Anda di halaman 1dari 7

PARIAMAN 

–  Meskipun hujan lebat, tidak membuat minat masyarakat Kota Pariaman


dan wisatawan untuk menyaksikan iven acara Tabuik sampai terbuangnya Tabuik ke
laut.
Pantauan dari wartawan, Kota Pariaman dipenuhi lautan manusia yang sangat antusias
menyaksikan Tabuik yang diadakan satu tahun sekali itu, meskipun hujan pengunjung
tetap antusias menyaksikan Tabuik.

BERITA LAINNYA
KPU Pariaman Tetapkan DPT Pilgub Sumbar 65.159
Bawaslu Bersama Tim Gabungan Tertibkan APK Pasangan Calon Gubernur di Pariaman
Pemdes Koto Marapak Sediakan Pos Belajar dengan Fasilitas Lengkap
 
Selama 10 tahun terakhir penyelenggaraan Tabuik selalu diterpa oleh isu-isu miring,
yang mengaitkan aliran Syiah dan menyatakan Tabuik itu haram, isu tersebut selalu
muncul setiap penyelenggaraan pesta budaya Tabuik yang diselenggrakan pada
tanggal 1 hingga 10 Muharam Hijriah, ungkap Walikota Pariaman pada sambutannya
dalam pembukaan pesta Tabuik (23/9/2018).

Acara Tabuik yang diselenggarakan di Pantai Gondariah dihadiri oleh Mentri Pariwisata
diwakili oleh Plt Deputi 1 Pengembangan dan Pemasaran Pariwisata Ni Wayan Giri
Adniyani, Gurbernur Sumbar diwakili Kepada Dinas Pariwisata Oni Yulfian, Wakil Kota
Pariaman Genius Umar, pejabat di lingkungan Pemko dan para undangan lainnya.

Mukhlis menekankan bahwa iven tahunan Tabuik tidak ada sangkut pautnya dengan
agama. Ia menegaskan bahwasanya budaya Tabuik murni budaya warga Pariaman
yang harus ditumbuhkan dan dikembangkan.

“Jika ada orang-orang yang mengaitkan Tabuik Pariaman aliran Syiah, itu adalah
orang-orang syirik yang harus kita bantah tuduhan tersebut,” jelas Mukhlis.

Mukhlis juga menyinggung sejarah Tabuik yang berawal dari peristiwa Perang Karbala,
yakni Hasan dan Husen, tetapi di Pariaman dijadikan budaya adat Kota Pariaman,
bahkan menurutnya, budaya Tabuik ini sangat besar pengaruhnya untuk mengangkat
perekonomian warga khususnya warga Kota Pariaman.

Tak lupa, Mukhlis juga mengatakan selama 10 tahun kepimpinannya, sudah dibangun 2
Rumah Tabuik, sebelum ada Rumah Tabuik, pembuatan Tabuik selalu berpindah-
pindah, dengan adanya Rumah Tabuik maka pembuatan Tabuik menjadi permanen.

Untuk pembuatan Tabuik, panitia, ujar Mukhlis,  tidak perlu susah untuk mencari dana,
karna dananya sudah masuk di anggaran APBD dengan jumlah sebesar 1,5 Miliyar,
dan panitia tidak perlu lagi susah payah mencari dana ke sana ke mari.

“Budaya Tabuik juga memberikan tempat ke pada sanggar-sanggar yang ada di Kota
Pariaman untuk tumbuh dan mengisi setiap kegiatan yang ada di Kota Pariaman, dan
Pariaman akan terus berbenah dan mempercantik pantainya, kita telah membangun
Pulau Angso Duo, terbukti setiap tahun wisatawan terus bertambah dan dalam 10 tahun
terakhir jumlah pengunjung ke Kota Pariaman mencapai 300.000 orang dan didalan
tahun 2017 sudah mencapai 3 juta wisawan yang datang ke Pariaman,” akhirnya
menguraikan.

https://reportaseinvestigasi.com/kontroversi-tabuik-piaman-wako-mukhlis-tegaskan-tabuik-murni-
budaya-rang-pariaman/

