Anda di halaman 1dari 12

AYAT AYAT MEDIA DAN SARANA

PENDIDIKAN
MAKALAH
Mata Kuliah : Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu : Jamal Muhammad M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 6 :


Huda fitriyani
Heri purnama
Syahrul firmansyah
Chudaefi

FAKULTAS MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


STAI DARUSSALAM KUNIR
SUBANG
2022
Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah


Ta’ala. atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “
AYAT – AYAT MEDIA DAN SARANA PENDIDIKAN ” dapat kami selesaikan
dengan baik. Tim penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang
Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun melalui
beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui media internet.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini.
Kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami,
dosen pembimbing kami, Bapak. Jamal Muhamamd dan juga kepada teman-teman
seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan
materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang
sempurna di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu
kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami
selanjutnya.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan,
atau pun adanya ketidak sesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami
mohon maaf. Tim penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar
bisa membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Subang, 25 November 2022

Penulis

I
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................ I
Daftar Isi ......................................................................................................... II
BAB 1 ............................................................................................................. 1
Pendahuluan ........................................................................................................................ 1
1. Latar belakang ................................................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1

BAB 2 ............................................................................................................. 2
AYAT – AYAT MEDIA DAN SARANA PENDIDIKAN ............................................. 2
1. Pengertian media pendidikan ......................................................................................... 2
2. Pengertian sarana pendidikan.......................................................................................... 2
3. Tafsir Surat Al-Alaq Ayat 4 ........................................................................................... 2
4. Tafsir surat Al-A’raf ayat 57........................................................................................... 3
5. Tafsir surat Al-Kahfi ayat 70-71 dan ayat 78-80.............................................................4

BAB 3 ............................................................................................................. 7
1.Kesimpulan .................................................................................................. 7

Daftar Pustaka .............................................................................................. 8

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Seorang guru
dituntut agar bisa memiliki kompetensi yang tinggi dan dia pun juga harus bisa mendidik dengan
baik. Maka agar tujuan pendidikan bisa tercapai, perlulah diperhatikan segala sesuatu yang
mendukung keberhasilan program pendidikan itu, maka dalam hal ini salah satunya ialah alat atau
media pendidikan.

Alat/ media merupakan sarana yang membantu proses pembelajaran terutama yang berkaitan
dengan indra pendengaran dan pengelihatan. Adanya alat/media bahkan dapat mempercepat
prosespembelajaran murid karena dapat membuat murid lebih cepat menanggapi pelajaran. Dengan
adanya alat/media maka tradisi lisan dan tulisan dalam proses pembelajaran dapat diperkaya dengan
berbagai alat/media pengajaran. Dengan tersedianya alat /media pembelajaran, guru dapat
menciptakan berbagai situasi yang berlainan dan menciptakan iklim yang emosional yang sehat
diantara murid-muridnya. Bahkan alat/media pengajaran ini selanjutnya membantu guru-guru
membawa dunia kedalam kelas.

Dengan demikian, alat/media pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh
karena itu, kami akan membahas tentang alat pendidikan dengan menafsirkan ayat-ayat yang
berkaitan dengan hal tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah antara lain:
1. Apa pengertian media pendidikan ?
2. Apa pengertian Sarana pendidikan
3. Bagaimana tafsir surat Al-Alaq ayat 4-5 ?
4. Bagaimana tafsir surat Al-A’raf ayat 57 ?
5. Bagaimana tafsir surat Al-Kahfi ayat 70-71 dan Al-Kahfi ayat 78-80 ?

1
BAB II
MEDIA DAN SARANA PENDIDIKAN
A. Pengertian Media Pendidikan

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara
harfiah berarti perantara atau pengantar. Menurut Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah
berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.[1]

Asosiasi Pendidikan Nasional memiliki pengertian yang berbeda. Media adalah bentuk-bentuk
komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya. Media hendaknya dapat
dimanipulasi, dapat dilihat, didengar, dan dibaca. Jadi, media adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar
terjadi.

Pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar guru. Alat bantu yang dipakai
adalah alat bantu visual, misalnya gambar, model, objek, dan lain-lain yang dapat memberikan
pengalaman konkret, motivasi belajar serta mempertinggi daya serap belajar siswa.

