Anda di halaman 1dari 92

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA TERAPI KOMBINASI

OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI


RAWAT JALAN DI RSUD JARAGA SASAMEH

SKRIPSI

Oleh
MUHAMMAD YUSUF
(1748201110054)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2021
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA TERAPI KOMBINASI
OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI
RAWAT JALAN DI RSUD JARAGA SASAMEH

SKRIPSI

Karya tulis sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

Oleh
MUHAMMAD YUSUF
NPM . 1748201110054

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2021

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul Analisis Efektivitas Biaya Terapi Kombinasi Obat
Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di RSUD Jaraga Sasameh oleh
Muhammad Yusuf, 1748201110054 telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing
dan akan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Seminar Hasil Skripsi Program
Studi S1 Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.

Banjarmasin, Barito Kuala, 26 Agustus 2021

Pembimbing 1

apt. Dedi Hartanto,M.Sc


NIDN: 1107108502

Pembimbing 2

apt. Hasan Ismail, S.Far., MM


NIDN: 1120108001

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Farmasi

Andika, M.Farm., Apt


NIDN. 1110068601

iii
PENGESAHAN SKRIPSI
Proposal dengan judul Analisis Efektivitas Biaya Terapi Kombinasi Obat
Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di RSUD Jaraga Sasameh oleh
Muhammad Yusuf, 1748201110054 telah di ujikan di depan tim penguji Program
Studi S1 Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Banjarmasin pada
tanggal 12 Agustus 2021.

DEWAN PENGUJI
Penguji 1

apt. Dedi Hartanto,M.Sc


NIDN: 1107108502

Penguji 2

apt. Hasan Ismail, S.Far., MM


NIDN: 1120108001

Penguji 3

apt. Tuty Mulyani ,M.Sc


NIDN: 1130048701

Mengesahkan di : Banjarmasin, Barito Kuala


Tanggal : 26 Agustus 2021

Mengesahkan Mengetahui

Dekan Fakultas Farmasi Ketua Program Studi S1 Farmasi

Riya Mulyani, M.Sc., Apt Andika, M.Farm., Apt

NIDN. 1122038301 NIDN. 1110068601

iv
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Muhammad Yusuf
NIM: 1748201110054
Program Studi : S1 Farmasi
Fakultas : Farmasi

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang berjudul Analisis Efektivitas


Biaya Terapi Kombinasi Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan
di RSUD Jaraga Sasameh ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan
merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai
tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Dibuat di : Banjarmasin
Pada Tanggal: 26 Agustus 2021

Saya yang menyatakan,

Muhammad Yusuf
NIM: 1748201110054

v
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahi rabbil‘alamin, dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan


puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas izin, rahmat serta hidayah-Nya,
Proposal skripsi yang dibuat oleh penulis dengan judul “Analisis Efektivitas Biaya
Terapi Kombinasi Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di
RSUD Jaraga Sesameh” adalah Langkah awal dalam mempersiapkan kegiatan
penelitian yang akan dilakukan agar mendapatkan hasil akhir naskah skripsi.

Penulis menyadari sekali bahwa proposal ini masih belum sempurna, namun berkat
dukungan serta do’a dari para pembimbing, dosen dan orang-orang terdekat
alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal ini dan dapat
melajutkan ke tahap seminar proposal. Penulis merasa sangat berterimakasih
kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan proposal ini yang mana tanpa
dukungan serta do’a mereka penulis tidak akan bisa menyelesaikan penyusunan
proposal ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. H. Ahmad Khairuddin, M.Ag selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
2. Ibu apt. Risya Mulyani, M.Sc selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
3. Bapak apt. Dedi Hartanto, M.Sc selaku Wakil Dekan Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
4. Bapak apt. Andika, M.Farm selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
5. Ibu apt. Raudatul Patimah, M.Farm selaku Dosen Pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam perkuliahan semoga
selalu di berikan keberkahan dan pahala jariyah atas kebaikannya.
6. Bapak apt. Dedi Hartanto,M.Sc dan Bapak apt. Hasan Ismail, S.Far., MM
selaku Pembimbing 1 dan 2 yang telah banyak memberikan bimbingan dan

vi
masukan, semoga selalu di berikan keberkahan dan pahala jariyah atas
kebaikannya.
7. Para Dosen Program Studi S1 Farmasi Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin.
8. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Rachim dan Ibu Fauziah yang selalu
mendukung, memotivasi dan memberikan segalanya kepada penulis hingga
dapat sampai pada tahap ini.
9. Keluarga yang selalu memberikan dukungan baik berupa material dan non
material kepada penulis hingga dapat sampai pada tahap ini.
10. Dan kepada semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu
yang telah banyak membantu penulis menyelesaikan proposal skripsi ini.

Penulis sadar masih ada keterbatasan kemampuan yang dimiliki sehingga dalam
penulisan proposal ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun. Semoga
ALLAH S.W.T senantiasa memberikan kemudahan dan kelancaran dalam segala
urusan kita, aamiin ya rabb’al ‘alamin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Banjarmasin, 5 Mei 2021

Muhammad Yusuf

vii
ABSTRAK

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA TERAPI KOMBINASI


OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI
RAWAT JALAN DI RSUD JARAGA SASAMEH

Oleh
Muhammad Yusuf
1748201110054
(Program Studi S1 Farmasi)

Analysis Cost effectiveness disebut sebagai suatu metode yang ada di


farmakoekonomi biasanya digunakan untuk menetapkan kebijakan dalam
menetapkan suatu keputusan terapi yang tepat dengan biaya yang hemat. suatu
terapi disebut sebagai terapi yang cost-effective jika nilai dari ACER (Average
Cost-Effectivness Ratio) dari salah satu terapi yang dibandingkan dengan terapi
yang lainnya yg memiliki indikasi sama memiliki nilai yang paling rendah. Tujuan
dari penelitian ini untuk mengukur efisiensi dan efektivitas biaya terapi kombinasi
obat antihipertensi dalam menurunkan dan mengontrol tekanan darah pada pasien
rawat jalan di RSUD Jaraga Sasameh. Jenis dari penelitian ini bersifat non
eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data
dilakukan secara retrospektif berdasarkan data rekam medik pasien periode bulan
januari 2021 dan sampel dari penelitian ini berjumlah 64. Data hasil penelitian
dikelompokkan berdasarkan pola terapi kemudian dilakukan analisis untuk
mendapatkan terapi yang cost-effective pada setiap jensi terapi. Hasil Dari
penelitian ini didapatkan bahwa terapi kombinasi golongan obat ACE-Inhibitor dan
Calsium Channel Blocker adalah terapi yang paling efektif menurunkan tekanan
darah pasien hipertensi dengan nilai efektivitas sebesar 83.8%. Golongan
kombinasi yang paling cost-effective berdasarkan nilai ACER adalah golongan
kombinasi ACE-Inhibitor dan Calsium Channel Blocker dengan nilai ACER
terkecil sebesar Rp.65.554. Hubungan antara terapi hipertensi yang digunakan
terhadap tercapainya target terapi yang di analisis menggunakan uji wilxocon sign
rank test didapatkan nilai signifikansi (p) sebesar 0.000 (p < 0.005) sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh dalam terapi hipertensi yang digunakan
terhadap hasil tercapainya target terapi pada pasien hipertensi yang ada di RSUD
Jaraga Sasameh.

Kata kunci: Analisis efektivitas biaya, kombinasi obat antihipertensi, antihipertensi

viii
ABSTRACT

Cost-Effectiveness Analysis Of Drug Combination Therapy


Antihypertensive For Outpatient Hypertension Patient In RSUD
Jaraga Sasameh

By
Muhammad Yusuf
1748201110054
(S1 Pharmacy Study Program)

Cost-effectiveness analysis is referred to as a method that is in pharmacoeconomics,


usually used to establish policies in determining an appropriate therapeutic decision
at a cost-effective manner. A therapy is called a cost-effective therapy if the value
of ACER (Average Cost-Effectiveness Ratio) of one therapy compared to other
therapies with the same indication has the lowest value. The purpose of this study
was to measure the efficiency and cost-effectiveness of combination
antihypertensive drug therapy in reducing and controlling blood pressure in
outpatients at the Jaraga Sasameh Hospital. This type of research is non-
experimental with a descriptive research design. The data collection technique was
carried out retrospectively based on patient medical record data for the period of
January 2021 and the sample from this study amounted to 64. The research data
were grouped based on therapy patterns and then analyzed to obtain cost-effective
therapy for each type of therapy. Results From this study, it was found that the
combination therapy of ACE-Inhibitor and Calcium Channel Blocker was the most
effective therapy in reducing blood pressure in hypertensive patients with an
effectiveness value of 83.8%. The most cost-effective combination group based on
the ACER value is the ACE-Inhibitor and Calcium Channel Blocker combination
group with the smallest ACER value of Rp.65,554. The relationship between
hypertension therapy used on the achievement of therapeutic targets which was
analyzed using the Wilxocon sign rank test test obtained a significance value (p) of
0.000 (p < 0.005) so it can be concluded that there is an influence in hypertension
therapy used on the results of achieving therapeutic targets in patients. hypertension
in the Jaraga Sasameh Hospital.

Keywords: Cost-effectiveness analysis, combination of antihypertensive drugs


antihypertensive

ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii
PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................................... iv
PERNYATAAN ORISINALITAS....................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
ABSTRACT .......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 4
1.4.1 Untuk Peneliti ................................................................................. 4
1.4.2 Untuk Rumah sakit ......................................................................... 4
1.4.3 Untuk masyarakat ........................................................................... 4
1.4.4 Untuk Universitas ........................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1 Hipertensi ................................................................................................. 5
2.1.1 Pengertian Hipertensi ..................................................................... 5
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi ..................................................................... 5
2.1.3 Epidemiologi .................................................................................. 5
2.1.4 Etiologi ........................................................................................... 6
2.1.5 Penyebab Risiko Hipertensi ........................................................... 6
2.1.6 Simtom (Gejala) Hipertensi ............................................................ 8
2.1.7 Patofisiologi .................................................................................... 8
2.1.8 Komplikasi ................................................................................... 10
2.2 Tatalaksana Hipertensi........................................................................... 11
2.2.1 Target Terapi Hipertensi............................................................... 11
2.2.2 Tujuan Terapi Hipertensi .............................................................. 11

x
2.2.3 Terapi non Farmakologi ............................................................... 11
2.2.4 Terapi Farmakologi ...................................................................... 13
2.2.5 Obat-obat AntiHipertensi ............................................................. 14
2.3 Farmakoekonomi. .................................................................................. 18
2.3.1 Definisi ......................................................................................... 18
2.3.2 Metode Analisis Farmakoekonomi............................................... 18
2.3.3 Cost Effectiveness Analysis (CEA) ............................................... 19
2.4 Rumah sakit ........................................................................................... 24
2.5 Rekam Medis ......................................................................................... 25
2.6 Kategori biaya ........................................................................................ 27
2.7 Kerangka Pikir Penelitian ...................................................................... 28
2.8 Penelitian terdahulu ............................................................................... 29
BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 34
3.1 Rancangan Penelitian............................................................................. 34
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 34
3.3 Populasi dan Sampel .............................................................................. 34
3.3.1 Populasi ........................................................................................ 34
3.3.2 Sampel .......................................................................................... 34
3.3.2.1 Kriteria inklusi ................................................................. 34
3.3.2.2 Kriteria eklusi ................................................................... 35
3.4 Alat dan Bahan ...................................................................................... 35
3.4.1 Alat ............................................................................................... 35
3.4.2 Bahan ............................................................................................ 35
3.5 Teknik Sampling dan Jenis Data ........................................................... 35
3.5.1 Teknik sampling ........................................................................... 35
3.5.2 Jenis data ...................................................................................... 36
3.6 Variabel.Penelitian................................................................................. 36
3.6.1 Variabel.bebas .............................................................................. 36
3.6.2 Variabel Terikat ............................................................................ 36
3.7 Definisi Operational............................................................................... 36
3.8 Analisis Data .......................................................................................... 37
3.9 Jalannya Penelitian ................................................................................ 38
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 39
4.1 Hasil ....................................................................................................... 39
4.2 Pembahasan ........................................................................................... 42
BAB 5 PENUTUP................................................................................................ 49

xi
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 49
5.2 Saran ...................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 50
LAMPIRAN ......................................................................................................... 54

xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kategori Tekanan Darah Menurut JNC VIII .......................................... 5
Tabel 2.2 Metode alternatif..berdasarkan Efektivitas-Biaya ................................. 19
Tabel 2.3 Kelompok Alternatif berdasarkan Cost-Effectiveness Grid .................. 21
Tabel 2.4 Rangkuman penelitian tentang analysis efektivitas biaya tentang terapi
pengobatan di Rumah ............................................................................................ 29
Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Hipertensi di RSUD Jaraga Sasameh Bunto. ....... 39
Tabel 4.2 Persentase distribusi kombinasi obat .................................................... 39
Tabel 4.3 Daftar Direct Cost (Biaya langsung) ..................................................... 40
Tabel 4.4 Efektivitas terapi kombinasi Antihipertensi.......................................... 40
Tabel 4.5 Total biaya pengobatan kombinasi antihipertensi ................................. 41
Tabel 4.6 Nilai Efektivitas Biaya berdasarkan ACER .......................................... 41
Tabel 4.7 Nilai Efektivitas Biaya berdasarkan Nilai ICER................................... 42
Tabel 4.8 Cost Effectiveness Grid Terapi Kombinasi Obat Antihipertensi .......... 48

xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Algoritme Manajemen Hipertensi Berdasarkan JNC 8 .................... 17
Gambar 2. 2 Diagram Eektivitas biaya ................................................................. 23
Gambar 2. 3 Kerangka pikir penelitian ................................................................. 28
Gambar 3. 1 Jalannya Penelitian ........................................................................... 38

xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Pasien .................................................................................................... 54
Lampiran 2 Daftar harga Obat Antihipertensi .................................................................. 67
Lampiran 3 Daftar Biaya Administrasi ............................................................................. 67
Lampiran 4 Hasil Perhitungan SPSS ................................................................................ 67
Lampiran 5 Perhitungan ACER ........................................................................................ 71
Lampiran 6 Perhitungan ICER.......................................................................................... 71
Lampiran 7 Sertifikat Kode Etik ....................................................................................... 72
Lampiran 8 Surat Persetujuan ijin studi pendahuluan....................................................... 73
Lampiran 9 Surat Persetujuan ijin Penelitian di RSUD Jaraga Sasameh......................... 74
Lampiran 10 Kartu bimbingan skripsi .............................................................................. 75

xv
DAFTAR SINGKATAN

ACER : Average Cost-Effectivness Ratio


AEB : Analisis Efektivitas Biaya
ACE : Angiotensin Converting Enzyme
ACEI : Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor
ADH : Antidiuretic Hormone
ARB : Angiotensin II Receptor Blocker
BB : Beta Blocker
CCB : Calsium Channel Blocker
CMA : Cost Minimization Analysis
CUA : Cost Utility Analysis
CEA : Cost Effectiveness Analysis
CBA : Cost Benefit Analysis
DBP : Diastolic Blood Pressure
DM : Diabetes Melitus
HTN : Hypertension
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
RAAS : reninangiotensin-aldosterone system
JNC : Joint National Commite 8
ICER : Incremental Cost-Efectiveness ratio
SBP : Sistolic Blood Pressure

xvi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit Hipertensi adalah suatu gangguan yang terjadi di pembuluh darah
yang dapat menyebabkan terhambatnya penyuplaian nutrisi dan oksigen
keseluruh bagian tubuh yang membutuhkan yang dibawa oleh darah.
Hipertensi biasanya terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor seperti
faktor lingkungan dan faktor genetik (Laloan et al. 2019).

