhadap ADL PDM melalui kerjasama dan partisipasi dengan

anggota masyarakat setempat. Media yang digunakan adalah melalui bimbingan

teknis. Bimbingan teknis dilakukan dengan pemberian ilmu, pengetahuan,


137

pengalaman, dan keterampilan dari pekerja sosial mengenai pemantauan terhadap

ADL PDM sehingga efektivitas resosialisasi dapat ditingkatkan

Strategi dan taktik yang digunakan dalam program bimbingan teknis

pemantauan ADL PDM pasca resosialisasi di BRSBKL DIY adalah strategi

kerjasama (collaboration). Taktik yang digunakan adalah peningkatan

kemampuan (capacity building) untuk mencapai keberhasilan strategi yang

dilakukan.

5.7 Kegiatan yang Dilaksanakan

Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan pada program bimbingan teknis

pemantauan ADL PDM pasca resosialisasi di BRSBKL DIY adalah dengan

pemberian bimbingan teknis pemantauan terhadap ADL PDM kepada aparat

pemerintah desa/kelurahan. Kegiatan dalam program ini adalah sebagai berikut :

1. Pemberian materi tentang Peran dan Tanggungjawab Masyarakat terhadap

Activity Daily Living Penyandang Disabilitas Mental

2. Penjelasan tentang kesungguhan, motivasi, dan hambatan dalam Pemantauan

Activity Daily Living Penyandang Disabilitas Mental.

3. Pengembangan Keterampilan dan Pengalaman Pemantauan Activity Daily

Living Penyandang Disabilitas Mental.

4. Penyampaian teknis pelaksanaan dan alur koordinasi pemantauan Activity

Daily Living Penyandang Disabilitas Mental

Jadwal pelaksanaan program bimbingan teknis pemantauan ADL PDM pasca

resosialisasi di BRSBKL DIY adalah sebagai berikut.


138

Matriks 5.2 Jadwal pelaksanaan program bimbingan teknis pemantauan ADL


PDM pasca resosialisasi di BRSBKL DIY
Waktu Durasi Uraian Kegiatan Pelaksana
07.30 – 08.00 30’ Briefing Panitia Ketua
Pelaksana
08.00 – 08.30 30’ Registrasi Peserta Divisi Acara
08.30 – 08.40 10’ Pembukaan MC
08.40 – 08.50 10’ Sambutan Kepala
BRSBKL
08.50 – 09.50 60’ Materi Pekerja Sosial
“Peran dan Tanggungjawab
Masyarakat terhadap Activity Daily
Living Penyandang Disabilitas
Mental”
09.50 – 11.00 70’ Materi dan Diskusi Pekerja Sosial
tetang “Keterampilan dan
Kesungguhan dalam Pemantauan
Activity Daily Living Penyandang
Disabilitas Mental”
11.00 – 12.30 90’ Materi dan Simulasi Pekerja Sosial
tentang “Pengembangan
Keterampilan dan Pengalaman
Pemantauan Activity Daily Living
Penyandang Disabilitas Mental”
12.30 – 13.15 30’ Ishoma
13.15-14.00 45’ Penyampaian teknis pelaksanaan Pekerja Sosial
dan alur koordinasi pemantauan
Activity Daily Living Penyandang
Disabilitas Mental
13.00 – 13.10 10’ Penutup MC

5.8 Langkah-langkah Pelaksanaan

Pelaksanaan program bimbingan teknis pemantauan Activity Daily Living

(ADL) Penyandang Disabilitas Mental (PDM) pasca resosialisasi di BRSBKL

DIY akan dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

5.8.1 Tahap Persiapan


139

Tahap persiapan merupakan tahap awal untuk merancang program agar

dapat berjalan sesuai tujuan. Adapun pelaksanaan kegiatan pada tahap persiapan

adalah sebagai berikut :

1. Pembentukan Panitia Pelaksana Program

Panitia pelaksana program bertugas mengorganisir program yang akan

dilaksanakan. Kepaitiaan dibentuk berdasakan kebutuhan dan fungsi masing-

masing. Panitia pelaksana program terdii dari pegawai atau Sumber Daya

Manusia(SDM) di BRSBKL Unit 2 Bina Laras.

2. Rapat Pelaksana Program

Setelah panitia pelaksana terbentuk, diadakan rapat untuk membahas

rencana teknis dan kebutuhan dalam pelaksanaan program agar sesuai dengan

tujuan yang telah ditentukan. Dalam rapat ini disepakati susunan acara, waktu,

tempat, sarana-prasarana, dan pembagian tugas dari masing-masing panitia.

3. Kontak Pendahuluan

Kontak pendahuluan dilakukan untuk menginformasikan dan mengundang

sasaran untuk turut berpartisipasi dalam program yang telah disusun. Seluruh

sasaran dihubungi untuk mengetahui kesediaannya. Kesediaan sasaran untuk hadir

menjadi hal yang penting karena keberlanjutan program ini bergantung pada

partisipasi aktif dari setiap sasaran. kontak pendahuluan dapat dilakukan

bersamaan dengan proses tracing oleh pekerja sosial ke masing-masing kelurahan

atau dihubungi melalui media online.

4. Koordinasi
140

Koordinasi dilakukan untuk monitoring persiapan program. Seluruh pihak

yang terlibat dapat melihat progress dari persiapan program serta hamabtan yang

mungkin akan terjadi. Sehingga dapat mendiskusikan dan meminimalisir

kesalahan program da program dapat berjalan dengan baik.

5.8.2 Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan merupakan penerapan dari rancangan program yang

telah disusun. Tahap pelaksanaan program dilakukan dengan tahap sebagai

berikut :

1. Pembukaan

Pembukaan acara dilakukan oleh Master of Ceremony (MC) dengan

pembacaa doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar kegiatan dapat berjalan dengan

lancar. Sambutan-sambutan dalam acara disampaiakn oleh Kepala BRSBKL DIY

sebagai penanggungjawab program dan sekaligus simbol dibukanya program

bimbingan teknis pemantauan ADL PDM pasca resosialisasi di BRSBKL DIY.

Perkenalan peserta dan panitia dilakukan setelah acara resmi dibuka.

2. Penyampaian Materi

Penyamapaian materi dilakukan oleh pekerja sosial yang berkompeten

dalam pemberian bimbingan teknis dan diskusi terkait pemantauan terhadap ADL

PDM. Pelaksanaan bimbingan teknis ini dilakukan di aula BRSBKL Unit 2 Bina

Laras. Peserta yang berjumlah 15 orang akan dikumpulkan dalam 1 kelompok

ketika materi disampaikan. Diskusi dilakukan dengan membagi kelompok

menjadi 3, dengan jumlah setiap kelompok adalah 5 orang. Pembagian kelompok

kecil ini dimaksudkan agar memudahkan peserta dalam merumuskan masalah dan
141

solusi untuk memecahkan permasalahan tersebut. Diskusi dilakukasn setelah

pemaparan materi selesai. Berikut materi yang diberikan dalam bimbingan teknis :

a. Pemberian materi tentang kondisi Activity Daily Living Penyandang

Disabilitas Mental serta Peran dan Tanggungjawab Masyarakat dalam

Pemantauan

Materi diberikan untuk memahamkan kepada peserta tentang kondisi

PDM, diantaranya ADL, kebutuhan meminum obat, dan stabilitas emosi.

Materi juga dikaitkan dengan peranan dari keluarga dan masyarakat terkait

kondisi PDM. Sehingga diharapkan kesadaran dan taggungjawab pada diri

peserta tentang PDM dapat lebih terbangun.

b. Penjelasan tentang Kesungguhan, Motivasi, dan Hambatan dalam

Pemantauan Activity Daily Living Penyandang Disabilitas Mental

Setelah penjelasan materi selesai, kelompok dibagi menjadi tiga

kelompok kecil. Anggota kelompok mendiskusikan tentang kesungguhan

yang memotivasi peserta dan hal-hal yang menghambat peserta dalam

melakukan pemantauan terhadap ADL PDM. Hamabtan misalnya PDM

bosan meminum obat, kurangnya aksesibilitas keluarga terhadap pemenuhan

obat, dan adanya sikap negative warga karena adanya stigma negative.

Peserta juga mendiskusikan tentang upaya-upaya agar pengawasan dapat

selalu dilaksanakan. Peserta juga merumuskan keterampilan apa yang

diperlukan untuk melakukan pemantauan terhadap ADL PDM tersebut.

c. Pengembangan Keterampilan dan Pengalaman Pemantauan Activity Daily

Living Penyandang Disabilitas Mental


142

Pada tahap ini, peserta diminta untuk mengimplementasikan dan

mensimulasikan keterampilan yang diberikan oleh pemateri. Peserta dapat

saling berbagi dan mendiskusikan pengalaman yang didapatkan untuk

pemecahan masalah yang dihadapi. Pemateri ikut mengarahkan dan

meluruskan pelaksanaan diskusi ini.

d. Penyampaian teknik pemantauan dan koordinasi pemantauan Activity Daily

Living Penyandang Disabilitas Mental

Pekerja sosial juga menjelaskan mengenai alur pemantauan yang akan

dilaksanakan peserta sebagai kasi kesejahteraan sosial bersama dengan

pekerja sosial. Pemantauan secara langsung kepada PDM akan dilakukan oleh

kasi kesejahteraan sosial. Pekerja sosial akan melakukan pemanatauan dan

evaluasi terkait perkembangan ADL PDM berdasrkan hasil monitoring dari

kasi kejeahteraan sosial.

3. Terminasi

Pada tahap terminasi, pekerja sosial menanyakan perubahan-

perubahan yang dirasakan. Kemudian disepakai kesediaan dan komitmen

peserta dalam pelaksanaan keberlanjutan proses pemantauan yang akan

dilakukan ketika PDM telah kembali ke masyarakat.

5.8.3 Tahap Pengakhiran

1. Monitoring

Tahap monitoring dilakukan untuk memantau keseluruhan kegiatan. Mulai

dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengakhiran dari program
143

bimbingan teknis pemantauan resosialsiasi terhadap Activity daily living

penyandang disabilitas mental di BRSBKL DIY.

2. Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kefektivan pelaksanaan program.

Evaluasi dilakukan untuk mengukur keberhasilan program dan mengetahui

apakah tujuan program telah tercapai. Pembahasan evaluasi dapat dilihat dengan

pembahasan sebagai berikut :

a. Ketepatan waktu dan jumlah peserta yang datang mengikuti kegiatan

b. Kemampuan peserta mengikuti kegiatan dan memahami materi

c. Cara penyampaian materi oleh pekerja sosial

d. Kesesuaian materi dengan tujuan kegiatan

e. Keberlanjutan program pemantauan yang akan dilakukan

3. Pelaporan

Sebagai bentuk pertanggung jawaban dilakukan pelaporan atas

terselenggaranya kegiatan. Pelaporan memuat laporan keuangan, laporan

kegiatan, dokumentasi kegiatan., dan rencana tindak lanjut.