B. Pengertian Sarana Pendidikan

Sarana pembelajaran adalah peralatan belajar yang dibutuhkan dalam proses belajar agar
pencapaian tujuan belajar dapat berjalan dengan lancar teratur efektif dan efisien

di dalam hubungannya dengan proses belajar-mengajar ada dua jenis sarana pendidikan yang
pertama sarana pendidikan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar-mengajar
contohnya kapur tulis papan tulis dan lain-lain

Yang kedua yaitu sarana pendidikan yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses belajar
mengajar seperti lemari arsip di kantor sekolah merupakan sarana pembelajaran yang digunakan oleh
guru dalam proses belajar-mengajar .

C. Tafsir Surat Al-Alaq 4-5

5( ‫سانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬


َ ‫اْل ْن‬ َ )4( ‫علَّ َم بِ ْالقَلَ ِم‬
ِ ْ ‫علَّ َم‬ َ ‫الَّذِي‬
Artinya: “Yang mengajar dengan Pena, Mengajar manusia apa yang belum diketahui (nya)”.

(QS. Al-Alaq ayat 4-5).

Ayat diatas melanjutkan dengan memberi contoh sebagian dari kemurahan-Nya itu dengan
menyatakan bahwa : Dia Yang Maha Pemurah itu yang mengajar manusia dengan pena, yakni
dengan sarana dan usaha mereka, dan Dia juga yang mengajar manusia tanpa alat dan usaha
mereka apa yang belum diketahui-nya.

1 Arief S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), cet. ke-16 hlm. 6.

2
Kata ‫القلمم‬ terambil dari kata kerja ‫قلم‬ (qalama) yang berarti memotong ujung sesuatu. Memotong
ujung kuku disebut ‫تقليم‬. Tombak yang dipotong ujungnya sehingga meruncing dinamai ‫مقا ليم‬. Anak
panah yang runcing ujungnya dan yang bisa digunakan untuk mengundi dinamai pula qalam. Alat
yang digunakan untuk menulis dinamai qalam karena pada mulanya alat tersebut dibuat dari suatu
bahan yang dipotong dan diperuncing ujungnya.

Kata qalam disini dapat berarti hasil dari penggunaan alat tersebut, yakni tulisan. Ini karena bahasa
sering kali menggunakan kata yang berarti “alat” atau “penyebab” untuk menunjuk “akibat” atau
“hasil’ dari penggunaan alat tersebut. Misalnya, jika seseorang berkata, “saya khawatir hujan”, yang
dimaksud dengan kata “hujan” adalah basah atau sakit, hujan adalah penyebab semata.

Pada kedua ayat diatas terdapat apa yang dinamai ihtibak yang maksudnya adalah tidak disebutkan
sesuatu keterangan, yang sewajarnya ada pada dua susunan kalimat yang bergandengan, karena
keterangan yang dimaksud telah disebut pada kalimat yang lain. Pada ayat 4, kata manusia tidak
disebut karena telah disebut pada ayat 5, dan pada ayat 5 kalimat tanpa pena tidak disebut karena
pada ayat 4 telah diisyaratkan makna itu dengan disebutnya pena. Dengan demikian, kedua ayat di
atas dapat berarti “Dia (Allah) mengajarkan dengan pena (tulisan) (hal-hal yang telah diketahui
manusia sebelumnya) dan Dia mengajrka manusia (tanpa pena) apa yang belum
diketahui sebelumnya”. Kalimat yang telah diketahui sebelumnya disisipkan karena isyarat pada ayat
kedua, yaitu yang belum atau tidak diketahui sebelumnya, sedang kalimat “tanpa pena” ditambahkan
karena adanya kata “dengan pena” dalam ayat pertama.

Dari uraian di atas, kita dapat menyatakan bahwa kedua ayat di atas menjelaskan dua cara yang
ditempuh Allah SWT. dalam mengajar manusia. Pertama melalui media pena (tulisan) yang harus
dibaca oleh manusia dan yang kedua melaui pengajaran secara langsung tanpa alat (tanpa media).
Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah ‘ilm ladunniy.