Waspada Iranisasi Padang Pariaman, Umat Diseret ke


Majusi Syiah dengan Tabuik

Posted on 13 November 2014 – by Nahimunkar.com


Yang terparah “Duta Majusi Syi’ah ini melancarkan misi Syi’ahisasinya dengan menawarkan program kota
kembar antara Pariaman dan kota Qum di Iran,” sebagaimana diprihatinkan pengguna Facebook dengan akun
Abu Sholeh Al-Anshary pada Rabu (13/11).
PARIAMAN– Apakah Anda mengenal istilah tabuik? Di dalam Wikipedia, tabuik dijelaskan sebagai
perayaan lokal dalam rangka memperingati hari Asyura, yakni peristiwa gugurnya Imam Husain, cucu Nabi
Muhammad shalallahu ‘alayhi wasallam, yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau di daerah pantai
Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman. Dengan demikian, Tabuik merupakan ritual dari ajaran syiah,
namun sayangnya ini tetap dilestarikan masyarkat awam, bahkan dianggap sebagai kearifan lokal oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Padang, sebagaimana perayaan yang diliputPadang Ekspres  (PE), Selasa
(12/11/2014).
Pada Festival Tabuik masyarakat menampilkan kembali “drama” Pertempuran Karbala, dan memainkan
drum tassa juga dhol. Tabuik merupakan istilah untuk usungan jenazah yang dibawa selama prosesi upacara
tersebut.
Maka sudah tidak diragukan lagi bahwa budaya Tabuik hubungannya sangat erat dengan tradisi kaum syiah.
Terbukti dengan terus hadirnya wakil Duta Besar Iran dalam puncak perayaan Tabuik di kota Pariaman
kemarin (12/11), lansir PE. Yang terparah “Duta Majusi Syi’ah ini melancarkan misi Syi’ahisasinya dengan
menawarkan program kota kembar antara Pariaman dan kota Qum di Iran,” sebagaimana diprihatinkan
pengguna Facebook dengan akun Abu Sholeh Al-Anshary pada Rabu (13/11).
“Sebagai warga Pariaman, tentu saja hal ini sangat berbahaya sekali bagi aqidah Ummat Islam khususnya
Pariaman,” ujar Abu Sholeh selaku warga Pariaman. Selain itu, hal ini seolah menjadi pendukung dari semakin
merajalelanya praktik-praktik kemusyrikan di Pariaman, seperti mendatangi kuburan Syeikh Burhanudin demi
mengharapkan berkah serta berdoa di kuburannya, sebab ini juga ritual yang sangat didukung oleh kaum syiah.
Inilah peluang besar bagi majusi syiah untuk melancarkan misinya menyebarkan agama syiah di Pariaman
yang harus diwaspadai Kaum Muslimin.
Sangatlah mengherankan, mengapa budaya-budaya seperti ini, yang tidak ada hubungannya dengan
Islam dilestarikan oleh pemerintah daerah? Bahkan sengaja mereka memberinya berbagai macam
istilah pengganti dengan sebutan wisata religius atau pun kearifan lokal. Apakah iranisasi sudah
sedemikian kuatnya di Pariaman?
“Tentu saja ini merupakan kewajiban para ulama dan para da’i untuk menghadang semua makar kaum syiah di
Sumatera Barat khususnya Pariaman. Jangan sampai kita kecolongan dengan serangan masif kaum syiah ini.
Tidak ada sedikit pun keuntungannya bagi Kaum Muslimin dengan keberadaan mereka di Ranah Minang,”
pungkas Muslim Pariaman itu. (adibahasan/arrahmah.com) Adiba HasanKamis, 20 Muharram 1436 H / 13
November 2014 10:02
***