5.9 Rencana Anggaran Biaya

Sumber dana pelaksanaan program adalah dari Anggaran Pengeluaran dan

Belanja Daerah (APBD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sumber

pendanaan ini sesuai dengan pasal 49 ayat 2 Permensos No 16 tahun 2019

tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial. Berikut adalah rincian program

anggaran biaya tiap satu kali pelaksanaan program :


144

Matriks 5.3 Rancangan Anggaran Biaya Program Bimbingan Teknis Pemantauan


Activity Daily Living (ADL) Penyandang Disabilitas Mental (PDM)
Pasca Resosialisasi di BRSBKL DIY
No Jenis Kebutuhan Volume Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
1. ATK 1 paket 300.000 300.000
2. Banner 1 unit 100.000 100.000
3. Snack peserta 15 orang 10.000 150.000
4. Snack pemateri dan 14 orang 10.000 140.000
panitia
5. Makan siang 29 orang 25.0000 725.000
6. Snack rapat persiapan 14 orang 2 x 10.000 280.000
7. Snack evaluasi 14 orang 10.000 140.000
8. Perjalanan kontak awal 3 kali 250.000 750.000
TOTAL 2.585.000

5.10 Analisis Kelayakan Program

Program bimbingan teknis pemantauan activity daily living (ADL)

penyandang disabilitas mental (PDM) pasca resosialisasi di BRSBKL DIY

merupakan upaya untuk mengatasi hambatan pelaksanaan pemantauan yang

dilakukan secara langsung oleh pekerja sosial. Analisis program menggunakan

analisis SWOT yaitu Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity

(peluang), dan Threats (ancaman). Analisis ini dilakukan sebagai pertimbangan

dalam melaksanakan program. berikut analisis SWOT program peningkatan

pemantauan resosialisasi terhadap Activity Daily Living (ADL) Penyandang

Disabilitas Mental (PDM) di BRSBKL DIY :

1. Strength (Kekuatan)

Kekuatan atau strength merupakan keunggulan yang berasal dari dalam

diri individu atau kelompok yang dapat dijadikan modal dalam pelaksanaan

program. Kekuatan yang dimiliki oleh program ini yaitu :


145

a. Kemampuan pekerja sosial yang bertanggungjawab dan kooperatif dalam

melaksanakan tugas pemantauan resosialisasi

b. Adanya kemauan dan kesadaran pekerja sosial untuk memecahkan

permasalahan pemantauan resosialisasi

c. Tersedianya dukungan finansial maupun nonfinansial seperti sarana prasarana

dan SDM dari BRSBKL DIY.

2. Weakness (Kelemahan)

Kelemahan diartikan sebagai karakteristik negative yang dapat

menghambat pelaksanaan program. kelemahan dalam program ini yaitu :

a. Jarak tempuh dari masing-masing desa/kelurahan dalam lingkup wilayah

Provinsi Daerah Isimewa Yogyakarta yang lama

b. Jadwal kesibukan aparat desa/kelurahan yang peru disesuaikan

3. Opportunity (Peluang)

Peluang adalah kesempatan positif yang dapat dimanfaatkan untuk

membantu mencapai tujuan program. peluang dalam program ini yaitu :

a. Adanya kesadaran kebutuhan pengawasan dari keluarga dan masyarakat

b. Adanya kesediaan aparat kelurahan/desa untuk membantu memecahkan

masalah PDM

4. Threats (Ancaman)

Ancaman adalah tantangan pelaksanaan program yang dapat menghambat

program dalam mencapai tujuan. Ancaman dalam program ini yaitu kekhawatiran

keberlanjutan program tidak dapat dijalankan karena kurangnya kesungguhan

aparat kelurahan/desa dalam pemantauan PDM.


146

Analisi SWOT dari program Bimbingan Teknis Pemantauan Activity Daily

Living (ADL) Penyandang Disabilitas Mental (PDM) Pasca Resosialisasi di

BRSBKL DIY dipaparkan dalam matriks 5.4 berikut ini :

Matriks 5.4 Analisis kelayakan program Bimbingan Teknis Pemantauan


Activity Daily Living (ADL) Penyandang Disabilitas Mental (PDM)
Pasca Resosialisasi di BRSBKL DIY

Strength(Kekuatan) Weakness(Kelemahan)

1. Kemampuan pekerja sosial 1. Jarak tempuh dari


yang bertanggungjawab dan masing-masing
kooperatif dalam melaksanakan desa/kelurahan yang
Internal
tugas pemantauan resosialisasi berbeda-beda
2. Adanya kemauan dan kesadaran 2. Jadwal kesibukan setiap
pekerja sosial untuk aparat desa/kelurahan
memecahkan permasalahan yang perlu disesuaikan
pemantauan resosialisasi
3. Tersedianya dukungan finansial
maupun nonfinansial seperti
Eksternal dana, sarana prasarana dan
SDM dari BRSBKL DIY.
Opportunity (Kesempatan) SO strategy OW strategy
1. Dapat menggunakan fasilitas 1. Kontak awal dilakukan
1. Adanya kesadaran BRSBKL tanpa biaya jauh-jauh hari sebelum
kebutuhan pengawasan 2. Pekerja sosial yangbersedia pelaksanaan program
dari keluarga dan menyampaikan materi pada agar sasaran dapat
masyarakat program mempersiapkan diri
2. Adanya kesediaan aparat 3. Sasaran dari aparat 2. Memaksimalkan
kelurahan/desa untuk kelurahan/desa setempat kegiatan dalam satu hari
membantu memecahkan 4. Memanfaatkan SDM dari untuk meminimalisir
masalah PDM pegawai BRSBKL sebagai jarak tempuh setiap
panitia sehingga memudahkan peserta
koordinasi

Threats (Ancaman) TS strategy TW strategy


1. Adanya rencana tidak lanjut yang 1. Adanya monitoring dan
1. Kekhawatiran sistematis dan dimonitoring oleh evaluasi pelaksanaan
keberlanjutan program Pekerja Sosial tindak lanjut program
tidak dapat dijalankan 2. Meminimalisir hambatan pemantauan ADL PDM
karena kurangnya pelaksanaan pemantauan dengan 2. Pelaksanaan monitoring
kesungguhan aparat melaksanakan sesi diskusi dan evaluasi dilakukan
kelurahan/desa dalam kemungkinan hambatan disertai menyesuaikan kondisi
pemantauan PDM. solusi masalah secara maksimal setiap wilayah dengan
3. Memastikan komitmen dan indikator keberhasilan
kesediaan aparat pemerintah yang terukur
desa/kelurahan yang hadir untuk
menjalankan program
147

Keberhasilan program dapat dimaksimalkan dengan menggunakan

kekuatan (strength) dan kesempatan (opportunity). Kelemahan (weakness) dan

ancaman (treats) dapat ditangani dengan menggunakan kekuatan dan kesempatan

yang dimiliki. Oleh karena itu, program Peningkatan Efektivitas Pemantauan

resosialisasi terhadap Acrivity Daily Living Penyandang Disabilitas Mental di

Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras Unit 2 Bina Laras DIY layak

untuk dilaksanakan.

5.11 Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan program bertujuan untuk melihat hasil dari

pencapaian program. Indikator keberhasilan program ini yaitu sebagai berikut :

1. Meningkatnya pemahaman dan kesadaran tentang peran dan tanggungjawab

aparat pemerintah desa/kelurahan dalam pemantauan ADL PDM

2. Meningkatnya kesungguhan dan pengetahuan keterampilan dalam pemantauan

ADL PDM

3. Berkembangnya kemampuan aparat pemerintah desa/kelurahan dalam

pemantauan ADL PDM

4. Terlaksananya program tindak lanjut pemantauan ADL PDM oleh aparat

pemerintah desa/kelurahan
BAB VI

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Penelitian efektivitas resosialisasi terhadap Activity Daily Living (ADL)

penyandang disabilitas mental (PDM) di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan

Laras (BRSBKL) Daerah Istimewa Yogyakarta menghasilkan gambaran

mengenai keefektivan resosialisasi terhadap ADL PDM yang dilihat melalui aspek

ketepatan sasaran, sosialisasi, pemantauan, serta ketercapaian tujuan.

Informan dalam penelitian ini adalah tiga orang pekerja sosial di

BRSBKL, tiga orang penyandang disabilitas mental yang telah diresosialisasi,

serta tiga orang pendamping PDM. Pendamping PDM meliputi dua orang

keluarga penyandang disailitas mental dan seorang ketua dukuh. Pemilihan

informan pekerja sosial dipertimbangkan dengan pengalaman yang dimiliki.

Penyandang disabilitas mental dipilih dengan mempertimbangkan kemampuan

komunikasi dan jarak lokasi sesuai dengan rekomendasi dari pekerja sosial.

pendamping PDM adalah orang yang paling memahami kondisi PDM serta

rekomendasi dari masyarakat setempat.

Penelitian yang telah dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa secara

keseluruhan resosialisasi terhadap Activity Daily Living (ADL) penyandang

disabilitas mental (PDM) di BRSBKL DIY telah efektif. Ketepatan sasaran

resosialisasi, sosialisasi tentang resosialisasi, dan ketercapaian tujuan resosialisasi

telah sesuai dengan rencana yang diharapkan. Aspek pemantauan resosialisasi

masih perlu untuk ditingkatkan.

148
149

Aspek ketepatan sasaran resosialisasi terhadap ADL PDM di BRSBKL

DIY menunjukkan bahwa resosialisasi sudah efektif. Aspek ini melihat kesesuaian

kriteria sasaran, kesesuaian pelayanan yang didapakan kepada masing-masing

sasaran, serta kesesuaian pihak pemberi resosialisasi. Hasil penelitian terhadap

informan menggambarkan resosialisasi terhadap ADL PDM di BRSBKL DIY

telah tepat sasaran

Aspek sosialisasi menggambarkan bahwa resosialisasi terhadap ADL

PDM telah efektif. Hal ini menunjukkan bahwa resosialisasi telah tersosialisasi

degan baik. Sosialisasi resosialisasi dalam penelitian ini menunjukkan kemudahan

pelaksanaan resosialisasi, pihak yang terlibat dalam resosialisasi, pemahaman

sasaran terhadap materi yang diberikan, serta media yang digunakan dalam proses

resosialisasi.

Aspek pemantauan resosialisasi terhadap ADL PDM di BRSBKL DIY

masih memerlukan peningkatan. Penelitian pada aspek ini menunjukkan bahwa

masih kurangnya pemantauan yang dilakukan setelah PDM berada di rumah.

Pemantauan dalam penelitian ini menggambaran tentang monitoring, evaluasi,

pelaporan, respon kasus, serta upaya meminimalisir hambatan yang mungkin

muncul.

Aspek ketercapaian tujuan resosialisasi terhadap ADL PDM di BRSBKL

DIY menggambarkan tujuan resosialisasi telah tercapai. Hal ini berarti

resosialisasi sudah efektif. Tujuan resosialisasi yaitu mempersiapkan kemandirian

ADL PDM, serta mempersiapkan keluarga dan masyarakat untuk menerima

kepulangan PDM, sehingga PDM dapat teintegrasi dalam lingkungan.


150

Harapan dari informan pekerja sosial yaitu adanya peran aktif dari seluruh

profesi yang ada di BRSBKL. Aparat pemerintah setempat membuktikan peran

dan kepeduian melalui program khusus penanganan PDM. Informan dari PDM,

keluarga, dan masyarakat berharap agar PDM dapat mandiri dan kembali bekerja.

Peneliti mendapatkan informasi baru dari hasil analisis yang belum ada

pada penelitian sebelumnya bahwa keberhasilan resosialisasi didukung oleh

kerjasama berbagai pihak. Rehabilitasi tidak cukup berhasil jika hanya dilakuan

oleh lembaga saja, namun diperlukan peran dari keluarga dan masyarakat. Pada

aspek sosialisasi, di tingkat kecamatan terdapat TKSK dan Kader Jiwa yang

membantu dalam proses sosialisasi kepada keluarga. Terdapat grup TKSK yang

akan mencari dan menyebarluaskan informasi mengenai keluarga PDM yang

belum ditemukan.

Aspek pengawasan PDM didukung dengan pendampingan keluarga oleh

pemerintah desa/kelurahan. Pendampingan berupa program penanangan PDM

secara khusus. Terdapat desa/kelurahan yang bekerjasama dengan lembaga swasta

setempat untuk membentuk program penanganan PDM. Pemantauan yang

dilakukan masyarakat sekitar dengan memberikan pekerjaan sesuai kemampuan

PDM. Permasalahan yang muncul adalah belum semua aparat pemerintah

desa/kelurahan menjalankan peran dengan maksimal karena kurangnya kecakapan

aparat pemerintah dalam menjalankan pengawasan.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengusulkan program yaitu

“Bimbingan Teknis Pemantauan Activity Daily Living (ADL) Penyandang

Disabilitas Mental (PDM) Pasca Resosialisasi di BRSBKL DIY”. Program ini


151

dilakukan untuk memberikan bimbingan teknisk kepada aparat pemerintah

desa/kelurahan, khususnya Kasi Kesejahteraan Sosial agar mampu menjadi

pelaksana monitoring dan evaluasi terhadap ADL PDM setelah kembali ke

keluarga.