D. Tafsir Surat Al-A’raf ayat 57

‫ت فَأ َ ْنزَ ْلنَا بِ ِه‬


ٍ ِ‫س ْقنَاهُ ِلبَلَ ٍد َمي‬
ُ ‫س َحابًا ثِقَ ًاًل‬ ْ َّ‫ي َرحْ َمتِ ِه ۖ َحت َّ ٰى إِذَا أَقَل‬
َ ‫ت‬ ْ َ‫الريَا َح بُ ْش ًرا بَيْنَ يَد‬ ِ ‫َو ُه َو الَّذِي يُ ْر ِس ُل‬
)57( َ‫ت ۚ َك ٰذَ ِل َك نُ ْخ ِر ُج ْال َم ْوت َٰى لَعَلَّ ُك ْم تَذَ َّك ُرون‬
ِ ‫ْال َما َء فَأ َ ْخ َرجْ نَا ِب ِه ِم ْن ُك ِل الث َّ َم َرا‬
Artinya: “Dan Dia-lah yang mengutus aneka angin sebagai pembawa berita gembira sebelum
kedatangan rahmat-Nya (hujan); sehingga ia telah memikul awan yang berat. Kami halau ia ke
suatu daerah mati, lalu Kami turunkan hujan di sana, maka Kami keluarkan dengan sebabnya
berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati,
mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.”

Kata ar-riyah berbentuk jamak sehingga diterjemahkan dengan aneka angin. Memang angin
bermacam-macam, bukan saja arah datangnya, tetapi juga waktu-waktunya. Biasanya, jika Al-
Qur’an menggunakan bentuk jamak, angin dimaksud adalah angin yang membawa rahmat dalam
pengertian umum, baik hujan maupun kesegaran. Tetapi, bila menggunakan bentuk tunggal rih, ia
mengandung makna bencana. Ini agaknya karena bila angin beragam dan banyak lalu menyatu,
tentu saja kekuatannya akan sangat besar sehingga dapat menimbulkan kerusakan.

3
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa, sebelum hujan turun, angin beraneka ragam atau banyak. Namun,
sedikit demi sedikit, Allah mengarak dengan perlahan partikel-partikel awan, kemudian
digabungkan-nya partikel-patikel itu sehingga ia tindih-menindih dan menyatu, lalu turunlah hujan.
Nah, Anda lihat ayat di atas pada mulanya menggunakan kata angin dalam bentuk jamak, tetapi
setelah ia terhimpun dan menyatu menjadi satu kesatuan, bentuk yang dipilih bukan lagi bentuk
jamak, tetapi tunggal. Karena itu, kata yang digunakan adalah suqnabul/Kami halau ia, yakni dalam
bentuk mudzakar, padahal sebelum kata aqallat dalam bentuk mu’annas. Bentuk muannas antara lain
menunjuk kepada makna jamak, sedang bentuk nudzakar kepada makna tunggal. Sungguh amat teliti
redaksi ayat-ayat al-Qur’an lagi sejalan dengan hakikat imiah.

Di sisi lain, ketika aneka angin itu belum mengandung partikel-partikel air, kata yang digunakan
adalah Kami mengutus untuk mengambarkan bahwa angin ketika itu masih ringan dan seakan-akan
dapat berjalan sendiri tanpa diarak atau didorong. Tetapi, ketika ia telah menyatu, maka keadaannya
menjadi berat sehingga gerakannya menjadi lambat. Maka, untuk itu digunakan kata suqnabul/Kami
halau ia. Sekaligus untuk menunjukkan bahwa Allah swt. yang menentukan di mana arah turunnya
hujan itu.

Kemudian di tafsir Ibnu Katsir dijeaskan, firman Allah Ta’ala, “Hingga apabila angin itu telah
membawa awan mendung”, yakni apabila angin itu membawa awan yang berat karena mengandung
banyak air, maka ia semakin dekat jaraknya ke bumi untuk turun. Firman Allah Ta’ala, “Kami
menghalaunya ke suatu negeri yang mati,” yakni ke negeri yang mati dan tandus. Penggalan ini
seperti firman Allah Ta’ala,”Dan merupakan suatu tanda bagi mereka ialah Kami menghidupkan
tanah yang mati.” Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman, ”Maka Kami mengeluarkan melalui hujan
itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati.”
Yakni, sebagaimana Kami menghidupkan tanah yang mati, maka seperti itu pula Kami
menghidupkan tubuh yang telah menjadi belulang. [2]

