Anda di halaman 1dari 6

Koperasi berasal dari kata cooperation atau cooperative yang berarti kerja sama.

Dalam pengertian yang lebih luas, Casselman dalam Firdaus (2002: 39) mengatakan bahwa
“cooperation is an economic system with social contrast (koperasi adalah suatu sistem
ekonomi yang mengandung unsur sosial)”. Dari pengertian tersebut, koperasi mengandung
dua unsur yaitu unsur ekonomi dan unsur sosial. Koperasi merupakan suatu sistem yang
merupakan bagian yang saling berkaitan yang secara bersama-sama berfungsi mencapai
tujuan. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan ekonomi dimana artinya koperasi harus bekerja
berdasarkan motif ekonomi atau mencari keuntungan. Sedangkan bagian-bagian yang saling
berkaitan tersebut merupakan unsur-unsur ekonomi, seperti digunakannya sistem pembukuan
yang baku, diadakannya pemerikasaan secara periodik dan adanya cadangan. Sedangkan
unsur sosial yang terdapat dalam definisi tersebut adalah untuk menjelaskan kedudukan
anggota dalam organisasi, hubungan antar sesama anggota dan hubungan antar anggota
dengan pengurus.

Menurut UU No 25 tahun 1992, koperasi dapat diartikan sebagai sebuah badan usaha
yang beranggotakan sekumpulan orang yang kegiatannya berlandaskan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi kerakyatan yang berasas kekeluargaan. Sementara itu,
menurut bapak proklamator kita, Mohammad Hatta, yang sekaligus menjadi bapak Koperasi,
koperasi adalah suatu jenis badan usaha bersama yang menggunakan asas kekeluargaan dan
gotong royong.

Setiap organisasi, badan usaha, bahkan hingga komunitas tentunya memiliki


idealisme dalam menjalankan operasionalnya. Tidak terkecuali koperasi yang juga memiliki
idealisme yang dirangkum dalam prinsip-prinsip koperasi. Dirangkum dari UU 25 tahun
1992, prinsip-prinsip koperasi adalah sebagai berikut:

1. Keanggotaan tidak dipaksa. Oleh karenanya harus berdasarkan sukarela dan terbuka.
2. Dalam pengelolaannya, koperasi harus bersifat demokratis.
3. Pembagian hasil usaha diberikan secara adil sesuai dengan porsi kontribusi masing-
masing anggota terhadap koperasi.
4. Pemberian balas jasa terhadap pemberi modal sesuai dengan jumlah modal yang
diberikan.
5. Mengutamakan kemandirian.

Tujuan koperasi adalah sebagai berikut:


1. Meningkatkan kehidupan ekonomi anggota koperasi dan masyarakat di sekitarnya.
2. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi anggota koperasi dan masyarakat di sekitarnya.
3. Membantu pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi rakyat yang adil
dan makmur
4. Menjadi sokoguru dalam perekonomian nasional.
5. Membantu produsen dengan memberikan penawaran harga yang relatif lebih tinggi.
6. Membantu konsumen dengan memberikan penawaran harga yang relatif lebih
terjangkau.
7. Memberikan bantuan peminjaman modal kepada unit-unit usaha skala mikro dan
kecil.

Koperasi memiliki dasar hukum sehingga koperasi merupakan badan usaha yang
legal untuk dijalankan. Beberapa dasar hukum koperasi adalah sebagai berikut:

1. UU Nomor 25 Tahun 1992: Perkoperasian.


2. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994: Pembubaran koperasi oleh pemerintah.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994: Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995: Pelaksanaan kegiatan usaha simpan
pinjam oleh koperasi.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998: Modal penyertaan pada  koperasi.
6. Kepmen Koperasi dan UKM Nomor 98 Tahun 2004: Notaris pembuat akta koperasi.
7. Permen Koperasi dan UKM Nomor 10 Tahun 2015: Kelembagaan koperasi.
8. Permen Koperasi dan UKM Nomor 15 Tahun 2015: Usaha simpan pinjam oleh
koperasi.
9. Permen Koperasi dan UKM Nomor 9 Tahun 2018: Penyelenggaraan dan pembinaan
perkoperasian.
10. Kepmen Nomor 22 Tahun 2020: Tata cara penyampaian data debitur koperasi dalam
rangka pemberian subsidi bunga/subsidi margin untuk kredit/pembiayaan usaha
mikro, kecil, dan menengah dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi
nasional.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah mulai merumuskan kebijakan ekonomi yang


