Anda di halaman 1dari 13

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya
wabah.
Selain itu, Mentri Kesehatan RI (2010) membatasi pengertian wabah sebagai berikut:
“Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu
serta dapat menimbulkan malapetaka”.
Istilah wabah dan KLB memiliki persamaan, yaitu peningkatan kasus yang melebihi situasi
yang lazim atau normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan yang sudah kritis, gawat atau
berbahaya, melibatkan populasi yang banyak pada wilayah yang lebih luas. 

A. KRITERIA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB apabila
memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1.         Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah.
2.             Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,
hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3.        Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4.             Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali
atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya.
5.            Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
perbulan pada tahun sebelumnya.

1
6.        Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan
angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. 
7.       Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun
waktu yang sama.

B. PENYAKIT-PENYAKIT YANG BERPOTENSI MENJADI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


 Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, penyakit menular tertentu yang menimbulkan wabah adalah:
1.             Kholera
2.             Pes
3.             Demam berdarah
4.             Campak
5.             Polio
6.             Difteri
7.             Pertusis
8.             Rabies
9.             Malaria
10.         Avian Influenza H5N1
11.         Antraks
12.         Leptospirosis
13.         Hepatitis
14.         Influenza H1N1
15.         Meningitis
16.         Yellow Fever
17.         Chikungunya

Penyakit-penyakit berpotensi Wabah/KLB:


1.             Penyakit karantina/penyakit wabah penting: kholera, pes, yellow fever.

2
2.       Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/ mempunyai memerlukan
tindakan segera: DHF, campak, rabies, tetanus neonatorum, diare, pertusis, poliomyelitis.
3.      Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting: malaria, frambosia,
influenza, anthrax, hepatitis, typhus abdominalis, meningitis, keracunan, encephalitis,
tetanus.
4.      Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB, tetapi masuk
program: kecacingan, kusta, tuberkulosa, syphilis, gonorrhoe, filariasis, dan lain-lain.

C. KLASIFIKASI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Menurut Bustan (2002), Klasifikasi Kejadian Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebab dan
sumbernya, yakni sebagai berikut:
1.       Berdasarkan Penyebab
a.       Toxin
1)  Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, Vibrio,
Kholera, Eschorichia, Shigella
2)  Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum,
Clostridium perfringens
3)    Endotoxin
b.      Infeksi
1)      Virus
2)      Bakteri
3)      Protozoa
4)      Cacing
c.       Toxin Biologis
1)      Racun jamur
2)      Alfatoxin
3)      Plankton
4)      Racun ikan
5)      Racun tumbuh-tumbuhan
d.      Toxin Kimia

3
1)   Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain
cyanida, nitrit, pestisida.
2)      Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.
2.      Berdasarkan sumber
a.    Sumber dari manusia
Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air seni, muntahan seperti: Salmonella, Shigella,
hepatitis.
b.   Bersumber dari kegiatan manusia
Misalnya: toxin dari pembuatan tempe bongkrek, penyemprotan pencemaran
lingkungan.
c.   Bersumber dari binatang
Misalnya: binatang peliharaan, rabies dan binatang mengerat.
d.   Bersumber pada serangga (lalat, kecoak)
Misalnya: Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus
e.   Bersumber dari udara
Misalnya: Staphylococcus, Streptococcus virus
f.    Bersumber dari permukaan benda-benda atau alat-alat
Misalnya: Salmonella
g.  Bersumber dari makanan dan minuman
Misalnya:  keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Menurut Notoatmojo (2003), faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa
adalah:
1.        Herd Immunity yang rendah
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/ wabah adalah herd
immunity. Secara umum dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang
dimiliki oleh sebagian penduduk yang dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat
disamakan dengan tingkat kekebalan individu. Makin tinggi tingkat kekebalan seseorang,
makin sulit terkena penyakit tersebut.
2.             Patogenesitas

4
Patogenesitas merupakan kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada
pejamu sehingga timbul sakit.
3.             Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organism, tetapi mempengaruhi kehidupan
ataupun  perkembangan organisme tersebut.