E. Tafsir Surat Al-Kahfi ayat 70-71 dan ayat 78-82

َ ‫ش ْيءٍ َحت َّ ٰى أُحْ د‬


‫ِث لَ َك ِم ْنهُ ِذ ْك ًرا‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫(قَا َل فَإ ِ ِن اتَّبَ ْعتَنِي فَ ََل ت َ ْسأ َ ْلنِي‬70) ‫طلَقَا َحت َّ ٰى ِإذَا َر ِكبَا فِي‬ َ ‫فَا ْن‬
َّ ‫ش ْيئًا ِإ ْم ًرا ال‬
‫س ِفينَ ِة‬ َ ‫ت‬ َ ْ‫(خ ََرقَ َها ۖ قَا َل أَخ ََر ْقت َ َها ِلت ُ ْغ ِرقَ أ َ ْهلَ َها لَقَ ْد ِجئ‬71)
Artinya: Dia berkata, “Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku
tentang sesuatu apa pun sampai aku menerangkannya padamu”. Maka berangkatlah keduanya hingga
tatkala keduanya menaiki perahu, dia melubanginya. Dia berkata, “Apakah engkau
melubanginya sehingga mengakibatkan engkau menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau
telah berbuat sesuatu kesalahan besar.”

Ayat 70 menerangkan bahwa hamba yang saleh (nabi) Khidir menetapkan syarat keikutsertaan nabi
Musa a.s. dalam ayat tersebut dijelaskan Dia berkata, “Jika engkau mengikutiku” secara bersungguh-
sungguh, maka seandainya engkau melihat hal-hal yang tidak sejalan dengan pendapatmu atau
bertentangan dengan apa yang engkau kerjakan, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku
tentang sesuatu apapun, yang aku kerjakan atau kuucapkan, sampai bila tiba waktunya nanti aku
sendiri ysng menerangkannya kepadamu.

2 Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm.
377.
4
Di sisi lain, perlu dicatat bahwa jawaban hamba Allah yang saleh dalam menerima keikutsertaan Nabi
Musa a.s. sama sekali tidak memaksanya ikut. Beliau memberi kesempatan kepada Nabi Musa a.s.
untuk berfikir ulang dengan menyatakan, “Jika engkau mengikutiku.” Beliau tidak melarangnya
secara tegas untuk mengajukan pertanyaan tetapi mengaitkan larangan tersebut dengan kehendak
Nabi Musa a.s. untuk mengikutinya. Dengan demikian, larangan tersebut bukan datang dari diri
hamba yang saleh itu, tetapi ia adalah konsekuensi dari keikutsertaan bersamanya. Perhatikanlah
ucapannya: “Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang
sesuatu apapun, sampai aku menerangkannya kepadamu.” Dengan ucapan ini, hamba yang saleh telah
mengisyaratkan adanya hal-hal yang aneh atau bertentangan dengan pengetahuan Nabi Musa a.s.
yang akan terjadi dalam perjalanan itu, yang boleh jadi memberatkan Nabi Musa a.s.

Setelah usai pembicaraan pendahuluan, sebagaimana dilukiskan ayat-ayat diatas, dan masing-masing
telah menyampaikan serta menyepakati kondisi dan syarat yang telah dikehendaki, maka
berangkatlah keduanya, yakni Musa dan hamba Allah yang saleh itu menelusuri pantai untuk menaiki
perahu hingga tatkala keduanya menaiki perahu, dia, yakni hamba yang saleh itu melubanginya. Nabi
Musa a.s. tidak sabar karena menilai pelubangan itu sebagai suatu perbuatan yang tidak dibenarkan
syariat, maka dia berkata pertanda tidak setuju, “Apakah engkau melubanginya
sehingga dapat mengakibatkan engkau menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, aku bersumpah
engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.” Dia yakni hamba yang saleh itu berkata
mengingatkan Nabi Musa a.s. akan syarat yang telah mereka sepakati, “Bukankah engkau telah
berkata, ‘sesungguhnya engkau hai Musa sekali-kali tidak akan mampu sabar ikut dalam perjalanan
bersamaku?”

َ‫ساكِين‬ َ ‫َت ِل َم‬ َّ ‫) أ َ َّما ال‬78(‫صب ًْرا‬


ْ ‫س ِفينَةُ فَ َكان‬ َ ‫سأُنَبِئ ُ َك بِت َأ ْ ِوي ِل َما لَ ْم ت َ ْست َِط ْع‬
َ ‫علَ ْي ِه‬ َ ۚ ‫اق بَ ْينِي َوبَ ْينِ َك‬ ُ ‫قَا َل ٰ َهذَا فِ َر‬
‫) َوأ َ َّما ْالغُ ََل ُم‬79( ‫صبًا‬ ْ ‫غ‬ َ ‫س ِفينَ ٍة‬َ ‫يَ ْع َملُونَ فِي ْالبَحْ ِر فَأ َ َردْتُ أ َ ْن أ َ ِعيبَ َها َو َكانَ َو َرا َء ُه ْم َم ِلكٌ يَأ ْ ُخذُ ُك َّل‬
ً ‫) فَأ َ َر ْدنَا أ َ ْن يُ ْب ِدلَ ُه َما َربُّ ُه َما َخي ًْرا ِم ْنهُ زَ َكاة‬80( ‫ط ْغيَانًا َو ُك ْف ًرا‬ ُ ‫فَ َكانَ أَبَ َواهُ ُمؤْ ِمنَي ِْن فَ َخشِينَا أ َ ْن يُ ْر ِهقَ ُه َما‬
‫ار فَ َكانَ ِلغُ ََل َمي ِْن يَتِي َمي ِْن فِي ْال َمدِينَ ِة َو َكانَ تَحْ تَهُ َك ْن ٌز لَ ُه َما َو َكانَ أَبُو ُه َما‬ ُ َ‫) َوأ َ َّما ْال ِجد‬81( ‫ب ُرحْ ًما‬ َ ‫َوأ َ ْق َر‬
‫ع ْن أ َ ْم ِري ۚ ٰذَ ِل َك‬َ ُ‫شدَّ ُه َما َويَ ْست َْخ ِر َجا َك ْنزَ ُه َما َرحْ َمةً ِم ْن َربِ َك َۚو َما فَعَ ْلتُه‬ ُ َ ‫صا ِل ًحا فَأ َ َرادَ َرب َُّك أ َ ْن يَ ْبلُغَا أ‬
َ
)82( ‫صب ًْرا‬ َ ‫علَ ْي ِه‬ َ ‫ْط ْع‬ ِ ‫ت َأ ْ ِوي ُل َما لَ ْم تَس‬
Artinya: Dia berkata, “Inilah perpisahan antara aku denganmu”. Aku akan memberitahukan
kepadamu makna apa yang engkau tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun perahu, maka ia adalah
milik orang-orang miskin yang bekerja di laut, maka aku ingin menjadikannya memiliki cela karena
di balik sana ada raja mengambil setiap perahu secara paksa. Dan adapun anak remaja, maka kedua
orangtuanya adalah dua orang mukmin, dan kami khawatir dia akan membebani kedua orangtuanya
kedurhakaan dan kekufuran. Maka, kami menghendaki kiranya Tuhan mereka berdua mengganti bagi
mereka berdua yang lebih baik darinya (dalam hal) kesucian dan lebih dekat (dalam) kasih sayang (-
nya). Adapun dinding itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya
terdapat simpanan bagi mereka berdua, sedang ayah keduanya adalah seorang yang saleh, maka
Tuhanmu menghendaki agar supaya keduanya mencapai kedewasaan mereka berdua dan
mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan aku tidaklah melakukannya
berdasar kemauanku. Demikian itu makna apa yang engkau tidak dapat sabar terhadapnya.

Telah tiga kali Nabi Musa as. melakukan pelanggaran. Kini cukup sudah alasan bagi hamba Allah itu
untuk menyatakan perpisahan. Karena itu, dia berkata: “inilah masa atau pelanggaran yang

5
menjadikan perpisahan antara aku denganmu, wahai Musa. Namun, sebelum berpisah aku akan
memberitahukan kepadamu informasi yang pasti tentang makna dan tujuan di balik peristiwa-
peristiwa yang engkau tidak dapat sabar menghadapinya”.

