Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KONTRIBUSI AGAMA DALAM KEHIDUPAN

POLITIK

Disusun Oleh:
1.Annisa Gia Sukaisa (2221009)
2.Imandani Chaniago (2221040)
3.Lisa NoviLian (2221045)
4. Salfana Qhintara Nabila (2221073)

Dosen Pengampu :Yesi Wulandari,M.Pd


Mata Kuliah : Pendidikan Agama

PROGRAM STUDI DIII REKAM MEDIS DAN


INFORMASI KESEHATAN
STIKES DONA PALEMBANG
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan karunia dan
rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun makalah ini
dengan judul: “Kontribusi Agama Dalam Kehidupan Politik” sebagai salah satu
tugas dari mata kuliah Agama Islam.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulisan makalah ini.
Seperti ungkapan tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
kebaikan yang akan datang.
Demikian yang dapat penulis sampaikan semoga makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan bagi kita semua.

Palembang, 19 September 2022

Kelompok 7
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………...2
Daftar Isi……………………………………………………………………………………….3
BAB I …………………………………………………………………………………………4
BAB II ………………………………………………………………………………………...6
BAB III……………………………………………………………………………………….19
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………..20
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan aturan-aturan
syariat tertentu. Dapat dikatakan bahwa agama adalah sebuah kepercayaan.
Agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Dengan
adanya agama membuat hidup manusia menjadi teratur dan terarah. Agama
dalam hal ini agama Islam mengatur kehidupan umatnya di berbagai aspek
seperti ekonomi, sosial, bidaya, politik, pendidikan, akhlak, ilmu pengetahuan
dan lain sebagainya.
Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril dengan
tujuan untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah
SWT. Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam di kalangan
umatnya tidak menggunakan cara yang sembarang. Tapi dengan menggunakan
startegi-strategi yang disesuaikan dengan masyarakat di zaman itu. Startegi-
strategi dakwah tersebut tanpa disadari berupa sesuatu yang bersifat politik.
Politik adalah hal-hal yang berkenaan dengan tata Negara, urusan yang
mencakup siasat dalam pemerintahan Negara atau terhadap Negara lain2.
Dengan menilik ke pengertian politik tersebut startegi-startegi dakwah yang
digunakan Rasulullah SAW adalah politik Islam. Politik dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah siyâsah, artinya: mengurusi urusan, melarang,
memerintah (Kamus al-Muhîth, dalam kata kunci sâsa). Nabi Muhammad SAW.
Menggunakan istilah politik (siyâsah) dalam salah satu hadisnya:
َّ ِ‫هُ نَبِ ٌّي َوِإنَّهُ الَ نَب‬4 َ‫كَ نَبِ ٌّي خَ لَف‬44َ‫ا هَل‬44‫ا ُء ُكلَّ َم‬44َ‫م اَْأل ْنبِي‬4ُْ‫ه‬4 ‫ُوس‬
« ‫ا ُء‬44َ‫يَ ُكونُ ُخلَف‬4 ‫ ِدي َو َس‬4‫ي بَ ْع‬ ْ ‫ان‬44‫َك‬
ُ ‫ َراِئي َل تَس‬4 ‫و ِإ ْس‬44ُ‫َت بَن‬
َ‫»فَيَ ْكثُرُون‬
Bani Israil itu diurusi urusannya oleh para nabi (tasûsu hum al-anbiyâ’). Ketika
seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi
setelahku, namun akan ada banyak khalifah. (HR Muslim).
Politik artinya adalah mengurusi urusan umat. Berkecimpung dalam dunia
politik berarti memperhatikan kondisi kaum Muslim dengan carmenghilangkan
kezaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan kaum kafir atas mereka.

1.Muda Ahmad A.K; Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cetakan 1, 2006, hal 18
2.Muda Ahmad A.K; Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cetakan 1, 2006, hal
4241

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apakah kontribusi agama dalam kehidupan politik?
2. Bagaimana politik yang dilakukan Rasulullah SAW?
3. Bagaimanana penjelasan Q.s an-Nisa ayat 59?
4. Apa saja Hadits tentang politik?
5. Apa saja norma politik dalam Islam?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui kontribusi agama dalam kehdupan politik
2. Mengetahui politik yang digunakan oleh Rasulullah SAW
3. Mengetahui penjelasan Q.s an-Nisa ayat 59

1
4. Mengetahui hadits tentang politik
5. Mengetahui norma politik dalam Islam

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kontribusi Agama Dalam Bidang Politik