Peneliti mengalami hambatan dalam pelaksanaan penelitian akibat

diberlakukannya PPKM sebagai penanganan pandemic Covid-19. Pemberlakuan

PPKM mengakibatkan peneliti tidak dapat mengobservasi seluruh proses

resosialisasi. BRSBKL juga membatasi tamu yang masuk ke lingkungan

BRSBKL sehingga jadwal peneliti untuk bertemu dengan pekerja sosial menjadi

terbatas. Peneliti mengatasi hambatan ini dengan menghubungi pekerja sosial

secara daring atau bertemu pekerja sosial di luar BRSBKL.

6.2 Saran

Saran peneliti berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang

efektivitas resosialisasi terhadap Activity Daily Living (ADL) penyandang

disabilitas mental (PDM) di BRSBKL DIY adalah sebagai berikut:

6.2.1 Saran Guna Laksana

Saran guna laksana merupakan saran yang ditujukan kepada pihak yang

dapat menindaklanjuti hasil penelitian ini, Sehingga program penyelesaian

permasalahan dapat dilakukan dengan maksimal. Saran guna laksana dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

6.2.1.1 Pekerja Sosial

Saran yang diberikan peneliti kepada pekerja sosial di BRSBL DIY

bertujuan agar program bimbingan teknis pemantauan ADL PDM pasca


152

resosialisasi dapat berjalan dengan efektiv dan berkelanjutan. Saran yang dapat

diberikan peneliti adalah sebagai berikut :

1. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah desa/kelurahan

dalam pemantauan ADL PDM sebagai upaya peningkatan efektivitas

resosialisasi terhadap ADL PDM

2. Melakukan monitoring dan evaluas resosialisasi secara berkala

3. Melaksanakan mekanisme pemantauan resosialisasi sebagai program yang

berkelanjutan dan terus menerus.

4. Menentukan dan melaksanakan rencana tindak lanjut

6.2.1.2 Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras DIY

Peneliti memberikan saran kepada pihak BRSBKL DIY agar dapat

mendukung pelaksanaan program yang telah disusun. Saran yang diberikan adalah

sebagai berikut :

1. Memfasilitasi kegiatan yang dilakukan

2. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan

3. Melakukan pengkajian penerapan Permensos Nomor 16 tahun 2020 tentang

ATENSI untu mengoptimalkan rehabilitasi terhadap penyandang disabilitas

mental berbasis keluarga dan masyarakat.

6.2.1.3 Pemerintah Desa/Kelurahan

Saran yang diberikan kepda pemerintah desa/kelurahan setempat bertujuan

agar aparat yang telah diberikan tangggjawab benar-benar berkomitmen dalam

menjalankan tugas pengawasan. Saran yang diberikan peneliti adalah sebagai

berikut :
153

1. Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan

2. Konsisten dalam menjalankan program

3. Melakukan koordinasi dan pelaporan terkait pemantauan ADL PDM secara

rutin

6.2.2 Saran Penelitian Lanjutan

Peneliti telah memberikan gambaran umum mengenai efektivitas

resosialisasi terhadap activity daily living (ADL) penyandang disabilitas mental di

BRSBKL DIY. Hasil penelitian menunjukkan efektivitas pemantauan resosiaisasi

terhadap ADL PDM masih perlu ditingkatkan. Penelitian ini diharapkan dapat

membantu penelitian yang akan dilakukan di masa mendatang. Saran yang

diberikan peneliti kepada penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian menggunakan pendekatan yang berbeda, yaitu

kuantitatif. Hal ini dilakukan untuk melihat keefektivan resosialisasi terhadap

ADL PDM melalui responden penelitian yang lebih menyeluruh.

2. Melakukan penelitian lebih dalam tentang pengaruh sikap dan dukungan

masyarakat terhadap ADL PDM. Hal ini karena masyarakat yang akan hidup

bersama dan berintegrasi dengan PDM setelah direhabilitasi. Penelitian

tersebut diharapkan dapat menggambarkan bagaimana pengaruh sikap dan

dukungan masyarakat agar seluruh masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam

upaya pemulihan PDM.

3. Melakukan penelitian tentang pelaksanaan rehabilitasi penyandang disabilitas

berbasis keluarga dan komunitas sesuai ATENSI, serta pengaruhnya terhadap

kemampuan Activity Daily Living penyandang disabilitas.


DAFTAR PUSTAKA

Adi Fahrudin. (2012). Pengantar Kesejahteraan Sosial. Cetakan kesatu. Bandung:


Refika Aditama.

Afinia Sandhya Rini. (2016). Activity Of Daily Living (ADL) Untuk Meningkatkan
Kemampuan Rawat Diri Pada Pasien Skizofrenia Tipe Paranoid. Jurnal
Fakultas Adab dan Dakwah IAIN Tulungagung Vol. 16 (No. 2). Diakses
dari
http://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/dinamika/article/view/210

Agustrian, Sony. (2005). Mental Disorders, Medications, and Clinical Social


Work. New York: Columbia University Press.

Andi Sugiarto. (2005). Penilaian Keseimbangan Dengan Aktivitas Kehidupan


Sehari-hari Pada Lansia DIP Anti Werdha Pelkris Elim Semarang
Dengan Menggunakan Berg Balance Scale dan Indeks Barthel. Semarang:
UNDIP. Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/12804/

Antimus Xaverius Ansfridho dan Dody Setyawan. (2019). Efektivitas Pencapaian


Kinerja Program Pelatihan Bagi Penyandang Disabilitas. Jurnal Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 8 (No. 2). Diakses dari
https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fisip/article/view/1717

Aplikasi Dataku, Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2020. Diakses pada Agustus
2020 di
http://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku/data_dasar/index/361-jumlah-
penduduk-diy?id_skpd=29

Dadang Hawari. (2007). Pendekatan Holistik BPSS (Bio-Psiko-Sosial-Spiritual)


pada Skizofrenia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Depkes RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia. Diakses pada 21 Agustus
2020. di http://www.depkes.go.id.

Dini Abella Febiyan. (2020). Skripsi : Efektivitas Program Corporate Social


Responsibility PT Timah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Anak
Keluarga Miskin di Asrama Kelas Beasiswa Bangka Belitung. Bandung :
Poltekesos Bandung. Diakses dari
https://Jurnal.poltekesos.ac.id/index.php/peksos

154
Dwi Heru Sukoco. (2011). Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya.
Bandung: Kopma Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung

Eko Widayanto. (2007). Skripsi : Faktor-faktor Keberhasilan Resosialisasi Bekas


Keluarga Jalanan di Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial
Soegiyapranata (PSP YSS) Yogyakarta. Yogyakarta : Universitas Sanata
Dharma. Diakses dari
https://repository.usd.ac.id/2418/2/019114020_Full.pdf

Enung Huripah. (2014). Pekerjaan Sosial dengan Disabilitas di Indonesia. Jurnal


Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol. 13 (No.2), diakses di https://jurnal.stks.ac.id

Fani Ayu Lestari. (2020). Skripsi : Efektivitas Program Kewirausahaan Bagi


Disabilitas Tuli di Gerakan Kesejahteraan untuk Tunarungu Indonesia
(GERKATIN). Jakarta : UIN Jakarta. Diakses dari
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/53403?mode=full

Hardywinoto, Setiabudi. 2005. Panduan Gerontologi. Jakarta: Gramedia

Jenna Hefron, Heller Tamar. dkk. (2019). Disability in American Life : An


Encyclopedia Of Concepts, Policies, And Controversies. California :
ABC-CLIO LCC

Ibrahim Rahmat. (2016). Pengaruh Terapi Kognitif Terhadap Tingkat Kecemasan


Dan Ketergantungan Activity Daily Living (ADL) Pada Pasien Gangguan
Jiwa. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan UGM, Vol. 12 (No. 1). Diakses
dari https://ejournal.unisayogya.ac.id/ejournal/index.php/jkk/article/view/
121/0

Keliat, B.A, dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN


(Basic Course). Jakarta : EGC

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Buletin : Situasi Penyandang Disabilitas. Pusat


data dan informasi Kemenkes RI

Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia. Diakses pada 17 Agustus 2020 di www.kemenkes.co.id

Moleong, Lexy. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya

155
Nawawi Ahmad. (2010). Keterampilan kehidupan sehari-hari Bagi Tunanetra.
Bandung : Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.
Diakses dari
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195412071
981121-AHMAD_NAWAWI/ADL_bagi_Tunanetra.pdff

Ni Wayan Budiani. (2007). Efektivitas Program Penanggulangan Pengangguran


Karang Taruna “Eka Taruna Bhakti” Desa Summerta Kelod Kecamatan
Denpasar Timur Kota Denpasar. Jurnal ekonomi dan Sosial, Vol.2 (No.1).
Diakses dari https://Jurnal.untag-sby.ac.id/

Noor Rachmawaty. (2018). Skripsi : Peran keluarga dalam proses Resosialisasi


terhadap Anak Berhadapan Hukum. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.
Diakses dari :
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41319/1/NOOR
%20RACHMAWATY-FDK.pdf

Panjaitan, Petrus Irwan. (2018). Persepsi Anggota Masyarakat Mengenai


Resosialisasi dan Rehabilitasi Mencegah Bekas Narapidana Menjadi
Residivis. Jakarta : Universitas Kristen Indonesia. Diakses dari
http://repository.uki.ac.id/3228/1/PERSEPSIANGGOTAMASYARAKAT
MENGENAIRESOSIALISASI.pdf

Rizcah Amelia. (2015). Skripsi : Efektivitas Pelaksanaan Program Penanganan


Anak Jalanan di Dinas Sosial Kota Makassar. Makassar : Universitas
Hasanudin. Diakses dari https://core.ac.uk/download/pdf/77622151.pdf

Sistem Informasi Penyandang Disabilitas (SIPD) oleh Kementerian Sosial pada


tahun 2020. Diakses pada 17 Agustus 2020 di
https://simpd.kemsos.go.id/

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Buletin : Situasi
Penyandang Disabilitas. Hal 7

Sri Maryatun. (2015). Peningkatan Kemandirian Perawatan Diri Pasien


Skizofrenia Melalui Rehabilitasi Terapi Gerak. Jurnal Keperawatan
Sriwijaya Vol 2 (No 2) page. 108-114. Diakses dari
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jk_sriwijaya/article/view/2360

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

156
Ulfah Fauzi Abdul Gofar. (2018). Skripsi : Peran Keluarga Dalam Activity of
Daily Living Anak Disabilitas Intelektual di Kelurahan Kebon Gedang
Kecamatan Batununggal Kota Bandung. Bandung : STKS Bandung

Yazfinedi Widyaiswara. (2018). Konsep, Permasalahan, Dan Solusi Penyandang


Disabilitas Mental Di Indonesia. Jurnal BBPPKS Regional I Sumatera Vol
XIV (No. 26). Diakses dari
https://ejournal.kemsos.go.id/index.php/Quantum/article/download/1740/9
06

Yudhi Lestanata. (2016). Efektivitas Pelaksanaan Program Pembangunan Berbasis


Rukun Tetangga Di Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu Pemerintahan
& Kebijakan Publik Vol. 3 (No. 3). Diakses dari
https://journal.umy.ac.id/index.php/GPP

Yudi Purwanto. (2016). Skripsi : Intervensi Pekerja Sosial dalam Reunifikasi Eks
Gangguan Jiwa di BRSBKL Yogyakarta. Yogyakarta : UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Diakses dari https://digilib.uin-suka.ac.id/23571/

Zastrow, Charles. (2010). Introduction To Social Work And Social Welfare


Empowering People. 10th edition. Canada : Brooks/Cole Cengage
Learning

Undang-Undang :

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa

Undang-Undang Noomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 102 / HUK / 2007 Tentang
Pendirian Dan Penyelenggaraan Pelayanan Pada Rumah Perlindungan Dan
Trauma Center

Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2012 tentang Penyandang Masalah


Kesejahteraan Sosial

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2017 tentang Standar
Habitasi dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas

Peraturan Menteri Sosial Nomor 16 tahun 2019 tentang Standar Nasional


Rehabilitasi Sosial

157
Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 tahun 2014 tentang Penanganan
Gelandangan dan Pengemis

Peraturan Gubernur DIY No 36 Tahun 2017 tentang Standar Operasional


Prosedur Penanganan Gelandangan dan Pengemis

Peraturan Gubernur DIY Nomor 16 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 90 Tahun 2018 Tentang
Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Dinas Sosial

158
LAMPIRAN – LAMPIRAN

159
Lampiran 1 Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA
EFEKTIVITAS RESOSIALISASI TERHADAP ACTIVITY DAILY LIVING (ADL)
PENYANDANG DISABILITAS MENTAL (PDM) DI BRSBKL DIY
Informan : Pekerja Sosial
A. Karakteristik Informan
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Usia :
4. Pendidikan :
5. Bulan dan tahun mulai bekerja di BRSBKL :
B. Aspek Ketepatan Sasaran
1. Siapa sasaran tahap resosialisasi?
2. Bagaimana kriteria dari tiap sasaran? (Klien layak resosialisasi dilihat dari apa?
Bagaimana dan siapa yang menentukan?)
3. Pelayanan apa yang didapatkan dari masing-masing sasaran?
4. Siapa yang memberikan pelayanan pada masing-masing sasaran?
C. Aspek Sosialisasi
1. Bagaimana proses pelaksanaan resosialisasi? Media apa yang digunakan pada setiap
tahap? (Misal : family gathering, home visit, telepon)
2. Pihak mana saja yang terlibat dalam penyampaian resosialisasi klien? Apa peranan
dari masing-masing pihak?
3. Materi apa yang diberikan dalam proses resosalisasi? Apakah terdapat materi yang
kurang?
D. Aspek Pemantauan
1. Bagaimana evaluasi resosialisasi dilakukan? (apa yang menjadi acuan evaluasi,
kapan dilaksanakan evaluasi, dan siapa yang melaksanakan?)
2. Bagaimana pengawasan yang dilakukan setelah pasca resosialisasi? (kapan
dilakukan dan siapa yang melaksanakan monitoring pasca resosialisasi?)
3. Apa hambatan atau masalah yang mungkin muncul, terutama setelah program?
Bagaimana cara mengatasinya? Siapa yang membantu mengatasinya?
E. Aspek Ketercapaian Tujuan
1. Berapa klien yang kembali diresosialisasi?

160
2. Bagaimana upaya agar klien tetap berdaya terutama ADL nya? (Misal : memberikan
bantuan alat keterapilan, pendampingan keluarga)
3. Peran keluarga dan masyarakat seperti apa yang diharapkan dan mengindikasi
penerimaan klien?
4. Apakah pelaksanaan tiap proses dilakukan sesuai rencana program? Apa faktor
keberhasilan pelaksanaan resosialisasi? Jika tidak, apa faktor penghambatnya?
Bagaimana upaya mengatasinya?
F. Harapan
1. Apa harapan informan terhadap klien dimasa mendatang?
2. Apa harapan informan terhadap resosialisasi?
3. Bagaimana mencapai harapan tersebut?
4. Apa upaya yang telah dilakukan untuk mencapai harapan tersebut?

161
PEDOMAN WAWANCARA
EFEKTIVITAS RESOSIALISASI TERHADAP ACTIVITY DAILY LIVING (ADL)
PENYANDANG DISABILITAS MENTAL (PDM) DI BRSBKL DIY
Informan : PDM dan keluarga
A. Karakteristik Informan
1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
:
3. Usia
:
4. Pendidikan
:
□ Ibu :
5. Agama
:
□ Ayah
6. Tanggal/bulan keluar dari BRSBKL
□ Adik/kakak
:
Lainnya :
7. Anggota keluarga dalam 1 rumah

B. Aspek Ketepatan Sasaran


1. Berapa lama mendapatkan rehabilitasi di BRSBKL?
2. Pelayanan apa yang didapatkan sebelum pulang?
3. Kemampuan ADL seperti apa saat akan diresosialisasi? (Disesuaikan dengan kriteria
kelayakan tiap sasaran)
4. Siapa saja yang ikut dalam proses pemulangan klien? Apakah hanya orang tua?
C. Aspek Sosialisasi
1. Siapa saja pihak yang ikut terlibat dalam resosialisasi klien?
2. Hal apa saja yang perlu dipersiapkan keluarga ketika klien pulang?
3. Hal apa yang didapatkan keluarga dan klien dalam pelaksanaan resosialisai? (Misal :
keluarga memahami bahwa klien menjadi tanggung jawab keluarga)
4. Apakah terdapat materi/pelayanan yang dirasa kurang dimengerti?
D. Aspek Pemantauan
1. Bagaimana proses resosialisasi yang diberikan balai kepada klien dan keluarga?
2. Apakah terdapat pihak yang memantau kondisi klien saat kembali ke rumah?
3. Apabila terdapat masalah dan hambatan setelah klien di rumah? Bagaimana cara
keluarga memecahkan masalah dan hambatan tersebut?

162
4. Bagaimana cara keluarga mengawasi klien terutama dalam ADL nya?

163
E. Aspek Ketercapaian Tujuan
1. Bagaimana keseharian klien di rumah? Apakah melakukan ADL secara mandiri atau
dengan dibantu? (mandi, toileting, berhias, berpakaian, makan, bekerja,
menggunakan peralatan, dan memanfaatkan waktu luang)
2. Bagaimana sikap keluarga dan masyarakat terhadap klien?
3. Perubahan apa yang dirasakan sebelum dan setelah diresosaialisasi?
4. Apakah terdapat pihak yang membantu dan mendukung klien dan keluarga?
Dukungan apa yang diberikan?
F. Harapan
1. Apa harapan informan terhadap klien dimasa mendatang?
2. Apa harapan informan terhadap resosialisasi?
3. Bagaimana mencapai harapan tersebut?
4. Apa upaya yang telah dilakukan untuk mencapai harapan tersebut?

164
Lampiran 2 Pedoman Observasi
PEDOMAN OBSERVASI
EFEKTIVITAS RESOSIALISASI TERHADAP ACTIVITY DAILY LIVING (ADL)
PENYANDANG DISABILITAS MENTAL (PDM) DI BRSBKL DIY
NO ASPEK KETERANGAN
1. Tujuan a. Mengkji karakteristik informan
b. Mengkaji ketepatan sasaran resosialisasi
c. Mengkaji sosialisasi resosialisasi
d. Mengkaji pengawasan resosialisasi
e. Mengkaji ketercapaian tujuan resosialisasi
f. Mengkaji harapan informan
2. Teknik Observasi
3. Objek a. Klien BRSBKL yang akan diresosialisasi
b. Klien dan keluarga klien pasca resosialisasi
c. Pekerja sosial dalam pelaksanaan resosialisasi
d. Pihak lain yang terlibat dalam pelaksanaan resosialisasi
4. Waktu 2 (dua) minggu (menyesuaikan dengan kondisi di lapangan)
5. Lokasi a. Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras DIY
b. Rumah Informan
c. Kantor desa/kelurahan Informan
6. Proses a. Datang ke lokasi penelitian
b. Memperkenalkan diri dan menjelasan maksud serta
tujuan
c. Meminta izin kepada pihak informan untuk melakukan
observasi
d. Melaksanakan observasi terkait efektivitas resosialisasi
terhadap Activity daily Living Penyandang Disabilitas
Mental
e. Meminta izin untuk menggunakan hasil observasi dalam
laporan
f. Mengucapkan terimakasih dan berpamitan
7. Alat a. Alat tulis (bolpoint dan buku catatan)
b. Alat perekam visual (kamera)

165
Lampiran 3 Pedoman Studi Dokumentasi

PEDOMAN STUDI DOKUMENTASI


EFEKTIVITAS RESOSIALISASI TERHADAP ACTIVITY DAILY LIVING (ADL)
PENYANDANG DISABILITAS MENTAL (PDM) DI BRSBKL DIY
NO ASPEK KETERANGAN
1. Tujuan Mengkaji dokumen dan mendapatkan data pendukung
berkaitan dengan efektivitas resosialisasi terhadap
Activity Daily Living Penyandang Disabilitas Mental.
2. Teknik Studi dokumentasi
3. Sumber Informasi a. Profil Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras
DIY
b. Data mengenai Penyandang Disabilitas Mental yang
telah diresosialisasi
4. Waktu 2 (dua) minggu (menyesuaikan dengan kondisi di
lapangan)
5. Lokasi a. Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras DIY
b. Rumah Informan
6. Proses a. Datang ke lokasi penelitian
b. Memperkenalkan diri dan menjelasan maksud serta
tujuan
c. Meminta izin kesediaan informan untuk memberikan
dokumen yang dibutuhan
d. Meminta izin kepada BRSBKL untuk memberikan
dokumen dan data yang dibutuhkan
e. Meminta izin untuk menggunakan dokumen dalam
laporan
f. Mengucapkan terimakasih dan berpamitan
7. Alat a. Alat tulis (bolpoint dan buku catatan)
b. Alat perekam visual (kamera)

166
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

167
Lampiran 5 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Dinas Sosial DIY

168
Lampiran 6 Surat Balasan Izin Penelitian dari Dinas Sosial DIY

169
Lampiran 7 Transkrip Wawancara Informan Pekerja Sosial

TRANSKIP HASIL WAWANCARA


Efektivitas Resosialisasi terhadap Activity Daily Living (ADL)

Penyandang Disabilitas Mental (PDM) di BRSBKL DIY

Informan : Pekerja Sosial


Jawaban
No Pertanyaan Kategorisasi Analisis
Informan 1 Informan II Informan III
A. Karakteristik Informan
Nama Eka Kurniawan Sutoyo Setyo Hari Purnomo 1 informan berinisial Informan berinisial EK, S, dan
EK SHP

1 informan berinisial
S

1 informan berinisial
SHP
Jenis Kelamin L L L 3 informan berjenis Seluruh informan berjenis
kelamin Laki-laki kelamin laki-laki
Usia 27 52 49 1 informan berusia 27 Informan berusia 27,
52, dan 49
1 informan berusia 52

1 informan berusia 49
Jabatan Pekerja Sosial Koordinator Pekerja Pekerja Sosial 2 informan sebagai Seluruh informan adalah pekerja
Sosial Pekerja sosial sosial
pelaksana

169
1 informan sebagai
koordinator pekerja
sosial
Bulan dan Juni 2017 Juni 2020 November 2020 1 informan dari Juni Seluruh informan bekerja sudah
tahun mulai 2017 lebih dari 6 bulan
bekerja di
BRSBKL 1 informan dari Juni
2020

1 informan dari
November 2020
B Aspek Ketepatan Sasaran
Siapa sasaran Sasarannya tu klien Kalau sasaran Penanganan kita tidak 3 informan Sasaran resosialisasi adalah
tahap yang udah siap resosialisasi klien yang hanya klien, namun juga menyatakan klien, klien, keluarga, dan masyarakat
resosialisasi? diresosialisasi, sudah siap untuk kepada keluarga dan kleuarga, dan
persiapan ke pulang. Tahapanya ke masyarakat. Keluarga masyarakat
keluarganya dan keluarga dan dan masyarakatnya ini
masyarakat juga masyarakat siapa, menyesuaikan dari
kondisi PDM itu sendiri
Bagaimana Kriterianya dilihat Klien yang sudah layak Dilihat dari kemampuan 2 informan Kriteria yang digunakan dalam
kriteria dari dari (1) diresosialisasi ada 3, (1) ODGJnya. Sudah nurut menyatakan menentukan kelayakan PDM
tiap sasaran? perkembangan sudah stabil, (2) sudah kalau diberi tahu, tidak perkembangan kondisi adalah kondisi emosi yang
Bagaimana kondisi klien ketemu keluarganya seenak dia sendiri. Bisa ADL/perawatan diri stabil, ditunjukkan dengan PDM
dan siapa selama disini. ADL dan mau menerima merawat diri juga. Yaa bagus, dapat diajak berkomunikasi dan
yang nya bagus. Bisa klien dipulangkan, (3) kaya kita ini. Mengerti dapat diarahkan; dapat merawat
menentukan? mengurus diri dari sudah terlalu lama akan kondisinya. 1 informan diri sendiri/ ADL secara
bangun sampai disini, dan sudah ada Pelayanan rehabilitasi menyatakan mandiri, termasuk kesadaran
tidur lagi keluarga dan kita kan hanya 6 bulan, komunikasi lancar, meminum obat; sudah
(2) Komunikasi masyarakat yang mau maksimal 1 tahun, mendapatkan rehabilitasi 6
lancar, bisa ngopeni. Jadi disana misalnya mereka 4 bulan 1 informan bulan; dan keluarga serta