Pada tahun 2012 penyebab kematian yang menyebabkan setengah dari


jumlah kematian yang terjadi diseluruh dunia adalah penyakit yang tidak
menular atau disebut sebagai noncommucable disease. Menurut data World
health Organization penyebab kematian utama yang terbesar dari penyakit
yang tidak menular adalah penyakit kardiovaskular, yaitu sebanyak 17,1
juta (46,2%). Pada tahun 2010, hipertensi adalah salah satu penyebab
terjadinya penyakit kardiovaskular. Diperkirakan Penyebab 9.4 juta kasus
kematian dikarenakan penyakit hipertensi serta berkontribusi sebesar 7%
dari beban penyakit dunia (Yuliawati et al. 2020).

Menurut Yuliawati et al (2020) terjadinya peningkatan kejadian hipertensi


disebabkan karena terlalu sering mengkomsumsi natrium secara berlebihan
serta prevalensi kejadian hipertensi paling tinggi terjadi pada negara yang
memiliki pendapatan yang rendah, kemudian diikuti oleh negara
berpendapatan menengah dan keatas.

Indonesia adalah salah satu negara yang berpenghasilan menengah hingga


rendah, menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 terdapat kenaikan
angka prevalensi penyakit hipertensi dari 27,8% di tahun 2013 menjadi
34,1% pada tahun 2018 (Kemenkes RI 2018). Penyakit Hipertensi
merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia. Dengan nilai
prevalensi hipertensi yang berasal dari hasil yang didapatkan dari
pengukuran pada penduduk yang berusia diatas 18 tahun sejumlah 34,1%,
Prevalensi hipertensi terbesar terdapat di daerah Kalimantan Selatan

1
2

sejumlah 34,1% dan yang terkecil terdapat di daerah Papua sebanyak


22,2%. Sebanyak 31,6% penyakit hipertensi dijumpai pada kelompok yang
berumur 31-44 tahun, pada kelompok berumur 44-54 tahun sejumlah
45,3%, dan pada kelompok yang berumur 55-64 tahun sejumlah 55,2%
(Kemenkes RI, 2018). Prevalensi hipertensi yang terjadi di Kalimantan
Tengah tahun 2020 dengan kisaran usia dari 25-60 terjadi sebanyak 10.567
kasus lama dengan penambahan kasus baru sebanyak 1.124 setiap tahunnya
(Hidayat 2020)

Pada pasien yang menderita hipertensi membutuhkan pengobatan selama


seumur hidup untuk mengontrol tekanan darahnya serta mencegah
terjadinya komplikasi. Menurut panduan terapi dari Joint National Commite
8 (JNC 8), monoterapi atau kombinasi antihipertensi diberikan kepada
pasien hipertensi yang memiliki penyakit penyerta seperti gagal ginjal
kronis atau diabetes melitus (James et al. 2014). Menurut Putri et al (2019)
pemakaian kombinasi antihipertensi digunakan lebih banyak pada pasien
dengan hipertensi stadium II.

Biaya pengobatan antihipertensi bisa terlihat salah satunya pada harga obat
antihipertensi. Keberagaman obat antihipertensi menjadi suatu
pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menetapkan terapi
hipertensi yang tepat dan efisien bagi pasien jika dilihat dari segi biaya dan
efektivitas terapi dengan metode farmakoekonomi (Nurhikma et al. 2019).

Penggunaan obat yang tepat bagi pasien yang menderita hipertensi dengan
penyakit penyerta sangat diperlukan agar pengobatan menjadi lebih efektif.
Penggunaan obat yang tidak efektif dapat mengakibatkan kegagalan dalam
terapi serta dapat meningkatkan pembiayaan (Marhenta et al. 2018).

Menurut Yogiantoro (2010) dijurnal Zulfah (2019) untuk mengontrol


tekanan darah pasien, penggunaan kombinasi terapi terbukti manjur dalam
mengontrol tekanan darah pasien, tapi juga bisa menaikkan biaya yang
dikeluarkan untuk pengobatan pasien. Jenis pengobatan yang diberikan
kepada pasien juga bisa mempengaruhi pada biaya yang akan dibayarkan.
3

Sehingga untuk mengurangi beban biaya pasien yang menderita hipertensi,


maka perlu dilakukan pendekatan farmakoekonomi dengan menggunakan
metode cost effectiveness analysis untuk mengetahui pengobatan mana yang
lebih lebih manjur dari segi biaya dan terapi.

Cost effectiveness Analysis disebut sebagai suatu metode yang ada di


farmakoekonomi biasanya digunakan untuk menetapkan kebijakan dalam
menetapkan suatu keputusan terapi yang tepat dengan biaya yang hemat.
Pengukuran CEA bisa dilakukan dengan nilai input sebagai sumber daya
yang dipakai, sedangkan nilai output sebagai konsekuensi pelayanan antara
dua atau lebih alternatif (Yuliawati et al. 2020).

Menurut Laumba et al (2017) suatu terapi disebut sebagai terapi yang cost-
effective jika nilai dari ACER (Average Cost-Effectivness Ratio) dari salah
satu terapi yang dibandingkan dengan terapi yang lainnya yg memiliki
indikasi sama memiliki nilai yang paling rendah.

Sebelum melakukan penelitian ini dilakukan studi pendahuluan sebagai


awal pendahuluan dengan melihat data dari rekam medik pada tahun 2021
dari bulan januari sampai akhir maret di RSUD Jaraga Sasameh Buntok.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan, didapatkan data
pasien hipertensi Di RSUD Jaraga Sasameh sebesar 272 dan obat yang
sering digunakan adalah Amlodipin, lisinopril, candesartan, nifedipin,
captopril, ramipril, bisoprolol, propranolol, clonidine, metildopa,
furosemide, spinolakton, hidrokloriotiazide, dan terazosin. Pada terapi
kombinasi biasanya di RSUD Jaraga Sesameh menggunakan kombinasi
ACEI/ARB + Diuretik, ACEI/ARB + β-blocker, ACEI/ARB + CCB+
Diuretik, dan ACEI/ARB + β-blocker + Diuretik + Spironolacton.

Berdasarkan Uraian diatas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang


“Analisis Efektivitas Biaya Terapi Kombinasi Antihipertensi Pada Pasien
Rawat Jalan Di RSUD Jaraga Sesameh”.
4

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana efisiensi dan efektivitas biaya terapi kombinasi antihipertensi
dalam mengontrol dan menurunkan tekanan darah pada pasien rawat jalan
di RSUD Jaraga Sasameh?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efisiensi dan efektivitas biaya
terapi kombinasi obat antihipertensi dalam menurunkan dan mengontrol
tekanan darah pada pasien rawat jalan di RSUD Jaraga Sasameh.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Untuk Peneliti
Dari hasil penelitian ini bertujuan untuk menambah pengetahuan serta
informasi terkait dengan efektifitas terapi kombinasi antihipertensi
serta dapat menerapkannya.

1.4.2 Untuk Rumah sakit


Dari hasil Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak rumah
sakit dalam menggunakan metode cost analysis untuk menganalisis
efektivitas biaya terapi

1.4.3 Untuk masyarakat


Dari hasil penelitian ini semoga bisa menambah pengetahuan
masyarakat dalam memilih obat antihipertensi berdasarkan pada
efektivitas biaya.

1.4.4 Untuk Universitas


Dari Hasil penelitian ini semoga bisa memberikan informasi dan dapat
digunakan untuk bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi
Menurut Michael et al (2014) hipertensi disebut sebagai suatu
penyakit yang ditandai dengan terdapatnya kenaikan tekanan darah
arterial yang terjadi secara berkelanjutan. Menurut Anggriani (2018)
hipertensi disebut sebagai suatu kondisi dimana jika seseorang
mempunyai tekanan darah yang ada ditubuhnya berada diatas kisaran
normal yang tidak sesuai dengan batas kisaran normal aturan medis
yaitu nilai sistolik dan diastoliknya sebesar 140/90 mmHg.

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi


Tabel 2 1 Kategori Tekanan Darah Menurut JNC VIII
Kategori Tekanan.darah. Tekanan.darah.
sistolik.(mmHg) Diastolik.(mmHg)
Normal <120 mmHg. Dan. <80 mmHg.
Pre HTN 120-139 mmHg. Atau. 80-89 mmHg.
HTN Tahap 140-159 mmHg. Atau. 90-99 mmHg.
1
HTN Tahap ≥160 mmHg. Atau. ≥100 mmHg.
2
2.1.3 Epidemiologi
Sebagian besar hipertensi tidak akan ditemukan suatu gejala apapun
yang terjadi, tapi akan terjadi suatu peningkatan tekanan darah
seseorang secara langsung. Oleh karena itu dapat menimbukan
berbagai resiko penyakit yang akan muncul seperti kerusakan ginjal,
gagal ginjal, serangan jantung, dan stroke (Anggriani 2018).
Prevalensi kejadian hipertensi di Indonesia menurut hasil riskesdas
yang terbaru pada tahun 2018 sejumlah 34,1%, nilai ini meningkat
lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil riskesdas tahun 2013 yang

5
6

hasilnya menyatakan bahwa kejadian penyakit hipertensi sebesar


25,8% pada masyarakat Indonesia yang berumur diatas 18 tahun
(WHO 2013).

2.1.4 Etiologi
Pada hipertensi terdapat 2 jenis yaitu,:
a. Hipertensi primer
Pada hipertensi primer sering terjadi peningkatan tekanan darah,
serta tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi primer merupakan
suatu penyakit multifaktorial yang bisa dipengaruhi oleh faktor
seperti lngkungan dan genetik, dan juga bisa diperparah oleh
faktor stress, obesitas, berlebihan dalam meminum alkohol, dan
lain-lain. Sekitar 90-95% kasus hipertensi termasuk dalam
hipertensi esensial (Anggriani 2018).
b. Hipertensi sekunder
Penyebab dari hipertensi sekunder biasanya disebakan oleh suatu
penyakit atau keadaan seperti penyakit hiperaldosteonisme,
renovascular, gagal ginjal kronik, dan penyebab lain yang masih
belum diketahui (Anggriani 2018)

2.1.5 Penyebab Risiko Hipertensi


Tingkat keparahan serta jumlah dari penyebab resiko yang dapat
diubah dan yang tidak dapat diubah bisa mempengaruhi risiko
terjadinya hipertensi. Faktor-faktor yang tidak bisa diubah contohnya
genetika, jenis kelamin, etnis dan umur. Sedangkan pada factor yang
dapat diubah contohnya stress, nutrisi, dan obesitas (Sylvestris 2017).

Adapun penyebab yang mempengaruhi penyakit hipertensi yaitu:


1) Umur
Bertambahnya usia dapat menyebakan terjadinya perubahan
sebagian fisiologis. saat lansia terdapat aktivitas simpatik dan
penyempitan perifer. Pada lansia refleks baroreseptor
sensitivitasnya mulai berkurang, fungsi ginjalpun juga berkurang
dimana aliran darah ginjal serta aliran kecepatan filtrasi
7

glomerulus menurun sehingga mengakibatkan ginjal menyimpan


air dan garam didalam badan.
2) Jenis kelamin
laki-laki yang berusia muda memiliki potensi yang tinggi
menderita hupertensi dari pada perempuan. Serta laki-laki
memiliki potensi yang tinggi terjadi mortalitas dan morbiditas
karena kardiovaskuler. Kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai
pada perempuan ketimbang laki-laki saat umur 50 tahun keatas.
3) Faktor genetik
Suatu keluarga jika memiliki faktor genetik dapat mengakibatkan
salah satu yang ada dikeluarganya memiliki resiko menderita
penyakit hipertensi. Jika seseorang memiliki orang tua yang
pernah mengalami hipertensi, berpotensi dua kali lebih tinggi
untuk menderita penyakit hipertensi dari pada orang yang
keluaganya tidak memiliki Riwayat tentang penyakit hipertensi.
4) Nutrisi
Penybab yang paling utama dalam penyebab terjadinya hipertensi
adalah garam. Kejadian hipertensi sangat jarang ditemui pada
suka/bangsa yang menggunakan garam yang sedikit.
5) Obesitas
Ada kaitan antara berat bedan yang berlebihan dengan tekanan
darah yang dapat dijelaskan dengan perubahan fisiologis, karena
terjadi resistens insulin dan hyperinsulinemia, terjadinya
perubahan fisik pada ginjal, dan aktivasi sistem renin-angiotensin
dan saraf simpatis. Semakin meningkatnya penggunaan energi
dapat menaikkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial
mengakibatkan terjadinya pengabsorpsian ulang natrium sehingga
terjadinya kenaikan tekanan secara berkelanjutan.
6) Kebiasaan merokok
Perokok berat dapat dikaitkan dengan terjadinya kenaikam insiden
hipertensi maligna dan penyebab terjadinnya stenosis arteri renal
yang mengalami ateriosklerosis.
8

7) Ras
Orang yang berkulit hitam lebih sering mengalami hipertensi dari
pada orang yang memiliki kulit putih, tapi sampai sekarang masih
belum dapat jawaban yang pasti tentang hal tersebut (Sylvestris
2017).

2.1.6 Simtom (Gejala) Hipertensi


Penyakit hipertensi (Darah tinggi) biasanya dikatakan “silent killer”
sebab orang yang mengalami penyakit tersebut biasanya tidak
terdapat tanda ataupun gejala, serta masih banyak orang yang tidak
menyadarinya. Bahkan saat tekanan darah sangat tinggi, masih
banyak orang yang tidak memiliki gejala atau tanda. Sebagian orang
yang mengidap hipertensi sering memiliki gejala contohnya yakni s
muntah, pusing, mimisan dan sakit kepala. Biasanya gejala-gejala ini
tidak terjadi sampai pada tingkat yang parah atau sudah mengancam
nyawa. Untuk mengetahui dengan pasti apakah seseorang sedang
menderita hipertensi atau tidak dengan cara meminta bantuan tenaga
medis atau dokter untuk mengukur tekanan darah (Olin et al. 2018)

2.1.7 Patofisiologi
Menurut Olin (2018) Banyak faktor yang berkontribusi pada
perkembangan hipertensi primer dalam mengontrol tekanan darah.
Tedapat 2 penyebab penting yaitu terdapat gangguan elektrolit
(Klorida, natrium dan kalium) dan terdapat gangguan pada
mekanisme hormonal [hormon natriuretik, reninangiotensin-
aldosterone system (RAAS)]. Terjadinya peningkatan konsentrasi
natrium didalam sel disebabkan oleh hormon natriuretik, sehingga
menyebabkan terjadi peningkatan tekanan darah. Fungsi RAAS
(pembuluh darah yang membawa darah menjauh dari jantung)
mengatur volume darah, kalium, dan natrium serta yang mengatur
tekanan darah pada pembuluh darah. Terdapat dua jenis hormon yang
terdapat pada RAAS yaitu aldosteron dan angiotensin II.
Meningkatnya produksi aldosteron, serta menaiknya pelepasan bahan
9

kimia yang meningkatkan tekanan darah dan terjadinya penyempitan


dipembuluh darah yang disebabkan oleh hormone angiotensin II.
Terjadinya penyempitan di pembuluh darah dapat memberikan
tekanan pada jantung dan meningkatkan tekanan darah (dikarenakan
ruangnya menyempit, jumlah darah masih sama). Aldosteron
mengakibatkan air beserta natrium tertinggal didalam darah.
Sehingga menyebabkan volum darah menjadi lebih besar, dan
menaikkan tekanan pada darah serta meningkatkan tekanan dijantung.
Tekanan yang terdapat dipembuluh darah disebut sebagai tekanan
darah arteri, biasanya terjadi di dinding arteri. Tekanan darah
biasanya ditunjukkan dalam satuan milimeter merkuri (mmHg). Nilai
dari tekanan darah arteri ada 2 yaitu, tekanan darak sistolik.(SBP) dan
tekanan darah.sistorik (DBP). Nilai tertinggi/puncak yang dicapai saat
jantung berkontraksi disebut.tekanan darah sistolik, sedangkan nilai
yang dicapat saat jantung dalam kondisi istirahat (tekanan.terendah)
dan ruang jantung terisi darah disebut tekanan darah diastolik.