Agama itu sangat penting disegala aspek kehidupan umat manusia
selain itu agama juga agama berperan untuk menenangkan jiwa dan raga.
Dengan agama yg kita yakini hidup akan lebih baik dan indah. Dengan agama
kita akan lebih bijak menyikapi sesuatu. Contohnya saja diZaman Nabi
Muhammad agama berperan penting dalam segala bidang termasuk
pemerintahannya. Dizaman sekarang ini banyak orang pinter tapi agamanya
kurang selain itu pinternya pada kebelinger, pintar bicara saja. Tapi tidak ada
buktinya. Makanya agama itu dibutuhkan oleh setiap umat manusia
Islam adalah solusi. Solusi segala permasalahan di dunia ini dengan
kesempurnaan ajarannya (syumul). Kesempurnaan ajaran Islam dapat ditelaah
dari sumber aslinya, yaitu Alquran dan Sunnah yang mengatur pola kehidupan
manusia, mulai dari hal terkecil hingga terbesar baik ekonomi, sosial, politik,
hukum, ketatanegaraan, budaya, seni, akhlak/etika, keluarga, dan lain-lain.
Bahkan, bagaimana cara membersihkan najis pun diatur oleh Islam.
Ajaran Islam merupakan rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semesta
alam), artinya Islam selalu membawa kedamaian, keamanan, kesejukan, dan
keadilan bagi seluruh makhluk hidup yang berada diatas dunia. Islam tidak
memandang bentuk atau rupa seseorang dan membedakan derajat atau
martabat manusia dalam level apapapun. Islam menghormati dan memberikan
kebebasan kepada seseorang untuk menganut suatu keyakinan atau agama
tanpa memaksakan ajaran Islam tersebut dijalankan (laa ikrahaa fiddiin).

2
MR Kurnia;,Al-Jamaah, Tafarruq dan Ikhtilaf nomor,2002 hlm, 33-38
Islam bukanlah semata agama (a religion) namun juga merupakan
sistem politik (a political sistem), Islam lebih dari sekedar agama. Islam
mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan politik. Islam merupakan
sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan Negara secara
bersamaan (M.Dhiaduddin Rais, 2001:5). Dalam hal politik Islam mengatur
bagaimana seorang pemimpin harus bersikap terhadap rakyatnya. Dan bagi
seorang pemimpin ada pertanggung jawaban atas apa yang telah dilakukan
terhadap rakyatnya di akirat nanti. Ada batas-batasan yang diberikan terhadap
seorang pemimpin.
B. Politik yang dilakukan Rasulullah SAW