170
diarahkan. sudah ada yang kok sudah stabil ya kita menyatakan punya masyarakat sudah siap menerima
(3) Punya inisiatif bertanggung jawab. kembalikan. inisiatif minum obat PDM pulang ke rumah.
dan bisa Pekerja Sosial sebagai
menerima kondisi manajer kasus, nanti 3 informan
diri, stabil, mau ada kasi, kepala balai menyatakan sudah
meminum obat. harus tahu, psikolog mendapat rehabilitasi
(4) sudah mendapat juga memberi 6 bulan
rehabilitasi 6 bulan rekomendasi.
sampai max 1 3 orang menyatakan
tahun. sudah stabil,
Kriteria ini dilihat
dari observasi keluarga mau
pekerja sosial. menerima
Pelayanan Kalau ke klien di Klien disiapkan Di tahap persiapan klien 3 informan Sebelum dipulangkan, klien
apa yang konseling agar dikonseling. Kemudian mendapatkan konseling, menyatakan klien mendapatkan konseling
didapatkan mampu memahami visit dilakukan untuk keluarga dan masyarakat mendapat konseling individu, keluarga serta
dari masing- diri sendiri. Kalau mempersiapkan melalui family support masyarakat mendapatkan
masing ke keluarga dan keluarga bahwa klien dan family gathering, 3 orang menyatakan konseling keluarga yang
sasaran? masyarakat sama akan pulang. Kalau diundang kesini diberi keluarga dan dilakukan melalui home visit,
juga konseling dan sudah siap bisa pehaman. masyarakat family support maupun family
motivasi biar tau diundang melalui family mendapatkan gathering.
tips-trik untuk support group untuk konseling keluarga
merawat klien diberitahu klien sudah
ODGJ. stabil, sudah harus
pulang. Biasanya kalau
ada hambatan keluarga
dan masyarakat
dilakukan konseling
keluarga.
Siapa yang Semua yang Resosialisasi dilakukan Semuanya peksos yang 3 informan Pelayanan resosialisasi diberikan
memberikan memberikan oleh pekerja sosial, memberikan. Jadi menyatakan pekerja oleh pekerja sosial
pelayanan layanan ya peksos. makanya karena terhambat juga pada sosial

171
pada masing- Perawat ngasih keterbatasan SDM personil yang sedikit.
masing rekomendasi obat, proses pemulagan klien
sasaran? kalau pramu sosial terbatas.
ikut mendampingi
ADL klien, jadi
kita banyak
bekerjasama
dengan
pramusosial.
Sebelumnya CC
dulu bersama
profesi yang ada
disini.
C. Aspek Sosialisasi
Bagaimana Proses resosialisasi Prosesnya setelah CC, Diawal kita data dulu 3 informan Proses pelaksanaan resosialisasi
proses memang diawali tahapnya ada siapa saja klien yang mau menyatakan yaitu (1) infentarisasi data PDM,
pelaksanaan dengan mendata infentarisasi data, pulang, kemudian kita infentarisasi data, yaitu mendata nama dan alamat
resosialisasi? dulu siapa kemudian persiapan siapkan kliennya, persiapan klien, PDM yang akan diresosialisasi
Media apa kliennya, kemudian kepada klien dan keluarganya dan persiapan keluarga, uji berdasarkan CC (2) persiapan
yang persiapan bagi keluarga, home visit masyarakat lewat family coba pemulangan, klien, dilakukan dengan
digunakan klien dan juga untuk mempersiapkan support dan family reunifikasi/pemulanga konseling individu, persiapan
pada setiap keluarga dan pihak-pihak yang gathering. Kalau n klien ke keluarga keluarga dan masyarakat,
tahap? (Misal masyarakat, biar mendampingi. Proses semuanya udah oke baru dilakukan melalui aparat
: family masyarakat tidak ini bisa dilakukan kita pulangkan mereka. kelurahan sebagai pihak yang
gathering, kaget/takut lagi. Ini setelah atau bersama Persiapan keluarga ini ikut mendampingi PDM setelah
home visit, dilakukan melalui dengan proses dilakukan sesuai kondisi diresosialisasi. Keluarga dan
telepon) kelurahan. Sekalian tracing.Yaitu mencari ya. Tidak hanya sekali. msyarakat sesuai hasil tracing.
ada yang namanya dan memastikan kalau Kalau keluarga belum (3) uji coba pemulangan PDM,
tracing. Nah hasil alamat kelyarga siap ya kita beri dilakukan apabila terdapat
tracing itu untuk benar.Kalau sudah konsultasi secara terus masalah seperti kurangnya
melihat kalau siap kemudian menerus sampai keluarga penerimaan keluarga/masyarakat
ODGJ berasal dari dilakukan dan masyarakat paham atau klien yang masih perlu
resosialisasi berbentuk
172
alamat yang benar. reunifikasi/balik ke jika tanggungjawab PDM diawasi (5)
Jadi keluarga, bisa uji coba ada pada keluarga. reunifikasi/pemulangan klien ke
ditelusuri.Kemudia pulang beberapa kali. keluarga, sekaligus terminasi.
n uji coba jika Bagi yang tidak punya
perlu. Maksudnya keluarga ya bekerja
uji coba dilakukan atau diberdayakan
kalau keluarga disini. Uji coba ini
kurang percaya, sekarang dilakukan jika
jadi diujicobakan perlu. Karena
dulu. Setelah yakin keterbatasan waktu dan
baru dikembalikan SDM. Uji coba kalau
ke keluarga dan klien agak angel atau
masyarakat. Kalau keluarganya susah aja.
kasusnya klien lupa Kalau dua-duanya
alamatnya, nanti sudah menerima ya
ditunggu sampai langsung dipulangkan
ingat, terus dicari saja. Reintegrasi
alamatnya. Ketemu sekaligus terminasi
, diantarkan dan
diserahkan ke
keluarga sekaligus
aparat
pemerintahnya
Pihak mana Kelurahan, kalau kalau infentarisasi data Pihak kelurahan ikut kita 3 informan Pihak yang terlibat dalam
saja yang kecamatan lebih ke dilakukan pekerja sosial libatkan, babinsa menyatakan aparat resosialisasi PDM adalah aparat
terlibat dalam TKSK untuk saja, persiapan baik babinkamtibmas, kelurahan Kelurahan, seperti RT/RW,
penyampaian tracing. Sebelum kepada klien maupun RT/RW, kader jiwa. Babinsa,
resosialisasi klien kesini kan persiapan keluarga Fungsinya untuk 1 informan Babinkamtipmas;TKSK; dan
klien? Apa harus ada surat melalui home visit, di meyakinkan ke menyatakan TKSK Kader jiwa. Sebelum menemui
peranan dari pengantar dari home visit ini masyarakat jika terjadi keluarga, pihak pekerja sosial
masing- kelurahan, biar dari melibatkan aparat ketidak percayaan. 2 informan menghubungi aparat kelurahan
masing awal kelurahan tu setempat, RT/RW, Artinya mereka juga ikut menyatakan kader untuk ikut mendampingi PDM

173
pihak? ikut Babinsa, mendampingi klien. jiwa kecamatan ke keluarga dan masyarakat.
bertanggungjawab Babinkamtibmas, para TKSK berperan dalam
dengan klien. petugas sosial yang ada mencarikan data keluarga PDM.
Kalau yang jauh- di sana, kader jiwa,
jauh, misalnya dilihat siapa yang
klien sudah ingat berpengaruh disana.
alamatnya, desanya
kecamatannya, bisa
dilihat di GPS,
nanti kita hubungi
TKSKnya, kita
telepon. Suruh
menghubungkan ke
kelurahan,
kedukuhan. Ada
grupnya.Kadang
TKSK langsung
turun ke lapangan.
Materi apa Materi yang Materi yang diberikan Lebih ke pendampingan. 1 informan Materi yang diberikan berkaitan
yang diberikan ya tips tu ya kondisi kliennya. Secara klasikal kita menyatakan cara dengan memahamkan keluarga
diberikan dan trik, bagaimana Sudah stabil, terus berikan pemahaman merawat klien dan masyarakat akan kondisi
dalam proses merawatnya bagaimana ADL nya bahwa mereka tidak PDM, cara merawat PDM,
resosalisasi? silahkan sudah baik, pemahaman susah minum obat, di 2 informan termasuk pentingnya meminum
Apakah dilanjutkan, gitu. ke keluarga juga bahwa keluarga suka mengeluh menyatakan kondisi obat, serta tanggungjawab
terdapat Pahamkan kondisi klien tidak bisa kalau klien ini tidak mau klien keluarga terhadap PDM.
materi yang klien, jangan selamanya disini. minum obat. Mekanisme
kurang sampai lepas obat. Penanggungjawab reward and punishment 2 informan
Biar bisa nerima selanjutnya keluarga kita ajarkan. menyatakan
mereka juga, dan masyarakat jika pentingnya minum
gasampe nerima tidak keluarga tidak obat
kerja gapapa. ada.
1 informan

174
menyatakan
tanggungjawab
keluarga
D. Aspek Pemantauan
Bagaimana Yang Evaluasi sebenernya Kalau evaluasi program 3 informan Evaluasi resosialisasi antar
evaluasi bertanggungjawab tidak menentu kita lakukan jika ada menyatakan evaluasi pekerja sosial dilakukan setiap
resosialisasi resosialisasi ini jadwalnya. Kalau bahan, misalnya ada hal program antar pekerja menemukan permasalahan dan
dilakukan? Peksos. Biasanya evaluasi program antar yang kurang sesuai sosial dilakukan tidak dilakukan tidak terjadwal.
Apakah evaluasi dilakukan pekerja sosial dilakukan baru kita bicarakan terjadwal, dilakukan Pelaporan dilakukan secara
terdapat ke hal-hal teknis. pada saat kita antar peksos. Kalau ada apabia mendapat umum tentang pelksanaan
pelaporan? Dilakukan saat ada menemukan masalah, kaitannya dengan yang kesulitan. rehabilitasi di BRSBKL
(apa yang hambatan, tidak tapi tidak terjadwal lain ya kita bicarakan
menjadi terjadwal secara kapannya. ajak mereka juga.
acuan khusus.. Misalnya, Laporan keberhasilan Pelaporan kepada Kepala
evaluasi, teknis resosialisasi program juga kami Balai ada. Hanya
kapan kan dulu ga lewat lakukan, bagaimana memaparkan hal-hal
dilaksanakan kelurahan. Evaluasi rehabilitasi sosial secara umum dari
evaluasi, dan juga dilakukan dilakuakan, berapa pelaksanaan resosialisasi.
siapa yang sesuai kebutuhan, jumlah kliennya, berapa
melaksanakan missal ada yang pulang. Secara
?) kaitannya dengan umum kami sampaikan
pengadaan barang dalam laporan itu.
ya ngajak divisi
pengadaan barang,
kalo nggak ya
cukup obrolan
peksos aja. Jadi
tergantung lingkup
pekerjaan aja.
Bagaimana Pengawasan Kalau masih tahap uji Kita tu sebenarnya ada 2 informan Evaluasi dilakukan bersamaan
pengawasan selama sudah di coba pulang 2-3 hari yang namanya Binjut menyatakan dengan monitoring klien, yaitu
yang rumah menjadi masih ada komunikasi, (Bimbingan Lanjut), tapi pengawasan dilakukan minimal selama 3 bulan sekali