Tabot, Tabuik dan Nikah Mut’ah


By nahimunkar.com on 15 August 2011
–Imbas Aliran Sesat Syi’ah ini berlangsung bahkan dilestarikan karena manusianya tak peduli entah
syirik entah haram, entah mengancam aqidah entah menyebarkan bahaya penyakit; yang penting fulus
Sebagian tokoh syi’ah ada yang pernah mengklaim, bahwa sebenarnya ideologi syi’ah sudah diterima
masyarakat Indonesia sejak lama, dengan menunjuk kepada fenomena budaya berupa Tabot di Bengkulu
atau Tabuik di Sumatera Barat, juga maraknya praktek nikah mut’ah di sejumlah daerah di Indonesia.
Klaim seperti itu sebenarnya tidak berdasar, karena meski sebagian (kecil) masyarakat
Indonesiamerayakan Tabot atauTabuik dan mempraktekkan nikah mut’ah, namun landasannya bukan
pemahaman keagamaan, tetapi semata-mata faktor fulus. Tradisi Tabot atau Tabuik menjadi menarik
diprogramkan secara berkala karena anggarannya menggiurkan, mencapai milyaran. Sedangkan nikah
mut’ah dipraktekkan karena dijadikan solusi instan untuk keluar dari kemiskinan turun temurun atau
menyalurkan syahwat dengan cara haram namun dibolehkan oleh aliran sesat syi’ah.

Tabot Bengkulu
Konon Tabot yang merupakan upacara belasungkawa pengikut syi’ah ini mulai diperkenalkan pertama kali
pada tahun 1685 oleh Syekh Burhanuddin alias Imam Senggolo, yang menikah dengan gadis Bengkulu.
Namun ada juga yang mengatakan, Tabot dibawa oleh para pekerja asal India Selatan (Madras dan Bengali)
yang berpaham Syi’ah pada tahun 1718. Para pekerja itu dibawa ke Bengkulu oleh kolonialis Inggris untuk
membangun Benteng Marlborough.
Parapekerja asal Madrasdan Bengali ini, kemudian membaur dengan penduduk setempat, termasuk dengan
keturunan Syekh Burhanuddin. Mereka beranak pinak, sehingga membentuk komunitas Sipai. Orang-
orang Sipai inilah yang melanjutkan  dan menghidup-hidupkan tradisi Tabot. Artinya, tradisi Tabot ini belum
pernah secara luas diterima sebagai tradisi lokal oleh masyarakat Bengkulu pada umumnya. Dalam makna lain,
sepenggal ajaran syi’ah yang dibawa para pekerja dari Madras dan Bengali hanya diterima oleh orang-
orang Sipai saja.
Namun belakangan, orang-orang Sipai pun berhasil membebaskan diri dari kesesatan ajaran syi’ah, namun
masih mempraktekkan tradisi Tabot semata-mata untuk mengenang dan menghormati tradisi nenek moyang
mereka. Akhirnya, seiring perjalanan waktu, tradisi Tabot yang semula dimaksudkan untuk mengenang
kematian cucu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yaitu Husein ra yang tewas di Padang Karbala,
kini berubah arah menjadi pesta budaya lokal yang didanai pemerintah setempat (pemprov maupun pemkot).
Yang namanya pesta, lebih banyak menjurus kepada hura-hura semata.
Pada tahun 2010, tradisi Tabot di Bengkulu yang berlangsung 6-16 Desember 2010, menelan biaya Rp 1,2
milyar.Sebesar Rp 500 juta berasal dari dana Pemprov bengkulu, sedangkan sebesar Rp 640 juta lainnya
berasal dari Pemkot Bengkulu. Selebihnya diperoleh dari donatur. Biasanya, tradisi Tabot yang kini diberi
nama Festival Tabot ini berlangsung pada tanggal 01 hingga 10 Muharram setiap tahunnya.
Secara lebih tegas, tradisi Tabot menjadi festival budaya lokal dengan nama Festival Tabot, sudah berlangsung
sejak 1990. Penyelenggaranya, tetap dari komunitas Sipai yang menamakan diri Kerukunan Keluarga Tabot
Bengkulu (KTB). Pada tahun 2010 lalu, diselenggarakan di depan Tugu Thomas Parr, Kelurahan Malabero,
dan dihadiri oleh seluruh unsur Muspida provinsi Bengkulu. Juga para bupati dan wakil bupati di seluruh
kabupaten dankota.
Tabut konon berasal dari bahasa Arab yaitu At-Tabut, yang berarti kotak atau peti mati sebagai perlambang
peti mati berisi jenazah Husein ra. Peti-peti tersebut kemudian akan dibuang ke laut (dilarung), namun kini
lebih sering dibuang ke rawa-rawa tak jauh dari pemakaman umum Karbela yang diakui sebagai tempat
dimakamkannya jasad Syekh Burhanuddin alias Imam Senggolo. Di Bengkulu, Tabot yang dilarung berjumlah
17 buah, untuk mengenang perintisTabot di daerah ini yang berjumlah 17 orang. Isi Tabot antara lain aneka
bendera berikut tiang, tombak bermata ganda, tiruan pedang Zufikar dalam ukuran yang jauh lebih kecil.
Pedang Zulfikar adalah senjata perang yang biasa digunakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Sebelum melarung Tabot, sejumlah ritual lebih dulu dilaksanakan selama 10 hari sebelumnya, antara lain
upacara pengambilan tanah, upacara sakral duduk penja, upacara menjara, upacara arak jari-jari, hari Gam atau
tidak ada bunyi-bunyian, Tabot naik pangke, malam arak gedang dan arak-arakan Tabot terbuang. Itu semua
tidak ada contohnya dalam ajaran Islam.
Pada Festival Tabot 2010 lalu, Tabot yang diarak kemudian dibuang berjumlah 39 buah. Terdiri dari 17 Tabot
ritual dan 16 tabot turutan serta 6 Tabot pembangunan. Dari sekitar Rp 1,2 milyar biaya Festival Tabot, ada
sebagian (kecil) dari dana tersebut yang dialokasikan untuk dibagi-bagikan kepada Kerukunan Keluarga Tabot
(KKT).
Seiring perjalanan waktu, tradisi Tabot yang semula dapat ditemukan di sejumlah kawasan di Aceh (Pidie,
Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil), dan Sumatera Barat (Painan, Padang, Pariaman, Maninjau),
Alhamdulillah kini sudah tiada kecuali di Pariaman selain di Bengkulu. Di Pariaman, tradisi Tabot dinamakan
Tabuik, yang bermakna sama, peti.