E.   LANGKAH-LANGKAH  PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Penyelidikan KLB mempunyai tujuan utama yaitu mencegah meluasnya (penanggulangan)
dan terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian).
Langkah-langkah yang harus dilalui pada penyelidikan KLB, sebagai berikut:
1.           Mempersiapkan penelitian lapangan
2.        Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3.       Memastikan diagnosa etiologis
4.      Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5.       Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6.      Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7.       Mengidentifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB
8.       Merencanakan penelitian lain yang sistematis
9.      Menetapkan saran cara pengendalian dan penanggulangan
10.     Melaporkan hasil penyelidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepada sistim
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
(CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986;
Goodman et al., 1990 dalam Maulani, 2010)

Pada pelaksanaan penyelidikan KLB, langkah-langkah tersebut tidak harus dikerjakan secara
berurutan, kadang-kadang beberapa langkah dapat dikerjakan secara serentak. Pemastian
diagnosa dan penetapan KLB merupakan langkah awal yang harus dikerjakan (Mausner and
Kramer, 1985; Vaughan and Marrow, 1989 dalam Maulani, 2010).
1.             Persiapan Penelitian Lapangan

5
Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah
adanya informasi.  Kelsey., (1986), Greg (1985) dan Bres (1986) dalam Maulani (2010)
mengatakan bahwa persiapan penelitian lapangan meliputi:
a.             Pemantapan (konfirmasi) informasi.
b.             Pembuatan rencana kerja
c.             Pertemuan dengan pejabat setempat.
2.             Pemastian Diagnosis Penyakit
Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda
penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala
klinisnya.
3.             Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah
berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik) pada populasi yang
dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Adanya KLB juga ditetapkan apabila
memenuhi salah satu dari kriteria KLB. Pada penyakit yang endemis, maka cara
menentukan KLB bisa menyusun dengan grafik pola maksimum-minimum 5 tahunan atau
3 tahunan.
4.             Identifikasi kasus atau paparan
Identifikasi kasus penting dilakukan untuk membuat perhitungan kasus dengan teliti. Hasil
perhitungan kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan KLB. Dasar yang
dipakai pada identifikasi kasus adalah hasil pemastian diagnosis penyakit.
Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk indentifikasi sumber penularan.
Pada tahap ini cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan mempelajari teori cara
penularan penyakit tersebut. Ini penting dilakukan terutama pada penyakit yang cara
penularannya tidak jelas (bervariasi). Pada KLB keracunan makanan identifikasi paparan
ini secara awal perlu dilakukan untuk penanggulangan sementara dengan segera (CDC,
1979 dalam Maulani, 2010).
5.             Deskripsi KLB
a.       Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB
berlangsung) digambarkan dalam suatu kurva epidemik. Kurva epidemik adalah

6
suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit
(onset of illness) selama periode wabah. Penggunaan kurva epidemik untuk
menentukan cara penularan penyakit. Salah satu cara untuk menentukan cara
penularan penyakit pada suatu KLB yaitu dengan melihat tipe kurva epidemik,
sebagai berikut:
1)        Kurva epidemik dengan tipe point common source (penularan berasal dari satu
sumber). Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan kasus-kasus yang terpapar
dalam waktu yang sama dan singkat. Biasanya ditemui pada penyakit-
penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan (misalnya: kolera, typoid).
2)             Kurva epidemik dengan tipe propagated. Tipe kurva ini terjadi pada KLB
dengan cara penularan kontak dari orang ke orang. Terlihat adanya beberapa
puncak. Jarak antara puncak sistematis, kurang lebih sebesar masa inkubasi
rata rata penyakit tersebut.
3)              Tipe kurva epidemik campuran antara common source dan propagated. Tipe
kurva ini terjadi pda KLB yang pada awalnya kasus-kasus memperoleh
paparan suatu sumber secara bersama, kemudian terjadi karena penyebaran
dari orang ke orang (kasus sekunder).
b.      Deskripsi kasus berdasarkan tempat
Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk mendapatkan
petunjuk populasi yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat
pekerjaan). Hasil analisis ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber
penularan. Agar tujuan tercapai, maka kasus dapat dikelompokan menurut daerah
variabel geografi (tempat tinggal, blok sensus), tempat pekerjaan, tempat
(lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi, sekolah, kesamaan hubungan
(kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari orang ke orang atau
melalui vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980 dalam Maulani, 2010).
c.             Deskripsi kasus berdasarkan orang
Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber penularan atau
etiologi penyakit. Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras,
status kekebalan, status perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada
tahap dini kadang hubungan kasus dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan

7
ini memungkinkan memusatkan perhatian pada satu atau beberapa variabel di atas.
Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu dikerjakan, karena dari age spscific
rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini akan berguna untuk
membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau sebagai kunci yang
digunakan untuk menentukan sumber penyakit (MacMahon and Pugh, 1970;
Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986 dalam Maulani, 2010).
6.             Penanggulangan sementara
Kadang-kadang cara penanggulangan sementara sudah dapat dilakukan atau diperlukan,
sebelum semua tahap penyelidikan dilampaui. Cara penanggulangan ini dapat lebih
spesifik atau berubah sesudah semua langkah penyelidikan KLB dilaksanakan.
Menurut Goodman et al. (1990) dalam Maulani (2010), kecepatan keputusan cara
penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi penyakit, sumber dan cara
penularannya, sebagai berikut:
a.    Jika etiologi telah diketahui, sumber dan cara penularannya dapat dipastikan maka
penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang luas.
Sebagai contoh adanya kasus Hepatitis A di rumah sakit, segera dapat dilakukan
penanggulangannya yaitu memberikan imunisasi pada penderita yang diduga kontak,
sehingga penyelidikan hanya dilakukan untuk mencari orang yang kontak dengan
penderita (MMWR, 1985 dalam Maulani, 2010).
b.       Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat dipastikan, maka
belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih diperlukan penyelidikan yang lebih
luas untuk mencari sumber dan cara penularannya.
Sebagai contoh: KLB Salmonella Muenchen tahun 1971. Pada penyelidikan telah
diketahui etiologinya (Salmonella). Walaupun demikian cara penanggulangan tidap
segera ditetapkan sebelum hasil penyelidikan mengenai sumber dan cara penularan
ditemukan. Cara penanggulangan baru dapat ditetapkan sesudah diketahui sumber
penularan dengan suatu penelitian kasus pembanding (Taylor et al., 1982 dalam
Maulani, 2010).
c.      Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah diketahui maka
penanggulangan segera dapat dilakukan, walaupun masih memerlukan penyelidikan
yang luas tentang etiologinya.

8
Sebagai contoh: suatu KLB Organophosphate pada tahun 1986. Diketahui bahwa
sumber penularan adalah roti, sehingga cara penanggulangan segera dapat dilakukan
dengan mengamankan roti tersebut. Penyelidikan KLB masih diperlukan untuk
mengetahui etiologinya yaitu dengan pemeriksaan laboratorium, yang ditemukan
parathion sebagai penyebabnya (Etzel et al., 1987 dalam Maulani, 2010).
d.     Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui, maka penanggulangan
tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara penanggulangan baru dapat dilakukan
sesudah penyelidikan.
Sebagai contoh: Pada KLB Legionare pada tahun 1976, cara penanggulangan baru
dapat dikerjakan sesudah suatu penyelidikan yang luas mengenai etiologi dan cara
penularan penyakit tersebut (Frase et al., 1977 dalam Maulani, 2010).
7.             Identifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB
a.       Identifikasi sumber penularan
Untuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan dengan membuktikan
adanya agent pada sumber penularan.
 b.     Identifikasi keadaan penyebab KLB
Secara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya perubahan keseimbangan dari
agent, penjamu, dan lingkungan.
8.             Perencanaan penelitian lain yang sistematis
Goodman et al (1990) dalam Maulani, 2010 mengatakan bahwa KLB merupakan kejadian
yang alami (natural), oleh karenanya selain untuk mencapai tujuan utamanya penyelidikan
epidemiologi KLB merupakan kesempatan baik untuk melakukan penelitian.
Mengingat hal ini sebaiknya pada penyelidikan epidemiologi KLB selalu dilakukan:
a.    Pengkajian terhadap sistem surveilans yang ada, untuk mengetahui kemampuannya
yang ada sebagai alat deteksi dini adanya KLB, kecepatan informasi dan pemenuhan
kewajiban pelaksanaan sistem surveilans.
b.   Penelitian faktor risiko kejadian penyakit KLB yang sedang berlangsung.
c.   Evaluasi terhadap program kesehatan.
9.             Penyusunan Rekomendasi
a.     Program Pengendalian

