Anda di halaman 1dari 3

Pengertian Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang terintegrasi, yaitu sebuah kurikulum
yang mengintegrasikan Skill, Theme, Concepts, And Topic baik dalam bentuk Within Sigle
disciplines, Acrous several disciplines and Within and Acrous Learners. dengan kata lain
bahwa kurikulum 2013 ialah kurikulum yang terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan
sebagai sebuah sistem atau pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa disiplin ilmu
untuk memberikan pengalaman yang bermakna dan luas kepada peserta didik.

Dalam sejarah, kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan yang
dilakukan pengembangan, revisi dan penyempurnaan. Kurikulum 2013 telah berkembang
sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, seperti yang disampaikan oleh
Mulyasa (2014:55) yang mengatakan bahwa ada tiga konsep tentang perkembangan
Kurikulum 2013, yaitu :

1. Kurikulum sebagai suatu substansi kegiatan pembelajaran yang berisi rumusan


tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal dan evaluasi
pembelajaran.
2. Kurikulum 2013 sebagai suatu sistem dari sekolah, pendidikan bahkan masyarakat.
3. Kurikulum sebagai suatu bidang studi untuk mendalami dan mengembangkan ilmu
tentang kurikulum dan sistem kurikulum tersebut”.

Kurikulum 2013 menghadirkan pembelajaran yang mengacu pada tiga ranah kompetensi
yaitu, sikap, pengetahuan dan keterampilan. Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar
bahwa pengetahuan tidak dapat dipindakan secara utuh dari guru kepada siswa, melainkan
membutuhkan proses pembelajaran secara langsung/ilmiah untuk menyampaikan informasi
sehingga dapat memberikan makna dalam belajar. Siswa adalah subjek yang memiliki
kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan
pengetahuan.

Kurikulum 2013 dihadirkan untuk membangun siswa yang siap mengahadapi perkembangan
zaman di masa mendatang. Dimana dibutuhkan keterampilan-keterampilan yang mendasar
untuk dimiliki, diantaranya adalah keterampilan dalam berpikir kritis. Dalam teori Greenstein
dalam Machanal (2012) yang menyatakan bahwa bentuk keterampilan abad 21 adalah
berpikir kritis, keterampilan menyelesaikan permasalahan, keterampilan berpikir yang kreatif,
metakognisi, keterampilan dalam berkomunikasi, keterampilan berkolaborasi, keterampilan
berliterasi serta keterampilan untuk memahami kehidupan dan pekerjaan. Berpikir kritis
menjadi dasar bagi keterampilan lainnya dikarenakan berhubungan dengan kemampuan
individu dalam mengembangkan pola pikirnya. Dengan pemahaman tersebut, Kurikulum
2013 diharapkan mampu mengaplikasikan keterampilan-keterampilan untuk membekali
siswa di masa mendatang.

Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di


mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami
konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai
perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat
peserta didik.

Kurikulum Merdeka yang merupakan salah satu opsi dari empat pilihan kurikulum yang
dapat diadopsi satuan pendidikan dalam rangka pemulihan pembelajaran. Alasan mengapa
Kurikulum Merdeka perlu dirancang, utamanya karena krisis pembelajaran yang
berkepanjangan dan diperparah dengan adanya pandemi COVID-19. Bab sebelumnya juga
menjelaskan beberapa tantangan rancangan dan implementasi Kurikulum 2013 untuk
memulihkan pembelajaran. Dalam bab ini, beberapa komparasi antara rancangan Kurikulum
Merdeka dengan Kurikulum 2013 dilakukan untuk menjelaskan perubahan dan juga
penguatan apa yang telah dimulai dalam Kurikulum 2013 bahkan kurikulum nasional
sebelumnya.

Kurikulum Merdeka belajar dirancang sebagai bagian dari upaya Kemendikbudristek untuk
mengatasi krisis belajar yang telah lama dihadapi, dan menjadi semakin parah karena
pandemi. Krisis ini ditandai oleh rendahnya hasil belajar peserta didik, bahkan dalam hal
yang mendasar seperti literasi membaca.

Krisis belajar juga ditandai oleh ketimpangan kualitas belajar yang lebar antar wilayah dan
antar kelompok sosial-ekonomi. Tentu, pemulihan sistem pendidikan dari krisis belajar tidak
bisa diwujudkan melalui perubahan kurikulum saja. Diperlukan juga berbagai upaya
penguatan kapasitas guru dan kepala sekolah, pendampingan bagi pemerintah daerah,
penataan sistem evaluasi, serta infrastruktur dan pendanaan yang lebih adil. Namun
kurikulum juga memiliki peran penting

Anda mungkin juga menyukai