Menurut Sylvestris (2017) angiotensin II dan angiotensin I converting


enzyme (ACE) berperan dalam terjadinya penyakit hipertensi. ACE
memiliki peran utama dalam mengatur tekanan darah. Di dalam darah
terdapat angiotensinogen yang diproduksi di hati. lalu akan diubah
menjadi angiotensin I oleh hormon renin. Angiotensin I akan
diconvert menjadi angiotensin II. Lalu senyawa renin disintesis dan
disimpan dalam bentuk yang ridak aktif yang disebut sebagai prorenin
pada sel-sel jukstaglomerular (sel JG) di ginjal. sel-sel otot polos yang
sudah dimodifikasi yang terletak diproksimal glomeruli disebut Sel
jukstaglomerular. Jika tekanan arteri menurun, maka banyak molekul
protein yang ada didalam sel JG terurai melepaskan renin dan terjadi
reaksi intrinsik didalam ginjal.

Vasokonstriktor yang sangat kuat dan memberikan efek-efek lain


yang dapat mempengaruhi sirkurasi disebut sebagai Angiotensin II.
apabila angiotensin II terdapat didalam darah, akan memiliki dua
10

pengaruh penting yang bisa menaikkan tekanan darah diarteri.


Pengaruh yang kesatu adalah terjadi penyempitan dipembuluh darah
yang timbul dengan cepat. Penyempitan biasanya terjadi pada arteriol
dan sedikit lemah pada bagian vena. Pengaruh yang kedua adalah
angiotensin II dapat menurunkan ekskresi garam dan air yang ada
diginjal, sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan arteri
(Sylvestris 2017)

Vasopresin juga disebut sebagai antidiuretic hormone (ADH), bahkan


angiotensin lebih rendah dari pada vasopresin sebagai
vasokonstriktor, jadi vasopresin merupakan vasokonstriktor yang
paling kuat yang ada ditubuh manusia. Vasopresin dibentuk
dihipotalamus dan dibawa dari pusat akson saraf menuju ke glandula
hipofise posterior, lalu akan disekresi kedalam pembuluh darah pada
akhirnya. Salah satu hormon yang penting untuk mengatur sekresi
kalium (K+) dan reabsorpsi natrium (Na+) oleh tubulus ginjal adalah
Aldosteron yang disekresikan di sel-sel bagian glomerulosa pada
bagian korteks adrenal. Sel prinsipal ditubulus koligentes kortikalis
merupakan tempat kerja dari aldosteron. Aldosterone memiliki
mekanisme meningkatkan reabsorpsi garam dan juga menaikkan
pengeluaran kalium dengan cara merangsang pompa natrium-kalium
ATPase pada sisi basolateral pada bagian membran tubulus koligentes
kortikalis. aldosteron juga bisa meningkatkan permeabilitas natrium
dibagian luminal membran (Sylvestris 2017)

2.1.8 Komplikasi
Tekanan darah tinggi sangat berbahaya bagi dinding pembuluh darah
serta dapat mempercepat penumpukan lemak dan kolesterol jika
dalam waktu yang lama. Komplikasi pada tekanan darah tinggi dapat
merusak bagian badan seperti otak, jantung, mata, pembuluh darah
besar, dan ginjal. Tekanan darah tinggi menrupakan penyebab penting
untuk penyakit seperti arteri coroner (infark miokard, angina),
penyakit pembuluh darah dibagian otak (transient ischemic attack,
11

stroke), dementia, atrial fibrilasi, dan gagal ginjal. Jika penderita


tekanan darah tinggi memiliki resiko kardiovaskular, maka dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas yang terjadi karena
gangguan kardiovaskular tersebut (Depkes RI, 2006).

2.2 Tatalaksana Hipertensi


2.2.1 Target Terapi Hipertensi
Pada Terapi hipertensi terdapat target ideal yang harus tercapat. Saat
ini target tekanan darah yang harus dicapai adalah <140/90 mmHg
untuk pasien hipertensi tanpa adanya komplikasi. Sedangkan pada
pada pasien hipertensi yang berisiko tinggi seperti pasien hipertensi
disertai dengan diabetes, kardiovaskuler/serebrovaskuler dan
penyakit ginjal kronik, target tekanan darahnya lebih rendah yaitu
<130/90 mmHg. Pada guideline JNC VIII, pada usia <60 tahun target
tekanan darahnya adalah sama yaitu <140/90 mmHg. Pada usia 60
keatas target tekanan darahnya adalah <150/90 mmHg (Kandarini,
2017)

2.2.2 Tujuan Terapi Hipertensi


Menurut Alaydrus et al (2017) Tujuan utama dari terapi hipertensi
bertujuan untuk memelihara tekanan darah diastolik dibawah dari 140
mmHg dan tekanan darah sistolik di bawah dari 90 mmHg serta
menurunkan morbiditas dan mortabilitas akibat hipertensi sehingga
mencegah resiko penyakit kardiovaskular lainnya. Hal yang perlu
dipertimbangkan dalam penggunaan obat antihipertensi adalah saat
dimulainya pengobatan awal maka gunakanlah dosis yang kecil, serta
menggunakan dosis tunggal yang mengcakup efek selama 24 jam.

2.2.3 Terapi non Farmakologi


Menurut Soenarta (2015) melakukan gaya hidup sehat ternyata
terbukti bisa membuat tekanan darah menurun, serta pada umumnya
memiliki banyak keuntungan dalam mengurangi resiko terjadinya
kardiovaskular. Pasien yang menderita hipertensi.stage 1, tanpa
adanya faktor risiko kardiovaskular lainnya maka melaksanakan pola
12

hidup sehat merupakan strategi yang tepat yang harus dilaksanakan


sekitar 4-6 bulan. Apabila setelah melakukan pola hidup sehat tidak
mengalami penurunan tekanan darah yang diinginkan atau malah
terdapat suatu penyebab terjadinya penyakit kardiovaskular yang lain,
maka sangat dianjurkan meimulai terapi farmakologi.

Teradapat banyak pola hidup sehat yang direkomendasikan oleh


banyak guidelines yaitu:
• Menurunkan berat badan
Tidak lagi memakan makanan yang tidak sehat bagi tubuh dan
menggantinya dengan sering memakan makanan seperti sayur-
sayuran dan buah-buahan karena memiliki manfaat yang bagus
selain untuk mengurangi tekanan darah, serta dapat
menghindarkan terjadinya penyakit seperti dislipidemia dan
diabetes.
• Mengurangi mengomsumsi garam
Makanan tradisional yang terdapat diberbagai daerah dinegara
kita termasuk makanan yang tinggi garam dan lemak masih
banyak pasien yang tidak mengetahui kandungan garam yang
terdapat dimakanan kaleng, daging olahan, cepat saji, dan
sebagainya. Untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada
penderita hipertensi bisa dilakukan dengan cara diet rendah
garam. Mengkomsumsi garam tidak boleh lebih dari 2 gr/hari
• Sering Olah raga
Seing melakukan olah raga secara sekitar 30-60 menit/hari,
minimal 3 hari/minggu, dapat membantu menurunkan tekanan
darah. Jika pasien tidak memiliki waktu untuk melakukan olah
raga secara khusus, maka diwajibkan untuk berjalan kaki,
bersepeda, atau melakukan kegiatan seperti menaiki tangga saat
melakukan aktivitas rutin pasien saat ditempat kerja.
• Mengurangi komsumsi alkohol
Meminum alkohol belum menjadi pola hidup yang umum
dinegara kita, tapi meminum alkohol dari hari kehari semakin
13

meningkat dengan seiringnya berkembangnya gaya hidup dan


pergaulan, apalagi di kota besar. Pada pria, mengkomsumsi
minuman alkohol tidak boleh lebih dari 2 gelas per hari sedangkan
pada perempuan tidak boleh lebih dari 1 gelas per hari karena
dapat menaikkan tekanan darah. Sehingga perlu dibatasi atau
berhenti mengkomsumsi alkohol, sehingga dapat menolong dalam
menurunkan tekanan darah.
• Berhenti.merokok
Meskipun berhenti merokok masih belum bisa terbukti
memberikan efek mengurangi tekanan.darah sampai saat ini.
Salah satu faktor risiko penting terjadinya penyakit kardiovaskular
adalah Merokok, sehingga berhenti merokok sangat disaranlan
bagi pasien yang menderita hipertensi (Soenarta 2015).

2.2.4 Terapi Farmakologi


Menurut Dipiro (2006) obat antihipertensi terdapat 9 golongan obat.
calsium channel..blocker (CCB), angiotensin-converting enzyme
inhibitor (ACEI), β-blocker, angiotensin II receptor blocker (ARB),
dan diuretik dipilih sebagai golongan obat antihipertensi lini pertama.
Golongan obat ini dari monoterapi atau kombinasi, terbukti
menunjukkan keuntungan untuk menyembuhkan kebanyakan pasien
yang mengalami tekanan darah. Sebagian golongan obat
antihipertensi seperti Calsium Channel Blocker dan diuretik memiliki
sub golongan yang dimana terdapat pembeda yang tedapat pada efek
sampingnya serta cara kerjanya. Pada pasien-pasien tertentu, α-
Blockers, central α-2 agonists, adrenergic inhibitors, dan golongan
vasodilator dipakai sebagai obat alternatif setelah obat lini utama.

Menurut Soenarta (2015) terapi farmakologi pada pasien hipertensi


dimulai jika pasien hipertensi stahap 1 setelah melakukan sekitar 6
bulan pola hidup yang sehat tidak menunjukkan penurunan tekanan
darah dan juga pada pasien yang termasuk pada hipertensi tahap ≥2.
Terdapat Sebagian prinsip dasar yang perlu diperhatikan saat terapi
14

farmakologi agar meminimalisir tejradinya efek samping obat dan


menjaga kepatuhan pasien, yaitu:

• Berikan terapi dengan dosis tunggal, apabila diperbolehkan.


• Untuk mengurangi biaya pasien bisa dilakukan dengan cara
memberikan obat generik (non-paten) jika sesuai.
• Pada umur kisaran 55-80 tahun atau pada pasien yang sudah lanjut
usia (<80 tahun) memberikan obat dengan memperhatikan faktor
komorbidnya.
• Golongan obat angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I)
dengan angiotensin II receptor blocker (ARBs) tidak boleh
dikombinasikan secara bersama-sama.
• laksanakan pemantauan efek samping obat secara teratur
• Memberikan edukasi kepada pasien tentang terapi farmakologi

2.2.5 Obat-obat AntiHipertensi


a. Angiotensin Comverting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Golongan obat ACE-Inhibitor merupakan salah satu golongan
terapi antihipertensi dan gagal jantung kongestif yang digunakan
sebagai first choice dalam pengobatan hipertensi dalam beberapa
kasus (Luthfi et al. 2014). Obat golongan Angiotensin Coverting
Enzyme Inhibitor (ACEI) memiliki mekanisme memblokir
converting enzyme, peptidyl dipeptidase, yang mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II serta menginaktifkan
bradikinin (salah satu vasodilator poten). Golongan obat ACE
Inhibitor adalah golongan pertama untuk mengobati hipertensi
sejak beberapa dekade terakhir ini, beberapa contoh obat golongan
ACE Inhibitor seperti Lisinopril, Captopril, Enalapril, dan
Ramipril. Akan tetapi, golongan obat ACE inhibitor memiliki efek
samping seperti batuk, pusing, dan edema angioneuritik jika
penggunaan obat yang lama. Obat golongan ACE Inhibitor
ternyata terbukti sangat bagus dalam terapi hipertensi dikarenan
15

profil efek sampingnya dan khasiatnya yang lebih bagus, sehingga


dapat menaikkan kepatuhan pasien (Widiasari 2018).
b. Angiotensin Reseptor Blockers (ARB)
Golongan obat ARB (Angiotensin Reseptor Blockers) dipakai
karena golongan ini adalah termasuk lini pertama pada
pengobatan hipertensi, khususnya pada pasiem hipertensi yang
mempunyai komplikasi dengan diabetes melitus tipe II yang
ginjalnya bekerja lebih berat. Golongan ARB memiliki cara kerja
menghambat aldosteron sehingga menyebabkan aliran darah
diginjal menjadi normal sehingga tidak memperparah kerja dari
ginjal serta tekanan darah dapat terkontrol. Mekanisme dari
golongan ARB adalah memblokir angiotensin II direseptor sub-
tipe 1, jika tidak diblokir maka akan mengakibatkan terjadinya
vasokontriksi/penyempitan sehingga membuat tekanan darah
naik. Sedangkan Angiotensin II pada reseptor subtipe 2 tidak
diblokir alasanya pada reseptor ini memberkan efek vasodilatasi
yang bisa membuat tekanan darah turun (Ulfa 2017). Menurut
Cherub (2020) contoh obat golongan ARB adalah losartan,
valsartan, irbesartan, candesartan, olmesartan.
c. β-Blocker
Golongan obat β-blocker memiliki mekanisme menghambat
reseptor beta adrenergik yang terdapat diorgan jantung, bronkus,
pangkreas, hati, dan pembuluh darah perifer. Contoh golongan
obat β-blocker yang sering digunakan yaitu atenolol, metoprolol,
nebivolol, carvedilol, dan bisoprolol (Sari 2020).
d. Diuretik Tiazid
Obat golongan ini sering digunakan dan dikombinasikan dengan
obat golongan antihipertensi lainnya dan dinilai paling efektif
serta aman dalam menurunkan tekanan darah. Obat golongan ini
memiliki mekanisme menurunkan tekanan darah dengan cara
membantu fungsi ginjal dalam membuang dan menyaring air dan
garam, sehingga menurunkan volume cairan yang ada ditubuh dan
16

membuat tekanan darah turun (Pratiwi 2017). Golongan obat


diuretik thiazid memiliki mekanisme menurunkan resistensi yang
ada di pembuluh darah perifer pada jangka waktu panjang serta
dapat menurunkan volume sirkulasi darah dalam jangka waktu
pendek dengan cara memblokir tubulus distal untuk reasorbsi
garam. Golongan diuretik thiazid ada memiliki efek vasodilatasi
langsung pada arteriol, karena itulah dapat lebih lama
mempertahankan efek dari antihipertensi (Febri et al 2020).
Sebaiknya obat golongan diuretik di minum pada pagi hari setelah
sarapan, karena pada pagi hari tekanan darah akan memberikan
angka tertinggi, sedangkan pada malam hari setelah tidur tekanan
darah menunjukkan angka yang rendah. Golongan obat ini
mengurangi tekanan darah melalui urin, apabila digunakan saat
malam hari dapat mengganggu istirahat pasien, obat yang
termasuk dalam golongan diuretik adalah: Hidroklorotiazid,
Furosemid, Spironolakton (Pratiwi 2017).
e. Calcium Chanel Bloker (CCB)
Obat golongan ini memiliki mekanisme menurunkan tekanan
darah dengan cara menghambat Ca++ dengan menghambat tempat
masuk Ca++ kedalam sel, mengakibatkan otot polos vascular
mengalami relaksasi, serta turunnya kecepatan nodus sinoatrial
(SA) serta konduksi atrioventrikular (AV), Dihambatnya channel
kalsium membuat meningkatnya suplai oksigen pada otot jantung
dengan cara dilatasi coroner, menurunnya denyut jantung dan
tekanan darah menyebabkan perfusi subendokard membagus.
Golongan obat ini memiliki khasiat yang bagus dalam mengurangi
tekanan darah dalam waktu yang cepat, contoh obat golongan ini
adalah Amlodipin, dan Nifedipin (Ulfa et al 2018).
17

Gambar 2. 1 Algoritme Manajemen Hipertensi Berdasarkan JNC 8


18

2.3 Farmakoekonomi.
2.3.1 Definisi
Farmakoekonomi disebut sebagai cabang dari salah satu ilmu farmasi
yang mempelajari tentang aplikasi ekonomi pada farmakoterapi. Ilmu
ini berfokus mempelajari tentang keefektifitasan biaya pengobatan,
ultilitas biaya pengobatan, dan lainnya (Idacahyati dan Alifiar 2018).
Menurut Anugrah et al (2019) farmakoekonomi disebut sebagai suatu
ilmu yang mengevaluasi dari sudut pandang seperti pelayanan,
program, ekonomi, klinik, humanistik dari produk farmasi, dan
intervensi pelayanan kesehatan yang bisa memberikan informasi
tentang hasil guna yang optimal dari alokasi sumber daya pelayanan
kesehatan.

