Anda di halaman 1dari 27

BAB III

PEMBEBANAN
3.1. Pendahuluan
Macam pembebanan yang bekerja pada struktur jembatan merupakan unsur
penting dalam perencanaan jembatan, baik untuk jalan raya, jalan rel, maupun jenis
jembatan lain. Berikut disajikan pembebanan rencana untuk struktur atas jembatan jalan
raya menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya 1987 (PPPJJR
1987) dan Bridge Management System 1992 (BMS 1992).

3.2. Pembebanan Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan


Raya 1987 (PPPJJR 1987)
Macam beban rencana yang didukung oleh struktur atas jembatan antara lain sebagai
berikut :
a. Beban Primer
Beban primer adalah beban yang merupakan beban utama dalam perhitungan
tegangan pada setiap perencanaan jembatan, terdiri dari :
1) Beban Mati
Beban mati adalah semua beban yang berasal dari berat sendiri jembatan
atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang
dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya. Atau dengan kata lain, beban
Tabel 3.1. Berat Isi Bahan Bangunan untuk Menentukan Beban Mati
Bahan Bangunan Berat Isi (t/m3)
Baja tuang 7,85
Besi tuang 7,25
Aluminium paduan 2,80
Beton bertulang/pratekan 2,50
Beton biasa, tumbuk, siklop 2,20
Pasangan batu/bata 2,00
Kayu 1,00
Tanah, pasir, kerikil (semua dalam keadaan padat) 2,00
Perkerasan jalan beraspal 2,50
Air 1,00
mati merupakan berat struktur yang harus diperkirakan terlebih dahulu, bersama-
sama dengan seluruh peralatan atau bangunan-bangunan lain yang bersifat

Bab III Pembebanan III - 1


permanen. Berat isi yang digunakan untuk menentukan beban mati ditetapkan
dalam PPPJJR 1987 dapat dilihat pada Tabel 3.1.

2) Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-
kendaraan bergerak/lalu-lintas dan atau pejalan kaki yang dianggap bekerja pada
jembatan. Terdapat dua macam beban hidup akibat lalu-lintas yaitu:
a). Beban “T”
Beban “T” adalah beban terpusat yang digunakan dalam perhitungan
kekuatan lantai kendaraan atau sistem lantai kendaraan jembatan, berupa truk
dengan beban roda ganda (dual wheel load) sebesar 10 ton. Ukuran-ukuran
serta kedudukan beban ditunjukkan dalam Gambar 3.1.

dengan a1 = a2 = 30 cm
b1 = 12,5 cm
b2 = 50 cm
MS = muatan rencana sumbu = 20 ton

Gambar 3.1. Beban T


b). Beban “D”
Beban “D” atau beban jalur digunakan dalam perhitungan kekuatan
gelagar, berupa susunan beban pada setiap jalur lalu-lintas yang terdiri dari
beban terbagi rata sebesar “q” ton per meter panjang per jalur, dan beban garis
“P” ton per jalur lalu-lintas tersebut. Adapun jumlah jalur lalu-lintas jembatan
jalan raya mempunyai lebar minimum 2,75 m dan maksimum 3,75 m. Lebar
jalur minimum (2,75 m) inilah yang dipakai untuk menentukan beban “D”
untuk tiap jalur. Jumlah jalur lalu-lintas untuk lantai kendaraan dengan lebar
5,5 m atau lebih ditentukan menurut Tabel 3.2.

