Kebijakan Pedoman Promkes
Kebijakan Pedoman Promkes
DINAS KESEHATAN
UPT BLUD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILILIN
Jalan Cinta Karya, Desa Cililin, Kecamatan Cililin, Kab. Bandung Barat
Tlp/ 022-6941600, Email: rsud_cililin@yahoo.com
KEPUTUSAN
KEPALA UPT BLUD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILILIN
NOMOR (445/.../IV/RSUD/2019)
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT
UPT BLUD RUMAH SAKIT RSUD CILILIN
Menimbang : a. . bahwa untuk menjamin pemenuhan hak setiap orang untuk mendapatkan informasi
dan edukasi tentang kesehatan, khususnya di rumah sakit, serta menjamin
terlaksananya pelayanan kesehatan yang paripurna, perlu dilakukan promosi
kesehatan di rumah sakit secara optimal, efektif, efisien, terpadu, dan
berkesinambungan;
b. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 004 Tahun 2012 tentang Petunjuk
Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit perlu disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b, perlu menetapkan Pedoman Pelayanan Promosi Kesehatan di UPT
BLUD RSUD CILILIN
Menetapkan
KEDUA : Keputusan ini dievaluasi apabila ada perubahan yang dianggap perlu;
KETIGA: Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkan dan apabila dipandang perlu, akan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa setiap
orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan
bertanggung jawab dan setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan
dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari
tenaga kesehatan.
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan tingkat rujukan mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang meliputi promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan promotif dan preventif di Rumah Sakit dapat
diwujudkan melalui penyelenggaraan PKRS. Untuk itu Rumah Sakit berperan penting dalam
melakukan Promosi Kesehatan baik untuk Pasien, Keluarga Pasien, SDM Rumah Sakit,
Pengunjung Rumah Sakit, maupun Masyarakat Sekitar Rumah Sakit.
Penyelenggaraan PKRS telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 004
Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit. Namun seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan hukum serta kebutuhan masyarakat dalam
memperoleh PKRS yang efektif, efisen, dan berkualitas serta yang berdampak pada terjadinya
perilaku hidup sehat pada Pasien, Keluarga Pasien, sumber daya manusia Rumah Sakit,
Pengunjung Rumah Sakit, dan masyarakat sekitar rumah sakit.
Berdasarkan kebijakan nasional Promosi Kesehatan yang tertuang dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 74 tahun 2015 tentang Upaya Peningkatan Kesehatan dan
Pencegahan Penyakit, Promosi Kesehatan dilaksanakan dalam bentuk pengembangan kebijakan
publik yang berwawasan kesehatan, penciptaan lingkungan yang kondusif, penguatan gerakan
masyarakat, pengembangan kemampuan individu, dan penataan kembali arah pelayanan
kesehatan. Promosi Kesehatan dilakukan dengan strategi pemberdayaan masyarakat, advokasi,
dan kemitraan serta didukung dengan metode dan media yang tepat, data dan informasi yang
valid/akurat, serta sumber daya yang optimal, termasuk sumber daya manusia yang profesional.
Penyelenggaraan PKRS dilaksanakan pada 5 (lima) tingkat pencegahan yang meliputi
Promosi Kesehatan pada kelompok masyarakat yang sehat sehingga mampu meningkatkan
kesehatan, Promosi Kesehatan tingkat preventif pada kelompok berisiko tinggi (high risk)
untuk mencegah agar tidak jatuh sakit (specific protection), Promosi Kesehatan tingkat kuratif
agar Pasien cepat sembuh atau tidak menjadi lebih parah (early diagnosis and prompt
treatment), Promosi Kesehatan pada tingkat rehabilitatif untuk membatasi atau mengurangi
kecacatan (disability limitation), dan Promosi Kesehatan pada Pasien baru sembuh (recovery)
dan pemulihan akibat penyakit (rehabilitation).