Nabi Muhammad SAW adalah seorang politikus yang bijaksana. Di


Madinah beliau membangun Negara Islam yang pertama dan meletakkan
prinsip-prinsip utama undang-undang Islam. Nabi Muhammad pada waktu
yang sama menjadi kepala agama dan kepala Negara.
Pertama, sebelum diangkat sebagai nabi dan rasul. Nabi Muhammad
SAW ber-tahanuts di Gua Hira. Namun, setelah dipilih sebagai utusan Allah,
Beliau langsung diperintahkan untuk memberikan peringatan di tengah-tengah
masyarakat mulai dari keluarga terdekat dan kawan-kawannya. Nabi
Muhammad SAW pun menyebarkan dakwah di tengah-tengah mereka.
Kedua, Rasulullah SAW melakukan pemantapan akidah. Sejak awal, Nabi
Muhammad SAW memproklamirkan: Lâ ilâha illâ Allâh, Muhammad Rasûlullâh.
Dengan syahadat tersebut berarti tidak ada yang wajib disembah, diibadahi
dan dipatuhi selain Allah SWT. Menaati Allah SWT haruslah dengan mengikuti
utusan-Nya, Muhammad SAW. Jadi, syahadat merupakan pengingkaran
terhadap thâghût serta keimanan kepada Allah dan Rasul. Ini merupakan
deklarasi politik. Karenanya, dapat dipahami mengapa Abu Jahal dan Abu
Lahab, misalnya, tidak mau mengucapkannya. Bukan tidak bisa, melainkan
mereka tahu apa isi kandungan dan konsekuensinya: kekuasaan mereka untuk
menetapkan hukum hilang; hak mereka menetapkan baik-buruk, benar-salah,
dan terpuji-tercela yang selama ini mereka miliki pun tidak ada lagi. Semuanya
harus ditetapkan oleh wahyu.
Ketiga, dakwah Nabi Muhammad SAW menyerukan pengurusan
masyarakat (ri‘âyah syu’ûn al-ummah). Ayat-ayat Makiyyah banyak mengajari
akidah seperti takdir, hidayah dan dhalâlah (kesesatan), rezeki, tawakal kepada
Allah, dll. Ratusan ayat berbicara tentang Hari Kiamat (kebangkitan manusia
dari kubur, pengumpulan manusia di padang mahsyar, pahala dan dosa, surga
dan neraka, dll); tentang pengaturan terkait akhirat seperti nasihat dan
bimbingan, membangkitkan rasa takut terhadap azab Allah, serta memberikan
semangat untuk terus beramal demi menggapai rida-Nya.Selain itu, ratusan
ayat al-Quran dan hadits di Makkah dan Madinah diturunkan kepada Nabi
tentang pengaturan masyarakat di dunia. Misal: jual-beli, sewa-menyewa,
wasiat, waris, nikah dan talak, taat pada ulil amri, mengoreksi penguasa
sebagai seutama-utama jihad, makanan dan minuman, pencurian, hibah dan
hadiah kepada penguasa, pembunuhan, pidana, hijrah, jihad, dll. Semua ini
menegaskan bahwa apa yang didakwahkan Nabi Muhammad SAW bukan
hanya persoalan ritual, spiritual dan moral. Dakwah Nabi Muhammad SAW
berisi juga tentang hal-hal pengurusan masyarakat. Artinya, dilihat dari isinya
dakwah Rasulullah SAW juga bersifat politik.
Keempat, Rasulullah melakukan pergulatan pemikiran. Pemikiran dan
pemahaman batil masyarakat Arab kala itu dikritisi. Terjadilah pergulatan
pemikiran. Akhirnya, pemikiran dan pemahaman Islam dapat menggantikan
pemikiran dan pemahaman lama. Konsekuensinya, hukum-hukum yang
diterapkan di masyarakat pun berubah. Rasulullah SAW dengan al-Quran
menyerang kekufuran, syirik, kepercayaan terhadap berhala, ketidakpercayaan
akan Hari Kebangkitan, anggapan Nabi Isa as. Sebagai anak Tuhan, dll. Hikmah,
nasihat, dan debat secara baik terus dilakukan oleh Nabi saw. Al-Quran
mengabadikan hal ini:
‫ َّل ع َْن‬4‫ض‬ َ ‫و َأ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬4ُ
َ ‫كه‬ َ َّ‫نُ ِإ َّن َرب‬4‫الَّتِي ِه َي َأحْ َس‬4ِ‫م ب‬4ُْ‫ع ِإلَى َسبِي ِل َربِّكَ بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْله‬
ُ ‫ا ْد‬
ْ ‫َأ‬
َ‫َسبِيلِ ِه َوه َُو ْعلَ ُم بِال ُم ْهتَ ِدين‬
Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (argumentasi yang kuat)
dan nasihat yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya, dan Dia pula yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. (QS an-Nahl [16]:125).
Jelas, ini merupakan aktivitas politik karena merupakan aktivitas ri‘âyah syu’ûn
al-ummah, mengurusi urusan rakyat.
Kelima, para pembesar Quraisy banyak menzalimi rakyat, kasar,
menghambur fitnah, dan banyak bersumpah tanpa ditepati. Rasulullah SAW
dengan tegas menyerang mereka karena kesombongan dan penentangan
mereka. Di antara pembesar yang diserang langsung oleh Beliau adalah Abu
Lahab dan istrinya (Ummu Jamil). Sementara itu, Walid bin Mughirah diserang
dengan menyebutkan ciri, perilaku, dan tindakannya terhadap masyarakat.
Misalnya, Nabi Muhammad SAW menyerang Walid dengan ayat:
‫ا ٍل‬44‫انَ َذا َم‬44‫ َأ ْن َك‬،‫كَ َزنِ ٍيم‬44ِ‫ َد َذل‬4‫لٍّ بَ ْع‬44ُ‫ ُعت‬،‫ ٍد َأثِ ٍيم‬4َ‫اع لِ ْلخَ ي ِْر ُم ْعت‬
ٍ َّ‫ َمن‬،‫از َم َّشا ٍء بِنَ ِم ٍيم‬
ٍ ‫ هَ َّم‬،‫ين‬ ٍ ‫َواَل تُ ِط ْع ُك َّل َحاَّل‬
ٍ ‫ف َم ِه‬
‫ َسن َِس ُمهُ َعلَى‬، َ‫ر اَأْل َّولِين‬4ُ ‫اطي‬
ِ ‫ال َأ َس‬ َ َ‫ ِإ َذا تُ ْتلَى َعلَ ْي ِه َءايَاتُنَا ق‬، َ‫َوبَنِين‬
Janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang
banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah, yang sangat enggan
berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku (kasar), selain
dari itu yang tidak diketahui siapa bapaknya karena dia mempunyai banyak
harta dan anak. Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami (Allah), ia
berkata, “Ini adalah dongengan orang-orang terdahulu.” Kelak akan Kami beri
tanda di belalainya (hidungnya). (QS al-Qalam [68]: 10-16). Selain itu, Nabi
Muhammad SAW menyampaikan wahyu dari Allah yang berisi pembongkaran
terhadap tipudaya para penguasa Quraisy itu (QS ath-Thariq [86]: 15-17; al-
Anfal [8]: 30). Semua ini merupakan perjuangan politik. Arahnya adalah
menghentikan kezaliman pembesar terhadap rakyatnya, seraya menyerukan
Islam sebagai keadilan yang menggantikannya.
Keenam, Nabi saw. menentang hubungan-hubungan rusak di masyarakat
dan menyerukan Islam sebagai gantinya. Pada saat itu, kecurangan dalam
takaran dan timbangan sudah merupakan hal lumrah dalam jual-beli.
Rasulullah menentang keras sistem masyarakat seperti ini (QS al-Muthaffifin
[83]: 1-6). Sistem masyarakat yang diterapkan penguasa/pembesar kala itu
membiarkan pembunuhan terhadap anak-anak karena takut miskin, khawatir
tidak terjamin makan dan kehidupannya. Rasul saw. justru berteriak lantang
bahwa tindakan tersebut adalah dosa besar. Beliau menyerukan: tidak perlu
takut dan khawatir miskin karena Allahlah yang mengatur rezeki. Perzinaan
pun merajalela. Di tengah masyarakat yang mengagungkan pergaulan bebas
itu, Nabi saw. mencela perzinaan. Beliau juga menentang keras pembunuhan
yang ketika itu merupakan kebiasaan masyarakat yang dilegalkan oleh hukum
penguasa. Perilaku para pembesar yang biasa mengambil harta anak yatim
ditentang habis-habisan. Kebiasaan rakyat dan penguasa yang sering tidak
memenuhi janji pun dilawannya; diluruskan. Lalu diserukan perubahan semua
itu dengan syariah Islam (QS al-Isra’ [17]: 31-34). Jelas, Rasul SAW bergerak di
tengah masyarakat, membela kepentingan mereka, menentang aturan dan
sistem yang rusak, serta mendakwahkan ajaran Islam sebagai gantinya. Semua
ini merupakan aktivitas politik.
Ketujuh, setelah berhijrah dari Makkah ke Madinah, Beliau mendirikan
institusi politik berupa negara Madinah. Beliau langsung mengurusi urusan
masyarakat. Misal: dalam bidang pendidikan Beliau menetapkan tebusan
tawanan Perang Badar dengan mengajari baca-tulis kepada sepuluh orang
kaum Muslim pertawanan. Dalam masalah pekerjaan Nabi saw. Mengeluarkan
kebijakan dengan memberi modal dan menyediakan lapangan pekerjaan
berupa pencarian kayu bakar untuk dijual (HR Muslim dan Ahmad). Nabi
Muhammad SAW. Pernah menetapkan kebijakan tentang lebar jalan selebar
tujuh hasta (HR al-Bukhari). Beliau juga mengeluarkan kebijakan tentang
pembagian saluran air bagi pertanian (HR al-Bukhari dan Muslim). Begitulah,
Nabi saw. Sebagai kepala pemerintahan telah memberikan arahan dalam
mengurusi masalah rakyat.
Secara langsung, Rasulullah saw. Menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai penulis
(kâtib) setiap perjanjian dan kesepakatan, Harits bin Auf sebagai pemegang
stempel kepala negara (berupa cincin) Nabi saw., Muaiqib bin Abi Fatimah
sebagai pendata rampasan perang (ghanîmah), Hudzaifah bin Yaman sebagai
kepala pusat statistik hasil buah-buahan di Yaman, dll.
Berdasarkan perilaku dakwah Nabi saw. Dan para Sahabatnya di atas,
jelaslah, dakwah Beliau tidak sekadar mencakup ritual, spiritual dan moral.
Dakwah Beliau juga bersifat politik, yakni mengurusi urusan umat dengan
syariah. Karenanya, dakwah Islam haruslah diarahkan seperti yang dilakukan
Beliau. Politik tidak dapat dan tidak boleh dipisahkan dari Islam. Politik yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah politik yang membawa rakyat ke
arah yang lebih baik.
3

