Hukum Aviasi
Hukum Aviasi
DI SUSUN OLEH :
YANWAR .S ( 170505011148 )
Dalam dunia penerbangan, untuk mencegah kecelakaan dengan sebab yang sama
memerlukan kejujuran yang orang yang bersangkutan, Pada tataran internasional aspek
hokum yang sering menjadi kontroversiala dalah menyebarluaskan hasil investigasi
kecelakaan pesawat udara sebagaimana diatur dalam paragraph 5.1 ANNEX 13 tentang
AIRCRAFT ACCIDENT INVESTIGATION konvensi Chicago 1944.
Khusus di Indonesia belum diatur bagaimana biaya tersebut dibebankan, dalam praktik
sering membebani perusahaan penerbangan yang mengalami kecelakaan. Seharusnya di
samping itu juga, akan merupakan beban berat bagi perusahaan penerbangan, karena
sudah mengalami kecelakaan masih dibebani lagi biaya investigasi, semestinya biaya
tersebut diebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN).
Kecelakaan pesawat udara dapat dibedakan dari sisi tahap pengoprasian dan dari sisi
lokasi kecelakaan. Dari sisi tahap pengoprasian kecelakaan diawali sejak tinggal
landas(take off), menanjak (climb), penerbangan jelajah (cruising flight), dan tahap
pendaratan yang dimulai dari pendekatan (approach), menyentuh landasan pacu (touch
down), sampai pesawat udara berhenti dipelataran (apron) Bandar udara pendaratan,
sedangkan dilihat dari sisi lokasinya dapat berupa run off dan over run dan under shoot.
Data memang menunjukan bahwa pada umumnya kecelakaan pesawat udara seratus
persen terjadi di bandara udara dan sekitarnya, sedangkan pada saat mendarat diawali saat
pendekatan (approach) kemungkinan kecelakaan mencapai 81-87 persen, karena itu pada
saat pendekatan selalu diingatkan oleh awak pesawat udara agar penumpang memasang
sabuk pengaman, menegakkan kursi, lampu diredupkan, rokok dimatikan, kembali
ketempat duduk, jangan di toilet, lipat meja didepannya dan lain-lain.
C. . Sebab-sebab Kecelakaan Pesawat Udara
Komite nasional wajib melaporkan segala perkembangan dan hasil investigasinya kepada
menteri perhubungan. Rancangan laporan akhir investigasi kecelakaan pesawat udara
dikirim kepada Negara tempat pesawat udara didaftarkan, negara tempat badan usaha
angkutan udara, Negara perancang pesawa, dan Negara pembuat pesawat untuk
mendapatkan tanggapan daripihak terkait terhadap rancangan laporan akhir investigasi.
Rancangan laporan akhir investigasi tersebut harus diselesaikan secepat-cepatnya, jika
dalam rangka waktu dua belas bulan, laporan akhir investigasi kecelakaan pesawat udara
belum dapat diselesaikan, komite nasional wajib menyampaikalaporan perkembangan
(intermediate report) hasil investigasi setiap tahun.
Hasil investigasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses perdilan pada
gugatan perdata maupun tuntutan pidana. Setiap orang dilarang merusak atau
menghilangkan bukti-bukti, mengubah letak pesawat udara, dan mengambil bagian
pesawat udara atau barang lainnya yang tersisa akibat dari kecelakaan atau kejadian
serius pesawat udara.
Dalam hal pesawat udara asing mengalami kecelakaan di wilayah Republik Indonesia,
wakil resmi dari Negara (acredited representative) tempat pesawat udara didaftarkan,
Negara tempat badan usaha angkutan udara, Negara tempat perancang pesawat udara, dan
Negara tempat pembuat pesawat udara dapat diikutsertakan dalam investigasi sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Orang perseorangan wajib memberikan
keterangan atau bantuan jasa keahlian untuk kelancaran investigasi yang dibutuhkan oleh
komite nasional.
Pejabat yang berwenang dilokasi kecelakaan pesawat udara wajib melakukan tindakan
pengamananterhadap pesawat udara yang mengalami kecelakaan diluar daerah
lingkungan kerja Bandar udara untuk melindungi personel pesawat udara dan
penumpangnya ;dan mencegah terjadinya tindakan yang dapat mengubah letak pesawat
udara,merusak dan /mengambil barang-barang dari pesawat udara yang mengalami
kecelakaan.
a. Pemberitahuan Awal
Setiap operator pesawat udara domestik maupun asing, berdasarkan sarana yang
tersedia, segera member tahu kepada kantor Komite Nasional Keselamat Transportasi
(KNKT), Direktorat Jendral Perhubungan Udara maupun pemerintahan daerah adanya :
3. Kegagalan fungsi atau kerusakan pada flight control system, ketidak mampuan awak
pesawat udara menjalakan tugas terbang secara normal yang disebabkan oleh luka atau
sakit, kerusakan komponen struktur turbin mesin kecuali kompresor dan daun-daun
turbin dan baling-baling, kebakaran dalam penerbanga, tabrakan pesawat udara dalam
penerbanga, kerusakan multi mesin berbadan lebar yang mempunyai berat tinggal
landas 12.500 pound, kerusakan mesin listrik dalam penerbangan yang membutuhkan
bantuan daruratyang digerakan oelh sumber daya baterai, unitkekuatan tambahan atau
generator yang digerakan oleh udara untuk mempertahankan kemudi atau instrument
yang penting, kerusakn sistem hidrolik dalam penerbangan yang mengakibatkan
ketergantungan pada stu-satunya sistem hidrolik atausistem mekanis yang tersisa
untuk pergerakan permukaan kemudi terbang, kehilangan terus-menerus tenaga atau
daya dorong yang dihasilkan oleh dua mesin atau lebih dan evakuasi dari pesawat
udara yang memiliki sistem untuk keluar dari pesawat udara secara darurat.
4. Kerusakan selain kegagalan fungsi atau kersakan pada flight control system, ketidak
mampuan awak pesawat udara menjalakan tugas terbang secara normal yang
disebakan oleh luka atau sakit, kerusakan komponen struktur turbinmesin kecuali
kompreso dandaun-daun turbin dan baling-baling, kebakaran dalam
penerbangan,tabrakan pesawat udaradalam penerbangan, kerusakan multi mesin
berbadan lebar yang mempunyai berat tinggal landas 12.500 pound , kerusakanmesin
listrik dalam penerbangan yang membutuhkan bantuan darurat digerakan sumber daya
baterai.
5. Pihak yang berwenang di Bandara udara dan / atau jasa pelayanan navigasi
penerbangan yang mengetahui adanya kecelakaan pesawat udara yang dialami oleh
pesawat udara segera melaporkan kepada KNKT dan Direktorat Jendral Perhubungan
Udara.
Operator pesawat udara tersebut harus menyimpan semua catatan laporan internal
dan memo-memo yang berkaitan dengan kecelakaan pesawat udara sampai izin oleh
KNKT atau Direktorat Jendral Perhubungan Udara atau sebaliknya.
Dalam kurun waktu sepuluh hari terhitung sejak kecelakaan pesawat udara terjadi,
operator pesawat udara tersebut harus membuat laporan dengan mengisi formulir dari
KNKT dan Direktorat Jendral Perhubungan Udara atau jatuh dari perhitungan sejak
kejadian berat (serious incedent) bila pesawat udara mengalami keterlambatan
kedatangan belum juga ada kabarnya atau hilang.
Apabila secara fisik setiap awak pesawat udara mampu membuat laporan, harus disertai
pernyataan yang sesuai dengan kenyataan, kondisi, dan keadaan yang berhubungan
dengan kecelakaan atau kejadian berat (serious incident)yang dialamiya. Operator
pesawat udara harus menyimpan laporan kecelakaan atau kejadian berat (serious
incident)tersebut di kantor KNKT dan Direktorat Jendral Perhubungan Udara.
a. Tanggung Jawab
d. Pemeriksaan mayat