Bab III Pembebanan III - 2


Tabel 3.2. Jumlah Jalur Lalu-Lintas
Lebar Lantai Kendaraan (m) Jumlah Jalur Lalu-Lintas
5,50 - 8,25 2
> 8,25 - 11,25 3
> 11,25 - 15,00 4
> 15,00 - 18,75 5
> 18,75 - 32,50 6

Di dalam menghitung besar Beban “D” dipakai ketentuan-ketentuan sebagai


berikut :
1)) Besar “q” ditentukan sebagai berikut :
q = 2,2 t/m’...................................................................untuk L < 30 m
q = 2,2 t/m’ - 1,1/60 x (L-30) t/m’....................untuk 30 m < L < 60 m
q = 1,1 (1+30/L) t/m’....................................................untuk L > 60 m
dengan : L = panjang dalam meter, ditentukan oleh tipe konstruksi
jembatan sesuai dengan Tabel 3.3.

a. Beban “D”

b. Ketentuan Penggunaan Beban “D”


Gambar 3.2. Beban “D”
2)) Untuk arah melintang jembatan, Beban “D” dihitung sebagai berikut :

Bab III Pembebanan III - 3


 untuk jembatan dengan kebar lantai kendaraan < 5,5 m, Beban “D”
sepenuhnya (100%)dibebankan pada seluruh lebar jembatan.
 untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan > 5,5 m, Beban “D”
sepenuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5,5 m, sedangkan
lebar selebihnya dibebani sebesar separuh Beban “D” (50%) seperti
Gambar 3.2.
3)) Dalam menentukan beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis) perlu
diperhatikan bahwa :
 Panjang bentang (L) untuk beban terbagi rata ditentukan sesuai dengan
ketentuan dalam perumusan koefisien kejut (lihat Tabel 3.3).
 Beban hidup per meter lebar jembatan sebagai berikut :
Beban terbagi rata = q ton/meter
2,75 meter
Beban garis = P ton
2,75 meter
Angka pembagi 2,75 meter di atas selalu tetap dan tidak tergantung
pada lebar jalu lalu-lintas.
4)) Beban “D” tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
menghasilkan pengaruh terbesar dengan pedoman sebagai berikut :
 Dalam meghitung momen-momen maksimum akibat beban hidup
(beban terbagi rata dan beban garis) pada gelagar menerus di atas
beberapa peletakan digunakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
- Satu beban garis untuk momen positip yang menghasilkan
pengaruh maksimum,
- Dua beban garis untuk momen negatip yang menghasilkan
pengaruh maksimum,
- Beban terbagi rata ditempatkan pada beberapa bentang/bagian
bentang yang akan menghasilkan momen maksimum.
 Dalam menghitung momen maksimum positip akibat beban hidup
(beban terbagi rata dan beban garis) pada gelagar dua peletakan
digunakan beban terbagi rata sepanjang bentang gelagar dan satu beban
garis.
Beban hidup untuk trotoar, kerb, dan sandaran sebagai berikut :
a). Konstruksi trotoar harus diperhitungkan terhadap beban hidup sebesar 500
kg/m2. Dalam perhitungan kekuatan gelagar karena pengaruh beban hidup
pada trotoar, diperhitungkan beban sebesar 60% beban hidup trotoar,
b). Kerb yang tedapat pada tepi-tepi lantai kendaraan harus diperhitungkan untuk
dapat menahan satu beban horisontal ke arah melintang jembatan sebesar 500
kg/m’ yang bekerja pada puncak kerb yang bersangkutan atau pada tinggi 25
cm di atas permukaan lantai kendaraan apabila kerb yang bersangkutan lebih
tinggi dari 25 cm,
c). Tiang-tiang sandaran pada tiap tepi trotoar harus diperhitungkan untuk dapat
menahan beban horisontal sebesar 100 kg/m’ yang bekerja pada tinggi 90 cm
di atas lantai trotoar.
3) Beban Kejut

Bab III Pembebanan III - 4


Untuk memeperhitungkan pengaruh getaran dan pengaruh dinamis lainnya,
tegangan-tegangan akibat beban garis “P” harus dikalikan dengan koefisien kejut
yang akan memberikan hasil maksimum, sedangkan beban merata “q” dan beban
“T” tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Koefisien kejut ditentukan dengan
rumus :
K = 1 + 20 / (50 + L)

dengan : K = koefisien kejut

L = panjang bentang dalam meter, ditentukan oleh tipe konstruksi


jembatan (keadaan statis) dan kedudukan muatan garis “P” sesuai
dengan Tabel 3.3.

