Anda di halaman 1dari 115

HARTA DALAM AL-QUR’AN: STUDI PENAFSIRAN

QS. AL-HUMAZAH MENURUT MUTAWALLI>< AL-SYA’RA<WI<

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:
Aliyyul Adzhiim
NIM 11150340000004

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M/1442 H
HARTA DALAM AL-QUR’AN: STUDI PENAFSIRAN
QS. AL-HUMAZAH MENURUT MUTAWALLI>< AL-SYA’RA<WI><

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:
Aliyyul Adzhiim
NIM 11150340000004

Pembimbing

Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A.


NIP. 19690822 199703 1 002

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M/1442 H

i
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul HARTA DALAM AL-QUR’AN: STUDI


PENAFSIRAN QS. AL-HUMAZAH MENURUT MUTAWALLĪ AL-
SYA’RĀWĪ telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas
Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tanggal 11 Januari 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 9 Februari 2021
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Eva Nugraha, MA Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKH


NIP. 19710217 199803 1 002dc NIP. 19820816 201503 1 004

Anggota,
Penguji I, Penguji II,

Dr. Ahsin Sakho Muhammad, MA Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA


NIP. 19560221 199602 1 001 NIP. 19550725 200012 2 001

Pembimbing,

Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, MA


NIP. 19690822 199703 1 002
iii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Aliyyul Adzhiim
NIM : 11150340000004
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul HARTA
DALAM AL-QUR’AN: STUDI PENAFSIRAN Qs. AL-HUMAZAH
MENURUT MUTAWALLI<> AL-SYA’RA<WI< adalah benar karya saya
sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya.
Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya
cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan
proses yang semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang
beralaku jika ternyata skripsi ini sebagian besar atau keseluruhan
merupakan plagiat dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Tangerang, Februari 2021

Aliyyul Adzhiim
iv

ABSTRAK
Aliyyul Adzhiim

Harta dalam Al-Qur’an Studi Penafsiran: Qs. Al-Humazah Menurut


Mutawalli> Al-Sya’ra>wi>

Penelitian ini mengkaji makna harta dalam Qs. al-Humazah. Harta


merupakan suatu salah satu bagian dari kebutuhan dari setiap manusia.
Akan tetapi sikap manusia yang berlebihan terhadap harta menyebabkan
gemar menimbun harta yang menimbulkan sikap angkuh sehingga
melahirkan sifat humazah dan lumazah yang dengan mudah merendahkan
orang lain. Persoalan harta hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana
makna harta dalam Qs. al-Humazah?
Penulis memilih Tafsi>r al-Sya‟ra>wi> yang bercorak al-adabi> al-
Ijtima>‟i> karya Mutawalli> al-Sya‟ra>wi> yang merupakan salah satu ulama
kontemporer. Penelituan ini menggunakan metode penelitian kepustakaan
(Library Research) dengan tujuan agar penelitian ini mendapatkan
pemahaman secara utuh mengenai harta dalam Qs. al-Humazah.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa makna harta dalam Qs.
al-Humazah adalah harta tidak hanya bermakna kekakayaan berupa
materi, namun juga bisa berarti segala sesuatu yang membuat hati merasa
lebih tinggi dibanding orang lain seperti, kepintaran, kecantikan,
kesuksesan yang membuat seseorang merasa diri lebih tinggi dibanding
orang sekitarnya.

Kata Kunci : Harta, Al-Humazah, Humazah, Lumazah, Al-Sya’ra>wi>


v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan
karunia Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian skripsi pada
program Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir yang berjudul “Harta dalam Al-
Qur’an Studi Penafsiran Qs. Al-Humazah Menurut Mutawalli< Al-
Sya’ra> wi>”. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada baginda
Nabi Muhammad Saw. penghulu seluruh bangsa manusia dan sebagai
panutan yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan hingga
zaman terangnya ilmu dan pengetahuan.
Dalam perjalanan penelitian ini, penulis menyadari bahwa skripsi
ini tidak akan selesai dengan daya dan upaya penulis sendiri, melainkan
ada banyak sosok guru, sahabat, dan kerabat, serta berbagai pihak yang
menjadi penyemangat dan telah membantu penulis. Pada bagian ini
penulis ingin berterima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dan mendukung penelitian skripsi ini hingga selesai.
Pihak pertama terima kasih kepada civitas akademik Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Prof. Dr. Hj. Amany
Burhanuddin Umar Lubis, Lc, M.A, selaku Rektor Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Yusuf Rahman, M.A,
selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Selanjutnya kepada Bapak Dr. Eva Nugraha, M.A,
selaku Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir dan Bapak Farizal
Mahdi, Lc, MIRKH selaku sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir.
Dosen pembimbing skripsi, Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA yang
senantiasa selalu sabar, meluangkan waktu, memberikan arahan, dukungan
vi

serta semangat kepada penulis agar cepat menyelesaikan penelitian skripsi


ini. Semoga beliau selalu diberikan kesehatan, panjang umur, dan
keberkahan dari Allah Swt. Tak lupa kepada Bapak Dr. KH. Ahsin Sakho
Muhammad, MA selaku dosen penasihat akademik yang selalu
memberikan masukan saran dan semangat penulis. Terima kasih juga
kepada seluruh dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri atas
ilmu-ilmu yang diberikan kepada penulis.
Terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Bapak Bambang
Siswanto dan Mamah Ita Mulyati yang tanpa lelah selalu berdo‟a dan
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian
skripsi ini. Semoga kalian berdua selalu diberikan kesehatan, keberkahan,
dan umur panjang, a>mi>n. Adik penulis Umarullah, terimakasih juga selalu
mendukung.
Terima kasih kepada warga Sukamanah RT. 02/RW15 Kelurahan
Sukasari Kecamatan Tangerang Kota Tangerang, yang selalu
menanyakan, “kapan lulus wisudanya, Mas RT?..”. Semoga kita semakin
rukun dan kompak dalam memajukan kampung Sukamanah.
Terima kasih kepada para staff Perpustakaan Umum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, staff Perpustakaan Fakultas
Ushuluddin, dan staff Perpustakaan Pascasarjana UIN Jakarta karena
berkat referensi yang ada di dalam perpustakaan penulis bisa
menyelesaikan penelitian ini.
Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2015
Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir terkhusus untuk Asep Ridwan Nugraha,
Ahmad Sopian, Rifa Tsamrotul Sa‟adah. Terimakasih telah membantu
penulis, menjadi tempat curhat dan sharing yang baik.
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang
tak pernah bosan memberikan perhatian untuk penulis, semoga Allah
vii

membalas kebaikan kalian semua, a>mi>n. Terakhir, penulis berharap


semoga tulisan ini dapat menambah khazanah ilmu bagi siapapun yang
membaca serta membawa manfaat untuk masyarakat umum dan terkhusus
untuk penulis sendiri.

Jakarta, Februari 2021

Aliyyul Adzhiim
viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini


berpedoman pada buku pedoman skripsi yang terdapat dalam buku
pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.
A. Padanan Aksara
Huruf
Nama Huruf Latin Keterangan
Arab
‫ا‬ Alif tidak dilambangkan
‫ب‬ ba' b Be
‫ت‬ ta' t Te
‫ث‬ sa' s> es (dengan titik di atas)
‫ج‬ jim j Je
ha (dengan titik di
‫ح‬ ha‟ h}
bawah)
‫خ‬ kha' kh ka dan ha
‫د‬ dal d De
‫ذ‬ zal z> zet (dengan titik di atas)
‫ر‬ ra' r Er
‫ز‬ zai z Zet
‫س‬ sin s Es
‫ش‬ syin sy es dan ye
es (dengan titik di
‫ص‬ sad s}
bawah)
de (dengan titik di
‫ض‬ dad d}
bawah)
te (dengan titik di
‫ط‬ ta' t}
bawah)
zet (dengan titik di
‫ظ‬ za' z}
bawah)
‫ع‬ ‘ain „ koma terbalik di atas
‫غ‬ gain gh Ge
‫ف‬ fa f Ef
‫ق‬ qaf q Qi
‫ك‬ kaf K Ka
‫ل‬ lam L El
‫م‬ mim M Em
ix

‫ن‬ nun N En
‫و‬ wawu W We
‫ه‬ ha‟ H Ha
‫ء‬ hamzah ’ Apostrof
‫ي‬ ya Y Ye

B. Vokal Pendek
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong. Untuk
vocal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut :
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َ A Fath}a h
َ I Kasrah
َ U D{amah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai


berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
‫اي‬ Ai a dan i
‫او‬ Au a dan u

C. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan denga harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
‫ـَـا‬ a> a dengan topi di atas
ْ‫ــِـ ْي‬ i> i dengan topi di atas
ْ‫ــ ُ ْـى‬ u> u dengan topi di atas
x

D. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah
maupun huruf qamariah. Contoh:
‫الرجال‬ Ditulis al-rija>l
‫الذواى‬ Ditulis al-diwa>n

E. Syaddah (Tasydi>d)
Syaddah atau tasydi>d yang dalam system tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda tasydi>d ( َ )ْ dalam alih aksara ini dilambangkan

dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda


syaddah itu. Akan tetapi, hal itu tidak berlaku jika huruf yang menerima
tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-
huruf suamsiyah. Misalnya, kata (‫ )الضرورة‬tidak ditulis ad-daru>rah
melainkan al-d{aru>rah, demikian seterusnya.

F. Ta Marbu>t}ah
1. Jika ta marbu>t}ah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h”, contoh:
‫هذرست‬ Ditulis Madrasah
‫قريت‬ Ditulis Qaryah
(Ketentuan ini tidak diberlakaukan terhadap kata-kata Arab yang
sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan
sebagainya, kecuali bila dikendaki lafal aslinya).
Hal tersebut juga berlaku bila diikuti dengan kata sandang “al”
serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis dengan “h”,
‫الجاهعتْاإلسالهيت‬ Ditulis al-ja>mi‟ah al-Isla>miyyah
xi

2. Jika ta marbu>t}ah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf


tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/,
‫وحذةْالىجىد‬ Ditulis wah{dat al-wuju>d

G. Huruf Kapital
Dalam alih aksara huruf kapital digunakan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk
menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,
nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka
yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut,
bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: al-Ghaza>li> bukan Al-
Ghaza>li>, al-Kindi bukan Al-Kindi.

H. Cara Penulisan Kata


Setiap kata, baik kata kera (fi‟il), kata benda (ism), maupun huruf
(harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara
atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada
ketentua-ketentuan di atas:
َْ‫قَ ْى َمْالفـْـ ِسقُىى‬ Ditulis qaum al-fa>siqu>na
ْ ‫األ َ ْس َوـاْ ُء‬
ْ‫ْال ُحسٌي‬ Ditulis al-asma>’ al-h{u sna>
alh{amdulillah rabbi al-
َْ‫ْر ِّ ِْالعـْلَ ِويْي‬
َ ‫ُلِلا‬
ِْٰ ِ ‫ال َحوذ‬ Ditulis
„a>lami>n
xii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... i


LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...........................................ii
SURAT PERNYATAAN ...............................................................................iii
ABSTRAK ........................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................viii
DAFTAR ISI ….. .......................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 8
C. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah ..................................... 9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 9
E. Metode Penelitian ........................................................................ 10
F. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 12
G. Sistematika Penulisan .................................................................. 15
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG HARTA
A. Definisi Harta ............................................................................. 17
B. Proses Kepemilikan Harta ......................................................... 18
C. Fungsi Harta .............................................................................. 28
D. Derifasi Kata Ma>l dalam al-Qur‟an .......................................... 32
E. Penyebutan Harta Dalam Al-Qur‟an......................................... 34
BAB III BIOGRAFI MUTAWALLI> AL-SYA’RA> WI>
A. Riwayat Hidup ........................................................................... 43
B. Perjalanan Akademik ................................................................. 45
C. Pokok-Pokok Pemikirannya ...................................................... 47
xiii

D. Karatkeristik Tafsir Al-Sya‟ra>wi> .............................................. 53


1. Gamabaran Umum Tafsir Al-Sya‟ra>wi> ........................... 54
2. Metode dan Corak Penafsiran .......................................... 57
3. Sumber Penafsiran ............................................................ 59
4. Sistematika Penulisan ....................................................... 60
BAB IV HARTA DALAM SURAT AL-HUMAZAH PERSPEKTIF
MUTAWALLI<> AL-SYA’RA<WI><
A. Profil dan Kandungan Surat al-Humazah ................................. 64
B. Makna Harta dan Relevansinya dengan Pengumpat serta
Penimbun Harta.......................................................................... 70
C. Dampak Kepemilikan Harta dalam Surat al-Humazah ........... 80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 92
B. Saran dan Kritik ........................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 94
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam pandangan Islam harta merupakan alat untuk mendekatkan diri
kepada Allah, sebagai jalan agar mempunyai sikap dermawan, sebagai
cara untuk meninggikan derajat seorang mukmin dan memelihara
kemuliannya. Juga sebagai sarana untuk memajukan masyarakat dan
mengangkat martabat, serta mempertahankan kehormatan dan
eksistensinya. 1
Manusia menurut tabiatnya adalah makhluk sosial. Ia tidak bisa hidup
sendiri, melainkan harus berinteraksi dengan yang lainya. Ia memerlukan
bantuan orang lain dan juga diperlukan oleh yang lainnya. Dalam
melakukan interaksi antara manusia yang satu dengan yang lainnya, salah
satu yang menjadi objek adalah harta (ma>l).2
Di era kekinian dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, banyak manusia berlomba-lomba untuk memperoleh harta.
Mereka sibuk dengan urusan yang hanya mementingkan kemewahan dan
keindahan duniawi. Sehingga mereka menjadikan harta sebagai sasaran
utama dalam kehidupan. Tidak jarang juga kita temukan dalam
masyarakat tindakan mubazir dan membuang-buang harta. Ada juga
tindakan yang gemar menumpuk-numpuk atau menimbun harta sehingga
menjadikan pribadi yang angkuh dan kikir.
Materi atau harta dalam pandangan Islam, bukan merupakan sasaran
yang pokok. Materi atau harta adalah sebagai jalan, bukan satu-satunya
tujuan, dan bukan sebagai sebab yang dapat menjelaskan semua kejadian-

1
Wahbah az-Zuhaily, Al-Qur‟an dan Paradigma Peradaban, terj. M. Thohir
dan Team Titian Ilahi (Yogyakarta: Dinamika, 1996), 173.
2
Ahmad Ardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: AMZAH, 2013), 54.

1
2

kejadian. Akan tapi sebagai jalan untuk menjamin segala kebutuhan


manusia. Maka disana kewajiban itu lebih dipentingkan dari pada materi. 3
Harta dalam Islam tidak tercela tetapi dapat pula tercela jika harta itu
dijadikan sebagai tujuan atau sebab. Harta yang tercela adalah harta yang
dijadikan sebagai objek tujuan, dan bagi pemilik harta menjadikan harta
sebagai perlindungan terhadap harta yang ditimbunnya atau yang
disembunyikannya. Sehingga akan timbul sifat kikir atau memejamkan
mata.4
Allah Swt. berfirman :

ً َ َ َ ٰ َ ْ َ َ َ َ ْ ِ ِ ْ َ ْ َ َ ْ ِ ْ ِ ْ َ ْ ِ َ ْ َ َ َ ْ َّ َ
‫وال ّذين ّاذآ انفليا لم يص ّهـيا ولم يلتدوا وكان ةحن ذ ّلك كياما‬

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka


tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir tetapi adalah
(pembelanjaan itu) ditengah-tengah antara yang demikian”. (Q.S.
al-Furqān (25) : 67) 5

Al-Qur'an yang kandungannya multidimensional itu tidak hanya


menyodorkan ajaran-ajaran agama yang berdimensi teologi ritualistik
seperti aqidah, ibadah, akhkak. Tetapi, mengungkapkan pula pedoman dan
arahan tentang kehidupan sosial yang pragmatis seperti ekonomi, politik,
budaya, serta hubungan antar bangsa. 6
Islam telah mencela kepada orang-orang yang menimbun emas dan
perak, yang mereka enggan membelanjakan hartanya dijalan Allah. Maka

3
Muhammad Mahmud Bably, Kedudukan Harta Dalam Pandangan Islam, terj.
Abdul Fatah Idris (Jakarta: Mulia, 1989), 5.
4
Muhammad Mahmud Bably, Kedudukan Harta, 6.
5
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Hidaya Media Dakwah, 2013), 365.
6
Muhammad Saiful Mujab, “Ujaran Kebencian dalam Perspektif M. Quraish
Shihab: Analisis Qs. al-Hujurat ayat 11 dalam Tafsir al Misbah”. (Skripsi S1, Fakultas
Ushuluddin, UIN Walisongo, 2018), 1-2.
3

akan datang berita peringatan pada mereka dengan siksaan yang amat
pedih.
ْ
َّ َ َ ْ َ َ ْ ِ ِ َ َ َ ْ ُّ َ َ ْ َ ْ َ ِّ ً ْ َ َّ ْ ِ َ ٰ َ ْ َّ َ ُّ َ ٰٓ
‫اس‬ ّ ‫ان ليأكلين اميال الن‬ ّ ‫يايىا ال ّذين امنيٓا ّان ك ّرحدا ّمن الاحت ّار والروت‬
َ َ َ َّ ْ َ َ َ َّ َ ْ ِ ْ َ َ ْ َّ َ ‫ه‬ َ َ ُّ ِ َ ‫ة ْال‬
‫اّٰللۗوال ّذين يك ّجذون الذوب وال ّفضث ولا‬ ّ ‫اط ّل َو َيصد ْون غ ْن َس ّب ْي ّل‬ ّ ّ‫ب‬
ََ ِْ َ َ َ ْ ِ ْ ِّ َ َ ‫ه‬
َ
‫ َّي ْي َم يح ٰمى عل ْي َىا ّف ْي ن ّار‬٣٤ ۙ‫اب ا ّل ْي ٍم‬ ‫ذ‬ ‫ػ‬‫ة‬ ‫م‬‫و‬ ‫ه‬ ‫ش‬ ‫ب‬ ‫ۙـ‬‫اّٰلل‬
ّ ‫ل‬ ‫ي‬ْ ‫ِي ْنف ِل ْي َن َىا ف ْي َسب‬
ٍ ّ ّ ّ ّ ّ ّ
ِ ِْ َ ِ َْ َ َ َ ٰ ِ ْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْ ِ َ َّ َ
‫س َىن َم ـخك ٰيى ّة َىا ّس َتاو ِى ْم َوسن ْيبه ْم َوظىي ِرو ْمۗ وذا ما كجذح ْم ّلانف ّسك ْم‬
َ ْ ِ ْ َ ْ ِْ ِ َ ْ ِْ ِ َ
٣٥ ‫ـذوكيا ما كنخم حك ّجذون‬
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar
dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-
benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada
jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka
akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas
perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi
mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu
sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu
simpan itu". (Q.S. at-Taubah (9) : 34-35)7

Setiap individu memiliki ketergantungan dengan individu yang


lainnya. Tiada satupun individu yang hidup tanpa masyarakat. Individu di
dalam masyarakat terbentuk dari struktur yang paling kecil, yaitu keluarga
hingga yang paling besar adalah negara. Sekumpulan dari individu-
individu tersebut membentuk suatu komunitas, kelompok masyarakat.8
Oleh karena itu, dorongan berinfak (membelanjakan harta) berarti
memberi manfaat terhadap sesama manusia. Jika ambil contoh sebaliknya

7
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 192.
8
Amin Nurdin, Dadi Darmadi, Eva Nugraha, Sosiologi al Qur'an: Agama dan
Masyarakat dalam Islam (Jakarta: LPPM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), 80.
4

yaitu menimbun dari penggunaan harta atau menahan dari peredarannya,


maka akan menutup penggunaan terhadap pihak lainnya dan
menghentikan kebutuhan sesama manusia. Oleh karena itu, menimbun
harta dan menahan harta dari peredarannya adalah merugikan pihak lain. 9
Hubungan sesama manusia dalam berinteraksi harus dilandasi dengan
nilai-nilai kebenaran. Ambisi manusia untuk menjadi pribadi yang lebih
unggul terkadang membuat manusia melenceng dari sifat-sifat terpuji.
Menghalalkan segala cara untuk dapat memuaskan keinginannya dan tidak
memperdulikan dampak dari tindakannya. Salah satunya adalah mulut
melalui lisan yang dapat digunakan untuk mengumpat dan mencela serta
merendahkan martabat seseorang.
Surat al-Humazah merupakan salah satu surat yang terdapat dalam juz
30 yang terdiri dari 9 ayat dan merupakan urutan surat ke 104 yang
tergolong Makiyyah. Kandungan pokok surat al-Humazah berisi ancaman
bagi orang-orang yang suka mengumpat dan mencela sesama dan para
penimbun harta. Mereka menilai kesuksesan hanya pada keberhasilan
mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Mereka beranggapan bahwa
harta dapat menyelamatkannya dan membuatnya hidup kekal. Manusia
yang berpikir seperti ini akan menjadi pribadi yang sombong, mudah
meremehkan dan menganggap hina orang lain. Maka Allah mengancam
kedua sifat tersebut dengan siksa neraka hutamah.
Pada ayat pertama surat berisi ancaman bagi pelaku Hammāz dan
Lammāz (pengumpat dan pencela) kepada sesama manusia.

َ ُّ َ ِ ِّ ِ ِّ ٌ
١ۙ‫َو ْيل ّلك ّل و َمز ٍة لمز ٍة‬
َ

"Celakalah orang yang suka mengumpat dan mencela". 10

9
Muhammad Mahmud Bably, Kedudukan Harta, 83.
10
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 601.
5

Banyak ayat al Qur'an yang berbicara tentang etika berkomunikasi


yang baik, namun sedikit yang dapat mempraktikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Bahkan saat ini banyak lisan-lisan yang tidak beretika di
tengah masyarakat tanpa memperhatikan lawan bicaranya.
Allah Swt berfirman,
ً ً َ ِ ِ َ‫ه‬ ِ َّ ِ ٰ َ ْ َّ َ َ
٧٠ۙ‫اّٰلل َوك ْيل ْيا ك ْيلا َس ّد ْيدا‬ ‫يٰٓايُّىا ال ّذين ا َمنيا احليا‬

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan


katakanlah perkataan-perkataan yang benar". (Q.S. al-Ahzab (33) :
70)11

Lisan merupakan karunia yang amat penting bagi manusia. Lisan juga
merupakan salah satu organ tubuh yang paling sering digunakan. Oleh
karena itu, wajib bagi kita untuk menjaga lisan, apakah banyak
menyampaikan kebaikan yang hak ataupun terjerumus pada dosa dan
maksiat. Lisanlah yang menghubungkan manusia dengan manusia, lisan
lah yang menciptakan bahasa, dan lisan lah yang memberikan suara yang
merupakan ungkapan pikiran manusia, lisanlah yang memberi warna
semua pikiran dan cita, lisan yang memberi nasehat serta dapat
menerangkan gelora amarah dalam dada. 12
Hal yang mendorong seseorang sering tergelincir lidahnya,
adakalanya menghendaki kejelekan orang yang diceritakannya atau
menjilat kepada seseorang. Sesudah itu si pengadu domba akan
mengambil keuntungan dari upayanya ini, atau memang hanyalah ingin
memuaskan hatinya yang hitam penuh dengan kedengkian terhadap orang

11
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 427.
12
Imam Ghazali, Bahaya Lisan (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 2.
6

lain. Masing-masing pihak saling membenci dan menceritakan keburukan


lawannya.13
Prinsip bermasyarakat pada dasarnya mengutamakan terciptanya
suasana yang menciptakan batin tenteram. Hal demikian tentu tidak bisa
terlepas dari kodrat manusia sebagai makhluk yang mendambakan
ketentraman dan kesejahteraan dalam hidupnya. Meskipun banyak dari
manusia yang memiliki cara sendiri untuk meraihnya. Namun umumnya
ketentraman batin dan kesejahteraan batin merupakan hal yang dicari
manusia. Tidak hanya sesuatu yang bersifat intra personal, dalam hidup
bermasyarakat juga mendambakan hal yang sama. Namun, terkadang
terbentur oleh "keragaman" yang dapat menyebabkan bias. Mengenai
keragaman dan kemajemukan, diterangkan juga dalam al-Qur'an:
"Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka
Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi peringatan dan Allah
menurunkan bersama mereka kitab yang benar untuk memberi keputusan
diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan". 1415
Kemudian pada ayat kedua dan ketiga Q.S. al-Humazah yang
berbunyi,
َ َ ْ َ َ َّ َ َْ َ َّ َ ً َ َّ
٣ٗۚ‫ يح َس ِب ان َمالهٓ اخلده‬٢ۙ‫ال ّذ ْي ج َم َع َمالا َّوعدده‬

"Yaitu orang-orang yang mengumpulkan hartanya. Dia menyangka


bahwa kekayaannya itu akan mengekalkannya ". (Q.S. al-Humazah
(104) : 2-3) 16

Jika kita perhatikan pada ayat pertama, kedua, dan ketiga dalam Q.S.
al-Humazah maka ada kesinambungan antara perilaku pengumpat dan

13
Imam Ghazali, Bahaya Lisan, 130
14
Lihat Q.S. al- Al Baqarah (2): 213.
15
Amin Nurdin, Dadi Darmadi, Eva Nugraha, Sosiologi al Qur'an, 42-43.
16
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 601.
7

pencelah dengan penimbun harta. Harta kekayaan yang dimiliki oleh


seseorang tersebut membuat dirinya bersifat takabbur. Jika seseorang
yang orientasi hidupnya hanya memandang harta, maka dirinya akan
beranggapan dengan harta semua akan bisa dimiliki. Kekayaan yang
dimilikinya mampu mengatasi semua masalah. Kematian termasuk dapat
dalam anggapan mereka yang merasa dapat hidup di dunia ini selamanya
dengan menikmati kekayaan yang dimilikinya.
Banyak orang yang berkeyakinan, bahwa modal harta kekayaan bisa
melindungi dirinya dari kemiskinan, dan bahkan bisa membahagiakan
hidupnya. Ada lagi yang berkeyakinan, bahwa dengan cara yang haram
seseorang bisa dapat memiliki dan memperoleh kekayaan. Mereka adalah
orang-orang yang telah disesatkan setan, jiwanya diliputi rasa takut dan
gelilsah, karena kurang kuat imannya dan mudah tergoda. 17
Firman Allah Swt,

َ ْ ِْ ِ ْ ِ َ ِ ِ َ َ َ َ َ ِ َ ِ ٰ َّ ِ ٰ َ َّ
١٧٥ ‫ّانما ذ ّلك ِم الش ْيط ِن يخ ّ ِّيف ا ْوّل َيا َۤءهۖٗ ـلا تخاـ ْيو ْم َوخاـ ْي ّن ّان كنخ ْم ُّمؤ ّم ّن ْحن‬

“Sesungguhnya setan-setan itu hanya mempertakuti orang-orang yang


dibawah pimpinannya, sebab itu jangan lah kamu takut kepada
mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu orang-orang yang
beriman”. (Q.S. Ali Imran (3) : 175)

Allah Swt memberi balasan dari ancaman pada bagian akhir surat al-
Humazah. Neraka Hut}amah merupakan balasan yang Allah berikan bagi
pelaku pengumpat, pencela, dan para penimbun harta yang merendahkan
sesama. Siksaan dalam neraka hutamah merupakan suatu ilustrasi
ancaman yang tidak sepele bagi para pelaku pengumpat dan penimbun

17
Mutawalli asy Sya‟rawi, Rezeki, terj. Salim Basyarahil (Jakarta: Gema Insani
Press, 1994), 13.
8

harta sebagai balasan keangkuhan dan keacuhan sikap mereka selama


hidup bermasyarakat.
Realita Q.S. Al-Humazah dalam kehidupan masyarakat yaitu
kebiasaan mencela dan merendahkan orang lain sering terjadi. Kemudian
para penimbun harta dengan kesibukan dalam mengumpulkan dan
menghitung-hitung harta, serta menganggap bahwa harta yang di dapatkan
adalah usahanya sendiri. Akibatnya, ia merasa dengan harta yang
dimiliki, ia mempunyai kedudukan dan kemuliaan yang tinggi. Dengan
kedudukan dan harta yang melimpah, mendorong ia akan merendahkan
orang lain. Antara sifat Humazah dan Lumazah dengan penimbun harta
memiliki kesinambungan. Oleh sebab itu, al-Qur‟an mencoba
mengantisipasi agar perilaku individu masyarakat tidak terjadi demikian.
Tokoh mufasir yaitu Mutawallī Al-Syaʿrāwī merupakan salah satu
ulama tafsir kontemporer yang berasal dari Mesir dengan kitab tafsir yang
bernama Khawa>t}ir H{aula al-Qur‟a>n al-Kari>m. Pemilihan tokoh Al-
Sya’ra>wi> karena ia merupakan mufassir terkenal yang berpengaruh pada
abad 20. Permasalahan kontemporer yang muncul dan dihadapinya akan
memberikan pengaruh yang kuat atas pemikiran dan penafsirannya
sehingga membuka peluang adanya perbedaan dengan tafsir sebelumnya.
Dengan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penulis mengambil
judul, "Harta dalam Al-Qur’an : Studi Penafsiran Qs. Al-Humazah
Menurut Mutawallī Al-Syaʿrāwī .

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang maka di atas, penulis menemukan
beberapa masalah yang perlu di identifikasikan dalam penelitian ini,
1. Sebagai salah satu pembahasan dalam al-Qur‟an, Bagaimana al-
Qur‟an berbicara tentang harta ?
9

2. Bagaimana pendapat Mutawalli> al-Sya‟ra>wi> tentang harta dalam


Qs. al-Humazah?

C. Batasan dan Rumusan Masalah


1 Batasan Masalah
Agar dalam penelitian ini tersusun dengan baik dan rapi, maka perlu
dijelaskan pula batasan-batasan masalah yaitu, bahwa penulis akan
membahas ayat yang berbicara tentang harta dalam al-Qur‟an studi
penafsiran Qs. al-Humazah menurut pandangan Mutawalli> al-Sya’ra>wi>.
2 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan-batasan masalah yang penulis uraikan di atas,
maka penulis dapat menyimpulkan rumusan-rumusan masalah
sebagaimana berikut :
a. Bagaimana penafsiran Mutawalli> al- Sya‟ra>w i> mengenai harta
dalam al-Qur‟an studi penafsiran Qs. al-Humazah.

D. Tujuan dan Manfaat


Berdasarkan pokok permasalahan yang penulis rumuskan di atas, ada
beberapa alasan dan tujuan yang mendasari penulis memilih judul skripsi
ini :
1. Untuk mengetahui penafsiran mengenai harta dalam al-Qur‟an
2. Untuk memberikan wawasan kepada para pembaca tentang
penjelasan tafsir Qs. al-Humazah
3. Sebagai sumbangan ilmiah untuk menambahkan bahan bacaan
dalam kepustakaan Islam.
10

4. Memenuhi tugas akhir perkuliahan untuk mencapai gelar sarjana


strata (S1) pada jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini antara lain,
1. Secara akademis, penelitian ini menguatkan pendapat Mutawallī
Al-Syaʿrāwī mengenai harta dalam penafsiran Qs. al-Humazah.
2. Secara praktis, skripsi ini dapat digunakan sebagai rujukan alternatif
dan bahan bacaan dalam mendukung kajian tafsir.

E. Metode Penelitian
Penelitian atau penggunaan metode ilmiah secara terancang dan
sistematis, atau kegiatan penelaahan secara ilmiah, tidak dapat dipisahkan
dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan. Hal tersebut menunjukan bahwa
ilmu pengetahuan, berkepentingan dengan penemuan pengetahuan-
pengetahuan baru yang kebenarannya teruji secara ilmiah. 18
Metode penelitian merupakan cara yang dipakai untuk mencari,
mencatat, menemukan, dan menganalisis sampai menyusun laporan guna
mencapai tujuan. 19 Adapun metode penelitian dalam pembahasan skripsi
ini meliputi berbagai hal sebagai berikut :
1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan untuk menyusun skripsi ini adalah
penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu mengumpulkan data-data
melalui bacaan dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan
pembahasan penulis. Dengan sumber pokoknya adalah mencari bahan
pengetahuan dari kitab tafsir dan kaidah tafsir, serta sebagai

18
Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005), 11.
19
Cholid Nur Boko dan Abu Ahmadi, Metode Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara
Pustaka), 1.
11

penunjangannya yaitu buku-buku dan jurnal yang secara khusus mengenai


masalah penelitian yang dibahas. Karena penelitian ini bertujuan mengkaji
pandangan Mutawalli> al-Sya‟ra>wi> mengenai harta dalam Qs. al-Humazah,
maka jenis penelitian yang sesuai adalah penelitian pustaka yang bercorak
deskriptif-analitis.
2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua macam sumber data,
yaitu :
a. Sumber Data Primer
Data primer ini merupakan sumber utama yang berperan dalam
pengumpulan data untuk kepentingan penelitian. Karena penelitian
ini berjenis kajian pustaka, maka sumber utamanya yaitu al-Qur‟an
dan kitab-kitab tafsir terutama karya Mutawallī Al-Syaʿrāwī.
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang dijadikan pendukung
dalam pengumpulan data yang peneliti butuhkan. Data sekunder
yang penulis gunakan berupa berupa buku-buku, artikel-artikel,
jurnal, majalah, dan sumber tertulis lainnya.
3. Pengolahan Data
Dalam Pengolahan data penulis akan melakukan pendekatan
kualitatif. Untuk menemukan pengertian yang diinginkan, penulis
megolah data yang ada, selanjutya disajikan secara komprehensif
sebagai bangunan konsep.
4. Metode Analisis
Pada analisis, penulis akan mencoba menggunakan tiga macam
metode, yaitu :
a. Induktif, yaitu metode analisis yang berangkat dari fakta-fakta
yang khusus lalu ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum
12

b. Deduktif, yaitu metode yang digunakan untuk menyajikan


bahan atau teori yang sifatnya umum untuk kemudian dan
diterapkan secara khusus dan terperici.
c. Komparatif, yaitu metode penyajian yang dilakukan dengan
mengadakan perbandingan antara satu konsep dengan lainnya,
kemudian menarik suatu kesimpulan.

F. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari terjadinya kesamaan dengan penelitian yang lain,
penulis mencoba menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan dan
memiliki kesamaan atau kemiripan. Selanjutnya, hasil penelusuran ini
akan menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat metodelogi yang
sama, sehingga penilitian ini benar-benar bukan hasil dari plagiat dari
kajian yang ada.
Berdasarkan hasil penelusuran dari berbagai skripsi dan jurnal,
maupun semua yang berkaitan dengan judul ini, penulis menemukan
beberapa karya yang membahas permasalahan ini. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh Zakiyatul Munawaroh dalam skripsi yang berjudul Harta
dan Hak Kepemilikan dalam Perspektif Al-Qur‟an.20 Berisi tentang
pandangan al-Qur‟an mengenai harta dan bagaimana konsep hak
kepemilikan dalam al-Qur‟an serta implementasinya dalam kehidupan
sehari-hari.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Khairunnisa dalam skripsi
yang berjudul Kritik Sosial dalam Qs. al-Humazah.21 Penelitian ini berisi

20
Zakiyatul Munawaroh, “Harta dan Hak Kepemilikan dan Perspektif Al-
Qur‟an”. (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Sunan Ampel, 2019).
21
Khairunnisa, “Kritik Sosial dalam Qs. al-Humazah”. (Skripsi S1, Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016).
13

kritik sosial dalam penafsiran Qs. al-Humazah dan menganalisa dari segi
kebahasaan dan mengaitkan dengan ayat-ayat yang saling berhubungan.
Skripsi yang ditulis oleh Atropal Asparina yang berjudul Kontruksi
Social Criticism dalam al-Qur‟an: Studi Terhadap Kesenjangan Sosial
yang Digambarkan al-Qur‟an dalam Penafsiran Juz „Amma.22 Penelitian
ini berisi suatu penelitian dengan menggunakan pendekatan sosio-historis
dengan menggunakan metode tafsir tematik untuk mencari surat-surat
dalam Juz „amma yang menggambarkan suatu proses kritik sosial.
Kesenjangan sosial yang santer digambarkan adalah kesewenang-
wenangan orang-orang kaya yang memonopoli sistem ekonomi, politik,
bahkan sosial.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh oleh Abdul Karim dalam
jurnal yang berjudul Fungsi Harta Menurut Al-Qur‟an.23 Berisi bahwa
pada prinsipnya harta adalah milik Allah, sedangkan pemilikan manusia
terhadap harta hanya pemilikan manfaat (istikhlaf) dan itupun terbatas
selama manusia masih hidup.
Selain itu, kajian-kajian tentang tokoh Mutawalli Al-Syaʿrāwī pun
telah banyak dilakukan oleh para sarjanawan. Seperti penelitian yang
dilakukakan oleh Badruzzaman M. Yunus dalam disertasinya yang
berjudul Tafsir Al-Sya‟ra>wi>; Tinjauan Terhadap Sumber, Metode, dan
Ittija>h. 24 Penelitian ini berisi kaidah-kaidah dasar metodelogis yang
terdapat dalam tafsir al-Sya‟ra>wi>, seperti latar belakang penafsiran,
sumber, metode, serta ittija>h.
22
Atropal, “Kontruksi Social Critism dalam al-Qur‟an: Studi Terhadap
Kesenjangan Sosial yang Digambarkan al-Qur‟an dalam Penafsiran Juz „Amma”.
(Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2015).
23
Abdul Karim, “Fungsi Harta Menurut Al-Qur‟an”. Al-Hikmah, vol.12, no.1
(2011).
24
Badruzaman M. Yunus, “Tafsir Al-Sya’ra>wi>; Tinjauan Terhadap Sumber,
Metode, dan Ittija>h”. (Disertasi S3, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2009).
14

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Zakaria Syafe‟i dalam jurnal


yang berjudul Harta Menurut Ajaran Islam.25 Berisi kedudukan harta
yang menjadi hak milik manusia pada hakikatnya adalah titipan yang
harus di tasharufkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan.
Selanjutnya kajian yang dilakukan oleh Taufiq dalam jurnal Ilmiah
Syariah yang berjudul Memakan Harta Secara Batil (Perspektif Surat An-
Nisa: 29 dan At-Taubah: 34.26 Berisi tentang makna larangan memakan
harta secara batil dalam dua surat. Dalam surat an-Nisa>’ ayat 29
menyebutkan larangan memakan harta dengan cara batil menurut mufasir
adalah setiap usaha baik cara memperoleh maupun memanfaatkan harta.
Sedangkan surat at-Taubah ayat 34 menegaskan larangan melakukan
penimbunan harta berupa emas dan perak.
Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Saiful Mujab, "Ujaran
Kebencian dalam Perspektif M. Quraish Shihab (Analisis Qs. Al-Hujurat
ayat 11 dalam Tafsir al Misbah).27 Skripsi ini membahas penafsiran Qs.
al-Hujurat ayat 11 mengenai tingkah-laku masyarakat yang suka megolok-
olok dan meyebarkan ujaran kebencian ditengah maraknya kecanggihan
teknologi masa kini. Banyak orang yang tak menyadari dampak buruk dari
penyebaran hate speach secara hukum dan sosial.
Selanjutnya penelitian yang dilakkan oleh Atikah Salsabila Zahra
dalam tesis yang berjudul Penafsiran Al-Sya‟rawi tentang Ayat-ayat Israf
dalam Al-Qur‟an.28 Berisi pendapat al-Sya‟ra>wi> tentang ruang lingkup

25
Zakaria Syafe‟i, “Harta Menurut Ajaran Islam”, DEDIKASI, vol.2, no.2
(Juli-Desember 2010).
26
Taufiq, “Memakan Harta Secara Batil (Perspektif Surat An-Nisa: 29 dan At-
Taubah: 34“, Jurnal Ilmiah Syari‟ah, vol.17, no.2 (Juli-Desember 2018).
27
Muhammad Saiful Mujab, “Ujaran Kebencian dalam Perspektif M. Quraish
Shihab (Analisis Qs. Al-Hujurat ayat 11 dalam Tafsir al-Misbah”. (Skripsi S1, Fakultas
Ushuluddin, UIN Walisongo Semarang, 2018).
28
Atika Salsabila Zahra, “Penafsiran Al-Sya‟rawi tentang Ayat-ayat Israf dalam
Al-Qur‟an”. (Tesis S2, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2019).
15

Israf yang terbagi menjadi tiga; sesuatu yang halal digunakan secara
berlebihan hukumnya haram, segala perbuatan halal dicampur dengan
perbuatan yang haram, susuatu yang halal itu diambilnya dengan cara
yang haram.
Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Dikalustian
Rizkiputra dalam skripsi yang berjudul Bahaya Lisan dan Pencegahannya
dalam Al Qur'an.29 Membahas permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan bahaya lisan yang sering terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat. Diantaranya, menggunjing, menuduh, dusta, mengolok-
olok, dan sumpah palsu. Diakhir penulisnya mencantumkan metode
pencegahan dan manfaat menjaga bahaya lidah.
Dari tinjauan pustaka di atas, penulis berkesimpulan bahwa masih
sedikit kajian yang membahasa tentang harta dalam al-Qur‟an terutama
yang terdapat dalam Q.S. al-Humazah. Kajian yang ada saat ini hanya
berfokus membahas tentang harta secara umum. Sedangkan kajian yang
penulis lakukan adalah mengenai pemaknaan harta dalam Qs. al-Humazah
Menurut Mutawalli al-Sya‟ra>wi>.

G. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah, maka penulis
menjadikan sistematika penulisan ini dalam lima bab, yang mana ke lima
bab tersebut terdiri dari sub-sub yang terkait. Sistematika penulisan
sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan. Dimana digambarkan
didalamnya latar belakang yang menjelaskan mengapa penelitian ini
dilakukan, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

29
Dikalustian Rizkiputra, “Bahaya Lisan dan Pencegahannya dalam Al Qur'an”.
(Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta, 2011).
16

metode penelitian, tinjauan pustaka (kajian terdahulu yang relevan), dan


diakhiri dengan sistematika penyusunan. Hal ini bertujuan agar pembaca
mendapatkan informasi awal secara umum mengenai isi skripsi.
Bab kedua; merupakan landasan teori, dalam bab ini memuat
pengertian harta, macam-macam harta, fungsi harta, dan kosa kata harta
dalam al-Qur‟an.
Bab ketiga, merupakan biografi Mutawallī Al-Syaʿrāwī dan kitab
Tafsirnya. Mulai dari riwayat hidup, perjalanan ilmiah, dan pokok-pokok
pemikirannya. Selain itu, dalam bab ini juga menjelaskan seputar tafsir al-
Syaʿrāwī. Bagaimana gambaran umum tentang tafsir al-Sya‟ra>w i>, metode
penulisannya, corak, sumber, dan sistematika penafsirannya.
Bab keempat; merupakan pandangan Mutawallī Al-Syaʿrāwī mengenai
harta dalam Qs. al-Humazah.
Bab kelima; merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan
jawaban yang didasarkan pada keseluruhan uraian dan pembahasan yang
telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, dan juga memuat kritik dan
saran sebagai rekomendasi untuk penelitian selanjutnya. Bab ini berusaha
menjawab pertanyaan yang dibuat pada perumusan masalah sehingga para
pembaca dapat mengetahui jawaban dari masalah tersebut. 30
BAB II
KAJIAN TEORI TENTANG HARTA

Setiap manusia mempunyai dorongan untuk selalu menjaga


kelangsungan hidupnya. Agar tetap terjaga, sudah pasti manusia harus
rajin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Sebagai makhluk
sosial manusia tidak bisa hidup sendiri dan harus berinteraksi dengan
dengan yang lainnya. Salah satu yang menjadi objek dalam melakukan
interaksi dengan sesama manusia adalah harta (ma>l). Secara dasar,
manusia tidak dapat melepaskan diri dari kebutuhan material yaitu harta
benda.

A. Definisi Harta
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), harta mempunyai
dua arti. Pertama, barang-barang yang menjadi kekayaan. Kedua,
kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud yang bernilai dan yang
menurut hukum dimiliki perusahaan. 1 Dalam bahasa arab kata harta yaitu
ْ‫ ْال َوا ُل‬berasal dari kata ‫الا‬
ْ ‫ ْ َه ْي‬-ْ ‫ ها َ َل ْ– ْيَ ِو ْي ُل‬, yang artinya condong atau
berpaling dari tengah ke salah satu sisi. 2 Secara bahasa harta merupakan
sesuatu yang dapat dimiliki oleh manusia dengan bekerja baik berupa
materi atau manfaat. 3

1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
ed. 3, cet. III (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 299.
2
Jamaluddin Ibnu Mukarram Ibnu Manzhur, Lisa>n al-Arab, juz 11 (Beirut: Da>r
Al- Sha>dir, 1414), 634-635.
3
Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami> wa Adilatuhu, juz 4 (Damsyik: Da>r al-Fikr,
1989), 40.

17
18

Secara istilah, harta adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan


segala sesuatu yang ingin dimiliki, baik dalam jumlah banyak atau
sedikit.4
Dari beberapa pendapat, TM. Hasbi Ash-Shiddieqy mengambil
kesimpulan: 5
1. Harta adalah sesuatu yang ditetapkan semata-mata untuk
kemaslahatan manusia, dapat disimpan pada suatu tempat dan
dapat dikelola dengan jalan ikhtiyar
2. Benda yang dijadikan harta itu dapat dimiliki oleh seluruh manusia
maupun oleh sebagian manusia
3. Harta adalah sesuatu yang dapat diperjual belikan
4. Harta adalah sesuatu yang diperbolehkan untuk dimiliki walaupun
tidak dipandang harta, seperti sebiji beras
5. Harta adalah sesuatu yang berwujud
6. Harta adalah sesuatu yang dapat disimpan dalam jangka waktu
tertentu dan sewaktu-waktu dapat dipergunakan pada saat
dibutuhkan.
Dari paparan diatas, harta adalah segala sesuatu yang mempunyai
nilai dan dapat diambil manfaatnya ketika dibutuhkan yang dimiliki oleh
individu ataupun kelompok secara legal menurut hukum syara‟. Harta
juga merupakan penopang kehidupan manusia sebagai kebutuhan yang
tidak dapat dipisahkan yang didalamnya membawa unsur kebahagiaan
bagi pemiliknya.

B. Proses Kepemilikan Harta

4
Ibn Imarah, Qa>mush al-Must}alah}at al-Iqtisad fi al-Hasharah al-Islamiyyah
(Kairo: Da>r al-Syuruq, 1993), 503.
5
Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqih Mu‟amalah, cet. I (Jakarta: Bulan
Bintang, 1974), 150.
19

Setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh dan memiliki harta.


Kemudian si pemilik juga berhak untuk menjual, menggadaikan,
mewarisi, dan menjaga hartanya. Hal tersebut karena Islam tidak
membatasi mencari dan memperoleh harta dengan cara apapun, selama
tidak melanggar prinsip-prinsip yang telah ditentukan oleh syara‟. Namun,
agar manusia terhindar dari sifat tamak dan z}alim terhadap harta, Al-
Qur‟an juga memberikan batasan dengan melarang seseorang memperoleh
harta dengan cara yang haram (ba>t}il).6 Proses memperoleh harta yang
dimiliki oleh seseorang timbul karena beberapa sebab yaitu:
1. Usaha
Berusaha atau bekerja merupakan salah satu ibadah. Usaha
merupakan suatu pekerjaan secara maksimal yang dilakukan manusia,
baik lewat gerak anggota tubuh atau akal untuk menambah kekayaan,
baik dilakukan seseorangan atau kolektif, baik untuk pribadi atau
untuk orang lain. 7
َ
َ َ ْ ْ َ َ ْ ُّ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ َّ ُّ َ َ َ ْ َ ْ َ
‫ك ّمن الدجيا وأح ّسن كما‬ َ ‫الآخرة ولا حنس ن ّصيت‬ ّ ‫وةخ ّؼ ّـيماآحاك اّٰلل الدار‬
َ
َ‫اّٰلل َلا ِيح ُّب ْال ِم ْفسدين‬
ِّ َّ ْ
َ َ َ َ ْ ْ َ َ َ َ ْ َ ُّ َ َ ْ
‫أحسن اّٰلل ّإليك ولا حت ّؼ الفساد ّفى الأر ّض ّإن‬
ّ ّ ّ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya
Allah tidak meyukai orang-orangyang berbuat kerusakan.” Q.S. al-
Qasas (28): 778

Dalam menjalani kehidupan, seorang mukmin tidak boleh berhenti


dalam mengerjakan suatu amalan yang bermutu. Amal berarti
6
Lihat Q.S. al-Baqarah : 188.
7
Yusuf Qardawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam (Jakarta: Gema Insani Pres,
1997), 104-105.
8
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 394.
20

pekerjaan, usaha, perbuatan atau keaktifan hidup. Menurut kacamata


pemikiran modern, ayat ini dengan tegas mendorong agar setiap orang
harus produktif. Termasuk usaha ekonomi yaitu mencari harta yang
halal. Allah pasti akan memberikan balasan terhadap amal perbuatan,
baik yang berhubungan dengan prestasi kerja duniawi maupun yang
berhubungan dengan nilai-nilai ukhrawi. 9
Kegiatan usaha yang dilakukan manusia seperti,
a. Jual Beli
Sebagai sarana untuk memenuhi hajat dan kebutuhan setiap
manusia, jual beli merupakan kegiatan usaha yang sering kita
jumpai disetiap lingkungan masyarakat. Jual beli merupakan
bentuk muamalah yang didasarkan atas rasa saling membutuhkan.

Jual beli dalam bahasa Arab disebut al-bay‟ (‫)البيع‬ yang

merupakan bentuk masdar dari kata ْ‫ بَْاء ْـْيَبِ ْي ُع ْـْبيع‬yang artinya


menjual.10 Sedangkan kata beli dalam bahasa arab disebut (‫)شراء‬
bentuk masdar dari ‫ ش ََرا َءْـْي ْشت َِريْـْشَرا‬, yaitu bentuk kata benda
dari kata ‫شري‬ yang artinya membeli. 11 Namun pada umumnya

sudah mencangkup keduanya, dengan demikian kata (‫ )البيع‬berarti


jual dan sekaligus berarti membeli. 12 Menurut istilah jual beli
adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara suka rela diantara kedua belah pihak, yang
satu menerima benda-benda dan pihak lain yang menerimanya
9
Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 4 (Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, 1982),
3120.
10
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir: Arab-Indonesia, cet. 4
(Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), 124.
11
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, 716.
12
Parni, “Konsep Jual Beli Dalam Pandangan Al-Qur‟an”. (Skripsi S1, Jurusan
IAT Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah, IAIN PAlopo, 2016), 17.
21

sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan


syara‟dan disepakati. 13 Jumhur ulama menyatakan rukun jual beli
itu ada empat yaitu, adanya penjual dan pembeli, shighat (ijab dan
qabul), adanya barang, dan terdapat nilai tukar pengganti uang. 14

َ َ َ ََْ ْ ِ َّ َ َ َ
ِّ
... ‫الرةيا‬ َّ
ّ ‫ وأحل اّٰلل البيع وحرم‬...
“..Allah menghalalkan jaul beli dan mengharamkan riba…”
Q.S. al-Baqarah (2): 27515

Hukum jual beli pada dasarnya adalah halal atau boleh. Artinya
setiap orang Islam dalam mencari nafkahnya boleh dengan cara
jual beli. Hukum jual beli dapat menjadi wajib apabila dalam
mempertahankan hidup hanya satu-satunya (yaitu jual beli) yang
dilaksanakan seseorang. Dan menjadi haram jika tidak memenuhi
syarat dan rukun jual beli yang telah ditentukan oleh syara‟. 16
Dengan didasarkan atas rasa saling membutuhkan, maka hikmah
dari jual beli adalah terciptanya rasa persaudaraan dan hubungan
yang harmonis (serasi) antar sesama manusia. Penjual
membutuhkan pembeli agar membeli barang dagangannya
sehingga memperoleh uang. Sedangkan pembeli akan memperoleh
barang yang dibutuhkan tentunya dengan nilai tukar yang
disepakati kedua belah pihak. 17
b. Bertani
Salah satu usaha untuk mendapatkan harta sebagai penopang
kehidupan adalah bertani atau usaha di bidang pertanian. Definisi

13
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 67-
68.
14
Nasroen Harun, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 115.
15
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 47.
16
Ibnu Mas‟ud, Fiqhi Madzhab Syafi‟i, cet. I (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 4.
17
Parni, “Konsep Jual Beli”, 1-3.
22

dari pertanian adalah kegiatan produksi yang berlangsung di atas


sebidang tanah (ladang) dengan tujuan menghasilkan sumber daya
alam baik berupa tanaman, hewan, maupun sumber daya alam
lainnya seperti garam. Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
tanpa merusak tanah (ladang) yang bersangkutan untuk kegiatan
produksi selanjutnya. 18
َ
ً َ ْ ِ َ ْ َّ َ َ ْ َّ َ َ ِ ْ ََِْ َ َ ْ ِ ْ َ َّ َ َ َ ْ ْ َّ َ ِ َ
‫ات والنخل والزرع مخخ ّلفا‬ ٍ ‫ات وغحدمػروش‬ ٍ ‫ات مػروش‬ ٍ ‫وويال ّذي أنشأ سن‬
َ ْ ٌِْ ِ
ِ َ َ َْ َ َ َ َ ِ َ ْ َ َ ً َ َ ِ َ َّ ُّ َ َ ْ ِ ْ َّ َ ِ ِ ِ
‫أكله والزيخين والرمان متش ّاةىا وغحد متش ّاة ٍه ۚ كلي ّمن ذم ّر ّه ّإذا أذمر وآحيا‬
َ ْ ْ ِ ْ ُّ ِ َ ِ َّ ِ ِ َ ُ َ َ ْ ِ َّ َ
‫ايحب المس ّه ّـحن‬ ّ ‫حله َييم حص ّاد ّه ۚ َولا ت ْص ّهـيا ۚ ّإنه ل‬
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung
dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari
buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang
yang berlebih-lebihan.” Q.S. al-An‟am (6): 141.19
Indonesia sebagai Negara kepulauan tidak hanya memiliki
kekayaan tradisi budaya, namun juga kekayaan tanah-tanah yang
subur sehingga bertani merupakan salah satu mata pencaharian
masyarakat Indonesia. Disamping dipengaruhi oleh lingkungan
khususnya pertanian tentu saja kesuksesan usaha pertanian juga
dipengaruhi oleh sisi petaninya, baik pengetahuannya,
keterampilannnya, kerajinan, dan kesungguhan maupun ketaatan
kepada Allah Swt. Maka untuk meningkatkan pengetahuan dalam

18
Hendri Mulyadi, “Pertanian Dalam Perspektif Al-Qur‟an”. (Tesis S2, Program
Studi Hukum Keluarga Konsentrasi Tafsir Hadits, UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2020),
29.
19
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 146.
23

bidang pertanian disamping hasil pengalaman tentunya juga yang


penting mencari panduan-panduan dasarnya dari al-Qur‟an.20
Allah telah menyediakan lapangan pekerjaan dalam bidang
pertanian atau perkebunan untuk mendapatkan makanan dari hasil
cocok tanam. Apabila hasil panen tersebut itu sudah memenuhi
kadar untuk dikeluarkan zakatnya, maka Allah mewajibkan petani
yang memilki lahan persawahan untuk mengeluarkan zakat dari
hasil tanaman untuk dikeluarkan zakatnya dan dibagikan kepada
fakir miskin atau orang yang membutuhkan.
Pada dasarnya Allah telah menjanjikan rezeki kepada setiap
makhluknya. Karunia yang diberikan Allah kepada manusia berupa
panca indera, fisik, akal, dan sebagainya harus digunakakan secara
optimal untuk mendatangkan hasil dalam memenuhi kebutuhannya.
Rezeki tidak akan datang kepada manusia yang berdiam diri tanpa
melakukan sesuatu, maka manusia harus berusaha. Jika kerjanya baik,
maka akan mendapatkan imbalan yang baik yakni harta yang baik.
Islam tidak membatasi bentuk dan macam usaha dari seseorang
untuk memperoleh harta. Namun Islam memberi garis-garis pokok
yang wajib dipenuhi, yaitu: 21
a. Dengan bentuk yang halal dan tidak dilarang oleh agama
b. Tidak menimbulkan mud}arat atau mafsadat kepada orang lain
c. Tidak melarang hak-hak asasi orang.
Bekerja serta berusaha merupakan suatu fitrah bagi manusia,
sehingga bekerja yang didasarkan dan didorong oleh semangat iman,
akan menambah nilai manfaat dari hasil usaha tersebut. Kerja yang
baik, maka akan mendapatkan imbalan berupa harta yang baik, namun
20
Hendri Mulyadi, “Pertanian Dalam Perspektif Al-Qur‟an”, 12.
21
Zakaria Syafe‟i, “Harta Menurut Ajaran Islam”. DEDIKASI, vol.2, no.2 (Juli-
Desember, 2010): 48.
24

sebaliknya jika kerjanya buruk, maka akan memperoleh imbalan yang


buruk.
2. Warisan
Salah satu sumber harta yang diizinkan agama adalah harta yang
diterima dari orang-orang yang telah meninggal seperti ayah, ibu,
anak, saudara, dan lain-lain yang telah ada dalam hukum fara>id
disebut dengan warisan. Syariat Islam bukan saja membahas
persoalan ibadah saja, melainkan mengatur masyarakat dengan jalan
yang jelas. Dalam susunan peneriman waris, ada yang menerima
separuh, dua per tiga, sepertiga, seperenam, menerima sepenuhnya,
dan lain-lain. Peraturan waris dalam Islam adalah salah satu alat untuk
menumbuhkan sifat adil tanpa membedakan besar dan kecil. 22
ِ َ َّ َ َْ ْ
ْ‫ينۚٗ َوالذ َين َغ َل َد ْت أ ْي َمانِكم‬ َ َ ْ َ َ َ َّ َ َ َ َ ْ َ َ ِّ ِ َ
ّ ‫ان َوالأك َر ِة‬
ّ ّ‫و ّلك ٍل سػلنا مي ّالي ِّما حرك اليال‬
‫د‬
ً َ َ ِّ ِ َ َ َ َ َ َّ َّ ْ ِ َ َ ْ ِ ِ َ
‫اّٰلل كان عل ٰى ك ّل ش ْي ٍء ش ّىيدا‬ ‫ـآحيوم ن ّصيتىمۚٗ ّإن‬
“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu
bapak dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan
(jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan
mereka, maka berilah kepada mereka bagiannya. Sesungguhnya
Allah menyaksikan segala sesuatu”. Q.S. an-Nisa‟ (4) : 33 23

Kata waris berasal dari bahasa arab waritsa-yaritsu-irtsan-


mi>ra>tsan. Secara bahasa memiliki makna berpindahnya sesuatu dari
seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Pengertian ini tidaklah terbatas hanya pada hal-hal yang berkaitan
dengan harta tetapi mencangkup harta benda dan non-benda.
Sedangkan makna al-mi>rats menurut istilah yang dikenal para ulama
ialah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal

22
Hamka, Keadilan Sosial Dalam Islam (Depok: Gema Insani, 2015), 90.
23
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 83.
25

kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu
berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal
secara syar'i.24
Al-Qur'an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum
yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang
pun. Setiap manusia memiliki ahli waris dan wali-wali, maka setiap
orang hendaknya memanfaatkan harta peninggalan itu dan jangan
menginginkan harta oran lain. 25
3. Pemberian
a. Hibah
Hibah menurut bahasa adalah menyedekahkan atau memberi
sesuatu, baik berbentuk harta maupun selain itu kepada orang lain.
Menurut syar‟i, hibah adalah suatu akad yang mengakibatkan
berpindahnya kepemilikan harta dari seseorang kepada orang lain
secara sukarela atas dasar kasih sayang untuk kepentingan
seseorang atau kepentingan badan sosial keagamaan yang dilakukan
selama masih hidup. 26 Hibah adalah pemindahan hak milik kepada
orang yang diberi. Dengan syarat si pemberi itu dewasa, sehat akal
dan tidak karena dipaksa.
Allah berfirman dalam Q.S. al-Baqarah (2): 177
َ َ َّ َ ْ َ َ َ َْ َ ْ ْ َ ْ َ َّ َ َ ْ َ َّ ْ َّ َٰ َ
….. ‫اب َوالن ّت ِّّيحن َوآتى‬ ‫خ‬
ّ ّ‫ك‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ث‬‫ك‬
ّ ّ ‫ائ‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ال‬ ‫و‬ ‫ر‬ ّ ّ ‫اّٰلل واليي ّم‬
‫آخ‬ ‫ال‬ ّ ‫ول ّكن ال ّبد من آمن ّة‬
َ َ ْ َ ََْ َ َٰ ْ ِْ َ ِّ ِ ٰ َ َ َ َ ْ
‫الس ّائ ّلحن َو ّفي‬ َّ ‫حن َو ْاة َن‬
َّ ‫السبيل َو‬ ‫اك‬ ‫س‬ َ ‫ام ٰى َوال َم‬ ‫خ‬‫ي‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ى‬ ‫ب‬‫ر‬‫ل‬‫ال‬ ‫ي‬ ‫و‬
ّ ّ ّ ّ ‫المال على ح ّت ّه‬
‫ذ‬

24
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Dalam Islam, terj. AM.
Basamalah (Jakarta: Gema Insani Press, 1995),19.
25
Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad Abi Bakrin al-Qurt}ubi, Al-Ja>mi’ li
Ahka> m al-Qur‟a>n, terj. Asmuni, jilid 5 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008) , 385.
26
Syiah Khosyi‟ah, Wakaf Hibah Persepektif Ulama Fiqh Dan
Perkembangannya di Indonesia (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), 239.
26

َ
ُِّ َ
َ‫الصاةرين‬ ِ َ َ َ ْ ْ َ َ ِ ِ ْ َ َ َ َّ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ِّ
ّّ ‫و‬ ٗۖ
‫وا‬‫د‬ ‫او‬ ‫ع‬ ‫ا‬‫ذ‬‫إ‬ّ ‫م‬‫و‬ ّ ‫د‬
ّ ‫ى‬ ‫ػ‬ ‫ة‬ّ ‫ين‬ ‫يـ‬ ‫م‬‫ال‬ ‫و‬ ‫اة‬‫ك‬‫الز‬ ‫ى‬‫آت‬ ‫و‬ ‫اة‬ ‫ل‬ ‫الص‬ ‫ام‬ ‫ك‬‫أ‬ ‫و‬ ‫اب‬
ّ ‫الر‬
‫ك‬ ّ
ِ َّ ْ َ ٰ ِ ِ َ َ َ َّ َ ٰ ِ ْ ْ ْ ْ
ِ َ َ َ َّ
‫ّفي ال َبأ َس ّاء َوالضَّه ّاء َو ّححن ال َبأ ّسۗ أول ّئك ال ّذين صدكياۖٗ َوأول ّئك و ِم ال ِمخلين‬

“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur


dan barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang
beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam
perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan
hamba sahaya… “ (Q.S. al-Baqarah (2): 177)27

b. Hadiah
Secara sederhana hadiah dapat diartikan sebagai pemberian
barang dari seseorang kepada orang lain dengan tidak ada
tukarannya dengan maksud memuliakan (ikara>man wa
tawaddadan).28

ِ‫َو َلا َح ْم ِج ْن تَ ْس َخ ْكثد‬


ّ

“Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh


(balasan) yang lebih banyak”. (Q.S. al-Mudatsir (74): 6) 29

Sebagaimana tradisi pemberian hadiah antar individu dan


sesama, seperti ketika seseorang ulang tahun, saling memberi
sesuatu barang berharga. Memberikan hadiah dianjurkan dalam
Islam karena salah satu hikmahnya adalah dapat menimbulkan rasa
kasih sayang dan menghilangkan penyakit dengki, yakni penyakit
yang terdapat dalam hati dan dapat merusak nilai-nilai keimanan.

27
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 27.
28
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008),
211.
29
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 575.
27

Sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Tirmidzi dari


Abi Hurairah r.a. Nabi Muhammad SAW bersabda,
ْ َّ َ َ ِ ْ ِ َ َّ َ ْ َّ َ ْ ِ َ َ
ْ ‫حىادوا ـ ّإن الى ّديث حذ ّوب وح َرالصدر‬
ّ

“Beri-memberilah kamu, karena pemberian itu dapat


menghilangkan sakit hati (dengki)”. 30

Beberapa ulama menegaskan bahwa dalam hadiah tidak murni


memberikan tanpa imbalan, namun ada tujuan tertentu seperti untuk
menyambung tali silaturahmi, mendekatkan hubungan, dan
memuliakan. Jika dipahami ada persamaan antara hibah dan hadiah.
Perbedaannya jika hibah murni pemberian tanpa imbalan,
sedangkan hadiah bertujuan untuk memuliakan. Karena hadiah
haruslah tamlikan li al-„ain (pemindahan/penyerahan pemilikan atas
suatu harta kepada pihak lain). 31
Penguasaan seseorang atas harta harus mendapat pengakuan dari syar‟i
(pemerintah) yang pada hakikatnya adalah menguasai harta dan memberikan
kepada manusia menurut aturannya. Ulama Fikih menyatakan bahwa
kepemilikan harta dapat diperoleh melalui empat cara yaitu, 32
1. Ihraz al-Mubahat, yaitu melalui penguasaan terhadap harta yang
dimiliki oleh seseorang atau badan hukum lainnya, dalam Islam
disebut dengan harta mubah. Contohnya, kayu di hutan yang belum
dimiliki siapapun.
2. Melalui Akad (transaksi) yang dilakukan dengan orang atau suatu
badan hukum, seperti jual beli.
30
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, jilid. 2 (Mesir: Da>r Ibnu Hisyam, 2002), 214.
31
MS. Setiawan, “Analisis Hukum Islam Terhadap Penukaran Kupon Air Isi
Ulang Di Depo Zha-Za Kalilom Lor Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya”. (Skripsi S1
Jurusan Hukum Ekomomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum Perdata Islam, UIN
Sunan Ampel Surabaya, 2017), 23.
32
Wahbah Zuhaily, al-Fiqh Al-Islami> wa Adilatuhu, juz 4, 68-73.
28

3. Melalui Khalafiyah (penggantian), baik penggantian dari seseorang


ke orang lain (waris), maupun penggantian sesuatu dari suatu benda
yang disebut tadmin atau ta‟wid (ganti rugi)
4. Tawallud min Mamluk, yakni hasil dari harta yang telah dimiliki
seseorang.
Pada intinya Islam tidak melarang setiap manusia untuk memperoleh
dan memilki harta, namun yang perlu diingat bahwa harta pada hakikatnya
adalah milik Allah sedangkan manusia hanya memegang amanah ataupun
pinjaman dari Allah sebagai pencipta dari segala sumber-sumber produksi.
Kepemilikan manusia atas harta hanyalah kepemilikan untuk
memperdayakan harta yang ada, bukan sebagai pemilik yang hakiki.

C. Fungsi Harta
Jika berbicara tentang harta, maka hal pertama yang harus diingat
bahwa pemilik mutlak atas segala sesuatu yang ada di bumi ini adalah
Allah. Kepemilikan harta oleh manusia hanya bersifat relatif, sebatas
melaksanakan amanah dengan mengelola dan memanfaatkan sesuai
dengan ketentuannya. Sebagai sarana untuk memenuhi segala hajat dan
kebutuhan manusia serta sebagai salah satu objek dalam kehidupan
bermuamalah, harta memiliki berbagai fungsi diantaranya:
1. Kebutuhan hidup
Harta merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Tanpa
harta manusia akan kesulitan untuk beribadah kepada Allah Swt dan
membantu sesama manusia. Selain itu, tanpa harta manusia akan
mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupannya terutama untuk
29

menopang kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu harta memilki fungsi


yaitu:33
ْ ِ َ ‫َ َ َ ه‬ َّ ِ َ َ
ْ‫اّٰلل لك ْم ك ٰي ًما َّو ْار ِز ِك ْي ِو ْم ـ ْي َىا َواك ِس ْي ِوم‬ ُّ ‫َو َلا ِح ْؤ ِحيا‬
ِ ‫الس َف َىا َۤء ا ْم َيالك ِم الت ْي سػل‬
ّ ّ ّ
ً ْ ً َ َ ِ ِ
٥ ‫َوك ْيل ْيا ل ِى ْم ك ْيلا َّمػ ِر ْوـا‬

“Dan janganlah kamu menyerahkan kepada orang-orang yang


belum sempurna akalnya, harta kamu yang dijadikan Allah untuk
kamu sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan
pakaian dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (Q.S.
an-Nisa>‟ (4) : 5) 34

Harta merupakan kebutuhan manusia yang harus dipergunakan


dengan cara yang wajar serta tidak saling merugikan. Apabila harta
berkurang dalam suatu masyarakat, maka kebutuhan hidup mereka
pasti serba kekurangan. Oleh karena itu segala bentuk harta yang
nampak harus dikelola oleh orang yang bertanggung jawab sehingga
harus dipelihara dan tidak boleh diboroskan atau digunakan bukan pada
tempatnya. Kata (amwa>likum) bermakna harta mereka dan harta
siapapun pada dasarnya milik bersama yang dapat beredar dan
menghasilkan manfaat. 35
2. Sebagai perhiasan hidup
Perhiasan pada umumnya bermakna suatu barang yang digunakan
untuk menghias diri dan timbul dari kerinduan terhadap hal yang indah.

33
Toha Andiko, “Konsep Harta Dan Pengolahannya Dalam Al-Quran”. Jurnal
AL-INTAI , vol.2, no.1 (Maret 2016): 65-67.
34
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 77.
35
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2000), 331.
30

ً‫ك َذ َياةا‬
َ ِّ َ َ ْ ٌ ْ َ ِ ٰ ‫ه‬ ِ ٰ ٰ ْ َ َ ْ ُّ ٰ َْ ِ َ ْ َ ْ َِ ْ َ ِ َ َْ
‫ية الدجياۚٗ والت ّليج الص ّلحج خحد ّغند ر ّة‬
ّ ‫المال والبنين ّزينث الحي‬
ً َ َ ٌ ْ َ َّ
٤٦ ‫وخحد املا‬

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi


amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih bak pahalanya di
sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. (Q.S. al-
Kahfi (18): 46) 36

Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia karena


mengandung keindahan dan manfaat. Pada anak terdapat kekuatan dan
pertahanan nasab seseorang. Keduanya adalah perhiasan kehidupan
dunia yang hina ini, maka jangan sampai mengikuti nafsunya.
Perhiasan kehidupan dunia adalah tipuan yang fana dan tidak akan
kekal.37 Sebagaimana tanaman kering yang tertiup oleh angin.
3. Perekat kehidupan
Dalam kehidupan di lingkungan masyarakat, manusia harus
menyadari kekurangan dirinya sebagai makhluk sosial. Rasa ta‟awun
(tolong menolong) merupakan perekat kehidupan muamalah yang
sangat dibutuhkan. Yusuf al-Qardawi mengatakan salah satu bentuk
ta‟awun adalah takaful yaitu saling menanggung/kesetiakawanan
diantara anggota masyarakat baik dalam bidang moral, materi,
ekonomi, politik, militer, sosial, dan budaya. Takaful itu dimulai
dengan hubungan kerabatan mulai dari keluarga, tetangga, dan
lingkungan. Islam mengajarkan kepada kita agar hidup dalam
masyarakat dengan senantiasa menjalin hubungan kesetiakawanan

36
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 299.
37
Imam Qurt}ubi, Al-Ja>mi’ li Ahka> m al-Qur‟a>n, jilid 11, 1049.
31

dalam perkara-perkara sosial, muamalah, dan kemasyarakatan. 38


Sehingga ta‟awun ini bisa dilakukan dengan apa dan siapa saja tanpa
ada aturan persyaratan. Semua bisa mengerjakannya, baik yang masih
kecil, remaja dan dewasa, serta tua atau muda, sepanjang dalam
mengerjakan kebaikan dan kebajikan.
Allah berfirman dalam Q.S. al-Nisa‟ (4) : 95,
َ ِ َ ِ ْ َ َ َّ ِ َ
َ ِ ْ َ ْ ِْ َ َ ِ َْ َ َْ َ
‫يل‬ّ ّ ‫ب‬ ‫س‬ ‫ي‬ ‫ف‬
ّ ‫ون‬ ‫د‬ ‫او‬
ّ ‫ش‬ ‫م‬‫ال‬‫و‬ ‫ر‬ّ ‫ه‬ ‫الض‬ ‫ي‬ ‫ول‬ّ ‫أ‬ ‫د‬ ‫ح‬ ‫غ‬ ‫حن‬ ‫ن‬
ّ ‫م‬ّ ‫ؤ‬ ‫م‬‫ال‬ ‫ن‬ ‫م‬ّ ‫ون‬ ‫د‬ ‫اع‬
ّ ‫ل‬‫ال‬ ‫ي‬ ‫ي‬ّ ‫لا ي س‬
‫خ‬
َ َ ْ ِْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ِ ْ ِ َّ َ َّ َ ْ ِْ َ َ ْ َ ْ َ َّ
‫او ّدين ّةأمي ّال ّىم وأنف ّس ّىم على‬ ّ ‫ش‬ ‫م‬ ‫ال‬ ‫اّٰلل‬ ‫ل‬ ‫ض‬ ‫ـ‬ ٗۚ‫م‬ ‫ى‬ ‫س‬
ّ ّ ‫ف‬‫ن‬ ‫أ‬‫و‬ ‫م‬ ‫ى‬ ‫ال‬
ّّ ‫ي‬ ‫م‬ ‫أ‬ ‫ة‬ّ ‫اّٰلل‬
ّ

َ‫ين َع َلى ْال َلاعدين‬ َ ‫اّٰلل ْال ِم َشاود‬ َّ َ َ ٰ َ ْ ِ ْ ِ َّ َ َ َ ًّ ِ َ ً َ َ َ َ


ِ َّ ‫ض َل‬ َْ
ّ ّ ّ ّ ‫الل ّاع ّدين درسثۚٗ وكلا وعد اّٰلل الحسنىۚٗ وـ‬
َ
ً َ ً ْ
‫أسرا غ ّظيما‬

“Tidaklah sama anatar mukmin yang duduk (yang tidak turut


berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang
berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah
melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya
atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing
mereka Allah menjanjikan pahala baik (surga) dan Allah melebihkan
orang-orang yangberjihad atas orangyang duduk dengan pahal yang
luar biasa”.39

Pemanfaatan harta harus memperhatikan aspek-aspek sosial


kemasyarakatan. Ajaran Islam juga memelihara keseimbangan terhadap
hal-hal yang berlawanan seperti antara pelit dan boros, tidak hanya dengan
mengakui hak milik pribadi, tetapi juga dengan menjamin pembagian
kekayaan yang seluas-luasnya. Pengolahan harta yang baik tidak hanya

38
Yusuf Qardhawi, Sistem Masyarakat dalam Al-Qur‟an dan Sunnah, cet. I
(Solo: Citra Islami Press, 1997), 214. https://www.slideshare.net/Kamdaserang/sistem-
masyarakat-islam-dalam-al-quran-dan-sunnah-dr-yusuf-qardhawi.
39
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 94.
32

dari segi konsumsi namun juga upaya investasi untuk pengembangan harta
yang dimiliki. 40

D. Derifasi kata Ma>l dalam al-Qur‟an


Kata harta dalam al-Qur‟an ada sebanyak 86 kali dengan kedudukan
yang berbeda. Terdapat dalam 79 ayat dalam 38 surat. Dari jumlah
tersebut, 25 kali kata al-Ma>l dalam bentuk tunggal dan 61 kali dalam
bentuk jamak. Kata tersebut 32 kali terdapat pada ayat dan surat periode
41
Mekkah, 54 kali terdapat pada ayat dan surat periode Madinah. Secara
tekstual, struktur kata tersebut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
bentuk sebagai berikut, 42
1. Bentuk tunggal (mufrad).
Dalam bentuk mufrad, kata ma>l secara tekstual dapat
diklasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu:
a. Ma‟rifah (definit) (al-Mal/‫)الوال‬
Kata harta dalam Al-Qur‟an yang termasuk bentuk Ma‟rifah
disebutkan dalam sebanyak 14 kali. Pertama, Ma‟rifah murni yang di
tunjuki oleh huruf al (‫ )ال‬diawal kata sebanyak 4 kali, yaitu Q.S. al-
Baqarah: 177 dan 247, Q.S. al-Kahfi: 46, Q.S. al-Fajr: 20. Kedua,
Idha>fah (penyandaran) kepada kata ganti (dami>r) sebanyak 7 kali, yaitu
Q.S. al-Baqarah: 264, Q.S. Nuh: 21, Q.S. al-Lail: 11 dan 18, Q.S. al-
Humazah: 3, Q.S. al-Lahab: 2, Q.S. al-Haqqah: 28. Dan Ketiga,
Idha>fah yang disandarkan pada Mudha>f ilai>h sebanyak 3 kali, yaitu
Q.S. al-An‟am: 152, Q.S. al-Isra‟: 34, Q.S. an-Nu>r: 3

40
Toha Andiko, “Konsep Harta dan Pengolahannya Dalam Al-Qur‟an”, 68-69.
41
Fuad Abdul Baqi, Mu‟jam Mufahrash Li al-fa>dzi al-Qur‟an al-Karim (Beirut:
Dar al-Fikr, 1987), 682-683.
42
Ahmad Munir, Harta Dalam Perspektif Al-Qur‟an (Ponorogo: STAIN Po
Press,2010), 109-113.
33

b. Nakirah (Ma>l / ‫)هال‬

Kata harta dalam Al-Qur‟an yang termasuk bentuk nakirah


disebutkan sebanyak 12 kali. Pertama, 3 kali jika dikaitkan dengan
kata bani>n (‫ بٌىى‬/‫)بٌيي‬, yaitu Q.S. al- Mu’minu>n : 55, Q.S. al-
Syu‟ara>: 88, Q.S. al-Qala: 14. Kedua, 2 kali jika dikaitkan dengan
kata walad (‫)ولذ‬, yaitu Q.S. al-Kahfi: 39, Q.S. Maryam: 77. Ketiga,
5 kali jika dikaitkan dengan sikap bangga terhadap harta, yaitu Q.S.
al-Kahfi: 34, Q.S. an-Naml: 36, Q.S. al-Fajr: 20, Q.S. al-Mudatsir:
12, Q.S. al-Balad: 6. Keempat, 2 kali apabila dikaitkan dengan
kecaman akibat salah penggunaan harta, yaitu Q.S. Hu>d: 29, Q.S. al-
Humazah: 2.

2. Bentuk jamak (amwa>l / ‫) أهىال‬

Dalam bentuk jamak, kata harta (‫ )الوال‬dalam Al-Qur‟an dapat


diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu:
a. Bentuk ma‟rifah (al-amwa>l / ‫) أالهىال‬
Kata harta dalam bentuk jamak yang termasuk ma‟rifat disebutkan
sebanyak 56 kali. Pertama, 3 kali dalam bentuk Ma‟rifat murni, yaitu
Q.S. al-Baqarah/2: 155, Q.S. al-Isra>‟/17: 64, Q.S. al-Hadi>d /57: 20.
Kedua, 5 kali dalam bentuk Idha>fah (penyandaran) kepada kata Mudha>f
Ilai>h, yaitu 4 kali jika disandarkan pada kata al-na>s (‫)الٌَّاش‬: Q.S. al-
Baqarah /2; 188, Q.S. al-Nisa>‟/4: 161, Q.S. al-Taubah/9: 34, Q.S. al-
Ru>m/30: 39, Sekali jika disandarkan pada kata al-yata>ma> (‫ )اليتاها‬yaitu
Q.S. al-Nisa>/4:10. Ketiga, 47 kali di Idha>fahkan pada kata ganti
(dhami>r); 2 kali dengan dhami>r na> (‫ )ًا‬yaitu Q.S. Hu>d/11: 87, Q.S. al-

Fath/48: 11; 14 kali dengan dhami>r kum (‫ )كن‬yaitu Q.S. al-Baqarah /2:
188, 279, Q.S. Ali-Imran /3: 186, Q.S. al-Nisa‟/4: 2, 5, 24, 29, Q.S. al-
34

Anfal /8: 28, Q.S. at-Taubah/9: 41, Q.S. Saba‟ 34: 37, Q.S. Muhammad
47: 36, Q.S. al-Saff/61: 11, Q.S. al- Munafiqu>n/63: 9, Q.S. at-
Tagha>bun/64 :15; dan 31 kali dengan dhami>r hum (‫ )هن‬yaitu Q.S. al-
Baqarah/2: 261, 262, 265, 274, Q.S. Ali Imran /3: 10, 116, Q.S. al-
Nisa‟/4: 2,6, 34, 38, 95, Q.S. al-Anfal/8: 36, 72, Q.S. at-Taubah/9: 20,
44, 55, 81, 85, 88,103, 111, Q.S. Yunus/10: 88, Q.S. al-Ahza>b/33: 27,
Q.S. al-Hujurat/49: 15, Q.S. al-Zariyat 51: 19, Q.S. al-Mujadalah/58:
17, Q.S. al-Hasyr/59: 8, dan Q.S. al-Ma’a>rij/70: 24.
b. Bentuk Nakirah (amwa>l / ‫) أهىال‬
Kata harta dalam bentuk jamak yang termasuk dalam bentuk
nakirah disebutkan sebanyak 6 kali. Pertama, 2 kali Dikaitkan dengan
keturunan (bani>n/‫ )بٌيي‬yaitu Q.S. al-Isra‟: 6 dan Nuh: 12. Kedua, 2 kali

Dikaitkan dengan anak (awla>d / ‫ )أوالد‬yaitu Q.S. at-Taubah : 69 dan


Q.S. Saba: 35. Ketiga, 2 kali Dikaitkan dengan perdagangan (tija>rah
/‫ )تجارة‬dan hiasan (zi>nah /ْ ‫) زيتت‬, yaitu Q.S. at-Taubah: 24 dan Q.S.
Yunus: 88.

E. Penyebutan Harta dalam al-Qur‟an


Dalam al-Qur‟an harta memiliki banyak sinonim dengan penyebutan
yang berbeda-beda. Hal ini karena harta merupakan salah satu objek
penting dalam kehidupan bermuamalah. Berikut adalah istilah-istilah yang
digunakan al-Qur‟an dalam penyebutan harta yaitu:
1. Rizq
Rizq diartikan dengan rezeki yang menunjuk seluruh pemberian
Allah yang dapat memberikan manfaat. Kata rizq menunjukkan segala
pemberian yang berlangsung terus-menerus, adakalanya di awali
dengan usaha dan ada yang sudah ditentukan, menunjukan apa yang
35

diminum, yang dimakan, harta benda, nasib, kehormatan, dan ilmu


pengetahuan yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.43
Di dalam Al-Qur‟an, kata rizq diulang sebanyak 133 kali, 55 kali
berbentuk kata benda dan 78 kali berbentuk kata kerja. 44 Adapun dalam
Q.S. Hu>d (11): 6
ِ ْ ‫َّ َ َ ه‬ َْ َّ َ ْ َ
….‫اّٰلل ّرزك َىا‬
ّ ‫َوما ّمن داۤة ٍث ّفى الا ْر ّض ّالا على‬

“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan


Allah lah yang memberi rezekinya... ”. 45

Kata rezeki dalam ayat di atas menunjukkan bahwa Allah telah


memberikan jaminan kehidupan kepada setiap makhluknya ciptaannya
tanpa terkecuali. Seluruh isi bumi ini adalah persediaan yang cukup
bagi seluruh makhluk yang hidup. Ada pertalian hidup dan jaminan
untuk kehidupan di darat dan laut. 46 Dengan berbagai jenis dan bentuk
makhluk ciptaan Allah, sudah pasti rezeki itu diberikan secara teratur.
Khusus bagi manusia, Allah mengetahui dimana tempat menetap
mereka. Seperti pencatatan nama dan alamat tempat tinggal yang
terdapat dalam kartu tanda penduduk yang dimiliki setiap masyarakat.
Hal ini berfungsi agar pemerintah bisa mengetahui dan mengecek
kondisi warganya.
Dalam Q.S. al-Ra‟du ayat 26 dijelaskan bahwa rezeki tidak hanya
harta benda saja, akan tapi kecerdasan berfikir, keluasan ilmu
pengetahuan yang berada dalam diri manusia. 47

43
Bunyamin Yusuf Surur, “Rezeki Dalam Perspektif Al-Qur‟an”. Suhuf, vol.1
no.1 (2008): 43-44.
44
Ahmad Munir, Harta Dalam Perspektif Al-Qur‟an, 133.
45
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 222.
46
Hamka, al-Azhar, jilid 5, 3434.
47
Hamka, al-Azhar, jilid 5, 3758.
36

2. Khai>r
Penggunaan kata al-Khai>r merupakan salah satu keunikan dari Al-
Qur‟an yang kaya dengan bahasa dan sastra. Lafaz ini mempunyai
makna yang sangat banyak, salah satunya adalah bermakna harta. Harta
dalam satu segi dapat membawa kepada hal-hal yang positif sehingga
dapat juga dikatakan al-Khai>r.48 Kata Khair dalam Al-Qur‟an diulang
sebanyak 179 kali, sebagian menunjukka sifat, dan sebagian lain
menunjuk pada sesuatu.49
ٌ َ َ َْ ِ َّ
٨ ۗ‫َواّ نه ّلح ّ ِّب الخ ْح ّد لش ّديْد‬

Artinya: “Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya


terhadap harta”. Q.S. Al-„Adiyat (100) : 8 50
Al-Khai>r dalam ayat di atas memiliki makna harta yang banyak;
harta tidak disebut khair bila tidak banyak. Cinta harta, serakah, dan
tamak adalah penyebab semua penderitaan manusia di dunia. Hal
tersebut karena manusia berusaha memperoleh kekayaan dengan
segenap cara tanpa mengindahkan nilai-nilai moral dan kepatuhan
bahkan hukum. Di dunia modern, perilaku ini dipicu oleh sifat
hedonistik bahwa kesenangan jasmaniah adalah segalanya.
Hedonisme51 melahirkan materialisme52, paham bahwa kebahagiaan
ditentukan oleh adanya kekayaan. 53

48
Toha Andiko, “Konsep Harta dan Pengolahannya dalam Al-Qur‟an”, 62.
49
Ahmad Munir, Harta Dalam Perspektif Al-Qur‟an, 157.
50
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 599.
51
Hedonisme adalah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan
materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Software KBBI online, Diakses, 13 Februari,
2020.
52
Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang
termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata dengan
mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra. Software KBBI online,
Diakses, 13 Februari, 2020.
53
Salman Harun, Secangkir Tafsir Juz Terakhir (Jakarta: Lentera Hati, 2017),
276.
37

3. Qint}a>r
Kata Qint}a>r adalah bentuk mashdar dari kata qant}ara yang berarti
memiliki harta yang banyak. Kata tersebut dengan berbagai
derivasinya, di dalam al-Qur‟an diulang sebanyak tiga kali yang
terdapat dalam dua surat, yaitu Q.S. Ali Imran (3):14, 75 dan Q.S. An-
Nisa‟ (4) : 20. 54

َ ْ َ ْ َ َْ َ َْ َْ َ ِّ ٰ َ َّ ُّ ِ َّ َ ِّ ِ
‫اط ْح ّد ال ِملنط َر ّة ّم َن‬
ّ ‫ن‬ ‫ل‬‫ال‬‫و‬ ‫ن‬‫ح‬ ‫ن‬
ّ ‫ب‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ۤء‬ َ ‫الن‬ َ
ّ ّ ‫اس حب الشىي ّت ّمن‬
‫ا‬ ‫س‬ ّ ‫ز ّين ّللن‬

ْ َْ َ َ ْ َ ْ َ َ َّ َ ِ ْ ْ َ ْ َ َّ ْ َ َ َّ
…. ۗ‫ث‬
ّ ‫ام والحر‬
ّ ‫ػ‬ ‫ن‬ ‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ث‬
ّ ‫م‬‫ي‬ ‫س‬ ‫م‬ ‫ال‬ ‫ل‬ّ ‫ي‬‫خ‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ث‬
ّ ‫ض‬‫ف‬ّ ‫ال‬‫و‬ ‫ب‬
ّ ‫الذ‬
‫و‬

Artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan


kepada apa-apa yang diingini yaitu: wanita-wanita, anak-anak,
harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-
binatang ternak, sawah ladang”. (Q.S. Ali Imran (3) : 14) 55

Hamka dalam tafsirnya menjelaskan kata qana>ti>ri berarti kekayaan


berupa emas dan perak. Hal ini karena emas merupakan standar
kekayaan dari seseorang. Walaupun dalam suatu waktu kita hidup
dalam uang kertas, namun uang kertas itu mempunyai sandaran emas
di Bank. Setiap manusia mempunyai keinginan untuk memilki harta
yang banyak, terlebih dalam ayat disebut berpikul-pikul, karena sangat
banyak.56
4. Kanz
Kata Kanz adalah bentuk masdar dari kata kerja kanaza - yaknizu
yang berarti mengumpulkan, menyimpan di dalam bumi. Bentuk jamak
kata tersebut adalah kunu>z yang berarti harta yang dikumpulkan dan
dipelihara di tempat tertentu atau dipendam di dalam bumi. Kata kanz
54
Ahmad Munir, Harta Dalam Perspektif Al-Qur‟an, 161.
55
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 51.
56
Hamka, al-Azhar, jilid 2, 723.
38

dalam al-Qur‟an disebut sebanyak 9 kali, 6 kali dalam bentuk isim dan
3 kali dalam bentuk fi‟il.

ْ‫اّٰلل َۙـ َب ِّش ْه ِوم‬


‫ه‬ ْ َ ْ َ َ ْ ِ ْ ِ َ َ َ َّ ْ َ َ َ َّ َ ْ ِ ْ َ َ ْ َّ َ
ّ ّ ‫…وال ّذين يك ّجذون الذوب وال ّفضث ولا ين ّفلينىا ّفي س ّبي ّل‬.ۗ
َ َ َ
٣٤٣٤ ۙ‫اب ا ّل ْي ٍم‬
ٍ ‫ّةػ‬
‫ذ‬

“….. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
manafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. (Q.S.
At-Taubah (9) : 34) 57

Kata yaknizu>n berarti menghimpun sesuatu dalam suatu wadah,


baik wadah itu ada di dalam tanah atau dipermukaan bumi. Dalam ayat
di atas ada dua macam yang dihimpun, yaitu emas dan perak., karena
biasanya kedua hal itu yang menjadi ukuran nilai atau yang umumnya
disimpan. Ayat ini tidak mengecam semua yang mengumpulkan harta
apalagi yang menabungnya untuk masa depan. Kecaman ditujukan
terhadap mereka yang menghimpun tanpa menafkahkannya di jalan
Allah.58
5. Khazanah
Kata Khazanah adalah bentuk masdar dari kata kerja khazana-
yakhzunu-khaznan yang berarti menyimpan dan menjaga sesuatu dalam
kotak. Kata tersebut dalam al-Qur‟an diulang sebanyak 13 kali, 4 kali
dalam bentuk mufrad dan 9 kali dalam bentuk jamak. 59
‫ه‬ ِ َ َ ْ ْ ِ َ ِ َِْ َ
…‫اّٰلل‬
ْ
ّ ‫ول ٓا اكيل لكم ّغن ّدي خزاۤىِٕن‬ َ

57
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 192.
58
Quraish Shihab, al-Misbah, jilid 5 , 82.
59
Ahmad Munir, Harta Dalam Perspektif Al-Qur‟an, 168.
39

“Dan aku tidak mengatakan kepada kamu bahwa, “Aku


mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah”. (Q.S.
Al-Hu>d (11) : 3)60

Hamka dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Khaza>in merupakan


perbendaharaan berupa harta kekayaan yang dimiliki . 61 Perbedaan
lafaz al-Ma>l dengan Khaza>in adalah jika al-Ma>l berarti harta secara
umum, sedangkan Khaza>in berarti harta yang disimpan atau tersimpan,
dapat juga diartikan dengan perbendaharaan harta. 62Al-Qur‟an
menyinonimkan harta kekayaan dengan khaza>in serta
menyandarkannya kepada Allah. Hal ini menunjukkan pada dasarnya
harta dan kekayaan pada dasarnya memiliki fungsi sosial yang harus
disalurkan dalam kehidupan. Term ini jika disandarkan pada manusia,
memberikan gambaran bahwa manusia kikir dalam menafkahkan
hartanya karena merasa kesulitan dalam memperolehnya.
6. Al-Anfa>l
Makna al-Anfa>l lebih khusus yaitu menerangkan bahwa harta
tersebut berasal dari rampasan perang. Sedangkan al-Ma>l mempunyai
makna yang umum, tanpa merinci apakah harta tersebut hasil dari
rampasan perang atau hasil yang lain. 63
Kata anfa>l di dalam al-Qur‟an disebut dua kali dalam surat Al-
Anfa>l.64

ْ ِ َّ َ ‫ِ ْ َ َْ ِ ه‬ َْ َ ْ َ َ َ ْ ِ ْ َ
ٗۚ‫ّٰلل والرسي ّل‬ ّ ‫يس َٔـلينك غ ّن الانف‬
ّ ّ ‫الۗ ك ّل الانفال‬

60
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 221.
61
Hamka, al- Azhar, jilid 5, 3464-3465.
62
Toha Andiko, “Konsep Harta dan Pengolahannya Dalam Al-Qur‟an”, 61.
63
Toha Andiko, “Konsep Harta dan Pengolahannya”, 62.
64
Ahmad Munir, Harta Dalam Perspektif Al-Qur‟an, 187.
40

Artinya: “Mereka bertanya kepada engkau tentang rampasan


perang. Katalanlah ”Rampasan perang adalah untuk Allah dan
Rasul”. (Q.S. Al-Anfal (8) : 1) 65

Al-Anfal66 merupakan jamak dari an-nafl (tambahan), berarti harta-


harta rampasan di dalam peperangan yang didapat kaum muslimin dari
harta benda musuh. Ibnu Taimiyah (w. 728) mengatakan al-anfa>l
berarti tambahan bagi harta kaum muslimin. 67 Dengan begitu seluruh
hak sebelum dibagi ialah di tangan Allah dan Rasul. Pelaksananya
adalah Rasulullah saw., kemudian dilanjutkan oleh Khalifah atau
kepala negara. Maka dengan demikian yang dimaksud al-Anfal adalah
tambahan pembagian yang diberikan kepada pejuang, sebagai
tambahan dari bagiannya. 68
Harta dari pihak musuh menjadi pihak yang menang, kemudian
harta tersebut dikumpulkan dan didaftarkan. Empat per lima boleh
dimiliki oleh pasukan dan seperlima diserahkan kepada komando

65
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 177.
66
Dalam Q.S. Al-Anfa>l ayat 41, Kata Al-Anfa>l yang bermakna sebagai harta
rampasan memiliki beberapa sinonim yaitu:
1. Al-Ghani>mah menurut syara‟ ialah harta rampasan yang diambil oleh kaum
Muslimin dari musuh., terdiri dari barang-barang kekayaan mereka yang dibawa
dalam perang.
2. Al-Fai-u berarti penyerahan. Maknanya sama dengan Ghanimah tetapi lebih luas
lagi. Maka seluruh harta benda, tanah, dan negeri musuh, dan diri musuh itu
sendiri, bila mereka telah dapat dikalahkan, diserahkan semuanya oleh Tuhan.
Sebab itu al-Fai-u terjadi setelah satu negeri diserbu.
3. As-Salbu artinya adalah apa yang dirampas dari badan musuh yang tela terbunuh
dalam suatu pertempuran. Misalnya, pedang, tombak, atau pakaiannya.
4. Ash-Shafiyyu yaitu setelah barang-barang rampasan itu terkumpul, kalau ada
satu barang yang Kepala Perang sendiri ingin mempunyainya, lalu dengan di
saksikan oleh orang banyak, maka diperbolehkan sebelum barang-barang yang
lain dibagi-bagi.
67
Hamka, al-Azhar, jilid 4, 2685.
68
Abu> Ja‟far al-Tabari, Tasi>r Al-Tabari>, terj. Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008), 64.
41

tertinggi. Karena akan dibagikan kepada fakir miskin, anak yatim, dan
orang terlantar. 69
7. „Arad}
Al-Qur‟an juga menggunakan lafadz „arad{ untuk menggambarkan
sesuatu yang mengandung makna harta.
َ ْ ُّ َ َ َ ِ ِ
٦٧ٗۖ‫…ح ّر ْيد ْون غ َرض الدجيا‬..

“Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah


menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)”. (Q.S. al-Anfal (8) :
67)70

„Arad{ merupakan harta benda dunia yang selalu dikejar oleh


manusia. Padahal „arad{ (harta benda dunia) mempunyai sifat
sementara, tidak kekal, karena datang sementara dan sewaktu-waktu
pergi lagi. Lantaran demikian manusia akan menghadapi perjuangan
selanjutnya, yaitu menuju kehidupan akhirat yang bersifat kekal. 71
8. Zi>nah
Kata zi>nah berarti keindahan, secara hakikat adalah sesuatu yang
tidak menjadikan seseorang merasa hina, baik di dunia maupun di
akhirat, baik zi>nah nafsiyyah (psikologis) seperti ilmu, kepercayaan,
zi>nah badaniyyah (fisik) seperti kekuatan, kecantikan, maupun zi>nah
kha>rijiyyah (eksternal) seperti kekayaan dan perhiasan. 72
َ َ ٰ َ َ َ َ
ۗ‫ـخ َرج على ك ْي ّم ٖه ّف ْي ّز ْين ّخ ٖه‬

69
Hamka, Keadilan Sosial Dalam Islam, 85.
70
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 185.
71
Hamka, al-Azhar, jilid 5, 2810.
72
Ahmad Munir, Harta Dalam Perspektif Al-Qur‟an, 174.
42

“Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya”.


(Q.S. al-Qasas (28) : 79) 73

Kata harta yang diposisikan zi>nah berfungsi sebagai perhiasan dunia


yang kerap melalaikan manusia dari mengingat Allah Swt. 74 Zi>nah juga
berarti kehidupan dunia yang diupayakan dan dikejar untuk menambah
gemerlap kehidupan. Sebagai contoh hidup berhias, bersolek, berjalan
dengan memperlihatkan harta yang dimiliki. Segala perhiasan yang
lazim pada zamannya sehingga membuat orang-lain takjub dan
mengangap harta itu adalah sebuah keberuntungan. 75
Berbicara tentang harta, memang tidak lepas dari berbicara masalah
pola hidup dan pola pikir manusia. Walaupun harta sebagai salah satu
objek dalam interaksi muamalah namun, al-Qur‟an melarang
menjadikannya sebagai orientasi kedidupan duniawi saja. Manusia
diperitahkan agar memenuhi kebutuhan secara wajar dan normal saja,
tidak dengan boros.

73
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 395.
74
Sarmiana Batubara, “Harta Dalam Perspektif Al-Qur‟an: Studi Tafsir Ayat-
Ayat Ekonomi”, Jurnal Imarah, vol.2, no.2 (Desember 2018): 142.
75
Hamka, al-Azhar, jilid 7, 5378.
BAB III
BIOGRAFI MUTAWALLI> AL-SYA‟RAWI>

A. Riwayat Hidup
Para tokoh-tokoh mufasir lahir dari suatu latar belakang kehidupan
yang berbeda. Pendidikan, wilayah tinggal, situasi, dan kondisi zaman dan
waktu yang bermacam-macam mempengaruhi pemikirannya. Beberapa
tokoh pembaharu Islam dalam bidang tafsir lahir dengan membawa
pemikiran yang modern. Salah satu dari mereka adalah Mutawalli al-
Sya‟ra>wi dengan tafsirnya yang berjudul Khawa>t}ir H}aula Al-Qur‟a>n Al-
Kari>m .
Al-Sya‟ra>wi> adalah seorang tokoh yang muncul dari rahim tanah
Mesir yang menjadi lahan subur bagi lahirnya para pembaharu Islam,
seperti al-T{ant}a wi, al-Afgha>n i, Muhammad Abduh, Rashid Ridho dan
lainnya. Beliau dikenal sebagai Syeikh Imam ad-Da>‟iyat al-Isla>m (penyeru
agama Islam/da‟i pemikir yang popular saat itu, juga termasuk salah
seorang ahli bahasa arab, ahli tafsir kontemporer, dan da‟i di masanya
yang telah menghasilkan beberapa karya tafsir. 1
Nama lengkap dari Al-Sya‟ra>wi> adalah Syeikh Muh{ammad Mutawalli >
al-Sya‟ra>wi> al-H{asani, beliau dilahirkan ketika masa pemerintahan dinasti
Fatimiyyah saat Mesir dalam kekuasaan Inggris. 2 Pada hari Ahad tanggal
17 Rabi‟ul al-Tsa>ni 1329 H atau 15 April 1911 M, tepatnya desa
Daqa>du>s, sebuah desa kecil yang terletak di kepulauan timur kecamatan
Midghamar, kabupaten Daqhaliyhah. Beliau wafat pada hari Rabu, 22

Muhammad Ali Iya>zi>, Al-Mufassiru>n H}aya>tuhum wa Manhajuhum (Taheran:


1

Mu‟assasah al-Thaba>‟ah wa al-Nasyr, 1372 H), 268.


2
Badruzaman M. Yunus, “Tafsir Al-Sya’ra>wi>; Tinjauan Terhadap Sumber,
Metode, dan Ittija>h”. (Disertasi S3, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), 37.

43
44

Safar 1419 H atau 17 Juni 1998 M dalam usia 87 tahun dan dimakamkan
di desa Daqa>dus.3
Beliau berasal dari keluarga sederhana namun memiliki keturunan
terhormat. Ayahnya bernama Mutawalli> Al-Sya’ra>w i> adalah seorang
petani sederhana yang mengolah tanah milik orang lain. Walaupun
demikian, ayah al-Sya‟ra>wi> mempunyai kecintaan terhadap ilmu dan
sering mendatangi majelis-majelis untuk mendengarkan tausiyah para
ulama.4 Sang ayah mempunyai keinginan yang besar agar anaknya
menjadi ilmuwan. Untuk mewujudkan cita-citanya, ia selalu memantau al-
Sya‟ra>wi> kecil ketika sedang belajar. al-Sya‟ra>wi> mengakui besarnya
peran sang ayah dalam membentuk kepribadiannya. Diibaratkan jika dari
gurunya al-Sya‟ra>wi> mengambil 10% maka yang 90% diperoleh dari
ayahnya.5 Adapun kakeknya yaitu, Sayyid Abdullah al-Anshari berasal
dari keluarga baik-baik. Suatu malam saat Al- Sya’ra>w i> dilahirkan,
ayahnya terlambat datang ke masjid, para jama‟ah menunggunya karena
beliau biasa menjadi imam. Ketika datang kakeknnya bertanya:
“Darimana kamu wahai Mutawalli>?”. Lalu ayahnya menjawab, “Istriku
tadi malam melahirkan sehingga aku sangat sibuk”. Serta merta bidan
yang mengurusi kelahiran Al- Sya‟ra>w i> menimpali, “Alhamdulillah
istrinya telah melahirkan anak laki-laki”. Para jama‟ah serentak
berkata,”Ma>sya>’ Allah , semoga Allah memberkahimu, Mutawalli>,”.
Kemudian kakeknya berkata, “Aku mendapat kabar gembira hari malam
ini, aku melihatnya dalam mimpiku”, sambil menunjuk ke arah mimbar
dan berkata “aku melihatnya di atas mimbar, dia seperti seekor anak ayam
yang berkhutbah di hadapan manusia”. Para jama‟ah tercengang dan
3
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), 143.
4
Said Abu al-Ainain, Al-Sya’ra>wi> al-ladzi> la na‟rifuhu (Kairo: Akhba>r al-
Yaum, 1995), 16.
5
Said Abu al-Ainain, Al-Sya’ra>wi> al-ladzi> la na‟rifuhu, 20.
45

berkata “anak ayam di atas mimbar dan berkhutbah? Kemudian salah


seorang jama‟ah yang mengetahui asal anak ayam berkomentar “anak
ayam yang berbicara semula dari telur yang berbicara pula”. 6

B. Perjalanan Akademik
Pada saat revolusi Mesir pertama tahun 1919, Al-Sya’ra>w i> sudah
diperkenalkan dengan kegiatan pergerakan yang dilakukan oleh Sa‟ad
Zaghlul.7 Sejak kecil beliau sudah biasa di ladang dan pernah mempunyai
cita-cita mejadi seorang petani yang mempunyai tanah sendiri, namun
ayahnya mempunyai tekad besar untuk menyekolahkannya di Sekolah
Dasar (Madrasah Ibtida‟iyyah), maka ia pun beralih perhatian untuk
belajar prinsip-prinsip berhitung, menulis, dikte, dan qawa>id.8 Masa kecil
al-Sya’ra>w i> dilalui di salah satu kutta>b9 untuk menghapal al-Qur‟an,
belajar membaca, dan menulis. Al-Sya’ra>wi> sangat menyenangi sastra,
khusunya sya‟ir. Pada usia 11 tahun ia berhasil menghapal al-Qur‟an
dibawah bimbingan Syekh Abdul Majid Pasha. 10 Pendidikan formalnya
diawali dengan menuntut ilmu Sekolah Dasar di Lembaga Pendidikan al-
Azhar tahun 1926 yang berada di kota Zaqa>ziq. Selanjutnya, Al-Sya‟ra>wi

6
Said Abu al-Ainain, Al-Sya’ra>wi> al-ladzi> la> na‟rifuh , 17.
7
Sejak pertengahan abad 19 sampai pertengahan abad 20, Mesir telah
mengalami tiga kali perubahan bentuk pemerintahan. Pertama, bentuk monarki absolut,
yaitu sejak pemerintahan Khedevi Taufiq (1879-1892) sampai masa awal pemerintahan
Raja Fuad I (1917-1936). Kedua, bentuk monarki konstitusional, yaitu sejak revolusi
Mesir 1919 samapi pemerintahan Raja Faruq (1936-1952). Ketiga, Revolusi Monarki ke
bentuk Republik terjadi pada 23 Juli 1952 yang dipimpin Jamal Abdul Nasser. Lihat
Diana Trisnawati, “Revolusi Mesir 23 Juli 1952: Berakhirnya Pemerintahan Raja
Farouk”. Istoria, vol.11, no.2 (Maret 2016): 48.
8
Badruzzaman M. Yunus, “Tafsir Al-Sya’ra>wi> “, 38.
9
Kutta>b berasal dari kara dasar kataba yang berarti menulis atau tempat
menulis. Kutta>b adalah tempat belajar membaca dan menulis Al-Qur‟an dan membahas
pokok-pokok agama. Lihat Mukhlis Fahruddin, “Kuttab:Madrasah Pada Masa Awal
Umayyah”. Madrasah, vol.11, no.2 (Januari-Juni 2010): 209.
10
Zuraidah, “Konsep Adil Dalam Pembagian Harta Warisan Studi Penafsiran
Al-Sya‟rawi dan Hamka terhadap Qs. Al-Nisa Ayat 11”. (Skripsi S1, Fakultas
Ushuluddin, UIN Jakarta, 2010), 37.
46

melanjutkan pendidikan SMP hingga SMA di Lembaga Pendidikan yang


sama. Setelah mendapatkan ijazah Madrasah „Aliyah pada tahun 1937,
beliau melanjutkan pendidikan di Universitas al-Azhar dengan memilih
jurusan Bahasa Arab dan tamat tahun 1941 M dengan gelar Lc,.
Sementara gelar Doktoral berhasil diselesaikannya pada tahun 1943 M. 11
Al-Sya’ra>wi> merupakan sosok ulama yang mempunyai kemampuan
yang luar biasa terutama dalam Tafsir Al-Qur‟an. Kegiatan intelektual al-
Sya’ra>wi pada umumnya bersifat oral, berupa kuliah, ceramah, diskusi,
seminar, dialog, wawancara, dan sebagainya. Karirnya diawali sebagai
tenaga pengajar di Ma‟had al-Azhar Thanta, Ma‟had Alexandria, Ma‟had
Zaqa>ziq, dan meneruskan kegiatan ceramah ke masjid-masjid. Beliau
menjadi ketua misi al-Azhar di al-Jazair pada tahun 1966, dan menjadi
dosen pada jurusan tafsir hadis di fakultas Syari‟ah Universitas Malik
Abdul Aziz di Makkah sejak tahun 1950 selama sembilan tahun. Al-
Sya‟ra>wi> juga pernah diangkat menjadi wakil kepala sekolah al-Azhar,
dan pernah memangku jabatan sebagai direktur dalam pengembangan
dakwah Islam pada departemen wakaf tahun 1961 M. Nama beliau mulai
terkenal menjadi seorang da‟i kondang dan pengisi acara Nu>r „ala Nu>r di
salah satu Stasiun televisi Mesir tahun 1973. Setelah beliau menjadi
Menteri Urusan Wakaf dan Urusan al-Azhar pada tahun 1976, dan
kementrian ini beliau jadikan sebagai sarana untuk mengembangkan
dakwahnya. Pada tahun 1977 beliau diutus untuk menghadiri Konferensi
Islam Internasional dan ceramah di London dan sekitarnya, sampai tahun
1983, ketika berkunjung ke Amerika Serikat, beliau mendapat kehormatan

11
Malkan, “Tafsir Al-Sya’ra>wi>: Tinjauan Biografis dan Metodologis dan
Biologis”. Alqalam, vol.29, no.2 (Mei-Agustus 2012): 193.
47

menjadi khatib dan imam shalat Jum‟at di masjid yang terdapat di gedung
PBB New York pada tanggal 27 Oktober 1983.12
Yang menarik dari Al-Sya’ra>wi> bahwasanya beliau tidak pernah
menulis buku-bukunya karena beliau berpendapat bahwa kalimat yang
disampaikan secara langsung dan diperdengarkan akan lebih membekas
daripada kalimat yang disebarluaskan dengan perantara tulisan, sebab
semua manusia akan mendengar dari narasumber yang asli. Kitab ini
merupakan kolaborasi kreasi yang di buat oleh murid-muridnya yaitu
Muhammad al-Sinrawi dan Abdul Waris al-Dasuqi dari kumpulan-
kumpulan pidato-pidato atau ceramah-ceramah Al-Sya’ra>w i>. Sementara
itu, hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Tafsir Al-Sya’ra>wi> ditakhrij
oleh Ahmad Umar Hasyim. Kitab inu diterbitkan oleh Akhba>r al-Yaum
Idarah al-Kutub wa al-Maktabah pada tahun 1991 (yaitu tujuh tahun
sebelum al-Sya’ra>w i> wafat). Dengan demikian, Tafsir Al-Sya’ra>w i>
merupakan kumpulan ceramah dan pidatonya selama hidup kemudian di
edit dalam bentuk tulisan buku oleh murid-murdinya. Tafsir ini merupakan
golongan Tafsir bi al-Lisan atau tafsir Sauti (hasil pidato atau ceramah
yang kemudian di bukukan).13

C. Pokok-Pokok Pemikiran
Pemikiran al-Sya’ra>wi> terbentuk dari aktifitasnya sebagai seorang
intelektual yang lahir dalam situasi sosio kultural dan politik Mesir pada
masa al-Sya’ra>wi> hidup. Hiruk pikuk pergerakan untuk memperoleh
kemerdekaan dan instabilitas politik yang terjadi sampai kepemimpinan
Anwar Sadat telah membenuk karakter al-Sya’ra>wi> menjadi tokoh

12
M Yunus Badruzzaman, “Tafsir Al-Sya‟ra> wi>”, 40.
13
Muhammad Azmi, “Parenting Dalam Al-Qur‟an : Studi Terhadap Tafsir
Khawa>tir Asy-Sya‟ra> wi> H} aula Al-Qur‟an Al-Kari> m Karya Syekh Mutawalli Asy-
Sya‟ra> wi”. (Tesis S2, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2017), 34.
48

pembaharu dalam bidang keagamaan sekaligus pigur yang ditauladani


oleh masyarakat Mesir di zamannya. Selain situasi dan kondisi pada saat
itu, pengaruh al-Azhar telah membentuk dan menjadikan al-Sya’ra>w i>
sebagai seorang intelektual. 14
Saat menjadi siswa, al-Sya’ra>wi> sangat gemar dengan sastra,
khususnya syi‟ir yang mewarnai corak keislaman. Sya‟ir-sya‟irnya
memiliki keunggulan, diantaranya penyusunan pada kalimatnya mudah
dipamahami dan memiliki keindahan, terdengar tegas namun tetap lembut,
terlebih banyak mengutip dari ayat-ayat Al-Qur‟an. Hal ini yang
menjadikan al-Sya’ra>wi> bagian dari Fakultas Bahasa Arab di al-Azhar.
Fakultas ini tidak hanya mempelajari sastra bahasa arab, tetapi juga ilmu-
ilmulainnya seperti Tafsir, Hadis, Fiqih, dan sebagainya. Sehingga
memebentuknya menjadi seorang tokoh yang kaya akan khazanah
keilmuan pada bidangnya, khususnya kajian tafsir.15
Kemampuannya dalam bidang sastra membuat ceramah-ceramahnya,
baik di radio, televisi, maupun di tempat-tempat lainnya selalu baru dan
inovatif sehingga orang yang mendengarnya tidak merasa bahwa
ucapannya itu tidak keluar dari mulutnya, melainkan merasa datang dari
lubuk hatinya. Al-Sya’ra>wi> beranggapan bahwa agama itu adalah
kehidupan, pergaulan, dan perilaku sehari-hari yang berlaku bagi semua
orang.16
Diantara pemikiran-pemikiran dari al-Sya’ra>w i> yaitu:
1. Akidah
Mengenai masalah akidah ini, terutama pada pembahasan sifat-sifat
Allah yang manusia juga memilikinya, Al-Sya’ra>wi> tidak memihak pada

14
Badruzzaman M. Yunus, “Tafsir Al-Sya’ra>wi>”, 21.
15
Hikmatiar Pasya, “Studi Metodologi Tafsir Asy-Sya‟rawi”. Studia Quranika,
vol.1, no.2 (Januari 2017): 149.
16
Badruzzaman M. Yunus, “Tafsir Al-Sya’ra>wi>”, 46.
49

kelompok apapun baik takwil ataupun tasybih. Beliau selalu mengatakan

bahawa semua sifat Allah tersebut berada pada daerah (‫)ليس كمرله شيء‬.

Jadi tidak boleh dibayangkan seperti sifat-sifat tersebut, cukup kita


mengimani apa yang tertera dalam Al-Qur‟an tanpa mendalami seperti apa
yang bagaimana sifat tersebut. Dengan sikap seperti ini maka tidak
diperlukan lagi takwil dan tasybih.17
Hal tersebut dapat kita lihat pada penafsiran beliau dalam Q.S. asy-
Syu>ra ayat 51 mengenai kalam Allah dan pewahyuan.
ً ِ َ َ ِ َْ َ َ َ ْ ْ
َ
ً ْ َ َّ ِ َّ ِ َ ِّ َ ِ ْ
َ
ََ َ َ ََ
ْ
‫اب أو ير ّسل رسيلا‬ ‫ش‬ ‫ح‬ ‫اء‬‫ر‬ ‫و‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫أ‬ ‫ا‬‫ي‬ ‫ح‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ل‬‫إ‬ ‫اّٰلل‬ ‫ه‬‫م‬‫ل‬ ‫ك‬‫ي‬ ‫ن‬ ‫أ‬ ‫ه‬
ٍ ّ ّ ّ ّ ّ ٍ ‫وما كان ّلب‬
‫ش‬

ِ ‫َـ ِييح َي ةإ ْذن ّه َما يَ َش‬


ٌ ‫اءۚٗ إَّن ِه َعل ٌّي َحك‬
‫يم‬ ّ ّ ّ ّ ّّ ّ

“Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata


dengan dia kecuali dengan perantara wahyu atau di belakang tabir atau
dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan
kepadanya dengan seizin-Nya apa yang dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana”. 18
Yang dimaksud dengan pewahyuan disini adalah memberikan ilham.
Hal ini terjadi jika seseorang siap untuk menerima ilham itu dari Allah.
Jika ia tidak siap untuk menerima pemberian ilham itu tidak akan terjadi.
Kesiapan itu menurut al-Sya’ra>wi ketika seseorang sedang dekat dengan
sifat-sifat Allah SWT. Untuk mempermudah masyarakat dalam

17
Muhammad Azmi, “Parenting Dalam Al-Qur‟an”, 37-38.
18
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 488.
50

memahami apa yang disampaikan, beliau kemudian memberikan contoh


yang biasa masyarakat temui dalam kehidupam mereka. 19
2. Ibadah
Untuk ayat-ayat yang berkaitan dengan ibadah seperti shalat, zakat,
wudhu, puasa, dan lain-lain, jika terjadi perbedaan pendapat antara para
ulama pada hal-hal yang cabang, beliau akan memaparkan semua
pendapat dan menganalisanya secara bahasa. Hal ini sesuai dengan
keahlian beliau yaitu bidang bahasa.
Kemudian beliau tidak memberikan tarjih atas pendapat-pendapat
yang ada, tetapi memaparkan dasar pemikiran masing-masing pendapat
atas istinba>t hukum yang diambil dari sebuah dalil. Hal tersebut beliau
lakukan sebagai seorang da‟i yang harus memberikan keterangan kepada
masyarakat untuk melakukan ibadah dengan keyakinan dan saling
menghormati perbedaan yang ada. 20
Contoh penafsiran Al-Sya‟ra>wi> tentang zakat yang terdapat dalam Q.S.
at-Taubah ayat 103,

ْ ْ َ َ ِّ َ َ َ ْ ْ ِّ َ ِ َ ْ ِ ِّ َ ِ ً َ َ َ ْ َ ْ َ ْ ْ ِ
ۚ ‫خذ ّمن أمي ّال ّىم صدكث حط ّى ِروم وحز ّكي ّىم ّةىا وص ّل علي ّىم‬

“Ambillah zakat dari harta mereka, untuk membersihkan dan


menyucikan mereka, dan berdo‟alah untuk mereka……..” 21

َ
ْ)‫(خ ْذ م ْن أ ْم َيالىم‬
ِ
: ‫ ان كيله الحق‬: ‫و وكؿ الػلماء رضي اّٰلل غنىم ونا وكاليا‬
ّّ ّ

‫ ةل وي مال‬، ‫لايػني إغتتار الجزء المأخيذ من المال للفلحد وي حق الفلحد‬

19
Al-Sya’ra>wi>, Tafsir al-Sya‟ra>wi>, juz 22 (Kairo: Akhba> r al-Yaum, 1991),
13825-13828.
20
Muhammad Azmi, Parenting Dalam Al-Qur‟an, 38-39.
21
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 203
‫‪51‬‬

‫المؤدى ‪ ،‬ولي يتحن اّٰلل حق الفلحد وغزله غن مال صاحته ‪ ،‬ـىذا يػنى أن‬

‫المال إن ولك ـليس للفلحد شيء ‪ ،‬ولكن لأن المال الؾني ـحق الفلحد‬

‫محفيظ فى ذمث صاحب المال ‪ ،‬ووذ أـضل للفلحد ‪ ،‬ـإن الؾني ليلم يؤد‬

‫الزكاة فى ساغخىا ‪ ،‬وةػد ذالك حدث أن ولك المال‪.‬‬

‫ِّ‬
‫(ح َط ِّى ِر ِو ْم َو ِح َزك ْي ْ‬
‫ىم) < السطحيين فى الفىم‬
‫ِ‬
‫وعلى من يػيد كيله الحق ‪:‬‬
‫ّ‬ ‫ّ‬

‫ِّ‬
‫يليلين ‪ :‬إنىاحطىر من نأخذ منه المال ‪ ،‬وحزكي المال الذى نأخذ منه‪ .‬لكن‬

‫ً‬
‫من يملك غملا فى الفىم يليل‪ :‬مادامج وناك فى وذه الآيث غناصه ‪،‬‬

‫ـضهورى أن يػيد الخطىحد والتذكيث عليىا ‪،‬‬

‫أما من ناحيث المال نفسه ‪ ،‬ـالصدكث حطىر المال ‪ :‬لأن الماللد يزيد ـيه‬

‫شيء ـيه شتىث ـالزكاة حطىره‪.‬‬

‫ً‬
‫وكيؿ حكين الصدكث حطىحدا للآخذ ووي لم يذنب ذجبا يحخاج إلى حطىحد ‪,‬‬

‫ِّ‬
‫مػطي له لأنه محخاج؟) ونليل ‪ :‬إن الآخذ ححن يأخذ من مال غحده ‪،‬‬ ‫ةل وي‬
52

‫ لأنه وصله‬: ‫ووي عاسز غن الكسب ـىي يخطىر من الحلد على ذى النػمث‬

‫ ـىي إن‬، ‫ـلا يحلد عليه ولايحسده‬،‫ةػض من المال الذى غند ذي النػمث‬

ً ً
22
.‫ لأن ةػضا من الخحد يػيد عليه‬: ‫دعاله ةالزيادة‬،‫رأى غنده خحدا‬

Orang-orang yang mengakui dirinya berdosa sudah sepatutnya untuk


dibersihkan dari noda-noda. Allah memerintahkan zakat tidak hanya untuk
suatu individu atau golongan, namun untuk umum yaitu mengambil
bagian dari harta kekayaan dari seseorang untuk dibagikan kepada mereka
yang oleh agama Islam telah ditentukan sebagai orang-orang yang berhak
menerima zakat. Kata “sebagian” bermakna bukan seluruhnya dan bukan
sebagian besar. Zakat ini bertujuan sebagai tobat dari pemilik harta
dengannya akan menyucikan dan membersihkan harta mereka.
Pemikirannnya yang cemerlang melahirkan banyak karya yang lahir
dari tangan dingin Al-Sya’ra>w i>. Akan tetapi beliau bukanlah seorang yang
ahli dalam menulis dan mengarang. Karya-karya beliau yang beredar
sekarang ini, seperti tafsir ataupun fatwa, merupakan materi kajian yang
disampaikan secara lisan, kemudian ditulis murid-muridnya. Beberapa
orang yang mencintainya mengumpulkan dan menyusunnya untuk
disebarluaskan, sedangkan karya yang paling popular dan paling
fenomenal adalah Tafsi>r Khawa>tir Haula Al-Qur‟a>n Al-Kari>m. Adapun
karya-karya beliau, antara lain:
1. Al-Mukhta>r min Tafsi>r al-Qur‟a>n, terdiri dari 3 jilid
2. Mukjizat al-Qur‟a>n al-Kari>m,
3. Al-Qur‟a>n al-Kari>m Mu‟jizatun wa Manhajun,

22
Al-Sya’ra>wi>, al-Sya‟ra> wi>, juz 9, 5464-5470.
53

4. Al-Isra>‟ wa al- Mi’ra>j (Mu‟jizat Al-Kubro),


5. Al-Qashashu al-Qur‟a>ny fi> Su>rat al-Kahfi,
6. Al-Mar‟ah fi> al-Qur‟a>n al-Kari>m,
7. Al-Ghaib,
8. Mu’jiza>tu al-Rasu>l,
9. Al-H>}ala>l wa al-H}ara>m ,
10. Al-H}ajj al-Mabru>r,
11. Khawa>t}irSyeikh Asy-Sya‟ra>wi> H}aula „Imra>n al-Mujtama‟
12. Asra>r Bism Alla>h ar-Rahma>n ar-Rahi>m,
13. Al-Isla>m wa al-Fikr wa al-Ma‟a>shi>,
14. Aqi>dah wa Manhaj,
15. Tarbiyah al-Awlad.23

D. Karakteristik Tafsir Al-Sya’ra>wi>


Perkembangan tafsir kontemporer tidak dapat begitu saja dilepaskan
dengan perkembangannya di masa modern. Paling tidak, gagasan-gagasan
yang berkembang pada masa kontemporer ini sudah bermula sejak zaman
modern, yakni pada masa Muhammad Abduh dan Rasyi>d Ridha>’ yang
sangat kritis melihat produk-produk penafsiran Al-Qur‟an. Paradigma
tafsir kontemporer dapat diartikan sebagai sebuah model atau cara
pandang, totalitas premis-premis dan metodologis yang dipergunakan
dalam penafsiran al-Qur‟an di era kekinian. Meskipun masing-masing
paradigma tafsir memiliki keunikan dan karakteristik sendiri,namun ada
beberapa karakteristik yang menonjol dalam paradigama tafsir
kontemporer, antara lain :
1. Memposisikan al-Qur‟an sebagai kitab petunjuk
2. Bernuansa Hermeneutis
23
Muhammad Ali Iya> zi>, Mufassirun H{aya>tuhum wa Manhajuhum, 268-269.
54

3. Kontektual dan berorientasi pada spirit al-Qur‟an


4. Ilmiah, kritis, dan non-sektarian24
Salah satu karya paling monumental al-Sya’ra>w i di era kontemporer ini
adalah tafsirnya yang diberi nama Khawa>tir H{aula Al-Qur‟a>n Al-Kari>m.
Dalam beberapa kesempatan Al-Sya’ra>wi> menyatakan akan lebih setuju
jika karya itu tidak disebut sebagai tafsir al-Qur‟an. Sebab menurutnya al-
Qur‟an adalah kitab yang sangat jelas dan tidak perlu ditafsirkan.
1. Gambaran Umum Tafsir Al-Sya’ra>w i>
Diantara tokoh-tokoh mufassir Mesir yang ada di penghujung abad
ke-20 adalah Muhammad Mutawalli Al-Sya’ra>wi>. Beliau dikenal
sebagai seorang ulama sekaligus tokoh yang menekuni bidang Al-
Qur‟an. Kemahirannya dalam bidang bahasa, sehingga melalui
penjelasan dalam setiap dakwahya mudah dipahami dan diterima oleh
masyarakat tanpa menghilangkan keaslian makna dalam Al-Qur‟an.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, pada awalnya tafsir Al-
Sya’ra>wi> bukan merupakan tafsir Al-Qur‟an melainkan kumpulan
ceramah dan dukumentasi yang dimuat dalam majalah al-Liwa al-
Islami. Atas inisiatif para muridnya dokumentasi ceramah dan pidato
dari al-Sya’ra>w i> dikumpulkan dengan berseri yang diberi nama
Khawa>thiri> H{}a wla Al-Qur‟a>n Al-Kari>m .
Khawa>tir dengan akar kata kha, tha, dan ra berarti sesuatu yang
terbetik di dalam hati secara tiba-tiba tanpa diketahui darimana
datangnya. Telepati semacam ini hanya diperoleh oleh orang-orang
yang jernih hati dan pikirannya karena merupakan hal yang tidak
mengalir jelas dalam hati dan pikiran manusia alam ini.

24
Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: LKis Group,
2012), 58-65.
55

Motivasi penafsirannya adalah beliau ingin menanamkan


keyakinan kepada umat islam akan keagungan mukjizat Al-Qur‟an dari
sisi bahasa, kandungan, serta rahasia-rahasia lain yang harus diungkap
dari al-Qur‟an. Dengan tafsirnya, beliau ingin menjaga kelestarian
kemukjizatan al-Qur‟an sebagai kalam Allah. Karena menurutnya,
dinamakan al-Qur‟an karena dibaca dan dinamakan al-Kitab karena al-
Qur‟an juga ditulis, oleh karena itu ada dua metode untuk menjaga
kelestarian al-Qur‟an yaitu dengan menghapal dalam hati dan
menuliskannya dalam buku.25
Ketika menafsirkan al-Qur‟an al-Sya’ra>wi> berpegang pada dua
aspek, yaitu :
a. Komitmen kepada Islam yang dianggapnya sebagai metode atau
landasan memperbaiki kerusakan yang diderita umat Islam saat ini
terutama dalam bidang pemikiran dan keyakinannya.
b. Modernisasi, dimana al-Sya’ra>wi> menganggap/mengikuti
perkembangan saat ini, sehingga tafsirnya bisa dikatakan bercirikan
modern.26
Pada tahun 1991, penerbit Akhba>r al-Yaum Idarah al-Kutub wa al-
Maktabah telah menerbitkan menjadi sebuah karya tafsir. Sebagai
pengakuan bahwa Tafsir al- Sya‟ra>wi> dapat disandarkan kepada al-
Sya’ra>wi>, pada jilid pertama dimuat tulisan tangan Sya’ra>w i> yang berisi
pengakuan bahwa karya tersebut adalah benar rekaman atas apa yang
telah disampaikan sehingga memang benar menjadi karyanya. Salah
satu cara untuk membuktikan bahwa karya-karya yang ditulis oleh team
tetap terjaga sebagai suatu karya orisinal al- Sya’ra>w i>, maka karya
tersebut dibuatkan sebuah pernyataan yang ditulis sendiri oleh Sya’ra>wi>

25
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas, 152.
26
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas, 153.
56

dan disertai tanda tangannya sebagai bentuk pengakuan atas apa yang
tertuang dalam karyanya adalah benar dari pemikiran dan
pembicaraannya. Bahkan, banyak karya-karya yang disandarkan
kepada beliau adalah karya tulis yang langsung di bawah
bimbingannya. 27
Khawatir yang berarti renungan sebagaimana beliau sampaikan
dalam muqaddimah tafsirnya yang berbunyi,

‫ وإنماني وتات‬... ‫خياطرى حيل اللرآن الكريم لاحػني حفسحدا لللرآن‬

‫ وليأن اللرآن من‬.. ‫ تخطر على كلب مؤمن فى آيث أو ةضع آيات‬.. ‫صفائيث‬
ِّ
‫ لكان رسيل اّٰلل صل اّٰلل عليه وسلم أولى الناس ةخفسحده‬.. ‫الممكن أن يفسه‬
ِّ
‫ وله ظىرت مػشزاحه‬... ‫ لأنه عليه نزل وةه أنفػل وله ةلؼ وةه علم و غمل‬..

28
..
“Hasil renungan saya terhadap al-Qur‟an bukan berarti tafsiran
terhadap al-Qur‟an, melainkan hanya percikan pemikiran yang
terlintas dalam hati sesorang mukmin pada saat membaca al-Qur‟an.
Seandainya al-Qur‟an memungkinkan untuk ditafsirkan, pastilah
Rasulullah adalah yang paling berhak untuk menafsirkannya, karena
kepada beliaulah al-Qur‟an diturunkan dan langsung berinteraksi
dalam kehidupannya“.29

Selain mendapatkan pengakuan dari pemiliknya, Tafsir al-Sya‟ra>wi>


juga ditashih oleh Lembaga Penelitian Al-Azhar, yaitu Majma‟ al-
Buthuts al-Islamiyyah, suatu lembaga otoritatif yang bisa menentukan

27
Badruzaman, Tafsir Al-Sta‟ra>wi>, 54.
28
Al-Sya’ra>wi>, Tafsir al-Sya‟ra>wi>, juz 1, 9.
29
Imroatus Sholihah, “Konsep Kebahagiaan Dalam Al-Qur‟an Persepektif
Tafsir Mutawalli Asy Sya‟rawi Dan Psikologi Positif”. (Tesis S2, Jurusan Ilmu Agama
Islam, Pascasarjana, UIN Maulana Malang, 2016), 72.
57

apakah suatu karya ilmiah layak atau tidak, dapat dikonsumsi publik
atau tidak. Selain itu. 30
2. Metode dan Corak Penafsiran
Badruzzaman M. Yunus dalam disertasinya yang berjudul Tafsir
Asy-Sya‟rawi: Tinjauan Terhadap Sumber, Metode, dan Ittijah
membagi metode dalam Tafsir al-Sya’ra>w i> menjadi dua, yaitu Metode
umum dan metode khusus. Dalam menjelaskan metode umum, kitab
tafsir al-Sya’ra>wi> termasuk pada kelompok kitab tafsir yang
menggunakan metode tahli>liy. Hal itu didasarkan kepada metode yang
digunakan al-Sya’ra>w i>, dimana beliau berusaha menjelaskan
kandungan makna-makna ayat Al-Qur‟an dari berbagai aspeknya,
dengan memperhatikan urutan ayat sebagaimana yang tercantum dalam
mushaf. Sedangkan metode khusus, sebagai suatu arah metodologi
penafsiran yang khas dan tidak terlepas dari kerangka berfikir al-
Sya’ra>wi> terhadap Al-Qur‟an. Kerangka berfikir ini menjadi tujuan
atau haddaf dalam melakukan penafsiran Al-Qur‟an. Dalam
menafsirkan ayat atau kelompok ayat, al-Sya’ra>w i> menganalisis dengan
bahasa yang tajam dari lafadz yang dianggap penting dengan
berpedoman kepada kaidah-kaidah bahasa, baik dari aspek nahwu,
sharaf, balaghah, dan lain sebagainya. Beberapa komponen yang bisa
membantu memperluas penafsiran dikemukakan, seperti tentang
Qira‟at, asba>b al-nuzu>l, kaidah kebahasaan, riwayat dan sya‟ir arab,
serta hukum-hukum yang dikandungnya. 31
Beberapa metodologi yang digunakan al-Sya‟ra>wi> dalam
32
menafsirkan Al-Qur‟an, diantaranya:

30
Badruzaman, “Tafsir Al-Sta‟ra> wi> ” 54.
31
Badruzzaman, “Tafsir Al-Sya’ra> wi>“ 120-127.
32
Badruzzaman, “Tafsir al-Sya‟ra> wi>” 128.
58

a. Menggunakan kaidah-kaidah bahasa Arab


b. Mengurai makna lughawi dari suatu kata yang dianggap penting.
c. Menggunakan syair-syair, baik klasik maupun modern, untuk
menguatkan makna kata atau kalimat yang sedang dijelaskan
d. Memberikan contoh-contoh yang aktual dan kekinian untuk
mendekatkan makna yang semula dianggap jauh menjadi benar-
benar meresap ke dalam hati sanubari
e. Menjelaskan ayat dengan sesuatu pemahaman yang berdasarkan
realitas, dengan tujuan bahwa nilai-nilai yang dikandung Al-
Qur‟an dapat dijalankan atau diaktualisasikan dalam kehidupan
manusia di bumi
f. Menggunakan model dialog, seperti tanya jawab, untuk
menjelaskan hal-hal yang ada dan menjadi maksud ayat
g. Menggunakan teori simbolik dari kata atau kalimat tertentu yang
terdapat dalam ayat.
h. Menggunakan teori kesatuan tema antara ayat yang ditafsirkan
dengan ayat-ayat lain yang sama dalam Al-Qur‟an.
i. Menggunakan teori kolerasi ayat dengan ayat dan kolerasi surat
dengan surat (muna>sabat al-a>yat wa al-suwar).
j. Menggunakan asba>b al-nuzu>l sebagai dasar menafsirkan suatu
ayat.
Sedangkan corak tafsir atau kecenderungan pemikiran dan ide yang
mendominasi sebuah karya tafsir dalam tafsir al-Sya’ra>w i> adalah
tarbawi> dan hida>‟i.33 Tafsir tarbawi> adalah tafsir yang digunakan
sebagai alat untuk mengeksplor ajaran-ajaran Islam dalam kaitannya
untuk mengembangkan dan mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan

33
Malkan, “Tafsir asy-Sya’ra>wi>: Tinjauan Biografis dan Metodologis”. Alqalam,
vol.29, no.2 (Mei-Agustus 2012): 198.
59

corak hida>i adalah corak yang dilatarbelakangi oleh pemikiran untuk


menjadikan hidayah atau akhlak Al-Qur‟an ,menjadi poros atau sentral
dari usaha penafsiran terhadap Al-Qur‟an. 34
3. Sumber Penafsiran
Tafsir al-Sya’ra>wi>, sebagai salah satu karya tafsir modern
diidentifikasi sebagai salah satu tafsir bil ra‟yi. Sejatinya tafsir yang
demikian menggunakana nalar sebagai sumber penafsirannya. Al-
Dzahabi> menjelaskan tafsir bil ra‟yi adalah suatu hasil penafsiran Al-
Qur‟an dengan menggunakan ijtihad setelah seseorang mufassir
memahami terhadap gaya bahasa Arab beserta aspek-aspeknya,
memahami lafadz-lafadz bahasa Arab dan segi dilalah-nya, termasuk di
dalamnya mengetahui sya‟ir orang Arab jahiliyah, asbab al-nuzu>l,
na>sikh mansu>kh, dan perangkat-perangkat lainnya. 35 Maka dapat
ditelusuri sumber-sumber yang digunakan dalam penafsiran. Berikut
beberapa hal yan digunakan Al-Sya’ra>w i> dalam menggunakan
penafsirannya, yaitu:36
a. Etimologi makna kata dengan kaidah dan struktur bahasa.
b. Kontruksi bahasa Al-Qur‟an
c. Kalimat identik pada lafadz Al-Qur‟an
d. Rekontruksi ayat dengan ayat.
Kitab-kitab tafsir yang menjadi sumber-sumber penafsiran yang
digunakan oleh al-Sya‟ra>wi,> diantaranya Tafsir al-Manar karya
Muh}a mmad Abduh dan Ra>syid Ridha, Fi> Zhila>li Al-Qur‟a>n karya
Sayyid Qutub, Al-Thabari karya Ibnu Jarir al-Thabari, Mafa>tih} al-

34
Abdul Syukur, “Mengenal Corak Tafsir Al-Qur‟an”. Al-Furqonia, vol.1, no.1
(Agustus 2015): 96.
35
Muhammad Husain al-Dzahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, juz 1 (Kairo:
Maktabah Wahbah, 2000), 183.
36
Hikmatiar Pasya, “Studi Metodologi Tafsir Asy-Sya‟rawi”, 150.
60

Ghaib karya Fakhruddi>n al-Razi, Al-Khasysya>f karya al-Zamakhsyari,


Al-Anwa>r al-Tanzi>l wa asra>r al-Ta‟wi>l karya al-Baidhawi, dan Tafsir
Dur al-Mantsu>r karya Jala>luddi>n al-Shuyu>thi.37
4. Sistematika Penulisan
Secara sistematis, penafsiran dalam Tafsir al-Sya’ra>wi> diawali
dengan menjelaskan munasabah, yaitu menjelaskan hubungan surat
yang akan ditafsirkan dengan surat sebelumnya, setelah itu ia
menjelaskan penamaan suatu surat, dan menjelaskan tentang apa saja
yang terkandung dalam surat tersebut serta hikmah yang terdapat di
dalamya. Sebelum memasuki penafsiran ayat, terlebih dahulu
menuliskan basmalah dan ayatnya, kecuali sebelum surat al-Fatihah,
dijelaskan terlebih dahulu arti pentingnya ta‟a>wudz. Selanjutnya
menafsirkan atau menjelaskan ayat-ayat Al-Qur‟an.38
Kitab tafsir al-Sya’ra>wi> terdiri dari 18 jilid. Pembahasannya
dimulai dari surat al-Fa>tih}ah sampai surat al-Shaffa>t ayat 138 . Rincian
kitab tafsir al-Sya’ra>w i dalam setiap jilid, yaitu: 39
1. Jilid I; Pendahuluan, Q.S. al-Fa>tih}ah – Q.S. al-Baqarah : 154
2. Jilid II; Q.S. al-Baqarah : 155 - Q.S . Ali Imra>n : 13
3. Jilid III; Q.S. Ali Imra>n : 14 – 189
4. Jilid IV; Q.S. Ali Imra>n : 190 – Q.S. al-Nisa>’ : 100
5. Jilid V; Q.S. al-Nisa>’ : 101 – Q.S. al-Ma>idah : 54
6. Jilid VI; Q.S. al-Ma>idah : 55 – Q.S. al-An‟a>m : 109
7. Jilid VII; Q.S. al-An‟a>m : 110 – Q.S. al-A‟ra>f : 188
8. Jilid VIII; Q.S. al-A‟ra>f : 189 - Q.S. al-Taubah : 44
9. Jilid IX; Q.S. al-Taubah : 45 – Q.S. Yu>nus : 14

37
Malkan, “Tafsir Asy- Sya’ra>wi>: Tinjauan Biografis dan Metodologis”, 201.
38
Malkan, “Tafsi>r Asy-Sya’ra>wi>: Tinjauan Biografis dan Metodologis”, 200-
201.
39
Mutawalli Sya‟ra> wi>, al-Sya‟ra> wi>, 17351
61

10. Jilid X; Q.S. Yu>nus : 15 – Q.S. Hu>d : 27


11. Jilid XI; Q.S. Hu>d : 28 – Q.S. Yu>suf : 96
12. Jilid XII; Q.S. Yu>suf : 97 – Q.S. al-H}ijr : 47
13. Jilid XIII; Q.S. al-H}ijr : 48 – Q.S. al-Isra>‟ : 4
14. Jilid XIV;Q.S. al-Isra>‟ : 5 – Q.S. al-Kahfi : 98
15. Jilid XV; Q.S. al-Kahfi : 99 – Q.S. al-Anbiya>‟ : 90
16. Jilid XVI; Q.S. al-Anbiya>‟ : 91 – Q.S. al-Nu>r : 35
17. Jilid XVII; Q.S. al-Nu>r : 36 – Q.S. al-Qas}a s : 29
18. Jilid XVIII; Q.S. al-Qas}a s : 30 – Q.S. al-Ru>m : 58
Muhammad Ali Iya>zi dalam kitabnya menyatakan bahwa kitab
tafsir al-Sya’ra>w i> dicetak 29 jilid, yang mencangkup seluruh surat dan
ayat dalam Al-Qur‟an 30 juz. 40 Namun, penulis hanya menemukan
kitab tafsir al-Sya’ra>wi> dalam 27 juz yang sudah mencangkup seluruh
surat dalam Al-Qur‟an mulai dari Q.S. al-Fatih}a h sampai Q.S. an-Na>s.
Kitab tafsir al-Sya’ra>wi> telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
oleh tim terjemah Safir al-Azhar Indonesia yang diketuai oleh Zainal
Arifin. Untuk saat ini juz 30 sudah terbit terlebih dahulu yang
seharusnya diterbitkan terakhir. Namun karena juz 29 belum selesai
diterbitkan oleh Akba>r al-Yaum, Kairo dan jilid 11 sudah terbit sejak
tahun 2013, maka juz 30 diterbitkan lebih awal karena juz ini sering
dihapal oleh pemula dan juz ini lebih familiar bagi umat Islam di
dunia. Sementara itu, ceramah al-Sya’ra>w i> yang menafsirkan Juz
„Amma telah dibukukan dan diterbitkan oleh Da>r al-Ra>yah Mesir pada
tahun 2008.41
19. Jilid XIX; Q.S. al-Ru>m : 59 – Q.S. al-Ahza>b : 63

40
Ali Iya> zi, Al -Mufassiru>n H}aya>tuhum wa Manhajuhum, 270.
41
Syeikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi, terj. Zainal Arifin,
jilid 15 (Jakarta: Safir Al-Azhar, 2016), Pendahuluan.
62

20. Jilid XX; Q.S. al-Ahza>b : 64 – Q.S. ash-Sha>ffa>t : 138


21. Jilid XXI; Q.S. ash-Sha>ffa>t : 139 – Q.S. Gha>fir
22. Jilid XXII; Q.S. Fushilat – Q.S. al-Ja>tsiyah 23
23. Jilid XXIII; Q.S. al-Ja>tsiyah : 23 - -Q.S. al-Qomar : 1
24. Jilid XXIV; Q.S. al-Qomar : 2 – Q.S. Al-Jumu‟ah
25. Jilid XXV; Q.S. al-Muna>fiqu>n – Q.S. al-Mulk : 3
26. Jilid XXVI; Q.S. al-Mulk : 3 – Q.S. al-Mursala>t
27. Juz „Amma 42
Sistematika penulisan Tafsir al-Sya’ra>w i>, dimulai dengan
lembaran pengesahan dari Lembaga Penelitian al-Azhar yang bernama
Majma‟ al-Buhuts al-Islamiyyah, dan catatan pengesahan yang ditulis
langsung al-Sya’ra>wi> untuk menunjukkan bahwa tafsir tersebut adalah
hasil pemikirannya. Selanjutnya diberi pengantar yang menjelaskan
tentang alasan dan tujuan dari penulisan tafsir tersebut, sekalipun al-
Sya’ra>wi> sendiri menyebutkan bahwa karya tersebut tidak dimaksud
sebagai tafsir terhadap Al-Qur‟an melainkan ide yang muncul dari
pemikiran dan hati (khawa>t}ir) untuk mengungkapkan nilai-nilai
kemukjizatan al-Qur‟an dan menjadikannya pengalaman dalam
kehidupan manusia di bumi. Dalam sistematika penyusunan tafsirnya,
al-Sya’ra>w i> menjelaskan ayat per ayat. Hal ini untuk menunjukkan
bahwa setiap ayat Al-Qur‟an berdiri sendiri dan memiliki pemahaman
tersendiri. Terkecuali ketika menyusun surat al-Fa>tih}ah dan beberapa
surat terakhir dari mulai surat Fa>thir sampai surat al-Shaffa>t, dengan
mempola secara tematik ayat. 43
Perjalanan panjang al- Sya‟ra>w i> sebagai seorang ulama dengan
segudang ilmu yang dimiliki olehnya yang telah melahirkan banyak karya

42
Mutawalli Sya‟ra> wi>, al-Sya‟ra> wi, Daftar isi, 17351
43
Badruzzaman, “Tafsir al-Sya’ra>wi>“, 116-117.
63

yang menjadi amal jariyah baginya. Penyampaian al-Sya‟ra>wi> yang


sederhana dan mudah dicernah serta penafsirannya tidak terbatas ruang
dan waktu membuat tafsirnya mudah diterima dikalangan masyarakat
umum dan sampai saat ini tafsir al-Sya‟ra>wi> telah banyak dugunakan
sebagai bahan referensi ilmiah dan kehidupan di era modern ini.
BAB IV
HARTA DALAM QS. AL-HUMAZAH PERSPEKTIF MUTAWALLI
AL-SYA‟RAWI

Salah satu ciri dari juz 30 atau yang lebih popular dengan sebutan Juz
„Amma adalah jumlah surat yang banyak dengan ayat yang pendek-
pendek. Salah satunya adalah Qs. al-Humazah yang berarti pengumpat dan
pencela. Surat ini berbicara salah satu point penting dalam kehidupan,
yaitu tentang harta dengan tegas menjelaskan, siapa yang akan mengalami
kerugian bahkan kecelakaan. Sebagai seorang ulama kontemporer
bagaimana Mutawalli al-Sya‟ra>wi> memandang mengenai harta dalam Qs.
al-Humazah.

A. Profil dan Pokok Kandungan Surat al-Humazah


Surat al-Humazah merupakan salah satu surat yang berbicara
mengenai kehidupan sosial ditengah masyarakat. Surat ini merupakan
cuplikan dari kehidupan masyarakat Mekkah saat dakwah dimulai dan
terus berulang dalam kehidupan umat manusia. 1 Ulama sepakat
menyatakan bahwa surat ini turun di Mekkah sebelum Nabi Muhammad
Saw berhijrah ke Madinah. Namanya surat al-Humazah atau surat Wail Li
Kulli Humazah merupakan dua nama yang ditemukan dalam sekian
banyak mushaf dan kitab tafsir. Ada juga yang menamainya surah al-
H{ut}amah. Nama-nama itu diangkat dari ayat pertama dan keempat surat
ini.2

1
Mutawalli> al-Sya‟ra> wi>, Tafsir al-Sya‟ra> wi>, terj. Zainal Arifin, jilid 15 (Jakarta:
Safir Al-Azhar, 2016), 449.
2
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, jilid 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2000),
509.

64
65

Terdiri dari 9 ayat dan merupakan urutan ke-104 dalam Al-Qur‟an.


Diturunkan sesudah surat al-Qiya>mah dan sebelum surat al-Mursala>t.
Surat ini memberikan kepada kita gambaran nilai yang biasa terdapat
dalam fenomena kehidupan yaitu nilai harta dan gambaran bahwa pemilik
harta menganggap orang yang tidak memiliki harta berada pada derajat
yang rendah. 3 Ancaman dalam surta ini berlaku bagi siapa saja yang
melakukan perbuatan mengumpat dan mencela orang lain, yang
menimbun-nimbun harta, seakan-akan dengan penimbunan itu ia akan
dapat kekal hidup di dunia ini. Surat ini juga berisi mengenai sebuah sebab
akibat dari perbuatan manusia dan menjelaskan dengan tegas siapa yang
akan mengalami kerugian bahkan kecelakaan.
َ َ ً َ َ َ َ َّ ُّ َ ِ ِّ ِ ِّ ٌ
ِ َ َّ ِ َ ْ َ ِ َ َّ َ َ َ
ٓ‫)يحسب أن مالهۥ‬٢(‫)ٱل ّذى جمع مالا وعدد ۥه‬١(‫َو ْيل ّلك ّل و َمز ٍة لمز ٍة‬
َ

َ َ
َّ ِ َ ِ َ َِْ َ َ َْٰ ََ َ َ ِْ َّ َ َ ِ َ ََّ ِ ََ ْ
‫ّٰلل‬
ّ ‫)نار ٱ‬٥(‫)ومآ أدرىك ما ٱلحطمث‬٤(‫)كلاۖٗ لينۢتذن ّفى ٱلحطم ّث‬٣(‫أخلد ۥه‬

َ َ ٌ َ َ ْ ُّ ْ َ َ َ َّ َ ْ َ ْ َ َ ِ ََّ َّ ِ َ َ ِْ
‫) ّفى غم ٍد‬٨(‫) ّإنىا علي ّىم مؤصدة‬٧(‫)ٱل ّتى حط ّلع على ٱلأـ ّـد ّة‬٦(‫ٱلميكدة‬

َ ََّ ُّ
)٩(‫ِمدد ٍ ٍۭة‬

“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela (1) yang


mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya (2) Dia (manusia)
mengira bahwa harta itu dapat mengekalkannya (3) Sekali-kali tidak!
Pasti di akan dilemparkan ke dalam (neraka) Hut}amah (4) Dan
tahukah kamu apakah (neraka) H}ut}amah itu? (5) (Yaitu) api azab
Allah yang dinyalakan, (6) yang membakar sampai ke hati (7)
Sungguh, api itu ditutup rapat atas (diri) mereka (8) (sedang mereka
itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang (9).4

3
Mutawalli> al-Sya‟ra> wi>, al-Sya‟ra> wi>, jilid 15, 450.
4
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 601.
66

1. Asbabun Nuzul
Dalam kitab Luba>b an-Nuqu>l fi> Asbab an-Nuzu>l menyebutkan
bahwa surat ini turun berkaitan dengan Umayyah bin Khalaf yang setiap
kali bertemu dengan Rasulullah suka menghina dan mencaci maki beliau.
Kemudian Allah menurunkan ayat-ayat dalam surat ini secara
keseluruhan.5
Umayyah bin Khalaf merupakan seorang pemimpin suku Quraisy
yang terkemuka. Sejak kecil, ia sudah hidup berkecukupan harta dari
ayahnya yang seorang pedagang besar. Hal tersebut membuatnya menjadi
kikir dan angkuh saat dewasa. Harta kekayaan yang banyak membuat
Umayyah merasa kuat dan berpandangan bahwa harta adalah nilai
tertinggi dalam kehidupan. Sementara, nilai manusia dan kebenaran
dipandang rendah. Kebiasaan berikutnya yang sering dilakukannya adalah
mengolok-olok dan menghalangi dakwah Rasulullah saat di Mekkah.
6
Umayyah wafat terbunuh saat perang Badar tahun 624 M / 2 H.
2. Munasabah Ayat
Surat ini turun untuk menanggapi sikap sejumlah kaum musyrikin
yang melakukan penghinaan dan melemparkan aneka isu negatif terhadap
kaum Muslim. 7 Awal surat ini diawali dengan kata “wail” yang memiliki
dua makna baik secara harfiah dan istilah. Secara harfiah, kata ”wail”
merupakan sebuah tempat di neraka yang merupakan lembah yang paling
mengerikan. Kata “wail” juga berarti ancaman, yaitu tidak saja siksaan
yang mutlak dan absolut, tetapi lebih dari itu adalah azab khusus dari
Allah. Maka ancaman wail harus dipahami dalam bingkai kekuasaan

5
Jalaluddin as-Suyuthi, Luba>b an-Nuqu>l fi> Asbab an-Nuzu>l, terj. Abdul Hayyie
(Jakarta: Gema Insani, 2008), 640.
6
Agung Sasongko, “Kisah Umayah bin Khalaf Yang Tegila-Gila Harta, 2018”
Diakses, 28 Juli, 2020, https://republika.co.id/berita/p982s5313/kisah-umayyah-bin-
khalaf-yang-tergilagila-harta.
7
Quraish Shihab, Al-Luba>b (Jakarta: Lentera Hati, 2008), 741.
67

Allah.8 Sedangkan huruf lam dalam kata likulli bisa bermakna tiga; milik,
hak, dan khusus. Kata kulli bisa bermakna jami>‟ artinya masing-masing
atau bermakna majmu‟, artinya untuk semuanya sekaligus. 9 Akan tetapi
jika Allah berkata “wail”, maka ia telah mengancam dan mampu untuk
melaksanakan apa yang dikatakannya, sedangkan manusia tidak luput dari
kuasa-Nya.10 Celaka adalah hidup tidak bahagia. Kata “celaka” biasanya
terjadi sebagai hukuman bagi orang-orang berdosa. Ancaman hidup celaka
itu akan diderita oleh setiap humazah (pengumpat) dan Lumazah
(pengejek). Mereka yang tidak puas-puasnya dengan keadaan
bagaimanapun baiknya, lalu mengumpat-umpat dan selalu menyalahkan
orang lain.11
Sifat keji dalam diri pengumpat dan pencela yang orientasi hidupnya
hanyalah mengejar kekayaan dunia, menumbuhkan rasa tamak (selalu
mengumpulkan harta) dengan gemar menambah kekayaan dengan cara
apapun yang dapat dilakukan, halal maupun haram. Setiap hari selalu
menghitung-hitung kekayaannya. Mereka tidak mau kekayaannya
berkurang sedikit pun, tetapi yang diharapkan adalah selalu bertambah.
Sehingga menimbulkan sifat kikir. Prinsip hidup yang sudah mendarah
daging dengan beranggapan bahwa uang adalah segalanya dan dengan
uang segala persoalan dapat diatasi, termasuk masalah kematian. Karena
itu, dia merasa akan bisa hidup di dunia ini selama-lamanya.12
Dengan harta benda dia menyangka akan terpelihara dari gangguan
penyakit, dari bahaya tersembunyi, dan dari kemurkaan Allah. Karena

8
Mutawalli> Sya’ra>wi>, al-Sya‟ra> wi>, jilid 15,451.
9
Tim Tafsir Ilmiah Salman ITB, Tafsir Salman: Tafsir Ilmiah Juz „Amma
(Bandung: Mizan Pustaka, 2014), 512.
10
Mutawalli> Sya’ra>wi>, al-Sya‟ra> wi>, jilid 15, 450.
11
Salman Harun, Secangkir Tafsir Juz Terakhir (Tangerang: Lentera Hati,
2018), 308-309.
12
Salman Harun, Secangkir Tafsir, 309.
68

jiwanya sudah terpukau oleh harta, menyebabkan dia lupa bahwa hidup ini
akan mati.
Dalam Islam, tempat kehidupan akhir itu diterangkan dengan sangat
jelas. Surga diperuntukan bagi yang baik sedangkan neraka bagi yang
jahat. Pada ayat ke-4 Q.S. al-Humazah terdapat kata “Nabaza”, yang
bermakna membuang karena tidak ada gunanya. Jadi para pelaku
kejahatan sosial, tamak, pengejek, dan pelit tidak ada harganya dalam
pandangan Allah. Mereka akan dicampakkan ke neraka H}ut}amah.13
H}ut}amah adalah salah satu nama neraka, sebagaimana sebutan
Jahannam, Saqar, dsb. Neraka H}ut}amah adalah Neraka Allah.
Dikaitkannya neraka itu dengan Allah berarti mengandung makna khusus.

Berasal dari akar kata (‫ )حطم‬h}at}ama yang berarti hancur/

menghancurkan. 14 Dalam Al-Qur‟an, kata H}at}ama disebutkan sebanyak


enam kali dengan berbagai derivasinya. 1516 Sehingga al-H{ut}hamah dapat
diartikan menghancurkan, membinasakan, dan melumatkan. 17 Lukisan
yang tepat bagi orang yang melakukan kejahatan sosial, sebab perbuatan
memfitnah dan menggunjing itu tidak akan mungkin membina
kebersamaan dan saling percaya, dan orang kikir yang menimbun itu akan
menutup rapat segala pintu pelayanan ekonomi. 18
َ ِ ِ ِ ِ َ ْ ََ َ ِ ِ
ٗۖ‫… ذَّم َي ّىيز ـتدا ِه ِمصف ًّرا ذَّم َيكين حط ًاما‬
13
Salman Harun, Secangkir Tafsir, 311.
14
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indoneia,
cet. I (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Ponpes Krapyak, 1996), 777.
15
Fuad Abdul Baqi, Mu‟jam Mufahrash Li al-fa>dzi al-Qur‟an al-Karim (Beirut:
Dar al-Fikr, 1987), 207.
16
Lihat Q.S. an-Naml (27):18, Q.S. az-Zumar (39):21, Q.S. al-Wa>qi‟ah (56):65,
Q.S. al-H{adi>d (57):20, Q.S. al-Humazah (104):4,5.
17
Quraish Shihab, al-Mishba>h, jilid 15, 607.
18
„Abdullah Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali, terj. Ali Audah (Bogor: Pustaka Litera
Antar Nusa, 2009), 1693.
69

“Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu melihat warnanya


kuning kemudian hancur.” (Q.S. al-H{a di>d (57) : 20) 19

Kedahsyatan gambaran neraka Hut}amah yang digambarkan dalam


surat al-Humazah memiliki karakteristik tersendiri, diantaranya api yang
menyala-nyala yang dapat membakar hingga ke hati manusia. Karena hati
adalah penentu baik buruk manusia. Jika dahulu ejekan dan hinaan dari
penghina sampai pada tahap menyakitkan hati, melemahkan semangat,
membunuh karakter, potensi dan kemampuan diri, maka balasan
membakar ke dalam hati, adalah balasan yang setimpal. Dengan demikian,
manusia akan memperoleh dua macam siksaan, yaitu siksaan fisik dan
ruhani. Siksaan fisik sudah digambarkan dalam ayat, namun siksaan
ruhani berupa kepedihan hati merasakan hebatnya kesengsaraan yang
ditimpakan dan belum dibayangkan di dunia. 20
ِ َ ْ ِ َّ َ َ َ َ َ ِ َ ْ ِ َ َ ْ َ ْ ِ ََّ َ ً َ َ ْ ِ َ ْ َ َ َ ََّ ْ ِ ْ َ َ َ
‫) ـخػالى اّٰلل الم ّلك‬111( ‫أـح ّسبخم أنما خللناكم غبرا وأنكم ّإلينا لا حرسػين‬
َ ْ َْ ِ َّ َ َٰ َ ُّ َ ْ
‫الحقۖٗ لا ّإله ّإلا و َي َر ُّب الػ ْر ّش الك ّر ّيم‬

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami


menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak
akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja
Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang
mempunyai) ´Arsy yang mulia”. (Q.S. al-Mu‟minu>n (23) : 115-116)21

Selain itu, ciri neraka Hut}amah yaitu tertutup rapat, seperti sebuah
lubang yang sangat dalam dengan api yang berkobar-kobar. Sehingga
kedap panas dan tidak ada celah keluarnya uap panas tersebut dan celah
untuk melarikan diri. Didalamnya terdapat tiang-tiang yang panjang.

19
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 540.
20
Salman Harun, Secangkir Tafsir, 313.
21
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 349.
70

Sebuah bangunan yang kuat biasanya disangga dengan tiang-tiang


pancang yang menghujam jauh ke dalam. 22 Dalam Tafsir at-T{abari>
dijelaskan neraka hutamah terdapat tiang-tiang yang membentang panjang
dengan tingkatan. 23 Pada akhir surat al-Humazah berisi tentang hari
kebangkitan pada hari kiamat yang dikaitkan dengan para pelaku
pengumpat dan pencela dan manusia yang tamak terhadap harta.
Surat ini berisi pelajaran tentang jiwa yang kerdil, yang menilai
kesuksesan hanya pada keberhasilan mengumpulkan materi. Mereka
melihat bahwa keberhasilan moral, etika, dan bakat seorang tidak ada arti
dalam hidup ini. Islam melarang menghina dan merendahkan martabat
orang lain. Dalam surat ini dijelaskan pelarangan itu begitu mengesankan
dan mendalam, hingga masuk ke dalam neraka wail.24
Pada bagian awal surat ini berbicara tentang wail yang merupakan
kecelakaan, kenistaan, dan penghinaan, maka pada bagian akhir surat
dijelaskan tidak ada yang lebih celaka daripada orang yang dibakar
sekujur tubuhnya di dalam neraka serta diikat di tiang-tiang yang sangat
panjang. Demikian bertemu awal surat ini dan akhirnya. 25

B. Makna Harta dan Relevansinya dengan Pengumpat serta Penimbun


Harta
1. Pengertian Pengumpat (Humazah) dan Pencela (Lumazah)
Salah satu fitrah bagi sesama manusia adalah berkomunikasi
dengan baik. Kemampuan komunikasi antar sesama dapat menumbuhkan
fungsi sosial di tengah masyarakat. Akan tetapi dalam berkomunikasi juga
harus disertai dengan etika. Komunikasi yang baik akan membawa pada
22
Salman Harun, Secangkir Tafsir, 314.
23
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir at-T{ abari>, Jami‟ al-Bayan an Ta‟wil Ayi Al-
Qur‟an, terj. Amir Hamzah, jilid 26 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), 936.
24
Muta walli> Sya’ra>wi>, al-Sya‟ra> wi>, 449.
25
Quraish Shihab, al-Misbah, 609.
71

kehidupan yang nyaman. Namun, jika komunikasi tidak memiliki etika


maka akan mendatangkan permasalahan-permasalahan seperti
menimbulkan kebencian dan permusuhan antar individu atau golongan.
َ
ْ‫اّٰلل َع َل ْيه َو َسَّل َم َمن‬ ِ ‫ َك َال َر ِس ْي ِل‬: ‫اّٰلل َغ ْن ِه َك َال‬
ِ ‫اّٰلل َصَّلى‬ ِ ‫َغ ْن أب ْي ِو َريْ َر َة َرض َي‬
ّ ّ ّ
َ ْ ْ َْ َ
ْ ِ ْ َ ْ ًْ َ ْ ََِْ َ َ
ِ ‫ان ِي ْؤ م‬
..... ‫آخ ّر ـليلل خحدا أو ّليصمج‬
ّ ‫ال‬ ‫م‬
ّ ‫ي‬ ‫ي‬‫ال‬‫و‬ ّ‫ااّٰلل‬ ‫ة‬ ‫ن‬
ّ ّ ‫ك‬

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah Saw.


Bersabda: Barang siapa yang beriman kepada Allah Swt, dan hari
kiamat, maka ia hendaknya berkata hanya perkara yang baik atau
diam,…” (HR. Bukhari). 26

Imam al-Ghaza>li mengatakan anggota tubuh yang paling durhaka


kepada manusia adalah lisan. Sungguh lisan itu merupakan alat perangkap
setan yang paling jitu untuk menjerumuskan manusia. 27 Berkaitan tentang
lisan, dalam Qs. al-Humazah terdapat dua sifat buruk yang tanpa kita
sadari terdapat dalam diri manusia yaitu Humazah dan Lumazah yang
dapat menyebabkan sifat sombong karena memiliki kelebihan dalam harta.
Kata Humazah dan Lumazah adalah berbentuk mubalagah isim fa >‟il yang
artinya menjelaskan bahwa perbuatan tersebut dilakukan sering kali
dilakukan.28 Secara bahasa Humazah berarti mengumpat. 29 Kata al-
Humazah berasal dari kata “ ‫ ”الهوس‬al-Hamzu, yang berarti tekanan atau
dorongan. Huruf hamzah dalam alphabet bahasa arab, dinamai demikian
karena posisi lidah dalam pengucapannya berada di ujung tenggorokan
sehingga untuk mengucapkannya dibutuhkan semacam tekanan dan

26
Abu „Abdullah Muhammad bin Isma>‟il bin al-Mughi>rah al-Bukha>ri, Shahih
Bukha>ri, juz 20 (Beiru>t: Dar al-Fikr, 2006), 11.
27
Imam al-Ghazali, Bahaya Lidah, cet. I (Jakarta: Bumi Aksara, 1994),1.
28
Tim Tafsir Ilmiah Salman ITB, Tafsir Salman, 511.
29
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indoneia,
1980.
72

dorongan. Mendorong orang lain dengan lidah (ucapan) atau dengan kata
lain menggunjing, mengumpat, atau mencela orang lain tidak di hadapan
yang bersangkutan. 30

‫اط ْحن‬ َ َّ َ َ َ
ّ ‫ات الشي‬
ٍ ‫…ومز‬.

“… dorongan-dorongan setan untuk melakukan kejahatan.” (Q.S. al-


Mu‟minu>n (23) : 97) 31

Sedangkan, secara bahasa kata Lumazah berasal dari kata ‫ لوس‬yang


berarti mencela. 32 Kata Lumazah berasal dari “‫”اللو س‬
ْ al-Lamzu, yang

digunakan untuk menggambarkan ejekan yang mengundang tawa atau bisa


juga diartikan mengejek dengan menggunakan isyarat mata atau tangan
yang disertai dengan kata-kata yang diucapkan baik secara bisik-bisik,
dihadapan maupun di belakang orang yang di ejek. 33
ِ َ
ْ‫َو َلا َح ْلم ِز ْو أ ْن ِف َسكم‬
ّ

“Dan janganlah kamu mengejek dirimu sendiri..” (Q.S. al-H}ujura>t (49)


: 11)34

Menurut Al-Sya‟ra>wi>, Humazah adalah orang yang mencela orang


lain, baik dari segi fisik atau status sosial serta mencela segala perbuatan
dari seseorang yang dilakukan secara terbuka di depan umum. Sedangkan
Lumazah adalah suatu perbuatan yang mengandung ejekan, bisa dengan
lisan atau isyarat mata dan gerakan-gerakan yang dilakukan secara

30
Quraish Shihab, al-Misbah, 602.
31
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan,
348.
32
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indoneia,
1562.
33
Ibnu Mandzu>r, Lisa>n al-„Arabi, juz 12, 326.
34
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 516.
73

tersembunyi dan berulang-berulang. Pada umumnya, sifat ini lebih berani


membuka aib seseorang karena dilakukan secara tersembunyi. 3536 Kedua
sifat tersebut adalah orang-orang yang suka menyebarkan fitnah, yang
membangkitkan perselisihan diantara orang-orang yang saling mengasihi,
dan yang mencari aib makhluk.37 Mengumpat dan mencela orang lain lain
adalah perbuatan yang diharamkan dan dilarang oleh agama. Menganggap
rendah derajat orang lain, merendahkan atau menyebut-nyebut kekurang
dengan cara yang dapat membuat bahan tertawaan. Dan merasa dirinya
lebih mulia, lebih tinggi kedudukannya, sehingga orang lain dianggapnya
rendah, hina serta tidak berderajat.
Humazah dan Lumazah memiliki persamaan makna yang sama
dengan ghi>bah dan Sukhriyyah. Dalam kitab Lisa>n al-„Arabi, ghi>bah

berasal dari kata ,ْ‫ْ ِإ ْغتِيَاباا‬,ِْ ‫ْ ِإ ْغتِيَا‬,ِْ ‫اإلغتيا‬, yang berarti menggunjing
atau menuturkan keburukan orang lain yang tidak disukai. Jika yang
digunjingnya itu memang benar adanya pada diri seseorang. Dan jika yang
digunjingnya itu tidak terdapat pada seseorang, maka itu disebut buhta>n
(kebohongan besar).38
Sedangkan kata Sukhriyyah berasal dari kata ْ ,‫ ْالسخريت‬,ْ ‫سخر‬
ْ‫ي‬
ّْ ‫ ال ّسخر‬, yaitu olok-olokan atau ejekan yang menimbulkan tertawaan
orang, atau bisa diartikan perkataan pedas yang menyakitkan hati. 39
Sukhriyyah bisa juga terjadi dengan menyebut kekurangan orang lain atau
meniru dengan perkataan, perbuatan, atau isyarat orang yang diolok-olok

35
Mutawalli Sya‟ra> wi>, al-Sya‟ra> wi>, jilid 15, 451.
36
Lihat penafsiran al-Sya‟rawi pada Q.S. al-Qalam ayat 11, Mutawalli Sya‟ra> wi>,
Tafsir al-Sya‟ra> wi>, 16210-16212
37
Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, terj. Dudi Rosyadi dan Faturrahman,
jilid 20 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), 718.
38
Ibnu Manzu>r, Lisa>n al-„Arab, juz 10, 152.
39
Ibnu Manzu>r, Lisa>n al-„Arabi, juz 15, 84.
74

apabila keliru perkataan atau perbuatannya bahkan rupanya yang buruk


agar menjadi bahan tertawaan. 40
Persamaan keempat sifat tersebut adalah sama-sama perbuatan yang
dilarang dalam agama dan hukum sosial dalam bermasyarakat. Karena
dengan mudah merendahkan orang lain. Jika sifat-sifat tersebut sudah
menjadi kebiasaan dalam masyarakat suatu kampung maka akan
menimbulkan perpecahan. Sedangkan perbedaan yang terdapat dalam
Humazah dan Lumazah adalah dilakukan secara berulang-ulang.
2. Relevansi Harta dengan Pengumpat dan Penimbun Harta
Harta merupakan ujian kemuliaan. Allah memberikan gambaran
kehidupan, dimana ditemukan banyak orang yang memiliki kelebihan
harta namun, tidak memposisikan diri pada tempatnya. Dia memperoleh
dan mengeluarkan harta bukan pada tempatnya. Dengan begitu sebagian
orang berkesimpulan bahwa harta pada dasarnya bukan merupakan
kemuliaan bagi yang memiliki dan bukan penghinaan bagi yang tidak
memiliki. Akan tetapi harta merupakan ujian dan cobaan. Barangsiapa
yang mensyukuri nikmat Allah lulus dalam ujian dan barang siapa yang
sabar atas kemiskinan maka dia lulus dalam ujian tersebut. 41
َ َّ َ َ ً َ َ َ َ َّ ُّ َ ِ ِّ ِ ِّ ٌ
ِ َ
)٢(‫)ٱل ّذى جمع مالا وعددهۥ‬١(‫َو ْيل ّلك ّل و َمز ٍة لمز ٍة‬
َ

“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela (1) yang


mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya (2)” 42

Pada Bab 2, penulis sudah menjelaskan pengertian harta. Salah


satunya berarti cenderung atau senang. Dinamai seperti itu karena

40
Abdullah Husaeri, “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Al-Qur‟an: Kajian
Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13”. (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegurusan,
UIN Jakarta, 2008), 27.
41
Mutawalli> Sya’ra>wi>, al-Sya‟ra> wi>, jilid 15, 293-294.
42
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 601.
75

sebagian manusia cenderung lebih mencintai harta benda. Pada umumnya


Al-Qur‟an menggunakan kata harta (al-Ma>l), dalam bentuk tunggal atau
jamak, jumlah derifasi dalam bentuk jamak lebih banyak ini memberi
kesan bahwa harta harus memiliki fungsi sosial dan tidak hanya dijadikan
semata-mata milik pribadi.
Kepemilikan manusia terhadap harta bukanlah kepemilikan dalam arti
hakiki, melainkan kepemilikan dalam bentuk semu (nisbi), dan
kepemilikan tersebut hanya terbatas semasa manusia hidup saja.
Sedangkan apabila manusia meninggal dunia, harta yang menjadi
miliknya kembali menjadi miliki Allah, sebagai pemilik yang hakiki
sesungguhnya. 43 Tidak seorangpun yang dapat hidup kekal di dunia ini.
Setiap orang dari kita pasti meyakini bahwa pada suatu saat nanti pasti
mati. Para penimbun harta mengira bahwa harta yang di timbunnya akan
membuanya kekal hidup di dunia. Dia dapat melakukan apa saja agar harta
tersebut abadi dan tidak berubah. Padahal harta itu bersifat berubah, tidak
kekal.44
Sifat gemar mengumpulkan harta yang mengira bahwa apa yang
mereka miliki akan membuatnya kekal yang mengira bahwa ada sebuah
kekuatan yang dapat membeli segala sesuatu. Sifat mengumpulkan harta
akan membentuk pribadi yang tidak peduli pada lingkungan sosial yang
mendekatkan pada pribadi yang bakhil. Jika harta merupakan segala
sesuatu yang mendatangkan kesenangan bagi pemiliknya, maka
kesenangan yang melahirkan sebuah kekuatan karena menduga bahwa
harta-harta tersebut membuatnya kekal, akan menimbulkan rasa sombong
sehingga dengan mudah merendahkan derajat orang disekitarnya. Harta

43
Abdul Karim, “Fungsi Harta Menurut Al-Qur‟an”, 65.
44
Mutawalli> Sya’ra>wi>, al-Sya‟ra> wi>, jilid 15, 454.
76

memiliki banyak definisi jika dikaitkan dengan sifat pengumpat dan


pencela yang suka menghina dan menimbun diantaranya,
1. Harta merupakan Kekayaan Materi
Pada umumnya kebanyakan orang menganggap bahwa harta
merupakan kekayaan material yang tampak dimiliki oleh pemilik
harta. Seperti, memiliki rumah yang mewah, mobil-mobil, hamparan
lahan yang luas, cara menggunakan pakaian serta bahan pakaian yang
dikenakan, dsb. Segala sesuatu yang berharga yang didalamnya
terdapat kesenangan bagi pemiliknya terutama dalam bidang
ekonominya sehingga menjadikan orang tersebut memiliki status
sosial yang tinggi di lingkungannya.
Ukuran nilai seseorang dalam pandangan Allah tidak ditentukan
oleh materi duniawi yang dimiliki seseorang. Kesemuanya itu
hanyalah nilai palsu yang menipu mata manusia. Namun Islam
menekankan bahwa kesemuanya itu tidak bisa dijadikan sebagai
tujuan hidup. Siapa yang ingin menikmatinya, maka ia boleh
menikmatinya. Namun demikian, hendaknya tidak membuat lalai dari
mengingat Allah dan selalu bersyukur kepada Allah atas semua
nikmat yang telah diterimanya. 45 Sebaliknya, kekayaan materi yang
diiringi dengan kebiasaan mengumpat dan mencela hanya akan
menumbuhkan pribadi sombong yang suka merendahkan orang-orang
sekelilingnya terutama yang dianggap lebih rendah dalam hal materi.
Mereka akan menganggap segala yang didapatnya merupakan hasil
jerih payahnya tanpa bantuan tangan manusia lain.
2. Harta merupakan Kedudukan atau Jabatan,

45
Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan al-Qur‟an (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006), 73.
77

Menjadi orang terhormat, orang yang disegani, atau orang yang


terkenal barangkali menjadi cita cita atau impian sebagian orang. Hal
tersebut berhubungan dengan sebuah jabatan atau kedudukan. Ada
berbagai niat seseorang ingin memiliki jabatan, ada yang berniat baik
misalnya ingin membantu, bermanfaat untuk orang banyak,
melindungi yang lemah. Tetapi tidak sedikit pula yang menginginkan
jabatan karena niat yang buruk atau niat duniawi semata, misalnya
ingin memiliki kekayaan sebanyak-banyaknya dan menganggap
segalanya bisa dibeli dengan uang, untuk kebanggaan diri atau
bersikap sombong.46
Banyak diantara manusia beranggapan bahwa dengan harta dapat
memberikan martabat yang terhormat kepada orang yang
memilikinya. Pada dasarnya kedudukan atau jabatan merupakan
sebuah amanah. Jabatan atau kedudukan yang terdapat didunia ini
ada periode waktu yang membatasi seperti, preside menjabat selama 5
tahun dan dapat dipilih 2 periode. Jabatan yang digunakan secara
sewengan-wenang, melampaui batas, dan tidak berjalan pada
tempatnya hanya akan merugikan diri sendiri dan lingkungan
sekitarnya.
Kedudukan atau jabatan bermakna harta karena didalamnya
terdapat kesenangan, sehingga bagi yang mendapatkan posisi tesebut
merasa bangga. Dengannya membawa arti penting dimana seorang
akan memiliki pengaruh dan akan mempengaruhi status sosial
seseorang ditengah masyarakat dengan beberapa hak istimewa yang
dimilikinya. Tak jarang juga jabatan menjadi bahan kesombongan jika
bersamaan dengan kebiasaan suka mengumpat dan mencela antar
46
Tim Redaksi Dalamislam, “Hukum Membeli Jabatan Dalam Islam”, Diakses,
29 Januari, 2021, https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-membeli-jabatan-dalam-
islam.
78

sesama sehingga mudah merendahkan orang lain yang hanya


memandang status dalam pergaulan, dan bahkan apa yang dimilikinya
akan mendukung segala ambisi pribadi.
3. Harta Merupakan Kesukesesan
Kesuksesan merupakan harapan semua orang di dunia ini, baik
kesuksesan di dunia atau di akhirat, karena setiap manusia selalu
memiliki impian dan tujuan dalam hidupnya. Kesuksesan adalah buah
dari usaha yang maksimal dengan kegigihan, ulet, dan pantang
menyerah. Berkaitan dengan kehidupan duniawi, kesuksesan juga
merupakan harta karena didalam kesuksesan adalah suatu yang
berharga dan kebanggaan bagi yang mengalaminya.
َّ ْ ِ ِ ْ َ ِّ ْ َ ْ ْ ََِْ َ َ ْ َ ِ َ َّ َ ِ َ َ
ّ ‫ـ ّإذا ك ّضي ّج الصلاة ـانت ّش ِه ْوا ّفى الأر ّض وةخؾيا ّمن ـض ّل‬
‫اّٰلل واذكروا اّٰلل‬ ْ
َ ْ ِ ْ ِ ْ ِ َّ َ َ ً ْ َ
‫ك ّرحدا لػلكم حف ّلحين‬
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak supaya kamu beruntung”. Q.S. al-Jumu‟ah (62): 10 47

Keseimbangan antara tuntutan hidup di bumi berupa pekerjaan,


perjuangan, aktivitas, dan usaha. Dzikrullah harus dilakukan di
tengah-tengaj mencari penghidupan. 48 Namum kesuksesan yang
dibanggakan secara berlebihan akan mengantarkan kepada sifat
angkuh dan menilai manusia hanya dari status sosial. Buah
keberhasilannya hanya dijadikan sebagai ajang ria/ pamer dan
memandang rendah orang lain sehingga kesuksesan yang dimilikinya
adalah hasil usahanya sendiri tanpa bantuan orang disekitarnya.
4. Harta Merupakan Kepintaran

47
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 554.
48
Sayyid Qut}b, Fi> Zila>l al-Qur‟a>n, juz 6 (Jakarta: Gema Insani Press, 2003),
3570
79

Memiliki serta menguasai ilmu pengetahuan merupakan sebuah


anugerah dari sang Khalik. Tidak semua orang memiliki ilmu
pengetahuan, oleh karena itu untuk memperolehnya membutuhkan
proses serta perjuangan dalam menuntut ilmu. Anugerah kepintaran
yang dimiliki oleh seorang yang menuntut ilmu merupakan sebuah
keberkahan, karena merupakan senuah jihad dan orang yang berilmu
akan Allah angkat derajatnya49. Jika ilmu tersebut diamalkan dengan
baik, maka ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh orang yang berilmu
akan menjadi sebuah aset berharga bagi dirinya. Oleh karena itu, ilmu
pengetahuan merupakan harta karena sebagai aset berharga yang
memiliki suatu nilai dan berharap dapat memberikan manfaat.
Ilmu sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang menghargai
ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut terkadang
menyebabkan terjadinya akibat yang negatif seperti, bukan mutu ilmu
yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaannya. 50 Hal ini
merupakan salah satu perbuatan mengamalkan ilmu yang tidak baik.
Jika kepintaran yang menjadi ukuran adalah gelar kesarjaannya atau
dengan tujuan mencari kehormatan, maka akan tertanam rasa
sombong dalam jiwanya. Terlebih jika bersamaan dengan kebiasaan
mengumpat dan mencela orang lain yang merendahkan orang
disekitarnya terutama dari segi pendidikan.
Jadi, surat al-Humazah mendefinisikan makna harta dengan beberapa
arti, Pertama, harta adalah segala bentuk kekayaan materi yang dimiliki
seseorang yang dapat membawa unsur kesenangan. Kedua, kedudukan
atau jabatan yang merupakan perantara untuk memperoleh hidup

49
Lihat Q.S. al-Muja>dilah (58): 11
50
Tien Pratiwi, “Konsep Kehormatan Manusia Dalam Al-Qur‟an Dan
Relevansinya Dengan Kehidupan Masyarakat Modern”, (Skripsi S1, Fakultas
Ushuluddin Adab dan Dakwah, IAIN Ponorogo, 2018), 21.
80

terhormat kemudian meraka bisa menggiring masa untuk memenuhi


ambisinya sehingga hanya untuk meninggikan kedudukan mereka di mata
orang sekitar. Ketiga, kesukesesan yang diraih oleh seorang yang
beranggapan bahwa segala kesuksesan yang diperolehnya adalah hasil
usaha sendiri tanpa melibatkan orang lain. Keempat. kepintaran yang
dimiliki terkadang membuat dirinya mudah merendahkan orang lain.
Para pengumpat yang gemar mengumpulkan harta, banyak
menggunakan logika pemikiran mereka untuk menilai banyak hal menurut
cara pandang mereka. Orang yang kikir akan menilai harta yang sedikit
sebagai banyak akibat kekikirannya. Tetapi harta yang banyak itu pada
hakikatnya sedikit jika dilihat dari sudut pandang Allah.ْ Dalam tafsir al-
Misbah, Humazah dan Lumazah memahaminya dalam arti suatu group
atau kelompok yang berada disekeliling yang bersangkutan yang
mengumpul harta dan menghimpun orang-orang sekelilingnya untuk
mendukung kebijaksanaan dan ambisinya. Disamping itu pula
mempersiapkan harta tersebut untuk anak dan keturunannya. 51
Kekayaan materi, kedudukan atau jabatan, kesuksesan, kepintaran
yang di anugerahkan Allah kepada seseorang tertentu, jika diiringi dengan
sifat pengumpat karena kelebihan yang dimilikinya sehingga
menimbulkan sifat sombong hanya membuat hidupnya sia-sia dan tidak
berarti. Kenikmatan atas suatu kelebihannya tersebut tidak dimanfaatkan
sebaik-baiknya. Peribahasa mengatakan siapa yang menanam, maka dia
yang memetik. Harta tersebut jika dimanfaatkan untuk kemaslahatan
manusia disekitarnya, maka akan membuahkan ketentraman dan investasi
kebaikan bagi dirinya. Harta itulah yang membawa keberkahan dan
kesejahteraan bagi pemiliknya, baik sejahtera lahir maupun batin.
C. Dampak Kepemilikan Harta dalam Qs. al-Humazah

51
Quraish Shihab, al-Misbah, jilid 15, 606.
81

Banyak orang yang mengukur nilai dan martabat seseorang dengan


jumlah kekayaan yang dimiliki. Apabila sesorang tersebut kaya maka
dianggap mulia, sebaliknya dianggap rendah dan hina. Pada hakekatnya
cara yang digunakan dalam memperoleh harta akan berpengaruh terhadap
fungsi harta. Orang yang memperoleh harta dengan mencuri,
memfungsikannya kebanyakan untuk kesenangan semata, seperti mabuk,
bermain wanita, judi dan lain-lain. Sejatinya, Islam mengajarkan sebuah
persaudaraan meliputi seluruh golongan masyarakat, maka tidak ada
segolongan manusia lebih tinggi dariْpada segolongan yang lainnya. Tidak
boleh harta, kedudukan, nasab atau status sosial atau apapun menjadi
penyebab sombongnya sebagian manusia atas sebagian yang lain.
Harta bukanlah suatu yang abadi, tidak juga kekal. Namun, mereka
mengira bahwa harta yang dikumpulkan akan bersifat kekal dan akan
mengekalkan hidupnya. Sifat gemar mengumpulkan harta membuat hati
manusia jauh dari sifat empati melihat manusia yang susah dan menderita
dan membuatnya bakhil. Dengan kekuatan harta, mereka dapat membeli
dan melakukan segalanya agar harta tersebut tidak berubah. Padahal harta
52
itu dapat datang dan pergi. Salah satu contoh bahwa harta itu tidak
bersifat abadi, dalam kehidupan manusia akan dihadapkan pada dua
kenyataan yang tidak dapat dipungkiri yaitu hartanya kekal, tetapi ia tidak,
atau mereka kekal sedang hartanya tidak. Hartanya meninggalkan dia,
karena dicuri atau dirampok. Jadi dua keadaan ini ada dalam kehidupan
manusia sehingga membuatnya tidak dapat menjamin kebahagiaan abadi
lewat pintu harta. 53 Salah satu sifat dari pengumpat dan pengejek itu, yaitu
menghimpun harta yang banyak dan sering sekali menghitung-hitungnya.

52
Mutawalli> Sya’ra>wi>, al-Sya‟ra> wi>, jilid 15, 454.
53
Mutawalli> Sya‟rawi>, al-Sya‟ra> wi>, jilid 15, 455.
82

Hal itu dilakukan karena mengira bahwa hartanya akan melanggengkan


hidup dan kebahagiaanya.
Semua kekayaan di bumi ini adalah kepunyaan Allah dan bukan milik
seseorang. Walaupun seseorang memiliki banyak harta, namun pada
hakikatnya adalah milik Allah. Harta merupakan perantara untuk
memakmurkan bumi. Maka kita harus membuka pintu-pintu rezeki bagi
sesama manusia. Hal ini memberikan dorongan jiwa agar manusia mau
bekerja, berusaha, dan membangun. 54 Al-Qur‟an telah memberikan
batasan-batasan dalam menyikapi harta. Kecintaan yang berlebihan
terhadap harta membuat seseorang menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan kesenangan dalam hidupnya seperti, menipu, mencuri,
korupsi).
Dilihat dari struktur bahasa, ayat 1 dan 2 pada surat ini merupakan
suatu kesatuan memberikan isyarat ilmiah tentang proses jiwa yang rusak
secara psikologis. 55 Karena lafaznya umum, maka ayat diatas berlaku
secara umum dan universal. Maka larangan supaya jangan menghina atau
merendahkan orang lain bukan saja berlaku bagi kaum lelaki, tetapi juga
berlaku bagi kaum wanita. Terlebih kaum wanita cenderung lebih
emosional dan sensitif, dan paling sering memberi penilaian atau sangka
kepada sesama perempuan baik mengenai bentuk, pakaian maupun
tentang gaya.56 Apabila kamu melihat kisah yang memiliki sebab turun,
maka janganlah kamu menganggap bahwa sebablah yang membuat ayat
itu turun. Akan tetapi sebab adalah sarana untuk mempertajam prinsip. 57
Dalam urusan harta, ada kecenderungan manusia untuk menimbun
sebanyak-banyaknya harta itu dengan tujuan status sosial. Hal ini biasanya
54
Mutawali Sya‟rawi, Halal dan Haram, terj. Amir Hamzah (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 1994), 74.
55
Tim Tafsir Ilmiah Salman ITB, Tafsir Salman, 510-511.
56
Imam Al-Ghazali, Bahaya Lidah, 170.
57
Mutawalli> Sya’ra>wi>, al-Sya‟ra> wi>, jilid 15, 454.
83

disebabkan oleh pertama, sifat tamak atau serakah, ingin memperoleh


sesuatu yang sebanyak-banyaknya untuk diri sendiri. Tapi tidak hanya itu,
orang yang serakah ingin mendapatkan sesuatu yang lebih banyak
daripada yang dimiliki oleh orang lain. Ketamakan manusia terhadap harta
ini digambarkan dalam Al-Qur‟an seperti “kera” yang selalu rakus
terhadap makanan, 58 dan lebih buruk lagi digambarkan seperti “anjing”
yang selalu menjulurkan lidahnya, baik dalam keadaan lapar maupun
kenyang59. Sebagian mufasir menjelaskan watak anjing yang paling tidak
terpuji adalah jika dia sedang terjepit ia teriak-teriak minta tolong, tetapi
ketika ia ditolong dilepaskan justru menggigit orang yang menolongnya.
Demikian perumpamaan manusai yang tamak terhadap harta. 60 Sifat
tamak akan membawa seseorang kepada kedengkian. Jika keduanya sudah
menyatu, maka rusaklah kehidupan. 61
َِّ ِ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ َ
َ َ ِ َ ِ َ ْ َِّ َ َ َ ْ ً َ َ َ ْ َِّ ْ َ
‫ ولن يملأ ـاه ّإلا‬، ‫ان‬
ّ ‫لي أن ّلاة ّن آدم و ّاديا ّمن ذو ٍب أحب أن يكين له و ّادي‬

َ ‫اّٰلل َع َلى َم ْن َح‬


‫اب‬
َُّ ِ ِ َ َ ِِّ
ِ ‫الت َد‬
‫ ويخيب‬، ‫اب‬

“Dari Ibnu Syihab, dari Anas bin Malik, dari Rasulullah saw
bersabda, “Seandainya anak Adam memiliki satu bukit dari emas,
tentu di lebih senang lagi jika memiliki bukit (emas) yang lain. Dan
tidak akan memenuhi mulutnya selain tanah. Dan Allah menerima
taubat orang yang bertaubat”. (HR Muslim)

Sifat tamak (serakah) akan menimbulkan datangnya sifat kikir


(bakhil). Kedua, sifat kikir merupakan hasil rekayasa setan yang menakut-

58
Lihat Q.S. al-Baqarah (2): 65.
59
Lihat Q.S. al-A‟ra> f (7): 176.
60
Anwar Sutoyo, Manusia Dalam Perspektif Al-Qur‟an (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015), 155.
61
Achmad Chodjim, Al-Falaq:Sembuh Dari Penyakit Batin Dengan Surah
Subuh (Jakarta, PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002), 143.
84

nakuti manusia akan menjadi miskin jika suka memberi 62. Bagi mereka
yang bersifat kikir, kemungkinan tidak akan luput dari 7 hal, yaitu: 63
1. Jika meninggal dunia, hartanya akan dihabiskan oleh ahli warisnya
untuk kemaksiaatan
2. Hartanya akan dirampas oleh pengusaha setelah ia dihinakan
(dipenjara),
3. Akan tumbuh nafsu syahwat yang menyebabkan hartanya habis
sia-sia,
4. Tumbuh keinginan untuk membangun usaha, namun Allah
menghendaki untuk bangkrut usahanya,
5. Akan ditimpa bencana berupa kebanjiran, kebakaran, dan
perampokan sehingga hartanya habis,
6. Akan ditimpa penyakit kronis, sehingga hartanya habis untuk
mengobatinya,
7. Harta itu disimpan di suatu tempat (Bank dan sejenisnya), tetapi
ketika hendak dibutuhkan tiba-tiba datang musibah (bank tersebut
kabur, atau perampokan).
Sifat Bakhil (pelit) juga merupakan bagian dari sifat serakah. Mereka
beranggapan semua yang diperoleh adalah hasil usaha dan kerja keras
sendiri. Padahal dari semua yang diperoleh terdapat bagian dari orang
yang membutuhkan. Sifat ini juga akan menghalangi terciptanya
persaudaraan dan rasa saling tolong menolong.
Bakhil atau pelit berasal dari kata bakhila-yabkhalu-bakhlan atau
bakhula-yabkhulu-bukhlan artinya kikir. Sedangkan menurut istilah bakhil
adalah suatu sikap mental yang tidak mau mengeluarkan harta atau yang
lainnya kepada orang lain yang memerlukan, sementara dirinya

62
Lihat Q.S. al-Baqarah (2): 268.
63
Anwar Sutoyo, Manusia Dalam Perspektif Al-Qur‟an, 159.
85

berkecukupan. Orang yang bersifat bakhil berarti egois, yang hanya


memperhatikan dan memperdulikan dirinya sendiri. Orang seperti ini tidak
merasa dirinya akan binasa dan tidak memiliki rasa kasih sayang serta
martabat kemanusiaan. 64
ْ َ ْ ِْ ِّ ِ َ ِْ َّ َ َْ َ َ ْ َ ََّ َ
‫()و َم ِايؾ ّني‬ ‫بخل َو ْاسخؾنى () َوكذ َب ّةاالح ْسنى () ـ َسن َي ّس ِه ِه ّللػس َهى‬ّ ‫واما من‬

َّ َ َ ِ ِ ِ ْ َ
)( ‫غنه َما له ّإذاح َرد‬

“Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta
mendustakan yang terbaik, maka kelak Kami akan memudahkan
baginya kesukaran dan tidak berguna baginya hartanya apabila ia
telah binasa”. (Q.S. al-Lail (92) : 8-11)65

Pada intinya sifat kikir dan serakah disertai kecenderungan untuk


menimbun harta sebanyak-banyaknya dapat melecehkan nilai-nilai
kehidupan dalam bermasyarakat. Sifat tersebut akan berdampak negatif
bagi diri sendiri dan orang lain. Oleh karena itu Al-Qur‟an menganjurkan
pentingnya berbagi dengan bersedekah.
ٌ ْ َ َ ْ َ ْ ِّ ِ ِ َّ َ
‫و ّإنه ّلح ّب الخح ّد لش ّديد‬

“Dan ia sangat mencintai kebaikan” (Q.S. al-„Adiyat (100) : 8) 66


Disini, harta disifatkan sebagai kebaikan. Ini menunjukan bahwa cinta
harta terkadang menjadi utama jika dikumpulkan dengan jalan yang halal,
menunaikan hak Allah Swt yang ada didalamnya, menafkahkannya di

64
Rosihan Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2008),
212.
65
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 595.
66
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 599.
86

jalan kebaikan dan ketaatan, dan menjaga diri dari merendahkan orang
lain, serta berlomba beramal soleh. 67
Quraish Shihab menjelaskan sikap seorang terhadap harta dilihat dari
tingkat kedermawanan dan tingkat keengganan memberi, yang dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu memberi tanpa diminta, memberi setelah
diminta, memberi setelah diajukan kepadanya permintaan yang
mengundang rasa iba. 68
Dalam Qs. al-Humazah dampak apabila harta yang amanahkan hanya
untuk meremehkan orang lain dan tidak dimanfaatkan dengan baik
balasannya adalah akan dimasukan ke neraka h}utamah. Api yang menyala-
nyala yan dapat membakar hingga ke hati manusia. Karena hati
merupakan awal dimana seorang bersikap dan mempengaruhi baik
buruknya sikap tesebut. Jika pada saat memiliki harta digunakan untuk
menyakiti hati, menghina, merendahkan orang lain, melemahkan semangat
maka balasan siksaan neraka h}utamah yang membakar hingga ke dalam
hati adalah balasan yang setimpal. Balasan ini merupakan lukisan bagi
pelaku pengumpat dan para penimbun harta yang mengabaikan hartanya
untuk nilai-nilai sosial di masyarakat.
Taubat adalah jalan terakhir bagi mereka yang telah melakukan
kesalahan-kesalahan (mengumpat dan mencela), dengan bertaubat berarti
sebuah penyesalan dengan tekad yang sunguh-sungguh untuk tidak
mengulangi perbuatan di masa mendatang sehinga tidak ada lagi orang
yang tersakiti dan sebaliknya jika mereka tidak mau bertaubat maka
mereka pada dasarnya telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh
agama dan pada akhirnya akan mengantarkannya menuju neraka. Dalam

67
Anas Ahmad Karzon, Tazkiyatun Nafs (Gelombang Energi Penyucian Jiwa
Menurut Al-Qur‟an dan as-Sunnah di Atas Manhaj Salafus Sha>lih) , terj. Emiel Threeska,
cet. IV (Jakarta: Akbar Media, 2016), 249
68
Anwar Sutoyo, Manusia Dalam Perspektif Al-Qur‟an, 158.
87

Al-Qur‟an memberikan beberapa alternatif cara mencegah perbuatan


penyalahgunaan harta dalam Qs. al-Humazah yaitu:
1. Muhasabah diri
Intropeksi diri adalah memperhatikan dan merenungkan hal-hal
baik dan buruk yang telah dilakukan. Termasuk memperhatikan niat
dan tujuan suatu perbuatan yang telah dilakukan, serta menghitung
untung dan rugi suatu perbuatan. Jadi sebenarnya muhasabah
mencakup hal-hal yang telah dilalui, yang sedang dijalani, dan yang
akan datang. Walaupun nampaknya hanya mencakup masa lalu dan
kini saja.69
َّ َّ َ َّ ِ َّ َ
َ‫اّٰلل‬ َ ْ َ َّ َ َّ ٌ ْ َ ْ ِ ْ َ ْ َ َّ ِ َّ ْ ِ َ َ َ ْ ِّ َ ُّ َ َ
‫يأيىاال ّذين ءامنيااحلياّٰلل ولتنظرنفس ماكدمج ّلؾ ّد () واحلياّٰلل ّإن‬

َ ِ َْ َ َ
‫خ ّت ْح ٌد ّةماحػ َمل ْين‬

“Hai orang-orangyang beriman, bertaqwalahkepada Allah dan


hendaklah setaip diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, Sungguh,
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. al-H{asyr
(59) : 18)70

Untuk membantu agar terus muhasabah diri, kita harus menyadari


bahwa gerak-gerik kita selalu dalam pengawasan Allah, termasuk
segala perbuatan yang tersembunyi.
2. Menjunjung Kehormatan dan Persamaan Derajat antar Sesama
Dalam Al-Qur‟an surat al-Hujura>t ayat 13 menjelaskan bahwa
manusia diciptakan dengan bermacam bangsa dan suku agar saling
ta‟aruf. Menjalin hubungan muamalah yang baik dan selalu membawa

69
Anas Ahmad Karzon, Tazkiyatun Nafs, 154.
70
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 548.
88

nilai-nilai positif kepada lingkungan sekitar, maka tidak sepantasnya


manusia berperilaku sombong. Karena yang membedakan kedudukan
mereka di mata Allah hanyalah nilai ketakwaan.
Belajar menghormati sesama manusia harus dimulai sejak anak-
anak di lingkungan rumah (keluarga). Sebab pendidikan keluarga
merupakan pendidikan pertama kali yang dirasakan dan menyentuh
jiwa anak. Sebagai contoh seorang anak yang sehari-harinya biasa
melihat ibu berdusta maka sulit bagi anak menjadi orang yang jujur.
Demikian pula seorang anak yang sehari-harinya biasa melihat orang
tuanya mengolok-olok, mencela, menggunjing, dan memanggil ibunya
dengan kecacatan yang ada pada ibu tersebut maka sulit bagi anak
menjadi orang yang menghormati orang lain. 71
3. Husnudzan
Dengan berparasangka baik seseorang akan hidup dengan tenang
dan tentram di tengah masyarakat, seorang prasangka tidaklah
dinyatakan bersalah sebelum terbukti kesalahannya dan tidak dapat
dituntut sebelum terbukti kebenaran dugaan yang dihadapkan
kepadanya. Dengan ber-husnudzan akan membentengi suatu
masyarakan dari prasangka yang mengarah pada perbuatan yang sia-
sia.
Rasulullah SAW bersabda:
َ َ َ َ ِ ْ َ
ْ َ َ ْ َ ْ َ َ ِّ ْ َ َ ْ َ ِ ْ َ ْ َ َ َ َّ َ
َ ‫ ك‬: ‫كال‬,‫يح َي‬
‫ غن أ ّبى‬,‫ غن الأغر ّج‬,‫الزن ّاد‬ ّ ‫ي‬ ‫ب‬ّ ‫أ‬ ‫ن‬ ‫غ‬ ,‫ك‬ّ ‫ل‬
ّ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ت‬ ‫أ‬‫ر‬ ‫حدثنا يحي ةن‬

ْ َْ ِ َ ْ َ َّ َّ َّ َ َّ َّ َ ْ ِ َّ َ َ َّ ِ ْ ِ َ َّ َ َ ْ ِ
,‫د‬ّ ‫ ـ ّإن الظن أكذب الح ّدي‬,‫ ّإياكم والظن‬:‫اّٰلل كال‬ ّ ‫ر َرة أن رسيل‬ ‫و َي‬

71
Abdullah Husaeri, “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Al-Qur‟an : Kajian
Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13”. (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
UIN Jakarta, 2008), 63-64.
89

ِ َ َ َ َ َ ْ ِ َ َ َ َ َ ْ ِ َ َ َ َ َ ْ ِ َّ َ َ َ َ ْ ِ َّ َ َ َ َ
ْ‫ض ْيا َو َل َاح َد َاة ِروا‬ ‫ولاتحسسيا ولاتجسسيا ولاتناـسيا ولاتحاسدوا ولاتباؽ‬
ً َ ْ َّ َ َ ْ ِ ْ ِ َ
‫اّٰلل ّإخيانا‬
ّ ‫وكينيا ّغتاد‬

Rasulullah bersabda: Hindarilah zann (berprasangka)


sesungguhnya z{ann (berprasangka) adalah perkataan yang paling
dusta, dan janganlah saling menilai kesalahan orang lain, janganlah
saling mematai, janganlah saling menghasud, janganlah saling
membenci, dan saling bermusuhan, jadilah kamu hamba Allah
yang bersaudara”. (HR. Muslim) 72
4. Menjaga Perkataan
Sebuah peribahasa mengatakan bahwa “lidah tak bertulang”. Hal
inilah yang menyebabkan banyak orang terpeleset dengan lisannya.
Terkadang banyak perpepecahan individu atau kelompok disebabkan
karena salah perkataan. Bahkan perkataan yan keluar dari lisan
menggambarkan perbuatannya. Oleh karena itu Islam mengajarkan
kepada kita agar membiasakan diri berkata dengan kalimat thayibah
yang terbagi menjadi tiga yaitu:
a. Qaulan Karima73
Qaulan Karima menyiratkan suatu prinsip utama dalam etika
komunikasi Islam, yaitu penghormatan. Komunikasi dalam Islam
harus memperlakukan orang lain dengan penuh rasa hormat. Karena
orang lain dinilai dari harga diri dan integritasnya sebagi manusai.
Dakwah secara qaulan karima dapat diterapkan ketika menghadapi
sasaran yang tergolong lanjut usia dan perkataan yang digunakan

72
Imam Muslim, Shahih Muslim, vol. 16 (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah), 118-
119.
73
Dalam Al-Qur‟an Qaulan Karima terdapat dalam Q.S. al-Isra‟ (17) : 23.
90

adalah perkataan yang mulia, santun, penuh penghormatan, dan


penghargaan, serta tidak bersifat menggurui. 74
b. Qaulan Sadida
Berkata benar serta jujur tanpa berbelit-belit merupakan pengertian
dari qaulan sadida yang mengandung kebenaran dan kejujuran. Orang
yang selalu berkata benar, maka perasaannya akan sealu tenang, jauh
dari resah dan gelisah sebab ia tidak pernah menzholimi orang lain
dengan kedustaan. 75
c. Qaulan Ma‟rufan76
Kata qaulan ma‟rufa mengandung pengertian perkataan yang baik
dan pantas. Sasaran dalam konteks komunikasi ini adalah para da‟i
yang sepatutnya menyampaikan dengan cara santun, beradab, dan
menjunjung tinggi martabat manusia. Etika dalam komunikasi ini lebih
menekankan pada budi pekerti yang baik. 77
d. Qaulan Baligha78
Kata baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Jadi,
qaulan baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif dan tepat
sasaran.79
e. Qaulan Layyina80
Qaulan Layyina adalah etika komunikasi yang diimbangi dengan
sikap dan perilaku yang baik dan lemah lembut, tanpa emosi dan caci
maki. Contohnya, dalam keluarga, orang tua sebaiknya berkomunikasi

74
Anita Ariani, “Etika Komunikasi Dakwah Menurut Al-Qur‟an”. Alhadharah,
vol.11, no.21 (Januari-Juni 2012): 10.
75
Anita Ariani, “Etika Komunikasi Dakwah”, 11.
76
Dalam Al-Qur‟an Qaulan Ma‟rufa terdapat dalam Q.S. al-Baqarah (2): 235
dan 263; Q.S. an-Nisa>‟ (4): 5 dan 8; Q.S. al-Ahza>b (33): 32.
77
Anita Ariani, “Etika Komunikasi Dakwah, 12.
78
Dalam Al-Qur‟an Qaulan Baligha terdapat dalam Q.S. al-Nisa>‟ (4): 63.
79
Nazarullah, “Teori-Teori Komunikasi Massa Dalam Persepektif Islam”.
Jurnal Peurawi, vol.1, no.1 (2008): 4.
80
Dalam Al-Qur‟an Qaulan Layyina terdapat dalam Q.S. T{a>h a> (20): 44.
91

pada anak dengan cara lemah lembut, jauh dari kekerasan dan
permusuhan.81
f. Qaulan Maisu>ra82
Dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan, dianjurkan untuk
menggunakan bahasa yang mudah, ringkas, dan tepat sehingga mudah
dicerna dan dimengerti. Bila qaulan ma‟ru>fa berisi petunjuk lewat
perkataan yang baik, qaulan maisu>ra berisi hal-hal yang
menggembirakan lewat pekataan yang mudah atau pantas. 83
Demikian beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah
perilaku penimbun harta yang gemar mengumpat dan mencela aib orang
lain. Semoga penulis dan pembaca dapat mempraktekan beberapa cara ini
dengan baik dan benar sehingga dapat menimalisir kejelekan-kejelakan
sifat yang terdapat dalam Qs. al-Humazah.

81
Anita Ariani, “Etika Komunikasi Dakwah, 14-15.
82
Dalam Al-Qur‟an Qaulan Maisu>ra terdapat dalam Q.S. al-Isra‟ (17):28.
83
Anita Ariani, “Etika Komunikasi Dakwah”, 15.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan dari pertanyaan permasalahan yang tertulis dalam
rumusan masalah, dapat disimpulkan bahwa secara umum harta adalah
segala sesuatu yang mempunyai nilai dan dapat diambil manfaatnya
menurut syara‟ yang didalamnya membawa unsur kesenangan bagi
pemiliknya. Dalam Islam, harta befungsi untuk pengembangan,
pemakmuran, dan membuka pintu-pintu rezeki bagi manusia agar mereka
dapat bekerja dan berusaha dengan cara yang halal sehingga dapat
dimanfaatkan bersama. Menurut penafsiran al-Sya‟ra>wi> dalam surat al-
Humazah, harta tidak hanya bermakna kekakayaan berupa materi, namun
juga bisa berarti segala sesuatu yang membuat hati merasa lebih tinggi
dibanding orang lain seperti, kepintaran, kecantikan, kesuksesan, dan
kekemapanan yang membuat seseorang merasa diri lebih tinggi dibanding
orang sekitarnya.
Surat ini berisi pelajaran tentang jiwa yang kerdil, yang menilai
kesuksesan hanya pada keberhasilan mengumpulkan materi. Mereka
melihat bahwa keberhasilan moral, etika, dan bakat seorang tidak ada arti
dalam hidup ini. Sehingga dengan mudah mengumpat, mencela, atau
merendahkan orang lain.
Menurut al-Sya‟ra>wi> sebuah kisah yang memilki sebab turun, maka
jangan selau beranggapan bahwa sebablah yang membuat ayat itu turun.
Akan tetapi sebab adalah sarana untuk mempertajam prinsip. Sifat tersebut
(Humazah dan Lumazah) berlaku untuk umum bukan sekedar individu.
Karena lafaznya umum, maka ayat diatas berlaku secara umum dan
universal. Maka larangan supaya jangan menghina atau merendahkan

92
93

orang lain bukan saja berlaku bagi kaum lelaki, tetapi juga berlaku bagi
kaum wanita. Terlebih kaum wanita cenderung lebih emosional dan
sensitif, dan paling sering memberi penilaian atau sangka kepada sesama
perempuan., baik mengenai bentuk, pakaian maupun tentang gaya.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, penulis
mengharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bacaan dan
moral untuk masyarakat umum yang dapat membuat umat Islam sadar
bahwa kekayaan harta, kesuksesan, kepintaran, dan kemapanan seseorang
jangan membuatnya tinggi hati yang mudah meremehkan orang lain.
Penelitian tentang harta dalam Qs. al-Humazah ini masih banyak
kekurangan namun penulis mengharapkan perkembangan penelitian
tentang harta dalam suatu ayat dengan menggunakan cara baca mufasir
lain. Penulis juga menyadari banyak kekurangan dalam penulisan ini,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik, atau saran atas penulisan ini
maka penulis akan menerimanya dengan senang sehingga dapat
perkembangan ilmu kedepannya.
94

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ainain, Said Abu. Al-Sya’ra>wi> al-ladzi> la na‟rifuhu. Kairo: Akhba>r al-


Yaum, 1995.

Ali, Abdullah Yusuf. Tafsir Yusuf Ali, terj. Ali Audah. Bogor: Pustaka
Litera Antar Nusa, 2009.

Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. Kamus Kontemporer Arab-


Indoneia, cet. I. Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Ponpes Krapyak,
1996.

Anwar, Rosihan. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2008.

Ariani, Anita. “Etika Komunikasi Dakwah Menurut Al-Qur‟an”.


Alhadharah. vol. 11, no. 21 (Januari-Juni 2012).

Andiko, Toha. “Konsep Harta Dan Pengolahannya Dalam Al-Quran”.


Jurnal AL-INTAI. vol. 2, no.1 (Maret 2016).

Atropal. “Kontruksi Social Critism dalam al-Qur‟an: Studi Terhadap


Kesenjangan Sosial yang Digambarkan al-Qur‟an dalam Penafsiran
Juz „Amma”. Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam,
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2015.

Azmi, Muhammad. “Parenting Dalam Al-Qur‟an: Studi Terhadap Tafsir


Khawa>tir Asy-Sya‟ra>wi> H}aula Al-Qur‟an Al-Kari>m Karya Syekh
Mutawalli Asy-Sya‟ra>wi>”. Tesis S2, UIN Sunan Ampel Surabaya.
2017.

Bably, Muhammad Mahmud. Kedudukan Harta Dalam Pandangan


Islam. terj. Abdul Fatah Idris. Jakarta: Mulia, 1989.

Ba>qi>, Muhammad Fua>d Abdul. al-Mu‟jam Mufahrash Li al-fa>z{i al-Qur‟a>n


al-Kari>m . Beirut: Da>r al-Fikr, 1987.

Batubara, Sarmiana. “Harta Dalam Perspektif Al-Qur‟an: Studi Tafsir


Ayat-Ayat Ekonomi”. Jurnal Imarah. vol. 2, no. 2 (Desember
2018).
95

Boko, Cholid Nur dan Abu Ahmadi. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara Pustaka, 2005.

al-Bukha>r i, Abu „Abdullah Muhammad bin Isma>‟il bin al-Mughi>rah.


Shahih Bukha>ri, juz 20. Beiru>t: Dar al-Fikr, 2006.

_______. Shahih Bukhari. Mesir: Da>r Ibnu Hisyam, 2002.


Chodjim, Achmad. Al-Falaq: Sembuh Dari Penyakit Batin Dengan Surah
Subuh. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002.

Dahlan, Muhammad Syawir. “Etika Komunikasi dalam al Qur'an dan


Hadits”. Jurnal Dakwah Tabligh. vol. 15, no. 1 (Juni 2014).

Al-Dzahabi>, Muhammad Husain. al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, juz 1.


Kairo: Maktabah Wahbah, 2000.

Fahruddin, Mukhlis. “Kuttab: Madrasah Pada Masa Awal Umayyah”.


Madrasah. vol. 11, no. 2 (Januari-Juni 2010).

Faisal, Sanapiah. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada, 2005.

Ghazali, Imam. Bahaya Lidah. Jakarta: Bumi Aksara 1994.

Hamka. Keadilan Sosial Dalam Islam. Depok: Gema Insani, 2015.

_______. Tafsir al-Azhar. Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, 1982.

Harun, Salman. Secangkir Tafsir Juz Terakhir. Jakarta: Lentera Hati,


2017.

Husaeri, Abdullah. “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Al-Qur‟an


(Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13)”. Skripsi S1, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Jakarta. 2008.

Imarah, Ibn. Qamush al-Must}alah}at al-Iqtisad fi al-Hasharah al-


Islamiyyah. Kairo: Dar al-Syuruq, 1993.

Iya>zi, Muhammad Ali. Al-Mufassiru>n H}aya> tuhum wa Manhajuhum.


Taheran: Mu‟assasah al-Thaba>‟ah wa al-Nasyr, 1372 H.
96

Jazuli, Ahzami Samiun. Kehidupan dalam Pandangan al-Qur‟an. Jakarta:


Gema Insani Press, 2006..

Karim, Abdul. “Fungsi Harta Menurut Al-Qur‟an”. Al-Hikmah. vol. 12,


no. 1 (2011).

Karzon, Anas Ahmad. Tazkiyatun Nafs (Gelombang Energi Penyucian


Jiwa Menurut Al-Qur‟an dan as-Sunnah di Atas Manhaj Salafus
Sha>lih). terj. Emiel Threeska, cet. IV. Jakarta: Akbar Media,
2016.

Khairunnisa. “Kritik Sosial dalam Qs. al-Humazah”. Skripsi S1, Fakultas


Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. 2016.

Khosyi‟ah, Syiah. Wakaf Hibah Persepektif Ulama Fiqh Dan


Perkembangannya di Indonesia. Bandung: CV. Pustaka Setia,
2010.

Malkan. “Tafsir Al-Sya’ra>w i>: Tinjauan Biografis dan Metodologis dan


Biologis”. Alqalam. vol. 29, no. 2 (Mei-Agustus 2012).

Manzur, Jamaluddin Ibnu Mukarram Ibnu. Lisa>n al-Arab, juz 11. Beirut:
Da>r Al- Sha>dir, 1414.

Mas‟ud, Ibnu. Fiqhi Madzhab Syafi‟i, cet. I. Bandung: Pustaka Setia,


2004.

Mubarak, Muhammad Fajar. “Prinsip Ta‟awun dalam al-Qur‟an: Studi


Tafsir Al-Sya‟rāwi>”. Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan
Gunung Djati. 2019.

Mujab, Muhammad Saiful. “Ujaran Kebencian dalam Perspektif M.


Quraish Shihab: Analisis Qs. al-Hujurat ayat 11 dalam Tafsir al
Misbah”. Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, UIN Walisongo.
2018.

Mulyadi, Hendri. “Pertanian Dalam Perspektif Al-Qur‟an”. Tesis S2,


Program Studi Hukum Keluarga Konsentrasi Tafsir Hadits,UIN
Sultan Syarif Kasim Riau. 2020.
97

Munawaroh, Zakiyatul. “Harta dan Hak Kepemilikan dan Perspektif Al-


Qur‟an”. Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN
Sunan Ampel. 2019.

Munir, Ahmad. Harta Dalam Perspektif Al-Qur‟an. Ponorogo: STAIN Po


Press, 2010.

Muslich, Ahmad Ardi. Fiqh Muamalat. Jakarta: AMZAH, 2013.

Muslim, Imam. Shahih Muslim. Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah.

Mustaqim, Abdul. Epistimologi Tafsir Kontemporer. Yogyakarta: LKis


Group, 2012.

Nazarullah. “Teori-Teori Komunikasi Massa Dalam Persepektif Islam”.


Jurnal Peurawi. vol. 1, no. 1 (2008).

Nurdin, Amin, Dadi Darmadi, Eva Nugraha. Sosiologi al Qur'an: Agama


dan Masyarakat dalam Islam. Jakarta: LPPM UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2015.

Parni, “Konsep Jual Beli Dalam Pandangan Al-Qur‟an”. Skripsi S1,


Jurusan IAT Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah, IAIN
Palopo. 2016.

Pasya, Hikmatiar. “Studi Metodologi Tafsir Asy-Sya‟rawi”. Studia


Quranika. vol. 1, no. 2 (Januari 2017).

Pratiwi, Tien. “Konsep Kehormatan Manusia Dalam Al-Qur‟an Dan


Relevansinya Dengan Kehidupan Masyarakat Modern”. Skripsi
S1, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, IAIN Ponorogo.
2018.

Qardawi, Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani
Pres, 1997.

_______. Sistem Masyarakat dalam Al-Qur‟an dan Sunnah, cet. I. Solo:


Citra Islami Press, 1997.
https://www.slideshare.net/Kamdaserang/sistem-masyarakat-
islam-dalam-al-quran-dan-sunnah-dr-yusuf-qardhawi
98

Al-Qur‟an, Tim Penyusun Lajnah Pentashihan Mushaf. Al-Qur‟an dan


Terjemahan. Jakarta: Hidaya Media Dakwah. 2013.

Al-Qurt}ubi, Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad Abi Bakrin. Al-Ja>m i’


li Ahka>m al-Qur‟a>n, terj. Asmuni, jilid 5. Jakarta: Pustaka Azzam,
2008.

_______. Tafsir al-Qurthubi, terj. Dudi Rosyadi dan Faturrahman, jilid


20. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Qut}b, Sayyid. Fi> Zila>l al-Qur‟a>n, juz 6. Jakarta: Gema Insani Press, 2003.

RI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Rizkiputra, Dikalustian. “Bahaya Lisan dan Pencegahannya dalam Al


Qur'an”. Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta. 2011.

Sasongko, Agung. Kisah Umayah bin Khalaf Yang Tegila-Gila Harta.


Diakses, 28 Juli, 2020.
https://republika.co.id/berita/p982s5313/kisah-umayyah-bin-
khalaf-yang-tergilagila-harta.

Setiawan, MS. “Analisis Hukum Islam Terhadap Penukaran Kupon Air Isi
Ulang Di Depo Zha-Za Kalilom Lor Kecamatan Kenjeran Kota
Surabaya”. Skripsi S1, Jurusan Hukum Ekomomi Syariah,
Fakultas Syariah dan Hukum Perdata Islam, UIN Sunan Ampel
Surabaya. 2017.

Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Pembagian Waris Dalam Islam. terj. AM.


Basamalah. Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Ash-Shiddieqy, Hasbi. Pengantar Fiqih Mu‟amalah, cet. I. Jakarta: Bulan


Bintang, 1974.

Ash-Shiddiq, Muhammad Nejatul. Kegiatan Ekonomi Dalam Islam.


Jakarta: Bumi Aksara, 1991.

Shihab, Quraish. Al- Luba>b. Jakarta: Lentera Hati, 2008.

_______. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasihan al-Qur‟an.


Jakarta: Lentera Hati, 2000.
99

Shirazi, Dastghaib. Bermasyarakat Menurut Al-Qur‟an, terj. Salman


Parisi. Jakarta: Al-Huda, 2005.

Sholihah, Imroatus. “Konsep Kebahagiaan dalam Al-Qur‟an: Perspektif


Tafsir Mutawalli Al-Syaʿrāwī dan Psikologi Positif”. Tesis S2,
Fakultas Ilmu Agama Islam, UIN Maulana Malik Ibrahim. 2016.

Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,


2008.

Surur, Bunyamin Yusuf. “Rezeki Dalam Perspektif Al-Qur‟an”. Suhuf.


vol. 1, no. 1, (2008).

Sutoyo, Anwar. Manusia Dalam Perspektif Al-Qur‟an. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 2015.

As-Suyuthi, Jalaluddin. Luba>b an-Nuqu>l fi> Asbab an-Nuzu>l, terj. Abdul


Hayyie. Jakarta: Gema Insani, 2008.

Al-Sya‟ra>wi>, Mutawalli>. Tafsir al-Sya‟ra>wi>. Kairo: Akhba>r al-Yaum,


1991.

_______. Halal dan Haram. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1994.

_______. Rezeki. terj. Salim Basyarahil. Jakarta: Gema Insani Press, 1994.

_______. Tafsir Sya‟rawi, terj. Zainal Arifin. Jakarta: Safir Al-Azhar,


2016.

Syafe‟i, Zakaria. “Harta Menurut Ajaran Islam”. DEDIKASI. vol. 2, no. 2


(Juli-Desember 2010).

Syibromalisi, Faizah Ali dan Jauhar Azizy. Membahas Kitab Tafsir


Klasik-Modern. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah, 2011.

Syukur, Abdul. “Mengenal Corak Tafsir Al-Qur‟an”. Al-Furqonia. vol. 1,


no. 1 (Agustus 2015).

Al-Tabari, Abu> Ja‟far. Tasi>r Al-Tabari>, terj. Ahsan Askan. Jakarta:


Pustaka Azzam, 2008.
100

_______. Jami‟ al-Bayan an Ta‟wil Ayi Al-Qur‟an, terj. Amir Hamzah,


jilid 26. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Taufiq. “Memakan Harta Secara Batil”. Durriah Syari‟ah. vol. 17, no. 2
(Juli-Desember 2018).

Tim Tafsir Ilmiah Salman ITB. Tafsir Salman: Tafsir Ilmiah Juz „Amma.
Bandung: Mizan Pustaka, 2014.

Trisnawati, Diana. “Revolusi Mesir 23 Juli 1952: Berakhirnya


Pemerintahan Raja Farouk”. Istoria. vol. 11, no. 2 (Maret 2016).

Wiyono, M. “Tanggung Jawab Sosial Dalam Al-Qur‟an : Analisis Kritis


Tafsir Tematik Kemenag RI”. Diya al-Afkar. vol. 04, no. 02
(Desember 2018).

Yunus, Badruzaman M. “Tafsir Al-Sya’ra>wi> ; Tinjauan Terhadap Sumber,


Metode, dan Ittija>h”. Disertasi S3, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2009.

Zahra, Atika Salsabila. “Penafsiran Al-Sya‟rawi tentang Ayat-ayat Israf


dalam Al-Qur‟an”. Tesis S2, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan
Gunung Djati Bandung. 2019.

Zuhaily, Wahbah. al-Fiqh al-Islami> wa Adilatuhu, juz 4. Damsyik: Da>r


al-Fikr, 1989.

_______. Al-Qur‟an dan Paradigma Peradaban, terj. M. Thohir dan


Team Titian Ilahi. Yogyakarta: Dinamika, 1996.

_______. Tafsi>r al-Muni>r fi al-„Aqi>dah wa al-Syari>‟ah w al-Manhaj, jilid


8. Lebanon: Da>r al-Fikr al-Ma‟a>s}ir, 1991.

Zuraidah. “Konsep Adil Dalam Pembagian Harta Warisan Studi


Penafsiran Al-Sya‟rawi dan Hamka terhadap Qs. Al-Nisa Ayat
11”. Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta. 2010.

Anda mungkin juga menyukai