3
Ibn’Atsir,Al-Kamil fi Al-Tarikh, jilid II (Beirut:Dar Al Shadir,1979), 57.
C.Penjelasan Qur’an Surat an-Nisa Ayat 59

‫َي ٍء‬ ْ ‫سو َل َوُأولِي اَأْل ْم ِر ِم ْن ُك ْم ۖ فَِإنْ تَنَازَ ْعتُ ْم فِي ش‬ ُ ‫ ال َّر‬7‫ هَّللا َ َوَأ ِطي ُعوا‬7‫يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ِطي ُعوا‬
‫سنُ تَْأ ِوياًل‬ ٰ
َ ‫ول ِإنْ ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َوا ْليَ ْو ِم اآْل ِخ ِر ۚ َذلِكَ َخ ْي ٌر َوَأ ْح‬
ِ ‫س‬ ُ ‫فَ ُردُّوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوال َّر‬
Yaa ayyuhalladziina aamanuu athii’ullaha wa athii’urrasuula wa uulil amri
minkum, fain tanaaza’tum fii syai-in farudduuhu ilallaha warrasuuli inkuntum
tu-minuuna billahi walyaumil aakhiri, dzalika khairun wa-ahsanu ta-wiila. (Q.S.
an-Nisa 59)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya),
dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS.
An-Nisa: 59) Tentang Ayat Ini
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata tentang firman-
Nya, “Taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan Ulil Amri di antara kamu.” Ayat ini
turun berkenaan dengan ‘Abdullah bin Hudzafah bin Qais bin ‘Adi, ketika
diutus oleh Rasulullah di dalam satu pasukan khusus. Demikianlah yang
dikeluarkan oleh seluruh jama’ah kecuali Ibnu Majah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali, ia berkata: “Rasulullah SAW
mengutus satu pasukan khusus dan mengangkat salah seorang Anshar menjadi
komandan mereka. Tatkala mereka telah keluar, maka ia marah kepada
mereka dalam suatu masalah, lalu ia berkata, ‘Bukanlah Rasulullah SAW
memerintahkan kalian untuk mentaatiku?’ Mereka menjawab, ‘Betul.’ Dia
berkata lagi, ‘Kumpulkanlah untukku kayu bakar oleh kalian.’ Kemudian ia
meminta api, lalu ia membakrnya, dan ia berkata, ‘Aku berkeinginan keras agar
kalian masuk ke dalamnya.’ Maka seorang pemuda diantara mereka berkata.
‘Sebaiknya kalian lari menuju Rasulullah SAW dari api ini. Maka jangan terburu-
buru (mengambil keputusan) sampai kalian bertemu dengan Rasullah SAW.
Jika beliau perintahkan kalian untuk masuk ke dalamnya, maka masuklah.’ Lalu
mereka kembali kepada Rasulullah SAW dan mengabarkan tentang hal itu.
Maka Rasulullah pun bersabda kepada mereka, ‘Seandainya kalian masuk ke
dalam api itu, niscaya kalian tidak akan keluar lagi selama-lamanya. Ketaatan
itu hanya pada yang ma’ruf.” (HR. Bukhari-Muslim dari hadits Al-A’masy)
Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW sudah memberi batasan kepada kita,
bahwasannya ketaatan hanya pada yang ma’ruf, dan bukannya pada yang tidak
ma’ruf. Ayat juga ini disebutkan oleh ulama sebagai hak para pemimpin yang
menjadi kewajiban rakyat. Sedangkan pada ayat sebelumnya QS. An-Nisa’: 58,
sebagai hak rakyat yang menjadi kewajiban para pemimpin. Yaitu agar para
pemimpin menunaikan amanat kepemimpinan dengan sebaik-baiknya.
Memberikan hak kepada yang berhak menerimanya, dan memutuskan hukum
di antara rakyatnya dengan seadil-adilnya.
Menurut Ustadz Ihsan Tanjung, ayat ini begitu populer dikumandangkan
para jurkam di musim kampanye. Dan oleh para pemimpin negeri ini ayat ini
juga sering disitir ketika mereka berpidato dihadapan alim ulama, ustadz,
santri dan aktifis islam. Tidak ketinggalan juga, para pendukung thaghut
(pemimpin yang tidak memberlakukan hukum Islam) menjadikannya sebagai
dalil untuk melegitimasi loyalitas dan ketaatan pada mereka. Kenapa bisa
demikian? Karena di dalamnya terkandung perintah Allah agar ummat taat
kepada Ulil Amri Minkum (para pemimpin di antara kalian atau para pemimpin
di antara orang-orang beriman).

