Anda di halaman 1dari 3

PANCA BAHYA TUSTI

KONSEP TUNTUNAN INTROSPEKSI DIRI


Oleh :
Ida Ayu Made Ratih Prabadewi. M.Pd.H

Siaran Relegi Pagi di RRI Pro 1 Denpasar dan Singaraja

Om Swastyastu, Om Awignamastu Namo Sidam


Semoga kegiatan yang dilaksanakan berjalan lancar tanpa hambatan dan akhirnya menjadi
bermanfaat untuk kita semua
Selamat pagi Umat Sedarma dan para pendengar RRI PRO 1 Denpasar dan Singaraja
kembali berjumpa di udara dalam acara Religi Pagi bersama Kantor Kementerian Agama
Kota Denpasar, sebelum saya memulai materi yang akan saya sampaikan pada pagi hari
ini, ijinkan saya memperkenalkan diri, Dayu Praba (Penyuluh Agama Hindu Pada Kantor
Kementerian Agama Kota Denpasar)

Umat sedharma, Konsep Panca Bahya Tusti secara etimologi berarti lima
kemegahan (kepuasan) yang bersifat duniawi dan lahiriah semata-mata yang dapat
menyebabkan manusia dalam bahaya dan kesengsaraan serta masuk neraka. Panca Bahya
Stuti terdiri dari : Aryana, Raksasa, Ksaya,Sangsa, Hingsa.
Aryana Bahya Tusti artinya Mengumpulkan kekayaan tanpa menghitung baik buruknya
dosa yang akan ditempuhnya. Mencari kekayaan/harta benda dalam konsep Catur Purusa
Artha ditetapkan sebagai tujuan hidup Umat Hindu. Hindu memberikan jalan bagi umatnya
untuk mensejahterakan diri dalam kehidupan melalui perolehan Artha sesuai dengan
Ajaran Dharma. Kekayaan yang dikumpulkan hendaknya diperoleh dengan hasil kerja
keras dan selalu berlandaskan dharma. Keingian mengumpulkan harta sehingga bisa
disebut kaya terkadang dapat membutakan manusia untuk melakukan berbagai hal yang
bertentangan dengan ajaran Dharma. Sifat serakah bisa dijadikan contoh dalam Aryana
Bhaya Tusti,serakah merupakan penyakit hati yang selalu menginginkan lebih banyak,
tidak perduli apakah cara yang ditempuh benar ataupun salah. Serakah adalah kata kunci
dalam penyimpangan pengumpulan kekayaan,sebesar apapuh harta yang dikumpulkan oleh
manusia serakah tidak akan bermanfaat baik dan selalu akan merasa
kekurangan.Sarasamuscaya sloka 263 menyuratkan;
“Apan ikang artha, yan dharma lwirning karjananya, ya ika labha ngaranya,
paramarthaning amanggih sukha sang tumumwaken ika, sininggahan de sang sujjana,
matanghnyan haywa anasar sangkeng darma yang tangarjana”
( Sebab uang itu, jika dharma landasan memperolehnya, yaitu untung namanya, sungguh
sungguh mengalami kesenangan orang yang memperoleh itu, akan tetapi jika uang itu
deperoleh dengan cara Adharma/ tidak baik, merupakan noda itu, dihindari oleh orang
yang berbudi utama, oleh karena itu janganlah berbuat menyalahi dharma jika anda
berusaha menutut sessuatu)
Raksasa Bahya Tusti, raksasa dalam beberapa cerita pewayangan digambarkan sebagai
makhluk besar yang kejam dan menyeramkan.Dalam konteks Panca Bahya Tusti, Raksasa
Bahya Tusti artinya melindungi harta dengan jalan/ upaya yang tidak baik. Setelah harta
terkumpul tentu harus dijaga atau dilindungi, dalam proses melindungi harta sudah barang
tentu ada berbagai cara seperti berivestasi atau menjadikan harta itu sebagai modal usaha
sehingga harta yang diperoleh bisa terjaga.Namun dalam proses perlindungan harta,
terkadang manusia melalui cara yang bertentangan dengan dharma,salah satu contohnya
menggunakan harta mereka dalam praktek pencucian uang atau menggunakan harta
mereka sebagai modal untuk membuat sebuah jaringan penipuan dalam bentuk investasi
dengan merugikan orang lain. Bhagawadgita BAB III.8 mengajarkan:
“niyatam kuru karma tvam, karma jyayo hyakarmanah, sarira yatrapi ca tena, prasiddhyed
akarmanah”
(Bekerjalah seperti apa yang telah ditentukan, sebab berbuat lebih baik daripada tidak
berbuat, dan bahkan tubuhpun tak akan berhasil terpelihara tanpa berkarya)
Kutipan ini mengajarkan bahwa dalam mempertahankan dan melindungi kekayaan tetap