Dengan terselenggaranya Promosi Kesehatan di Rumah Sakit dapat mewujudkan Rumah
Sakit yang berkualitas yang memenuhi standar akreditasi Rumah Sakit. Integrasi Promosi
Kesehatan dalam asuhan Pasien melalui peningkatan komunikasi dan edukasi yang efektif juga
dapat mewujudkan peningkatan mutu dan keselamatan Pasien. Berdasarkan hasil evaluasi yang
dilakukan oleh lembaga akreditasi Rumah Sakit, menunjukan bahwa sebagian besar kejadian
sentinel disebabkan karena ketidakefektifan dalam berkomunikasi, baik antar Profesional
Pemberi Asuhan (PPA), maupun antara PPA dengan Pasien. Selain itu, penyelenggaraan PKRS
yang baik dan berkesinambungan dapat menciptakan perubahan perilaku dan lingkungan
berdasarkan kebutuhan Pasien.
Dalam rangka pelaksanaan PKRS di UPT BLUD RSUD Cililin, maka perlu acuan pedoman
pelaksanaan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2018
agar berlangsung secara baku dan data yang diperoleh dapat mewakili data nasional di
Indonesia.
B. Tujuan
Pedoman ini dimaksudkan untuk menjadi acuan dalam pelaksanaan program promosi kesehatan
rumah sakit di UPT BLUD RSUD Cililin, agar berlangsung secara baku, terpadu,
berkesinambungan, terukur, dan dapat dievaluasi.
BAB II
GAMBARAN UMUM RSUD CILILIN
A. Profil RSUD Cililin
Rumah Sakit Umum Daerah Cililin adalah rumah sakit milik Pememerintah Daerah
Kabupaten Bandung Barat yang didirikan pada tahun 2012. RSUD Cililin, Kabupaten Bandung
Barat, merupakan rumah sakit pertama yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung Barat itu melengkapi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat di Kabupaten
Bandung Barat.
Rumah sakit ini dibangun gedung utama dua lantai, yang terdiri ruang rawat jalan,
laboratorium, apotek, kamar operasi, kamar bersalin, kamar nifas, kamar bayi dan instalasi gawat
darurat di lantai dasar; rawat inap kelas III dan HCU di lantai dua dengan kapasitas maksimal 50
orang. Pada tahun 2018, telah dibangun gedung baru dengan kapasitas rawat inap 100 orang, unit
hemodialisa, unit bank darah, kamar operasi, namun masih belum beroperasi hingga 2019 ini.
Promosi Kesehatan di Rumah sakit telah diselenggarakan sejak tahun 1994 dengan nama
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS). Seiring dengan
pengembangannya, pada tahun 2003, isitlah PKMRS berubah menjadi Promosi Kesehatan
Rumah sakit (PKMRS). Seiring dengan pengembangannya, pada tahun 2003, istilah
PKMRS berubah menjadi promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS). Berbagai kegiatan telah
dilakukan untuk mengembangkan PKRS seperti penyusunan pedoman PKRS, advokasi dan
sosialisasi PKRS kepada Direktur rumah sakit pemerintah, pelatihan PKRS, pengembangan
dan distribusi media serta pengembangan model PKRS antara lain di Rumah Sakit Pasar
Rebo di Jakarta dan Rumah Sakit Syamsuddin, SH di Sukabumi. Namun pelaksanaan PKRS
dalam kurun waktu lebih dari 15 tahun belum memberikan hasil yang maksimal dan
kesinambungannya di rumah sakit tidak terjaga dengan baik tergantung pada kuat tidaknya
komitmen Direktur rumah sakit.