Menurut Dipiro (2006) Farmakoekonomi didefinisikan sebagai


analisis atau mendeksripsikan suatu biaya pengobatan pada sistem
perawatan kesehatan dan masyarakat. Lebih jelasnya studi
farmakoekonomi adalah suatu proses mengukur, mengindentifikasi,
serta membandingkan risiko, biaya, manfaat suatu program atau
pengobatan serta mencari alternatif apa yang dapat memberikan
outcome terbaik untuk sumber daya yang diberikan. Untuk
kebanyakan pengguna yang menggunakannya, itu dapat diartikan
sebagai untuk membandingkan biaya layanan farmasi atau penyedia
produk terhadap konsekuensi (hasil) atau layanan untuk mencari
alternatif mana yang dapat menghasilkan outcome yang paling
maksimal per biaya yang akan dibayarkan. Informasi yang didapatkan
bisa menolong dalam mengambil keputusan klinis dalam mencari
terapi yang mempunyai biaya yang paling hemat.

2.3.2 Metode Analisis Farmakoekonomi


Menurut Idacahyati & Alifiar (2018) beberapa metode analisis yang
dipelajari dalam farmakoekonomi seperti Cost.Minimization Analysis
(CMA), Cost Effectiveness Analysis (CEA), Cost Benefit Analysis
(CBA), dan Cost Utility Analysis (CUA), Keempat cara ini tidak hanya
19

meninjau dari segi kualitas obat, keefektivitas, dan keamanan yang


ingin dibandingkan, tapi dapat membandingkan dari segi
ekonominya. Dalam kajian farmakoekonomi, segi ekonomi menjadi
prinsip dasar, hasil kajian yang didapatkan diharapkan bisa
memberikan informasi dalam menentukan pemakaian yang paling
bagus dari sumber daya kesehatan. yang sedikit jurnalnya.(Kemenkes
RI 2013)

Tabel 2.2 Metode alternatif..berdasarkan Efektivitas-Biaya


Sumber: (Kemenkes RI 2013)

Teknik Analisa Karakteristik analisisa

Cost Efek dari dua intervensi sama (atau setara),


Minimization valuasi/biaya..dalam rupiah
Analysis (CMA)

Cost Efek dari satu intervensi lebih besar, hasil terapi


Effectiveness ditunjukkan dalam…unit alamiah/indikator
Analysis (CEA) kesehatan, valuasi/biaya dalam bentuk rupiah

Cost Utility Efek dari satu intervensi lebih besar, hasil


Analysis (CUA) pengobatan dalam bentuk QALY (Quality-
Adjusted Life Years), valuasi/ biaya dalam rupiah.

dan Cost Efek dari satu intervensi lebih besar, hasil terapi
Benefit Analysis dinyatakan dalam bentuk rupiah, valuasi/biaya
(CBA) dalam bentuk rupiah

2.3.3 Cost Effectiveness Analysis (CEA)


Menurut Kemenkes RI (2013) Cost Effectiveness..analysis (CEA)
merupakan suatu cara yang sangat sederhana. Serta sering dipakai
dalam penentuan farmakoekonomi untuk membandingkan dua atau
lebih intervensi kesehatan yang menghasilkan kisaran efek yang tidak
sama. Serta analisis yang menghitung biaya bersamaan, peneliti bisa
20

memilih intervensi kesehatan yang paling efektif serta memerlukan


biaya paling murah untuk outcome terapi yang menjadi tujuan dari
tindakan tersebut. Jadi, cost effectiveness analysis dapat dipakai untuk
menetapkan Tindakan/intervensi kesehatan yang menunjukkan hasil
tertinggi dengan biaya yang termurah. Pada metode ini, biaya
tindakan kesehatan ditunjukkan dalam unit moneter (rupiah) serta
hasil.dari tindakan itu ditunjukkan dalam unit alamiah/indikator
kesehatan baik itu non-klinis (non-moneter) ataupun klinis. Indikator
dari Kesehatan sangat banyak macamnya contohnya adalah mmHg
penurunan tekanan darah diastolik dan sistolik (karna terapi
antihipertensi). Seringnya bias yang bisa dilakukan dengan sejumlah
biaya tertentu (dengan cara yang tidak sama), hingga banyaknya
kematian yang bisa dicegah (karena upaya preventif seperti vaksinasi
meningitis).

Karena itulah, CEA dapat dipakai dalam membandingkan tindakan


kesehatan yang mempunyai tujuan yang mirip, atau jika tindakan
tersebut difokuskan untuk memperoleh beberapa tujuan yang awalnya
mirip. apabila hasil tindakan tidak sama, maka CEA tidak bisa
dipakai. Sehingga dari pengambil keputusan, metode CEA sering
dipakai untuk mencari alternatif yang paling bagus diantara beberapa
jenis tindakan kesehatan, termasuk terapi yang dipakai, serta suatu
cara yang bisa menemukan hasil maksismal untuk bebarapa dana
tertentu. Saat menggunakan metode CEA harus melaksanakan
perhitungan ACER (Average Cost Effectiveness Ratio) dan ICER
(Incremental Cost-Efectiveness ratio), dengan ICER bisa diketahui
berapa biaya tambahan untuk setiap.perubahan yang ada dalam satu
unit Cost-Effectiveness. Tidak hanya memudahkan mendapatkan
kesimpulan alternatif mana yang bisa menghasilkan Cost-
Effectiveness terbaik, pada tinjauan menggunakan metode CEA bisa
menggunakan tabel Cost-Effectiveness (Kemenkes RI, 2013).
21

Tabel 2.3 Kelompok Alternatif berdasarkan Cost-Effectiveness Grid

Efektivitas. Biaya lebih.rendah Biaya. Biaya lebih


biaya sama tinggi

Efektivitas. A B C
lebih rendah
(Perlu perhitungan (Dominasi)
RIEB)

Efektivitas. D E F
sama

Efektivitas. G H I
lebih tinggi
(Dominan) (Perlu
perhitungan
RIEB)

Ketika memakai tabel Cost-Effectiveness (tabel 2.3), suatu tindakan


kesehatan secara relatif terhadap tindakan kesehatan yang lain bisa
dikelompokkan kedalam satu dari empat bagian, yaitu:

1. Bagian didominasi → kolom.C (termasuk kolom B dan F)


Jika sebuah tindakan kesehatan memberikan efektivitas lebih
rendah serta dengan biaya sama seperti kolom B atau efektivitas
sama dengan biaya yang lebih tinggi seperti kolom F, apalagi
memiliki efektivitas lebih rendah dengan biaya yang lebih tinggi
seperti kolom C, maka tidak harus dipilih sebagai alternatif,
sehingga tidak mesti dilakukan perhitungan ICER.
2. Bagian Dominan → Kolom.G (Termasuk kolom D dan H)
Sebaliknya, jika suatu Tindakan kesehatan memberikan
efektivitas lebih tinggi dengan biaya yang sama seperti kolom H
atau efektivitas yang sama dengan biaya lebih rendah seperti
kolom D, dan efektivitas lebih tinggi dengan biaya lebih rendah
seperti kolom G, pasti akan dipilih maka tidak mesti dilakukan
perhitungan ICER.
22

3. Bagian yang memerlukan pertimbangan Cost-Effectiveness→


Kolom A dan I
Suatu tindakan kesehatan yang memberikan efektivitas yang lebih
kecil dengan biaya yang lebih sedikit seperti Kolom A atau, alih-
alih memberikan efektivitas yang lebih tinggi dengan biaya yang
lebih banyak, maka perlu dilakukan perhitungan ICER untuk
untuk memilihnya.
4. Bagian yang seimbamg → Kolom E
Suatu tindakan kesehatan yang memberikan efektivias dan biaya
yang setara seperti Kolom E mungkin bisa untuk dipilih apabila
lebih mudah didapatkan atau cara penggunaannya mungkin lebih
mudah membuat pasien taat dalam menggunakannya, contohnya
seperti tablet yang harus dikomsumsi 3x sehari melawan tablet
lepas lambat yang harus dikomsumsi 1x sehari. Jadi pada kategori
ini, ada aspek lain yang harus dipertimbangkan selain dari aspek
hasil dan biaya pengobatan, contohnya seperti ketersediaan,
kebijakan, aksebilitas, dan yang lainnya (Kemenkes RI, 2013).
Tedapat beberapa sarana yang bisa dipakai dalam ICER yaitu
diagram. Cost-Effectiveness. Alternatif suatu Tindakan kesehatan,
ternasuk baik itu terapi, wajib dibandingan dengan Tindakan (terapi)
yang sesuai. Jika menggunakan diagram tersebut, dikatakan jika suatu
tindakan kesehatan mempunyai nilai efektivitas yang tinggi serta
memerlukan biaya yang sangat besar dibandingan dengan tindakan
yang sesuai, maka tindakan alternatif tersebut masuk kedalam bagian
Tukaran, Trade-off (kuadran 1), apabila memilih tindakan kuadran 1
ini sumber daya (khusunya keuangan) yang ada harus
dipertimbangkan, jika sumber daya yang dimiliki pasien cukup, maka
sudah semestinya akan dipilih (Kemenkes RI, 2013).
Suatu tindakan kesehatan termasuk dalam kategori tukaran jika
efektivitasnya kecil dengan biaya yang juga kecil dibandingkan
dengan tindakan yang sesuai, akan tetapi berada dikuadran III. Pada
kuandran III pemilihan intervensi/tindakan alternatif memerlukan
23

pertimbangan pada sumber daya, apalagi jika sumber daya yang


dimiliki sedikit. Suatu intervansi pengganti masuk kedalam kategori
dominan (kuadran II) jika memiliki biaya yang sedikit dengan
efektivitas yang besar dibandingkan dengan tindakan yang sesuai dan
akan menjadi pilihan pertama. Sebaliknya, jika suatu tindakan
alternatif menawarkan biaya yang lebih besar dengan efektivitas yang
kecil dibandingkan dengan tindakan yang sesuai, maka intervensi
alternatif itu tidak layak untuk dipilih (Kemenkes RI 2013).

Perbedaan Biaya [+]

Kuadran IV Kuadran I
DIDOMINASI TUKARAN
Perbedaan Empat Perbedaan
Efektivitas [-] Kuadran ICER Efektivitas [+]

Kuadran III Kuadran II


TUKARAN DOMINAN

Perbedaan.Biaya [-]

Gambar 2. 2 Diagram Eektivitas biaya


Sumber: (Kemenkes RI, 2013)
Hasil yang didapatkan dari CEA dijelaskan dalam bentuk skala, yaitu,
ICER (Incremental cost per unit of effectiveness ratio) dan ACER
(Average Cost Effectiveness Ratio). ACER menunjukkan total biaya
dari tindakan/program lalu dibagi dengan outcome yang didapatkan,
yang bisa diukur menggunakan rumus dibawah ini:
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛 (𝑚𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑎𝑛𝑔)
𝐴𝐶𝐸𝑅:
𝑂𝑢𝑡𝑐𝑖𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑙𝑖𝑛𝑖𝑘 (𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑎𝑛𝑔)
Jika nilai ACER semakin rendah, maka akan semakin cost-effective,
sehingga apabila dengan biaya total terapi yang kecil bisa mengasih
hasil terapi yang besar.
24

Untuk menejelaskan penambahan efektivitas dan biaya tambahan dari


salah satu terapi yang dibandingkan dengan terapi yang paling baik,
maka bisa dihitung dengan ICER yang memiliki rumus:
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐴 − 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐵
𝐼𝐶𝐸𝑅:
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐴 (%) − 𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐵 (%)
Benefit yang diperoleh adalah Manfaat dari obat A atau obat B, yang
berbentuk seberapa besar pengurangan tekanan darah (Betorio 2020)
2.4 Rumah sakit
Menurut Listiyono (2015) institusi Kesehatan yang memiliki pelayanan
seperti rawat darurat, rawat inap, dan rawat jalan serta melakukan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna disebut sebagau rumah
sakit. Rumah sakit yang mempunyai pelayanan kesehatan pada semua
macam penyakit disebut Rumah sakit umum. Sedangkan rumah sakit yang
menyediakan layanan hanya satu macam penyakit tertentu disebut sebagai
rumah sakit khusus, bersumber pada jenis penyakit, golongan umur,
disiplin ilmu, dan organ. Hakikat dasar dari rumah.sakit itu yaitu memenuhi
tuntutan dan keinginan pasien kepada rumah sakit utnuk menyelesaikan
masalah kesehatannya. Menurut mereka yang bisa mengasih pelayanan
medis sebagai upaya untuk mengobati atau memulihkan rasa sakit yang
dideritanya hanya bisa dilakukan oleh rumah sakit. Pasien sangat berharap
pelayanan yang siap, tanggap, nyaman, serta cepat atas keluhan.yang
dideritanya.