harus berkarya berdasarkan dharma, untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tetap hidup
manusia harus bekerja atau beraktifitas, bahkan untuk memelihara tubuhpun tidak bisa
tanpa melakukan aktifitas layaknya menggerakkan anggota badan.
Ksaya Bahya Tusti adalah bagian ketiga dari Panca Bahya Tusti, Ksaya Bahya Tusti akan
dapat menyebabkan kesengsaraan karena takut akan berkurangnya harta benda dan
kesenangan sehingga sifatnya menjadi kikir. Sifat kikir bisa disamakan dengan penyakit
pelit yang berlebihan, kikir atau pelit adalah suatu sikap yang enggan berbagi dengan orang
lain. Umat sedarma, jika kita hidup berkecukupan alangkah baiknya bisa memberi sesuai
dengan konsep Punia dalam Tri Parartha,Punia adalah sikap derma, membantu sesama
dengan melaksanakan dana punia. Dalam Menawa Dharma Sastra disebutkan yang utama
dilakukan di Jaman Kaliyuga ini adalah pelaksanaan Punia. Maka dengan melaksanakan
punia kita bisa menjalankan yajna yang utama di jaman Kaliyuga. Di Era saat ini dimana
bumi diserang Pandemi Covid 19 banyak orang merasa kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan hidup dikarenakan banyak yang kehilangan pekerjaan, untuk itu, dengan
melaksanakan Punia tidak akan mengurangi harta yang kita miliki, karena doa orang yang
kita bantu dengan punia tulus iklas akan memperlancar rejeki manusia.
Sangsa Bahya Tusti , senang mencari kekasih dan melakukan hubungan seksual
( selingkuh atau berzinah). Kenikmatan yang satu ini saat ini sedang trend, jika mencermati
trend tersebut tidak hanya masyarakat di perkotaan melakukan penyimpangan tersebut,
perselingkuhan juga marak terjadi di pedesaan. Dampak dari berbagai kasus
perselingkuhan sangat beragam,mulai dari kehancuran rumah tangga sampai pada kasus
pembunuhan.Dalam Dharma Wacana yang disampaikan oleh Alm. Ida Pedanda Gede
Made Gunung, dosa yang tidak terampuni adalah perbuatan selingkuh. Orang yang
terjerumus dalam perselingkuhan dan sampai akhir hayatnya tidak ada perbaikan moral,
dalam reinkarnasi nanti mereka akan menjelma menjadi makhluk rendah. Sulit untuk
menjelma menjadi manusia kembali.Beliau juga menyampaikan  Dari 125 mantram
penglukatan yang ada, tidak satu pun yang dapat digunakan untuk nglukat dosa selingkuh.
Kenikmatan sesaat yang dihasilkan sari Sangsa Bahya Tusti akan mengantarkan manusia
ke pintu gerbang kesengsaraan.
Hingsa Bahya Tusti, senang membunuh dan menyakiti hati orang lain.Sikap manusia
yang senang menyakiti orang lain cepat atau lambat pasti akan memberi kesengsaraan.
Menyakiti orang lain dan senang membunuh bertentangan dengan ajaran Ahimsa. Umat
sedarma, dalam Hindu kita boleh membunuh untuk mempertahankan hidup asal tidak
didorong dengan nafsu dan dipengaruhi oleh Sad Ripu yaitu Kama ( keinginan), Lobha
(rakus ,lobha),
Krodha ( marah), Mada(Angkuh/ mabuk) Moha ( kebingungan) dan Matsarya ( iri Hati ).
Dalam Slokantara disebutkan ada 4 macam macam pembunuhan yang diperbolehkan yaitu
untuk Dewa Puja, Pitra Puja, Athiti Puja, dan Dharma Wighata. Sering menyakiti hati
orang lain sehingga membuat seseorang sakit hati dan dendam, dendam yang mendalam
bisa membutakan mata seseorang untuk membalas perbuatan kita. Karma juga tetap akan
berjalan ketika kita sering melakukan Hingsa Bahya Tusti .
Umat sedarma dan para pendengar RRI Pro 1 Denpasar sebagai Simpulan saya sampaikan
Panca Bahya Tusti adalah Konsep Hindu yang bisa kita jadikan tuntunan untuk introspeksi
diri, apakah kita melakukan hal hal yang tercantum dalam bagia Panca Bahya Tusti, jika
kita pernah melakukan kesalahan tersebut segeralah untuk memperbaiki diri, agar tidak
terjerumus lebih jauh dalam kesalahan tersebut yang nantinya akan mengakibatkan
kesengsaraan bagi kita sendiri.

Anda mungkin juga menyukai