sesuai. Seperti yang termaktub dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang
mengisyaratkan bahwa koperasi merupakan bangun usaha yang sesuai dengan perekonomian
Indonesia. Sejalan dengan Pasal tersebut maka pemerintah kemudian melakukan reorganisasi
pada Jawatan Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri menjadi jawatan yang mandiri.
Urusan pengembangan koperasi selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada Jawatan
Koperasi. Koperasi kemudian mengalami perkembangan yang cukup pesat sampai tahun
1959. Namun, sejak diterapkannya sistem demokrasi liberal, koperasi kembali terombang-
ambing karena dianggap tidak sesuai dengan liberalisme.

Pada perkembangan selanjutnya, koperasi kembali dijadikan alat untuk kepentingan


politik. Kondisi ini berubah setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diberlakukan maka
pemerintah juga mengeluarkan PP No. 60 Tahun 1959 yang antara lain menyatakan bahwa
koperasi adalah sistem perekonomian Indonesia sebagai alat untuk melaksanakan praktik
ekonomi terpimpin. Koperasi pada akhirnya mengalami perkembangan yang pesat karena
adanya intervensi presiden. Namun, adanya kekacauan politik yang terjadi sekitar tahun
1960-an menyebabkan koperasi kembali digunakan untuk kepentingan kelompok politik
sehingga mengalami stagnasi.

Pada tahun 1960, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 140 tentang
Penyaluran Bahan Pokok dan menugaskan koperasi sebagai pelaksananya. Kemudian pada
tahun 1961 diselenggarakan Musyawarah nasional Koperasi I (Munaskop I) di Surabaya
untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin. Sejak saat itu
langkah-langkah memolitikkan koperasi mulai tampak.

Pada Tahun 1965, pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 14 Tahun 1965 di


mana prinsip NASAKOM diterapkan pada koperasi. Pada tahun tersebut juga dilaksanakan
Munaskop II yang bertempat di Jakarta. Munaskop II ini ditengarai sebagai pengambilalihan
koperasi oleh kekuatan-kekuatan politik sebagai pelaksana undang-undang baru. Pada tahun
1965 juga ada kejadian yang memberi pengaruh terhadap perkembangan koperasi di
Indonesia yaitu Gerakan Tiga Puluh September (G 30 S/PKI ) yang dilakukan oleh Partai
Komunis Indonesia.

Pada tahun 1967, pemerintah mengeluarkan Undang-undang No.12 Tahun 1967


tentang Pokok-pokok Perkoperasian yang mulai berlaku tanggal 18 Desember 1967. Dengan
berlakunya undang-undang ini maka semua koperasi wajib menyesuaikan diri dan dilakukan
penertiban koperasi. Undang-undang tersebut mengakibatkan rasionalisasi besar-besaran
terhadap koperasi, sehingga sebagian besar koperasi dibubarkan atau membubarkan diri.
Akibatnya terjadi penurunan jumlah koperasi dari 64.000 unit (45.000 unit di antaranya telah
berbadan hukum) tinggal menjadi 15.000 unit. Namun, pemerintah Orde Baru membuat
program koperasi yang diberi nama Koperasi Unit Desa (KUD) yang membuat koperasi
kembali berkembang. Pembentukan KUD merupakan bentuk penyatuan beberapa koperasi
pertanian yang kecil. Pada masa tersebut program pengembangan KUD diintegrasikan
dengan program pengembangan pertanian lain, namun tidak semua KUD berjalan dengan
baik. Berbagai masalah timbul dalam KUD sebagai akibat peraturan pemerintah yang
ternyata kontraproduktif terhadap kinerja KUD sendiri.

Pada tahun 1992, UU No. 12 Tahun 1967 kemudian disempurnakan dan diganti
menjadi Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Pada Undang-undang
yang baru ini pemerintah mengubah landasan mentalkoperasi yang bersifat kesadaran
individual dan kesetiakawanan menjadi homo economicus. Akibatnya koperasi tidak lagi
dikerjakan untuk kepentingan anggotanya tetapi bertujuan mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya. Keuntungan tersebut tidak selalu dapat dinikmati oleh anggota. Selain
UU No. 12 Tahun 1967, pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9
Tahun 1995 tentang Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh koperasi. Peraturan pemerintah
tersebut juga sekaligus memperjelas kedudukan koperasi dalam usaha jasa keuangan.