‫ُول َوُأولِي اَأْل ْم ِر ِم ْن ُكم‬


َ ‫ ال َّرس‬4‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوَأ ِطيعُوا‬

“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa: 59)
Mereka biasanya hanya membacakan ayat tersebut hingga kata-kata Ulil
Amri Minkum. Bagian sesudahnya jarang dikutip. Padahal justru bagian
selanjutnya yang sangat penting. Mengapa? Karena justru bagian itulah yang
menjelaskan ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum. Bagian itulah yang menjadikan
kita memahami siapa yang sebenarnya Ulil Amri Minkum dan siapa yang
bukan. Bagian itulah yang akan menentukan apakah fulan-fulan yang
berkampanye tersebut pantas atau tidak memperoleh ketaatan ummat.
Dalam bagian selanjutnya Allah berfirman:

‫م اَآْل ِخ ِر َذلِكَ خَ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِوياًل‬4ِ ْ‫ُول ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَو‬
ِ ‫فَِإ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوال َّرس‬
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)
Allah SWT menjelaskan bahwa ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum yang
sebenarnya ialah komitmen untuk selalu mengembalikan segenap urusan yang
diperselisihkan kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya). Para
pemimpin sejati di antara orang-orang beriman tidak mungkin akan rela
menyelesaikan berbagai urusan kepada selain Al-Qur’an dan Sunnah Ar-Rasul.
Sebab mereka sangat faham dan meyakini pesan Allah:

