Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN HASIL MEMBACA

JURNAL INTERNASIONAL TENTANG SASTRA DIDAKTIS

Dirancang untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Sastra Didaktis

Dosen Pengampu:
Dr. Sumiyadi, M.Hum

Oleh
Wulan Handayani
NIM 2211153

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA (S3)


FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Laporan Membaca Jurnal
Educational Value Deviation in the Movie Adaptation of Malin Kundang Legend
(Sumiyadi et al. Vol. 57 No. 3 June 2022)

Oleh. Wulan Handayani

Ringkasan Jurnal
Jurnal penelitian dengan judul Penyimpangan Nilai Pendidikan dalam Film Adaptasi
dari Legenda Malin Kundang yang di tulis oleh Sumiyadi dkk. publish pada jurnal
internasional Xinan Jiaotong Daxue Xuebao 30 Juni 2022. Artikel jurnal tersebut
mendeskripsikan penyimpangan yang terjadi pada nilai pendidikan dalam film adaptasi
legenda Malin Kundang. Peneliti membandingkan naskah asli legenda Malin Kundang dengan
tiga jenis film adaptasinya, yakni pada film layar lebar Malin Kundang: Anak Pemberontak
(1971), serial FTV Legenda: Malin Kundang (2006), dan film animasi, Legenda Malin
Kundang (diterbitkan di YouTube pada tahun 2016). Melalui metode penelitian deskriptif
komparatif dengan model analisis semiotika naratif dari Germas, dengan memahami unsur
intrinsik cerita, seperti tema, karakter, plot, setting, dan bahasa, melalui model skema aktan
(teori Germas) yang menggambarkan alur peristiwa cerita untuk mengetahui perubahan cerita
yang ditransformasikan ke media lain, seperti film atau video animasi.
Para peneliti dalam artikel tersebut mencoba membandingan nilai-nilai didaktis yang
dihadirkan oleh film-film adaptasi dengan nilai didaktis yang dihadirkan melalui legenda asli
yang berkembang di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan skema aksi pada film-film
adaptasi tersebut memiliki pola yang mirip dengan legenda aslinya, khususnya untuk bagian
alur, film adaptasi tersebut juga menunjukkan kesetiaan pada plot legenda aslinya. Namun
demikian ada beberapa perbedaan dari sisi konstruksi maupun isi cerita antara film dengan
naskah legenda yang beredar di masyarakat. Beberapa perbedan tersebut, cenderung pada
penyimpangan konteks dan nilai-nilai pendidikan yang dihadirkan dalam film adaptasi berbeda
dengan legenda aslinya. Penyimpangan tersebut, memperlihatkan dekadensi nilai-nilai
pendidikan yang berujung pada penyebaran penyimpangan di masyarakat. Jika dekadensi nilai
pendidikan yang diperlihatkan dalam legenda adalah dekadensi pada perilaku dan karakter
Malin Kundang saja sebagai tokoh utama, akan tetapi pada sinetron dan film animasi,
memunculkan dekadensi nilai pendidikan yang terjadi pada tokoh istri Malin Kundang yang
tidak memiliki empati pada rakyat miskin, berlaku hedonisme dan tidak menghormati orang
tua.
Novelty yang dihadirkan dari penelitian ini berupa analisis komparasi, yang tidak saja
hanya dilakukan pada teks legenda berbentuk verbal, akan tetapi juga pada legenda yang telah
menjelma menjadi teks multimodal yaitu pada film dan variasinya. Hal tersebut, tentunya
memberikan kontribusi pada penguasaan skill dan kompetensi di abad 21, yaitu dengan
memperluas dan melakukan pengembangan pada kompetensi literasi baik dari segi verbal,
nonverbal juga multimodal.
Masalah dan Solusi yang Dikemukakan
Disebutkan dalam artikel, bahwa ada dua masalah utama dalam film adaptasi Malin
Kundang. Pertama, penjelasan yang tidak lengkap terkait dengan penyimpangan dari legenda
aslinya dalam film adaptasi. Ada perdebatan mengenai orisinalitas dari legenda yang memang