Berdasarkan hal tersebut, beberapa isu strategis yang muncul dalam Promosi Kesehatan di
Rumah sakit, yaitu:
Sebagian besar Rumah Sakit belum menjadikan PKRS sebagai salah satu kebijakan upaya
pelayanan kesahatan di Rumah Sakit.
a. Sebagian besar Rumah Sakit belum memberikan hak pasien untuk memdapatkan
informasi tentang pencegahan dan pengobatan yang berhubungan dengan
penyakitnya.
b. Sebagian besar Rumah Sakit belum mewujudkan tempat kerja yang aman,bersih dan
sehat.
c. Sebagian besar rumah sakit kurang manggalang kemitraan untuk meningkatkan
upaya pelayanan yang bersifat preventif dan promotif.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 574/MENKES/SK/ VI/2000
tentang Kebijakan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, pemberian
promosi kesehatan yang menyeluruh kepada pasien mengenai merupakan HAK pasien dan
KEWAJIBAN Rumah Sakit dan seluruh tim medis Rumah sakit. Informasi yang diberikan
dapat mencakup upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan kesehatan (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitative). Promosi
kesehatan harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan, serta
dilaksanakan bersama antara unit-unit rumah sakit yang terkait sesuai dengan keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 1426/MENKES/SK/XII/2006 tentang Petunjuk Teknis promosi
Kesehatan Rumah Sakit.
Pemberian informasi medis yang menyeluruh juga dapat membantu pasien untuk
menentukan pilihan diagnostik, terapi maupun rehabilitasi yang nantinya akan
mempengaruhi prognosisnya, sehingga sejalan dengan etika kedokteran mengenai autonomi
pasien. Hal ini juga diharapkan akan membangun hubungan dokter dan rumah sakit kepada
pasien, meningkatkan mutu pelayanan serta menimbulkan rasa percaya dan aman sehingga
komplians pasien juga diharapkan akan lebih baik. Berdasarkan hal tersebut diatas dan
dalam rangka peningkatan mutu pelayanan medis rumah sakit, maka dibentuklah panitia
Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakit (PKRS).
BAB IV
PENGENDALIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT
2. Kebijakan Khusus
a. Pengobatan awal
1) Pasien yang secara klinis diduga atau diidentifikasi mengalami infeksi bakteri diberi
antibiotik empirik selama 48-72 jam.
2) Pemberian antibiotik lanjutan harus didukung data hasil pemeriksaan laboratorium
dan mikrobiologi.
3) Sebelum pemberian antibiotik dilakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan
mikrobiologi.
b. Antibiotik empirik ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotik
setempat.
c. Prinsip pemilihan antibiotik.
1) Pilihan pertama (first choice).
2) Pembatasan antibiotik (restricted/reserved).
3) Kelompok antibiotik profilaksis dan terapi.
d. Pengendalian lama pemberian antibiotik dilakukan dengan menerapkan automatic stop
order sesuai dengan indikasi pemberian antibiotik yaitu profilaksis, terapi empirik, atau
terapi definitif.
e. Pelayanan laboratorium mikrobiologi.
1) Pelaporan pola mikroba dan kepekaan antibiotik dikeluarkan secara berkala setiap
tahun.
2) Pelaporan hasil uji kultur dan sensitivitas harus cepat dan akurat.
3) Bila sarana pemeriksaan mikrobiologi belum lengkap, maka diupayakan adanya
pemeriksaan pulasan gram dan KOH.
B. Panduan penggunaan antibiotik profilaksis dan terapi di rumah sakit disusun dengan format
sebagai berikut.
1. Judul, logo rumah sakit, edisi tahun
2. Kata pengantar tim penyusun
3. Sambutan pimpinan rumah sakit
4. Keputusan pimpinan rumah sakit tentang tim penyusun
5. Daftar tim penyusun
6. Daftar istilah dan singkatan
7. Daftar isi
8. Pendahuluan
a. Latar belakang
b. Definisi
c. Tujuan
d. Masa berlaku
e. Kelebihan dan keterbatasan pedoman
9. Indikasi penggunaan antibiotik:
a. Profilaksis: tercantum pembagian kelas operasi berdasarkan kriteria Mayhall
b. Terapi empirik: dasar dan cara pemilihan antibiotik empirik, tercantum diagram alur
indikasi penggunaan antibiotik.