4) Gaya Akibat Tekanan Tanah


Bagian bangunan jembatan yang menahan tanah harus direncanakan dapat
menahan tekanan tanah sesuai dengan rumus-rumus yang ada. Beban kendaraan di
belakang bangunan penahan tanah diperhitungkan senilai dengan muatan tanah
setinggi 60 cm.
b. Beban Sekunder
1) Beban Angin
Pengaruh beban angin sebesar 150 kg/m2 pada jembatan ditinjau
berdasarkan bekerjanya beban angin horisontal terbagi rata pada bidang vertikal
jembatan, dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Jumlah luas
bidang vertikal bangunan atas jembatan yang dianggap terkena oleh angin
ditetapkan sebesar suatu persentase tertentu terhadap luas bagian-bagian sisi
jembatan dan luas bidang vertikal beban hidup. Bidang vertikal beban hidup
ditetapkan sebagai suatu permukaan bidang vertikal yang mempunyai tinggi
menerus sebesar dua meter di atas lantai kendaraan. Dalam menghitung jumlah
luas bagian-bagian sisi jembatan yang terkena angin dipakai ketentuan sebagai
berikut :
a). Keadaan tanpa beban hidup
1)) Untuk jembatan gelagar penuh diambil sebesar 100% luas bidang sisi
jembatan yang langsung terkena angin, ditambah 50% luas bidang sisi
lainnya.
2)) Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30% luas bidang sisi jembatan
yang langsung terkena angin, ditambah 15% luas bidang sisi lainnya.
b). Keadaan dengan beban hidup
1)) Untuk jembatan diambil sebesar 50% terhadap luas bidang yang ditetapkan
sesuai dengan ketentuan pada keadaan tanpa beban hidup.
2)) Untuk beban hidup diambil sebesar 100% luas bidang sisi yang langsung
terkena angin.
c). Jembatan menerus di atas lebih dari dua peletakan
Untuk peletakan tetap perlu diperhitungkan beban angin dalam arah
longitudinal jembatan yang terjadi bersamaan dengan beban angin yang sama
besar dalam arah lateral jembatan, dengan beban angin masing-masing sebesar
40% terhadap luas bidang menurut keadaan pada no. 1) dan 2). Pada jembatan

Bab III Pembebanan III - 5


yang memerlukan perhitungan pengaruh angin yang teliti harus diadakan
penelitian khusus.

Bab III Pembebanan III - 6


Bab III Pembebanan III - 7
2) Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Peninjauan diadakan terhadap timbulnya tegangan-tegangan struktural
karena adanya perubahan bentuk akibat perbedaan suhu antara bagian-bagian
jembatan baik yang menggunakan bahan yang sama maupun dengan bahan yang
berbeda. Perbedaan suhu ditetapkan sesuai dengan data perkembangan suhu
setempat. Pada umumnya pengaruh perbedaan suhu tersebut dapat dihitung
dengan mengambil perbedaan suhu untuk :
 Bangunan Baja :
- Perbedaan suhu maksimum-minimum = 30 o C.

Bab III Pembebanan III - 8


- Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan = 15 o C.

 Bangunan Beton :
- Perbedaan suhu maksimum-minimum = 15 o C.

- Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan < 10 o C, tergantung dimensi


penampang.