Lalu, hamba Allah yang saleh menerangkan pengalaman mereka satu demi satu: ”Adapun perahu-
katanya-maka ia adalah milik orang-orang miskin yang mereka gunakan bekerja di laut untuk mencari
rezeki, maka aku ingin menjadikannya memiliki cela sehingga dinilai tidak bagus digunakan, karena
dibalik sana ada raja yang kejam dan selalu memerintahkan petugas-petugasnya agar mengambil
secara paksa setiap perahu yang berfungsi baik”. Hamba Allah yang saleh itu seakan-akan
melanjutkan dengan berkata: “Dengan demikian, apa yang kubocorkan itu bukanlah bertujuan
menenggelamkan penumpangnya, tetapi justru menjadi sebab terpeliharanya hak-hak orang miskin”.
Memang, melakukan kemudharatan yang kecil dapat dibenarkan guna menghindari kemudharatan
yang lebih besar. [3]

Selanjutnya, hamba Allah yang saleh itu menjelaskan latar belakang peristiwa kedua. Dia berkata:
“Adapun si anak yang aku bunuh itu, maka kedua orangtuanya adalah dua orang mukmin yang
mantap keimanannya dan Kami khawatir bahkan tahu, berdasar informasi Allah, bahkan jika anak itu
hidup dan tumbuh dewasa dia akan membebani kedua orang tuanya dengan beban yang sangat berat
akibat keberanian dan kekejaman sang anak sehingga keduanya melakukan kedurhakaan dan
kekufuran. Maka dengan membunuhnya-aku dengan niat di dalam hati- dan Allah SWT dengan
kuasa-Nya menghendaki, kiranya Tuhan Yang Maha Esa yang disembah oleh ibu bapak anak itu
mengganti buat mereka berdua anak lain yang lebih baik dalam hal kesucian, yakni sikap
keberagamaannya dan lebih dekat lagi mantap dalam kasih sayang dan buktinya kepada kedua orang
tuanya daripada anak yang kubunuh itu “.

Peristiwa terakhir dijelaskan oleh hamba Allah yang saleh itu dengan menyatakan: “Adapun dinding
rumah yang aku tegakkan tanpa mengambil upah itu, ia adalah kepunyaan dua orang anak yatim di
kota itu, dan di bawahnya terdapat harta simpanan orang tua mereka buat mereka berdua. Kalau
dinding itu roboh, harta simpanan itu ditemukan dan diambil orang yang tidak berhak, sedang ayah
keduanya adalah seorang yang saleh yang niatnya menyimpan harta itu untuk kedua anaknya. Maka
Tuhanmu menghendaki dipeliharanya harta itu agar supaya keduanya mencapai usia dewasa dan
menemukan simpanan kedua orangtuanya itu untuk mereka manfaatkan. Apa yang aku lakukan itu
adalah sebagai rahmat terhadap kedua anak yatim itu dari Tuhamu “.

Lalu, hamba Allah yang saleh itu menegaskan untuk menampik kemungkinan dugaan melanggar
agama bahwa, “Aku tidaklah melakukan apa yang telah kulakukan sejak pembocoran perahu,
penegakan tembok, dan pembunuhan anak berdasar kemauanku sendiri. Tetapi, semuanya adalah atas
perintah Allah melalui ilmu yang diajarkan-Nya kepadaku. Ilmu itu pun kuperoleh bukan atas
usahaku, tetapi semata-mta anugerah-Nya. Demikian-lanjut hamba Allah itu-makna dan penjelasan
peristiwa-peristiwa yang engkau tidak dapat sabar menghadapinya”.

3 M. Quraish Shihab, AL-Lubab, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 315.

6
BAB III

A. KESIMPULAN

Pada surat Al-Alaq ayat 4-5 menjelaskan bahwa ada dua cara yang ditempuh Allah
SWT dalam mengajar manusia. Pertama melalui media pena (tulisan) yang harus dibaca oleh
manusia dan yang kedua melaui pengajaran secara langsung tanpa alat (tanpa media). Cara
yang kedua ini dikenal dengan istilah ‘ilm ladunniy. Kemudian pada surat Al-A’raf ayat 57
media pendidikan yang dimaksud adalah meniupkan aneka angin sebagai pembawa berita
gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya, yakni sebelum turunnya hujan.

Kemudian di surat Al-Kahfi ayat 70-71 dan ayat 78-82 media pendidikannya adalah
perahu yang dilubangi, anak yang dibunuh, dan dinding rumah. Yang terakhir adalah surat
Al-Isra’ ayat 14 media pendidikan yang digunakan adalah kitab.

7
DAFTAR PUSTAKA

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib . 1999. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2. Jakarta: Gema Insani.
Sadiman, Arief S., dkk. 2012. Media Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Shihab, M. Quraish. 2012. Al-Lubab. Tangerang: Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 2012. Tafsir Al-Misbah Jilid 6. Jakarta: Lentera Hati.

Anda mungkin juga menyukai