Untuk menunjukkan pelayanan Kesehatan yang terjangkau serta terjamin


bagi pasien yang berujuan untuk menaikkan derajat kesehatan masyarakat
adalah misi dari rumah sakit umum. Melakukan upaya dalam pelayanan
Kesehatan secara berhasil dan berdaya guna dengan memfokuskan
menyembuhan dan pemulihan yang dilaksan secara terpadu dan serempak
dengan meningkatkan serta mencegah dan melakukan upaya rujukan adalah
tugas dari Rumah sakit umum (Listiyono 2015).
Menurut Permenkes RI No. 340 (2010) terdapat 4 macam kelas di rumah
sakit umum yaitu A,B,C,D. Untuk membedakannya yaitu:
a. Layanan kesehatan
25

b. Layanan dan asuhan keperawatan


c. Pendidikan, penelitian, dan pengembangan
d. Layanan rujukan dan kesehatan kemasyarakatan
e. Layanan penunjang non medis dan medis
f. Administrasi keuangan dan umum
Dari 4 macam kategori rumah sakit umum mempunyai keahlian dan
spesifikasi yang tidak sama dalam melaksanakan pelayanan Kesehatan.
Terdapat empat kategori dari rumah sakit yaitu:
a. Rumah sakit bertipe A
Adalah rumah sakit tipe teratas yang merupakan rumah sakit pusat dan
memiliki kemampuan pelayanan medik lengkap. Untuk rumah sakit
umum tipe A minimal terdapat 4 pelayanan medik spesialis dasar yang
terdari dari: Kesehatan anak, pelayanan penyakit dalam, obstetrik dan
ginekologi, serta bedah.
b. Rumah sakit tipe B
Adalah rumah sakit yang masih masuk dalam kategori pelayanan
Kesehatan tingkat tersier yang lebih mengutamakan pelayanan
subspesialis. Serta menjadi rujuan lanjutan dari rumah sakit tipe C.
c. Rumah sakit tipe C
Adalah rumah sakit yang merupakan rujukan lanjutan setingkat diatas
dari pelayanan Kesehatan primer. Pelayanan yang diberikan sudah
bersifat spesialis dan kadang memberikan pelayanan subspesialis.
d. Rumah sakit tipe D
Adalah rumah sakit yang menyediakan pelayanan medis dasar, hanya
sebatas pada pelayanan Kesehatan dasar yakni umum dan Kesehatan
gigi. Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis minimal 2
pelayanan medis dasar
2.5 Rekam Medis
Menurut Permenkes RI No. 269 dijurnal Nugraheni (2015) sebuah
keterangan baik yang tertulis/terekam tentang identitas, anamnesa,
laboratorium, diagnosa dan tindakan medik yang dikasih kepada pasien baik
yang dirawat mendapatkan pelayanan gawat darurat, rawat jalan, ataupun
26

rawat inap disebut sebagai rekam medis. Rekam medis memiliki arti yang
sangat beragam, bukan cuma melakukan pekerjaan mencatat, tapi juga
memiliki arti sebagai suatu sistem pelaksanaan rekam medis dimulai dari
mencatat selama pasien melakukan pelayanan medik. Selanjutnya dengan
penanganan berkas rekam medis yang berisi seperti pengeluaran berkas dari
tempat penyimpanan, penyimpanan berkas dan melayani permintaan atau
peminjaman jika pasien menginginkannya atau untuk keperluan lainnya,

Menurut Permenkes RI No. 269 (2008) rekam medis pasien yang dirawat
jalan di sarana pelayanan kesehatan minimal berisi:
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesis, mencakup minimal keluhan dan riwayat pasien
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan/atau Tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik dan
j. Persetujuan Tindakan jika diperlukan
Sedangkan rekam medis pada pasien perawatan satu hari dan rawat inap
minimal berisi:
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesis, mencakup minimal keluhan dan Riwayat penyakit
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan Tindakan
h. Persetujuan Tindakan bila diperlukan
i. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
j. Ringkasan pulang (discharge summary)
27

k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga Kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan Kesehatan
l. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga Kesehatan tertentu dan
m. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik

2.6 Kategori biaya


Biaya yang termasuk pada perawatan Kesehatan dapat dibedakan sebagai
berikut:
1. Direct Cost (Biaya langsung)
Biaya yang memiliki kaitan langsung kepada perawatan medis, salah
satunya biaya terapi (dan perbekalan Kesehatan), biaya jasa perawat,
biaya konsultasi dokter, uji laboratorium, pemakaian fasilitas rumah
sakit (peralatan, kamar rawat inap), biaya layanan informasi dan biaya
medis lainnya disebut sebagai Direct Cost (biaya langsung). Selain
biaya medis, biaya non-medis seperti biaya ambulan dan biaya
tranportas pasien lainnya juga diperhitungkan dalam direct cost.
2. Indirect Cost (Biaya tidak langsung)
Beberapa biaya yang memiliki kaitan dengan berkurangnya
produktivitas karena mengalami suatu penyakit, contohnya biaya
tranfortasi, biaya pendamping (anggota keluarga yang mendampingi),
dan biaya berkurangnya produktivitas disebut sebagai Indirect Cost
(Biaya tidak langsung).
3. Intangible-cost i(Biaya nirwujud)
Pengeluaran yang sulit dihitung dalam unit uang, tapi sering ditemukan
pada perhitungan kualitas hidup, contohnya seperti rasa cemas dan rasa
sakit yang diderita pasien/keluarganya
4. Averted Cost, Avoided Cost (Biaya Terhindarkan)
Potensi pengeluaran yang bisa dihindari disebabkan penggunaan suatu
tindakan medis disebut sebagai Biaya terhindarkan (Kemenkes RI 2013)
28

2.7 Kerangka Pikir Penelitian

Pasien Hipertensi rawat jalan


menggunakan terapi kombinasi

Efektivitas Biaya
Pengobatan hipertensi

Direct Cost

Cost effectiviness Analysis (CEA)


1. ACER
2. ICER

Gambar 2. 3 Kerangka pikir penelitian


2.8 Penelitian terdahulu
Penelitian tentang analisis efektivitas biaya tentang terapi pengobatan di Rumah Sakit telah banyak dilakukan di Indonesia, Berikut
ini rangkuman dari penelitian tersebut:
Tabel 2 4 Rangkuman penelitian tentang analysis efektivitas biaya tentang terapi pengobatan di Rumah
Peneliti Besar Desain Periode Outcome yang diukur Hasil Penelitian Negara
Sampel Penelitian Penelitian
Tahun

(Sumiati, 36 pasien Deskriptif Dari bulan • Biaya medik • Total penggunaan kombinasi Indonesia,
Citraningtyas, dengan November 2016- langsung CCB+ACEI pada 20 pasiem Manado
and Yudistira pengambilan Oktober 2017 CCB+ACEI dan yaitu sebesar Rp. 23.617.272.
2018) data secara CCB-BB sedangkan Total biaya medik
retrospektif • Persentasi efektivitas langsung (direct medical cost)
terapi CCB+ACEI penggunaan kombinasi CCB-
dan CCB-BB BB untuk ke-16 pasien
• Analisis efektivitas sebesar Rp. 20.446.020,.
biaya CCB+ACEI • Kombinasi CCB-BB
dan CCB-BB menunjukkan efektivitas
sebesar 95%, sedangkan
CCB-ACEI efektivitas
sebesar 100%

29
• Dilihat dari hasil ACER dapat
disimpulkan bahwa
kombinasi obat CCB-ACEI
adalah terapi paling cost-
effective untuk terapi
antihipertensi. Pada hasil
ICER nilai terkecil adalah
terapi kombinasi CCB-ACEI
yaitu Rp. 19.0402,6.
(Zulfah 2019) 35 pasien Deskriptif 2017 • Biaya medik • kombinasi obat CCB-ACE-I Indonesia,
dengan langsung terapi memiliki Biaya medik Tasikmala
pengambilan kombinasi langsung terbesar pada
ya
data secara • Persentasi efektivitas kelompok kombinasi dua
retrospektif terapi antihipertensi obat. Sedangkan kombinasi
kombinasi terapi ARB-CCB-Diuretik
• Analisis efektivitas memiliki biaya medik
biaya terapi langsung terbesar pada terapi
kombinasi kombinasi 3 obat. kombinasi
terapi ACE-I-β-Bloker-
Diuretik Kuat-Diuretik Hemat
Kalium memiliki biaya medik

30
langsung terbesar pada terapi
kombinasi 4 obat.
• kombinasi obat CCB-ACE-I,
memiliki Biaya medik
langsung terkecil pada
kelompok kombinasi dua
obat. kombinasi pada empat
kombinasi obat antihipertensi
memberikan hasil seluruh
pasien tekanan darahnya
mencapai target pada
kombinasi ini
• Terapi yang paling cost-
effective pada setiap
kelompok terapi yaitu pada
kombinasi dua obat adalah
ACE-I-Diuretik, pada
kombinasi tiga obat ACE-I-β-
Bloker-CCB, pada kombinasi
empat obat ACEI-B Blocker-
CCB-Diuretik.

31
• ACE-I-CCB-Diuretik dan
Terapi ACE-I-ARB-Diuretik
memiliki nilai ICER terendah.
(Marhenta et al. 25 pasien observasi non- 2017 • efektivitas terapi • Golongan obat yang efektif Indonesia,
2018) eksperimental pasien hipertensi dalam menurunkan tekanan Blitar
bersifat analisis yang memiliki darah pada pasien hipertensi
deskriptif penyakit DM II yang diserta dengan DM II
dengan • Analisis efektivitas adalah kombinasi ACEI –
pengambilan biaya pasien Diuretik thiazide.
data secara hipertensi dengan • Kombinasi obat berdasarkan
retrospektif penyerta diabetes nilai ACER paling cost-
mellitus tipe-2 effective adalah kombinasi
antara ACEI – Diuretik
thiazide dengan nilai ACER
sebesar Rp. 1.258,- sedangkan
berdasarkan nilai ICER,
kombinasi ACEI – Diuretik
thiazide yang paling efektif
terapinya serta murah dengan
nilai ICER sebesar Rp. -625,-

32
(Ani Rahayu et 74 pasien Analisis Janurari- Juni • efektivitas terapi • FDC (Fixed Dose Indonesia,
al., 2019) deskriptif 2018 valsartan - amlodipin Combination) valsartan - Jakarta
dengan + furosemide dan amlodipin + furosemide
rancangan cross valsartan - merupakan terapi yang paling
sectional hydroklorothiazid + efektif menurunkan tekanan
amlodipin darah pada 32 pasien dengan
• Analisis efektivitas ratarata MAP 101,29 mmHg,
biaya valsartan - sedangkan FDC valsartan -
amlodipin + hydroklorothiazid +
furosemide dan amlodipin dengan 29 pasien
valsartan - dengan rata-rata MAP 103,59
hydroklorothiazid + mmHg
amlodipin • FDC valsartan – amlodipin +
furosemid memiliki nilai
ACER terkecil sebesar Rp.
3.922.040/MAP dan nilai
ICER sebesar minus Rp
1.169.970.

33
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini adalah Analisis Efektivitas Biaya Terapi Kombinasi Obat
Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di RSUD Jaraga
Sasameh. Jenis dari penelitian ini bersifat non eksperimental dengan
rancangan penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan secara
retrospektif berdasarkan data rekam medik pasien. yang berarti penelitian
ini hanya mengkaji informasi atau mengambil data-data pasien tanpa
melakukan intervensi atau perlakuan kepada pasien. Sampel yang
digunakan berupa data rekam medik pasien hipertensi rawat jalan yang
menggunakan terapi kombinasi obat antihipertensi di RSUD Jaraga
Sasameh.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSUD Jaraga Sasameh Kalimantan Tengah dan
waktu penelitian dimulai dari bulan Juni 2021 sampai Juli 2021.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi yang dipakai pada penelitian ini adalah seluruh pasien
hipertensi yang kontrol di instalasi rawat jalan di Rumah Sakit Umum
Daerah Jaraga Sasameh Kalimantan Tengah pada bulan januari 2021
berjumlah 80 pasien.

3.3.2 Sampel
Sampel yang dipakai pada penelitian ini adalah rekam medik pasien
hipertensi yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 64 orang pada
bulan Januari 2021.

3.3.2.1 Kriteria inklusi


1. Pasien rawat jalan dengan diagnosa hipertensi stage 2
2. Pasien berusia lebih dari 18 tahun

34
35

3. Pasien rawat jalan poli penyakit dalam


4. Pasien yang mendapatkan pengobatan kombinasi obat
antihipertensi generik lini pertama seperti golongan ACEI,
ARB, CCB, β-Blocker yang digunakan secara kombinasi.
Menggunakan obat yang sama minimal selama 2 bulan
berturut-turut untuk mengukur efektivitas dari obat
antihipertensi yang digunakan.
5. Pasien yang memiliki catatan.rekam.medis yang jelas dan
rincian biaya yang lengkap yang berisi biaya konsultasi
dokter, pemeriksaan laboratorium, biaya obat.
6. Memiliki penyakit penyerta seperti diabetes melitus, gagal
ginjal,dan dll atau tidak memiliki penyakit penyerta.

3.3.2.2 Kriteria eklusi


1. Pasien yang tidak memiliki catatan rekam medis yang
lengkap
2. Pasien yang setelah kontrol obatnya berubah

3.4 Alat dan Bahan


3.4.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah segala sesuatu yang
diperlukan dalam mengambil data seperti lembar pencatatan data
yang dipakai untuk mencatat data yang diperoleh.

3.4.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data rekam
medis seperti: Identitas pasien, rincian tarif pemeriksaan dokter, data
seperti tekanan darah pasien dari baseline hingga bulan pertama dan
pengobatan obat pasien (nama obat, dosis, dan frekuensi pemberian,
lama evaluasi terapi, dan perincian obat di bagian instalasi farmasi
RSUD Jaraga Sasameh.

3.5 Teknik Sampling dan Jenis Data


3.5.1 Teknik sampling
36

Pada penelitian ini menggunakan Teknik purposive sampling untuk


pengambilan data. Teknik purposive sampling merupakan teknik
yang mengambil data sesuai dengan yang kita inginkan atau
memenuhi kriteria inklusi.

3.5.2 Jenis data


Data yang diambil pada penelitian ini adalah data sekunder yang
terdapat pada rekam medis pasein hipertensi dan administrasi rawat
jalan, data yang ada direkam medik berisi informasi seperti nomor
rekam medis, identitas pasien (usia, jenis kelamin, tanggal datang ke
Rumah sakit, riwayat penyakit, diagnosa dan pola pengobatan), dan
perincian biaya pengobatan meliputi biaya rawat jalan (konsultasi
dokter, laboratorium, dan biaya obat).

3.6 Variabel.Penelitian
3.6.1 Variabel.bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah antihipertensi yang
digunakan dan biaya langsung pada pasien hipertensi rawat jalan di
Rumah Sakit Umum daerah Jaraga Sasameh Kalimantan Tengah

3.6.2 Variabel Terikat


Variabel terikat pada penelitian ini adalah pencapaian target (dilihat
dari tekanan darah), Average Cost-effectiveness Ratio (ACER) dan
Incremental cost-effectiviness ratio (ICER)

3.7 Definisi Operational


1. Obat golongan antihipertensi merupakn terapi yang dipakai untuk
mengurangi tekanan darah
2. Cost-Efectiveness merupakan pengobatan dengan rasio efektivitas yang
paling kecil
3. Target tercapainya outcome terapi hipertensi menurut JNC VIII adalah
<140/90 mmHg, jika ada penyakit penyerta seperti diabetes atau gagal
ginjal tekanan darah harus mencapai <130/80 mmHg (Kandarini, 2017)
37

4. Average Cost-Effectiviness Ratio (ACER) merupakan rasio rata-rata


efisiensi biaya per-outcome klinis atau menggambarkan total biaya dari
intervensi yang dibagi dengan iuran klinik.
5. Selisih pengeluaran yang harus dibayar untuk memperoleh terapi yang
lebih cost-effective disebut sebagai Incremental Cost-Effectiveness
Ratio (ICER).
6. Analisis Efektivitas Biaya merupakan sebuah metode pengukuran
farmakoekonomi yang digunakan untuk membandingkan biaya dan
efektivitas suatu pengobatan. Rumus ACER dan ICER digunakan untuk
mengunkur biaya yang dikeluarkan dengan hasil terapi yang
didapatkan.

3.8 Analisis Data


Data yang didapatkan lalu di kelompokkan dan akan dihitung dar Direct
Cost (rincian terapi antihipertensi, biaya pendaftaran, biaya konsul dan
biaya laboratorium) pada tiap-tiap pasien, lalu data biaya pengobatan
tersebut dijumlahkan pergolongan terapi. Data direct cost tersebut dipakai
untuk mencari nilai dari Average Cost-Effectiveness Ratio (ACER). Hasil
dari analisis yang didapatkan akan dinyatakan sebagai rasio, baik itu sebagai
Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) atau sebagai Incremental Cost
Effectiveness Ratio (ICER). Cost Effectiveness Analysis (CEA) dihitung
dengan menggunakan rumus Average Cost Effectiveness Ratio (ACER)
berdasarkan jumlah biaya penggunakan antihipertensi yang dikeluarkan
terhadap efektivitas penggunaan antihipertensi. Suatu terapi disebut cost-
effective jika nilai ACER suatu terapi memiliki nilai ACER yang paling
rendah dari pada terapi yang dibandingkan, ACER memilik rumus sebagai
berikut:

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝐴𝑛𝑡𝑖ℎ𝑖𝑝𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 (𝑅𝑃)


𝐴𝐶𝐸𝑅 =
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝐴𝑛𝑡𝑖ℎ𝑖𝑝𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 (%)

Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) dipakai dalam mencari biaya


yang perlu ditambah untuk mendapatkan efektivitas terapi ketika diberikan
alternatif terapi yang tidak hanya meningkatkan biaya terapi tapi bisa
38

meningkatkan manfaat, efek, atau hasil. ICER memiliki rumus sebagai


berikut:

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑂𝑏𝑎𝑡 𝐴 (𝑅𝑃) − 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑂𝑏𝑎𝑡 𝐵 (𝑅𝑃)


𝐼𝐶𝐸𝑅 =
𝐸𝑓𝑒𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑂𝑏𝑎𝑡 𝐴 (%) − 𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑂𝑏𝑎𝑡 𝐵 (%)

apabila nilai ICER memiliki hasil yang kecil atau nilainya negatif, maka
terapi pengganti tersebut dapat dikatakan lebih murah dan lebih efektif,
sehingga terapi tersebut menjadi pilihan yang bagus.