ِ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا اَل تُقَ ِّد ُموا بَ ْينَ يَد‬
‫َي هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه َواتَّقُوا هَّللا َ ِإ َّن هَّللا َ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-
Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujuraat: 1)
Sehingga kita jumpai dalam catatan sejarah bagaimana seorang Khalifah
Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu di masa paceklik mengeluarkan sebuah
kebijakan ijtihadi berupa larangan bagi kaum wanita beriman untuk meminta
mahar yang memberatkan kaum pria beriman yang mau menikah. Tiba-tiba
seorang wanita beriman mengangkat suaranya mengkritik kebijakan Khalifah
seraya mengutip firman Allah yang mengizinkan kaum mu’minat untuk
menentukan mahar sesuka hati mereka. Maka Amirul Mu’minin langsung ber-
istighfar dan berkata: “Wanita itu benar dan Umar salah. Maka dengan ini
kebijakan tersebut saya cabut kembali...!”
‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas bahwa, “Wa uulil
amri minkum” (Dan Ulil Amri di antara kamu), maknanya adalah ahli fiqh dan
ahli agama. Sedangkan menurut Mujahid, ‘Atha, Al-Hasan Bashri dan Abul
‘Aliyah-begitu pula Ibnu Qayyim Al-Jauziyah-, bermakna ulama. Ibnu Katsir
menambahkan, “Yang jelas bahwa Ulil Amri itu umum mencakup setiap
pemegang urusan, baik umara maupun ulama.”Ibnu Qayyim dalam I’lamul
Muwaqi’in mengatakan, “Allah SWT memerintahkan manusia agar taat kepada
Ulil Amri, dan Ulil Amri itu tidak lain adalah ulama, akan tetapi diartikan juga
sebagai umara (pemerintah/tokoh formal masyarakat).”
Jadi, tidaklah benar ‘Ulil Amri’ bermakna satu-satunya pemimimpin dalam
satu jamaah tertentu. Ibnu Katsir berkata, “Ayat di atas (QS. An-Nisa: 59)
adalah perintah untuk mentaati ulama dan umara. Untuk itu Allah berfirman,
‘Taatlah kepada Allah,’ yaitu ikutilah Kitab-Nya (Al-Qur’an), ‘Dan taatlah
kepada Rasul,’ yaitu peganglah Sunnahnya, ‘Dan Ulil Amri di antara kamu,’
yaitu pada apa yang mereka perintahkan kepada kalian dalam rangka taat
kepada Allah, bukan dalam maksiat kepada-Nya. Karena, tidak berlaku
ketaatan kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Allah.” Artinya taat
kepada Ulil Amri ada batasannya, berbeda dengan taat kepada Allah dan Rasul-
Nya yang merupakan sesuatu yang mutlak.
Ibnu Qayyim meneruskan dalam kitabnya tersebut, bahwasannya makna
taat kepada Ulil Amri adalah bertaqlid kepada apa yang mereka fatwakan.
Akan tetapi hal yang tidak dimengerti oleh orang-orang yang taqlid adalah
bahwa Ulil Amri-seharusnya-hanya ditaati apabila tidak keluar dari ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya. Para ulama dalam hal ini hanya berfungsi sebagai
mediator (penyampai perintah dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat),
sementara Umara memegang peranan sebagai fasilitator demi kelancarannya.
Oleh karena itu, ketaatan kepada mereka merupakan bagian dari ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya. Di bagian mana dalam ayat ini yang menunjukkan
prioritas pendapat para ulama atas Sunnah Rasulullah SAW, dan anjuran untuk
bertaqlid kepada pendapat-pendapat itu?
Ibnu Qayyim meneruskan, bahwa sesungguhnya ayat yang membicarakan
tentang ketaatan kepada Ulil Amri adalah alasan yang paling kuat untuk
membantah dan memperjelas kekeliruan taqlid. Kekeliruan tersebut dapat
dilihat dari beberapa sisi:
Pertama, perintah taat kepada Allah adalah perintah untuk melakukan
segala apa yang diperintahkannya, dan menjauhi segala apa yang dilarangnya.
Kedua, Ketaatan kepada Rasul SAW. Dua bentuk ketaatan ini tidak akan
dapat ditunaikan oleh seorang hamba kecuali dengan mengenal dan tahu
persis apa yang diperintahkan kepadanya. Orang yang tidak mengetahui
perintah-perintah Allah dan hanya bertaqlid kepada Ulil Amri, niscaya ia tidak
mungkin mewujudkan ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ketiga, Di dalam sebuah riwayat ditemukan larangan untuk bertaqlid
kepada Ulil Amri, sebagaimana terdapat dalam riwayat yang bersumber dari
Mu’adz bin Jabal, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas
dan lain-lain dari kalangan sahabat. Teks riwayat itu telah kita ketahui dari 4
Imam besar Al-Matbu’ (yang diikuti).
Keempat, Allah SWT berfirman, “Apabila kalian berselisih dalam sebuah
urusan, maka kembalikanlah hal itu kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya
(Sunnahnya), sekiranya kalian beriman kepada-Nya dan kepada hari kiamat.”
(QS. An-Nisa: 59)
Ayat ini dengan tegas menyalahkan taqlid dan melarang untuk mengembalikan
perselisihan pada pendapat seseorang atau pandangan satu madzhab tertentu.
A. Hadits Tentang Politik
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
1. Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka. (HR. Abu Na’im)
2. Tidak akan sukses suatu kaum yang mengangkat seorang wanita sebagai
pemimpin. (HR. Bukhari)
3. Rasulullah Saw berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, “Wahai
Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan.
Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung
seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu maka kamu akan