3) Gaya Rangkak dan Susut


Pengaruh rangkak dan susut bahan beton terhadap konstruksi, harus
ditinjau. Besar pengaruh tersebut apabila tidak ada ketentuan lain dapat dianggap
senilai dengan gaya yang timbul akibat turunnya suhu sebesar 15o C.
4) Gaya Rem
Pengaruh gaya-gaya dalam arah memanjang jembatan akibat gaya rem,
harus ditinjau. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem
sebesar 5% dari Beban “D” tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur
lalu-lintas yang ada, dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja
horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80 meter di
atas permukaan lantai kendaraan.
5) Gaya Akibat Gempa Bumi
Jembatan-jembatan yang akan dibangun pada daerah-daerah di mana
diperkirakan terjadi pengaruh-pengaruh gempa bumi, harus direncanakan dengan
menghitung pengaruh-pengaruh gempa bumi tersebut sesuai dengan “Buku
Petunjuk Perencanaan Tahan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya 1986”.
Pengaruh-pengaruh gempa bumi pada jembatan dihitung senilai dengan pengaruh
suatu gaya horisontal pada konstruksi akibat beban mati konstruksi/bagian
konstruksi yang ditinjau dan perlu ditinjau pula gaya lain yang berpengaruh yaitu
gaya gesek pada peletakan.
6) Gaya Akibat Gesekan pada Tumpuan-Tumpuan Bergerak
Jembatan harus pula ditinjau terhadap gaya yang timbul akibat gesekan
pada tumpuan bergerak, karena adanya pemuaian dan penyusutan dari jembatan
akibat perbedaan suhu atau akibat-akibat lain. Gaya gesek yang timbul hanya
ditinjau akibat beban mati saja, sedangkan besarnya ditentukan berdasarkan
koefisien gesek pada tumpuan yang bersangkutan dengan nilai sebagai berikut :
a). Tumpuan Rol Baja :
1)) Dengan satu atau dua rol..................................................................0,01
2)) Dengan tiga atau lebih rol................................................................0,05
b). Tumpuan Gesekan :
1)) Antara baja dengan campuran tembaga keras & baja.......................0,15
2)) Antara baja dengan baja atau besi tuang..........................................0,20
3)) Antara karet dengan baja/beton...................................0,15 sampai 0,18

b. Beban Khusus
1) Gaya Sentrifugal

Bab III Pembebanan III - 9


Konstruksi jembatan yang ada pada tikungan harus diperhitungkan terhadap
suatu gaya horisontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1,80 m di atas
lantai kendaraan. Gaya horisontal tersebut dinyatakan dalam persen terhadap
Beban “D” yang dianggap ada pada semua jalur lalu-lintas tanpa dikalikan
koefisien kejut. Besar persentase tersebut dapat ditentukan dengan rumus :
Ks = 0,79 V2 / R

dengan : Ks = koefisien gaya sentrifugal (%)

V = kecepatan rencana (km/jam)

R = jari-jari tikungan (m)

2) Gaya Tumbuk pada Jembatan Layang


Gaya tumbuk antara kendaraan dan pilar dimaksudkan pada jembatan-
jembatan layang di mana bagian bawah jembatan digunakan untuk lalu-lintas.
Bagian pilar yang mungkin terkena tumbukan kendaraan perlu diberi tembok
pengaman. Bila tidak terdapat sarana pengaman, maka untuk menghitung gaya
akibat tumbukan antara kendaraan dan pilar dapat digunakan salah satu dari kedua
gaya tumbuk horisontal yang paling menentukan :
- pada arah lalu-lintas.....................................................................100 ton

- pada arah tegak lurus lalu-lintas.....................................................50 ton

Gaya tumbuk tersebut dianggap bekerja pada tinggi 1,80 m di atas permukaan jalan
raya.

3) Beban dan Gaya Selama Pelaksanaan


Gaya-gaya khusus yang mungkin timbul dalam masa pelaksanaan
pembangunan jembatan, harus ditinjau dan besarnya dihitung sesuai dengan cara
pelaksanaan pekerjaan yang digunakan.
4) Gaya akibat Aliran Air dan Tumbukan Benda-Benda Hanyutan
Semua pilar dan bagian-bagian lain dari bangunan jembatan yang
mengalami gaya-gaya aliran air harus diperhitungkan dapat menahan tegangan-
tegangan maksimum akibat gaya-gaya tersebut. Gaya tekanan aliran air adalah
hasil perkalian tekanan air dengan luas bidang pengaruh pada suatu pilar, yang
dihitung dengan rumus :
Ah = k Va2
dengan : Ah = tekanan aliran air (ton/m2)

Va = kecepatan aliran air yang dihitung berdasarkan analisa hidrologi


(m/detik), bila tidak ada ketentuan lain maka Va = 3 m/detik.