10. Daftar kasus dan alur penanganan pasien
11. Klasifikasi dan cara penggunaan antibiotik, meliputi: jenis, dosis, interval, rute, cara
pemberian, saat dan lama pemberian, efek samping antibiotik
12. Catatan khusus (jika ada bagian/divisi yang belum menyetujui pedoman)
13. Penutup
14. Referensi
15. Lampiran
BAB V
PRINSIP PENCEGAHAN PENYEBARAN MIKROBA RESISTEN
Pencegahan penyebaran mikroba resisten di rumah sakit dilakukan melalui upaya Pencegahan
Pengendalian Infeksi (PPI). Pasien yang terinfeksi atau membawa koloni mikroba resisten dapat
menyebarkan mikroba tersebut ke lingkungan, sehingga perlu dilakukan upaya membatasi
terjadinya transmisi mikroba tersebut, terdiri dari 4 (empat) upaya berikut ini.
3. Dekolonisasi
Dekolonisasi adalah tindakan menghilangkan koloni mikroba multiresisten pada individu
pengidap (carrier). Contoh: pemberian mupirosin topikal pada carrier MRSA.
4. Tata laksana Kejadian Luar Biasa (KLB) mikroba multiresisten atau Multidrug Resistant
Organisms (MDRO) seperti Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), bakteri
penghasil Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), atau mikroba multiresisten yang lain.
Apabila ditemukan mikroba multiresisten sebagai penyebab infeksi, maka laboratorium
mikrobiologi segera melaporkan kepada tim PPI dan dokter penanggung jawab pasien, agar
segera dilakukan tindakan untuk membatasi penyebaran strain mikroba multiresisten tersebut.
Penanganan KLB mikroba multiresisten dilakukan berdasar prinsip berikut ini.
1) Mikroba multiresisten adalah mikroba yang resisten terhadap paling sedikit 3 kelas
antibiotik.
2) Indikator pengamatan:
a. Angka MRSA
Penghitungan berpedoman pada rumus berikut ini:
Jumlah isolat MRSA
angka MRSA= ------------------------------------------------------------- X 100%
BAB VI
PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI,
PELAPORAN POLA MIKROBA DAN KEPEKAANNYA
Pemeriksaan mikrobiologi bertujuan memberikan informasi tentang ada atau tidaknya mikroba di
dalam bahan pemeriksaan atau spesimen yang mungkin menjadi penyebab timbulnya proses
infeksi. Selanjutnya, apabila terdapat pertumbuhan, dan mikroba tersebut dipertimbangkan
sebagai penyebab infeksi maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji kepekaan mikroba terhadap
antimikroba.
Akurasi hasil pemeriksaan mikrobiologi sangat ditentukan oleh penanganan spesimen pada fase
pra-analitik, pemeriksaan pada fase analitik, interpretasi, ekspertis, dan pelaporannya (fase
pasca- analitik). Kontaminasi merupakan masalah yang sangat mengganggu dalam pemeriksaan
mikrobiologi, sehingga harus dicegah di sepanjang proses pemeriksaan tersebut.
BAB VII
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT
Evaluasi penggunaan antibiotik merupakan salah satu indikator mutu program pengendalian
resistensi antimikroba di rumah sakit, bertujuan memberikan informasi pola penggunaan
antibiotik di rumah sakit baik kuantitas maupun kualitas. Pelaksanaan evaluasi penggunaan
antibiotik di rumah sakit menggunakan sumber data dan metode secara standar.
Contoh:
Penghitungan DDD
Setiap antibiotik mempunyai nilai DDD yang ditentukan oleh WHO berdasarkan dosis
pemeliharaan rata-rata, untuk indikasi utama pada orang dewasa BB 70 kg.