3.9 Jalannya Penelitian

Pengajuan ijin kepada pihak prodi


farmasi Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin

Mengajukan ijin penelitian kepada


pihak Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Jaraga Sasameh

Pengumpulan serta pengelompokkan


data dari atatan rekam medik dan
catatan rincian biaya medis pada
pasien antihipertensi yang rawat jalan
di RSUD Jaraga sasameh

Pengolahan Analisis Data:ICER dan


ACER

a
Interpretasi Hasil Penelitian

Gambar 2. 4 Jalannya Penelitia


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Data Karakteristik Pasien Hipertensi di RSUD Jaraga
Sasameh Buntok
Karakteristik Pasien Jumlah pasien Presentase (%)
(n: 64)
Jenis Kelamin Laki-laki 19 29.7
Perempuan 45 70,3
Umur 26-35 Tahun 4 6,3
36-45 Tahun 7 10,9
46-55 Tahun 36 56,3
56-65 Tahun 17 26,6
>65 Tahun 0 0
Diagnosa Hipertensi Hipertensi tanpa 29 45,3
penyerta
Hipertensi dengan 35 54,7
penyerta
Derajat Hipertensi Hipertensi Stage 1 51 79.7
Hipertensi Stage 2 13 20.3
Penyakit Penyerta Diabetes Melitus tipe 29 45,3
II (DM II)
Congestive Heart 3 4.7
Failure (CHF)
Dislipedimia 2 3.1
Coronary Artery 1 1.6
Disease (CAD)
Keterangan: Penyakit hipertensi lebih banyak dijumpai pada wanita, dan
penyakit hipertensi banyak dijumpai pada pasien yang berumur sekitar 46
sampai 55 tahun, kebanyakan pasien hipertensi memiliki penyakit penyerta
seperti DM II, CHF, CAD, Dislipidemia.

Tabel 4.2 Persentase distribusi kombinasi obat


Jenis obat Jumlah pasien (n: 64) Persentase (%)
ARB+BB 12 18.8
ACEI+BB 5 7.8
CCB+BB 11 17.2
ACEI+CCB 31 48.4
ACEI+Diuretik 5 7.8
Keterrangan: Kombinasi yang lebih sering digunakan adalah kombinasi
ACE-Inhibitor dan Calsium Channel Blocker dengan jumlah pasein
sebanyak 31 orang

39
40

Tabel 4.3 Daftar Direct Cost (Biaya langsung)


No. Nama Gol. Obat Nama obat Harga obat (Rp)
1 ARB+BB Candesartan 16mg, 195.000
Amlodipin 10mg
2 ACEI+BB Amlodipin 10mg, 102.000
Lisinopril 10mg
3 CCB+BB Amlodipin 10mg, 98.000
Bisoprolol 5mg
4 ACEI+CCB Lisinopril 10mg, 20.000
Bisoprolol 5mg
5 ACEI+Diuretik Furosemid, Lisinopril 18.000
10mg
Keterangan: Kombinasi yang memiliki Direct Cost paling murah adalah
terapi kombinasi ACE-Inhibitor dan Diuretik dengan harga obat sebesar
Rp.18.000

Tabel 4.4 Efektivitas terapi kombinasi Antihipertensi


No. Nama Gol. Obat Jumlah Pasien Mencapai Target Efektivitas
(n: 64) Terapi (%)

1 ARB+B Blocker 12 10 83.3

2 ACEI+B Blocker 5 26 80.0

3 CCB+B Blocker 11 8 72.7

4 ACEI+CCB 31 4 83.9

5 ACEI+Diuretik 5 4 80.0

Keterangan: Kombinasi obat yang memiliki nilai efektivitas terapi tertinggi


adalah kombinasi ACE-Inhibitor dan Calsium Channel Blocker dengan nilai
efektivitas terapi sebesar 83,9%
41

Tabel 4.5 Total biaya pengobatan kombinasi antihipertensi


ARB+ ACEI+ CCB+ ACEI+ ACEI+
BB (Rp) BB (Rp) BB (Rp) CCB (Rp) Diuretik
(Rp)
Biaya Pengobatan 195.000 102.000 98.000 20.000 18.000
Hipertensi
Biaya 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000
Administrasi
(Pendaftaran+
Konsul Dokter)
Total biaya per 230.000 137.000 133.000 55.000 53.000
pasien
Keterangan: Total biaya kombinasi obat yang memiliki harga termurah
adalah kombinasi ACE-Inhibitor dan Diuretik dengan harga total biaya
sebesar Rp.53.000

Tabel 4.6 Nilai Efektivitas Biaya berdasarkan ACER


No Golongan Obat Total Biaya (Rp) Efektivitas (%) ACER (Rp)

1 ARB+BB 230.000 83.3 277.108

2 ACEI+BB 137.000 80.0 171.250

3 CCB+BB 133.000 72.7 184.722

4 ACEI+CCB 55.000 83.9 65.554

5 ACEI+ Diuretik 53.000 80.0 66.250

Keterangan: Kombinasi yang paling cost-effective yang memiliki nilai


ACER terkecil adalah kombinasi ACE-Inhibitor dan Calsium Channel
Blocker dengan nilai ACER sebesar Rp. 65.554.
42

Tabel 4.7 Nilai Efektivitas Biaya berdasarkan Nilai ICER


No. Kelompok Gol. Obat ICER (Rp)
1 Perbandingan kelompok ARB+BB- ACEI+BB 28.181
A-B
2 Perbandingan kelompok ACEI+BB - CCB+BB 547,94
B-C
3 Perbandingan kelompok CCB+BB- ACEI+CCB - 6.964.
C-D
4 Perbandingan kelompok ACEI+CCB- ACEI+ Diuretik 512,82
D-E
Keterangan: Kombinasi yang paling cost-effective berdasarkan nilai ICER
adalah kombinasi ACE-Inhibitor dan Calsium Channel Blocker dengan
Calsium Channel Blocker dan Beta Blocker yaitu sebesar Rp.512,82

4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Jaraga Sasameh
Buntok Periode Januari 2021 yang bertujuan untuk menghitung.total direct
cost rata-rata per bulan..pasien hipertensi yang menggunakan terapi
kombinasi antihipertensi di rawat jalan di RSUD Jaraga Sasameh Buntok
berdasarkan nilai ACER dan ICER. Penelitian ini bersifat non
eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Data penelitian
diambil melalui catatat rekam medik pasien di instalasi rawat jalan RSUD
Jaraga Sasameh Buntok. Pemilihan pasien menggunakan metode purposive
sampling pada bulan Januari, yang memenuhi kriteria inklusi dari populasi
diambil sebagai sampel. Sampel yang dipakai sekitar 80 pasien, sesuai
dengan.perhitungan dari jumlah populasi sebanyak 64 pasien.

Karakteristik penderita penyakit hipertensi yang ada di RSUD Jaraga


Sasameh Buntok berdasarkan jenis kelamin yang bisa dilihat pada tabel 4.1
bahwa pasien hipertensi lebih banyak di jumpai pada perempuan sebanyak
45 orang dengan presentase sebesar 70,3 % dari pada laki-laki sebesar 19
orang dengan presentase sebesar 29,7%. Hal itu dikarena hipertensi pada
perempuan ada hubungannya dengan hormone estrogen. Hormon estrogen
pada perempuan memiliki peran sebagai faktor pelindung pembuluh darah
dengan cara meningkatkan kadar HDL (High-density lipoprotein) yang
43

berguna sebagai faktor pelindung untuk mencegah terjadinya proses


ateroklerosis (Fadhilla dan Permana 2020).

Karakteristik penderita penyakit hipertensi di RSUD Jaraga Sasameh


Buntok berdasarkan umur yang bisa dilihat pada tabel 4.1 bahwa pada
kisaran umur 25-35 tahun terdapat 4 orang dengan presentase sebesar 6,3%,
pada kisaran umur 36-45 terdapat 7 orang dengan presentase 10,9%, pada
kisaran umur 46-55 tahun terdapat 36 orang dengan presentase 56,3%, pada
kisaran umur 56-65 tahun terdapat 17 orang dengan presentase 26,6%, dan
pada kisaran umur >65 tahun terdapat 0 orang dengan presentase 0%.
Sehingga penyakit hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasien yang
berumur sekitar 46-55 tahun, hal itu sesuai dengan Penelitian..yang
dilakukan oleh Tandililing et al (2017) menunjukkan bahwa penderita
penyakit hipertensi pada usia ≥ 41 tahun lebih banyak ketimbang pada usia
≤ 41 tahun. Hal itu disebabkan bahwa pada usia < 50 tahun terjadi
penurunan fungsi seperti fungsi psikologis, sosial, dan biologis yang
menyebabkan peningkatkan resiko terjadinya hipertensi (Nurhikma et al,
2019). Selain itu penyebab terjadinya hipertensi pada pasien lanjut usia
dikarenakan menigkatnya kekakuan pada dinding arteri, peningkatan
sensitivitas natrium, kehilangan fungsi normal endotel, serta meningkatnya
umur dapat menyebabkan terjadinya penurunan respon α dan β adrenergic
(Marhenta et al. 2018)

Karakteristik penderita hipertensi di RSUD Jaraga Sasameh Buntok


berdasarkan diagnosa hipertensi jika dilihat dari tabel 4.1, terdapat 29 orang
demgan di diagnosa hipertensi tanpa penyerta dengan presentase sebesar
45,3% dan 35 orang di diagnosa dengan hipertensi dengan penyerta dengan
presentase sebesar 54,7%. Penelitian yang dilakukan (Zulfah 2019) juga
menunjukkan bahwa lebih banyak pasien hipertensi dengan penyerta (57%)
dari pada pasien hipertensi tanpa penyerta (43%).

Karakteristik penderita hipertensi di RSUD Jaraga Sasameh Buntok


berdasarkan Derajat hipertensi jika dilihat dari tabel 4.1, terdapat 51 pasien
yang termasuk dalam kategori hipertensi stage 1 dengan presentase sebesar
44

70.9% dan 13 orang yang termasuk dalam kategori stage 2 dengan


presentase sebesar 20.3%.

Penyakit penyerta yang terdapat pada pasien hipertensi di RSUD Jaraga


Sasameh Buntok berdasarkan tabel 4.1 terdapat penyakit penyerta seperti
diabetes melitus tipe II, Coronary Artery Disease, Congestive Heart
Failure, dan dislipedemia. Penyakit penyerta yang paling banyak dijumpai
adalah penyakit diabetes melitus tipe II sebanyak 29 pasien dengan nilai
presentase sebesar 45,3%. Menurut penelitian yang dilakukan oleh wili, dkk
di jurnal Meila and Rahayu (2020) menunjukkan bahwa penyakit penyerta
yang paling banyak dijumpai adalah penyakit Ischemic heart disease dan
diabetes melitus tipe II masing-masing sebesar 25%.

Terapi kombinasi obat antihipertensi di RSUD Jaraga Sasameh bervariasi


bisa dilihat pada tabel 4.2 terdapat kombinasi Diuretik+ACEI, CCB+BB,
ARB+BB, ACEI+CCB, dan ACEI+BB. Terapi kombinasi yang sering
dipakai di RSUD Jaraga Sasameh adalah ACEI+CCB dengan jumlah pasien
sebanyak 31 pasien (48.4%). Hal tersebut sesuai dengan Terapi yang
direkomendasikan oleh JNC 8 (2014) yaitu menggunakan terapi
antihipertensi utama seperti ACE-Inhibitor, ARB, CCB, Diuretik, dan β-
Blocker baik itu monoterapi ataupun kombinasi. Amlodin merupakan obat
golongan Calsium Channel Blocker (CCB) memiliki mekanisme dengan
cara menghambat ion kalsium masuk kedalam vaskularisasi otot polos dan
otot jantung sehingga mampi menurunkan tekanan darah (Wardani et al,
2017). Obat golongan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
memiliki mekanisme kerja menghambat converting enzyme, peptidyl
dipeptidase, yang menghidrolisis angiotensin I menjadi angiotensin II serta
menginaktifkan bradikinin (salah satu vasodilator poten) (Widiasari 2018).

Direct Cost adalah total semua biaya terapi rata-rata.per bulan yang harus
dibayar oleh pasien saat menggunakan terapi dari pertama kali kontrol
sampai melakukan kontrol selanjutnya (sekitar 30-40 hari) atau pada bulan
berikutnya. Pada biaya pengobatan per jenis terapi pada tiap bulannya, bisa
dilihat pada tabel 4.3 bahwa kombinasi terapi yang harganya paling murah
45

adalah kombinasi ACEI+Diuretik yaitu sebesar Rp.18.000. Hal ini


dikarenakan harga per tablet obat..golongan diuretik dan ACE-Inhibitor
lebih murah dari pada harga per tablet obat golongan lainnya. Walaupun
obat yang dipakai adalah jenis obat generik serta lama pemakaian rata-rata
terapi sama sekitar 1 bulan.

Pada tabel 4.4 diperoleh terapi kombinasi ACE-Inhibitor dengan Calsium


Channel Blocker adalah kombinasi yang lebih..efektif dalam menurunkan
tekanan darah dengan nilai efektivitas sebesar 83.9% sehingga bisa
disimpulkan bahwa hampir semua pasien yang menggunakan terapi
kombinasi ACE-Inhibitor dan Calsium Channel Blocker mencapai target
tekanan darah yaitu <140/90 mmHg. Keberhasilan suatu terapi untuk
mencapai target bisa disebabkan oleh beberapa faktor selain jenis terapi
yang dipakai, yaitu salah satunya kepatuhan pasien dalam meminum obat,
terdapat perbedaan faktor bioavailabilitas tiap pasien seperti farmakokinetik
dan farmakodinamik, dan adanya penyakit penyerta yang diderita pasien
(Nurhikma et al. 2019).

Total biaya terapi berisi biaya pengobatan hipertensi tiap bulannya dan
biaya administrasi yang mencakup biaya pendaftaran senilai Rp.15.000 dan
biaya periksa dokter senilai Rp.20.000 dan setiap pasien yang memperoleh
terapi yang tidak sama, akan tetapi untuk biaya administrasi setiap bulannya
semua terapi sama. Pengobatan kombinasi yang menunjukkan harga
tertinggi adalah kombinasi ARB+BB sebesar Rp.230.000 per pasien dengan
jumlah pasien sebanyak 12 pasien. Hal tersebut di karenakan tingginya
harga obat yang menyebabkan meningkatnya total biaya. Sedangkan
kombinasi yang menunjukkan harga termurah adalah kombinasi ACE-
Inhibitor+Diuretik sebesar Rp.53.000 per pasien dengan jumlah pasien
sebanyak 5 pasien. Hal tersebut dikarenakan murahnya harga obat golongan
ACE-Inhibitor dan diuretik yang menyebabkan harganya lebih murah.