harus tetap dipertahankan, ataukah boleh saja melakukan pengembangan atau mungkin
mencoba memodifikasi sehingga menjadikan penyimpangan nilai-nilai dari teks aslinya, atau
melegalisasi atas nama lisensi kreatif untuk mengubah cerita rakyat menjadi film. Kedua,
pemahaman yang salah ketika mengadaptasi hingga mengabaikan nilai-nilai kearifan lokal dan
nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat aslinya. Hal tersebut adalah akibat dari distorsi
keinginan sutradara dan pemilik modal, sehingga terkadang film hanya cenderung mengikuti
trend dan selera pasar saat ini. Sebagai contoh nyata adalah film-film horor saat ini, yang
terkesan sangat mengeksploitasi dan mendramatisasi kekerasan, kekuatan supernatural yang
irasional sambil memanjakan seksualitas. Sehingga, jika film horor diangkat dari cerita rakyat,
maka nilai didaktis cerita rakyat tersebut akan terpinggirkan.
Selanjutnya menurut artikel, Kompetensi dasar yang dibutuhkan siswa di era modern
melalui pesan-pesan didaktis adalah informasi, komunikasi, pengorganisasian diri dan
kemandirian. Oleh karenanya nilai-nilai pendidikan yang berkaitan dengan nilai-nilai ilmiah,
agama, filosofis, dan moral akan menjadi solusi dari permasalahan mengenai penyimpangan
nilai-nilai pendidikan, sehingga hal tersebut menjadi sangat penting untuk di rumuskan dan
disosialisasikan dengan empat komponen nilai-nilai pendidikan, yakni modeling; dialog;
praktik; dan penguatan.
Simpulan
Artikel jurnal dengan judul Penyimpangan Nilai Pendidikan dalam Film Adaptasi dari
Legenda Malin Kundang yang di tulis oleh Sumiyadi dkk. Menjadi sumbangan pemikiran yang
luar biasa, terhadap kritik karya sastra didaktis. Penyimpangan nilai-nilai pendidikan yang
terjadi dalam film adaptasi Malin Kundang, khususnya Film layar lebar, FTV, dan film animasi
memang memunculkan aspek mimesis dari legenda. Pembangkangan Malin Kundang kepada
ibunya dalam legenda, ditambah lagi dengan karakter istri Malin Kundang di FTV dan film
animasi yang memunculkan hedonisme dan ketiadaan rasa empati pada sesama, khususnya
orang-orang miskin, semakin memantapkan dekadensi nilai pendidikan. Hal tersebut
menyadarkan kita pada pentingnya penguasaan sensitivitas sensor pribadi.
Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tayangan film adaptasi, meskipun diambil
dari teks legenda rakyat yang kental sekali dengan unsur didaktis, akan tetapi dalam alih
wahana tidak saja hanya unsur kesetiaan pada teks asli yang menjadi pertimbangan penulis
skenario atau sutradara, akan tetapi trend dan tuntutan pasar akan menjadi perhatian demi
sebuah nilai ekonomis. Oleh karenanya harus ada penguatan nilai-nilai pendidikan yang
berkesinambungan, baik dalam dialog, praktik maupun, modeling dalam setiap tontonan, bahan
literasi, bahan ajar dan praktik pembelajaran dengan memperkuat nilai-nilai ilmiah, agama,
filosofis, dan moral sebagai solusi dari permasalahan penyimpangan nilai-nilai pendidikan
yang terjadi.
Sumbangan pemikiran lain yang juga tak kalah luar biasa dari artikel ini adalah novelty
yang dihadirkan, dalam kaitannya dengan perkembangan media, teknologi dan informasi.
Dunia tidak bisa menampik era digitalisasi yang pada realitanya memaksa teks legenda dan
cerita-cerita rakyat lain dalam bentuk verbal, kini bermetamorposis menjadi nonverbal dan
multimodal. Dengan demikian, penelitian-penelitian terhadap perkembangan literasi dan media
literasi juga penggunaan media video dan animasi pada pembelajaran khususnya dalam kajian
dan apresiasi drama baik disekolah maupun perguruan tinggi, menjadi lebih menantang dan
menyenangkan.

Anda mungkin juga menyukai