ditolong mengatasinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan
pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-
ulama mereka menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-
benda ditangan orang-orang yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki
keburukan bagi suatu kaum maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin
mereka orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya orang-orang dungu
yang menangani hukum dan peradilan, dan harta berada di tangan orang-
orang kikir. (HR. Ad-Dailami)
5. Kami tidak mengangkat orang yang berambisi berkedudukan. (HR. Muslim)
6. Ada tiga perkara yang tergolong musibah yang membinasakan, yaitu:
a. Seorang penguasa bila kamu berbuat baik kepadanya, dia tidak
mensyukurimu dan bila kamu berbuat kesalahan dia tidak mengampuni.
b. Tetangga apabila melihat kebaikanmu dia pendam (dirahasiakan atau
diam saja) tapi bila melihat keburukanmu dia sebarluaskan.
c. Isteri bila berkumpul dia mengganggumu (diantaranya dengan ucapan dan
perbuatan yang menyakiti) dan bila kamu pergi (tidak di tempat) dia akan
mengkhianatimu. (HR. Ath-Thabrani)
7. Allah melaknat penyuap, penerima suap dan yang memberi peluang bagi
mereka. (HR. Ahmad)
8. Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas
mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana, tetapi bila
telah turun mimbar mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka
lebih busuk dari bangkai. (HR. Ath-Thabrani)
9. Jabatan (kedudukan) pada permulaannya penyesalan, pada pertengahannya
kesengsaraan (kekesalan hati) dan pada akhirnya azab pada hari kiamat. (HR.
Ath-Thabrani)
Keterangan: Hal tersebut karena dia menyalah-gunakan jabatannya dengan
berbuat yang zhalim dan menipu (korupsi dll).
10. Aku mendengar Rasulullah Saw memprihatinkan umatnya dalam enam
perkara:
a. Diangkatnya anak-anak sebagai pemimpin (penguasa).
b. Terlampau banyak petugas keamanan.
c. Main suap dalam urusan hokum.
d. Pemutusan silaturahmi dan meremehkan pembunuhan.
e. Generasi baru yang menjadikan Al Qur’an sebagai nyanyian.
f. Mereka mendahulukan atau mengutamakan seorang yang bukan paling
mengerti fiqih dan bukan pula yang paling besar berjasa tapi hanya orang yang
berseni sastra lah. (HR. Ahmad)
11. Barangsiapa diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar
(mengelak) melayani kaum lemah dan orang yang membutuhkannya maka
Allah tidak akan mengindahkannya pada hari kiamat. (HR. Ahmad)
12. Khianat paling besar adalah bila seorang penguasa memperdagangkan
rakyatnya. (HR. Ath-Thabrani)
13. Menyuap dalam urusan hukum adalah kufur. (HR. Ath-Thabrani dan Ar-
Rabii’)
14. Barangsiapa tidak menyukai sesuatu dari tindakan penguasa maka
hendaklah bersabar. Sesungguhnya orang yang meninggalkan (membelot)
jamaah walaupun hanya sejengkal maka wafatnya tergolong jahiliyah. (HR.
Bukhari dan Muslim)
15. Jangan bersilang sengketa. Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu
bersilang sengketa (cekcok, bermusuh-musuhan) lalu mereka binasah. (HR.
Ahmad)
16. Ka’ab bin ‘Iyadh Ra bertanya, “Ya Rasulullah, apabila seorang mencintai
kaumnya, apakah itu tergolong fanatisme?” Nabi Saw menjawab, “Tidak,
fanatisme (Ashabiyah) ialah bila seorang mendukung (membantu) kaumnya
atas suatu kezaliman.” (HR. Ahmad)
17. Kaum muslimin kompak bersatu menghadapi yang lain. (HR. Asysyihaab)
18. Kekuatan Allah beserta jama’ah (seluruh umat). Barangsiapa membelot
maka dia membelot ke neraka. (HR. Tirmidzi)
19. Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas
kepemimpinannya. Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab
atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung
jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri pemimpin dan bertanggung
jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan (karyawan)
bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab
atas penggunaan harta ayahnya. (HR. Bukhari dan Muslim)
20. Barangsiapa membaiat seorang imam (pemimpin) dan telah memberinya
buah hatinya dan jabatan tangannya maka hendaklah dia taat sepenuhnya
sedapat mungkin. (HR. Muslim)
21. Akan terlepas (kelak) ikatan (kekuatan) Islam, ikatan demi ikatan. Setiap
kali terlepas satu ikatan maka orang-orang akan berpegangan kepada yang
lainnya. Yang pertama kali terlepas ialah hukum dan yang terakhir adalah
shalat. (HR. Ahmad dan Al Hakim)
22. Hendaklah kamu mendengar, patuh dan taat (kepada pemimpinmu), dalam
masa kesenangan (kemudahan dan kelapangan), dalam kesulitan dan
kesempitan, dalam kegiatanmu dan di saat mengalami hal-hal yang tidak
menyenangkan sekalipun keadaan itu merugikan kepentinganmu. (HR. Muslim
dan An-Nasaa’i)
23. Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Karena itu jika
terjadi perselisihan maka ikutilah suara terbanyak. (HR. Anas bin Malik)
24. Dua orang lebih baik dari seorang dan tiga orang lebih baik dari dua orang,
dan empat orang lebih baik dari tiga orang. Tetaplah kamu dalam jamaah.
Sesungguhnya Allah Azza wajalla tidak akan mempersatukan umatku kecuali
dalam petunjuk (hidayah) (HR. Abu Dawud)
(Sumber : 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad)