9
Program pengendalian dilakukan oleh institusi kesehatan dalam upaya menurunkan
angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak
menular.
Tahapan – tahapan program, yaitu:
1)             Perencanaan
Dalam tahap perencanaan dilakukan analisis situasi masalah, penetapan masalah
prioritas, inventarisasi alternatif pemecahan masalah, penyusunan dokumen
perencanaan. Dokumen perencaan harus detail terhadap target/tujuan yang ingin
dicapai, uraian kegiatan dimana, kapan, satuan setiap kegiatan, volume, rincian
kebutuhan biaya, adanya petugas penanggungjawab setiap kegiatan, metode
pengukuran keberhasilan.
2)             Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan dilakukan implemantasi dokumen perencanaan,
menggerakan dan mengkoordinasikn seluruh komponen dan semua pihak yang
terkait.
3)             Pengendalian (Monitoring/Supervisi)
Supervisi dilakukan untuk memastikan seluruh kegiatan benar-benar
dilaksanakan sesuai dengan dokumen perencanaan. 
(Pickett dan John, 2009).
b.      Penanggulangan KLB
Penanggulangan dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat, meliputi: 
1)      Penyelidikan epidemilogis
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah untuk mengetahui
keadaan penyebab KLB dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap kejadian tersebut, termasuk aspek sosial dan perilaku
sehingga dapat diketahui cara penanggulangan dan pengendaian yang efektif
dan efisien (Anonim, 2004 dalam Wuryanto, 2009).
2)    Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina.
Tujuannya adalah:

10
a)       Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh dan mencegah
agar mereka tidak menjadi sumber penularan.
b)       Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat, tetapi mengandung
penyebab penyakit sehingga secara potensial dapat menularkan penyakit
(carrier).
3)             Pencegahan dan pengendalian
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi perlindungan kepada
orang-orang yang belum sakit, tetapi mempunyai resiko terkena penyakit agar
jangan sampai terjangkit penyakit.
4)             Pemusnahan penyebab penyakit
Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan terhadap bibit
penyakit/kuman dan hewan tumbuh-tumbuhan atau benda yang mengandung
bibit penyakit.
5)             Penanganan jenazah akibat wabah
Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu penanganan secara khusus
menurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan penularan penyakit pada orang
lain.
6)             Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi yang bersifat
persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar
mereka mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari
penyakit tersebut dan apabila terkena, tidak menularkannya kepada orang lain.
Penyuluhan juga dilakukan agar masyarakat dapat berperan serta aktif dalam
menanggulangi wabah.
7)             Upaya penanggulangan lainnya
Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan khusus masing-masing
penyakit yang dilakukan dalam rangka penanggulangan wabah.
(Menteri Kesehatan RI, 2010)
10.         Penyusunan laporan KLB
Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada pihak yang
berwenang baik secara lisan maupun secara tertulis. Laporan secara lisan kepada

11
instansi kesehatan setempat berguna agar tindakan penanggulangan dan
pengendalian KLB yang disarankan dapat dilaksanakan. Laporan tertulis diperlukan
agar pengalaman dan hasil penyelidikan epidemiologi dapat dipergunakan untuk
merancang dan menerapkan teknik-teknik sistim surveilans yang lebih baik atau
dipergunakan untuk memperbaiki program kesehatan serta dapat dipergunakan untuk
penanggulangan atau pengendalian KLB.

12
DAFTAR PUSTAKA

Bustan, 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Effendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.
Maulani, Novie Sri. 2010. “Kejadian Luar Biasa”, Catatan Kuliah. Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat STIKES HAKLI Semarang.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan
Wabah dan Upaya Penanggulangan. Jakarta: (tidak diterbitkan).
Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip Prinsip Dasar. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Pickett, George., dan John J Hanlon. 2009. Kesehatan Masyarakat : Administrasi dan Praktik, Edisi 9.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Reingold , Arthur L. 1998. “Outbreak Investigations—A Perspective”. Emerging Infectious
Diseases.Vol. 4, No. 1 : 21-27.
Timmreck, Thomas C. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar, Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wuryanto, M.Arie. “Aspek Sosial Dan Lingkungan Pada Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya
(Studi Kasus KLB Chikungunya di Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang Kota Semarang)”.
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol. 4 No. 1: 68-54.

13

Anda mungkin juga menyukai