175
dilakukan tanggungjawab bisa lewat telepon atau karena ada Covid, melalui pemerintah pekerja sosial melakukan
setelah pasca keluarga dan didatangi, tergantung anggaran dipangkas jadi setempat atau home moneva. Caranya melalui aparat
resosialisasi? pemerintah bagaimana situasinya. kita belum bisa visit ke klien, dengan pemerintah setempat atau
(kapan setempat, Kalau sudah pulang menjangkau semuanya jadwal tidak menentu langsung visit ke rumah PDM.
dilakukan dan dukuhnya, kasi namanya evaluasi dan untuk monitoring.
siapa yang kesejahteraan monitoring. Dilakukan Moneva saharusnya 1 informan
melaksanakan sosial. Biasanya tidak terjadwal. dilakukan setiap 3 bulan. menyatakan moneva
monitoring kita melihat Caranya sama liat Kalau suruh lapor gitu klien yang sudah
pasca perkembangan situasi. Kalau ke lokasi nggak, Cuma peksos itu diresosialisasi
resosialisasi?) klien bisa lewat bisa tanya ke selalu begini, kalau ada dilakukan setiap 3
kelurahan. Atau kelurahan jika memang apa-apa dengan klien, bulan.
kalu dekat banyak kliennya. Bisa pihak kelurahan selalu
waktunya mampir ke rumah-rumahnya. curhat dengan kita, pak
ya mampir ke ini gimana gimana
rumah. kalau dari kadang diluar jam kerja
persiapan sampai juga. Tapi kalau secara
menunggu hirarki mereka harus
pemulangan ya kita lapor itu nggak ada
awasi seperti biasa, kewajiban.
tidak ada hal-hal
khusus, kan masih
bareng yang lain
disini.
Apa Kalau disini Biasanya penyangkalan Masalah yang biasanya 3 informan Masalah yang sering muncul
hambatan biasanya mereka untuk minum obat, muncul itu keluarga menyatakan klien adalah PDM tidak mau
atau masalah ngedrop kalau tidak terus tidak stabil, jadi ngeluh kalau mereka tidak mau meminum meminum obat. Upaya yang
yang diberi obat. Kalau kambuh. Bisa kembali nggak mau minum obat. obat. dilakukan adalah meminta
mungkin kambuh, nanti bisa kesini atau malah Jenuh. Kita harus tlaten bantuan pihak kelurahan/kader
muncul, dibawa ke Grasia kabur. Kalau ngawasi. Nah kita cari 1 informan jiwa sebagai orang yang ditakuti
terutama dulu, kalau penanganan sudah dulu siapa orang yang menyatakan cara PDM, agar pihak tersebut ikut
setelah memang tidak bisa diserahkan ke keluarga. disegani oleh klien, mengatasi jika memantau PDM dalam
program? diawasi ya bisa Di awal persiapan seangel apapun kalau kambuh adalah meminum obat

176
Bagaimana dibawa kesini lagi. kepulangan kan dengan orang yang dia dibawa ke Grasia/RSJ
cara Tapi harus ada keluarga dikasih tau takuti pasti nurut. Jadi
mengatasinya proses. Nggak pentingnya obat, kalau pas family support group 2 informan
? Siapa yang disini terus. Muter ada masalah bisa kita undang juga pihak menyatakan cara
membantu dulu gitu. menghubungi yang ditakuti, misalnya mengatasi dengan
mengatasinya kelurahan, kader jiwa, RT/RT, mempersiapkan
? Babinkamtipmas. Babinkamtibmas. keluarga tentang
pentingnya obat, dapat
dibantu oleh
kelurahan dan kader
jiwa.
Bagaimana Di awal kita sudah Saat di balai ada yang Sebenarnya 2 informan Upaya yang dilakukan agar
upaya agar memberikan tips namanya terapi function permasalahan sekarang menyatakan adanya PDM tetp berdaya adalah
klien tetap dan trik bagi yang didalamnya ada ini kan di monitoring. pengarahan trik dan melalui pengarahan trik dan tips
berdaya keluarga untuk terapi ADL, diharapkan Karena rasionalisasi tips pendampingan pendampingan keluarga
terutama mendampingi klien terbiasa anggaran itu kita tidak bagi keluarga terutama meminum obat. Selain
ADL nya? klien. Obat tu melakukan mandi, bisa door to door. terutama meminum itu keluarga diminta untuk
(Misal : seperti kebutuhan berpakaian, bersih- Sehingga kita rangkul obat memberikan kegiatan kepada
memberikan pokok missal kita bersih. Ada juga terapi aparat kelurahan agar PDM sesuai kemampuannya,
bantuan alat makan. Kita minta lain. Jadi itu tugas ikut mengawasi klien. 2 informan misalnya ADL mandiri, dan
keterapilan, bantuan Pak masyarakat dan Sebelum pulang kita menyatakan pekerjaan rumah ringan.
pendampinga Kamituo juga agar keluarga supaya bisa arahkan. Kita nggak merangkul aparat Adapun aparat kelurahan
n keluarga) timbul rasa ikut menghadirkan menuntut mereka kelurahan terutama diminta mengawasi
bertanggungjawab keterampilan yang diterima kerja juga, kamituo perkembangan PDM di rumah.
dengan klien ODGJ sudah didapatkan. Juga hanya beri kegiatan
itu. pengawasan untu yangs esuai kapasitas 2 informan
meminum obat. mereka. menyatakan dengan
mengarahkan keluarga
agar memberikan
kegiatan bagi klien
sesuai kemampuannya
E. Aspek Ketercapaian Tujuan

177
Berapa klien Ada di daftar Ada beberapa tapi saya Selama saya berdada 1 infroman Di tahun 2021 terdapat 2 PDM
yang kembali tunggu yang kurang tau persis. disini tu baru 2 yang menyatakan tahun ini yang kembali diresosialisasi.
direhabilitasi masuk, ada kembali. tidak ada Satu orang PDM masih berada
? beberapa. Tapi nek di daftar tunggu.
di tahun ini pulang 1 informan
tapi balik lagi menyatakan ada
belum. Adanya
pulang tahun lalu 1 informan
terus baru rencana menyatakan 2 orang
mau masuk.
Peran Kepedulian. Resosialisasi ini kan Mereka sudah menerima. 1 informan Peran keluarga dan masyarakat
keluarga dan Sebenarnya masih menjadi tanggungjawab Nggak ada protes, siap menyatakan dibuktikan dengan kepedulian
masyarakat kurang pemahaman bersama antara dengan kepulangan klien. kepedulian keluarga lewat pendampingan. Keluarga
seperti apa keluarga dan keluarga, masyarakat, Biasanya masyarakat dilihat dengan mau dan masyarakat memahami
yang masyarakat, dan aparat, karena belum paham itu suka mendampingi bahwa kapasitas PDM terbatas
diharapkan mereka kan semua harus ngeluh bilang kesini, dan bergantung pada obat.
dan disabilitas ya. mendukung. Jadi kalau nggak mau dia 1 informan Sehingga keluarga dan
mengindikasi Pemahaman diharapkan semua ikut pulang. menyatakan keluarga masyarakat dapat mengarahkan
penerimaan harusnya sampai menolong sehingga dan masyarakat ikut PDM untuk minum obat, tidak
klien? disana, bahwa PPKS ini bisa kembali menolong klien menolak klien di lingkungan
mereka tu bisa ke lingkungan dan masyarakat, mengajak PDM ikut
sembuh. Ya sesuai mandiri. 1 informan serta dalam kegiatan
kadarnya. Dan menyatakan kemasyarakatan.
biasanya mereka penerimaan
kambuh kan karena
obat, makanya
peran keluarga itu
disana. Bisa
mendampingi.
Apakah Sudah sesuai. Dari Sudah sesuai prosesnya. Saya lihat program telah 3 informan Resosialisais sudah dilaksanakan
pelaksanaan monitoring ke Tapi kalau tujuannya, berhasil. Indikatornya menyatakan sesuai rencana. Indikator
tiap proses kelurahan sudah dalam artian belum ada yang pasti. pelaksanaan keberhasilan resosialisasi ini

178
dilakukan baik. Malah di kemandirian ADL dan Kan penilaian secara resosialisasi sudah dilihat dari hasil pengamatan
sesuai salah satu refungsionalisasi belum skala ini baik enggaknya sesuai rencana pekerja sosial. Belum ada acuan
rencana keluarahan ada tercapai, karena tu belum ada. Juklak baku yang mengatur penilaian
program? program kusus mereka membutuhkan juknis setau saya belum 3 informan keberhasilan resosialisasi.
apa indikator untuk ODGJ. keterampilan praktis ada. Di balai lain juga menyatakan indikator
kberhasilan Kalau indikator yang bisa dilakukan belum. Kalau selama ini keberhasilan
tersebut? keberhasilan dilihat sehari-hari. Harusnya penilaian ya dari hasil resosialisasi dilihat
dari pengamatan dilakukan rehabilitasi pengamatan saja, klien dari pengamatan
aja. Kalau dirasa lanjutan. Harus ada tidak ada masalah berarti pekerja sosial karena
sudah luwes ya pendampingan sudah sesuai, gitu aja. belum ada pedoman
berate nggak ada keluarga. kalau hanya Makanya pekerja sosial penilaian keberhasilan
masalah. Kalau pemulihan ya sudah bisa membuat inovasi
SOP baru beberapa tercapai, sesuai kondisi bagaimana penanganan
kasus tertentu saja. masing- yang sesuai. Misalnya
masing.Indikatornya kami ambil dari balai yg
dari pengamatan saja. dulu saya tempati biar
Saat ini kita sedang bisa disesuaikan, mana
menyusun mekanisme yang kira-kira bisa, mana
pelayanan. Kita sama- yang enggak. Jadi ya
sama tahu gimana fleksibel saja.
prosesnya, hanya belum
dituliskan saja.
Pelaporan kepada Dinas
Sosial juga ada. Namun
tidak secara terperinci
menjelaskan indikator
atau sebagainya, hanya
secara umum saja,
berapa kliennya,
gimana
pelaksanaannya.
Apa faktor Mereka Faktor penghambat Faktor utama 1 informan Faktor keberhasilan pada