Tabuik Pariaman
Pariaman bermakna daerah yang aman, adalah sebuah kota yang pernah menjadi bagian dari Kabupaten
Padang Pariaman, Sumatera Barat. Sejak 2002 Kotif Pariaman menjadi Kota Pariaman dengan empat
Kecamatan. Di daerah ini Tabuik konon sudah dikenal sejak tahun 1831 yang dibawa oleh tentara Inggris asal
Sepoy atau Cipei (India). Bila di Bengkulu ada 17 Tabot, di Pariaman hanya ada 2 Tabuik yang melambangkan
peti jenazah Hasan ra dan Husein ra, cucu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Bila di bengkulu dinamakan Festival Tabot, di Pariaman dinamakan Pesta Budaya Tabuik Piaman yang sejak
1974 menjadi kegiatan rutin bidang wisata Pemkot Pariaman. Sebagaimana di Bengkulu, Tabuik Pariaman
juga diselenggarakan pada tanggal 1-10 Muharram, dan merupakan upacara peringatan atas meninggalnya
Husein ra (cucu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam).
Menurut Uun Halimah (uun-halimah.blogspot.com), prosesi panjang Tabuik diawali dengan membuat tabuik
di dua tempat, yaitu di pasar (tabuik pasar) dan subarang (tabuik subarang). Masing-masing terdiri dari dua
bagian (atas dan bawah) yang tingginya dapat mencapai 12 meter. Bagian atas mewakili keranda berbentuk
menara yang dihiasi dengan bunga dan kain beludru berwarna-warni. Sedangkan, bagian bawah berbentuk
tubuh kuda, bersayap, berekor dan berkepala manusia.
Bagian bawah ini menurut Uun Halimah pula, mewakili bentuk burung Buraq yang dipercaya membawa
Husein ra ke langit menghadap Yang Kuasa. Kedua bagian ini kemudian disatukan. Caranya, bagian atas
diusung secara beramai-ramai untuk disatukan dengan bagian bawah. Setelah itu, berturut-turut dipasang
sayap, ekor, bunga-bunga salapan dan terakhir kepala. Untuk menambah semangat para pengusung tabuik
biasanya diiringi dengan musik gendang tasa. Penyatuan dua bagian tabuik (atas dan bawah) biasanya usai
menjelang waktu shalat dzuhur tiba. Kedua tabuik tadi dipajang berhadap-hadapan dan merupakan
personifikasi dari dua pasukan yang akan berperang.
Ba’da Ashar, kedua tabuik diarak keliling Kota Pariaman. Masing-masing tabuik dibopong oleh delapan orang
pria. Arak-arakan berlanjut hingga ke Pantai Gandoriah. Di tempat ini kedua tabuik diadu, untuk
menggambarkan situasi perang diPadangKarbala. Usai diadu, kedua tabuik dibuang ke laut. Prosesi membuang
tabuik ke laut ini melambangkan dibuangnya segala silang sengketa di masyarakat. Sekaligus, melambangkan
terbangnya burung Buraq membawa jasad Husein ra ke Surga.
Terkesan, tradisi tabuik ini merupakan perpaduan antara tradisi syi’ah dan Hindu. Maka untuk memberi kesan
Islami, pada perayaan tabuik yang berlangsung selama 10 hari ini, dibumbui pula dengan hal-hal yang berbau
Islam, antara lain pengajian yang melibatkan ibu-ibu serta murid-murid TPA dan Madrasah Kota Pariaman.
Tahapan Pesta Budaya Tabuik di pariaman pada dasarnya sama saja dengan Festival Tabot di Bengkulu:

1. Membuat tabuik.
2. Menyatukan bagian atas dan bawah tabuik (tabuik naik pangkat).
3. Mengambil tanah yang dilakukan saat adzan Maghrib (maambiak tanah). Pengambilan tanah ini
mengandung pesan bahwa setiap manusia berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Tanah
yang sudah diambil tadi kemudian diarak dan disimpan di dalam daraga, sebuah wadah berukuran 3 x
3 meter, dibalut kain putih, akhirnya dimasukkan ke dalam tabuik (pelambang peti jenazah).
4. Mengambil batang pisang (maambiak batang pisang), kemudian ditanamkan di dekat pusara.
5. Mengarak panja yang berisi jejari tangan tiruan keliling kampung (maarak panja-jari). Makna
simboliknya, untuk memberitahukan kepada pengikut Husein ra bahwa jari-jari tangan Husein ra yang
tercecer saat Perang Karbala telah ditemukan.
6. Mengarak sorban (maarak sorban), yang mengandung makana simbolik bahwa Husein ra telah tewas
dipenggal lawannya.
7. Membuang tabuik, yaitu membawa tabuik ke pantai dan dibuang ke laut.

Pada tahun 2010 lalu, Pesta Budaya Tabuik Piaman digelar pada tanggal 7 hingga 19 Desember 2010. Agar
terlihat Islami, pesta budaya ini diawali dengan Dzkir Bersama dan Tausiyah. Menurut Mukhlis Rahman
(Walikota Pariaman),pesta budaya tabuik tahun 2010 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena pada
tahun 2010 ini juga ditampilkan pagelaran Barongsai, yang merupakan budaya khas Cina.
Jadi, pesta budaya tabuik pariaman ini campuran berbagai unsur, yaitu syi’ah, Hindu, Cina Konghucu dan
Islam. Boleh jadi, ini namanya sinkretisme yang mengandung kemusyrikan, dan dibiayai pemerintah setempat.
Nampaknya, pemkot Pariaman cukup serius menjadikan tradisi tabuik sebagai bagian dari objek wisata lokal
yang bisa dijual. Faktanya, pada tanggal 9 April 2011 lalu, pemkot Pariaman meresmikan dua unit Rumah
Tabuik, yang dimaksudkan sebagai pusat kebudayaan, seni, dan tradisi Pariaman. Dana pembuatan rumah
tabuik ini berasal dari APBN sebesar Rp2,3 miliar dan dana APBD Pariaman Rp1,71 miliar. Rumah tabuik
terdiri dari Rumah Tabuik Pasayang berlokasi di Jl. Syech Burhanuddin. Satu unit lainnya yaitu Rumah Tabuik
Subarang terletak di Jl. Imam Bonjol.
Menurut penjelasan pihak terkait, Rumah Tabuik didirikan untuk menjalankan fungsi sebagai Museum
Budaya, agar masyarakat luas dapat memperoleh informasi lengkap tentang proses pembuatan tabuik dan latar
belakang sejarah yang menyertainya. Juga, dimaksudkan sebagai pusat pembuatan seluruh prosesi Tabuik.
Yang lebih penting, dua unit rumah tabuik ini dimaksudkan sebagai alternatif tujuan wisata di kawasan
Sumatera Barat.
https://www.nahimunkar.org/ulama-sumbar-marah-besar-peringatan-tabot-tabuik-di-pariaman-haram-
ini-budaya-syiah/