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Dari hasil kajian diatas maka dapat kami ambil kesimpulan sebagai berikut :
Agama itu sangat penting disegala aspek kehidupan umat manusia selain itu agama juga
agama berperan untuk menenangkan jiwa dan raga. Dengan agama yg kita yakini hidup
akan lebih baik dan indah. Dengan agama kita akan lebih bijak menyikapi sesuatu.
Contohnya saja diZaman Nabi Muhammad agama berperan penting dalam segala bidang
termasuk pemerintahannya.
DAFTAR PUSTAKA

Gema Insani Press (1994) 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad SLTA, Dr.
Muhammad Faiz Almath.
Sumber: http://www.google.co.id/search?
hl=id&biw=1280&bih=671&noj=1&q=Kontribusi+Pemikiran+Pemeluk+Agama+dalam+Kehid
upan+Politik%2C+Berbangsa
%2C+dan+Bernegara&oq=Kontribusi+Pemikiran+Pemeluk+Agama+dalam+Kehidupan+Politi
k%2C+Berbangsa
%2C+dan+Bernegara&aq=f&aqi=&aql=&gs_sm=12&gs_upl=0l0l1l1470l0l0l0l0l0l0l0l0ll0l0&g
s_l=serp.12...0l0l1l1470l0l0l0l0l0l0l0l0ll0l0

Anda mungkin juga menyukai