Penelitian tentang Cost Effectiveness ditampilkan dalam bentuk nilai ACER


(Average Cost Effectiveness) yang didapatkan dari total biaya medik dari
berbagai jenis kombinasi golongan obat dibagi dengan nilai efektivitas
46

berbagai jenis kombinasi golongan obat untuk mencapai..tekanan darah


yang diinginkan (Outcome atau Effectiveness, dan di presentasikan berupa
rupiah). Dengan ACER, maka dapat digunkan untuk mencari alternatif
mana yang memiliki biaya lebih rendah untuk setiap outcome yang
didapatkan (Meila dan Rahayu 2020).

Dilihat pada tabel 4.6 jenis kombinasi golongan obat yang paling cost-
effective dari semua jenis kombinasi golongan obat yang ada di RSUD
Jaraga Sasameh adalah kombinasi ACE-Inhibitor dan Calsium Channel
Blocker dengan nilai ACER sebesar Rp.65.554. Semakin kecil nilai ACER
maka semakin cost-effective obat tersebut. Sehingga untuk memperoleh
setiap peningkatan 1% efektivitas dari kombinasi ACE-Inhibitor dan
Calsium Channel Blocker diperlukan biaya sebesar nilai ACER yaitu
Rp.65.554. Hal itu sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sumiati et al
(2018) bahwa kombinasi golongan ACE-Inhibitor dan Calsium Channel
Blocker adalah terapi yang paling cost effective pada terapi kombinasi
dengan nilai ACER sebesar RP.11.808,63.

Tabel 4.8 Cost Effectiveness Grid Terapi Kombinasi Obat


Antihipertensi
Efektivitas Biaya lebih rendah Biaya sama Biaya lebih tinggi
biaya
Efektivitas A B C
lebih rendah (Perlu perhitungan (Dominasi)
ICER)
Efektivitas D E F
sama
Efektivitas G H I
lebih tinggi (Dominan) (Perlu
perhitungan
ICER)
47

Untuk menentukan suatu terapi dapat dilakukan perhitungan ICER bisa


dicari melalui table Cost Effectiveness Grid seperti yang ditunjukkan pada
tabel 4.8 Suatu terapi dapat melakukan perhitungan ICER jika mempunyai
total biaya dan efektivitas yang tinggi dari pada pembandingnya atau
memiliki total biaya dan efektivitas yang rendah dari pada pembandingnya.
Sehingga kombinasi A,B, dan C perlu dilakukan perhitungan ICER. ICER
didefinisikan..sebagai perbandingan antara biaya dua alternatif yang
berbeda dengan perbedaan nilai outcome/efektivitas antara dua alternatif
yang sama. Nilai ICER yang didapatkan merupakan seberapa besar biaya
tambahan yang dibutuhkan untuk mendapatkan 1% pengurangan tekanan
darah pada pasien hipertensi (Sumiati, et al, 2018).

Dapat dilihat dari tabel 4.7 perbandingan kelompok terapi kelompok A-B
yaitu Angiotensi Receptor Blocker dan Beta-Blocker dibandingkan dengan ACE-
Inhibitor dan Beta-Blocker menunjukkan hasil dengan nilai ICER tertinggi
senilai Rp.28.181, Sedangkan pada perbandingan kelompok terapi D-E yaitu
ACE-Inhibitor dan Calsium Channel Blocker dibandingkan ACE-Inhibitor dan
diuretik dengan memberikan nilai ICER terendah sebesar Rp. 512,82. Hal
tersebut menujukkan antara terapi D dan E jika dipilih terapi D, maka pasien
akan mengeluarkan biaya tambahan sebesar Rp.512,82 untuk setiap 1%
penurunan tekanan darah.

Setelah dilakukan uji normalitas data, diketahui bahwa data tidak


berdistribusi dengan normal, Sehingga untuk menganalisis data
menggunakan uji non parametrik menggunakan uji wilxocon sign rank test
untuk mengetahui hubungan antara terapi yang digunakan dan tercapainya
target terapi (<140/90 mmHg). Berdasarkan hasil uji wilxocon sign rank test
menunjukkan nilai signifikansi (p) sebesar 0.000 (p < 0.005) sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh dalam terapi hipertensi yang
digunakan terhadap hasil tercapainya target terapi pada pasien hipertensi
yang ada di RSUD Jaraga Sasameh. Lalu juga dilakukan uji wilxocon sign
rank test untuk mengetahui hubungan antara total biaya langsung dengan
nilai ACER, didapatkan hasil nilai signifikansi (p) dari uji wilxocon sign
48

rank test sebesar 0.000 (p < 0.005) sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh dalam total biaya langsung terhadap hasil nilai ACER
yang didapatkan.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di poli dalam RSUD Jaraga
Sesameh Buntok bisa disimpulkan bahwa:
1. Terapi kombinasi yang paling efektif pada pasien hipertensi yang ada di
RSUD Jaraga Sasameh adalah kombinasi ACE-Inhibitor dan Calsium
Channel Blocker dengan nila efektivitas sebesar 83.9%.
2. Terapi kombinasi yang paling cost-effective adalah kombinasi ACE-
Inhibitor dan Calsium Channel Blocker karena memiliki nilai ACER
terendah dengan nilai ACER sebesar Rp. 65.554. Sehingga untuk
memperoleh setiap peningkatan 1% efektivitas memerlukan biaya
sebesar Rp. 65.554.
3. Terapi kombinasi yang paling cost-effective berdasarkan nilai ICER
adalah perbandingan terapi kombinasi ACE-Inhibitor dan Calsium
Channel Blocker dengan Calsium Channel Blocker dan Beta Blocker
yaitu sebesar Rp.512,82. Sehingga memerlukan biaya tambahan sebesar
Rp.512,82 untuk setiap 1% penurunan tekanan darah.
4. Pada uji wilxocon sign rank test didapatkan nilai signifikansi (p) sebesar
0.000 (p < 0.005) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
dalam terapi hipertensi yang digunakan terhadap hasil tercapainya target
terapi pada pasien hipertensi yang ada di RSUD Jaraga Sasameh. Serta
didapatkan nilai signifikansi (p) sebesar 0.000 (p < 0.005) sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh dalam total biaya langsung
terhadap hasil nilai ACER yang didapatkan.
5.2 Saran
Dari penelitian yang telah dilaksanakan, Selain riset tentang Cost
Effectiveness Analysis (CEA), juga perlu penelitian lebih lanjut
menggunakan studi farmakoekonomi lainnya seperti Cost Utility Analysis
(CUA).

49
DAFTAR PUSTAKA

Alaydrus, S. 2017. “Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas


Marawola Periode Januari - Maret 2017.” Jurnal Mandala Pharmacon
Indonesia 3(2):110–18.
Anggriani, L.M. 2018. “Deskripsi Kejadian Hipertensi Warga Rt 05 Rw 02 Tanah
Kali Kedinding Surabaya.” Jurnal PROMKES 4(2):151.
Ani, R. 2019. “Analisis Efektivitas Biaya Terapi Antihipertensi Kombinasi Tetap
Di Satu Rumah Sakit Jakarta Selatan.” Pharmacoscript 3(1):10–20.
Anugrah, F. 2019. “Analisis Biaya Satuan Pasien Meningitis Tuberkulosis Yang
Dirawat Inap Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.” Jurnal Sinaps,
2(1):43–56.
Betorio, M..J. 2020. “Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antihipertensi
Tunggal Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Kecamatan Danurejan.”
Indonesian Journal of Pharmacy and Natural Product 03(July):22–32.
Cherub, J. 2020. “Tinjauan Atas Angiotensin Receptor Blocker Generasi Baru.”
CDK-289/47(8):715–18.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi.
Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia.
Dipiro, J. T., Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., and Hamilton, C. W. 2006.
Pharmacotherapy Handbook Sixth Edition,. New York: McGraw-Hill.
Fadhilla, S. Nara, and Dharma P. 2020. “The Use of Antihypertensive Drugs in the
Treatment of Essential Hypertension at Outpatient Installations, Puskesmas
Karang Rejo, Tarakan.” Yarsi Journal of Pharmacology 1(1):7–14.
Nilansari F, Anis, N.M.Y, and Diah A.P. 2020. “Gambaran Pola Penggunaan Obat
Antihipertensi Pada Pasien Rawat Inap Di RSUD Panembahan Senopati.”
Lumbung Farmasi: Jurnal Ilmu Kefarmasian 1(2):73.
Hidayat, W. 2020. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Hipertensi
Di Wilayah Kerja Puskesmas Tahai Kabupaten Pulang Pisau Tahun 2020”
Karya tulis ilmiah Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-
Banjari.
Idacahyati, K., dan Ilham, A. 2018. “Cost Minimize Analysis Penggunaan
Antiplatelet Pada Pasien Stroke.” Jurnal Ilmiah Farmasi Farmasyifa
3(2):113–20.
James, Paul A., Suzanne Oparil, Barry L. Carter, William C. Cushman, Cheryl
Dennison-Himmelfarb, Joel Handler, Daniel T. Lackland, Michael L.
LeFevre, Thomas D. MacKenzie, Olugbenga Ogedegbe, Sidney C. Smith,
Laura P. Svetkey, Sandra J. Taler, Raymond R. Townsend, Jackson T. Wright,

50
51

Andrew S. Narva, and Eduardo Ortiz. 2014. “2014 Evidence-Based Guideline


for the Management of High Blood Pressure in Adults: Report from the Panel
Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8).” JAMA
- Journal of the American Medical Association 311(5):507–20.
Kandarini, Yenny. n.d. “Tatalaksana Farmakologi Terapi Hipertensi. Denpasar:
SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud / RSUP Sanglah Denpasar.” 13–14.
Kemenkes RI. 2008. “Permenkes RI. Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 Tentang
Rekam Medik.” 7.
Kemenkes RI. 2010. “Permenkes RI. Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 Tentang
Klasifikasi Rumah Sakit.” 60.
Kemenkes RI. 2013. Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi. Jakarta:
Depkes RI.
Kemenkes RI. 2018. “Hasil Utama Riskesdas 2018.” Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Laloan, Marlein M. C., Gideon A. R. Tiwow, Reky R. Palandi, and Silvana L.
Tumbel. 2019. “Analisis Efektivitas Biaya Terapi Antihipertensi
KombinasiAmlodipin-Bisoprolol Dibandingkan Kombinasi Amlodipin-
Captopril Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Gunung Maria Tomohon.”
Jurnal Biofarmasetikal Tropis 2(2):85–89.
Laumba, F, Gayatri C, and Adithya Y. 2017. “Analisis Efektivitas Biaya (Cost Eff
Ectiveness Analysis) Pada Pasien Gastritis Kronik Rawat Inap Di Rsu
Pancaran Kasih Gmim Manado.” Pharmacon 6(3).
Listiyono, RA. 2015. “Studi Deskriptif Tentang Kuaitas Pelayanan Di Rumah Sakit
Umum Dr . Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto Pasca Menjadi Rumah
Sakit Tipe B.” Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik 1:1–7.
Luthfi, M., Syahril, A., Enny, K. 2014. “Rasionalitas Penggunaan ACE Inhibitor
Pada Penderita Hipertensi Di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kayuagung Dan
RSMH Palembang.” Biomedical Journal of Indonesia 4(2):67–76.
Marhenta, Y.B., Mayang, A., Ayuning, S., Dera. A. 2018. “Analisis Efektifitas
Biaya Terapi Kombinasi Antihipertensi Pasien Hipertensi Dengan Penyerta
Diabetes Mellitus Tipe-2 Di RSU Aminah Blitar.” Jurnal Wiyata 5(1):44–51.
Meila, O., Ani, R. 2020. “Analisis Efektivitas Biaya Terapi Antihipertensi
Kombinasi Tetap Di Satu Rumah Sakit Jakarta Selatan.” Pharmacoscript
2(2):38–53.
Michael, D.N., Santa, L.M., Wurry, D.P., Claudia, R, Gabrielia. 2014. “Tata
Laksana Terkini Pada Hipertensi.” Jurnal Kedokt Meditek 20(52):36–41.
Nugraheni, R. 2015. “Analisis Pelayanan Rekam Medis Di Rumah Sakit X Kediri
Jawa Timur Analysis Services Medical Record in Bhayangkara Hospitals
Kediri-East Java.” Jurnal Wiyata 2(2):169–75.
52

Nurhikma, E, Randa, W, and Musdalipah. 2019. “Cost Effectiveness Kombinasi


Antihipertensi Candesartan-Bisoprolol Dan Candesartan-Amlodipin Pada
Pasien Rawat Jalan Penderita Hipertensi.” Jurnal Profesi Medika : Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan 13(2):54–61.
Olin, Bernie R., and D. Pharm. 2018. “Hypertension : The Silent Killer : Updated
JNC-8 Guideline Recommendations. Alabama Pharmacy Association”
Pratiwi, D. 2017. “Gambaran Pengetahuan Pasien Hipertensi Terhadap Penyakit
Hipertensi Dan Obat Antihipertensi Golongan Ace-Inhibitor Dan Diuretik.”
JOPS (Journal Of Pharmacy and Science) 1(1):40–48.
Sari, O.M. 2020. “Studi Penggunaan Obat Golongan Beta-Blocker Pada Pasien
Rawat Inap Rumah Sakit Ansari Saleh Banjarmasin.” Jurnal Farmasi
Udayana 9(2):123.
Soenarta, A.A. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit
Kardiovaskular. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia.
Sonya.A.P, Bagus, Jawi. 2019. “Gambaran Pola Penggunaan Obat Antihipertensi
Pada Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap Rsup Sanglah Denpasar Tahun
2016.” Jurnal Medika Udayana 8(6):ISSN 2597-8012.
Sumiati, L, Gayatri, C and Adithya. Y. 2018. “Analisis Efektivitas Biaya Terapi
Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Rawat Inap Di Rsu Pancaran Kasih
Gmim Manado.” Pharmacon 7(1):1–9.
Supriyanto, W, Rini, I,. 2017. “Kecenderungan Sivitas Akademika Dalam Memilih
Sumber Referensi Untuk Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Di Perguruan Tinggi
1.” 13(1):79–86.
Sylvestris, A. 2017. “Hipertensi Dan Retinopati Hipertensi.” Saintika Medika
10(1):1.
Tandililing, S, Alwiyah, M. & Ingrid, F. 2017. “Profil Penggunaan Obat Pasien
Hipertensi Esensial Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah I
Lagaligo Kabupaten Luwu Timur Periode Januari-Desember Tahun 2014.”
Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) (e-Journal)
3(1):49–56.
Ulfa, N.M. 2017. “Analisis Efektivitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah Pada
Pasien Hipertensi Yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan
Angiotensin Receptor Blocker ’ s ( Candersartan , Valsartan , Kalium Losartan
).” Journal of Pharmacy and Science 2(2):9–14.
Ulfa, M.M, Rahmad, A.P., & Lailatul, A. 2018. “Profil Penurunan Tekanan Darah
Pada Terapi Obat Antihipertensi Golongan CCB Dihidropiridin Antara
Amlodipin Dibandingkan Nifedipin Oral Osmotik ( Studi Dilakukan Di Poli
Penyakit Dalam RS Bhayangkara Porong ).” Journal of Pharmacy and Science
3(1):34–39.
53

Wardani, I. Gusti, A., & Puguh, S. 2017. “Perbedaan Efektivitas Penggunaan Obat
Amlodipin Tunggal Dengan Kombinasi Amlodipin Dan Lisinopril Pada
Pasien Hipertensi Rawat Inap Di Rs ‘X’ Tabanan Tahun 2017 (Differences).”
Jurnal Ilmiah Medicamento 3(2):97–103.
WHO. 2013. “Prevalensi Dan Karakteristik Hipertensi Pada Usia Dewasa Muda Di
Indonesia.” Tarumanagara Medical Journal 1(2):395–402.
Widiasari, S. 2018. “Mekanisme Inhibisi Angiotensin Converting Enzym Oleh
Flavonoid Pada Hipertensi Inhibition Angiotensin Converting Enzym
Mechanism By Flavonoid in Hypertension.” Collaborative Medical Journal
1(2):30–44.
Yuliawati, A.G, & Pande, M.. 2020. “Review Article: Tinjauan Analisis Biaya
Terapi Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Dengan Penyakit Penyerta
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia.” Acta Holistica Pharmaciana 2:9–15.
Zulfah, M. 2019. “Analisis Efektivitas Biaya Kombinasi Obat Antihipertensi Pada
Pasien Rawat Inap Di Rsud Dr. Soekardjo Tasikmalaya.” Journal of
Pharmacopolium 2(1):53–62.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Pasien