1. Data yang berasal dari instalasi farmasi berbentuk data kolektif, maka rumusnya sebagai
berikut:
Perhitungan numerator :
jml kemasan X jml tablet per kemasan X jml gram per tablet X 100
jumlah DDD = ------------------------------------------------------------------------------------
DDD antibiotik dalam gram
Perhitungan denominator:
jumlah hari-pasien = jumlah hari perawatan seluruh pasien dalam suatu periode studi
2. Data yang berasal dari pasien menggunakan rumus untuk setiap pasien:
jumlah konsumsi antibiotik dalam gram (dalam DDD)
jumlah konsumsi AB = --------------------------------------------------------------------------
DDD antibiotik dalam gram
total DDD
DDD/100 patient days = --------------------------------------------------------------- x 100
total jumlah hari-pasien
Agar rumah sakit dapat melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba secara optimal, maka
dibentuk Tim Pelaksana Program Pengendalian Reisitensi Antimikroba Rumah Sakit (Tim PPRA
RS) berdasarkan keputusan Kepala/Direktur rumah sakit.
Tim PPRA rumah sakit dibentuk dengan tujuan menerapkan pengendalian resistensi antimikroba
di rumah sakit melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi.
A. Kedudukan dan Tanggung Jawab
Dalam melaksanakan tugas, Tim PPRA bertanggung jawab langsung kepada Kepala/Direktur
rumah sakit. Keputusan Kepala/Direktur rumah sakit tersebut berisi uraian tugas tim secara
lengkap, yang menggambarkan garis kewenangan dan tanggung jawab serta koordinasi antar-
unit terkait di rumah sakit.
Dalam melakukan tugasnya, Tim PPRA berkoordinasi dengan unit kerja: SMF/bagian, bidang
keperawatan, instalasi farmasi, laboratorium, tim pencegahan pengendalian infeksi (PPI), tim
farmasi dan terapi (FT).
Tugas masing-masing unit adalah sebagai berikut.
1. SMF/Bagian
a. Menerapkan prinsip penggunaan antibiotik secara bijak dan menerapkan kewaspadaan
standar.
b. Melakukan koordinasi program pengendalian resistensi antimikroba di SMF/bagian.
c. Melakukan koordinasi dalam penyusunan panduan penggunaan antibiotik di SMF/bagian.
d. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
2. Bidang keperawatan
a. Menerapkan kewaspadaan standar dalam upaya mencegah penyebaran mikroba resisten.
b. Terlibat dalam cara pemberian antibiotik yang benar.
c. Terlibat dalam pengambilan spesimen mikrobiologi secara teknik aseptik.
3. Instalasi Farmasi
a. Mengelola serta menjamin mutu dan ketersediaan antibiotik yang tercantum dalam
formularium.
b. Memberikan rekomendasi dan konsultasi serta terlibat dalam tata laksana pasien infeksi,
melalui: pengkajian peresepan, pengendalian dan monitoring penggunaan antibiotik,
visite ke bangsal pasien bersama tim.
c. Memberikan informasi dan edukasi tentang penggunaan antibiotik yang tepat dan benar.
d. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
4. Laboratorium
a. Melakukan pelayanan pemeriksaan mikrobiologi.
b. Memberikan rekomendasi dan konsultasi serta terlibat dalam tata laksana pasien infeksi
melalui visite ke bangsal pasien bersama tim.
c. Memberikan informasi pola mikroba dan pola resistensi secara berkala setiap tahun.
5. Tim pencegahan pengendalian infeksi (Tim PPI) berperanan dalam mencegah penyebaran
mikroba resisten melalui:
a. penerapan kewaspadaan standar,
b. surveilans kasus infeksi yang disebabkan mikroba multiresisten,
c. cohorting/isolasi bagi pasien infeksi yang disebabkan mikroba multiresisten,
d. menyusun pedoman penanganan kejadian luar biasa mikroba multiresisten.
6. Tim farmasi dan terapi (Tim FT)
a. Berperanan dalam menyusun kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik di rumah
sakit,
b. Memantau kepatuhan penggunaan antibiotik terhadap kebijakan dan panduan di rumah
sakit,
c. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
BAB IX
INDIKATOR MUTU PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA