Anda di halaman 1dari 129

RESISTENSI PEDAGANG KAKI LIMA

DI PASAR INPRES MANONDA KOTA PALU

Disusun Oleh:
WIDYA NINGRUM
NIM. A 351 16 151

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk


mendapatkan Gelar Sarjana Strata Satu ( S1)
pada Program Studi Pendidikan Geografi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
STREET VENDORS RESISTANCE IN THE INPRES MARKET
MANONDA PALU CITY

WIDYA NINGRUM
(A 351 16 151)

SKRIPSI

Submitted as a partial fulfillment of the requirements for bachelor degree at


Geography Education Study Program
Social Science Education Department
Teacher Training and Education Faculty
Tadulako University

GEOGRAPHY EDUCATION STUDY PROGRAM


SOCIAL SCIENCE EDUCATION DEPARTMENT
TEACHER TRAINING AND EDUCATION FACULTY
TADULAKO UNIVERSITY
PALU
2021
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Penelitian : Resistensi Pedagang Kaki Lima di Pasar Inpres Manonda


Kota Palu
Penulis : Widya Ningrum
Nomor Stambuk : A 351 16 151

Telah di perbaiki dan dipertanggungjawabkan dihadapan dewan pwnguji

Pembimbing

Dr. H. Kaharuddin Nawing, M.Si.


NIP.19580306 198503 1 004

Mengetahui,

Ketua Jurusan Koordinator Program Studi


Pendidikan IPS FKIP UNTAD Pendidikan Geografi

Dr. Nuraedah, S.Pd., M.Pd Iwan Alim Saputra, S.Pd., M.Sc


NIP. 19741006 200604 2 001 NIP. 19830206 200812 1 003
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK

Widya Ningrum. 2016. “ Resistensi Pedagang Kaki Lima Di Pasar Inpres


Manonda Kota Palu.” Hasil Penelitian, Program Studi Pendidikan Geografi,
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Tadulako, 2020. Pembimbing Dr. Kaharuddin Nawing,
M. Si ( Pembimbing).

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Balaroa Kecamatan Palu Barat


Palu Sulawesi Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk- bentuk
aktivitas pkl dalam pemanfaatan ruang di pasar inpres manonda serta resistensi
pkl pasar inpres manonda terhadap kebijakan pemerintah kota palu. Jenis
penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif
kualitatif serta pendekatan ekologi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah snowball sampling dengan unit analisis pasar inpres manonda kota palu,
dan subjek penelitian pedagang kaki lima, dengan jumlah informan 19 orang.
Teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Teknik analisis data menggunakan metode data collection, data reduction, data
display, dan data verification. Hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku pkl
dalam pemanfaatan ruang di pasar inpres manonda, mereka memilih
memanfaatkan ruang publik diantaranya trotoar, pinggir jalan, dan area parkir
yang mana ruang tersebut memiliki tingkat intensitas kunjungan masyarakat
tinggi. Resistensi pkl terhadap pemerintah di pasar inpres manonda kota palu
dilatar belakangi oleh latar belakang pendidikan pkl, tidak idealnya peraturan
yang berlaku dipasar, serta tidak tersedianya lokasi khusus sektor informal yang
menimbulkan bentuk- bentuk sikap perlawanan atau resistensi PKL antara lain;
a)masuk kedalam pasar saat ditertibkan satpol pp; b)berdagang diluar waktu yang
pemerintah toleransi; c)tetap berjualan diruang publik meski sudah dihimbau
petugas pasar; d)menggunakan ruang privat menghindari petugas satpol pp;
e)meninggalkan sarana usaha dagang di lokasi.

Kata Kunci: Resistensi, Pemanfaatan; Ruang, PKL


ABSTRACT

Widya Ningrum. 2016. “ Street Vendors Resistance at the Manonda Inpres


Market of Palu City”. Research result, geography education study program, social
science education department, teacher training and education faculty, tadulako
university. 2020. Advisor Dr. H. Kaharuddin Nawing, M. Si.

This research was conducted in the balaroa village, west palu district, palu
city, central sulawesi. This study aims to find out the forms of street vendors
activity to use of space in manonda inpres market and the resistance of manonda
inpres market street vendors to palu city government policy. This type of research
is qualitative research, using qualitative descriptive methods, and ecological
approach. The sampling technique used was snowball sampling unit analisis pada
penelitian ini adalah pasar inpres manonda kota palu, dengan subjek penelitian
pedagang kaki lima, dengan jumlah informan 19 orang.with 17 informants. Data
collection technique by means of observation, interviews, and documentation.
Data analysis techniques using data collection methods, data reduction, data
display, and data verification. The research results showed the behavior of street
vendors in using space in manonda inpres market, they choose to use public
spaces including sidewalks, roadsides, and parking areas where these spaces have
a high level of intensity community visits. The resistances of street vendors to
government in manonda inpres market at palu city is motivated by an educational
background, not ideal regulations in market, and unavailability of special
locations for informal sector which creates forms of resistance including: a)
entered the market when the security guard officers pp; b) trade outside time the
government tolerates c) keep selling in public room even though market officers
advised them d) use private space to avoid security guard officers pp; e) leave the
trading business facilities on site.

Keywords: Resistance, Space Utilization, Street Vendors.


UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur senantiasa penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan
judul skripsi yang berjudul “Resitensi Pedagang Kaki Lima di Pasar Inpres
Manonda Kota Palu”. Sholawat serta salam selalu tercurahkan terhadap junjungan
kita Nabi Allah Muhammad Rasulullah Sallahu ‘Alaihi Wasaalam sebagai
tauladan umat manusia dari zaman onta menuju zaman toyota.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini
tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih
yang tak terhingga kepada orang tua terkasih pelita hidupku ayahanda Wiwi
Wicakso S.P dan ibunda Almh. Asmawati S.P, yang telah mencurahkan segala
kasih sayangnya dengan banyak kesabaran, keikhlasan, dukungan moral maupun
materil untuk penulis. Untuk Almh ibunda tercinta yang tiada kata yang terucap
kecuali do’a tiada tindakan kecuali dengan kasih sayang, serta kesabaran dan
keikhlasan untuk penyelesaian studi akhir penulis. Untuk ayahanda yang tiada
kata terucap kecuali pembakar semangat penulis, yang selalu penulis banggakan
dan hormati atas segala kerja keras serta keikhlasan dalam mendampingin dan
membesarkanku. Terimakasih untuk kedua orang tua tercinta yang telah
memberikan yang terbaik untuk studi serta mendampingi penulis hingga
menyelesaikan tugas akhir.
Penulis tidak akan bisa membalas pengorbanan kalian, namun penulis selalu
mendo’akan yang terbaik untuk kalian, terkhusus ibunda agar ibunda
mendapatkan tempat yang terbaik disisi Allah serta diterima segala amal ibadah
dan untuk ayahanda diberikan kesehatan dan kekuatan agar bisa berbahagia
bersama anak cucu.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Pendidikan
Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa
dalam penyelesaian Skripsi ini tidak terlepas dari ini tidak terlepas dari berbagai
masalah, hambatan, dan rintangan. Semua itu dapat teratasi dan dilalui berkat
do’a, dukungan kasih sayang, pengorbanan, pengertian, motivasi bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak.
Olehnya itu penulis menyampaikan terimakasih yang setulus- tulusnya dan
penghargaan yang setinggi- tingginya terutama kepada Bapak Dr. H. Kaharuddin
Nawing, M.Si sebagai pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, arahan,
motivasi, dan saran- saran yang sangat berharga kepada penulis mulai dari
penulisan proposal, pelaksanaan seminar, kegiatan penelitian, penulisan hasil
penelitian, sampai pada penyelesaian penulisan skripsi ini, dan penulis juga
mengucapkan terimakasih tak terhingga kepada Bapak Iwan Alim Saputra S.Pd.,
M.Sc dan Bapak Rendra Zainal Maliki selaku pembahas yang telah banyak
memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam penyempurnaan penulisan
skripsi ini. Terimakasih yang mungkin tak akan cukup mewakili isi hati penulis
untuk Ayahanda tercinta Wiwi Wicakso, S.P dan Ibunda tersayang Almh.
Asmawati, S.P atas limpahan kasih sayang, bimbingan, motivasi, dan do’a beliau
disetiap langkah serta gerak gerik penulis.
Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Mahfudz, M.P Selaku Rektor Universitas Tadulako
2. Bapak Dr. Ir. Amiruddin Kade, M.Si., Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.
3. Bapak Drs. H. Nurhayadi, M.Si., Selaku Wakil Dekan Bidang Akademik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako
4. Bapak Abdul Kamaruddin, S.Pd., M.Ed., Ph.D., Selaku Wakil Dekan
Bidang Umum dan Keuangan Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako
5. Bapak Iskandar Ahmad, M.Hum., Selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidika n Universitas
Tadulako
6. Dr. Nuraedah, S.Pd., M.Sc., Selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Tadulako.
7. Iwan Alim Saputra, S.Pd., M.Sc., Selaku Koordinator Program Studi
Pendidikan Geografi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako, serta selaku dosen
pembahas yang telah memberikan banyak arahan serta saran yang
membangun kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini.
8. Bapak dan ibu dosen yang telah banyak memberikan pemahaman ilmu
terkait mata kuliah selama penulis menyelesaikan studi indoor maupun
outdoor, serta staf-staf Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang membantu dalam penyelesaian administrasi.
9. Keluargaku dan saudara- saudariku tercinta Ibu Nusmawati, ibu Supriatin,
bapak Murdhani, bapak Marji, untuk yang terkasih Didit Supratyo, S.H,
Nurfadillah, S.Km, dan untuk adik- adik ku tercinta Ella Wardhani
Lamantogi, Ilham Dzulqarnain Lamantogi, S.Pd, Yuli Trisyaningsih, S.pd,
Mayang Ramadhani, Nuzul Pangestu, Nurul, Fathan Nasrullah, untuk
sahabat- sahabatku tersayang Nila Hainun dan Siti Hajar serta yang tidak
dapat disebutkan satu- persatu terimakasih atas dukungan motivasi,
pengertian, serta bantuannya selama ini kepada penulis dalam penyelesaian
Skripsi ini.

Penulis telah berusaha maksimal demi penyempurnaan isi dan tata bahasa
dalam skripsi ini. Namun, selaku hamba yang penuh dengan keterbatasan penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk
penyempurnaan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Semoga Allah SWT
meridhoi segala niat baik dan dicatat sebagai ibadah disisi- Nya. Amiin
Palu, Maret 2021
Penulis,

Widya Ningrum
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................ iii


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... ii
ABSTRAK .................................................................................................................. iii
ABSTRACT...................................................................................................................iv
UCAPAN TERIMAKASIH ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xii
BAB I ............................................................................................................................1
PENDAHULUAN ........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 8
BAB II ...........................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................................9
2.1 Penelitian Relevan ................................................................................. 9
2.2 Kajian Pustaka ..................................................................................... 15
2.2.1 Konsep Geografi ........................................................................... 15
2.2.2 Pendekatan Ekologi ...................................................................... 17
2.2.3 Pedagang Kaki Lima ..................................................................... 18
2.2.4 Kebijakan ..................................................................................... 22
2.2.5 Penataan Ruang dan Pasar ............................................................ 26
2.2.6 Resistensi ..................................................................................... 32
2.2.7 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 35
BAB III ....................................................................................................................... 39
METODE PENELITIAN........................................................................................... 39
3.1 Jenis Penelitian .................................................................................... 39
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 39
3.2.1 Lokasi Penelitian .......................................................................... 39
3.2.2 Waktu Penelitian .......................................................................... 40
3.3 Unit Analisis ........................................................................................ 43
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 44
3.5 Teknik Analisa Data ............................................................................ 46
BAB IV ....................................................................................................................... 50
HASIL ......................................................................................................................... 50
4.1 Gambaran Umum Area Penelitian ........................................................ 50
4.1.1 Kondisi Administrasi .................................................................... 50
4.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ........................................... 52
4.1.3 Profil Pasar Inpres Manonda ......................................................... 56
4.2 Tingkat Pendidikan Informan ............................................................... 59
4.3 Hasil Penelitian .................................................................................... 59
4.3.1 Bentuk- Bentuk Aktivitas Usaha PKL ........................................... 59
4.3.2 Aktivitas PKL dalam Pemanfaatan Ruang di Pasar Inpres Manonda
69
4.3.3 Faktor- Faktor Resistensi PKL ...................................................... 74
4.3.4 Bentuk- Bentuk Resistensi PKL .................................................... 77
4.3.5 Dampak- Dampak Resistensi PKL ................................................ 82
4.4 Pembahasan ......................................................................................... 84
4.5 Pedagang Kaki Lima Prespektif Ilmu Geografi .................................... 87
BAB V......................................................................................................................... 90
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 90
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 90
5.2 Saran ................................................................................................... 88
5.3 Usulan Studi Lanjut ............................................................................. 89
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 93
LAMPIRAN ............................................................................................................... 95
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Pedagang Kaki Lima ................................................................ 3

Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan dengan Peneliti Terdahulu ......................... 12

Tabel 3.1 Penjadwalan Rencana Pelaksanaan Penelititan ................................... 42

Tabel 4. 1 Nama- Nama Kepala Desa dan Lurah Kamonji .................................. 50

Tabel 4. 2 Jenis-Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa dan Lurah Kamonji .............. 51

Tabel 4. 3 Jumlah Penduduk Kelurahan Kamonji Berdasarkan Jenis Kelamin .... 54

Tabel 4. 4 Tingkatkan Pendidikan Masyarakat di Kelurahan Kamonji ................ 55

Tabel 4. 5 Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kelurahan Kamonji ................. 56

Tabel 4. 6 Tingkat Pendidikan Informan Pedagang Kaki Lima ........................... 59


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Bagan Alur Kerangka Pemikiran.................................................... 38

Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data Kualitatif/ Model Interaktif.......... 48

Gambar 3.2 Desain atau rencana Penelitian ......................................................... 49

Gambar 4. 1 Bentuk- bentuk sarana dagang PKL................................................. 66

Gambar 4. 2 Jenis ruang aktivitas usaha dagang PKL ............................... .......... 74

Gambar 4. 3 Faktor resistensi PKL ..................................................................... 77

Gambar 4. 4 Bentuk resistensi PKL terhadap regulasi pemerintah ...................... 81

Gambar 4.5 Dampak resistensi PKL......................................................................84


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I DOKUMENTASI ............................................................................ 96

Lampiran II LEMBAR OBSERVASI .............................................................. 101

Lampiran III LEMBAR BIODATA INFORMAN ............................................ 102

Lampiran IV LEMBAR INSTRUMENT.......................................................... 103

Lampiran V SK PEMBIMBING ...................................................................... 106

Lampiran VI SURAT IZIN PENELITIAN ....................................................... 107

Lampiran VII BALASAN SURAT IZIN PENELITIAN .................................. 109

Lampiran VIII PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................. 110

Lampiran IX BIODATA PENULIS ................................................................. 114


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Geografi merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari persamaan dan
perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang berbeda dalam
pengkajiannya. Ilmu geografi mempunyai unsur- unsur dalam pembatasannya
antara lain membahas tentang letak, luas, bentuk, batas, dan persebaran dengan
demikian penekanan kajian geografi adalah didasarkan pada pendekatan
keruangan. Pendekatan geografi yang mendasarkan pada obyek keruangan
mempunyai kaitan yang erat dengan persebaran dari obyek permukaan bumi.
Geografi memiliki unsur- unsur utama seperti unsur jarak, unsur interaksi,
unsur gerakan dan unsur penyebaran dan salah satu pendekatan yang digunakan
dalam geografi adalah pendekatan keruangan. Pendekatan geografi yang
mendasarkan pada obyek keruangan mempunyai kaitan yang erat dari obyek
dipermukaan bumi. Obyek yang dimaksud disini adalah obyek fisik dan obyek
sosial. Mempelajari perilaku antara manusia dan lingkungan tidak dapat hanya
menekankan pada satu aspek saja, melainkan seluruh aspek (Fitriyanti, 2017).
Penekanan terhadap seluruh aspek itu harus diutamakan, khususnya jika
mempelajari hubungan timbal balik antara penduduk baik individu maupun
kelompok untuk menyesuaikan dan menguasai lingkungan dalam mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan hidup mereka. Geografi sosial adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dengan lingkungan totalnya
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik primer maupun sekunder.
Berorientasi pada masalah dengan kata lain geografi sosial harus dapat
menangani hasil keruangan sosial seperti halnya pertumbuhan penduduk
diperkotaan terus mengalami peningkatan. Hal ini mendorong semakin banyaknya
masyarakat pedesaan melakukan migrasi ke perkotaan. Perkotaan menyediakan
fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih lengkap dan lebih banyak
menyediakan peluang kerja. Disisi lain modernisasi telah mengubah berbagai
pekerjaan dari penggunaan sumber daya manusia ke dalam tenaga mesin.
2

Peluang kerja yang diharapkan ada diperkotaan semakin sempit, selain itu
terpuruknya perekonomian Indonesia mengakibatkan banyaknya perusahaan-
perusahaan baik di sektor industri, perdagangan maupun keuangan tidak mampu
lagi bertahan. Dampak dari krisis perekonomian ini mengakibatkan perusahaan
melakukan pemutusan hubungan kerja untuk mengurangi beban biaya tetap atau
bahkan menutup usahanya karena sudah tidak mampu lagi bertahan dalam kondisi
ini (Mirdalina, 2016).
Sektor informal sangat menarik karena bisa menciptakan lapangan kerja dan
menyediakan barang atau jasa murah. Sektor ini juga sebagai katup pengaman
yang dapat meminimalisasi pengangguran dan keresahan sosial. Rahardjo (2009)
salah satu tuntutan fundamental yang dihadapi masyarakat adalah bertahan hidup
(survive) dalam suatu lingkungan tertentu. Artinya masyarakat mampu menyerap
dan mempertahankan sumber daya yang ada untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Kehadiran pedagang kaki lima ( PKL) di kota- kota besar
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan kota (Septiana,
2011).
Sektor informal khususnya pedagang kaki lima, sangat membantu
pemerintah dalam usaha menciptakan lapangan kerja baru bagi mereka yang
berpendidikan rendah, sehingga dapat mengurangi pengangguran dan menambah
kesejahteraan rumah tangga. Di samping itu sektor informal memiliki berbagai
segi positif seperti produk setempat, peningkatan pendapatan rendah dan
penyediaan barang yang terjangkau masyarakat.
Mengingat manfaat yang diberikan sektor informal dalam mengatasi
kebutuhan masyarakat ekonomi menengah ke bawah, maka dibutuhkan ruang-
ruang yang dapat mewadahi interaksi antara keduanya. Penyediaan ruang aktivitas
yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya akan memenuhi kebutuhan
masyarakat yang terus menuntut adanya ruang gerak tersendiri. Ruang tempat
dimana mereka dapat melakukan kegiatan dengan santai menikmati berbelanja
tanpa harus terkena panas terik matahari atau perasaan was- was akan laju
kendaraan yang melintas disekitarnya.
3

Fenomena pedagang kaki lima telah mendapat sorotan secara nasional hal
ini dapat dilihat dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun
2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan PKL. Ditindak lanjuti
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 41 tahun 2012 yang mengatur
pembinaan dan penataan PKL yang meliputi; pendataan, perencanaan penyediaan
ruang bagi kegiatan sektor informal, fasilitas akses permodalan, penguatan
kelembagaan, pembinaan dan bimbingan teknis, fasilitas kerjasama antar daerah
dan mengembangkan kemitraan dengan dunia usaha.
Jumlah pedagang kaki lima terutama di kota- kota besar diperkirakan akan
terus bertambah karena selain dituntut persyaratan yang cukup fleksibel sektor ini
tidak menuntut keterampilan tertentu, modal usaha yang relatif kecil serta variasi
yang cukup luas. Pedagang kaki lima di sisi lain mampu memberikan pelayanan
yang cepat, murah, sederhana terutama bagi kelompok masyarakat yang
berpenghasilan rendah dan menengah dan lebih dari itu pedagang kaki lima
mampu memberikan lapangan kerja, menunjang ekonomi penduduk, pemerataan
kesejahteraan sebagian besar anggota masyarakat.
Kota Palu merupakan kota besar hal tersebut bukan hanya karena kota palu
merupakan kabupaten akan tetapi tergambarkan lewat tabel 1.1 jumlah sementara
pedagang kaki lima pasar inpres manonda kota palu sebagai berikut:

Tabel 1.1 Jumlah Pedagang Kaki Lima

No Jenis Dagangan Jumlah Pedagang

1. Makanan 211 Org

2. Barang Campuran 17 Org

3. Bunga 61 Org
Sumber Data Primer Peneliti, 2020

Penelitian sementara yang dilakukan di Pasar Inpres Manonda cukup


banyak terlihat memenuhi trotoar atau jalur yang disediakan untuk pejalan kaki,
begitupun dengan lorong didalam tidak jarang ditemukan mereka yang duduk
untuk menjajakan barang dagangannya sehingga menghalangi jalan. Jenis
4

dagangan PKL di pasar inpres manonda sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang
ada disekitar kawasan dimana pedagang tersebut beraktivitas.
Adapun jenis dagangan yang ditawarkan oleh PKL di pasar inpres manonda
antara lain:
1. Makanan tidak dan belum diproses, diantaranya buah- buahan, ikan, dan
rempah- rempahan.
2. Makanan siap saji,diantaranya nasi,lauk pauk,dan berbagai macam jajanan.
3. Barang selain makanan, diantaranya pakaian, peralatan rumah tangga,
barang- barang kecil dan lain sebagainya.

Perilaku pedagang kaki lima di pasar inpres manonda yakni berdagang


dengan cara menetap pada suatu lokasi tertentu sehingga pembeli atau konsumen
yang menghampiri pedagang tersebut. Sarana fisik yang digunakan pedagang ini
biasanya gerobak beratap, kereta dorong, atau gelaran alas.
Cara lain yang dilakukan pedagang yaitu menjajakan dagangannya dengan
cara berkeliling dalam hal ini pedagang yang selalu berusaha menghampiri,
mendatangi, mengejar konsumen. Pedagang yang seperti ini merupakan pedagang
yang mempunyai volume dagangan yang kecil. Sarana fisik yang digunakan
pedagang ini adalah pikulan/ keranjang dan gerobak/ kereta dorong.
Aktivitas Pedagang kaki lima yang menjajakan dagangnya menimbulkan
beberapa pemandangan yang menganggu lingkungan pasar inpres manonda,
pengelolah pasar, ataupun dan masyarakat pasar inpres manonda dikarenakan
pedagang kaki lima tidak membuang sampah pada tempatnya, akan tetapi
meninggalkan sampah di tempat bekas berjualan sehingga mengotori lingkungan
pasar inpres manonda, selain itu pedagang kaki lima menganggu aktivitas pejalan
kaki (pedestri) pada area pejalan kaki (pedestri) dan pengguna jalan utama bagi
pengguna kendaraan roda dua dan roda empat, sehingga menimbulkan kemacetan
pada jalan utama area pasar inpres manonda. Pasar merupakan wadah utama
penjualan produk- produk kebutuhan pokok yang dihasilkan oleh para pelaku
ekonomi berskala menengah kecil serta mikro.
5

Terlepas dari mandirinya sektor informal dalam menciptakan lapangan


pekerjaan, selama ini pedagang kaki lima kurang dikehendaki keberadaannya oleh
pemerintah kota. Kehadiran pedagang kaki lima dianggap bertentangan dengan
semangat kota yang menghendaki adanya ketertiban, kenyamanan, keamanan, dan
keindahan kota. Pedagang kaki lima yang menempati lokasi usaha seenaknya
membuang sampah disembarang tempat. Perilaku ini di mata pemerintah sangat
mengganggu kebersihan, kenyamanan dan keteraturan maupun keindahan kota.
Pasar Manonda Inpres Kota Palu tidak tertata sesuai standar nasional
indonesia yang mana harusnya pedagang dikelompokan sesuai jenis dagangan,
yaitu pedagang sayur manyur tidak menjual lauk paukbegitupun sebaliknya,
namun kenyataan dilapangan seorang pedagang menjual lebih dari satu jenis
dagangan yaitu pedagang barang campuran harian, menjual sayur manyur, dan
buah- buahan juga dalam satu tempat atau los.
Pasar Inpres Manonda Kota Palu secara idealnya milik pemerintah kota palu
maka diatur oleh dinas perindustrian dan perdagangan kota palu dengan patokan
atau los yang disewakan dengan begitu pemerintah kota palu memiliki hak untuk
mengatur dan menata pasar manonda inpres dengan rapi, namun kenyataan
dilapangan pasar inpres manonda kurang tertib dan rapi dengan pedagang yang
tidak terkelompok tersebut, pedagang kaki lima, serta pola perilaku pembeli yang
lebih memilih berbelanja diluar pasar dengan alasan menghemat waktu, memiliki
langganan sendiri, dekat dengan tempat parkir kendaraan pribadi sehingga tidak
susah dalam membawa belanjaan.
Standar nasional indonesia dalam siteplan atau perencanaan fasilitas
ekonomi dalam hal ini letak pasar tempatnya jauh dari atau tidak berada ditengah-
tengah permukiman masyarakat, namun kenyataannya letak pasar inpres manonda
kota palu berada ditengah- tengah permukiman masyarakat, fasilitas pendidikan,
fasilitas kesehatan, dan lain sebagainya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pemerintah mengambil tindakan
tegas terhadap setiap pelaku sektor informal, yakni dengan jalan menertibkan,
menggusur atau menyingkirkan usahanya dengan dalih guna pengembangan kota.
6

Untuk itu, setiap pemerintah daerah memiliki satuan khusus yang pekerjaannya
sewaktu- waktu mengadakan operasi atau razia kepada sektor informal yang
terkenal dengan sebutan operasi ketertiban umum.
Pemerintah Kabupaten Palu melakukan penertiban terhadap pedagang kaki
lima dikarenakan kondisi pasar kumuh, kotor, dan tidak teratur. Maraknya
penertiban dan penggusuran terhadap PKL diberbagai tempat, tentu harus menjadi
perhatian semua pihak. Di satu sisi mereka ingin menghidupi keluarga dengan
cara mandiri tanpa dukungan dan fasilitas pemerintah, namun disisi lain lokasi
para pedagang sering melanggar ketentuan yang telah ditetapkan, seperti yang
terlihat pedagang kaki lima berjualan di trotoar, parkiran, dan pinggir jalan.
Berkaitan dengan kegiatan PKL pengelolah pasar inpres manonda
bekerjasama dengan Satuan Polisi Pamong Praja untuk menghimbau, membina,
serta penertiban terhadap kegiatan yang mana dalam hal ini pengelolah pasar
inpres manonda akan menghimbau seluruh PKL untuk tidak berjualan ditempat
terlarang yang tidak semestinya digunakan untuk berjualan seperti; trotoar, tempat
parkir, dan pinggir jalan sedangkan untuk penangganan terhadap PKL yang masih
tetap tidak mendengarkan himbauan dari pengelolah pasar inpres manonda maka
akan ditertibkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja diantaranya penyitaan barang
dagang dan alat dagang.
Penertiban ini dilakukan dengan maksud agar program pemerintah,
peraturan perundang- undangan, peraturan daerah dan produk hukum yang
berlaku kepada seluruh masyarakat dalam hal ini pedagang kaki lima diharapkan
dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan mengenai hak dan kewajiban
pedagang kaki lima, kesadaran, serta kepatuhan pedagang kaki lima terhadap
peraturan yang berlaku sehingga proses pembangunan dapat berjalan dengan
lancar serta tidak menganggu maupun menghalangi program pemerintah juga.
Penelitian sementara yang dilakukan di pasar inpres manonda adanya
resistensi yang dilakukan pedagang kaki lima dalam menanggapi penertiban oleh
satuan polisi pamong praja diantaranya sebagai berikut; masuk kedalam pasar saat
ditertibkan, namun keluar ke pinggir jalan saat petugas tidak menertibkan lagi,
7

melawan petugas saat ditertibkan, meninggalkan sampah saat meninggalkan


tempat berjualan untuk menghindari petugas, mengelilingi pasar sehingga
membuat kemacetan dijalan raya untuk menghindari petugas.
Dari hasil penelitian sementara di pasar inpres manonda, di satu sisi
Pemerintah menginginkan ketertiban, kenyamanan, dan keindahan kota, serta
proses pembangunan yang berjalan dengan lancar. Namun di sisi lain pula
pedagang kaki lima dalam menjalankan kegiatannya menginginkan rasa aman dari
penertiban petugas pengolah pasar dan nyaman menjajakan barang dagangan
seperti yang diharapkan saat berjualan serta mendapatkan hak juga kewajiban
sebagai pedagang kaki lima seperti yang telah diatur dalam peraturan daerah
Pemerintah Kabupaten Palu.
Kebijakan melakukan penertiban sebenarnya bertujuan untuk menciptakan
keteraturan dan ketertiban agar tidak melampauin batas- batas yang telah
disepakati serta penggarahan agar berdagang ditempat yang telah diarahkan
meskipun begitu pedagang kaki lima yang identik dengan keramaian. Dimana ada
keramaian, maka disitulah pedagang kaki lima akan menjajakan barang
dagangannya.
Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi penyusunan skripsi ini, untuk
mengetahui Resistensi Pedagang Kaki Lima di Pasar Inpres Manonda Kota Palu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini sebagai berikut;
1. Bagaimana bentuk- bentuk aktivitas pedagang kaki lima dalam pemanfaatan
ruang di pasar inpres manonda?
2. Bagaimana resistensi pedagang kaki lima pasar inpres manonda terhadap
kebijakan pemerintah kota palu?
8

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini sebagai
berikut;
1. Untuk mengidentifikasi bentuk- bentuk aktivitas pedagang kaki lima dalam
pemanfaatan ruang di pasar inpres manonda;
2. Untuk mengidentifikasi resistensi pedagang kaki lima pasar inpres manonda
terhadap kebijakan pemerintah kota palu.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini memiliki kegunaan yang bersifat teoritis dan bersifat praktis.
1) Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan, khususnya mengenai resistensi pedagang kaki lima pasar
inpres manonda terhadap kebijakan penataan ruang pemerintah kota palu;
2) Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat, diharapkan masyarakat dapat memahami implementasi
perda yang berkaitan dengan pedagang kaki lima.
b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi wahana untuk menambah
wawasan dan pengetahuan yang telah diperoleh terutama yang berkaitan
dengan persoalan kebijakan pemerintah kota dalam hal penataan ruang
pasar inpres manonda serta pedagang kaki lima;
c. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi
bagi kebijakan pemerintah kota palu terhadap pedagang kaki lima.
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Relevan
2.1.1 Dwi Septiana, 2011. “ Resistensi Pedagang kaki Lima Terhadap Kebijakan
Pemerintah Kota Semarang (Studi Kasus PKL di Jalan Kokrosono dnan
Jalan Kartini Timur)”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Resistensi Pedagang Kaki
Lima terhadap kebijakan pemerintah Kota Semarang. Dengan menggunakan
metode penelitian kualitatif dan pendekatan studi kasus. Dengan tiga analisis
sebagai berikut; pertama, faktor penyebab perlawanan Pedagang Kaki Lima di
Jalan Kakrosono dan Jalan Kartini Timur; kedua, bentuk- bentuk perlawanan
Pedagang Kaki Lima di Jalan Kokrosono dan Jalan Kartini Timur terhadap
Kebijakan Pemerintah Kota Semarang; ketiga, mengetahui bagaimana
kelembagaan Pedagang Kaki Lima Jalan Kokrosono dan Jalan Kartini Timur
menjadi basis perlawanan. Hasil dari penelitian ini sebagai berikut; pertama,
faktor yang melatarbelakangi resistensi Pedagang Kaki Lima adalah faktor
ketidakadilan Pemerintah Pedagang kaki Lima telah membayar sejumlah uang
namun, penertiban terus- menerus dilakukan oleh petugas. Hal ini yang membuat
Pedagang Kaki Lima merasa diperlakukan tidak adil, Pedagang Kaki Lima
beranggapan bahwa mereka mempunyai hak untuk tetap berjualan di tempat
semula karena mereka telah membayar sejumlah uang; kedua, bentuk- bentuk
perlawanan yang dilakukan oleh Pedagang Kaki Lima adalah sebagai berikut; 1)
tetap berjualan, 2) menolak relokasi, 3) menyembunyikan barang dagangan, dan
4) bersembunyi (kucing-kucingan) dengan petugas; ketiga, kelembagaan
Pedagang Kaki Lima di dua tempat yang diteliti tidak mempunyai paguyuban
resmi, namun ada pihak yang mengkoordinir para Pedagang Kaki Lima dalam
menjalankan aktivitasnya ditempat tersebut.
Persamaan penelitian Dwi Septiana dengan penelitian ini yakni rumusan
masalah yang membahas tentang bentuk- bentuk perlawanan pedagang kaki lima.
Perbedaan penelitian Dwi Septiana dengan penelitian ini yakni analisis yang
digunakan yaitu; pertama, faktor penyebab perlawanan Pedagang Kaki Lima di
10

Jalan Kakrosono dan Jalan Kartini Timur; kedua, mengetahui bagaimana


kelembagaan Pedagang Kaki Lima Jalan Kokrosono dan Jalan Kartini Timur
menjadi basis perlawanan. Selain itu, penelitian Dwi Septiana menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus.

2.1.2 Mirdalina, 2016. “ Resistensi Pedagang Kaki Lima (PKL) Terhadap


Penertiban Satpol PP (Studi Kasus di Pasar Bambu Kuning Bandar
Lampung)”.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui Resistensi Pedagang Kaki
Lima (PKL) terhadap penertiban Satpol PP. Dengan menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian sebagai berikut; pertama,
bentuk- bentuk perlawanan yang dilakukan oleh Pedagang Kaki Lima di Pasar
Bambu Kuning Kota Bandar Lampung terhadap penertiban yang dilakukan oleh
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung adalah melalui perlawanan
secara fisik yaitu dengan tetap berjualan sebanyak 4 informan, dan dengan
perlawanan non fisik yaitu dengan demonstrasi juga ada 4 informan; kedua, faktor
yang menyebabkan perlawanan Pedagang Kaki Lima terhadap penertiban yang
dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja adalah karena berdagang di Pasar
Bambu Kuning sebagai Pedagang kaki Lima merupakan mata penccaharian untuk
bertahan hidup ada 5 informan; ketiga, solusi terbaik yang diinginkan oleh
Pedagang Kaki Lima yang ada di Pasar Bambu Kuning adalah dengan
diizinkannya mereka berdagang di Pasar Bambu Kuning.
Persamaan Penelitian Mirdalina dengan penelitian ini yakni terdapat pada
metode penelitian yaitu sama- sama menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif dan membahas tentang lokasi pasar dan sampel yang digunakan adalah
pedagang dan pembeli pasar. Perbedaannya yakni teknik pengambilan sample
adalah purposive sampling, dimana pemilihan informan dipilih secara sengaja
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan
penelitian.
11

2.1.3 Fitrah, 2017. “ Implementasi Kebijakan Penertiban Pedagang Kreatif


Lapangan Di Kota Palu”.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan
penertiban pedagang kreatif lapangan di Kota Palu. Dengan menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif, yang prosedur penentuan informan dilakukan
dengan cara purposive. Hasil dari penelitian Fitrah yakni berdasarkan indikator
yang memuat beberapa aspek penelitian dua indikator yang telah berjalan dengan
baik yaitu indikator disiposisi dan indikator struktur birokrasi, kedua indikator
lainnya yaitu komunikasi dan sumber daya belum berjalan sebagaimana
semestinya. Indikator komunikasi yang memiliki aspek sosialisasi belum berjalan
sesuai harapan dimana masih belum terjalinnya komunikasi yang baik antara
Satpol PP dengan sasaran kebijakan baik berupa sosialisasi secara rutin dan
informasi yang diberikan. Serta kendala dari aspek sumber daya peralatan yang
ada pa da indikator sumber daya dapat disimpulkan belum memadai dimana
volume jumlah aparat Satpol PP berbanding terbalik dengan sarana yang dimiliki.
Kedua indikator lainnya telah berjalan sesuai dengan harapan dimana untuk aspek
disposisi sikap yang diambil oleh Satpol PP telah sesuai dengan langkah yang
harus dilakukan dan indikator struktur birokrasi yang memiliki dua aspek baik
SOP dan pembagian kewenangan telah terlaksana sebagaimana mestinya.
Persamaan Penelitian Fitrah dengan penelitian ini yakni terdapat pada
metode penelitian yaitu sama- sama menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif. Perbedaanya yakni dalam hal pembahasan, penelitian ini membahas
mengenai indikator komunikasi Satpol PP terhadap Pedagang Kreatif Lapangan,
indikator sumber daya yang diterapkan kepada Satuan Polisi Pamong Praja,
sumberdaya peralatan yang tersedia di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja,
disposisi (sikap pelaksanaan) yang dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja,
dan struktur birokrasi dalam penanganan Pedagang Kaki Lima oleh Satuan Polisi
Pamong Praja.
12

Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan dengan Peneliti Terdahulu


Teknik
Jenis Pengumpulan
Peneliti Judul Skripsi Pengambilan Hasil Penelitian
Penelitian Data
Sampel
1 2 3 4 5 6
Dwi Resistensi Kualitatif Induksi Observasi, Hasil dari penelitian ini sebagai berikut; pertama, faktor yang
Septiana Pedagang kaki (studi wawancara, melatarbelakangi resistensi Pedagang Kaki Lima adalah faktor
(2011) Lima Terhadap kasus) dan ketidakadilan Pemerintah Pedagang kaki Lima telah membayar
Kebijakan dokumentasi sejumlah uang namun, penertiban terus- menerus dilakukan oleh
Pemerintah Kota petugas. Hal ini yang membuat Pedagang Kaki Lima merasa
Semarang (Studi diperlakukan tidak adil, Pedagang Kaki Lima beranggapan bahwa
Kasus PKL di mereka mempunyai hak untuk tetap berjualan di tempat semula
Jalan Kokrosono karena mereka telah membayar sejumlah uang; kedua, bentuk-
dnan Jalan Kartini bentuk perlawanan yang dilakukan oleh Pedagang Kaki Lima
Timur). adalah sebagai berikut; 1) tetap berjualan, 2) menolak relokasi, 3)
menyembunyikan barang dagangan, dan 4) bersembunyi (kucing-
kucingan) dengan petugas; ketiga, kelembagaan Pedagang Kaki
Lima di dua tempat yang diteliti tidak mempunyai paguyuban resmi,
namun ada pihak yang mengkoordinir para Pedagang Kaki Lima
dalam menjalankan aktivitasnya ditempat tersebut.
Mirdalina Resistensi Deskriptif Purposive Wawancara, Hasil dari penelitian sebagai berikut; pertama, bentuk- bentuk
(2016) Pedagang Kaki kualitatif sampling dan perlawanan yang dilakukan oleh Pedagang Kaki Lima di Pasar
Bambu Kuning Kota Bandar Lampung terhadap penertiban yang
13

1 2 3 4 5 6
Lima (PKL) dokumentasi dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung
Terhadap adalah melalui perlawanan secara fisik yaitu dengan tetap berjualan
Penertiban Satpol sebanyak 4 informan, dan dengan perlawanan non fisik yaitu
PP (Studi Kasus di dengan demonstrasi juga ada 4 informan; kedua, faktor yang
Pasar Bambu menyebabkan perlawanan Pedagang Kaki Lima terhadap penertiban
Kuning Bandar yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja adalah karena
Lampung). berdagang di Pasar Bambu Kuning sebagai Pedagang kaki Lima
merupakan mata penccaharian untuk bertahan hidup ada 5
informan; ketiga, solusi terbaik yang diinginkan oleh Pedagang
Kaki Lima yang ada di Pasar Bambu Kuning adalah dengan
diizinkannya mereka berdagang di Pasar Bambu Kuning.
Fitrah Implementasi Deskriptif Purposive Observasi, Hasil dari penelitian Fitrah yakni berdasarkan indikator yang
(2017) Kebijakan kualitatif sampling wawancara, memuat beberapa aspek penelitian dua indikator yang telah berjalan
Penertiban dan dengan baik yaitu indikator disiposisi dan indikator struktur
Pedagang Kreatif dokumentasi birokrasi, kedua indikator lainnya yaitu komunikasi dan sumber
Lapangan Di Kota daya belum berjalan sebagaimana semestinya. Indikator komunikasi
Palu. yang memiliki aspek sosialisasi belum berjalan sesuai harapan
dimana masih belum terjalinnya komunikasi yang baik antara Satpol
PP dengan sasaran kebijakan baik berupa sosialisasi secara rutin dan
informasi yang diberikan. Serta kendala dari aspek sumber daya
langkah yang harus dilakukan dan indikator struktur birokrasi yang
memiliki dua aspek baik SOP dan pembagian kewenangan telah
terlaksana sebagaimana mestinya.
14

1 2 3 4 5 6
Resistensi Deskriptif Snowball Observasi, Hasil Penelitian ini sebagai berikut; pertama, bentuk- bentuk
Widya
Pedagang Kaki kualitatif sampling wawancara, aktivitas PKL dalam pemanfaatan ruang di pasar inpres manonda
Ningrum
Lima di Pasar dan yaitu lokasi yang digunakan untuk aktivitas usaha dagang antara
(2020) Inpres Manonda dokumentasi lain pinggir jalan, trotoar, dan area parkir. Jenis dagangan pun
Kota Palu beranekaragam antara lain makanan, bunga, dan barang campuran.
Bentuk sarana dagang yang PKL gunakan sesuai dengan jenis
dagangan antara lain gerobak beratap, kereta dorong, tikar alas, dan
mobil. Kedua, resistensi PKL merupakan sikap atau perilaku
melawan terhadap kebijakan pemerintah faktor yang
melatarbelakangi hal tersebut antara lain faktor internal yaitu latar
belakang pendidikan, perekonomian keluarga, faktor eksternal yaitu
minat pembeli terhadap keuntungan PKL. Bentuk- bentuk resistensi
PKL diantaranya berdagang menggunakan ruang publik setelah
dihimbau petugas pasar, kembali berdagang diruang publik setelah
ditertibkan petugas satpol pp, dan melanggar waktu aktivitas usaha
dagang yang telah disepakati. Dampak dari resistensi PKL baik
positif maupun negatif diantaranya memudahkan pembeli dan
menyediakan komoditi yang lengkap, membuat jalan utama macet
sehingga menghalangi pembeli, menghambat pembangunan kota
dan kerja petugas pasar dalam menertibkan dan membersihkan
pasar inpres manonda.
Sumber data primer peneliti, 2020
15

2.2 Kajian Pustaka


2.2.1 Konsep Geografi
Konsep adalah suatu pengertian yang disimpulkan dari sekumpulan data
yang memiliki ciri- ciri yang sama. Konsep juga dapat diartikan sebagai ide di
dalam pikiran ( abstrak) tentang sesuatu. Konsep dasar dalam geografi merupakan
konsep yang digunakan untuk memudahkan mengungkap atau menelaah berbagai
gejala, faktor, dan masalah- masalah geografi (Fitriyanti, 2017:29). Berikut
konsep- konsep geografi yang digunakan untuk menelaah fenomena- fenomena
sosial yang berlansung di pasar inpres manonda kota palu, yaitu:
1. Konsep Lokasi
Konsep lokasi dalam geografi dapat digunakan untuk menganalisis aspek
positif dan negatif suatu tempat dipermukaan bumi. Lokasi dalam geografi
terbagi menjadi dua jenis, yaitu: lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasi
absolut menunjukan letak yang tetap terhadap sistem grid atau koordinat.
Lokasi relatif memiliki sifat berubah- ubah dan sangat berkaitan dengan
keadaan sekitarnya. Lokasi relatif sering disebut dengan letak geografis.
Pasar inpres manonda dengan lokasi yang strategis akan mempengaruhi
minat masyarakat untuk mengunjungi lokasi tersebut dalam pemenuhan
kebutuhan sehari- hari. Adanya penetuan lokasi pasar bukan hanya menjadi
keputusan dari pemerintah, akan tetapi juga keinginan dan pemangku
kepentingan dari para pengelola dan pengguna pasar.
2. Konsep Jarak
Jarak pada hakikatnya adalah pemisah antar wilayah atau tempat. Jarak juga
dapat dinyatakan sebagai jarak tempuh, baik yang berkaitan dengan waktu
perjalanan yang diperlukan maupun dengan suatu biaya angkutan. Jarak
sebagai konsep geografi mempunyai arti penting bagi kehidupan sosial,
ekonomi maupun juga untuk kepentingan pertahanan. Jarak merupakan
faktor pembatas yang bersifat alami, sekalipun arti pentingnya juga bersifat
relatif sejalan dengan kemajuan kehidupan dan teknologi. Jarak pasar inpres
16

manonda sebagai lokasi pemasaran dekat dengan jarak tempat tinggal


pembeli dan pedagang untuk itu dapat menghemat biaya transport.
3. Konsep Keterjangkauan
Keterjangkauan tidak selalu berhubungan dengan jarak. Keterjangkauan
lebih berhubungan dengan kondisi medan yang berkaitan dengan sarana
angkutan dan transportasi yang digunakan. Beberapa penyebab suatu daerah
mempunyai aksesibilitas atau keterjangkauan yang rendah, diantaranya
kondisi topografi daerah tersebut yang bergunung, hutan lebat, rawa- rawa,
atau berupa pasir. Letak pasar inpres manonda memudahkan masyarakat
untuk menjangkau dengan kemudahan transportasi, dan terbuka dengan
sistem jaringan jalan yang baik sehingga dapat menghubungkan baik antar
kelurahan maupun kecamatan bisa menjangkau.
4. Konsep Interaksi
Interaksi adalah kegiatan saling memengaruhi daya, objek atau tempat yang
satu dengan tempat lainnya. Setiap tempat mengembangkan potensi sumber
daya alamnya dan kebutuhan yang tidak selalu sama dengan tempat lain.
Perbedaan tersebut mengakibatkan terjadinya interaksi dan interdependensi
antar wilayah misalnya, pergerakan penduduk, pergerakan barang dan
pergerakan berita. Lokasi pasar yang sering dilalui oleh masyarakat untuk
aktivitas utama mereka, dan berlokasi dekat dengan permukiman penduduk,
perkantoran, dan persekolahan sehingga dapat menimbulkan interaksi yang
dekat dengan masyarakat sebagai pelaku ekonomi yaitu jual beli di pasar
inpres manonda kota palu untuk memenuhi kebutuhan primer juga sekunder
hidup masyarakat.
5. Konsep Keterkaitan Ruang
Keterkaitan keruangan atau asosiasi keruangan adalah derajat keterkaitan
persebaran suatu fenomena dengan fenomena lain disuatu tempat atau
ruang. Fenomena yang dimaksud adalah fenomena alam dan fenomena
kehidupan sosial, seperti halnya yang terjadi dipasar inpres fenomena sosial
yaitu konflik antar kelompok dan individu dalam hal pemanfaatan atau
17

penggunaan ruang yaitu ruang- ruang publik area pasar inpres manonda kota
palu yang dilanggar oleh pedagang kaki lima.

2.2.2 Pendekatan Ekologi


A. Konsep Ekologi
Ekologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan timbal
balik antara organisme itu sendiri dan juga dengan lingkungannya. Biologis yang
menjadi fokus analisis dapat berperan sebagai salah satu faktor pengaruh namun
juga dapat berperan sebagai faktor yang dipengaruhi. (Yunus, 2016:85)
Organisme merupakan sosok biolgis individual yang perkembangannya
tidak terbatas pada tumbuhan, namun meliputi manusia dan binatang. Oleh karena
pemahaman mengenai lingkungan menjadi sedemikian rumit dan kompleks maka
khusus untuk sosok biologis yang disebut manusia memiliki scope yang berbeda
dengan sosok biologis lainnya.
Dalam hal ini keterkaitan antara organisme dengan lingkungannya yaitu
manusia dengan lingkungan abiotik, biotik, dan kulturnya. Organisme dapat
berarti dalam satuan individual atau komunitas sehingga dalam arti yang lebih
luas hubungan timbal balik antar organisme dapat pula berarti hubungan antar
individu dengan komunitas, dan hubungan antar komunitas dengan komunitas.
(Yunus, 2016:86)
Mengacu pada satuan individual dan komunitas maka jalinan yang tercipta
antar organisme dan organisme dengan lingkungannya menjadi sedemikian luas
dan kompleks sebagai suatu ekosistem. Interaksi kehidupan manusia dengan
faktor fisisnya yang membantuk sistem keruangan yang menghubungkan suatu
region dengan region lainnya dikaji dalam geografi. (Yunus, 2016:86)
B. Pendekatan Ekologi
Pendekatan ekologi selalu mengaitkan keterkaitan antara organisme dengan
lingkungan serta selalu menekankan keterlibatan organisme dalam setiap
analisisnya apakah berperanan sebagai independent variable ataukah berperanan
sebagai dependent variable. (Yunus, 2016:90)
18

Pendekatan ekologi merupakan bagian pendekatan kelingkungan karena


jelas membahas keterkaitan organisme dengan lingkungannya, Yunus (2016:94)
secara garis besar ada 4 tema analisis yang dikembangkan dalam pendekatan
ekologis dibidang kajian geografi yaitu:
1) Tema analisis manusia dengan lingkungan (man and environment analysis);
2) Tema analisis kegiatan manusia dengan lingkungan (human activity and
environment analysis);
3) Tema analisis kenampakan fisikal alami dengan lingkungan (physico-
natural features and environment analysis);
4) Tema analisis kenampakan fisikal budayawi dengan lingkungan (physico-
artificial features and environment analysis); (Yunus,2007).
Pendekatan ekologi dalam geografi adalah suatu metodologi untuk
mendekati, menelaah, dan menganalisa suatu gejala atau sesuatu masalah dengan
menerapkan konsep dan prinsip ekologi.

2.2.3 Pedagang Kaki Lima


A. Konsep PKL
Haryono (1989), dalam Pulungan (2017:13) mengemukakan pengertian
PKL ialah orang yang berusaha di bidang produksi dan penjualan barang- barang
atau jasa- jasa untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam
masyarakat dengan modal yang relatif sedikit, usaha tersebut dilaksanakan pada
tempat- tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal.
Mereka yang termasuk ke dalam kategori PKL ini mayoritas berada dalam usia
kerja utama (primeage).
PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan
menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan
prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan, dan bangunan milik
pemerintah dan swasta yang bersifat sementara/ tidak menetap (Permendagri No
41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang kaki
Lima, 2012).
19

Peraturan daerah kota palu nomor 3 tahun 2019 tentang perubahan atas
peraturan daerah nomor 3 tahun 2012 tentang pembinaan dan penertiban
pedagang kreatif lapangan pasal 1 ayat 6 mengatakan bahwa: “ Pedagang Kreatif
Lapangan selanjutnya disebut PKL adalah pedagang yang menggunakan ruang
publik sebagai satu-satunya kawasan atau lokasi untuk menjajakan bahan
dagangan atau melakukan aktifitas atau usaha dagang yang sifatnya sementara
atau tidak menetap dengan menggunakan sarana/ peralatan yang bergerak atau
cara berpindah-pindah, maupun sarana/ peralatan bongkar pasang yang sifatnya
tidak bergerak”.
B. Ciri- Ciri PKL
Peranan sektor informal sangat membantu pemerintah dalam usaha
menciptakan lapangan pekerjaan, terutama bagi mereka yang berpendidikan
rendah. Ciri – ciri usaha yang termasuk dalam sektor informal di antaranya:
1. Kegiatan usahanya tidak terorganisasi secara baik karena unit usaha
informal tidak mempergunakan fasilitas seperti yang tersedia bagi sektor
formal;
2. Pola usaha tidak teratur, baik lokasi maupun jam kerja serta pada umumnya
tidak memiliki ijin usaha;
3. Tidak terkena langsung kebijakan pemerintah untuk membantu sektor
ekonomi lemah;
4. Umumnya bermodal tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang
tidak resmi;
5. Sebagian besar hasil produksi atau jasa dapat dinikmati masyarakat
berpenghasilan rendah dan sebagian kecil golongan menengah. ( Pulungan,
2017:13)

Penjelasan mengenai ciri- ciri sektor informal diatas, adap un menurut


pendapat lainnya sebagai berikut, menurut Wirosardjono (1978) dalam Budi
(2006:33) mengemukakan ciri- ciri sektor informal sebagai berikut;
20

1. Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, pemodalan, atau
penerimaan;
2. Tidak tersentuh oleh peraturan- peraturan atau ketentuan- ketentuan yang
ditetapkan oleh pemerintah sehingga seringkali dikatakan “ liar”;
3. Modal, peralatan, dan perlengkapan maupun omsetnya biasanya kecil dan
diusahakan atas dasar hitungan harian;
4. Tidak mempunyai tempat tetap;
5. Umumnya tidak dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang
berpendapat rendah;
6. Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus sehingga dapat
menyerap bermacam- macam tingkatan tenaga kerja;
7. Umumnya satuan usaha kerja mempekerjakan tenaga yang sedikit dan dari
lingkungan hubungan keluarga, kenalan, atau berasal dari daerah yang
sama;
8. Tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, pengkreditan, dan
sebagainya (Hariyono, 2007:108).
C. Aspek Positif dan Negatif
Sektor ini sebagai sektor informal memiliki untuk itu sektor ini memiliki
karakteristik efesien dan ekonomis. Sethurahman selaku koordinator penelitian
sektor informal yang dilakukan ILO dalam Giyatro (2016:11) di negara
berkembang, karena kemampuan menciptakan surplus bagi investasi dan dapat
membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan usaha-
usaha sektor informal bersifat subsisten dan modal yang digunakan kebanyakan
berasal dari usaha sendiri. Modal ini sama sekali tidak menghabiskan sumber daya
ekonomi yang besar.
Sisi negatif dari adanya pedagang kaki lima adanya penurunan kualitas
ruang kota ditunjukan oleh semakin tidak terkendalinya perkembangan PKL
sehingga seolah- olah semua lahan kosong yang strategis maupun tempat- tempat
yang strategis merupakan hak PKL. PKL mengambil ruang dimana- mana tidak
21

hanya ruang kosong atau terabaikan, tetapi jelas pada ruang yang jelas
peruntukannya secara formal.
PKL secara ilegal berjualan hampir diseluruh jalur pedestrian, ruang
terbuka, jalur hijau dan ruang kota lainnya. Alasannya karena aksesbilitasnya
yang tinggi sehingga berpotensi besar untuk mendatangkan konsumen juga.
Akibatnya adalah kaidah- kaidah penataan ruang menjadi mati oleh pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi akibat keberadaan PKL tersebut.
Menganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya yang
cenderung memotong jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan depan toko.
Selain itu, pada beberapa tempat keberadaan PKL mengganggu para pengendara
kendaraan bermotor dan mengganggu kelancaran lalu lintas. (Giyatro, 2016:11)
Dampak yang ditimbulkan dengan adanya pedagang kaki lima (PKL).
Munculnya pedagang kaki lima atau sering disebut PKL telah memberikan
banyak dampak, baik itu dampak posistif maupun dampak negatif. Berikut
merupakan beberapa dampak positif dan negatif menurut Giyatro (2011:11).
Dampak positif:
1. Barang- barang yang diusahakan PKL memiliki harga yang relatif
terjangkau oleh pembelinya;
2. Keberadaan PKL bisa menjadi potensi pariwisata yang cukup menjanjikan,
sehingga keberadaan PKL banyak menjamur disudut- sudut kota;
3. Dapat menciptakan surplus bagi investasi;
4. Memiliki karakteristik efisien dan ekonomis;
5. Membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
6. Modal yang digunakan berasal dari usaha sendiri;
7. Modal tidak menghabiskan sumber daya ekonomi yang besar;
8. Membantu pengguna jalan untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan;
9. Menggurangi pegangguran yang mengunung;
10. Mengorganisir diri sendiri;
11. Mencari lahan tanpa ditunjukan dan disuruh oleh pemerintah.
22

Dampak negatif:
1. Penurunan kualitas ruang kota;
2. Berjualan disembarang tempat antara lain, jalur hijau, ruang formal, ruang
terbuka, jalur pejalan kaki (pedestrian);
3. Mematikan kaidah- kaidah penataan ruang akhirnya menjadi mati akibat
pelanggaran- pelanggaran;
4. Membuat pejalan kaki berdesak- desakan, sehingga menimbulkan tindak
kriminal (pencopetan);
5. Menganggu kegiatan ekonomi pedagang formal;
6. Menganggu para pengendara bermotor dan menganggu kelancaran lalu
lintas.

Pedagang kaki lima mempunyai peran yang luar biasa yang mampu
menggerakan roda perekonomian di tingkatan bawah, hal ini ditunjukan dengan
dampak positif yaitu (Syarief dan Yustiana, 2018:3) :
1. Peningkatan jumlah barang dan jasa yang menyebabkan semakin
meningkatnya pendapatan daerah;
2. Pedagang kaki lima dapat menyerap tenaga kerja khususnya tenaga kerja
yang tidak memiliki keahlian dan keterampilan;
3. Peningkatan pendapatan masyarakat;
4. Berpengaruh terhadap perkembangan industri hilir dan hulu.

2.2.4 Kebijakan
A. Konsep Kebijakan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
dasar rencana di pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak
Pemerintah, Organisasi, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:
149). Pemerintah telah menciptakan suatu kondisi agar anggota masyarakat dapat
mencari terobosan baru terhadap berbagai potensi yang mempunyai nilai
ekonomi. Pilihan kebijakan pemerintah dalam bidang informal ini perlu dilandasi
sikap dasar, bahwa kehadiran sektor informal tidak dapat dielakkan. (Septiani,
2011:34)
23

Hamdi (2014:37) dalam Muhajir (2017:187) “ Kebijakan publik adalah pola


tindakan yang ditetapkan oleh pemerintah dan terwujud dalam bentuk peraturan
perundang- undangan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara” dan
Djohan (2014:43) dalam Muhajir (2017:187) “ Dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan daerah, secara konsepsional kebijakan publik dapat diartikan
sebagai keputusan- keputusan yang bersifat otoritatif yang dikeluarkan oleh
pengelolah pemerintahan daerah untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan di
dalam suatu daerah otonom”.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah, dalam prosesnya harus melalui
mekanisme yang merupakan hasil dari suatu kom unikasi dua arah, antara
pemerintah dan lingkungannya, baik itu lingkungan geografis maupun lingkungan
sosial termasuk budaya lokal dengan memperhatikan kebiasaan- kebiasaan adat
istiadat setempat. Kebijakan publik bukanlah hanya pendapat dari seseorang atau
kelompok- kelompok elit, akan tetapi seharusnya mendengarkan opini atau
pendapat dari masyarakat, bahkan pendapat masyarakat itu pulalah yang harus
dijadikan dasar bagi keluarnya suatu kebijakan.
Kebijakan publik mencakup aspek kehidupan warga negara baik yang
bersifat pelayanan, melakukan pengaturan, mendistribusikan harta benda dan
kekayaan negara, mencari sumber daya guna menggerakkan aktivitas
pemerintahan, menggali sumber daya alam untuk memobilisasi dana untuk
negara, memberikan perlindungan kepada masyarakat dan lain sebagainya.
Rasyid (2001:239) dalam Muhajir (2017:187) mengemukakan cakupan
kebijakan publik ini antara lain:
1. Kegiatan yang membuat kebijakan yang bersifat distributive;
2. Kebijakan mengatur kompetisi;
3. Kebijakan yang mengatur perlindungan;
4. Kebijaksanaan yang menyangkut redistribusi kekayaan masyarakat;
5. Kebijakan yang bersifat ekstraktif;
6. Kebijakan strategis;
7. Kebijaksanaan karena krisis.
24

B. Kebijakan Negara Berkaitan Dengan PKL


Dalam menata dan membina para PKL tentu tidak terlepas dari kebijakan
pemerintah daerah yang mengacu pada peraturan perundang- undangan yang
berlaku diatasnya, sehingga regulasi tersebut tidak bertentangan dengan regulasi
yang lebih tinggi secara hierarki. (Pulungan, 2017:13)
Peraturan Daerah Kota Palu No 3 Tahun 2012 tentang pembinaan dan
penertiban pedagang kaki lima yang dimaksud dengan pedagang kaki lima
selanjutnya disebut PKL adalah pedagang yang menggunakan ruang publik
sebagai satu- satunya kawasan atau lokasi untuk menjajakan bahan dagangan atau
melakukan aktifitas atau usaha dagang yang sifatnya sementara atau tidak
menetap dengan menggunakan sarana/ peralatan yang bergerak atau cara
berpindah- pindah, maupun sarana/ peralatan bongkar pasang yang sifatnya tidak
bergerak (Pasal 1, Perda Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Dan
Penertiban Pedagang Kaki Lima).
Pedagang kaki lima mempunyai hak (Pasal 30, Permendagri No 41 Tahun
2012 Tentang Pedoman Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima)
antara lain;
1. Mendapatkan pelayanan pendaftaran usaha PKL;
2. Melakukan kegiatan usaha di lokasi yang telah ditetapkan;
3. Mendapatkan informasi dan sosialisasi atau pemberitahuan terkait dengan
kegiatan usaha di lokasi yang bersangkutan;
4. Mendapatkan pengaturan, penataan, pembinaan, supervisi, dan
pendampingan dalam pengembangan usahanya; dan
5. Mendapatkan pendampingan dalam mendapatkan pinjaman permodalan
dengan mitra bank.

Melakukan kegiatannya, pedagang kaki lima mempunyai kewajiban (Pasal


31, Permendagri No 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan Dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima) antara lain;
25

1. Mematuhi ketentuan perundang- undangan;


2. Mematuhi waktu kegiatan usaha yang telah diterapkan oleh Bupati/
Walikota;
3. Memelihara keindahan, ketertiban, keamanan, kebersihan, dan kesehatan
lingkungan tempat usaha;
4. Menempatkan dan menata barang dagangan dan/ atau jasa serta peralatan
dagangan dengan tertib dan teratur;
5. Tidak menganggu lalu lintas dan kepentingan umum;
6. Menyerahkan tempat usaha atau lokasi usaha tanpa menuntut ganti rugi
dalam bentuk apapun, apabila lokasi usaha tidak ditempati selama 1 (satu)
bulan atau sewaktu- waktu lokasi tersebut dibutuhkan oleh pemerintah
kabupaten/ kota; dan
7. Menempati tempat atau lokasi usaha yang telah ditentukan oleh pemerintah
daerah sesuai TDU yang dimiliki pedagang kaki lima.

Melakukan kegiatannya, pedagang kaki lima dilarang (Pasal 32,


Permendagri No 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdyaan
Pedagang Kaki Lima) melakukan hal- hal sebagai berikut;
1. Melakukan kegiatan usahanya diruang umum yang tidak ditetapkan untuk
lokasi pedagang kaki lima;
2. Merombak, menambah, dan mengubah fungsi serta fasilitas yang ada di
tempat atau lokasi usaha pedagang kaki lima yang telah ditetapkan dan/ atau
ditentukan Bupati/ Walikota;
3. Menempati lahan atau lokasi pedagang kaki lima untuk kegiatan tempat
tinggal;
4. Berpindah tempat atau lokasi dan/ atau memindahtangankan TDU pedagang
kaki lima tanpa sepengetahuan dan seizin Bupati/ Walikota;
5. Menelantarkan dan/ atau membiarkan kosong lokasi tempat usaha tanpa
kegiatan secara terus- menerus selama 1 (satu) bulan;
6. Mengganti bidang usaha dan/ atau memperdagangkan barang ilegal;
26

7. Melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak atau mengubah bentuk


trotoar, fasilitas umum, dan/ atau bangunan disekitarnya;
8. Menggunakan badan jalan untuk tempat usaha, kecuali yang ditetapkan
untuk lokasi pedagang kaki lima terjadwal dan terkendali;
9. Pedagang kaki lima yang kegiatan usahanya menggunakan kendaraan
dilarang berdagang ditempat- tempat larangan parkir, pemberhentian
sementara, atau trotoar; dan
10. Memperjualbelikan atau menyewakan tempat usaha pedagang kaki lima
kepada pedagang lainnya.

Sektor informal dapat dibagi menjadi dua, yaitu sektor informal yang telah
ditata dan sektor informal yang belum ditata. Sektor informal yang tidak tertata
cenderung memberikan kesan kumuh pada lingkungan setempat, baik mengenai
lingkungan sosial maupun lingkungan fisik (kebersihan, keamanan, dan
kenyamanan). Sedangkan sektor informal yang telah tertata justru akan
memperindah kota.
Penataan dapat dilakukan, misalnya dengan pengkaplingan area atau lokasi
berjualan untuk setiap pedagang kaki lima. Mengelompokan jenis barang
dagangan yang dijual, menyiapkan dan membongkar perlengkapan berjualan pada
waktu yang telah ditentukan. Menjaga kebersihan, ketertiban, serta penataan
sarana usaha yang rapi, indah, dan bersih sehingga kesan kumuh tidak ada atau
dapat dikurangi. Aktivitas sektor informal yang telah tertata dapat menghidupkan
suasana Kota pada saat siang maupun malam hari sehingga menjadi daya tarik
tersendiri bagi kotanya (Hariyono, 2007:120) dalam (Septiani, 2011:15)

2.2.5 Penataan Ruang dan Pasar


A. Konsep Ruang
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan
hidupnya. Struktur ruang adalah susunan pusat – pusat permukiman, sistem
jaringan serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal ini berfungsi sebagai
27

pendukung kegiatan sosial- ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional.


Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang
direncanakan ataupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan
unsur- unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan
buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya
membentuk tata ruang.
Ruang adalah bagian yang tak terpisahkan dari makhluk hidup, khususnya
manusia. Ruang kota adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat dan penggunanya. Banyak aktivitas yang terjadi disana baik sifat,
jenis, dan pelakunya. Ruang terbuka publik merupakan salah satu ruang yang
paling banyak digunakan. Plato memahami ruang sebagai salah satu dari keempat
elemen yang membentuk dunia, yaitu: tanah, udara, air, dan api. Udara bisa
dipandang sebagai ruang karena teraba akibat dari perbedaan karakter dari ketiga
unsur lainnya tersebut, dengan demikian ruang adalah elemen terbatas dalam
suatu dunia yang terbatas pula.
Dua generasi setelah Plato yaitu Aristoteles mengemukakan konsep ruang
sebagai teori tempat (totos) sebagai suatu dimana, atau place of belonging yang
menjadi lokasi yang tepat dimana setiap elemen fisik cenderung berada.
Aristoteles merangkum hakiki dari ruang atas 5 butir karakteristik, yaitu;
1. Tempat melingkupi objek yang ada padanya;
2. Tempat bukan bagian dari yang dilingkunginya;
3. Tempat dari sesuatu objek tidak lebih besar dan tidak lebih kecil dari objek
tersebut;
4. Tempat dapat ditinggalkan oleh objek serta dapat dipisahkan pula dari objek
itu;
5. Tempat selalu mengikuti objek, meskipun objek terus berpindah sampai
berhenti pada posisinya.

Konsep ruang adalah dimensi dimana obyek itu berada. Bila obyek tersebut
tidak ada atau ruang tersebut ditinggalkan maka ruang kehilangan keberadaannya.
Selain gedung dan bangunan, ruang publik merupakan bagian elemen dari ruang
28

kota. Keberadaannya cukup memegang peranan penting dalam berbagai aspek


kehidupan warga dan lingkungannya. Secara fisik ruang publik dapat
didefinisikan secara sederhana yaitu ruang terbuka yang berada di luar bangunan.
Huat dan Edwards (1992) ruang publik memiliki cakupan yang cukup luas
sebagaimana yang dikutipnya dari Scruton bahwa istilah “ruang publik”
digunakan untuk menggambarkan tempat yang dirancang secara sederhana
dimana setiap orang memiliki hak mengaksesnya tempat pertemuan antara
pengguna individu yang tidak terencana dan bukan yang bersifat rutinitas, dan
sikap sopan santun antar sesama.
Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam
pasal 1 Angka 1 menyebutkan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang
darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan,
dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tisnaadmidjaja dalam Yusuf (1997:6)
mendefinisikan ruang adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan
geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan
kehidupannya dalam suatu kualitas kehidupan yang layak.
B. Konsep Pasar
Kamus besar indonesia (1996), definisi dari pasar adalah tempat orang
berjual beli atau bisa disebut dengan peken. Pasar merupakan distribusi atau
pertukaran barang, di mana kepentingan produsen dan konsumen bertemu dan
pada gilirannya menentukan kelangsungan kegiatan ekonomi masyarakatnya.
Terlepas dari pengertian pasar diatas berikut merupakan konsep pasar
menurut beberapa pendapat diantaranya, Ginanjar (1980) berpendapat bahwa
pasar adalah tempat untuk menjual dan memasarkan barang atau sebagai bentuk
penampungan aktivitas perdagangan. Mulanya pasar merupakan perputaran dan
pertemuan antar persediaan dan penawaran barang dan jasa.
Stanton dalam Umar (2003:8) mengemukakan bahwa pasar merupakan
sekumpulan orang yang ingin memuaskan keinginan yang ada uang untuk belanja
dan kemauan untuk membelanjakannya. Jadi disini dapat dilihat bagaimana
29

individu berinteraksi melakukan aktifitas yang berhubungan dengan uang. Para


pembeli dapat memuaskan keinginannya dengan membuat nilai uang menjadi
berarti atau bernilai, dalam hubungannya dengan nilai uang memberikan basis
bagi perkembangan pasar.
Pasar membutuhkan letak lokasi yang dekat dengan permukiman atau
tempat yang memiliki kunjungan intensitas yang tinggi seperti rumah sakit,
perkantoran, sekolah, atau kegiatan ekonomi lainnya. Penempatan lokasi pasar
yang optimal yaitu lokasi yang dekat dengan pembeli karena memperhitungkan
biaya transport. Penempatan lokasi pasar yang tepat akan menguntungkan
pedagang secara maksimal. Pembeli dan penjual lebih memilih jarak yang dekat
dari rumah dalam melakukan aktivitas jual beli dipasar inpres manonda kota palu.
Jarak yang digunakan yaitu relatif dikaitkan dengan sarana dan prasarana yang
digunakan menuju lokasi pasar.
Keterjangkauan menggambarkan kemudahan sarana transportasi dan
jaringan jalan yang melalui pasar inpres manonda kota palu. Jarak yang jauh
namun dengan kemudahan transportasi menjadi lebih dekat baik antar kelurahan
maupun antar kecamatan, sehingga dapat terjalin interaksi yang dekat antara
penjual dan pembeli sekalipun lokasi pembeli cukup jauh dari lokasi pemasaran
yaitu pasar inpres manonda kota palu.
C. Penataan Ruang Pasar
Pasar tradisional merupakan pasar yang me miliki keunggulan bersaing
secara alamiah. Lokasi yang strategis, area perjualan yang luas, keragaman barang
yang lengkap, harga yang rendah, sistem tawar- menawar yang menunjukan
keakraban antara penjual dan pembeli. Untuk itu, menurut peraturan presiden
nomor 112 tahun 2007 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar
tradisional, toko modern, dan pusat perbelanjaan bagian pertama pasal 2
menyatakan penataan pasar tradisional harus memperhatikan hal sebagai berikut:
1. Lokasi pendirian pasar wajib mengacu pada rencana tata ruang wilayah
kabupaten /kota, dan rencana detail tata ruang kabupaten/ kota termasuk
peraturan zonasinya.
30

2. Pendirian pasar tradisional wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:


a. Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan
pasar tradisional;
b. Pusat perbelanjaan dan toko modern, serta usaha kecil, termasuk koperasi
yang ada diwilayah yang bersangkutan;
c. Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 buah
kendaraan roda empat untuk setiap 100 m2 luas lantai penjualan pasar
tradisional; dan
d. Menyediakan fasilitas yang menjamin pasar tradisional yang bersih,
sehat, aman, tertib, dan ruang publik yang nyaman.
3. Penyediaan areal parkir sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b dapat
dilakukan berdasarkan kerjasama antara pengelola pasar tradisional dengan
pihak lain.

Penataan sebuah pasar erat kaitannya dengan penataan komoditi barang


dagangan menurut Dewar dan Vannesa dalam bukunya Urban Market Developing
Informal Retailing (1990) membedakan penempatan sesuai sifat- sifat barang
tersebut. Penempatan barang barang yang dimiliki karakteristik sejenis seperti
buah- buahan sayur, ditempatkan pada tempat yang berdekatan dengan daging,
ikan, telur dan sebagainya. Penempatan barang- barang yang memiliki karakter
sejenis ini dengan alasan bahwa:
1. Para konsumen atau pembeli bisa dengan mudah untuk memilih dan
membandingkan harganya.
2. Perilaku pembeli begitu banyak kemungkinannya, konsentrasi dari sebagian
barang barang dan pelayanan memberikan efek image dari pasar pada
konsumen.
3. Setiap barang mempunyai karakter penanganan, seperti tempat bongkarnya,
drainage, pencuciannya, dsb.
4. Setiap barang mempunyai efek- efek samping yang berlainan seperti bau
dan pemandangan.
31

5. Setiap barang membutuhkan lingkungan yang spesifik untuk


mengoptimalkan penjualannya seperti butuh pencahayaan, butuh penataan
khusus seperti pakaian, sepatu, dsb.
D. Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengendalian merupakan salah satu fungsi manajemen yang memegang
peranan penting dalam pelaksanaan pencapaian tujuan organisasi, karena fungsi
inilah yang mengendalikan usaha- usaha atau kegiatan dalam rangka mencapai
tujuan organisasi agar tidak keluar dari perencanaan yang telah ditetapkan
sebelumnya. (Muhajir, 2017:189)
Hasibuan (2006:242) dalam Muhajir (2017:189) mengemukakan bahwa
tujuan dilaksanakannya pengendalian adalah:
1. Supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan- ketentuan
dari rencana.
2. Melakukan tindakan perbaikan, jika terjadi penyimpangan- penyimpangan.
3. Supaya tujuan yang dihasilkan sesuai rencananya.

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 Pasal 148 pelaksanaan


pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui:
1. Pengaturan zonasi;
2. Perizinan;
3. Pemberian insentif dan disintentif;
4. Pengenaan sanksi. (Muhajir, 2017:189)

Berdasarkan Pasal 12 Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007: “Pengaturan


penataan ruang dilakukan melalui penetapan ketentuan peraturan perundang-
undangan bidang penataan ruang termasuk pedoman bidang penataan ruang”.
Sebagai maksud tersebut perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan
rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang
disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi
mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. (Anggraeni, 2018:43)
32

Berdasarkan Pasal 11 Ayat 1 Undang- Undang 26 Tahun 2007 tentang


Penataan Ruang, menyampaikan bahwa: “wewenang pemerintah daerah/ kota
dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan
ruang wilayah kabupaten/ kota dan kawasan strategis kabupaten/ kota;
2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten atau kota;
3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten atau kota; dan
4. Kerja sama penataan ruang antar kabupaten atau kota.” (Anggraeni,
2018:55)

2.2.6 Resistensi
A. Konsep Resistensi
Resistensi berasal dari bahasa inggris (Resistance) yang berarti perlawanan.
Perlawanan artinya perbuatan/ cara melawan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2005: 654). Resistensi terhadap suatu perubahan adalah rasional dan juga tindakan
pengamanan untuk survive, meskipun seringkali resistensi juga menghambat
kemajuan budaya manusia. Resistensi tidak selalu terlihat, karena bentuk dari
resistensi itu sendiri berbeda- beda. Ada yang hanya sekedar tidak ikut, apatis,
sampai pada perlawanan, tergantung dari kadar perubahan tersebut ataupun
berusaha menjauhinya.
Resistensi terhadap perubahan kemudian bukan ditemukan terhadap
individu, tetapi dalam presepsi yang dibangun oleh individu. Partisipan yang
mempunyai perbedaan persepsi yang dibangun akan mempunyai anggapan yang
berbeda terhadap diri sendiri dan dunianya. Persepsi yang ada di masyarakat
dibentuk oleh pola pikir yang ada dalam pikiran manusia yang berisi ide dan
gagasan dan memiliki batas- batas norma serta nilai- nilai tatanan dalam
masyarakat itu sendiri. Hasilnya mereka akan menempuh tindakan yang berbeda
untuk menunjukan bentuk resistensi yang berbeda, tergantung pada lingkungan
dimana mereka hidup. Resistensi kemudian dipahami sebagai sebuah respon
terhadap suatu inisiatif perubahan, suatu respon hasil rangsangan yang
membentuk kenyataan dimana individu hidup. (Septiani, 2011:8)
33

B. Bentuk Resistensi
Pedagang kaki lima menjadi pilihan bagi masyarakat, banyak orang berfikir
bahwa menjadi pedagang kaki lima adalah suatu hal pekerjaan yang sangat
mudah, namun kenyataannya mereka menghadapi tekanan . Dalam menghadapi
tekanan yang dilakukan pemerintah yang dirasa sangat membatasi ruang gerak,
para pedagang kaki lima mempunyai beberapa teknik atau strategi yang sengaja
mereka kembangkan untuk menghadapi tekanan tersebut, agar mereka tetap dapat
menjalankan usaha dagang yang sudah mereka geluti selama bertahun- tahun, hal
itu mereka wujudkan dalam bentuk resistensi. (Septiani, 2011:9)
Resistensi terhadap suatu perubahan adalah rasional dan juga tindakan
pengamanan untuk bertahan hidup, meskipun seringkali resistensi juga
menghambat kemajuan budaya manusia. Resistensi tidak selalu terlihat, karena
bantuk dari resistensi sendiri berbeda- beda. Ada yang hanya untuk sekedar tidak
ikut, apatis, sampai pada penolakan, tergantung dari kadar perubahan tersebut
ataupun berusaha menjauhinya. (Azhari, 2016:8)
Resistensi yang dilakukan oleh pedagang kaki lima di pasar inpres manonda
tidak semata- mata tanpa alasan tertentu, hal tersebut dilakukan oleh pedagang
kaki lima karena memiliki alasan tertentu baik bersifat internal maupun eksternal
diantaranya minimnya latar pendidikan karena faktor perekonomian keluarga
yang kurang mampu, disamping itu modal yang dibutuhkan relatif kecil, minat
pembeli atau pelanggan yang mendorong aktivitas usaha dagang, banyaknya
masyarakat yang menjadi pegangguran pun menjadi alasan mereka memilih
aktivitas usaha dagang ini, serta tidak idealnya peraturan yang berlaku dipasar
inpres manonda dan tidak tersedianya lokasi khusus sektor informal yang
menimbulkan bentuk- bentuk sikap perlawanan atau resistensi.
Adapun bentuk-bentuk resistensi yang dilakukan oleh pedagang kaki lima
dipasar inpres manonda antara lain mencemari lingkungan dengan membuang
sampah atau meninggalkan sampah ditempat mereka berdagang, masuk kedalam
pasar saat ditertibkan petugas dan kembali ke pinggir jalan saat petugas pergi,
serta berjualan keliling untuk menghindari petugas sehingga membuat kemacetan
34

lalu lintas, menggunakan waktu untuk beraktivitas diluar ketentuan yang


pemerintah toleransi atau sepakati bersama, tetap berjualan diruang publik meski
telah dihimbau oleh petugas pasar, menggunakan ruang privat untuk menghindari
penertiban petugas satpol pp, dan perilaku mengenai cara penyimpanan sarana
usaha dagang yang digunakan yaitu meninggalkan sarana usaha dagang dilokasi.
Hal tersebut terjadi dikarenakan kurangnya komunikasi antara pemerintah
dan pedagang kaki lima, sehingga yang diinginkan pedagang kaki lima mengenai
tempat dagang tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah, kemudian sikap perlawanan
atau resistensi ini memberikan dampak kebeberapa pihak masyarakat dan
pemerintah baik bersifat positif maupun negatif.
Dampak positif diantaranya; masyarakat terbantu dalam hal memenuhi
kebutuhan harian baik jumlah banyak maupun sedikit, lebih menghemat waktu
untuk berbelanja, menguranggi pengangguran kota, meningkatkan pendapatan
daerah, disamping itu PKL memiliki dampak negatif diantaranya; menyebabkan
kemacetan, menghalangi jalan pembeli, membuat lokasi pasar menjadi kumuh,
menghambat pembangunan kota, serta kerja petugas pasar dalam menjaga
keindahan, kebersihan, dan ketertiban.
C. Hubungan Resistensi dan PKL
Resistensi merupakan sikap perlawanan yang diciptakan oleh pedagang kaki
lima. Dalam hal ini pedagang kaki lima merasa sikap atau perilaku mereka dalam
aktivitas usaha dagang di tentang oleh pemerintah, karena aktivitas usaha dagang
mereka dianggap menganggu ketertiban, kenyamanan, dan keindahan kota juga
menghambat proses serta penataan ruang pembangunan kota.
Pedagang kaki lima merupakan sektor informal yang usahanya memiliki
modal yang relatif kecil serta menggunakan ruang publik untuk menjajakan
barang dagangannya karena tidak memiliki tempat atau ruang yang dikhususkan
untuk sektor mereka melakukan aktivitas usaha.
Resistensi kaitannya dengan “ Resistensi Pedagang Kaki Lima di Pasar
Inpres Manonda Kota Palu)” ini adalah sebuah cara perlawanan yang dilakukan
35

oleh pedagang kaki lima terhadap kebijakan pemerintah Kota Palu dalam menata
ruang kota khususnya ruang pasar inpres manonda.

2.2.7 Kerangka Pemikiran


Kamus besar indonesia (1996), definisi dari pasar adalah tempat orang
berjual beli atau bisa disebut dengan peken. Pasar merupakan distribusi atau
pertukaran barang, di mana kepentingan produsen dan konsumen bertemu dan
pada gilirannya menentukan kelangsungan kegiatan ekonomi masyarakatnya.
Memperhatikan Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dalam pasal 1 Angka 1 menyebutkan bahwa ruang adalah wadah yang
meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Peraturan presiden nomor 112 tahun 2007 tentang pedoman penataan dan
pembinaan pasar tradisional, toko modern, dan pusat perbelanja bagian pertama
pasal 2 menyatakan penataan pasar tradisional harus memperhatikan hal sebagai
berikut:
1. Lokasi pendirian pasar wajib mengacu pada rencana tata ruang wilayah
kabupaten /kota, dan rencana detail tata ruang kabupaten/ kota termasuk
peraturan zonasinya.
2. Pendirian pasar tradisional wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan
pasar tradisional;
b. Pusat perbelanjaan dan toko modern, serta usaha kecil, termasuk koperasi
yang ada diwilayah yang bersangkutan;
c. Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 buah
kendaraan roda empat umtuk setiap 100 m2 luas lantai penjualan pasar
tradisional; dan
d. Menyediakan fasilitas yang menjamin pasar tradisional yang bersih,
sehat, aman, tertib, dan ruang publik yang nyaman.
36

3. Penyediaan areal parkir sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b dapat


dilakukan berdasarkan kerjasama antara pengelola pasar tradisional dengan
pihak lain.

Pasar Inpres Manonda menjadi salah satu sasaran bagi para pedagang kaki
lima sebagai lokasi berjualan karena pedagang kaki lima melihat adanya potensi
ekonomi ditempat ini meskipun hal tersebut dilarang oleh pemerintah.
Sektor informal dalam hal ini pedagang kaki lima dianggap banyak
mengundang masalah di daerah perkotaan, karena sektor informal terutama yang
beroperasi ditempat strategis dikota dapat mengurangi keindahan kota dan diduga
sebagai penyebab kemacetan lalu lintas oleh sebab itu pedagang kaki lima sering
ditertibkan oleh petugas Satpol PP.
Dalam penertiban tidak jarang pedagang kaki lima melakukan perlawanan
atau resistensi, diantaranya yakni berpindah tempat berjualan apabila ditertibkan
Satuan Polisi Pamong Praja yang bertugas di pasar inpres manonda, pedagang
kaki lima akan berpindah kedalam pasar inpres manonda dan mengisi ruang-
ruang yang kosong didalam pasar inpres manonda, dan akan kembali berjualan di
jalan sekitaran pasar, dan menentang Perda No. 3 Tahun 2012 serta mengubah
ahli fungsi jalan sehingga menganggu pejalan kaki (pedestri).
Pedagang kaki lima berjualan di daerah terlarang, antara lain pinggiran jalan
atau lokasi pejalan kaki (pedestri) karena ditempat tersebut banyak konsumen.
Konsumen lebih banyak meminati pedagang kaki lima, karena konsumen lebih
mudah dalam berbelanja tidak perlu turun dari kendaraan atau pun masuk untuk
berkeliling keliling di dalam pasar inpres manonda.
Terlepas dari permasalahan diatas sebenarnya sektor informal mempunyai
andil yang cukup berarti dalam memberikan tambahan penghasilan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah di kota sehingga dapat membantu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, selain itu sektor informal mempunyai
kemampuan yang cukup tangguh dalam memberikan peluang pekerjaan bagi
kaum penganggur di kota karena dengan menciptakan lapangan pekerjaan maka
dapat membantu mengurangi tingkat pengangguran, hal ini dikarenakan usaha-
37

usaha sektor informal bersifat subsisten dan modal yang digunakan kebanyakan
berasal dari usaha sendiri yang modalnya sama sekali tidak menghabiskan sumber
daya ekonomi yang besar.
Penertiban dilakukan dengan harapan PKL menggunakan kesempatan yang
diperuntukan bagi PKL, agar tidak melanggar regulasi pemerintah tanpa
melupakan kewajiban PKL, adapun regulasi- regulasi pemerintah yang terdiri dari
hak dan kewajiban PKL diantaranya pemerintah menyediakan kawasan publik
untuk ditempati PKL, mengizinkan PKL mengikuti pameran, mengembalikan
barang dagangan dan alat dagang yang disita petugas penertib dengan kewajiban
PKL membersihkan tempat setelah berjualan, tidak menghalangi akses jalan,
menjaga ketertiban ditempat berjualan, menjaga kebersihan dan keindahan kota,
dan dilarang merusak dan mencemari kawasan berdagang atau ruang publik.
Penelitian ini dilakukan di pasar inpres manonda kota palu, diluar bangunan
utama yang dikhususkan atau ditempati pedagang sah di pasar inpres manonda.
Adapun pedagang yang diteliti yaitu yamg berdagang ditempat terlarang atau
tidak dikhususkan untuk pedagang, tempat ini merupakan ruang publik
diantaranya trotoar, pinggir jalan, dan area parkir di pasar inpres manonda.
Jenis dagangan atau komiditi yang PKL tawarkan ke pembeli hampir sama
dengan komoditi yang pedagang sah tawarkan dibangunan utama, perbedaanya
terletak pada sarana yang PKL gunakan diantaranya, tikar alas, kereta dorong,
gerobak beratap, dan mobil pick up. Status ruang yang PKL gunakan berbeda
dengan Pedagang sah, PKL menggunakan ruang publik untuk menjajakan barang
dagangan mereka sedangkan pedagang sah menggunakan ruang privat bangunan
utama yang dikhususkan untuk mereka menjajakan barang dagangannya.
Terjadinya penertiban oleh pemerintah dan tindakkan ini disambut cukup
tidak baik oleh PKL, mereka melakukan sikap perlawanan atau resistensi terhadap
tindakan pemerintah, dengan berbagai strategi yang mereka kembangkan
diantaranya kucing- kucingan dengan petugas penertib, tidak mendengarkan
himbauan petugas pasar, dan lain sebagainya. PKL tetap melakukan aktivitas
usaha dagang ini meski telah dihimbau petugas pasar dengan berbagai alasan
38

mulai dari latar belakang pendidikan karena ekonomi keluarga yang rendah
sampai ke minat pengguna jasa PKL cukup banyak.
Sikap PKL ini memberikan dampak- dampak negatif juga positif yang
cukup signifikan, baik terhadap pemerintah maupun terhadap masyarakat adapun
dampak- dampak tersebut diantarnya memudahkan pengguna jasa PKL ketika
berbelanja maka mereka bisa menghemat waktu berbelanja, namun disisi lain
aktivitas usaha dagang membuat jalan utama, trotoar menjadi macet karena PKL
menggunakan ruang publik tersebut, tidak hanya itu PKL juga menghambat kerja
petugas pasar dalam menjaga ketertiban dan kebersihan pasar inpres manonda
kota palu, serta menghambat upaya pemerintah kota dalam pembangunan dan
penataan ruang kota Palu.
Berikut kerangka pemikiran penelitian ini;
Gambar 2. 1 Bagan Alur Kerangka Pemikiran

Aktivitas PKL di Pasar Inpres Manonda

Perilaku aktivitas usaha PKL Perilaku PKL dalam pemanfaatan ruang

1. Jenis dagangan PKL 1. Lokasi aktivitas PKL


2. Bentuk sarana dagang PKL 2. Status, jenis, dan luas ruang
3. Lama waktu aktivitas PKL aktivitas PKL

Resistensi PKL Pasar Inpres Manonda

1. Faktor- faktor resistensi


2. Bentuk- bentuk resistensi
3. Dampak- dampak resistensi

Sumber data primer peneliti, 2021


39

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan pada masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, maka penelitian
ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yaitu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis
atau lisan dari orang- orang yang berperilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini
diarahkan pada latar dan individu secara utuh (Moleong, 2014:4) dalam (Millati,
2018:37).
Sementara itu, deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan
untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena- fenomena yang ada, baik
fenomena alamiah maupun rekayasa manusia. Untuk itu, penelitian kualitatif
deskriptif, yaitu data yang dikumpulkan berbentuk kata- kata, gambar, bukan
angka- angka.
Sukmadinata (2011: 73) dalam Hamat (2013:42), penelitian deskriptif
kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-
fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang lebih
memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan.
Ditinjau dari ilmu geografi, penelitian ini menggunakan pendekatan ekologi
yang mana membahas antara organisme dan lingkungan adapun yang dibahas
dalam penelitian ini yaitu antara kelompok pemerintah dan kelompok pedagang
kaki lima.
Dengan menggunakan penelitian ini diharapkan peneliti dapat memperoleh
informasi yang mendalam mengenai resistensi pedagang kaki lima terhadap
kebijakan penataan ruang (studi di pasar inpres manonda kota palu).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran dan informasi yang lebih
jelas, lengkap, serta memungkinkan dan mudah bagi peneliti untuk melakukan
penelitian observasi. Penelitian dilakukan di pasar manonda inpres, adapun alasan
40

yang melatarbelakangi peneliti memilih lokasi ini karena berdasarkan hasil


observasi awal, peneliti banyak menjumpai pedagang kaki lima.
Peneliti tertarik untuk mengetahui resistensi pedagang kaki lima terhadap
kebijakan penataan ruang di pasar inpres manonda Kota Palu. Lokasi penelitian
terletak di pasar inpres manonda Kota Palu Kelurahan Kamonji Kecamatan Palu
Barat.
Kecamatan Palu Barat memiliki luas 8,28 km2. Kelurahan Kamonji
merupakan salah satu Kelurahan yang ada di Kecamatan Palu Barat. Luas
Kelurahan Kamonji secara keseluruhan adalah 0,85 km2 yang mayoritas
digunakan sebagai lahan permukiman walaupun tidak secara keseluruhan dari luas
total kelurahan kamonji. Bentuk permukaan tanah yaitu 100% dataran, kelurahan
ini tidak memiliki perbukitan maupun pegunungan dengan rata- rata ketinggian
dari permukaan laut yaitu 8 m.
Kelurahan Kamonji memiliki memiliki 6 rukun warga (RW) dan 15 rukun
tetangga (RT). Kelurahan Kamonji berbatasan dengan wilayah administrasi lain
disekitarnya yaitu;
1. Kelurahan Lere dan Kelurahan Baru disebelah utara;
2. Kelurahan Boyaoge disebelah selatan;
3. Kelurahan Siranindi disebelah timur;
4. Kelurahan Donggala Kodi dan Kelurahan Balaroa disebelah barat.

Kelurahan- kelurahan ini merupakan kelurahan yang mengelilingi dan


membatasi area serta lokasi penelitian yaitu pasar inpres manonda kota palu yang
memiliki PKL yang cukup banyak ditiap sisinya, maka dengan alasan tersebut
peneliti memilih lokasi pasar inpres manonda kota palu dengan begitu dapat
mendukung dalam penyelesaian penelitian ini.

3.2.2 Waktu Penelitian


Adapun pelaksanaan penelitian direncanakan dan berlangsung selama 9
bulan yang dilaksanakan dari bulan Mei 2020 sampai dengan bulan Januari 2021.
Adapun jadwal rencana pelaksanaan penelitian terdiri dari 13 (tiga belas) tahapan
berdasarkan jenis aktivitasnya, dengan tahapan penelitian sebagai berikut:
41

1. Observasi awal
2. Penyusunan Proposal
3. Konsultasi dengan Dosen Pembimbing
4. Seminar Proposal
5. Perbaikan Proposal
6. Pengurusan surat izin penelitian dan SK Pembimbing
7. Penelitian di Lapangan (pengumpulan data primer dan sekunder)
8. Analisis Data
9. Penyusunan Laporan Penelitian
10. Seminar Hasil
11. Bimbingan Skripsi
12. Ujian Skripsi
13. Perbaikan Skripsi
Peneliti mendapati siklus waktu atau waktu- waktu tertentu yang PKL
gunakan untuk menjajakan barang dagangannya sehingga ruang publik memiliki
waktu dimana ramai bahkan sangat padat namun, disisi lain ruang publik benar-
benar digunakan sesuai fungsinya sehingga tidak terjadi macet. Waktu tertentu
yang membuat ruang publik padat merupakan waktu yang telah disepakati PKL
bersama petugas.
Waktu ramai bahkan sangat padat disebabkan aktivitas usaha PKL pada jam
06.00- 08.00 WITA, kepadatan lalu lintas ini disebabkan aktivitas usaha pedagang
kaki lima yang tergabung dengan aktivitas masyarakat sekitar untuk ke sekolah,
kantor, dan aktivitas ekonomi lainnya. Hal ini terjadi karena pusat jual- beli
masyarakat atau pasar inpres manonda kota palu dikelilingi oleh permukiman
masyarakat, sedangkan pada pukul 11.00-15.00 WITA ruang publik akan
digunakan sebagaimana fungsinya, selebihnya ruang publik masih digunakan oleh
PKL untuk aktivitas usaha dagang namun dengan jumlah pedagang yang sedikit
sehingga tidak membuat padat ruang publik.
Selain penentuan lokasi penelitian, peneliti juga mengatur estimasi waktu
yang digunakan untuk melaksanakan penelitian ini agar dapat terencana dengan
baik dalam pelaksanaannya adapun penjadwalan pelaksanaan penelitian yang
telah peneliti tata dan rencanakan, sebagaimana tercantum dalam tabel 3.1
penjadwalan rencana pelaksanaan penelitian sebagai berikut:
42

Tabel 3.1 Penjadwalan Rencana Pelaksanaan Penelititan

Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari


No Aktivitas
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Observasi Awal 
2 Penyusunan Proposal     
3 Konsultasi Dosen Pembimbing     
4 Seminar Proposal 
5 Perbaikan Proposal  
Pengurusan surat penelitian dan SK
6 
Pembimbing
7 Penelitian di Lapangan   
8 Analisis Data  
9 Penyusunan Laporan Penelitian    
10 Seminar hasil 
11 Bimbingan Skripsi  
12 Seminar Skripsi 
13 Perbaikan Skripsi 

Sumber data primer peneliti, 2020


43

3.3 Unit Analisis


Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang menggambarkan fenomena-
fenomena yang relevan mengenai resistensi pedagang kaki lima di pasar inpres
manonda kota palu secara kualitatif. Penelitian ini menggunakan pasar inpres
manonda sebagai unit analisis. Pasar inpres manonda terletak di kelurahan
kamonji kecamatan palu barat kota palu. Unit analisis merupakan salah satu
komponen dalam penelitian kualitatif.
Subjek penelitian adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang betul-
betul representatif (mewakili). Subjek dalam penelitian ini adalah Pedagang Kaki
Lima yang berdagang di ruang publik pasar inpres manonda kota palu dengan
karakteristik; a) berdagang menggunakan sarana dagang tidak permanen mobil
pick up, gerobak beratap, kereta dorong, dan tikar alas untuk aktivitas usaha
dagang; b) memiliki modal < Rp. 500.000; c) berdagang menggunakan ruang
publik diantaranya trotoar, area parkir, dan bahu jalan.
Subjek dalam penelitian kualitatif tidak dinamakan responden tapi
narasumber, partisipan, atau informan penelitian. Informan adalah keseluruhan
dari sumber informasi yang dapat memberikan data sesuai dengan masalah yang
diteliti. Informan pada penelitian ini diantaranya; Kepala Kantor Dinas
Perindustrian Dan Perdagangan, Kepala bidang penataan dan perindustrian Kantor
Dinas Perindustrian dan Perdagangan , Kepala Kantor Kelurahan Kamonji,
Kepala regu 3 Satuan Polisi Pamong Praja, anggota bidang ketertiban dan
keamanan di pasar inpres manonda kota palu, 10 pedagang kaki lima yaitu
pedagang yang menggunakan ruang publik untuk menjajakan barang
dagangannya, dan 4 pembeli yang menggunakan jasa pedagang kaki lima di pasar
inpres manonda.
Berdasarkan jumlah tersebut maka peneliti menggunakan teknik
pengambilan sampel untuk mendapatkan informasi yang akurat dan diakui
kebenarannya, penelitian ini menggunakan teknik sampling yaitu menggunakan
sampling snowball. Teknik sampling snowball adalah suatu metode untuk
mengidentifikasi, memilih dan mengambil sampel dalam suatu jaringan atau
rantai hubungan dengan teknik penentuan sampel yang mula- mula jumlahnya
44

kecil, kemudian membesar berproses seperti itu terus menerus. Ibarat bola salju
yang menggelinding yang lama lama menjadi besar. Pendapat lain mengatakan
bahwa teknik sampling snowball (bola salju) adalah metode dimana sampel
diperoleh melalui proses bergulir dari satu responden ke responden yang lainnya
(Nia, 2014:1113).

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data meruapakan cara yang digunakan oleh peneliti
untuk mengumpulkan data- data penelitian dari sumber data (subyek maupun
sampel penelitian). Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada
natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer dan teknik
pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant
observaction), wawancara mendalam (in depth interview), dan dokumentasi
(Sugiono, 2017) .
Sesuai dengan karakteristik data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka
teknik pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi berarti mengumpulkan data langsung dari lapangan (Semiawan,
2010). Arifin dalam buku (Kristanti, 2018) observasi adalah suatu proses yang
didahului dengan pengamatan kemudian pencatatan yang bersifat sistematis, logis,
objektif, dan rasional terhadap berbagai macam fenomena dalam situasi yang
sebenarnya, maupun situasi buatan.
Teknik observasi ini dimaksudkan untuk dapat melakukan pengamatan
secara langsung mengenai objek penelitian, disini objek tersebut adalah resistensi
pedagang kaki lima terhadap kebijakan penataan ruang (studi di pasar manonda
inpres kota palu). Observasi dalam penelitian ini dilakukan setelah memperoleh
izin dari pihak yang bersangkutan. Peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian
untuk melakukan pengamatan langsung terhadap objek kajian penelitian.
Hal- hal yang diobservasi dalam penelitian tentunya tidak terlepas dari
beberapa pokok permasalahan yang akan di bahas antara lain bentuk- bentuk
kebijakan pemerintah serta bentuk- bentuk resistensi pedagang kaki lima.
45

2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
wawancara (interview) adalah suatu kejadian atau proses interaksi antara
pewawancara (interviewer) dan sumber informasi atau orang yang di wawancarai
(interviewee) melalui komunikasi langsung (Yusuf, 2014). Dimana seorang
pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan- pertanyaan yang akan
diajukan untuk mencari jawaban atas hipotesis yang disusun ketat.
Teknik wawancara yang peneliti gunakan adalah secara terstruktur (tertulis)
yaitu dengan menyusun terlebih dahulu beberapa pertanyaan yang akan disampai
kan kepada responden berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas
diatas, seperti bentuk- bentuk kebijakan pemerintah dan bentuk- bentuk resistensi
pedagang kaki lima. Hal ini dimaksudkan agar pembicaraan dalam wawancara
lebih terarah dan fokus pada tujuan yang dimaksud dan menghindari pembicaraan
yang terlalu melebar.
Teknik ini peneliti gunakan untuk menggali data ataupun informasi terkait
resistensi pedagang kaki lima terhadap kebijakan penataan ruang pemerintah
(studi di pasar inpres manonda kota palu). Adapun narasumber atau informan
penelitian yang diwawancarai antara lain; Kepala regu 1,2,dan 3 Satuan Polisi
Pamong Praja, anggota bidang ketertiban dan keamanan, 9 pedagang kaki lima,
dan 3 pembeli yang menggunakan jasa pedagang kaki lima di pasar inpres
manonda.
3. Dokumentasi
Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh
lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil
rapat, cendramata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Dokumentasi berasal dari kata
dokumen, yang berarti barang tertulis, metode dokumentasi berarti tata cara
pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri data historis. Dokumen
tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa, atau kejadian dalam situasi sosial
yang sangat berguna dalam penelitian kualitatif (Yusuf, 2014).
46

Melalui teknik dokumentasi yang peneliti gunakan dimaksudkan sebagai


pelengkap untuk menggali data berupa dokumen terkait resistensi pedagang kaki
lima terhadap kebijakan penataan ruang pemerintah kota palu , di antaranya:
daftar jumlah pedagang kaki lima, daftar jenis pedagang kaki lima, jenis
pembinaan masyarakat terhadap pedagang kaki lima, foto- foto dokumenter dan
sebagainya yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian yang dilakukan di
pasar inpres manonda kota palu.

3.5 Teknik Analisa Data


Sugiyono (2009: 335-336), analisis data merupakan proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi,
dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit- unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesim pulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.
Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis
berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan, selama dilapangan, dan setelah selesai di lapangan. Setelah
mengumpulkan sejumlah data, peneliti melakukan analisis data dengan cara
reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Selain itu, langkah- langkah yang
ditempuh dalam analisis data (Miles dan Huberman: 1992) :
1. Data Collection (pengumpulan data)
Kegiatan utama dalam setiap penelitian adalah melakukan pengumpulan
data. Dalam penelitian kualitatif pengumpulan data dengan observasi, wawancara
mendalam, dan dokumentasi atau gabungan ketiganya (triangulasi).
Pengumpulan dilakukan selama berhari- hari atau berbulan- bulan dengan
cara menjelajah, mencatat, mewawancara, merekam, serta mendokumentasikan
secara umum terhadap situasi, obyek, subjek, serta karakteristik yang diteliti
dalam hal ini pedagang kaki lima di pasar inpres manonda kota palu sehingga
mendapatkan data yang banyak juga bervariasi.
47

2. Data Reduction (reduksi data)


Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data
melalui reduksi data. Mereduksi data merupakan suatu pemilihan, pemusatan,
perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan- catatan lapangan, sehingga data itu memberi gambaran yang
lebih jelas tentang hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Reduksi data dilakukan dengan cara memilih dan memisahkan data hasil
wawancara dengan observasi yang diperoleh dari lapangan yang sesuai dengan
permasalahan yang dibahas misalnya hasil wawancara, hasil wawancara tersebut
di peroleh dari informan, kemudian dipilih, dikumpulkan dan dipisahkan sesuai
permasalahan yang dibahas diatas yaitu bentuk kebijakan pemerintah terhadap
pedagang kaki lima dan resistensi pedagang kaki lima terhadap kebijakan
tersebut.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan;
3. Data Display (penyajian data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Merupakan sekumpulan informasi tersusun memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Informasi atau data dilakukan
dengan cara wawancara informan penelitian. Dalam penelitian kualitatif penyajian
data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
flowchart, dan sejenisnya.
Melalui penyajian data tersebut maka akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya dengan data terorganisasikan
berdasarkan apa yang telah dipahami. Bila pola- pola yang ditemukan telah
didukung oleh data selama penelitian, maka polatersebut sudah menjadi pola yang
baku yang tidak lagi berubah. Pola tersebut selanjutnya disajikan pada laporan
akhir penelitian;
48

4. Data Verification (verifikasi data)


Langkah keempat dalam analisis data kualitatif menurut Miles and
Huberman adalah Peneliti membuat kesimpulan atau penarikan kesimpulan
berdasarkan data yang telah diproses melalui pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data dan verifikasi data.
Verifikasi data dilakukan dengan cara, data yang sudah disusun, dibuktikan,
serta mendukung pada tahap pengumpulan data selanjutnya maka kesimpulan
yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel karena dapat menjawab
rumusan masalah yang dirumuskan. Kesimpulan dalam berupa hubungan kausal
atau interaktif maupun hipotesis atau teori sehingga peneliti memperoleh data
yang berkualitas.

Gambar 3. 1 Komponen dalam Analisis Data Kualitatif/ Model Interaktif

Data Collection Data Display

Data Reduction Data Verification

Sumber data sekunder Miles dan Huberman, 1992

Analisis deskriptif artinya pengelolaan data secara deskriptif dilakukan


untuk memperoleh gambaran terkait pemanfaatan ruang publik oleh pedagang
kaki lima, regulasi pemerintah terkait Pedagang kaki lima, serta resistensi
pedagang kaki lima terhadap regulasi pemerintah. Tahap- tahap pengelolaan data
yang dilakukan antara lain mengedit hasil wawancara dengan cara memeriksa
data- data yang diperoleh dari informan untuk mengetahui akurasi data- data
tersebut. Data hasil wawancara yang sudah diedit kemudian disesuaikan dengan
rumusan masalah. Data yang telah disesuaikan kemudian disempurnakan dengan
menafsirkan data yang ada untuk menjawab rumusan masalah yang terkait. Tabel
frekuensi digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui jumlah data
pervariabel dalam hal ini untuk mengetahui karakteristik pedagang kaki lima di
pasar manonda inpres.
49

Gambar 3. 2 Desain atau Rencana Penelitian

Perilaku PKL Pemanfaatan Ruang


Input :

1. Jenis dagangan PKL 1. Lokasi aktivitas


2. Bentuk sarana dagang PKL 2. Status, jenis, dan luas ruang
3. Lama waktu aktivitas PKL aktivitas PKL

Proses :

Resistensi PKL Pasar Inpres Manonda

1. Faktor- faktor resistensi


Output :
2. Bentuk- bentuk resistensi
3. Dampak- dampak
resistensi

Sumber data primer peneliti, 2020


50

BAB IV
HASIL
4.1 Gambaran Umum Area Penelitian
4.1.1 Kondisi Administrasi
Kelurahan kamonji merupakan salah satu kelurahan yang terletak di
kecamatan palu barat, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Kelurahan
Kamonji pada mulanya adalah suatu Wilayah yang lebih dikenal oleh masyarakat
dengan sebutan Kampung Kamonji, sebagaimana halnya dengan Desa/Kelurahan
lainnya. Istilah Kampung ini bertahan cukup lama sampai kira-kira pada tahun
1959. Nanti setelah dikenalnya istilah Desa dalam Tata Pemerintahan kita, baru
masyarakat secara perlahan-lahan mulai menyebut dengan istilah Desa Kamonji.
Masyarakat yang hidup diwilayah ini cukup langgeng terbentuk dengan
dasar sebagai homogenitas, walaupun pada mulanya masih dalam jumlah yang
relatif kecil akan tetapi mereka telah hidup dalam suatu kelompok dan masyarakat
dalam kelompok itu saling mengadakan interaksi diantara satu dengan lainnya.
Sejak Kamonji masih berstatus Desa sampai dengan beralih menjadi Wilayah
Kelurahan Kamonji telah dipimpin 12 (Dua belas) Kepala Desa dan Lurah,
sebagaimana tertulis dalam tabel sebagai berikut;

Tabel 4. 1 Nama- Nama Kepala Desa dan Lurah Kamonji

No Nama Kepala Desa/ Lurah Kamonji Masa Jabatan


1. Gutu Dg. Malindu Tahun 1959-1960
2. Hi. Moh. Saleh Hi. Abd Wahid Tahun 1960-1963
3. Djaelani Hi. Ladewa Tahun 1963-1969
4. Djamaluddin Laturuka Tahun 1969-1970
5. Lasingka Tahun 1970-1971
6. Mahi Hi. Husen Tahun 1971-1991
7. Hasanuddin Mahi Hi. Husen Tahun 1991-2004
8. Drs. Nasir Saleh Tahun 2004-2008
9. Juhri Hi. Ahmad Tahun 2008-2009
10. Ridwan Dg. Sute Tahun 2009-2010
11. Bhakti Mahi Hi. Husen Tahun 2010-2014
12. Muchsen Achmad Tahun 2014-2017
Sumber data sekunder kelurahan kamonji 2017 dan kecamatan palu barat 2019
51

Secara administrasi Kelurahan Kamonji dengan luas wilayah keseluruhan


Kamonji 0,85 km2. Dengan penggunaan lahan mayoritas untuk lahan permukiman
walaupun tidak secara keseluruhan dari total luas kelurahan kamonji. Bentuk
permukaan tanah yaitu 100% dataran tidak ada perbukitan maupun pegunungan
dan rata- rata ketinggian dari permukaan laut yaitu 8 m. Kamonji memiliki 6 RW
dan 15 RT. Batas administrasi Kelurahan Kamonji sebagai berikut:
a. Kelurahan Lere dan Kelurahan Baru disebelah utara;
b. Kelurahan Boyaoge disebelah selatan;
c. Kelurahan Siranindi disebelah timur;
d. Kelurahan Donggala Kodi dan Kelurahan Balaroa disebelah barat.

Kelurahan Kamonji merupakan kelurahan yang masyarakatnya dominan


bermata pencaharian sebagai pedagang, meskipun begitu, masyarakat memiliki
mata pencaharian yang lain diantaranya; buruh, pegawai negeri, pedagang,
penjahit, tukang batu, tukang kayu, peternak, montir, dokter, sopir, dan
pengusaha.
Berikut ini adalah tabel dimana dari tabel ini dapat mendeskripsikan dari
segi ekonomi bahwa penduduk kelurahan kamonji memiliki berbagai macam mata
pencaharian pokok yang terbagi dalam beberapa kelompok, yang sebagian besar
bermata pencaharian sebagai Pedagang, sebagai berikut;

Tabel 4. 2 Jenis-Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa dan Lurah Kamonji

No Mata Pencaharian Jumlah


1 Buruh 44
2 Pegawai Negeri 343
3 Pedagang 1.935
4 Penjahit 16
5 Tukang Batu 25
6 Tukang Kayu 7
7 Peternak -
8 Montir 5
9 Dokter 7
10 Sopir 17
11 Pengusaha 135
12 Lain- lain 6.748
Sumber data sekunder kelurahan kamonji 2017 dan kecamatan palu barat 2019
52

Berikut dilampirkan peta administrasi kelurahan kamonji kota palu yang


dijadikan lokasi meneliti dalam penelitian ini terletak di kecamatan palu barat
kota palu dengan melampirkan peta admnistrasi. Dengan begitu peneliti dapat
menjelaskan kepada pembaca melalui peta bahwasannya lokasi penelitian sebelah
utara berbatasan dengan kelurahan baru, sebelah timur berbatasan dengan
kelurahan boyaoge, sebelah barat berbatasan dengan kelurahan donggala kodi, dan
sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan siranindi.
Sebagaimana peta yang telah dilampirkan berdampingan dengan denah atau
site plan pasar inpres manonda kota palu hasil dari wawancara peneliti dengan
bagian penataan pasar inpres manonda kota palu di dinas perindustrian dan
perdagangan kota palu. Melalui denah atau site plan ini terdeskripsikan beberapa
hal diantaranya bangunan- bangunan atau fasilitas penunjang usaha aktivitas
dagang di pasar inpres manonda kota palu, diantaranya bangunan utama atau los
untuk pedagang, bangunan penunjang antara lain kamar mandi, masjid, dan lain
sebagainya, area parkir, sirkulasi atau taman, dan lain sebaganya, serta luas lahan
atau area yang masing- masing digunakan untuk bangunan- bangunan tersebut.
Peta administrasi kelurahan kamonji kota palu bersumber dari data primer
peneliti tahun 2020 sedangkan denah atau site plan yang berdampingan dengan
peta tersebut merupakan sumber sekunder hasil dari penelitian di dinas
perindustrian dan perdagangan pemerintah kota palu tahun 2019.

4.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat


a. Luas Kelurahan Kamonji di Kecamatan Palu Barat
Kelurahan Balaroa merupakan salah satu Kelurahan yang ada di Kecamatan
Palu Barat. Luas daratan Kecamatan Palu Barat 8,28 km2 terbagi menjadi 6
Kelurahan yang terdiri dari 37 rukun warga (RW) dan 132 rukun tetangga (RT),
dengan luas masing- masing Kelurahan yaitu Ujuna 0,49 km2, Baru 0,75 km2,
Siranindi 0,84 km2, Kamonji 0,85 km2, Balaroa 2,38 km2, dan Lere 2,97 km2.
Keadaan lurah di Kecamatan Palu Barat sekitar 67% berpendidikan Stara
Satu (S1), sedangkan sisanya sekitar 33% berpendidikan Magister (S2).
Berdasarkan jenis kelamin, seluruh Kelurahan yang ada di Kecamatan Palu Barat
53

dipimpin oleh laki- laki. Kelurahan Kamonji memiliki 6 rukun warga (RW) dan
15 rukun tetangga (RT).
b. Penduduk
Penduduk Kecamatan Palu Barat dari waktu ke waktu terus bertambah.
Jumlah penduduk Kecamatan Palu Barat mencapai 58.516 jiwa dan 12.711 rumah
tangga. Jumlah penduduk Kecamatan Palu Barat menduduki urutan keempat
setelah Kecamatan Palu Timur, Palu Selatan, dan Mantikulore di Kota Palu.
Jumlah penduduk terbesar di Kecamatan Palu Barat terdapat di Kelurahan Balaroa
yaitu mencapai 12.729 jiwa dan 4.103 rumah tangga, sedangkan yang terkecil
terdapat di Kelurahan Baru yaitu 5.000 jiwa dan 1.689 rumah tangga. Kamonji
memiliki penduduk dengan jumlah 8.042 dan kepadatan Penduduk 12.268 per
Km2, sedangkan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan sex ratio, wanita
3.954 dan pria 4.088 dengan sex ratio 102.
Sesuai dengan informasi yang peneliti dapatkan selama observasi di bagian
pemerintahan kecamatan dan kelurahan, peneliti mendapati jumlah penduduk
kelurahan kamonji yang berbeda antara data kelurahan dan kecamatan. Hal ini
terjadi karena tahun pendataan pegawai kantor yang berbeda yaitu tahun 2016
untuk kelurahan dan 2018 untuk kecamatan, untuk itu peneliti tidak terlalu
membahas jumlah penduduk agar tidak tumpang tindih antara data Kelurahan
Kamonji Dan Kecamatan Palu Barat.
Untuk jumlah penduduk kelurahan kamonji telah diuraikan berdasarkan
kepadatan penduduk per km2, dan jenis kelamin atau sex ratio namun tidak
semua data yang telah diuraikan peneliti sajikan dalam bentuk tabel, hanya
beberapa diantaranya tabel 4.3 jumlah penduduk kelurahan kamonji berdasarkan
jenis kelamin sebagai berikut;
54

Tabel 4. 3 Jumlah Penduduk Kelurahan Kamonji Berdasarkan Jenis


Kelamin

No Jumlah Penduduk Kelurahan Kamonji


1 Laki-laki 4.708
2 Perempuan 4.574
3 Jumlah KK 2.522
Sumber data sekunder kelurahan kamonji 2017 dan kecamatan palu barat 2019
c. Pendidikan
Pemerintah Kota Palu melalui kecamatan palu barat berupaya meningkatkan
sumber daya manusia diutamakan dengan memberi kesempatan kepada anak usia
sekolah untuk memasuki jenjang pendidikan, selain itu kemajuan pendidikan di
kecamatan palu barat juga dipengaruhi oleh faktor banyaknya tenaga pendidik.
Untuk Kelurahan Kamonji sendiri yang sebagian masyarakatnya masih tergolong
miskin sangatlah membutuhkan pendidikan dalam upaya meningkatkan sumber
daya manusia untuk memperbaiki perekonomian keluarga
Kecamatan Palu Barat memiliki 30 SD, 11 SLTP/MTS, 8 SMU/MA, 2
SMK, dan 2 PT/UNIVERSITAS. Untuk kelurahan kamonji memiliki 3 sekolah
taman kanak- kanak/ raudhatul athfal dengan status sekolah swasta, 1 sekolah
dasar/ madrasah ibtidaiyah dengan status sekolah negeri, dan 1 sekolah menengah
pertama/ madrasah tsanawiyah dengan guru berjumlah 53 orang dan murid
berjumlah 1.081, kelurahan kamonji tidak memiliki sekolah menengah atas/
madrasah aliyah dan universitas.
Deskripsi mengenai pendidikan dan sarana prasarananya dikecamatan palu
barat dan kelurahan kamonji, maka peneliti menyajikan tingkat pendidikan
masyarakat, yang nantinya bisa mengintropeksi pendidikan serta sarana dan
prasarana pendidikan dikecamatan palu barat dan kelurahan kamonji, yang
dituangkan kedalam tabel 4.4 sebagai berikut;
55

Tabel 4. 4 Tingkatkan Pendidikan Masyarakat di Kelurahan Kamonji

No Data Pendidikan Jumlah


1 Belum sekolah 534
2 Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah 48
3 Pernah sekolah SD tapi tidak tamat 113
4 Tamat SD/ Sederajat 2.568
5 SLTP/ Sederajat 2.556
6 SLTA/ Sederajat 2.585
7 D-I -
8 D-II 78
9 D-III 187
10 S-I 540
11 S-II 61
12 S-III 12
Sumber data sekunder kelurahan kamonji 2017 dan kecamatan palu barat 2019
d. Agama
Penganut agama di Kecamatan Palu Barat berbeda- beda seperti halnya di
daerah lain, namun suasana kehidupan beragama senantiasa mendapat pembinaan
dari peemerintah dan peranan para petugas keagamaan yang ada di daerah ini
lebih ditingkatkan. Penduduk kecamatan Palu Barat didominasi oleh agama yaitu
Islam (95,02%), Protestan (2,79%), Katolik (0,58 %), Hindu (0,18%), dan Budha
(1,43%), sementara penduduk beragama Budha banyak terkonsentrasi di
Kelurahan Ujuna, sedangkan agama lainnya masing- masing tersebar di semua
Kelurahan.
Untuk kelurahan kamonji jumlah penduduk beragama Islam sebanyak 7.750
jiwa, beragama kristen protestan 150 jiwa, beragama katolik 32 jiwa, beragama
hindu 1 jiwa, beragama budha 109 jiwa. Kemudian uraian ini dituangkan peneliti
untuk menggambarkan deskripsi diatas kedalam bentuk tabel 4.5 sebagai berikut;
56

Tabel 4. 5 Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kelurahan Kamonji

No Agama Jumlah
1 Islam 8.984
2 Kristen 158
3 Katholik 34
4 Hindu -
5 Budha 106
Sumber data sekunder kelurahan kamonji 2017 dan kecamatan palu barat 2019

4.1.3 Profil Fasilitas Perekonomian Pasar Inpres Manonda


Pasar inpres manonda kota palu saat ini dibawah pengawasan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kota Palu, pasar inpres manonda kota palu tidak
memiliki profil resmi sebagaimana bangunan- bangunan pemerintah kota palu
lainnya, karena menurut hasil observasi peneliti melalui wawancara dengan Pak
Yusran kepala bidang penataan dan perindustrian.
Bahwasannya pasar inpres manonda kota palu diberikan kepada pemerintah
kota palu melalui sk hibah aset dari pemerintah kabupaten donggala pada tahun
1995, jadi pemerintah kota Dinas Perindustrian dan Perdagangan bukan
merupakan pengelola pasar inpres manonda kota palu melainkan PT. Sari Dewi
dalam artian dipihak ketigakan dengan rentan waktu selama 25 tahun.
Profil yang menggambarkan latar belakang, potensi, sejarah berdirinya,
kapan didirikan, dan siapa pendirinya pemerintah kota tidak mengetahui hal
tersebut karena sejak awal pasar inpres manonda bukan milik pemerintah kota
palu melainkan milik kabupaten donggala. Untuk itu pemerintah kota palu hanya
sebagai peralihan begitu kabupaten donggala memisahkan diri dengan pemerintah
kota palu maka semua aset kabupaten donggala diberikan kepada pemerintah kota
palu melalui sk hibah Bupati Donggala.
Pengelolaan pasar inpres manonda kota palu, pemerintah kota palu dinas
perindustrian dan perdagangan hanya mengambil retribusi harian, sedangkan
untuk penyewaan los dan pembayaran lainnya berhubungan dengan pihak ketiga
dalam hal ini PT. Sari Dewi, namun begitu pengawasannya oleh dinas
57

perindustrian dan perdagangan kota palu karena pasar inpres manonda kota palu
berdiri dilahan kewenangan pemerintah kota palu.
Peralihan Pasar inpres manonda kota palu tidak dapat dipindah tangankan
dihibahkan kepada pemerintah kota palu karena sk hibab aset tersebut diberikan
oleh Bupati Donggala kepada pemerintah kota setelah perjanjian atau MOU
dengan pihak ketiga, maka pengelolaannya oleh pihak ketiga yaitu PT. Sari Dewi
selama 25 tahun dan pemerintah kota sebagai pengawas.
Waktu pengelolaan pasar inpres manonda kota palu saat ini ditangani oleh
pihak ketiga yaitu PT. Sari Dewi sudah jatuh tempo, sementara ini sedang
dirundingkan mengenai pengelolaan pasar inpres manonda, kabupaten donggala
akan memperpanjang pengelolaan pasar inpres manonda kepada PT. Sari Dewi
sebagai pihak ketiga lagi atau diserahkan kepada pemerintah kota palu.
Hasil perundingan atau MOU antara PT. Sari Dewi dengan Kabupaten
Donggala bahwasannya pengelolaan pasar inpres manonda oleh pihak ketiga tidak
akan diperpanjang lagi, maka dengan begitu pasar inpres manonda kota palu
diserahkan kepada pemerintah kota palu untuk diawasi dan diolah, namun jika
diperpanjang dalam hal pengelolaannya oleh pihak ketiga, untuk itu kota palu dan
pihak ketiga yaitu PT. Sari Dewi akan berunding, mengenai peran pemerintah dan
kontribusi dari pihak ketika setelah sudah melakukan mou dalam pengelolaannya
maupun pengawasan pasar inpres manonda kota palu yang dalam hal ini berdiri
diatas lahan kewenangan pemerintah kota palu.
Pedagang- pedagang dipasar inpres manonda kota palu memiliki berbagai
varian jenis dagangan yang tidak tertata secara homogen, baik yang menyediakan
kebutuhan primer maupun sekunder diantaranya makanan mentah atau belum
dirposes, makanan siap saji atau sudah diproses, pakaian, kain, bunga, sepatu,
barang campuran, ikan, ayam, daging, dan lain sebagainya.
Pedagang- pedagang legal menempati ruko atau los yang menjadi fasilitas
pasar inpres manonda kota palu, selain itu terdapat pula pedagang kaki lima yang
yang memfasilitasi aktivitas usaha dagang sendiri dengan menempati sudut- sudut
pasar, ruang ruang kosong area pasar, juga ruang publik area pasar inpres
manonda kota palu sehingga membentuk pola.
58

Berikut merupakan peta lokasi penelitian resistensi pedagang kaki lima di


pasar inpres manonda kota palu dengan cakupan area berwarna merupakan tempat
atau lokasi dalam penelitian ini. Peta lokasi penelitian, peneliti coba gabungkan
dengan denah atau site plan hasil resistensi pedagang kaki lima yang kemudian
disingkat menjadi PKL di pasar inpres manonda kota palu, didesain oleh peneliti
dengan meletakan simbol serta warna tertentu untuk dapat menjelaskan posisi
PKL saat melakukan aktivitas dagang dan kondisi dilapangan melalui peta
tersebut mengenai jenis dagangan PKL, sarana dagang PKL, maupun ruang publik
yang digunakan PKL untuk aktivitas usaha dagang dengan acuan site plan pasar
inpres manonda kota palu yang dibuat oleh bagian penataan pasar kantor dinas
perindustrian dan perdagangan kota palu.
Sumber peta lokasi penelitian dan denah atau site plan hasil penelitian
resistensi pedagang kaki lima di pasar inpres manonda kota palu merupakan data
primer peneliti tahun 2020.

4.2 Tingkat Pendidikan Informan


Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang ditempuh
oleh seseorang atau masyarakat yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah baik pertama maupun atas, dan perguruan tinggi. Berikut tabel hasil
wawancara tingkat pendidikan informan PKL;

Tabel 4. 6 Tingkat Pendidikan Informan PKL

Nama
Jenis Tingkat
No Informan Umur
Kelamin Pendidikan Keterangan
PKL
1 Wakinah P 62 th SD Pedagang Kue
2 Nur Jaya P 49 th SMP Pedagang Jagung
3 Andi Irwan L 40 th Strata I Pedagang Ikan
4 Corah P 40 th SD Pedagang Siap Saji
5 Rode P 51 th SD Pedagang Rempah
6 Rukiah P 40 th SMA Pedagang Kue
7 Harini P 39 th SD Pedagang Buah
59

8 Rohimah P 45 th SD Pedagang Rica


9 Moh. Ilham L 24 th SMA Pedagang Campuran
10 Sahar L 34 th SD Pedagang Bunga
11 Nusmawati P 47 th Strata I Pembeli
12 Sri Rusmia P 28 th Strata I Pembeli
13 Marwah P 34 th SMA Pembeli
14 Merni P 65 th D III Pembeli
15 Syarifuddin L 49 th Strata I Petugas Pasar
16 Dadang L 54 th SMA Satpol PP
17 Moh. Faisal L 44 th Strata I Satpol PP

Sumber data primer peneliti, 2020

4.3 Hasil Penelitian


Bagian ini merupakan hasil penelitian dilapangan mengenai perilaku
aktivitas usaha PKL, aktivitas PKL dalam pemanfaatan ruang di Pasar Inpres
Manonda, presepsi masyarakat terhadap keberadaan aktivitas PKL, presepsi
pemerintah terhadap keberadaan aktivitas PKL, dan presepsi PKL terhadap
kebijakan pemerintah yang melatarbelakangi resitensi PKL di Pasar Inpres
Manonda. Seusai dengan hasil pengamatan penelitian selama dilokasi penelitian
yaitu di Pasar Inpres Manonda bila meninjau pada jenis dan tujuan penelitian
dapat dikemukakan beberapa hasil penelitian sebagai berikut:

4.3.1 Bentuk- Bentuk Aktivitas Usaha PKL


Perilaku PKL dalam aktivitas usaha ini merupakan pembahasan mengenai
karakteristik aktivitas usaha PKL dalam berjualan, meliputi jenis dagangan,
bentuk sarana dagang yang digunakan, pola pelayanan (lama waktu aktivitas)
PKL.
A. Jenis Dagangan PKL
Berdasarkan dari hasil observasi awal yang didapatkan dilapangan
mengenai karakteristik aktivitas usaha PKL yang dilakukan oleh Peneliti termasuk
60

jenis dagangan, adapun jenis dagangan yang ditawarkan oleh PKL dapat
dikelompokan menjadi 3 (tiga) kelompok utama, yaitu:
a. Makanan, yang terdiri dari makanan yang tidak atau belum diproses,
termasuk didalamnya adalah makanan mentah seperti ikan, daging, telur
rempah- rempah, dan sayuran. Selain makan yang tidak atau belum di
proses terdapat juga makanan yang sudah di proses atau siap saji seperti
beraneka ragam kue basah, beraneka ragam nasi, ketoprak, kapurung, dan
buah- buahan);
b. Barang campuran diantaranya peralatan di dapur dan peralatan yang
digunakan sehari-hari;
c. Bunga

Jenis dagangan pedagang kaki lima di pasar inpres manonda merupakan


aneka ragam komoditas dalam aktivitas usaha yang pedagang kaki lima tawarkan
atau perdagangkan kepada pembeli di pasar inpres manonda. Adapun Informan
pertama dalam bentuk- bentuk aktivitas PKL jenis dagangan di Pasar Inpres
Manonda adalah Ibu Rode (51 tahun) pedagang rempah mengatakan:

“ Saya ba jual jahe merah, jahe putih, kunyit, dan sereh begini sudah yang
biasa orang cari untuk sehari- hari, sesuai dengan uang yang ada juga. Ada
yang beli berkilo- kilo, ada yang hanya perbiji atau harga Rp. 5.000 begitu”
Pedagang kaki lima berdagang sesuai dengan modal mereka, dan memilih
komoditas yang sering dicari masyarakat untuk kebutuhan sehari hari seperti
rempah- rempah. Pedagang tersebut memulai usaha dagangnya dengan modal
1.258.000 untuk sekali membeli barang yang akan didagangkan kembali, menurut
hasil wawancara barang dagangan ini akan habis dalam 3 hari dengan untung Rp.
100.000- 200.000/ hari.
Pernyataan lain diungkapkan Informan PKL oleh Ibu Corah (40 tahun)
pedagang makanan siap saji atau sudah diproses mengatakan:

“ Jualanku makanan jadi, ada kapurung, bubur manado, dan burasa. Saya ba
jual mulai 2012 tidak pernah ganti- ganti jualan ini terus yang dijual. Orang-
orang yang ba jual di toko itu biasanya cari sarapan yang gampang kalau
pagi, tidak ada pelanggan khusus hanya keliling saja cari pembeli”
61

Pedagang kaki lima berjualan komoditas yang diminati masyarakat seperti


halnya makanan siap saji yang masyarakat butuhkan agar bisa sarapan tepat waktu
sebelum beraktivitas, mudah ditemukan, dan tersedia setiap hari. Pedagang ini
berdagang dengan cara berkeliling dari satu pelanggan ke pelanggan yang lain
karena tidak ada pelanggan tetap.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Ibu Nur Jaya (49 th)
pedagang bahan makanan mentah atau belum diproses mengatakan:

“ Saya jual jagung memang sudah niatku di awal pas mau ba jual di Palu,
Saya ba jual tiap hari dan sebelum diusir Pol PP jualan ku sudah habis
karena yang beli pedagang sayur keliling jadi mereka yang borong, masih
subuh sudah belanja ada juga pelanggan tetapku”
Pedagang kaki lima seperti yang telah diungkapkan diatas, tidak pernah
mengganti komoditas dagangannya tetap konsisten dari awal berdagang yaitu
bahan makanan mentah (jagung). Modal yang dibutuhkan pedagang ini Rp.
300.000/ karung jagung untuk setiap harinya pedagang ini mampu menghabiskan
± 2 karung/ hari dengan penghasilan per hari ± 700.000/ hari.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Bapak Moh. Ilham
(24 th) pedagang barang campuran mengatakan:

“Saya jualan ini karena barang- barang ini sering dicari orang, di pasar ini
juga belum banyak yang jualan begini, barang begini ini tidak basi, tidak
kadaluarsa juga jadi bisa tahan lama”
Pedagang tersebut memilih barang campuran kebutuhan sehari- hari sebagai
komoditas dagangnya karena jenis dagang tersebut bertahan dalam waktu yang
cukup lama tidak memiliki waktu kadaluwarsa untuk itu pedagang tidak akan
memiliki resiko rugi apabila barang dagangannya tidak habis terjual pada hari itu
karena bisa diperdagangkan keesokan harinya, selain itu pedagang tersebut
melihat peluang yang cukup besar dengan komoditas barang campuran yaitu
cukup banyak peminat namun pedagang komoditas tersebut hanya beberapa.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Ibu Rukiyah (40 th)
pedagang makanan siap saji atau sudah diproses:
62

“ Saya jual kue- kue basah karena saya bisa buat jadi saya tidak perlu beli
atau ambil barang dari orang lain, saya jualan di pinggir jalan hari- hari tapi
kalau ada satpol pp saya berjualan keliling pasar”
Pedagang tersebut memilih komoditas makanan siap saji atau sudah di
proses jenis kue basah karena hal tersebut sesuai dengan keahlian pedagang
tersebut sehingga pedagang tersebut tidak perlu membeli barang dari pedagang
grosiran untuk dijual ecer kembali kepada pengguna jasa pedagang kaki lima
sehingga untuk modal dan keuntungan tidak begitu bergantung dengan komoditas
jual yang akan pedagang tersebut beli tapi pedagang tersebut dapat mengaturnya
sendiri untuk besar atau kecilnya pemasukan.
Wawancara di atas nampak bahwa informan PKL lebih banyak menjual
jenis dagangan berupa makanan baik yang tidak atau belum diproses maupun siap
saji atau sudah di proses. Hal ini menunjukan bahwa jenis dagangan makanan
mendominasi jenis dagangan PKL di Pasar inpres manonda, pasar ini merupakan
pusat perdagangan kecamatan palu barat, merupakan pusat kunjungan bagi pelaku
kegiatan perdagangan (pedagang dan pembeli).
B. Bentuk sarana dagang PKL
Bentuk sarana dagang merupakan alat yang pedagang kaki lima gunakan
untuk menyimpan barang dagangan dan membantu pedagang kaki lima dalam
melaksanakan aktivitas usaha pedagang kaki lima di pasar inpres manonda.
Informan PKL pertama dalam karakteristik aktivitas usaha PKL jenis bentuk
sarana dagang adalah Ibu Corah (40 tahun) pedagang makanan siap saji
mengatakan:

“ Pertama Saya ba jual dipinggir jalan menggunakan gerobak yang ada


atapnya baru ada orang yang datang bilang ini tempatnya untuk ba jual,
karena Saya pendatang jadi Saya mengalah sekarang pakai gerobak begini
Saya ba jual, keliling- keliling jalan kaki, dari rumah juga saya jalan kaki
karena rumah saya dekat ± 500 meter dari pasar”.
Pedagang kaki lima tersebut awalnya menggunakan bentuk sarana dagang
gerobak beratap di pinggir jalan akan tetapi karena ditegur oleh pedagang kaki
lima yang sebelumnya menempati tempat tersebut, maka pedagang kaki lima
tersebut beralih bentuk sarana dagang yang sebelumnya gerobak beratap menjadi
63

kereta dorong. Aktivitas usaha pedagang kaki lima dilakukan dengan berjalan
kaki dari rumah dengan mendorong kereta, berjualan dilakukan dengan
berkeliling pasar inpres manonda untuk menawarkan dagangannya tidak berdiam
atau menetap disuatu tempat dan apabila dagangannya sudah habis maka kereta
dorong tersebut ikut dibawa pulang kerumah tidak ditinggalkan di pasar inpres
manonda.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Bapak Moh. Ilham
(24 tahun) pedagang barang campuran (peralatan yang digunakan sehari- hari)
mengatakan:

“ Saya menjual pake kereta dorong soalnya barangku macam- macam yang
di pakai sehari- hari, banyak, tapi kecil- kecil. Rumahku dekat dari sini,
Saya jualan disini (didepan ruko) itu rukonya tanteku hanya saya boleh
jualan disini orang lain tidak boleh, tidak ditegur lebih oleh Satpol PP
karena Saya tidak dipinggir jalan, tidak juga ditrotoar”
Pedagang kaki lima tersebut berdagang menggunakan kereta dorong sejak
awal berdagang, memilih menggunakan kereta dorong karena menawarkan
dagangan yang beraneka ragam dalam jumlah banyak untuk kebutuhan sehari-
hari seperti gunting kuku, tissue, sisir, dan lain sebagainya. Aktivitas usaha
pedagang kaki lima dilakukan dengan berjalan kaki dari rumah dengan
mendorong kereta, berjualan tidak dilakukan dengan berkeliling pasar inpres
manonda akan tetapi berdiam atau menetap disuatu tempat sambil menunggu
pembeli, dan pedagang kaki lima ini akan kembali kerumah dengan waktu tertentu
walaupun dagangannya belum habis dan akan didagangkan keesokan harinya
begitu seterusnya.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Ibu Rode (51 tahun)
pedagang rempah- rempah mengatakan:

“ Saya ba jual pake karung begini saja karena sedikit saja yang dijual,
gampang juga begini, pakai karung karena kita hanya dipinggir jalan, jadi
kalau ditertibkan Satpol PP cepat ba geser ke pinggir kalau belum habis,
kalu tidak ba kumpul barang sudah, dibersihkan temapt, supaya mereka
tidak marah- marah, di kasih kesempatan lagi ba jual lagi”
64

Pedagang kaki lima tersebut berdagang menggunakan bentuk sarana dagang


tikar alas untuk menawarkan dagangannya, kemudian berdiam disuatu tempat
menunggu pembeli ataupun pelangan tetap agar tempat mereka berdagang mudah
didapatkan oleh pembeli juga pelanggan tetap. Pedagang tersebut menggunakan
sarana dagang tikar alas dengan alasan dagangannya berjumlah sedikit,
menggunakan bentuk sarana dagang tikar alas lebih mudah untuk membersihkan
dan menghindar dari penertiban Satuan Polisi Pamong Praja.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Ibu Nur Jaya (49
tahun) pedagang makanan mentah atau belum diproses mengatakan:

“ Saya jualan pakai karung karena jualan jagung, baru jualanku tidak saya
bawa pulang, tapi langsung di bawa ke pasar ditempat saya ba jual jadi
kalau pulang kososng saya tidak bawa barang lagi, atau gerobak begitu”
Pedagang tersebut berdagang menggunakan bentuk sarana dagang tikar alas
seperti pedagang sebelumnya karena tidak membawa barang dagangan dari rumah
akan tetapi barang dagangannya sudah ditempatkan di lokasi berdagang di pasar.
Selain itu, pemilihan sarana dagang tersebut dipilih karena pedagang memiliki
target untuk menghabiskan barang dagangannya untuk sekali jual.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Ibu Harini (39 tahun)
pedagang makanan mentah atau belum diproses mengatakan:

“ Saya ba jual pakai karung karena saya punya ini, tempat tinggal saya jauh,
saya kesini naik ojek jadi barang barang ku saya bawa pakai ojek juga
disimpan didepan, kalau pulang biasa masih ada sisa jadi saya bawa pulang
barang lagi, kalau naik ojek gampang juga barang- barangku bisa di bawa
pakai ojek”
Pedagang tersebut memilih menggunakan sarana dagang tikar alas untuk
menawarkan barang dagangannya karena lokasi dagang dari tempat tinggal cukup
jauh sehingga perlu menggunakan kendaraan untuk tiba dilokasi jual. Selain itu,
pedagang memilih sarana dagang tersebut karena sesuai dengan modal yang
disiapkan pedagang tersebut serta memudahkan pedagang tersebut untuk
melakukan aktivitas dagang diantaranya membawa pulang kembali sisa barang
dagangannya dengan menggunakan kendaraan roda dua.
65

Berdasarkan dari hasil observasi yang didapatkan dilapangan mengenai


karakteristik aktivitas usaha PKL yang dilakukan oleh Peneliti termasuk bentuk
sarana dagang, adapun bentuk sarana dagang yang digunakan oleh Pedagang kaki
lima di pasar inpres manonda sebagai berikut;
a. Bentuk sarana dagang berupa gerobak beratap digunakan oleh PKL
informan. Umumnya sarana dagang ini digunakan untuk melindungi
dagangan dari pengaruh cuaca, sarana dagang seperti ini digunakan oleh
PKL yang berdagang makanan (sate madura, kue buroncong, ketoprak, dan
lain sebagainya).
b. Bentuk sarana dagang berupa kereta dorong digunakan oleh PKL informan.
Jenis sarana dagang seperti ini biasa dilengkapi dengan kursi kotak plastik
sebagai tempat duduk bagi PKL. Sebagai contoh PKL yang menggunakan
sarana dagang jenis ini adalah PKL yang berjualan makanan siap saji
(kapurung, buburmanadao, burasa), lauk pauk, barang campuran, alat dapur,
buah buahan, telur, dan lain sebagainya.
c. Bentuk sarana dagang berupa gelaran/ tikar alas digunakan oleh PKL
informan. Bentuk sarana dagang ini berupa alas dari tikar, plastik, atau
karung yang digunakan untuk menggelar dagangan atau berupa meja
dasaran. PKL yang menggunakan bentuk sarana dagang ini diantaranya
adalah PKL yang menjual rempah- rempah, tekstil, jagung, dan lain
sebagainya.
d. Bentuk sarana dagang lainnya adalah berupa mobil. Jenis mobil yang
digunakan untuk sarana dagang ini yaitu jenis pick up tanpa tenda ataupun
atap, PKL informan untuk sarana dagang ini menjual jenis dagangan berupa
sayur- sayuran dan buah- buahan.

Berikut merupakan gambar yang peneliti dokumentasikan mengenai sarana


dagang yang digunakan pedagang kaki lima di pasar inpres manonda kota palu,
seperti yang terlihat pada gambar yang ditampilkan bahwa PKL menggunakan
bentuk sarana dagang sesuai kebutuhan dan modal yang dibutuhkan untuk
aktivitas dagang masing- masing tergantung jenis dagangan yang ditekuni
masing- masing PKL tersebut.
66

Gambar 4.1 Bentuk- bentuk sarana dagang PKL di Pasar Inpres


Manonda Kota Palu

Sumber data primer Peneliti, 2020

Wawancara diatas nampak bahwa informan PKL lebih banyak


menggunakan bentuk sarana dagang tikar alas untuk melakukan aktivitas usaha
dagang mereka. Hal ini menunjukan bentuk sarana dagang tikar alas merupakan
bentuk sarana dagang yang paling banyak digunakan oleh informan PKL di pasar
inpres manonda, yaitu tikar alas bentuk sarana ini berupa karung, terpal, atau
wadah plastik sebagai tempat PKL menyimpan barang dagang dan dilengkapi
dengan kursi plastik untuk pedagang duduk.
Sarana dagang tidak dilengkapi atap atau pelindung yang terbuat dari
plastik, terpal, atau bahan lainnya yang tidak tembus air ataupun sinar matahari.
Informan PKL yang menggunakan bentuk sarana dagang tikar alas ini pada
umumnya adalah PKL yang menjual bahan makanan mentah atau belum diproses
diantaranya; rempah- rempah, sayur- sayuran, lauk pauk, dan buah- buahan.
C. Lama waktu aktivitas PKL
Lama waktu aktivitas pedagang kaki lima merupakan interval yang
digunakan untuk aktivitas usaha pedagang kaki lima di pasar inpres manonda baik
itu berupa interval yang panjang ataupun singkat dengan karakteristik tertentu.
Informan PKL pertama dalam karakteristik aktivitas usaha PKL lama waktu
aktivitas PKL adalah Ibu Nur Jaya (49 tahun) pedagang makanan mentah atau
belum diproses mengatakan:

“ Saya jualan mulai jam 03.00 pagi, sebelum jam 08.00 pagi sudah habis
biasanya karena yang beli penjual sayur yang keliling pake motor, kalau
ambil pagi sekali soalnya mereka juga mau jual ulang, mereka kalau beli
67

sama saya, makanya sebelum jam 08.00 pagi biasanya jualanku sudah habis,
sebelum petugas satpol pp datang menertibkan, saya sudah bersih- bersih,
beres- beres, siap- siap pulang”
Pedagang kaki lima memulai aktivitas dagang mereka sejak pukul 03.00
pagi, hal ini dilakukan karena PKL sudah memiliki pelanggan tetap yang
mendorong mereka berdagang p ada waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan
pedagang lain yaitu pedagang sayur yang berkeliling dari rumah ke rumah
menggunakan motor, pedagang keliling ini yang selalu membeli ke pedagang kaki
lima kemudian sisanya akan didagangkan kembali ke pembeli yang membutuhkan
sedikit untuk keperluan sehari- hari hingga pukul 08.00 pagi setelahnya PKL
langsung membereskan perlengkapan dagang dan membersihkan tempat untuk
berdagang sehingga ketika satuan polisi pamong praja menertibkan pedagang kaki
lima, mereka sudah selesai berjualan dan sudah membersihkan tempat yang telah
digunakan untuk berdagang.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Ibu Harini (39 tahun)
pedagang buah- buahan mengatakan:

“ Saya jualan mulai jam 06.00 pagi, sampai jam 08.00 tapi, kalau belum
habis tetap berjualan, bekas yang tadi berjualan kami bersihkan terus kami
ba pinggir di depan ruko orang, minta izin jadi kalau begini kami pulang
jam 17.00 sore, kami tidak bayar jualan didepan ruko, hanya kalau sudah
selesai ba jual kami bersihkan depan ruko terus sampahnya kami buang jadi
senang juga yang punya ruko, diizinkan lagi kami ba jual”
Pedagang kaki lima tersebut melakukan aktivitasnya dimulai pada pukul
06.00 pagi sampai dagangannya habis pada pukul 17.00 sore, meskipun satuan
polisi pamong praja menertibkan mereka tidak menyelesaikan aktivitas usaha
dagang, akan tetapi mereka menyingkir dari area yang dilarang satuan polisi
pamong praja kemudian mereka berjualan didepan ruko milik pedagang lain
dengan izin pemilik ruko tersebut, mereka tidak dimintai biaya pemilik ruko
sebagai distribusi tempat atau kebersihan dan lain sebagainya, akan tetapi untuk
menghargai pemilik ruko pedagang kaki lima membersihkan tempat setelah
berjualan begitupun dengan sampahnya.
68

Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Ibu Corah (40 tahun)
pedagang makanan siap saji atau sudah diproses mengatakan:

“ Saya ba jual mulai jam 07 .00 pagi, sampai jam 12 .00 tapi, kalau belum
habis tetap berjualan, kita minggir kepinggir depan ruko, bekas ba jual
dikasih bersih sampahnya juga, supaya pas satpol pp keliling ba periksa
tidak marah- marah lagi karena kita sudah minggir sendiri sebelum mereka
datang, sudah kita bersihkan juga tempat habis ba jual”
Pedagang kaki lima tersebut melakukan aktivitasnya dimulai pada pukul
07.00 pagi hingga pukul 12.00 siang, meskipun satuan polisi pamong praja
berkeliling untuk menertibkan, mereka tidak menyelesaikan aktivitas usaha
dagang, akan tetapi mereka menyingkir dari area yang dilarang satuan polisi
pamong praja kemudian mereka berdagang didepan ruko milik pedagang lain
dengan izin pemilik ruko tersebut, mereka berpindah tempat berdagang secara
otomatis sebelum satuan polisi pamong praja datang untuk menertibkan pedagang
kaki lima, sebelum berpindah tempat berdagang dari tempat awal pedagang kaki
lima sudah membersihkan tempat yang telah mereka gunakan untuk berdagang
terlebih dahulu.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Bapak Sahar (34
tahun) pedagang bunga mengatakan:

“ Saya menjual pagi jam 08.00 tapi pas ada satpol pp kami disuruh untuk
tidak jualan disini katanya menganggu jadi kami pergi, satpol pp bilang
jangan menjual hari senin-rabu jadi kami ambil jam kalau tidak ada satpol
pp, hari kalau tidak ada satpol pp biasanya kami bebas hari kamis pagi
sampai jum’at sore kami ambil waktu untuk jualan”
Pada awalnya pedagang tersebut memilih melakukan aktivitas dagang mulai
jam 08.00 pagi sampai 17.00 sore disetiap harinya namun dikarenakan adanya
satpol pp sebagai petugas penertib maka pedagang tersebut memiliki jadwal
sendiri untuk berdagang dimana satpol pp tidak melaksanakan tugasnya sebagai
penertib yaitu hari kamis dan jum’at yang dimulai pagi hingga sore hari.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Ibu Rukiah (40
tahun) pedagang makanan siap saji atau sudah diproses mengatakan:
69

“ Saya menjual kue hari- hari dari pagi jam 06.00 sampai habis jualan ku
tergantung biasanya jam 08.00, biasa juga jam 10.00 saya baru pulang. Saya
jualan dipinggir jalan, kalau ada satpol pp baru saya biasanya keliling pasar
atau masuk kedalam pasar, ada suamiku juga yang bantu- bantu saya nanti
kalau sudah tidak ada satpol pp baru kita jualan lagi ditempat biasa”
Berdasarkan dari hasil observasi yang didapatkan dilapangan mengenai
karakteristik aktivitas usaha PKL yang dilakukan oleh Peneliti termasuk lama
waktu aktivitas pedagang kaki lima, adapun lama waktu aktivitas usaha dagang
yang digunakan oleh Pedagang kaki lima di pasar inpres manonda beraneka
ragam, diantaranya; dimulai pada pukul 03.00 - 08.00 pagi, 05.30 - 12.00 siang,
07.00 - 17.00 sore, dan 06.00 - 10.00 pagi.
Wawancara diatas nampak bahwa lama waktu aktivitas usaha dagang yang
digunakan oleh Pedagang kaki lima di pasar inpres manonda informan PKL ± 5
jam/ hari untuk melakukan aktivitas usaha dagang mereka walaupun waktu untuk
memulai dan mengakhiri aktivitas usaha dagang mereka berbeda- beda. Hal ini
menunjukan lama waktu aktivitas usaha dagang yang paling dominan atau banyak
dipilih oleh informan PKL di pasar inpres manonda, yaitu aktivitas dagang yang
dimulai pada pagi hari pola aktivitas ini menyesuaikan terhadap irama dari ciri
pelanggan dari informan PKL.

4.3.2 Aktivitas PKL dalam Pemanfaatan Ruang di Pasar Inpres Manonda


1. Lokasi aktivitas PKL
Lokasi aktivitas PKL merupakan tempat dimana pedagang kaki lima
melakukan aktivitas dagang mereka baik itu menggunakan ruang publik maupun
ruang privat. Informan pkl pertama dalam pemanfaatan ruang di pasar inpres
manonda dalam hal lokasi aktivitas PKL adalah Ibu Rode (51 tahun) pedagang
rempah- rempah mengatakan:

“ Saya ba jual di pasar inpres karena besar tempatnya, masih kosong belum
ada yang tempati, dekat juga dengan rumahku kalau naik motor hanya
sekitar 5 menit kalau tempat lain sempit sudah rame yang ba jual seperti di
jalan cempedak itu sudah padat orang jadi saya pilih di pasar inpres saja
yang masih luas”
70

Pedagang kaki lima memilih lokasi aktivitas dagang mereka di pasar inpres
manonda dikarenakan dekat dengan rumah mereka, selain itu pasar inpres
memiliki tempat yang luas dalam hal ruang publik bukan tempat yang
diperuntukan khusus bagi pedagang kaki lima dan belum ada yang menempati
lokasi yang mereka tempati saat ini, untuk itu mereka mengisi tempat tersebut,
meskipun harus bertentangan dengan peraturan pemerintah kota palu dan
mendapatkan teguran setiap hari dari satuan polisi pamong praja.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Ibu Nur Jaya (49
tahun) pedagang makanan mentah atau belum diproses mengatakan:

“ Saya menjual disini karena disini banyak pembelinya dan memang begitu
karena ini kan pasar jadi wajar, baru luas juga tempatnya, rumah dekat dari
sini kita hanya jalan kaki saja sekalian olahraga”
Pedagang tersebut memilih lokasi dagang di pasar inpres manonda karena
tempat ini merupakan pusat transaksi jual beli antara pedagang dan pembeli
sehingga besar peluang untuk menghabiskan barang dagangan selain itu, lokasi ini
cukup luas karena terdapat fasilitas atau ruang yang diperuntukan bagi publik
yang pedagang bisa gunakan diantaranya; trotoar, pinggir jalan, dan area atau
tempat parkir yang kondisinya sangat baik sehingga menarik minat pedagang kaki
lima untuk menjadikan ruang publik tersebut sebagai lokasi dagang mereka.
Pernyataan lain juga diungkapkan informan PKL oleh Bapak Moh. Ilham
(24 tahun) pedagang campuran mengatakan:

“ Saya jualan disini karena tempatnya luas baru banyak pembeli jadi
otomatis lebih laku dari pada ditempat lain, atau kita jualan didalam pasar,
kalau tidak disini kayak di jalan cempedak begitu sempit tempatanya”
Pedagang tersebut memilih pasar inpres manonda sebagai lokasi dagang
karena pedagang ingin mendekatkan barang dagangannya dengan pembeli dimana
lokasi ini merupakan pusat aktivitas ekonomi dengan lokasi yang cukup luas
meskipun hal tersebut tidak diperuntukan khusus bagi pedagang kaki lima akan
tetapi demi mendekatkan komoditas dengan pengguna jasa mereka.
71

2. Status, jenis, dan luas ruang aktivitas PKL


Status ruang aktivitas PKL merupakan keadaan tempat pedagang kaki lima
melakukan aktivitas dagang antara penjual dan pembeli mekipun ruang tersebut
tidak khusus diperuntukan untuk mereka atau biasa disebut ruang publik.
Informan pkl pertama dalam pemanfaatan ruang di pasar inpres manonda dalam
hal status ruang aktivitas PKL adalah Ibu Rode (51 tahun) pedagang rempah-
rempah mengatakan:

“ Saya ba jual di pinggir jalan ini dari pagi sekitar jam 05.30, pembeli
orang- orang yang biasa beli sudah ba tandai tempat ba jual, Cuma kalau
sudah jam 08.00 atau jam 09.00 sudah ba keliling satpol pp sudah ba pinggir
kita ke rukonya orang kadang diizinkan juga tapi kalau ada ruko yang tidak
ba kasih kita pulang sudah, tidak hari- hari juga mereka keliling, kadang
keliling kadang tidak”
Pedagang kaki lima berdagang menggunakan lokasi atau tempat berdagang
dengan status ruang publik yaitu pinggir jalan pada pagi hari sebelum satuan
polisi pamong praja berkeliling untuk menertibkan pedagang kaki lima dari ruang
publik kemudian berpindah ke ruang pribadi, akan tetapi atau Berdasarkan status
ruang yang digunakan informan PKL nampak bahwa informan PKL cenderung
memanfaatkan ruang- ruang yang tersedia, baik itu merupakan ruang publik,
maupun ruang privat. Ruang publik yang digunakan antara lain trotoar, pinggir
jalan, dan lahan parkir. Sedangkan ruang privat yang digunakan adalah teras
rumah/toko.
Jenis ruang aktivitas PKL merupakan keadaan tempat berdagang bagi
pedagang kaki lima yang mempunyai ciri khusus, diantaranya bercirikan pada hal
penggunaan atau kepemilikan tempat yang digunakan pedagang kaki lima baik
tempat itu untuk digunakan dan milik umum atau pribadi. Informan pkl pertama
dalam pemanfaatan ruang di pasar inpres manonda dalam hal jenis ruang aktivitas
PKL adalah Ibu Nur Jaya (49 tahun) pedagang makanan mentah atau belum
diproses mengatakan:

“ Saya jualan dipinggir jalan karena saya hanya melayani pembeli yang
akan menjual kembali jadi tidak lama jualan jadi tidak usah masuk dipinggir
jalan saja sebelum datang petugas satpol pp kita sudah selesai jualan jagung
72

karena ada pelangan tetap juga seperti penjual sayur dan penjual makanan
(binte) jadi cepat habis jualan”
Pedagang kaki lima memilih berdagang dipinggir jalan dengan alasan pada
saat berdagang merupakan waktu dimana satuan polisi pamong praja belum
melakukan tugas mereka untuk menertibkan pedagang kaki lima dari lokasi atau
tempat berdagang mereka, adapun lokasi atau tempat yang mereka gunakan untuk
berdagang yaitu pinggir jalan yang mana tempat ini merupakan jenis ruang publik
yang dalam hal penggunaanya dan diperuntukan untuk publik bukan dikhususkan
untuk pedagang kaki lima.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Bapak Moh. Ilham
(24 tahun) pedagang barang campuran (peralatan yang digunakan sehari- hari)
mengatakan:

“ Saya jualan disini (area parkir) karena depannya toko tante saya, jadi tante
saya perbolehkan saya jualan disini, kalau orang lain mungkin tidak boleh
jualan disini tapi kurang tahu juga, karena setau ku saya yang selalu jualan
disini tidak pernah ada orang lain”
Pedagang kaki lima memilih berdagang di lahan atau area parkir
dikarenakan ruko depan tempat berdagang adalah milik saudaranya, namun begitu
tempat atau lokasi berjual merupakan jenis ruang publik bukan jenis ruang privat
karena batas ruang privat sebatas ruko yang dimiliki pedagang tersebut tidak lebih
atau menyebrangi trotoar hingga ke lahan atau area parkir.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Ibu Rohimah (45
tahun) pedagang makanan mentah atau belum diproses mengatakan:

“ Saya ba jual didepan ruko nya aji ini sejak awal ba jual buah ini, sudah ada
mungkin mau 15 tahun, alhamdulillah tidak disuruh bayar, dengan teman
teman semua disini sama kita ba jual buah, orang sudah tahu tempatnya kita
jadi gampang juga dicari jadi gampang mereka belanja, tidak masuk
kedalam pasar lagi”
Pedagang kaki lima memilih berjualan didepan ruko karena berkumpul
dengan teman- teman yang memiliki dagangan yang sama, selain itu mereka
merasa pembeli mudah menemukan mereka karena berada ditempat yang strategis
menurut pedagang kaki lima, dan mereka tidak akan merasa khawatir dikarenakan
73

penertiban yang dilakukan oleh satuan polisi pamong praja karena mereka
menggunakan ruang privat, adapun lokasi atau tempat yang mereka gunakan
untuk berdagang merupakan jenis ruang privat yaitu depan ruko, mereka tidak
menggunakan ruang publik diantaranya trotoar, pinggir jalan, atau lahan atau area
parkir.
Luas ruang aktivitas PKL merupakan besaran tempat yang digunakan
pedagang kaki lima untuk melakukan aktivitas ekonomi atau berdagang di pasar
inpres manonda. Informan anggota bidang ketertiban dan keamanan di pasar
inpres manonda oleh Pak Syarifuddin (46 thn) mengatakan:

“ Luas tempat atau lokasi yang pedagang pakai untuk menjual sekitaran 1
meter x 1 meter atau 1 meter x 2 meter atau mungkin sesuai yang mereka
jual, karena mereka menjual pakai nampan atau karung dialas begitu saja”
Pedagang kaki lima di pasar inpres manonda menggunakan ruang atau
tempat berdagang sesuai dengan jenis dagangan diantaranya; makanan, barang
campuran, atau bunga dan sarana dagang yang digunakan pedagang tersebut
diantaranya; gerobak beratap, kereta dorong, tikar alas, dan mobil pick up.
Adapun luas lokasi yang mereka gunakan diantaranya 1 meter x 1 meter atau 1
meter x 2 meter ataupun selain ukuran yang telah diungkapkan, apabila sarana
dagang mereka tikar alas dengan komoditas sedikit otomatis luas tempat atau
lokasi yang dibutuhkan akan berbeda dengan sarana dagang pick up dengan
jumlah komoditas lebih banyak hal tersebut diungkapkan oleh anggota bidang
ketertiban dan keamanan di pasar inpres manonda.
Berikut merupakan gambar yang peneliti dokumentasikan mengenai jenis
ruang yang digunakan PKL untuk aktivitas usaha dagang di pasar inpres manonda
kota palu yang mana terbagi atas dua jenis ruang diantaranya milik umum dan
privat atau pribadi. Tidak jarang dari PKL menggunakan jenis ruang privat atau
pribadi yaitu depan los pedagang sah pasar inpres manonda kota palu untuk
melakukan aktivitas usaha dagang mereka dengan izin pemilik los tersebut,
namun kebanyakan dari mereka menggunakan jenis ruang umum yaitu fasilitas
yang diperuntukan bagi publik untuk mendukung aktivitas usaha dagang mereka,
diantaranya; bahu jalan, area parkir, trotoar, dan lain sebagainya.
74

Gambar 4.2 Jenis ruang aktivitas usaha dagang PKL di Pasar Inpres
Manonda Kota Palu

Sumber data primer Peneliti, 2020

4.3.3 Faktor- Faktor Resistensi PKL


Resistensi yang dilakukan oleh pedagang kaki lima memiliki faktor- faktor
yang melatarbelakangi dari sikap tersebut baik faktor internal diantaranya
perekonomian keluarga, latar belakang pendidikan, maupun faktor eksternal
diantaranya pedagang kaki lima dalam memilih lokasi atau tempat yang menurut
mereka strategis bertujuan untuk mendekatkan komoditi dengan pembeli dengan
berbagai alasan, apakah tempat tersebut dipilih pedagang kaki lima karena
menyebabkan pendapatan meningkat dari yang sebelumnya, atau mudah
dijangkau pembeli karena sudah memiliki pelanggan tetap, selain itu memberikan
keuntungan maksimal setiap harinya. Informan pkl pertama dalam bentuk- bentuk
resistensi PKL adalah Ibu Nur Jaya (49 tahun) pedagang makanan mentah atau
belum diproses mengatakan:

“ Kalau menjual di trotoar terlalu sempit karena orang lewat kesana kemari,
sudah ada penjual jagung juga ba jual disitu jadi saya menjual dipinggir
jalan, depan ruko ini bagus luas juga, tidak pindah- pindah karena
pelangganku ingat tempatku disini”
Pedagang kaki lima memilih berdagang dipinggir jalan, karena merasa
tempat atau lokasi tersebut sesuai dengan banyak dan jenis komoditas yang
ditawarkan kepada pembeli selain itu pembeli atau pelanggan tetap pedagang
75

tersebut sudah mengenali tempat atau lokasi berdagangnya, sehingga


memudahkan untuk pembeli menemukan tempat atau lokasi pedagang langganan
mereka, mudah dijangkau oleh pembeli selain pelanggan, hal tersebut akan
membantu pedagang kaki lima dalam memperoleh keuntungan yang maksimal
atau menambah penghasilann mereka setiap harinya.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Bapak Moh. Ilham
(24 tahun) mengatakan:

“ Saya walaupun dilarang petugas tetap ba jual kan hanya cari- cari waktu
kalau tidak ada dorang, kalau orang kerja kantoran walaupun wabah covid-
19 hanya dari rumah tidak ke kantor tetap dapat uang kan tapi kalau kita ini
pedagang kalau tidak ba jual tidak dapat uang jadi mau tidak mau harus
tetap ba jual supaya ada pemasukan”
Pedagang tersebut memilih tetap berdagang walaupun sering dihimbau
petugas pasar dan ditertibkan petugas satuan polisi pamong praja dikarenakan
menjadi pedagang kaki lima merupakan satu- satunya mata pencarian yang
menjadi sumber ekonomi keluarga apabila pedagang tersebut tidak berdagang
maka tidak ada pula pemasukan untuk keluarganya maka walaupun dengan cara
sembunyi- sembunyi dengan petugas pasar dan satpol pp pedagang tersebut tetap
melakukan aktivitas dagangnya
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Ibu Corah (40 tahun)
pedagang makanan siap saji atau sudah diproses mengatakan:

“ Saya jualan ini dari awal saya pindah ke kota palu dan saya bisa buat
kapurung, buras, bubur manado jadi ini bisa jadi pekerjaan sesuai juga dengan
modal saya, apalagi saya hanya tamatan sd kan jadi susah juga kalau mau cari –
cari pekerjaan bagus dikota begini”
Pedagang tersebut memilih berdagang karena melihat dari latar belakang
pendidikannya tidak memungkinkan untuk mencari pekerjaan yang cukup
menjamin seperti pegawai kantoran selain itu apa yang ditawarkan oleh pedagang
tersebut dapat diterima oleh pengguna jasa mereka maka pedagang tersebut tetap
mempertahankan jenis komoditi yang didagangkan.
Ungkapan lain pun dikatakan Informan PKL oleh Ibu Rode (51 tahun)
pedagang rempah- rempah mengatakan:
76

“ Tidak menghalangi karena memang begitu kerjanya mereka, malahan


bagus pas mereka buat begini pasar jadi bersih, teratur, tidak bau busuk lagi
soalnya dulu busuk sekali sampah dimana-mana, menumpuk, jadi kotor,
tidak teratur. Kalau sekarang sudah bersih sudah enak juga kami menjual,
tidak busuk lagi, sudah rapi, kelihatan tambah luas, cuma harusnya mereka
tata lagi ini pasar, mereka satukan jualannya, kami ini mau masuk kedalam
pasar tapi harus mereka larang yang diruko tidak boleh menjual sayur atau
rempah begini, supaya pembeli masuk kedalam membeli sama kami jadi
laku jualannya kami, kalau mereka tidak buat begitu tidak ada pembeli yang
masuk kedalam pasar, hanya membeli diruko saja soalnya diruko ada
barukan dekat jadinya tidak laku juga jualannya kami”
Pedagang tersebut memiliki harapan atau meminta kepada pemerintah, agar
pemerintah lebih menata pasar dengan mengelompokan pedagang dan penataan
tempat dagang dengan komoditas yang sejenis, serta melarang pedagang
mencapur komoditas dagangannya agar peluang mereka pun lebih terbuka untuk
menawarkan barang dagangan kepada pembeli sehingga mereka tidak perlu
melanggar peraturan pemerintah untuk melakukan aktivitas usaha dagang diruang
publik yaitu, pinggir jalan, trotoar, dan area parkir yang mana tempat ini tidak
diperuntukan untuk mereka namun sebaliknya di tempat- tempat tersebut dilarang
untuk digunakan secara pribadi.
Berikut merupakan gambar hasil dokumentasi peneliti mengenai faktor yang
mendukung serta jadi pendorong bagi pedagang kaki lima untuk melakukan
resistensi terhadap regulasi pemerintah kota palu yaitu dilarang melakukan
aktivitas usaha dagang menggunakan ruang- ruang publik diantaranya; trotoar,
bahu jalan, area parkir, dan lain sebagainya salah satunya karena PKL merasa
dengan menggunakan ruang publik yang intensitas kunjungan lebih tinggi dalam
artian ramai dibanding menjajakan barang dagangan didalam pasar. Seperti yang
terlihat pada gambar berikut, yang dapat menggambarkan fakta dilapangan
pembeli lebih memilih menggunakan jasa PKL untuk memenuhi kebutuhan harian
mereka, tersedia lebih dekat dan lengkap dibanding mereka harus masuk kedalam
pasar dengan jalan kaki, kemudian berkeliling untuk mencari kebutuhan mereka
didalam pasar, hal tersebut cukup menyita waktu mereka.
77

Gambar 4.3 Faktor resistensi PKL di Pasar Inpres Manonda terhadap


regulasi Pemerintah Kota Palu

Sumber data primer Peneliti, 2020

4.3.4 Bentuk- Bentuk Resistensi PKL


Perilaku atau sikap pedagang kaki lima yang tidak mematuhi himbauan
petugas pasar dan penertiban satuan polisi pamong praja merupakan sikap
perlawanan atau resistensi dari apa yang telah diatur oleh pemerintah. Adapun
bentuk resistensi diantaranya perilaku pedagang kaki lima dalam menggunakan
penggunaan tempat usaha merupakan sikap atau perlakuan dalam menggunakan
tempat usaha mereka. Pedagang kaki lima dalam memanfaatkan tempat atau
lokasi berdagang mereka diantaranya dititipkan dilokasi/ tempat sekitar dan
ditinggal dilokasi atau tempat. Informan pkl dalam bentuk- bentuk resistensi
pedagang kaki lima di pasar inpres manonda oleh Ibu Nur Jaya (49 tahun)
pedagang makanan mentah atau belum diproses mengatakan:

” Barang yang mau saya jual, biasanya hanya saya titip di luar ruko yang
saya jadikan tempat menjual tidak saya bawa pulang, jadi kalau saya beli
dari petani saya suruh simpan ditempat itu terus, jadi mau menjual tinggal
bongkar karena barang sudah ditempat menjual”
Perilaku pedagang kaki lima seperti ungkapan informan pkl diatas yaitu
dalam menggunakan tempat usaha pedagang tersebut tidak membawa pulang
78

barang dagangan mereka akan tetapi mereka tinggalkan ditempat mereka


berdagang, karena mungkin sebagian dari mereka membeli barang dagangan
sebelum mereka berdagang jadi mereka tidak perlu membawa pulang barang
dagangan tersebut dan membawanya kembali ke pasar inpres manonda ketika
hendak berdagang.
Pedagang seperti yang diungkapkan pada pernyataan diatas biasanya
menggunakan sarana dagang tikar alas karena target penjualan mereka habis
dalam waktu sehari, jika yang menggunakan kereta dorong diantaranya penjual
barang campuran harian atau peralatan di dapur mereka akan membawa pulang
barang dagangan nya karena tidak akan habis dalam waktu sehari.
Perilaku ini merupakan bentuk perlawanan PKL terhadap peraturan atau
ketentuan pemerintah serta petugas dimana mereka yang bertugas menjaga
kebersihan serta ketertiban pasar dari pelanggar- pelanggar seperti ini meskipun
tidak ada pedagangnya, akan tetapi dengan meninggalkan barang dagangan
ditempat maka kebersihan dan ketertiban pasar akan berkurang.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan PKL oleh Ibu Rukiah (40
tahun) pedagang makanan masak atau sudah diproses mengatakan:

“ Kalau petugas satpol pp datang menertibkan saya keliling tidak menetap


begini, bagus pemasukan kalau ba jual diluar ini karena kalau di dalam
kurang pemasukan lama laku daripada diluar, tapi kalau datang pol pp
menghalangi terpaksa masuk lagi kita menjual didalam nanti kalau sudah
tidak ada mereka baru keluar lagi”
Pedagang kaki lima mengungkapkan kalau petugas membatasi aktivitas
usaha dagang karena apabila ada petugas satuan polisi pamong praja mereka harus
masuk kedalam pasar atau pura- pura untuk tidak menetap disalah satu tempat
atau lokasi diantaranya area atau lahan parkir, trotoar, dan pinggir jalan untuk itu
pedagang kaki lima memilih berkeliling disekitaran pasar ataupun masuk kedalam
pasar untuk menghindari petugas dan kembali keluar saat petugas tidak lagi
menertibkan, menghimbau, serta berjaga.
Pedagang kaki lima menilai bahwa petugas satuan polisi pamong praja
menganggu aktivitas usaha dagang mereka, karena apabila mereka mengarahkan
pedagang kaki lima untuk masuk berjualan kedalam pasar dagangan mereka akan
79

sulit laku dibanding berdagang diluar pasar, dengan begitu akan mempengaruhi
penghasilan atau keuntungan mereka pada saat itu.
Perilaku pedagang kaki lima tersebut merupakan bentuk resistensi terhadap
kebijaksanaan pemerintah dan menghambat pembangunan kota serta menghambat
kerja dari petugas pasar dan petugas satuan polisi pamong praja karena mereka
tidak bisa diajak untuk bekerja sama dalam menjaga kebersihan dan keindahan di
pasar inpres manonda kota palu.
Ungkapan lain pun dikatakan Informan PKL oleh Ibu Rode (51 tahun)
pedagang rempah- rempah mengatakan:

“ Tidak menghalangi karena memang begitu kerjanya mereka, malahan


bagus pas mereka buat begini pasar jadi bersih, teratur, tidak bau busuk lagi
soalnya dulu busuk sekali sampah dimana-mana, menumpuk, jadi kotor,
tidak teratur. Kalau sekarang sudah bersih sudah enak juga kami menjual,
tidak busuk lagi, sudah rapi, kelihatan tambah luas, cuma harusnya mereka
tata lagi ini pasar, mereka satukan jualannya, kami ini mau masuk kedalam
pasar tapi harus mereka larang yang diruko tidak boleh menjual sayur atau
rempah begini, supaya pembeli masuk kedalam membeli sama kami jadi
laku jualannya kami, kalau mereka tidak buat begitu tidak ada pembeli yang
masuk kedalam pasar, hanya membeli diruko saja soalnya diruko ada
barukan dekat jadinya tidak laku juga jualannya kami”
Pedagang kaki lima mendukung gerakan pemerintah yang diwakilkan oleh
satuan polisi pamong praja dalam penertiban wilayah pasar inpres manonda
agarpasar inpres manonda menjadi pasar yang rapi, bersih, dan tertata dengan
begitu pedagang kaki lima pun merasa tenang berdagang tidak risih lagi dengan
sampah maupun bau busuk karena tumpukan sampah dan wilayah pasar menjadi
lebih luas setelah tertata, mereka pun lebih memiliki rasa tanggung jawab yang
lebih untuk membersihkan tempat atau lokasi yang mereka gunakan untuk
melakukan aktivitas usaha dagang, sehingga setelah mereka berdagang sebelum
mereka telah mengumpul dan membuang sampah.
Seperti ungkapan pedagang tersebut yang mengerti dan menghargai usaha
pemerintah untuk ketertiban dan keindahan pasar, akan tetapi mereka tetap
melakukan aktivitas usaha dagang dengan cara melanggar aturan pemerintah yaitu
berdagang menggunakan lokasi atau ruang publik, karena pemerintah belum
80

memenuhi permintaan dari pedagang untuk menata serta mengelompokkan


pedagang sesuai dengan komoditas jenis dagang.
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan Pemerintah yaitu Satuan Polisi
Pamong Praja sebagai petugas penertib pedagang kaki lima di pasar inpres
manonda oleh Pak Dadang (54 tahun) Kepala regu 3 mengatakan:

“ Pedagang kaki lima ini awalnya kita tegur tapi kalau masih tetap tidak
mendengar kita tindaki sudah, mereka juga diberikan toleransi sebelum
waktu kita keliling jam 08.00 pagi boleh berjual tapi kalau sudah jam 08.00
sampai 17.30 sudah tidak boleh karena kita tertibkan sudah, diawasi di jaga
biar mereka tidak berjual lagi, malam pun biasa masih kita kontrol sampai
jam 21.00 saja, kalau kita tegur mereka kita arahkan kedalam pasar nanti
untuk penataan dengan penempatan mereka dalam pasar kami serahkan
kepada petugas pasar ”
Satuan polisi pamong praja sebagai petugas penertiban di pasar inpres
manonda memberikan toleransi kepada pedagang kaki lima walaupun hal tersebut
bukan merupakan izin secara legal untuk tetap bisa melakukan aktivitas usaha
dagang mereka sebelum pukul 08.00 pagi karena mulai dari pukul 08.00 pagi –
17.30 sore satuan polisi pamong praja menjaga, mengawasi, dan menertibkan
pedagang kaki lima di pasar inpres manonda, selain itu pada malam satuan polisi
pamong praja mengontrol sampai pukul 21.00.
Dalam penjagaan, pengawasan, dan penertiban satuan polisi pamong praja
menegur pedagang kaki lima untuk masuk dan berjualan di dalam pasar hal ini
dilakukan disekeliling luar pasar inpres manonda dan seberang jalan dari tempat
tersebut apabila terdapat pelanggar. Dalam peneguran kepada pedagang kaki lima
satuan polisi pamong praja memberikan solusi untuk masuk kedalam pasar, untuk
penempatan lokasi aktivitas usaha pedagang kaki lima tersebut diserahkan kepada
petugas pasar, himbauan dilakukan dengan tiga kali teguran kemudian setelahnya
merupakan penindakan khusus berupa penyitaan dan lain sebagainya.
Satuan polisi pamong praja memiliki jadwal kerja diantaranya, setiap hari
kerja walaupun hari libur karena pedagang terus berdagang setiap harinya, yang
dibagi dalam 3 regu dengan pergantian waktu kerja, tiap regu mendapatkan 10
81

hari kerja dalam sebulan, maka mereka tetap memiliki hari libur dengan
pergantian waktu kerja tersebut.
Pedagang kaki lima tetap melakukan aktivitas usaha dagang, mereka tetap
melanggar peraturan maupun kebijaksanaan dari pemerintah meskipun telah di
himbau oleh petugas pasar dan ditertibkan petugas satpol pp, dengan
kebijaksanaan tertentu bukan bentuk perizinan dagang secara legal pedagang di
izinkan berdagang sebelum jam kerja namun tidak sedikit yang melanggar dan
tetap melakukan aktivitas dagang diluar waktu- waktu yang telah disepakati
bersama hal ini merupakan bentuk perlawanan pedagang kaki lima terhadap
kebijaksanaan pemerintah yang menghambat kerja dari pemerintah kota dalam
membangun kota yang indah, bersih, dan tertib.
Berikut merupakan gambar hasil dokumentasi peneliti mengenai bentuk
resistensi PKL terhadap regulasi pemerintah yang sepenuhnya belum berjalan
dengan baik, adapun resistensi PKL seperti fakta yang peneliti dapati dilapangan
yaitu mereka tetap kembali berjualan meskipun sudah ditertibkan SatPol PP, dan
tidak ingin berdagang didalam pasar dengan alasan mengurangi pendapatan
karena pasar belum tertata sesuai jenis dagangan seperti harapan dari PKL.

Gambar 4.4 Bentuk resistensi PKL terhadap regulasi Pemerintah


Kota Palu

Sumber data primer Peneliti, 2020


82

4.3.5 Dampak- Dampak Resistensi PKL


Perilaku atau sikap melawan oleh pedagang kaki lima terhadap peraturan
pemerintah memiliki dampak- dampak tersendiri bagi masyarakat maupun
pemerintah baik dampak positif maupun negatif adapun dampak- dampak tersebut
diantaranya Informan masyarakat dalam dampak- dampak resistensi PKL oleh Ibu
Marwah (34 tahun) ibu rumah tangga mengatakan:

“ Belanja di pedagang kaki lima ini paling dekat dan praktis, biasa tidak
usah turun dari kendaraan, apalagi sudah ada semua dipinggir jalan, sayur,
bumbu, ikan juga ada”
Pembeli memilih menggunakan jasa aktivitas usaha pedagang kaki lima
karena merasa mudah dan dekat tidak perlu turun dari kendaraan hal ini pembeli
pilih karena mereka berbelanja dalam waktu singkat, baik pembeli yang
menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Hal inilah yang menjadi
salah satu pemicu macetnya lalu lintas dipasar inpres manonda, kemudian hampir
semua bahan yang pembeli perlukan sudah tersedia di pedagang kaki lima seperti
sayur- sayuran, rempah- rempah, beraneka ragam kue, dan berbagai lauk
(ayam,ikan, telur, tahu, dan tempe).
Pernyataan lain juga diungkapkan Informan masyarakat terhadap manfaat
keberadaan aktivitas PKL oleh Ibu Merni (65 tahun) pegawai mengatakan:

“ Belanja di pedagang kaki lima ini praktis karena tidak usah lagi parkir,
tidak keliling- keliling juga di dalam pasar, kalau mau belanja banyak, dekat
kendaraan dan bisa cepat”
Pembeli yang menggunakan jasa pedagang kaki lima menilai bahwa
aktivitas usaha dagang mereka membantu pembeli dalam berbelanja kebutuhan
baik jumlah banyak maupun sedikit pedagang kaki lima sudah cukup memenuhi
untuk itu pembeli bisa menghemat waktu, tenaga, juga biaya. Tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk berkeliling didalam pasar karena sudah
tersedia diluar pasar, tidak membawa belanjaan yang banyak dan berat, serta tidak
menyewa jasa pembawa barang atau bayar biaya parkir.
Informan masyarakat terhadap dampak negatif aktivitas PKL oleh Ibu Sri
Rusmia (27 tahun) ibu rumah tangga mengatakan:
83

” Mereka ini cukup menganggu karena mereka buat sempit jalan, jadinya
kita yang belanja jadi ikut terganggu juga karena harus hati-hati supaya
tidak disenggol motor atau mobil”
Pembeli merasa terhalangi dengan adanya aktivitas usaha pedagang kaki
lima, karena aktivitas usaha dagang yang mereka lakukan menggunakan ruang
publik yaitu jalan, trotoar, dan lahan atau area parkir sehingga tempat- tempat
tersebut menjadi sempit dengan adanya kendaraan yang lalu lalang, kendaraan
yang berada di lahan atau lokasi parkir, pembeli yang menggunakan trotoar
ditambah lagi dengan pedagang kaki lima yang menggunakan tempat- tempat
tersebut tanpa terkecuali sebagai lokasi aktivitas usaha dagang mereka.
Ungkapan yang lain pun dikatakan Informan Pemerintah yaitu Anggota
ketertiban dan keamanan di pasar inpres manonda sebagai petugas pasar oleh Pak
Syarifuddin (49 tahun) mengatakan:

“ Petugas pasar bagi kerja dengan pol pp, mereka penertib dan pengamanan
bagian luar pasar kalau kita bagian dalam pasar. Perda sudah di tempel
dilarang berjualan di badan jalan, trotoar, juga tempat parkir, walaupun
kami menertibkan dalam pasar tetap kami himbau pkl yang diemperan
tersebut cuma yang menindak adalah pol pp“
Petugas pasar sebagai anggota ketertiban dan keamanan di pasar inpres
manonda membagi tugas dengan satuan polisi pamong praja yang mana petugas
pasar menertibkan bagian dalam pasar, sedangkan satuan polisi pamong praja
menertibkan bagian luar pasar. Meskipun seperti itu petugas pasar tetap
menghimbau pedagang kaki lima yang berdagang di trotoar, pinggir jalan, dan
area atau lokasi parkir seperti peraturan daerah yang sudah mereka pasang di
depan kantor mereka.
Namun untuk penertiban pedagang kaki lima tersebut mereka serahkan
kepada satuan polisi pamong praja sebagai penindak pedagang kaki lima yang
melanggar kebijakan pemerintah. Pedagang kaki lima tetap melanggar kebijakan
pemerintah meskipun telah dihimbau petugas pasar mengenai larangan berdagang
menggunakan ruang publik, hingga petugas satpol pp datang untuk menertibkan
mereka sesuai dengan kesepakatan bersama antara dan petugas satuan polisi
pamong praja.
84

Berikut merupakan gambar hasil dokumentasi peneliti mengenai dampak


resistensi pedagang kaki lima di pasar inpres manonda kota palu, akibat adanya
resistensi PKL terhadap regulasi pemerintah kota maka ruang- ruang publik yang
berada diarea pasar inpres manonda kota palu menjadi sasaran PKL, salah satunya
trotoar seperti yang terlihat pada gambar dibawah, ruang publik ini menjadi
sempit karena PKL melakukan aktivitas usaha dagang diruang khusus pejalan
kaki sehingga antara, penggunana jasa PKL, PKL itu sendiri, dan pejalan kaki
harus berbagi ruang atau berhimpit- himpitan untuk menggunakan trotoar.

Gambar 4.5 Dampak resistensi PKL di Pasar Inpres Manonda


Kota Palu

Sumber data primer Peneliti, 2020


4.4 Pembahasan
Pedagang kaki lima merupakan pedagang yang usaha dagangnya memiliki
modal kecil dan berjualan menggunakan ruang publik dimana ruang ini tidak
difungsikan khusus bagi pedagang. Dalam pemilihan lokasi dagang yaitu dipasar
inpres manonda yang memiliki fungsi utama pendukung aktivitas masyarakat
seperti aktivitas pedagangan, permukiman, perkantoran, pendidikan dan aktivitas
sosial ekonomi lainnya.
85

Masyarakat yang bertujuan berbelanja, berdagang, akan mengunjungi lokasi


ini dan masyarakat yang bertujuan ke sekolah bekerja, atau aktivitas lainnya akan
melewati lokasi ini karena dekat dengan permukiman mereka. Kondisi tersebut
akan mempengaruhi perkembangan aktivitas sektor informal, diantaranya PKL.
Sebagaimana aktivitas perdagangan pada umumnya, aktivitas PKL juga
mempertimbangkan lokasi. Dalam rangka mendekatkan komoditi yang dijualnya
kepada konsumen tujuan, mereka akan beraktivitas di lokasi- lokasi strategis yang
memiliki tingkat kunjungan tinggi.
Pedagang kaki lima dalam aktivitas usaha dagangnya memiliki kriteria
tersendiri mulai dari aneka ragam komoditi atau jenis yang mereka tawarkan
kepada pengguna jasa mereka, bentuk sarana dagang yang mereka gunakan, serta
lama waktu aktivitas yang mereka butuhkan untuk berdagang
Dibandingkan dengan ruang privat, pedagang kaki lima jauh lebih dominan
menggunakan ruang publik yaitu pinggir jalan dibandingkan trotoar dan ruang
publik. Telah dijelaskan bahwa aktivitas PKL responden cenderung
memanfaatkan ruang- ruang publik yang tersedia, diantaranya trotoar, badan jalan,
dan lahan parkir, hanya sedikit PKL yang memanfaatkan ruang privat.
Pedagang kaki lima menggeluti sektor informal dilatarbelakangi pendidikan
mereka yang tidak mendukung mereka untuk mendapatkan pekerjaan dibidang
informal, perkenomian keluarga yang cukup terpenuhi dengan pekerjaan sektor
informal yang mereka geluti serta minat pengguna jasa PKL yang meresa
terpenuhi dengan jenis komoditi yang PKL tawarkan.
Petugas pemerintah yang tergabung antara petugas pasar dan satuan polisi
pamong praja memberikan toleransi dalam kebijakan akan tetapi pedagang kaki
lima tetap melakukan sikap perlawanan atau resistensi diantaranya perilaku
pedagang kaki lima dalam penggunaan lokasi atau tempat usaha yaitu
meninggalkan dagangannya dilokasi atau tempat kemudian ditutup dengan terpal,
berdagang diluar waktu yang telah disepakati.
Saat polisi pamong praja telah usai menghimbau atau menertibkan maka
pada saat itu pedagang kaki lima akan kembali berjualan di luar area pasar inpres
manonda, yaitu kembali ke pinggir jalan, dan kembali ke area atau lahan parkir
86

juga trotoar, ketempat dagang semula, pedagang kaki lima kembali menggunakan
ruang publik untuk melaksanakan aktivitas dagang mereka.
Penertiban satuan polisi pamong praja dinilai berdampak signifikan
terhadap penghasilan atau keuntungan pedagang kaki lima, apabila satpol pp
datang untuk menertibkan dan mengarahkan mereka untuk masuk dan berdagang
didalam pasar, maka dagangan mereka akan sulit terjual dibandingkan berdagang
diluar pasar, sehingga pkl tidak bisa memperoleh keuntungan yang maksimal.
Pedagang kaki lima memiliki harapan terhadap Pemerintah agar bisa menata
pasar inpres manonda dengan cara mengelompokan dan menempatkan pedagang
sesuai dengan jenis komoditas masing- masing apakah itu sayur- sayuran, buah-
buahan, rempah- rempah, lauk (ayam, ikan, daging sapi, tahu, tempe, dan telur),
pakaian, barang campuran, dan bunga. Serta melarang pedagang untuk menjual
beaneka ragam jenis komoditas pada satu tempat atau pedagang yang sama agar
memudahkan pedagang untuk menawarkan barang dagangan kepada pembeli
serta tidak tumpang tindih antara jenis komoditas pedagang satu dengan pedagang
lainnya.
Bentuk dari resistensi tersebut dirasakan diberbagai pihak masyarakat juga
pemerintah. Masyarakat cukup antusias menggunakan jasa pedagang kaki lima
dengan begitu mereka tidak perlu masuk kedalam pasar semua sudah tersedia,
baik dalam jumlah banyak maupun sedikit. Mereka bisa berbelanja dengan
mudah, dekat, menghemat waktu, tidak membawa belanjaan yang banyak dan
berat, serta tidak menyewa jasa pembawa barang atau bayar biaya parkir, pembeli
tidak perlu turun dari kendaraan apalagi mereka berbelanja dalam waktu singkat,
baik pembeli yang menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Disisi lain masyarakat cukup terganggu dengan adanya aktivitas usaha
dagang PKL karena kegiatan berbelanja pembeli terhalangi dan jalan menjadi
sempit sehingga kemacetan pun terjadi untuk itu pembeli harus lebih berhati- hati
agar tidak terserempet kendaraan roda dua atu empat.
Pemerintah menilai pedagang kaki lima menghambat usaha mereka dalam
dalam mewujudkan pasar inpres manonda yang bersih dan rapi sehingga
keberadaan aktivitas usaha pedagang kaki lima pun menghambat pembangunan
87

kota dan keindahan kota, meskipun begitu pemerintah memberikan toleransi


kepada pedagang kaki lima untuk menjalankan aktivitas usaha dagang mereka.
Toleransi yang diberikan pemerintah bukan bentuk perizinan yang legal
adapun kebijakan pemerintah terhadap pedagang kaki lima yaitu pedagang kaki
lima dizinkan melakukan aktivitas usaha dagang mereka sebelum pukul 08.00
pagi dengan ketentuan pkl membersihkan tempat aatau lokasi setelah berdagang,
pkl menjaga ketertiban ditempat berdagang, pkl menjaga kebersihan dan
keindahan kota, pkl tidak merusak dan mencemari kawasan dagang atau ruang
publik.
Sebagaimana kita ketahui, perencanaan kota yang formal dan cara cara
pembangunan kota selama ini belum memberikan ruang dan tempat yang efektif
bagi kegiatan sektor informal, dalam hal ini adalah PKL. Oleh karena itu maka
aktivitas PKL ini cenderung berada di ruang- ruang publik yang ramai dengan
tingkat intensitas kunjungan tinggi. Hal tersebut akhirnya menyebabkan
perubahan fungsi suatu ruang, yang semula sebagai ruang publik berubah menjadi
ruang aktivitas perdagangan sektor informal.
Hal tersebut bukan hanya merubah fungsi ruang tetapi menjadi alasan untuk
pedagang kaki lima melakukan sikap perlawanan atau resitensi, dalam hal ini
sebagai petugas pasar dan penertib pasar pun tidak bisa menyalahkan sepenuhnya
sikap pedagang kaki lima karena mereka pun memiliki han untuk itu petugas
satpol pp mengambil jalan untuk menengahi antara dinas perindustrian dan
perdagangan dan pedagang kaki lima sambil menunggu kesepakatan bersama agar
dapat mewujudkan peraturan yang disepakati dan dijalankan atau dipatuhi sama –
sama tanpa menguntungkan atau merugikan satu pihak mana pun.