Pesta Tabuik Dalam Tinjauan Agama


Oleh : Jel Fathullah al Pariamani, Lc
Mengenal Budaya Tabuik.
Tabuik dalam bahasa arab adalah tabot, artinya sebuah peti. Dalam perayaan tabuik, peti tersebut
diletakan di punggung patung yang berbentuk seekor kuda berkepala wanita, dilengkapi dengan dua
sayap. Patung ini disebut dengan buraq. Kemudian patung buraq dilengkapi dengan berbagai
asesoris, sehingga mencapai ketinggian 12 meter.
Even Tabuik adalah sebuah perayaan yang dilakukan pada 10 muharam dalam rangka
memperingati kematian Husein dalam perang karbala pada 10 muharam tahun 61 hijriyah,
bertepatan dengan 9 atau 10 oktober tahun 680 masehi. Makanya yel yel yang dipakai dalam tabuik
adalah hoyak hosen, artinya hayya husein (bangkit Husein ), sebuah yel yel untuk membangkitkan
semangat perang.
Di indonesia perayaan tabuik diperingati oleh dua daerah yaitu di Pariaman dan bengkulu. Adapun
di Pariaman perayaan tabuik sudah pernah dihentikan dalam kurun yang lama, yaitu pada tahun
1969 sampai 1980, tepatnya dimasa pemerintahan Bupati Anas Malik.
Apakah Tabuik budaya kita ?
Para peneliti mengatakan bahwa tabuik dibawa ole tentara inggeris asal India yang berpaham
Syi’ah. Mereka dipimpin oleh Imam Kadar Ali dari negeri Cipei atau disebut dengan Sepoy. Ada juga
yang mengatakan bahwa Tabuik dibawa oleh pedagang bangsa Arab yang berpaham syi’ah,
mereka berdagang sampai kepulau sumatera. Artinya semua peneliti sepakat bahwa Tabuik adalah
berasal dari Tradisi Syi’ah. Orang Sepoy setiap tahun selalu memperingati tabuik disetiap bulan
muharam, akhirnya lama kelamaan diikuti oleh masayarakat Pariaman
Apakah kita orang Syi’ah ?
Jawabnya tegas tidak..! karena kita masyarakat pariaman adalah ahlusunnah wal jama’ah yang
bermazhab syafi’i. Imam Syafi’i tegas dan jelas menentang syi’ah.
Jadi tabuik bukan budaya kita...kita hanya korban
kepentingan pihak asing.
Peranan Penjajah dalam Perkembangan Tabuik.
Lebih dahsyat acara tabuik disupport oleh pihak penjajah, aehingga jumlah tabuik sebelum
kemerdekaan sampai 12 tabuik. Ini mengingatkan kita pada teori resepsi Snouck hugronje “
mengembangkan budaya yang melemahkan agama dan berpotensi adu domba”. Makanya setelah
kemerdekaan tabuik tidak disemarakan..akhirnya dihentikan sampai th 1980.
Apakah tabuik bagian dari kapling agama.
kita tidak bisa berkilah..tabuik itu memang bagian dari ritual keagamaan, seperti :
1. Tinjauan sejarah ; tabuik dilaksanakan dalam rangka mengenang duka kematian Husein dalam
perang karbala yang sekarang merupakan wilayah Irak. Perang itu merupakan perang antar umat
Islam dalam sengketa politik antara Husein bin Ali dan Yazid bin Muawiyah. Kedua kubu masih
berpaham Ahlu Sunnah waljama’ah. Namun muncul skenario Abdullah bin Saba (Yahudi Zindik)
menggelorakan paham syi’ah untuk memecah islam dari dalam. Paham syi’ah ini merupakan
kombinasi paham yahudi dan majusi. Mereka selalu menggelorakan permusuhan umat islam
dengan memperingati kematian husein 10 muharram, sehingga dendam dan permushan antara
umat islam tetap menggelora.
2. Kandungan idiologi yang terdapat peringatan Tabuik.
• Dalam proses pembuatan tabuik mulai dari proses mengambil tanah sampai tabuik dibuang ke laut
didasari sebuah idiologi dan keyakinan tersendiri, serta penuh dengan ritual mistis.
• Diantara keyakinan yang dibangun adalah : peti tabut yang terdapat di punggung kuda dianggap
tempat roh atau jasad husein. Kuda berkepala wanita dianggap boraq yang akan membawa terbang
Husein.san lain-lain.
• Berkembangnya keyakinan bahwa mengambil sebagian organ tabuik membawa keberuntungan
bagi mereka. sehingga mereka bersaing habis-habisan untuk memperebutkan organ tabuik ketika
dibuang ke laut.
• Dalam prosesi maarak jari jari ada keyakinan membawa jasad husein korban kejahatan Yazid bin
muawiyah.
3. Tinjauan prosesi : semua prosesi dari awal sampai akhir penuh dengan ritual khusus.
4. Semangat yang dibangun dalam hoyak tabuik adalah semangat perang agama, lebih naif
dianggap perang terhadap orang kafir.
Apakah Tabuik budaya atau agama.
Dalam berbagai tinjauan baik sejarahm keyakinan yang dibangun, prosesi dan motivasi dapat
dipastikan bahwa pesta tabuik adalah bagian dari ritual agama. Jadi tabuik bukan budaya tapi ritual
agama, maka tinjauan hukumnya mesti agama.
Hukum tabuik dalam pandangan aqidah dan syari’ah.
1. Secara aqidah tabuik adalah berbasis syi’ah, hal ini bertentangan dengan aqidah kita sebagai
penganut ahlusunnah waljama’ah, karena dalam aqidah syi’’ah darah kita dipandang halal.
2. Peringatan tabuik bertentangan dengan syari’ah :
• Bulan muharram adalah bulan yang diharamkan berperang, peristiwa karbala adalah kecelakaan
sejarah, luka dan aib umat islam yang tidak boleh dibuka. Apalagi diperingati, dia adalah tahun
fitnah yang tidak boleh diungkit.
• Merayakanl tabuik dan menerima idiologinya berarti telah menyokong atau mengakui pandangan
syi’ah terhadap Husein sebagai imam syi’ah . berati Husein telah kufur terhadap ajaran Nabi Saw
kakek kandungnya sendiri.
• Perayaan tabuik bertentang dengan pperintah Rasulullah, yaitu berpuasa 9. 10, 11 muharam,
bukan berperang apalagi memperingati fitnah yang dilarang oleh islam. Ini dosa serius, Allah akan
menghukumi semua pihak yang terlibat.
• Melestarikan tabuik adalah sebuah pengokohan terhadap ajaran syiah di sumatera barat. Ajaran ini
akan menjadi peluang untuk penyebaran ajaran syi’ah yang langsung di sokong oleh duta Iran. Hal
ini telah mulai menjadi kenyataan karena beberapa generasi muda kita telah diberi beasiswa ke
Qum, setelah pulang dia jadi tokoh syi’’ah.
• Dalam acara ini ribuan orang telah melalaikandan meninggalkan sholat, dll.
• Masyarakat berkeyakinan bahwa musuh Husein atau pihak Yazid adalah orang kafir, yang harus
dicaci maki dan diperangi. Ini sikap yang sangat berbahaya.
• Dari segi tarbiyah tidak bernilai positif karena bermuatan fitnah dsndam dan permusuhan.
• Prosesi dan ritual banyak berpaham menyimpang dan khurafat, bahkan syirik. Salah satu contoh
kecilnya berebutan organ tabuik karena dianggap memberikan tuah.
• tinjauan syari'ah ini tidak bisa ditepis dengan alasan budaya dan tradisi. Karena tradisi kita harus
berdasarkan syariah yang berlandaskan al Quran dan sunnah.
Adat basandi syara' , syara' basandi kitabullah.
Hukum syari'ah :
Maka berdasarkan pertimbangan aqidah, syari'ah dan saddu az zari'ah hukum tabut tidak ada
pilihan selain haram.
Mari merenung...!!
Mari bersikap jujur..!

Anda mungkin juga menyukai