179
keberhasilan bekerjasama proses resosialisasi itu keberhasilan program menyatakan faktor kerjasama , baik dari kelurahan
pelaksanaan dengan Yakum. (1) klien ga punya adalah kerjasama kita keberhasilan adalah maupaun pekerja sosial dengan
resosialisasi? Jadi sudah bagus keluarga. harus dengan berbagai pihak. kerjasama peksos berbagai pihak.Hambatan
Apa faktor betul itu nemokke dulu. Digali Hambatan juga di dengan berbagai pihak pelaksanaan resosialisasi di luar
penghambatn penaganannya, dulu siapa keluarganya, komunikasi, karena kita balai yaitu pada penolakan
ya? kelihatan alamatnya dimana. kesana kan pas jam kerja, 1 informan keluarga,
Bagaimana kepeduliannya. Kecamatan kelurahan keluarga juga nggak menyatakan hambatan PDM tidak memiliki keluarga,
upaya Memang lalu kita hubungi selalu ada di rumah, jadi pada penolakan adanya stigma masyarakat
mengatasinya sebetulnya yang TKSK. (2) stigma dari susah ketemu keluarga. keluarga tentang PDM yang tidak bisa
? kurang kan keluarga, makanya jadi kita cuma ke berdaya, serta
pemahaman dari perlu konseling kelurahan waktu home 1 informan komunikasi dengan keluarga
keluarga dan keluarga, (3) stigma visit. Kelemahannya juga menyatakan hambatan yang kurang. Hambatan dari
masyarakatnya. masyarakat, kita dekati kita nggak ada anggran adalah klien tidak dalam balai adalah
Mereka kurang masyarakatnya, untuk mengembalikan memiliki kelurga, kurangnya anggaran pemulangan
memahami bahwa misalnya kita pakai klien diluar DIY. Jadi klien di luar DIY dan
ODGJ bisa kelurahan dihadirkan kita gunaan jejaring tadi, 1 informan kurangnya SDM untuk
berbaur, bisa pulih, Babinkamtipmas, kalau dulu kita dapat menyatakan adanya pengawasan pasca resosialisasi
mungkindulunya RT/RW, kader jiwa. anggaran dari pemkab stigma masyarakat
suka mengamuk Kalau memungkinkan Sleman untuk digunakan bahwa klien tidak
dan mengganggu, kita undang CC juga memulangkan klien yang dapat berdaya
tapi setelah dari merekanya. diluar DIY. Harusnya
sini kan dapat Kalau dari program ada kerjasama begitu 1 informan
perawatan terus sendiri sebetunya antar daerah. Oke kita menyatakan hambatan
jadi stabil. kekurangan kami layani klien dari luar adalah kurangnya
Hambatan itu adalah SDM yang DIY, dengan syarat komunikasi dengan
biasanya dari menghambat pemprov memberikan keluarga
penolakan pengawasan klien. anggaran untuk klien ini.
keluarga. Kalau Klien 250 yang Jadi sharing anggaran. 1 informan
kelurahan biasanya menangani 4 orang saja. Selain itu penghambat menyatakan
menerima, kan Jadi perlu bantuan dari adalah pengawasan yang kurangnya anggaran
sudah jadi pihak lain terutama kurang. Rehabilitasi pemulangan klien ke
tanggungjawab pihak keluarga dan sudah cukup, namun luar DIY

180
mereka juga. Kami kelurahan perlu rehabilitasi lanjutan
juga sudah basisnya pemerintah 2 informan
memberikan tips desa. Yaa ini yang menyatakan kurang
kepada keluarga menjadi solusinya, SDM pekerja sosial
dan masyarakat kelurahan/desa lebih untuk pengawasan
bagaimana untuk aware terhadap ODGJ pasca resosialisasi
memanusiakan melalui program
mereka. penanganan khusus
untuk ODGJ tadi

F. Harapan
Apa harapan Karena Harapannya keluarga Ketika kondisi klien 2 informan Harapan informan ada pada
informan resossialisasi kita bisa menerima, sudah stabil, harapannya menyatakan kelurahan kegiatan setelah diresosialisasi,
terhadap klien kan program kita masyarakat menerima, mereka bisa berkembang. memiliki program yaitu adanya program dari
maupun semua, harapannya tanpa penolakan. Bisa Harsunya di kelurahan untuk penanganan kelurahan untuk penanganan
program kelurahan punya menerima klien magang punya program Penyandang Penyandang Disabilitas mental.
resosialisasi program untuk kerja juga, dalam artian penanganan ODGJ. Disabilitas Mental Program ini mengindikasi
di BRSBKL? ODGJ. Contohnya coba bekerja. Seluruh Dikita kan hanya 6 bulan, penerimaan dan kepedulian
kelurahan profesi yang berada di nggak bisa selamanya, 1 informan masyarakat secara nyata
Sidoluhur yang dalam balai juga yang bertanggungjawab menyatakan adanya terhadap PDM. Adapun harapan
bisa mengelola diharapkan ikut harusnya keluarahan penerimaan klien dari di dalam balai, seluruh profesi
menangani berperan aktif dalam keluarga dan berperan aktif menolong klien
warganya. menolong klien. masyarakat tanpa karena PDM menjadi
penolakan tanggungjawab bersama.

1 informan
menyatakan seluruh
profesi berperan aktif
dalam menolong klien

181
Bagaimana Dari aparat Kesadaran tiap orang Ini sudah di level 2 informan Untuk mencapai harapan
mencapai kelurahan itu yang perlu dibangun. pimpinan, harusnya lurah menyatakan dengan membangun kesadaran akan
harapan semua kan Sehingga timbul yang menganggarkan. menganggarkan tanggungjawab PDM, dilakukan
tersebut? tergantung inisiatif untuk bersama- Bisa juga dengan APBD untuk program dengan menganggarkan APBD
pemimpinnya. Ada sama melakukan apa membangun jejaring PDM Desa untuk program khusus
APBD dianggarkan yang bisa dilakukan. dengan komunitas. PDM, misalnya membentuk
untuk program Karena tanggungjawab Misalnya Yakum seperti 1 informan Desa Sadar Sehat Jiwa, serta
ODGJ. Karena rehabilitasi ini kan kita yang di Sidoluhur. menyatakan dapat membangun jejaring
kalau ada apa-apa semua, nggak hanya membentuk Desa komunitas
kan yang peksos. Sadar Sehat Jiwa
tanggungjawab
kelurahan dan 1 informan
kecamatan. Ada menyatakan
juga beberapa desa membangun
yang membentuk kesadaran
Desa Sadar Sehat
Jiwa. 1 informan
menyatakan
membangun jejaring
komunitas

182
Lampiran 8 Transkrip Wawancara Informan PDM, Keluarga dan Masyarakat
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Efektivitas Tahap Resosialisasi terhadap Activity Daily Living

(ADL) Penyandang Disabilitas Mental (PDM) di BRSBKL DIY

Informan : PDM, Keluarga dan Masyarakat


Jawaban
No Pertanyaan Kategorisasi Tema
Informan 1 dan IV Informan II dan V Informan III dan VI
A. Karakteristik Informan
Nama S (PDM) JM didampingi IS SU didampingi H 1 informan berinisial Ketika melakukan wawancara,
didampingi W SA informan didampingi dengan
keluarga dan tokoh masyarakat.
1 informan berinisial
JM

1 informan berinisial
SU
Jenis Kelamin P L L 1 informan berjenis PDM berjenis kelamin
kelamin perempuan perempuan dan laki-laki

2 informan
berjenis kelamin
laki-laki
Usia 45 tahun 43 tahun 52 tahun 1 informan berusia 45 PDM berusia 45, 43, dan 52
tahun

1 informan berusia 43
tahun

183
1 informan berusia 52
tahun
Pendidikan SD SD SMA 2 informan PDM memiliki pendidikan
berpendidikan SD terakhir SD dan SMA

1 infroman
berpendidikan SMA
Agama Islam Islam Islam 3 informan beragama Seluruh PDM beragama Islam
islam
Tanggal/bula 23 Desember 2020 27 Mei 2021 8 April 2021 1 informan pada 23 PDM keluar dari balai pada
n keluar dari desember 2020 23 Desember 2020,
BRSBKL 8 April 202, dan
1 informan pada 27 27 Mei 2021
Mei 2021

1 informan pada 8
April 2021
Anggota Kakak, kakak ipar, Keponakan, suami Bapak dan ibu 1 informan bersama PDM tinggal bersama anggota
keluarga 3 keponakan keponakan,3 anak Kakak, kakak ipar, 3 keluarga, yaitu
dalam 1 keponakan. keponakan Bapak,
rumah Ibu
1 informan bersama Kakak
Keponakan, suami Kakak ipar
keponakan,3 anak Keponakan
keponakan. Suami keponakan
Anak keponakan
1 informan bersama
bapak dan ibu
Hubungan Kakak ipar Keponakan Ketua Dukuh 1 informan adalah Informan didampingi oleh
Penamping kakak ipar keluarga dan aparat pemerintah
dan PDM 1 informan adalah setempat
keponakan

184
1 informan adalah
ketua dukuh
B Aspek Ketepatan Sasaran
Berapa lama 3 tahun. 1 tahun lebih. Pas setahun kena korona 1 informan 3 tahun Seluruh PDM telah
mendapatkan itu. mendapatkan rehabilitasi lebih
rehabilitasi di 2 informan 1 tahun dari 6 bulan
BRSBKL?
Pelayanan Sak durunge Ya sebelum pulang Dikasih tau persiapan 3 informan Sebelum pulang, keluarga dan
apa yang kurang 15 hari dikasih tahu aja obat tu sebelum pulang dari menyatakan diberikan aparat kelurahan mendapatkan
didapatkan ditelpon balai. Pas wajib. balainya. Untuk pengertian persiapan layanan konseling.
sebelum ting mriki kelurahan, untuk pulang
pulang? pegawaine nggeh keluarga juga.
ngomong katah.
Disanjang-
sanjangi, obat,
terus kedah
ndadekke siji
keluarga.
Kemampuan Alhamdulillah Bagus mbak. Diajak Baik. Sudah bisa ngurus 3 informan PDM memiliki kemampuan
ADL seperti sampun sae. ngomong nyambung. diri sendiri. Sebelum ke menyatakan baik. ADL baik, dibuktikan dengan
apa saat akan Mboten kados Bisa ngerawat diri RSJ kan lupa, kotor jiga. dapat mengurus diri sendiri;
diresosialisasi mbien. Diken juga, mandi sendiri, 2 informan serta dapat diajak
? tumbas sabun, minum obat nggak menyatakan sudah berkomunikasi.
nggeh mangkat usah disuruh. nyambung diajak
tuku sabun, wis komunikasi
mudeng ngonten.
2 informan
menyatakan sudah
dapat mengurus diri
sendri
Siapa yang Nggih saking balai Mas EK itu yang sering Iya sebelum diantar ke 3 informan Pelaksana resosialisasi adalah

185
memberikan enten 2 orang. Kulo menghubungi saya. rumah kan pegawainya menyatakan bahwa pekerja sosial
pelayanan supe asmanipun. Kalau sebelum pulang ke kelurahan dulu. Ada resosialisasi
sebelum Kalau kesisni nggih ditelpon sama Pak S pemberitahuan dari sana. dilaksanakan oleh
kepulangan sareng kelurahan. kalau JM sudah bisa pegawai BRSBKL
klien? pulang. berjumlah 2 orang

C. Aspek Sosialisasi
Bagaimana Sak derange Pak Sutoyo tu telpon, Awalnya dari pihak balai 2 informan Resosialisasi diawali dengan
proses wangsul nggeh kalau besok Mbah Joko ke kelurahan. Terus pas menyatakan proses pemberitahuan kepada keluarga
resosialisasi ditelpon balai. Kan mau pulang. Kalau mau dipulangkan ya sama diawali dengan melalui telepon bahwa PDM
yang ting Temanggung dijemput ya boleh. Jadi banyak pihak dianter ke pemberitahuan balai akan dipulangkan. Pekera Sosial
diberikan awale, saking saya ngajak adik saya. rumah. keluarga dikasih kepada keluarga kemudian dating ke kantor
balai kepada yayasan mriko Nggak mau merepotkan tau kondisinya dan melalui telepon kelurahan untuk pemberitahuan
klien dan ditelpon mriki. balai kan, hehe. Terus disiapin harus giamana serta meminta pihak kelurahan
keluarga? Terus sepindah sebelum pulang dikasih untuk ikut melakukan
ketemu pegawai tau itu, dibilangin. pegawasan selama PDM di
disanjang-sanjangi rumah. PDM diantarkan ke
kaleh ngeterke S. keluarga bersama aparat
kelurahan.
Saat pengantaran PDM, keluarga
dan masuarakat sekitar diberikan
edukasi tentang kondisi PDM
dan perawatan PDM

Siapa saja Nggih kelurahan Nggak ada, mbak. Pak dukuh, Babinsa, pak 2 informan Resosialisasi klien dilakukan
yang ikut niku nderek mriki. Soalnya saya jemput Kamituwo, puskesmas menyatakan pihak dengan pengantaran PDM ke
dalam proses Pirang-pirang langsung ke balai. Saya kelurahan rumah, atau keluarga menjemput
pemulangan uwong. Pak sama adik saya. PDM di Balai. Pihak yang ikut
klien? Lurah, Kadus. 1 informan dalam pemulangan klien ke
Apakah menyatakan rumah adalah aparat kelurahan,
hanya orang Puskesmas seperti Lurah, Kadus, Ketua

186
tua? Dukuh, Babinsa, Kamituwo,
1 informan serta dari pihak Puskesmas.
menyatakan tidak ada Sementara Resosialisasi dengan
penjemputan PDM di balai
dilakukan oleh keluarga.