No. No. RM Usia Jenis diagnosa Jenis Obat TD ke I TD ke II TD ke III Biaya obat HT Biaya
(th) kelamin HT (1bulan) administrasi

1. xxx29 50 L Dm Tipe II, Amlodipin 110/80 120/80 130/80 98.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Bisoprolol
5mg

2. xxx96 57 P Dm Tipe II, Amlodipin 136/76 146/78 159/85 98.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Bisoprolol
5mg

3 xxx25 58 P CHF, Furosemid, 132/84 179/96 150/81 18.000 35.000


Hipertensi Lisinopril
10mg

4 xxx44 48 L Hipertensi Candesartan 142/84 169/96 151/85 195.000 35.000


16mg,
amlodipine
10mg

54
5 xxx09 55 P Hipertensi, Amlodipin 130/88 157/108 139/87 98.000 35.000
Dislipidemia 10mg,
Bisoprolol
5mg

6 xxx76 54 L Hipertensi, Furosemid, 126/77 137/86 140/89 18.000 35.000


CHF, Lisinopril
10mg

7 xxx58 58 L Dm Tipe II, Amlodipin 149/70 124/69 138/83 20.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Lisinopril
10mg

8. xxx66 47 P Dm Tipe II, Amlodipin 144/75 144/76 138/88 20.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Lisinopril
10mg

9. xxx72 52 P Dm Tipe II, Lisinopril 160/90 165/85 162/86 102.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Bisoprolol
5mg

10 xxx22 41 P Hipertensi Lisinopril 96/63 106/64 117/77 102.000 35.000


10mg,

55
Bisoprolol
5mg

11 xxx70 47 P Hipertensi Amlodipin 123/74 135/77 134/79 20.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

12 xxx90 32 P Hipertensi Furosemid 141/87 142/90 140/89 18.000 35.000


Tablet,
Lisinopril 10
mg

13 xxx71 56 P Hipertensi Candesartan 130/80 166/77 140/80 195.000 35.000


16mg,
amlodipine
10mg

14 xxx24 58 L Hipertensi, Candesartan 127/80 110/80 120/80 195.000 35.000


CAD 16mg,
amlodipine
10mg

15 xxx26 54 L DM Tipe II, Lisinopril 152/90 136/87 140/91 102.000 35.000


Hipertensi 10mg,

56
Bisoprolol
5mg

16 xxx15 55 P DM Tipe II, Amlodipin 144/75 126/78 128/78 20.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Lisinopril
10mg

17 xxx12 53 P Hipertensi Amlodipin 146/91 128/82 140/92 20.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

18 xxx49 53 L Hipertensi, Amlodipin 168/96 131/87 174/105 20.000 35.000


Dilipidemia 10mg,
Lisinopril
10mg

19 xxx87 31 P Hipertensi, Lisinopril 163/105 126/86 140/91 102.000 35.000


CHF 10mg,
Bisoprolol
5mg

20 xxx54 45 L Hipertensi Amlodipin 148/104 111/75 116/84 20.000 35.000


10mg,

57
Lisinopril
10mg

21 xxx06 56 P DM Tipe II, Candesartan 161/82 125/59 122/63 195.000 35.000


Hipertensi 16mg,
amlodipine
10mg

22 xxx48 47 P DM Tipe II, Candesartan 185/110 158/105 139/89 195.000 35.000


Hipertensi 16mg,
amlodipine
10mg

23 xxx99 32 L Hipertensi Candesartan 148/88 142/81 140/87 195.000 35.000


16mg,
amlodipine
10mg

24 xxx74 45 L DM Tipe II, Candesartan 169/106 174/105 160/92 195.000 35.000


Hipertensi 16mg,
amlodipine
10mg

25 xxx95 52 P Hipertensi Furosemid 126/75 160/82 143/90 18.000 35.000


Tablet,

58
Lisinopril 10
mg

26 xxx60 49 L Hipertensi Amlodipin 133/73 127/76 129/72 20.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

27 xxx97 57 L Hipertensi Amlodipin 139/96 141/90 140/80 20.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

28 xxx25 46 P Hipertensi Candesartan 157/76 152/84 141/77 195.000 35.000


16mg,
amlodipine
10mg

29 xxx07 50 P Hipertensi Amlodipin 173/92 155.84 150/91 20.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

30 xxx53 51 P DM Tipe II, Furosemid 114/73 96/63 110/80 18.000 35.000


Hipertensi, Tablet,
CHF

59
Lisinopril 10
mg

31 xxx57 60 P DM Tipe II, Amlodipin 156/73 166/69 109/53 18.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Lisinopril
10mg

32 xxx72 47 P Hipertensi Amlodipin 131/76 132/79 139/91 18.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

33 xxx16 56 P DM Tipe II, Amlodipin 160/101 162/99 161/91 18.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Lisinopril
10mg

34 xxx24 57 P DM Tipe II, Amlodipin 135/76 143/78 140/85 98.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Bisoprolol
5mg

35 xxx27 51 L DM Tipe II, Amlodipin 148/102 165/101 140/92 20.000 35.000


Hipertensi 10mg,

60
Lisinopril
10mg

36 xxx93 44 P Hipertensi Lisinopril 129/81 133/86 124/73 102.000 35.000


10mg,
Bisoprolol
5mg

37 xxx99 39 L Hipertensi Amlodipin 129/70 130/81 132/80 20.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

38 xxx17 50 L Hipertensi Amlodipin 144/114 141/99 130/80 20.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

39 xxx87 52 P Hipertensi Amlodipin 135/93 151/99 145/85 98.000 35.000


10mg,
Bisoprolol
5mg

40 xxx87 58 P DM Tipe II, Amlodipin 120/74 124/80 110/79 98.000 35.000


Hipertensi 10mg,

61
Bisoprolol
5mg

41 xxx62 53 P DM Tipe II, Candesartan 139/81 144.84 140/87 195.000 35.000


Hipertensi 16mg,
amlodipine
10mg

42 xxx53 44 P DM Tipe II, Amlodipin 157/87 148/81 161/92 20.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Lisinopril
10mg

43 xxx01 50 P Hipertensi Amlodipin 110/65 119/76 117/71 20.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

44 xxx31 45 L DM Tipe II, Amlodipin 169/83 153/84 139/92 98.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Bisoprolol
5mg

45 xxx90 57 P DM Tipe II, Amlodipin 126/69 121/68 128/65 98.000 35.000


Hipertensi 10mg,

62
Bisoprolol
5mg

46 xxx31 57 P Hipertensi Candesartan 137/60 122/53 131/60 195.000 35.000


16mg,
amlodipine
10mg

47 xxx31 54 L DM Tipe II, Amlodipin 138/85 136/93 133/69 98.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Bisoprolol
5mg

48 xxx88 54 L Hipertensi Candesartan 134/79 153/89 139/89 195.000 35.000


16mg,
amlodipine
10mg

49 xxx63 52 P Hipertensi Amlodipin 111/72 119/76 122/85 20.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

50 xxx44 58 P Hipertensi Amlodipin 161/82 125/59 127/63 20.000 35.000


10mg,

63
Lisinopril
10mg

51 xxx42 48 P Hipertensi Amlodipin 117/85 131/76 128/92 20.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

52 xxx79 49 P DM Tipe II, Amlodipin 147/97 131/95 122/87 20.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Lisinopril
10mg

53 xxx87 50 P Hipertensi Amlodipin 118/93 116/96 110/80 20.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

54 xxx38 58 P DM Tipe II, Candesartan 161/97 142/83 139/86 195.000 35.000


Hipertensi 16mg,
amlodipine
10mg

55 xxx59 54 P DM Tipe II, Amlodipin 143/97 130/91 138/87 20.000 35.000


Hipertensi 10mg,

64
Lisinopril
10mg

56 xxx64 53 P DM Tipe II, Amlodipin 130/60 150/90 140/87 20.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Lisinopril
10mg

57 xxx33 56 L DM Tipe II, Amlodipin 137/95 147/101 130/90 20.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Lisinopril
10mg

58 xxx88 48 P DM Tipe II, Amlodipin 137/95 147/101 130/90 20.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Lisinopril
10mg

59 xxx79 45 P Hipertensi Amlodipin 152/86 160/97 130/80 20.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

60 xxx58 56 P DM Tipe II, Amlodipin 123/73 121/74 124/74 20.000 35.000


Hipertensi 10mg,

65
Lisinopril
10mg

61 xxx39 48 P Hipertensi Amlodipin 133/78 138/82 139/79 20.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

62 xxx43 49 P DM Tipe II, Amlodipin 142/81 142/82 145/92 98.000 35.000


Hipertensi 10mg,
Bisoprolol
5mg

63 xxx98 33 P Hipertensi Amlodipin 152/87 145/90 142/89 20.000 35.000


10mg,
Lisinopril
10mg

64 xxx20 54 L Hipertensi Amlodipin 146/91 142/88 138/86 98.000 35.000


10mg,
Bisoprolol
5mg

66
67

Lampiran 2 Daftar harga Obat Antihipertensi

No. Nama Obat Harga 1bulan Aturan Minum

1 Amlodipin 10mg Rp.8.000 1x1 sehari

2 Bisoprolol 5mg Rp.90.000 1x1 sehari

3 Furosemid Rp.6.000 1x1 sehari

4 Lisinopril 10mg Rp.12.000 1x1 sehari

5 Candesartan 16mg Rp.187.000 1x1 sehari

Lampiran 3 Daftar Biaya Administrasi

No. Kategori Biaya

1 Biaya Pendaftaran Rp.15.0000

2 Biaya Periksa Dokter Rp.20.0000

Lampiran 4 Hasil Perhitungan SPSS

Gender
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid Laki-laki 19 29.7 29.7 29.7
Perempuan 45 70.3 70.3 100.0
Total 64 100.0 100.0

Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 26-35 4 6.3 6.3 6.3
36-45 7 10.9 10.9 17.2
46-55 36 56.3 56.3 73.4
56-65 17 26.6 26.6 100.0
Total 64 100.0 100.0
68

Diagnosa Hipertensi
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Dengan penyakit 35 54.7 54.7 54.7
penyerta
Tanpa penyakit 29 45.3 45.3 100.0
penyerta
Total 64 100.0 100.0

Terapi yang digunakan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ACEI+B Blocker 5 7.8 7.8 7.8
ACEI+CCB 31 48.4 48.4 56.3
ACEI+Diuretik 5 7.8 7.8 64.1
ARB+B Blocker 12 18.8 18.8 82.8
CCB+B 11 17.2 17.2 100.0
BLOCKER
Total 64 100.0 100.0

Pencapaian target terapi


Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tercapai target terapi 52 81.3 81.3 81.3
tidak Tercapai target 12 18.8 18.8 100.0
terapi
Total 64 100.0 100.0

Penyakit Penyerta
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 29 45.3 45.3 45.3
CAD 1 1.6 1.6 46.9
CHF 3 4.7 4.7 51.6
Dislipidemia 2 3.1 3.1 54.7
DM tipe II 29 45.3 45.3 100.0
Total 64 100.0 100.0
69

Penyakit Penyerta
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 29 45.3 45.3 45.3
CAD 1 1.6 1.6 46.9
CHF 3 4.7 4.7 51.6
Dislipidemia 2 3.1 3.1 54.7
DM tipe II 29 45.3 45.3 100.0
Total 64 100.0 100.0

Biaya Pengobatan perbulan


Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 18 5 7.8 7.8 7.8
20 31 48.4 48.4 56.3
98 11 17.2 17.2 73.4
102 5 7.8 7.8 81.3
195 12 18.8 18.8 100.0
Total 64 100.0 100.0
18: ACEI+Diuretik 102: ACEI+BB
20: ACEI+CCB 195: ARB+BB
98: CCB+BB

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
a
Pencapaian target - Negative 52 29.33 1525.00
Terapi yang digunakan Ranks
Positive Ranks 3b 5.00 15.00
Ties 9c
Total 64
a. Pencapaian target < Terapi yang digunakan
b. Pencapaian target > Terapi yang digunakan
c. Pencapaian target = Terapi yang digunakan
70

Test Statisticsa
Pencapaian
target -
Terapi yang
digunakan
Z -6.439b
Asymp. Sig. (2- .000
tailed)
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.

Wilcoxon Signed Ranks Test


Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
a
ACER - total biaya Negative 64 32.50 2080.00
pengobatan Ranks
Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 0c
Total 64
a. ACER < total biaya pengobatan
b. ACER > total biaya pengobatan
c. ACER = total biaya pengobatan

Test Statisticsa
ACER - total
biaya
pengobatan
Z -7.065b
Asymp. Sig. (2- .000
tailed)
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
71

Lampiran 5 Perhitungan ACER


𝑹𝒂𝒕𝒂−𝒓𝒂𝒕𝒂 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒃𝒊𝒂𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒑𝒊
1. Golongan ARB+BB =
𝑬𝒇𝒆𝒌𝒕𝒊𝒗𝒊𝒕𝒂𝒔 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒑𝒊
230.000
=
0.833
= 277.108
𝑹𝒂𝒕𝒂−𝒓𝒂𝒕𝒂 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒃𝒊𝒂𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒑𝒊
2. Golongan ACEI+CCB =
𝑬𝒇𝒆𝒌𝒕𝒊𝒗𝒊𝒕𝒂𝒔 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒑𝒊
55.000
=
83.9
= 65.554
𝑹𝒂𝒕𝒂−𝒓𝒂𝒕𝒂 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒃𝒊𝒂𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒑𝒊
3. Golongan CCB+BB =
𝑬𝒇𝒆𝒌𝒕𝒊𝒗𝒊𝒕𝒂𝒔 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒑𝒊
133.000
=
72.7
= 184.722
𝑹𝒂𝒕𝒂−𝒓𝒂𝒕𝒂 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒃𝒊𝒂𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒑𝒊
4. Golongan ACEI+BB =
𝑬𝒇𝒆𝒌𝒕𝒊𝒗𝒊𝒕𝒂𝒔 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒑𝒊
137.000
=
80.0
= 171.250
𝑹𝒂𝒕𝒂−𝒓𝒂𝒕𝒂 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒃𝒊𝒂𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒑𝒊
5. Golongan ACEI+ Diuretik =
𝑬𝒇𝒆𝒌𝒕𝒊𝒗𝒊𝒕𝒂𝒔 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒑𝒊
53.000
=
80.0
= 66.250

Lampiran 6 Perhitungan ICER


Total biaya Obat A – Total biaya Obat B
ICER=
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐴−𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝐵
230.00 – 137.000
Perbandingan pengobatan A terhadap B =
83.3−80.0
= 28.181
137.000 – 133.000
Perbandingan pengobatan B terhadap C =
80.0 −72.7
= 547,94
133.000 – 55.000
Perbandingan pengobatan C terhadap D =
72.7 −80.0
= -6.694
72

55.000 – 53.000
Perbandingan pengobatan D terhadap E =
83.9 −80.0
= 512,82

Lampiran 7 Sertifikat Kode Etik


73

Lampiran 8 Surat Persetujuan ijin studi pendahuluan


74

Lampiran 9 Surat Persetujuan ijin Penelitian di RSUD Jaraga Sasameh


75

Lampiran 10 Kartu bimbingan skripsi


76

Anda mungkin juga menyukai