4.5 Pedagang Kaki Lima Prespektif Ilmu Geografi


Hubungan sebab akibat antar manusia dengan lingkungan dan mengaitkan
faktor- faktor pengaruh didalamnya memerlukan pengembangan pendekatan
geografi sosial. Geografi sosial kedepannya diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan menjawab persoalan manusia dalam hubungan dengan lingkungan
alam dan lingkungan manusia yang semakin kompleks di muka bumi dengan
metode dan pendekatan geografi.
88

Salah satu pendekatan geografi yang digunakan pada penelitian ini


diantaranya pendekatan kelingkungan sebagai studi mengenai interaksi antara
organisme hidup dengan lingkungan yang disebut sebagai ekologi dalam suatu
ekosistem. Pendekatan ini merupakan analisis hubungan antar variabel manusia
dengan variabel lingkungan.
Pandangan dan telaah ekologi pada penelitian ini diarahkan pada hubungan
antara manusia dengan manusia itu sendiri sebagai makhluk hidup, dengan judul
penelitian “Resistensi Pedagang Kaki Lima di Pasar Manonda Inpres Kota Palu”.
penelitian ini berkaitan dengan materi geografi sosial, salah satu kajian ilmu
geografi adalah geografi sosial. Geografi sosial secara spesifik memiliki objek
kajian tentang tindakan manusia dengan segala kemampuan yang dimiliki untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan alamiah maupun
lingkungan manusia. Segala aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya merupakan pokok kajian geografi sosial.
Kontribusi penelitian ini dalam pembelajaran Geografi SMA/ MA kelas XII
yaitu berkaitan dengan materi “Wilayah dan Perwilayahan” materi ini
membahas mengenai perkembangan kota, struktur ruang, serta tata ruang kota
yang menjelaskan pembagian wilayah kota salah satunya wilayah kota suburban
yaitu area dekat intikota yang mencakup daerah penglaju yang penduduknya
bekerja di kota pada pagi hari dan sore harinya kembali ketempat tinggalnya,
melihat fakta dilapangan hal tersebut selaras dengan penjelasan suburban dimana
pedagang kaki lima mendekati area dekat intikota untuk melakukan aktivitas
usaha dagang sedang setelahnya mereka kembali ketempat tinggal yang cukup
jauh dari area intikota.
Dengan penjelasan tersebut maka peserta didik dapat mengetahui
pembagian serta penjelasan wilayah kota seperti yang terangkum pada
pembelajaran geografi yang menyajikan fenomena- fenomena alam. Sehingga
peserta didik dapat melihat contoh nyata pada lapangan sesuai pembelajaran yang
mereka dapatkan di ruang kelas. Selain berkontribusi pada pembelajaran Geografi
SMA/ MA kelas XII, penelitian ini juga berkontribusi pada pembelajaran IPS
SMP/ MTS kelas VIII dengan penjelasan sebagai berikut.
89

Kontribusi sosial dalam pembelajaran IPS SMP/ MTS kelas VIII yaitu
berkaitan dengan materi “Konflik dan Integrasi dalam Kehidupan Sosial”
materi ini membahas mengenai perbedaan sosial antara manusia satu dengan
manusia lainnya, sehingga melatarbelakangi konflik diantaranya perbedaan
kepentingan dan latar belakang kebudayaan, sehingga ketika melihat konflik
dilapangan peserta didik akan lebih memahami hal yang terjadi serta mereka
mampu mengetahui penyebabnya, seperti halnya pada penelitian ini terjadi
perbedaan kesepakatan dalam kebijakan yang diberlakukan pemerintah terhadap
pedagang kaki lima yang melatarbelakangi permasalahan pada penelitian ini.
Peserta didik dapat merealisasikan apa yang menjadi tujuan utama
pembelajaran IPS, memiliki potensi untuk peka terhadap masalah sosial yang
terjadi di masyarakat, seperti kemampuan dalam berfikir logis dan kritis untuk
memahami konsep dan prinsip yang berkaitan dengan interaksi sosial, pemenuhan
kebutuhan, dan perkembangan kebutuhan masyarakat untuk menciptakan kondisi
kehidupan yang lebih baik dan atau mengatasi masalah- masalah sosial sehari-
hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa kehidupan
masyarakat selai itu siswa diharapkan memiliki sikap mental positif terhadap
perbaikan segala ketimpangan yang terjadi
Pendidikan sangat berperan penting dalam hal meningkatkan ekonomi
masyarakat, oleh karena itu pendidikan menjadi hal yang sangat perlu
diperhatikan oleh pemerintah, guna untuk membantu masyarakat meningkatkan
wawasan agar mampu memperbaiki ataupun meningkatkan kehidupan ekonomi
dan kesejahteraan keluarga agar dapat melangsungkan hidupnya.
Pentingnya peranan pendidikan IPS dalam mengembangkan pengetahuan,
terutama yang berkaitan dengan wawasan mengenai geografi sosial sehingga
siswa sedari dini menjadi masyarakat memiliki wawasan untuk menggembangkan
nilai, sikap, dan keterampilan sosial agar siswa menjadi warga masyarakat, bangsa
dan negara Indonesia yang dapat berkontribusi untuk memperbaiki dan
menunjang ekonomi masyarakat yang mandiri dan lebih matang untuk
melangsungkan hidup yang lebih baik guna membangun bangsa Indonesia.
90

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan temuan- temuan penelitian diatas, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Perilaku pedagang kaki lima dalam pemanfaatan ruang kota di pasar inpres
manonda untuk aktivitas usaha dagang mereka, pedagang kaki lima tersebut
memilih memanfaatkan ruang publik diantaranya trotoar, pinggir jalan, dan
area atau lahan parkir untuk menjalankan aktivitas usaha dagang mereka
yang mana ruang tersebut memiliki tingkat intensitas kunjungan masyarakat
tinggi dan kemudahan pencapaian. Dalam pemilihan serta pemanfaatan
ruang di pasar inpres manonda pedagang kaki lima cenderung tidak
mempertimbangkan kepentingan, keamanan, dan kenyamanan pengguna
aktivitas lain di ruang yang sama akibatnya ada perubahan fungsi ruang
yang semula berfungsi sebagai ruang publik berubah menjadi ruang
aktivitas usaha dagang mereka sehingga munculnya lingkungan secara
visual nampak kotor dan tidak teratur.
2. Resistensi pedagang kaki lima terhadap pemerintah di pasar inpres manonda
kota palu dilatar belakangi oleh faktor internal latar belakang pendidikan
yang dimiliki tiap PKL, sulitnya perekonomian keluarga, dan faktor
eksternal tingginya minat pengguna jasa PKL, tidak idealnya peraturan yang
berlaku dipasar inpres manonda, serta tidak tersedianya lokasi khusus sektor
informal yang menimbulkan bentuk- bentuk sikap perlawanan atau
resistensi antara lain sebagai berikut;
a. Masuk kedalam pasar saat melihat satuan polisi pamong praja yang
menghimbau dan menertibkan namun keluar kembali ke pinggir jalan,
trotoar, dan area parkir bila satpol pp tidak lagi bertugas;
b. Menggunakan waktu untuk melakukan aktivitas usaha dagang diluar
ketentuan yang pemerintah toleransi;
91

c. Tetap berjualan diruang publik diantaranya trotoar, pinggir jalan, dan


area atau lahan parkir meski sudah dihimbau berupa teguran oleh petugas
pasar;
d. Menggunakan ruang privat (depan ruko pedagang) untuk menghindari
penertiban petugas satuan polisi pamong praja;
e. Perilaku mengenai cara penyimpanan sarana usaha dagang yang
digunakan yaitu meninggalkan sarana usaha dagang di lokasi.

Sikap perlawanan atau resistensi ini memberikan dampak kebeberapa pihak


masyarakat dan pemerintah baik bersifat positif maupun negatif, masyarakat
menyadari kemudahan sebagai pengguna jasa PKL dalam berbelanja juga
kesulitan karena sempitnya jalan selama berbelanja kebutuhan pengguna
jasa PKL, petugas penertib terbantu dengan kesepakat dan kerjasama PKL
dalam waktu aktivitas usaha dagang namun aktivitas usaha PKL
menghambat kerja pemerintah dalam pembangunan kota serta kerja petugas
pasar untuk mewujudkan kebersihan dan ketertiban di pasar inpres manonda
kota palu.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, yang kemudian diperoleh beberapa
kesimpulan sebagaimana yang telah disebut diatas, maka beberapa hal yang dapat
dikemukakan sebagai rekomendasi bagi masyarakat, pemerintah, dan PKL itu
sendiri berkaitan dengan aktivitas usaha dagang mereka adalah sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat, untuk tidak berbelanja secara langsung dari kendaraan
tanpa menertibkan kendaraan dengan rapi diarea atau lahan parkir
mengingat akan membuat kemacetan semakin parah;
2. Bagi PKL, agar mematuhi peraturan serta toleransi-toleransi yang diberikan
pemerintah seperti, lama waktu aktivitas usaha dagang; perilaku mengenai
cara penyimpanan sarana usaha dagang, penggunaan ruang privat saat
penertiban oleh petugas satuan polisi pamong praja, dan penggunaan ruang
publik ketika telah dihimbau oleh petugas pasar;
92

3. Bagi pemerintah, dengan adanya sisi positif dari keberadaan aktivitas PKL
yang dirasakan masyarakat, maka hal yang harus dilakukan oleh pihak
pengelola kota adalah:
a) Menekan atau mengurangi dampak negatif dari keberadaan aktivitas
sektor informal tersebut seperti pengaturan ruang bagi aktivitas usaha
dagang diruang- ruang publik bagi pkl dan bagi masyarakat pengguna
jasa pkl yang mana ruang tersebut memiliki tingkat kunjungan intensitas
tinggi;
b) Penyediaan ruang bagi aktivitas sektor informal khususnya pkl pada
ruang-ruang publik;
c) Pembuatan papan pengumuman atau spanduk mengenai peraturan-
peraturan beserta sanksi- sanksi tentang ketertiban pasar dalam
penggunaan atau pemanfaatan ruang publik area pasar agar menambah
wawasan para pedagang serta masyarakat sehingga dapat menekan atau
mengurangi pelanggaran- pelanggaran.

5.3 Usulan Studi Lanjut


Sehubungan dengan penelitian ini yang masih jauh dari kata sempurna,
maka diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjut berkaitan dengan pedagang
kaki lima yang merupakan aktivitas ekonomi yang cukup dominan diperkotaan
saat ini. Sehingga nantinya dapat menjadi sumbangan yang berharga dalam
mengelola dan menangani masalah pedagang kaki lima, baik di kota palu
khususnya maupun di perkotaan pada umumnya, peneliti mengemukakan
beberapa saran kelanjutan penelitian yaitu;
1. Penyebaran atau pola resistensi pedagang kaki lima di pasar inpres manonda
kota palu.
2. Mengevaluasi rencana tata ruang kota yang ada, dengan memasukan unsur
kegiatan perkembangan dan penyebaran lokasi aktivitas PKL.
3. Peranan PKL dalam perekonomian kota palu.
93

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Muhajir. 2017. Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Dalam


Pelaksanaan Ketentuan Penataan Ruang Di Kota Baubau Provinsi
Sulawesi Tengara. Institut Pemerintahan Dalam Negeri; Jakarta.
Ari Sulistiyo Budi. 2006. Kajian Lokasi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan
Prefensi Pedagang Kaki Lima Serta Presepsi Masyarakat Sekitar Di Kota
Pemalang. UNDIP; Semarang.
Aminah Oktavia Cahaya Ningrum. 2015. Analisis Pengamen Jalanan di Kota
Surakarta (Studi kasus Pengamen Jalanan di Kota Surakarta). Surakarta;
Jawa Tengah.
Berita Negara Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan Dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Kementrian Dalam Negeri; Indonesia.
Catur Purnomo. 2009. Analisis Perbedaan Karakteristik Pedagang Kaki Lima
Disekitar Stadion Manahan Sebelum dan Sesudah Relokasi Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta. UMS; Surakarta.
Dwi Septiana. 2011. Resistensi Pedagang Kaki Lima Terhadap Kebijakan
Pemerintah Kota Semarang ( Studi Kasus PKL di Jalan Kokrososno dan
Jalan Kartini Timur). UNNES; Semarang.
Fitrah. 2017. Implementasi Kebijakan Penertiban Pedagang Kreatif Lapangan Di
Kota Palu. UNTAD; Palu.
Giyarto. 2011. Dampak Yang Ditimbulkan Dengan Adanya Pedagang Kaki Lima
di Pasar Legi Kota Surakarta. UNS; Surakarta.
Hadi Sabari Yunus. 2016. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer.
PUSTAKA PELAJAR; Yogyakarta.
Hamat. 2013. Pembentukan Karakter Peserta Didik Melalui Penyelenggaraan
Kantin Kejujuran Sdn Negeri 3 Purwodadi Kecamatan Tambak Kabupaten
Banyumas. Banyumas; Jawa Tengah.
Iryana, Risky Kawasati. 2011. Teknik Pengumpulan Data Metode Kualitatif.
STAIN; Sorong.
94

Ismi Ulin Nafis. 2013. Pelaksanaan Pembelajaran Agama Islam Bagi


Penyandang Tuna Netra Di Balai Rehabilitas Sosial Distrasastra Pemalang
II. IAIN Walisongo; Jawa Tengah.
Kurnianto Fery Wibowo. 2011. Konsep Perencanaan Dan Perancangan
Penataan Kembali Pasar Umum Caruban Kabupaten Madiun. UNS;
Surakarta.
Lidia Anggreini. 2017. Penataan Pasar Tradisional di Kota Manado ( Studi di
Pasar Tradisional Bahu). FISIP UNSRAT; Manado.
_____________. 2018. Tinjauan Umum Tentang Penerapan Zonasi Pasar
Tradisional dan Pasar Modern. Makassar.
Muhammad Bachrul Azhari. 2016. Resistensi Pedagang Kaki Lima Liar
Terhadap Kebijakan Pemerintah Kota Semarang. FISIP UM; Semarang.
M. Soleh Pulungan. 2017. Perlindungan Hukum Dan Pembinaan Pedagang Kaki
Lima di Balikpapan. BPP Kutai Kartanegara; Kalimantan Timur.
Muhar Junef. 2017. Penegakan Hukum Dalam Rangka Penataan Ruang Guna
Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan. BPPH dan HAM; Kuningan.
Nina Nurdiani. 2014. Teknik Sampling Snowball Dalam Penelitian Lapangan.
Universitas Binus; Jakarta Barat.
Peraturan Daerah. 2019. Perubahan atas peraturan daerah nomor 3 tahun 2012
tentang pembinaan dan penertiban Pedagang Kreatif Lapangan. Sekertariat
Daerah Bagian Hukum; Palu.
Profil Kelurahan. 2017. Profil Kelurahan Kamonji 2017. Kantor Kelurahan
Kamonji; Palu.
Sonia Imadatul Millati. 2018. Motivasi Belajar Mahasiswa Yang Masih Aktif
Berkuliah Setelah Menikah. UMG; Gresik.
Steward Rahantoknam. 2015. Pemanfaatan Ruang Para Pedagang di Pasar
Tradisional Bahu, Manado, dan Pengaruhnya Terhadap Kondisi Aksebilitas
Kawasan. UNSRAT; Manado.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, dan R & D.
ALFABETA; Bandung.
95

LAMPIRAN
96

LAMPIRAN I
DOKUMENTASI

Gambar 1. Pemanfaatan Ruang Publik (trotoar) oleh PKL

`
Gambar 2. Pemanfaatan Ruang Publik (area parkir) oleh PKL

Gambar 3. Pemanfaatan Ruang Publik (bahu jalan) oleh PKL


97

Gambar 4. Wawancara dengan Petugas Pasar

Gambar 5. Wawancara dengan SatPol PP

Gambar 6. PKL dengan sarana dagang gerobak dorong


98

Gambar 7. PKL dengan sarana dagang tikar alas

Gambar 8. PKL dengan sarana dagang gerobak beratap

Gambar 9. PKL dengan sarana dagang Mobil Pick Up


99

Gambar 10. Pedagang Makanan Siap Saji

Gambar 11. Pedagang Bunga

Gambar 12. Pedagang Barang Campuran


100

Gambar 13. Penertiban oleh SatPol PP

Gambar 14. Pengguna Jasa PKL

Gambar 15. Kamacetan Trotoar akibat aktivitas usaha dagang PKL


101

LAMPIRAN II
LEMBAR OBSERVASI

No Yang diamati Aspek yang diamati Deskripsi

a. Kondisi Ruang Publik

Lokasi
1. b. Kondisi Bangunan ruko/ los
Penelitian

c. Pedagang kaki Lima

a. Trotoar

Kondisi Ruang
2. b. Area Parkir
Publik

c. Bahu Jalan

a. Jenis Dagangan
Kondisi
3. Pedagang Kaki b. Waktu Berdagang
Lima
c. Sarana Dagang
102

LAMPIRAN III
LEMBAR BIODATA INFORMAN
No Responden :
Hari/ Tanggal :

DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN

Judul Penelitian:
“ RESISTENSI PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR INPRES MANONDA KOTA PALU”

Oleh:
Widya Ningrum
A 35116151

Kata Pengantar:
Kepada Yth. Bapak/ Ibu/ Saudara/ i, Saya adalah Mahasiswa Pend. Geografi Jurusan Pend. IPS
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako pada saat ini sedang melakukan
survei untuk kepentingan akademik, dalam rangka melengkapi data untuk menyelesaikan penelitian
( Tugas Akhir/ Skripsi). Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati saya mohon dengan hormat
informasi/ data dan pendapat Bapak/ Ibu/ Saudara (i) untuk kepentingan penelitian tersebut. Saya
mohon jawaban pertanyaan disampaikan dengan sejujurnya. Kerahasiaan data akan Saya jamin
sepenuhnya. Atas bantuan dan partisipasi Bapak/ Ibu/ Saudara (i), sebelum dan sesudahnya saya
ucapkan banyak terima kasih.
 Identitas Informan
Nama :
Status Pernikahan :
Umur :
Jenis kelamin : P/ L
Tingkat Pendidikan Terakhir :
Alamat lengkap ( jalan) :
Dusun : Rt/ Rw :
Desa/ Kelurahan : Kecamatan :
Kabupaten : Provinsi :
Pendapatan bersih per bulan : Rp.
103

LAMPIRAN IV
LEMBAR INSTRUMENT
No Responden:
Hari/ Tanggal :

DAFTAR PERNYATAAN PENELITIAN

Judul Penelitian:
“ RESISTENSI PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR INPRES MANONDA KOTA PALU”

Oleh:
Widya Ningrum
A 35116151

Kata Pengantar:
Kepada Yth. Bapak/ Ibu/ Saudara/ i, Saya adalah Mahasiswa Pend. Geografi Jurusan Pend. IPS
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako pada saat ini sedang melakukan
survei untuk kepentingan akademik, dalam rangka melengkapi data untuk menyelesaikan penelitian
( Tugas Akhir/ Skripsi). Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati saya mohon dengan hormat
informasi/ data dan pendapat Bapak/ Ibu/ Saudara (i) untuk kepentingan penelitian tersebut. Saya
mohon jawaban pertanyaan disampaikan dengan sejujurnya. Kerahasiaan data akan Saya jamin
sepenuhnya. Atas bantuan dan partisipasi Bapak/ Ibu/ Saudara (i), sebelum dan sesudahnya saya
ucapkan banyak terima kasih.
 Panduan Wawancara Pedagang
Nama :
Jenis kelamin : P/ L
Umur :

No Pertanyaan Jawaban
1 2 3
KARAKTERISTIK UMUM
1. Pendidikan terakhir Bapak/ibu/saudara/i?
2. Asal bapak/ibu/saudara/i?
3. Apakah bapak/ibu/saudara/i kepala keluarga ini?
4. Hubungan dengan kepala keluarga?
5. Apakah saat ini bapak/ibu/saudara/i ada tanggungan?
6. Hubungan dengan tanggungan?

KARAKTERISTIK AKTIVITAS USAHA


1. Apa jenis komoditas yang bapak/ ibu/saudara/i perdagangkan?
104

2. Berapa jarak pasar inpres manonda dari tempat tinggal ibu/


bapak/saudara/i?

3. Berapa lama waktu yang dibutuhkan bapak/ibu/saudara/i untuk


perjalanan ke pasar inpres manonda?

4. Transportasi apa yang bapak/ibu/saudara/i gunakan untuk menuju


pasar inpres manonda?

5. Pada pukul berapa bapak/ibu/saudara/i berdagang dipasar inpres


manonda?

6. Berapa lama waktu yang Bapak/ibu/saudara/i gunakan untuk


berdagang?

7. Apa alasan bapak/ibu/saudara/i memperdagangkan komoditas


tersebut?
8. Dari mana asal komoditas tersebut bapak/ibu/saudara/i dapatkan?

9. Berapa jarak yang bapak/ibu/saudara/i tempuh untuk mendapatkan


komoditas?

10. Berapa jumlah pekerja yang bapak/ibu/saudara/i miliki dalam


menjalankan usaha?
11. Sejak tahun berapa bapak/ibu/saudara/i mulai berdagang?
12. Sudah berapa lama bapak/ibu/saudara/i berdagang disini?

13. Apakah bapak/ibu/saudara/i menggunakan tempat yang sama untuk


berdagang?

14. Apa alasan bapak/ibu/saudara/i tidak menggunakan fasilitas tempat


yang di sediakan pemerintah?
15. Berapakah modal bapak/ibu/saudara/i?
16. Berapakah penghasilan anda rata- rata per hari?
17. Apa kendala bapak/ibu/saudara/i melakukan pekerjaan sebagai PKL?
18. Apakah ada pelanggan tetap?

19. Apa sarana dagang yang bapak/ibu/saudara/i gunakan untuk


berdagang?
20. Dimana tempat yang bapak/ibu/saudara/i pilih untuk berdagang?

21. Mengapa bapak/ibu/saudara/i memilih tempat tersebut untuk


berdagang?

22. Apakah bapak/ibu/saudara/i ada pekerjaan sampingan selain


berdagang?
23. Apakah bapak/ibu/saudara/i berdagang setiap h ari?
 Pembeli ( Panduan Wawancara Pembeli)
Nama :
Jenis kelamin : P/ L
Umur :
105

No Pertanyaan Jawaban
1 2 3
KARAKTERISTIK UMUM
1. Pendidikan terakhir bapak/ibu/saudara/i?
2. Asal bapak/ibu/saudara/i?
3. Apakah bapak/ibu/saudara/i kepala keluarga ini?
4. Hubungan dengan kepala keluarga?
5. Apa pekerjaan bapak/ibu/saudara/i saat ini?

KARAKTERISTIK PEMBELI
1. Berapa jarak pasar dari tempat tinggal ibu/ bapak/saudara/i?
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan bapak/ibu/saudara/i
untuk perjalanan ke pasar?
3. Transportasi apa yang bapak/ibu/saudara/i gunakan untuk
menuju pasar?
4. Komoditas apa yang bapak/ibu/saudara/i beli?
5. Apa alasan bapak/ibu/saudara/i berbelanja di pasar inpres
manonda?
6. Apa alasan bapak/ibu/saudara/i berbelanja di pkl?
7. Apa manfaat adanya pkl bagi bapak/ibu/saudara/i?
8. Apakah ada gangguan yang bapak/ibu/saudara/i rasakan
dengan adanya pkl?
9. Apakah bapak/ibu/saudara/i selalu membeli keperluan sehari-
hari di pasar inpres manonda?
10. Apakah perlu lokasi untuk penempatan khusus pkl?
11. Menurut bapak/ibu/saudara/i apakah perlu penataan pkl?
12. Apakah perlu pengelompokan pkl sesuai jenis komoditas?
13. Apakah pasar inpres manonda sudah tertata dengan rapi?
106
107
108
109
110

LAMPIRAN
HASIL REKAPITULASI DATA INFORMAN
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kepala Kendaraan 3 jam/
1 Wakinah SD Poso Kue Motor 06.30 WIT
keluarga pribadi hari
Anggota Kendaraan 5 jam/
2 Nur Jaya SMP Pangkajene Jagung Motor 03.00 WIT
keluarga pribadi hari
Kepala Kendaraan 12 jam/
3 Andi Irwan SI Makassar Lauk pauk Motor 05.00 WIT
keluarga pribadi hari
Anggota 5 jam/
4 Corah SD Wajo Sayur masak - - 07.00 WIT
keluarga hari
Morowali Anggota Rempah – Kendaraan 5 jam/
5 Rode SD Motor 08.00 WIT
utara keluarga rempah umum hari
Anggota 3 jam/
6 Rukiah SMA Palu Kue - - 07.00 WIT
keluarga hari
Anggota Kendaraan 5 jam/
7 Harini SD Palu Rica Motor 06.00 WIT
keluarga umum hari
Anggota Kendaraan 5 jam/
8 Rohimah SD Palu Nenas Motor 06.00 WIT
keluarga umum hari
Kepala Barang 3 jam/
9 Moh. Ilham SMA Sinjai - - 07.00 WIT
keluarga campuran hari
Kepala Kendaraan 5 jam/
10 Sahar SD Pasang kayu Bunga Mobil 07.00 WIT
keluarga pribadi hari
Parigi Anggota Kendaraan
11 Nusmawati SI - Mobil - -
moutong keluarga pribadi
Morowali Anggota Kendaraan
12 Sri Rusmia SI - Mobil - -
utara keluarga pribadi
Anggota Kendaraan
13 Marwah SMA Sigi - Mobil - -
keluarga pribadi
Kepala Kendaraan
14 Merni D III Bulukumba - Mobil - -
keluarga pribadi

Keterangan:
1. Nama Informan
2. Pendidikan terakhir Informan
3. Asal/ alamat Informan
4. Status Informan dalam keluarga
5. Jenis dagangan PKL
6. Jenis transportasi yang digunakan
7. Status transportasi yang digunakan
8. Waktu PKL mulai berdagang
9. Lama waktu PKL berdagang
111

No 1 10 11 12 13 14 15 16 17
Tikar Pinggir Pelanggan
1 Wakinah 2010 10 tahun Rp. 500.000,- Rp. 100.000,- Publik
alas jalan tidak tetap
Tikar Pinggir Pelanggan
2 Nur Jaya 2016 4 tahun Rp. 600.000,- Rp. 200.000,- Publik
alas jalan tetap
Tikar Pelanggan
3 Andi Irwan 2014 6 tahun Rp. 1.000.000,- Rp. 100.000,- Trotoar Publik
alas tidak tetap
Kereta Pinggir Pelanggan
4 Corah 2012 8 tahun Rp. 500.000,- Rp. 100.000,- Publik
dorong jalan tidak tetap
Tikar Pinggir Pelanggan
5 Rode 2011 9 tahun Rp. 1.258.000,- Rp. 150.000,- Publik
alas jalan tidak tetap
Kereta Area Pelanggan
6 Rukiah 2012 8 tahun Rp. 500.000,- Rp. 100.000,- Publik
dorong parkir tidak tetap
Tikar Pelanggan
7 Harini 2009 11 tahun Rp. 500.000,- Rp. 100.000,- Trotoar Publik
alas tidak tetap
Tikar Pelanggan
8 Rohimah 2010 10 tahun Rp. 1.000.000,- Rp. 100.000,- Trotoar Publik
alas tidak tetap
Kereta Area Pelanggan
9 Moh. Ilham 2020 6 bulan Rp. 2.000.000,- Rp. 200.000,- Publik
dorong parkir tidak tetap
Tikar Area Pelanggan
10 Sahar 2020 8 bulan Rp. 500.000,- - Publik
alas parkir tidak tetap
11 Nusmawati - - - - - - - -

12 Sri Rusmia - - - - - - - -

13 Marwah - - - - - - - -

14 Merni - - - - - - - -

Keterangan:
1. Nama Informan
10. Waktu (tahun) PKL mulai berdagang
11. Lama tahun PKL berdagang
12. Modal PKL untuk berdagang
13. Pendapatan PKL
14. Sarana dagang digunakan PKL
15. Tempat dagang digunakan PKL
16. Jenis ruang digunakan PKL
17. Faktor resistensi PKL
112

No 1 18 19 20 21 22 23
Berkeliling
1 Wakinah menghindari Pol - - - - -
PP
Berdagang diluar
2 Nur Jaya - - - - -
jam tugas
Masuk kedalam
3 Andi Irwan - - - - -
pasar
Berkeliling
4 Corah menghindari Pol - - - - -
PP
Berkeliling
5 Rode menghindari Pol - - - - -
PP
Berkeliling
6 Rukiah menghindari Pol - - - - -
PP
Masuk kedalam
7 Harini - - - - -
pasar
Berdagang diluar
8 Rohimah - - - - -
jam tugas
Berdagang diluar
9 Moh. Ilham - - - - -
jam tugas
Masuk kedalam
10 Sahar - - - - -
pasar
Jalan utama Sayuran, rempah,
11 Nusmawati - PNS Hemat waktu Bermanfaat
macet dan lauk
Banyak Kebutuhan
12 Sri Rusmia - IRT Kue, sayur masak Bermanfaat
sampah lengkap
Trotoar
13 Marwah - IRT Buah, lauk pauk Cepat belanja Menganggu
sempit
Memakan Harga
14 Merni - PNS Barang campuran Bermanfaat
waktu terjangkau

Keterangan:
1. Nama Informan
18. Bentuk resistensi PKL
19. Dampak resistensi PKL
20. Pekerjaan pengguna jasa PKL
21. Jenis komoditas yang dikonsumsi
22. Alasan menggunakan jasa PKL
23. PKL bermanfaat atau menganggu
113

LAMPIRAN VIII
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Widya Ningrum
Stambuk : A35161151
Jurusan/Prodi : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial/ Pendidikan Geografi
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar- benar merupakan
hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang yang saya
akui sebagai tulisan atau pikiran saya.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan bahwa hasil skripsi ini hasil jiplakan maka
saya bersedia menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.

Palu, Maret 2021


Yang membuat pernyataan;

Widya Ningrum
A35116151
114

LAMPIRAN IX
BIODATA PENULIS

I. UMUM

1. Nama : Widya Ningrum


2. TTL : 23, Januari 1996
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Nama Orang Tua : a. Ayah : Wiwi Wicakso, S.P
b. Ibu : Asmawati, S.P
5. Agama : Islam
6. Alamat : Jl. Kijang Utara IV, No.14

II. PENDIDIKAN
1. SD : SD Inpres 1 Baina’a (2001-2003)
: SDN I Besusu (2003-2005)
: SDN 3 Birobuli (2005-2007)
2. SMP : SMP Negeri 9 Palu (2007-2010)
3. SMA/ SEDERAJAT : Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 6 Poso
(2010-2015)
4. Perguruan Tinggi : Universitas Tadulako, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,Program
Studi Pendidikan Geografi SI (2016-2020)

III. PENGALAMAN ORGANISASI


1. Ketua Organisasi Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 6 Poso

Anda mungkin juga menyukai