Hal apa saja Balai niku ngebel Dikasih tahu kalau obat Yo sek penting 1 informan Sebelum PDM pulang, keluarga
yang perlu kulo, mungale sek tu wajib, tapi sebelum masyaraat menerima dan menyatakan dan masyarakat siap menerima
dipersiapkan penting bapak obat habis saya udah mau mengurus. penerimaan keluarga dan bertanggungjawab terhadap
keluarga nampi. ambil duluan di RSUD Makanya dikasih besek PDM. Keluarga harus
ketika klien iki kan ben sibuk disik. 1 informan menyediakan obat PDM dan
pulang? Iso ngurus awake dewe. menyatakan wajib memberikan kegiatan untuk
Ono kegiatan menyediakan obat PDM.

1 informan
menyatakan
penerimaan
masyarakat
Hal apa yang Disanjangi nek Ya jadi ngerti kalau Kita kudu menerima. 2 informan Keluarga memahami bahwa
didapatkan obat ki penting, kan wajib siapin obat tiap Kan wis dadi kewajibane menyatakan wajib PDM wajib meminum obat
keluarga dan obat marakke bulan. Sehari minum meminum obat setiap hari dan menyedikan obat
klien dalam anteng. Ndadekke obat 3x. kan saya repot setiap 1 bulan/saat obat habis.
pelaksanaan siji lare kaleh ya kalau pagi, tapi 1 informan PDM diterima di masyarakat
resosialisai? keluarga, ngurus Mbah Joko bisa minum menyatakan harus ditunjukkan dengan memberikan
KTP KK ben nek sendiri. menyatukan PDM pekerjaan bagi PDM dan
ngurus obat ki dengan keluarga mempersilakan PDM tinggal di
gampang pas entek. lingkungan masyarakat.
2 informan
menyatakan wajib
menyediakan obat
bagi PDM setiap
bulan/saat sudah

187
habis.

1 informan
menyatakan
penerimaan PDM
adalah kewajiban
Apakah Mboten enten. Pun Nggak ada. Di balai Ora. Nek opo-opo yo iso 3 informan Informan menyatakan tidak
terdapat sae. Ting mriko juga udah sesuai ngebel pegawaine menyatakan tidak ada terdapat materi yang kurang
materi/pelaya kan kopen. Mangan menurut saya, buktinya dimengerti. Apabila terdapat
nan yang angsal. Ting mriki ada perubahan banyak. masalah, informan dapat
dirasa kurang kan dewe le Dirumah bisa minum menghubungi Pekerja Sosial.
dimengerti? ngrumati. obat sendiri.
D. Aspek Pemantauan
Apakah Dereng enten. Belum eh. Ya kemarin Saking balai dereng 3 informan Belum ada pemantauan yang
terdapat pihak Nggeh namung Pak Eka bilang kalau enten sek ngecek. menyatakan belum dilakukan oleh BRSBKL
yang njenengan niku mau kesini nanti ada maupun Kelurahan. Hal ini
memantau dihubungi dulu. Saya karena Pandemi sehingga
kondisi klien juga masih nunggu pengawasan dilakukan melalui
saat kembali waktunya kapan. telepon.
ke rumah?
Apabila Mboten enten Belum ada sih. Baik Tidak ada. Mboten bosen 3 informan Tidak ada masalah dan
terdapat masalah. Paling aja. Dia diajak ngunjuk obat. Tiap hari menyatakan tidak hambatan selama PDM di
masalah dan nek mboten ngomong nyambung minum 2x terdapat masalah rumah. PDM dapat meminum
hambatan ngombe obat niku kok. obat sendiri, dapat diajak
setelah klien bengi-bengi bar berkomunikasi, dan kondisi
di rumah? isya niko sok emosi masih stabil.
Bagaimana ngguya ngguyu
cara keluarga dewe. Neng yo
memecahkan teko tak nengke
masalah dan mawon. Sek
hambatan penting mboten

188
tersebut? ngamuk. Sek sabar.
Obate pun telas,
tapi kulo dereng
sempet numbasake.
Mpun enten sesasi
niki moten ngombe
obat rapopo.”
Bagaimana Nggih teko Ya dibiarin aja mau Sebetulnya diajarin besek 2 informan Untuk melatih ADL nya,
cara keluarga dinengke mawon. ngapain. Biasanya ini kan untuk menyatakan dibiarkan keluarga membiarkan PDM
mengawasi Sek penting ampun kalau nganggur suka memunculkan ingatan, melakukan hal yang melakukan kegiatan yang
klien disenani. Nek kaget jalan-jalan. Ke biar ngasih kesibukan diinginkan PDM disukai. Saat PDM melakukan
terutama yo nek digertak. rumah adik saya, juga. kesalahan, keluarga tidak
dalam ADL pasar, atau diem di 1 informan memarahi PDM. Adapun PDM
nya? masjid. menyatakan jangan S diberikan pekerjaan membuat
dimarahi besek oleh tetangga.

1 informan
menyatakan diberikan
kesibukan
E. Aspek Ketercapaian Tujuan
Perubahan Nggeh pun benten. Dulu kan kotor to Banyak. Komunikasinya 1 informan Perubahan PDM yang dirasakan
apa yang Sakniki motoran orangnya. Terus di sekarang udah biasa. menyatakan dari adalah dari
dirasakan tekan Temanggung Grasia. Jadi berubahnya Dulu kan alot diajak mudah mengamuk Mudah mengamuk menjadi
sebelum dan wantun. Riyin sok ya banyak sih. Udah ngomong. menjadi emosi stabil emosi stabil;kotor dan tidak
setelah ngamuk, bengak- baik. Obat juga minum terawatt menjadi dapat merawat
diresosaialisa bengok, sakniki sendiri. 1 informan diri sendiri, dari
si? pun anteng. Riyin menyatakan dari tidak dapat diajak berbicara
niku awale kan kotor menjadi dapat menjadi dapat diajak
digertak njuk merawat diri sendiri, berkomunikasi
mentung ibune.
Sakniki pun 1 informan
anteng, sek penting menyatakan dari tidak

189
disabari. bisa diajak berbicara
menjadi dapat diajak
berkomunikasi
Bagaimana Nggih ngrewangi Seneng di rumah. Pagi Pagi tangi Subuh. Terus 3 informan ADL PDM dilakukan secara
keseharian ting omah, mlaku- buang sampah. Mandi. Solat. Siang nganyam menyatakan mandiri dengan pengawasan.
klien di mlaku, ngirisi Minum obat. Bisa besek, mencuci baju membantu melakukan Keseharian PDM dirumah
rumah? Lombok yo purun. merawat diri sendiri sendiri, meminum obat pekerjaan rumah adalah membantu pekerjaan
Apakah Nek kon mari total kok, nggak perlu sendiri 2x sehari. (masak, mencuci baju, rumah, seperti memasak,
melakukan koyo awakdewe disuruh membuang sampah) mencuci baju, dan membuang
ADL secara nggih angel. Sek sampah. PDM S bekerja sebagai
mandiri atau penting anteng, 2 informan perajin besek.
dengan mboten ngganggu. menyatakan
dibantu? Saget adus, melakukan perawatan
ngagem klambi, diri secara mandiri.
malah sakniki
tambah mentel. 2 informan
Mbien mboten. menyatakan meminum
obat sendiri

1 informan
menyatakan bekerja
(membuat besek)
Bagaimana Nggih tangga- Menerima. Keluarga Ya harus menerima. 3 informan Keluarga dan masyarakat
sikap tanggane nampi, dan tetangga menerima. Buktinya dikasih kerjaan menyatakan keluarga menerima PDM. Tetangga
keluarga dan mboten sek Soalnya dia diajak buat besek ini kan biar dan tetangga membiarkan PDM berkegiatan
masyarakat kepripun pripun. nomong juga dia sibuk juga. Ono sek menerima di masyarakat dan memberikan
terhadap Kelurahan nggih nyambung. Kalo solat ngeterke rene pring e. pekerjaan untuknya, seperti SY
klien? nampi . nek S gek ya dimasjid sama nek wis dadi dijikuk yang selalu solat di masjid dan S
rono yo teko tetangga nggak ditolak didol yang diberikan pekerjaan untuk
ditanggepi biasa juga. menganyam besek. Obat selalu
disediakan oleh keluarga. Ketiga
PDM mengaku lebih senang di

190
rumah.
Apakah Mboten enten. Belum ada. Masyarakat, memberi 2 informan Dukungan yang didapatkan
terdapat pihak Namung mboten pekerjaan lewat kerajinan menyatakan belum berasal dari masyarakat sekitar.
yang nolak nopo sek besek. ada Ditunjukkan dengan tetangga
membantu kepripun pripun memberikan pekerjaan kepada
dan saking kelurahan 1 informan PDM S sebagai pengrajin besek.
mendukung nggih sae. Nebus menyatakan
klien dan obat nggih saget masyarakat sekitar
keluarga? ngurus surat,
Dukungan nanging kulo kok
apa yang mboten lego njuk
diberikan? dereng tumbas obat
niki sebulan tapi
mboten nopo-nopo.
F. Harapan
Apa harapan Nggih harapane Kalau udah normal ya Harapannya kalao ada 2 informan Harapan informan sebagai
informan sembuh total. Nek pengen kerja lagi. Tapi apa-apa disenggol, menyatakan ingin keluarga dan tokoh mayarakat
terhadap klien mboten saget nggih kan susah. Yang terutama ya hal klasik bekerja kembali adalah PDM dapat kembali
dimasa saget nrimo. Sek penting bisa mandiri. kaya bantuan dikasih. bekerja, hidup mandiri.
mendatang? pinting iso lumrah, 1 informan Lingkungan dapat menerima
nyambut gawe. menyatakan bisa PDM dengan kondisinya dan
mandiri diberikan informasi terkait
kebutuhan dan kondisi PDM,
1 informan misalnya bantuan pemenuhan
menyatakan dapat kebutuhan dasar.
menerima kondisi apa
adanya

1 informan
menyatakan diberikan
informasi terkait
kebutuhan dan kondisi

191
PDM
Bagaimana Teko dinengke Terus diperhatikan aja. Ya ada pihak yang tetep 1 informan Upaya yang dilakukan adalah
mencapai mawon mbak, Kebutuhannya dicukupi memantau kondisinya. menyatakan dibiarkan dengan tidak membatasi ruang
harapan intine sabar. Cen melakukan yang gerak PDM, keluarga
tersebut? raiso nek kon kerjo diinginkan memperhatkian kondisi PDM
koyo mbien. Yowis dengan
sek penting ora 1 informan Memenuhi kebutuhan PDM.
ganggu. menyatakan Adapun pihak/lembagayang ikut
diperhatikan memantau kondisi PDM

1 informan
menyatakan
menyukupi kebutuhan
PDM

1 informan
menyatakan terdapat
pihak yang memantau
kondisi PDM

192
Lampiran 9 Data PDM yang diresosialisasi pada tahun 2020-2021

193
Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian

Pekerja sosial melakukan tracking Pekerja sosial memonitoring PDM di rumah


alamat PDM dan persiapan kepulangan PDM bersama Kasi Kesejahteraan Sosial
PDM

Pekerja sosial melakukan pengarahan kepada PDM membantu pekerja sosial mengemas
kasi kesos sebagai respon kasus PDM makanan ringan

Peneliti bersama informan JM dan IS Peneliti melakukan wawancara kepada


informan SU

Peneliti melakukan wawancara kepada PDM melakukan senam pagi


informan W

194
Lampiran 11 Inform Consent S dan W

195
Lampiran 12 Inform Consent JM dan IS

196
Lampiran 13 Inform Consent SU dan H

197

Anda mungkin juga menyukai