Anda di halaman 1dari 1

Isu

Isu penundaan pemilu presiden dan wakil presiden 2024 pertama kali disampaikan oleh ketua
umum Parta Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar. Menurut Muhaimin, usulan ini
berdasarkan data bahwa banyak akun media sosial setuju dengan wacana penundaan pemilu,
berdasarkan analisis big data perbincangan di media sosial. Menurutnya, 60 persen dari 100 juta
subjek akun di media sosial mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak. Sejalan
dengan PKB, usulan ini juga mendapat dukungan dari beberapa partai, yaitu Partai Golkar dan
Partai Amanat Nasional (PAN). Isu yang mulai diperbincangkan sejak awal tahun 2022 ini
semakin besar ketika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves),
Luhut Binsar Pandjaitan mengklain big data berupa 110 juta percakapan di media sosial
mendukung usulan penundaan pemilu ini.

Berbagai respon dan kritik muncul menanggapi wacana penundaan pemilu ini. Pengamat politik
dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengatakan bahwa terjadi dualisme
kubu yang ada di Istana, yaitu antara poros PDIP dan poros Luhut dalam wacana penundaan
pemilu 2024. Pelaksanaan pemilu lima tahun sebenarnya telah diatur dalam Undang-undang
Dasar (UUD) 1945, pasal 22E Ayat (1) UUD berbunyi, “Pemilihan umum dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Oleh karena itu, ahli
hukum tata negara Yusril Ihza Mahendara pun menilai, penundaan pemilu tidak memiliki dasar
hukum dan akan menyebabkan munculnya pemerintahan yang ilegal. Mahasiswa juga menggelar
aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, dekat Istana Merdeka. BEM Seluruh
Indonesia meminta pemerintah tidak menunda pemilu karena dianggap mengkhianati konstitusi

Anda mungkin juga menyukai