Pada masa reformasi, jika dihitung secara kuantitatif jumlah koperasi di Indonesia
cukup banyak. Berdasarkan data Departemen Koperasi & UKM pada tahun 2004 tercatat
130.730 koperasi, tetapi yang aktif hanya mencapai 28,55 persen, sedangkan yang
menjalankan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42 persen saja (www.depkop.go.id).
Dengan demikian, dari segi kualitas, keberadaan koperasi masih perlu upaya yang sungguh-
sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan
kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam berbagai kegiatan
ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan perkuatan
dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat besar.

Perkembangan koperasi pada masa reformasi terutama yang terjadi di daerah provinsi
mengalami pasang surut, kadang meningkat namun tidak jarang menurun. Data
perkembangan yang diperoleh hanya tahun 2003-2004, namun setidaknya diharapkan dapat
mewakili kondisi yang terjadi pasca krisis ekonomi. Informasi dan data perkembangan
koperasi diperoleh dari publikasi resmi Kementrian Koperasi dan UKM.
Organisasi Koperasi adalah BU yang beranggotakan orang -orang atau Badan Hukum
Koperasi yang melandaskan kepentingan berdasakan prinsip Koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan. Manajemen koperasi
bertugas untuk Mengolah asset, mengolah usaha dan melaksanakan fungsi pengawasan dan
pengendalian untuk mencapai tujuan koperasi.  Meningkatkan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian
Nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat maju, adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 (Pasal 3 UU No.25 Tahun 1992).

Menurut UURI No. 25/1992 tentang Perkoperasian pasal 21 dinyatakan bahwa


perangkat organisasi koperasi terdiri dari:

 Rapat Anggota
 Pengurus
 Pengawas

Dalam rangka meningkatkan produksi dan kehidupan rakyat di daerah pedesaan,


pemerintah menganjurkan pembentukan Koperasi Pertanian berupa Koperasi Unit Desa
(KUD). Yang menjadi anggota KUD adalah orang- orang yang bertempat tinggal atau
menjalankan usahanya di wilayah unit desa yang merupakan daerah kerja KUD. Karena
kebutuhan mereka beragam macam, maka KUD sebagai pusat pelayanan dalam kegiatan
perekonomian pedesaan memilik dan melaksanakan fungsi:

1. Perkreditan untuk keperluan produksi dan penyediaan kebutuhan modal investasi dan
modal kerja/usaha bagi anggota KUD dan warga desa umumnya.
2. Penyediaan dan penyaluran sarana-sarana produksi, seperti sarana sebelum dan
sesudah panen, sarana untuk keperluan industri/diversifikasi produk, dan penyediaan
dan penyaluran barang-barang keperluan sehari-hari khususnya 9 bahan pokok dan
jasa-jasa lainnya.
3. Pengolahan dan pemasaran hasil produksi/industri dari para anggota KUD dan warga
desa umumnya.
4. Kegiatan perekonomian lainnya seperti perdagangan, pengangukutan dan sebagainya.
5. Dalam melaksanakan tugasnya, KUD harus benar- benar mementingkan pemberian
pelayanan kepada anggota dan masyarakat, dan menghindarkan kegiatan yang
menyaingi anggota sendiri.
Sesungguhnya KUD sebagai wadah pusat pelayanan kegiatan perekonomian pedesaan
harus didirkan serta dikembangkan dengan perhitungan dan pertimbangan ekonomis yang
membutuhkan pemikiran jauh ke masa depan. KUD harus pula melibatkan daya pikir
masyarakat. Karena kita sadari bahwa masyarakat kita terutama di pedesaan masih sangat
rendah tingkat pendidikannya terutama ke alam pikiran ekonomi yang nasional dan dinamis.
Hal ini sangat penting, jik kita hendak memajukan dan mengembangkan KUD sebagai pusat
pelayanan kegiatan perekonomian pedesaan yang menjadi tulang punggung perekonomian
nasional.

Pertnyaan:

1. Menagapa koperasi dianggap tidak sesuai dengan liberalisme?


2. Apa pengaruh dari diterapkannya prinsip NASAKOM pada koperasi?
3. Apa pengaruh G 30 S/PKI terhadap perkembangan koperasi di Indonesia?

Anda mungkin juga menyukai