k = koefisien aliran yang tergantung bentuk pilar

Tegangan-tegangan alibat tumbukan benda-benda hanyutan (kayu, batu, dll


pada aliran sungai) pada bangunan bawah harus diperhitungkan dan besarnya

Bab III Pembebanan III - 10


ditetapkan berdasarkan hasil penyelidikan setempat. Gaya tumbuk untuk lalu-
lintas sungai diperhitungkan secara khusus.
5) Gaya Angkat
Bagian-bagian dasar bangunan bawah pada rencana pondasi langsung atau
pondasi terapung harus diperhitungkan terhadap gaya angkat yang mungkin
terjadi.

Penyebaran Gaya (Distribusi Beban)


a. Beban Mati
1) Beban Mati Primer
Beban mati primer adalah beban yang merupakan struktur utama dari
jembatan seperti gelagar, rangka utama, pertambatan angin, alat sambung, dan
lain-lain. Beban mati yang digunakan dalam perhitungan kekuatan gelagar-gelagar
(baik gelagar tengah maupun tepi) adalah berat sendiri pelat dan sistem lainnya
yang dipikul langsung oleh masing-masing gelagar tersebut.
2) Beban Mati Sekunder
Yang termasuk beban mati sekunder yaitu kerb, trotoar, tiang sandaran, dan
lain-lain yang dipasang setelah pelat di cor. Beban ini dapat dianggap terbagi rata
di semua gelagar.

b. Beban Hidup
1) Beban “T”
Dalam menghitung kekuatan lantai akibat Beban “T” dianggap bahwa
beban tersebut menyebar ke bawah dengan arah 45 o sampai ke tengah-tengah tebal
lantai.
2) Beban “D”
Dalam menghitung momen dan gaya lintang dianggap bahwa gelagar-
gelagar mempunyai jarak dan kekuatan yang sama atau hampir sama sehingga
penyebaran Beban “D” melalui lantai kendaraan ke gelagar-gelagar harus dihitung
dengan cara berikut :
a). Perhitungan Momen
1)) Beban hidup yang diterima setiap gelagar tengah adalah sebagai berikut :
Beban merata : q’ = q/2,75 x  x s
Beban garis : P’ = P/2,75 x  x s
dengan : s = jarak gelagar yang berdekatan (yang ditinjau) dalam
meter, diukur dari sumbu ke sumbu.
 = faktor distribusi
= 0,75 bila kekuatan gelagar melintang diperhitungkan.

Bab III Pembebanan III - 11


= 1,00 bila kekuatan gelagar melintang tidak
diperhitungkan.
2)) Gelagar Tepi
Beban hidup yang diterima oleh gelagar tepi adalah beban hidup
tanpa memperhitungkan faktor distribusi ( = 1,00). Bagaimanapun juga
gelagar tepi harus direncanakan minimum sama kuat dengan gelagar
tengah. Dengan demikian beban hidup yang diterima tiap gelagar tepi
adalah sebagai berikut :
Beban merata : q’ = q/2,75 x s’
Beban garis : P’ = P/2,75 x s’
dengan : s’ = lebar pengaruh beban hidup pada gelagar tepi

b). Perhitungan Gaya Lintang


1)) Gelagar Tengah
Beban hidup yang diterima gelagar tengah sebagai berikut :
Beban merata : q’ = q/2,75 x  x s
Beban garis : P’ = P/2,75 x  x s
dengan : s = jarak gelagar yang berdekatan (yang ditinjau) dalam
meter, diukur dari sumbu ke sumbu.
 = faktor distribusi
= 0,75 bila kekuatan gelagar melintang diperhitungkan.
= 1,00 bila kekuatan gelagar melintang tidak
diperhitungkan.
2)) Gelagar Tepi
Beban hidup, baik beban merata maupun beban garis yang diterima
oleh gelagar tepi adalah beban hidup tanpa memperhitungkan faktor
distribusi. Bagaimanapun juga gelagar tepi harus direncanakan minimum
sama kuat dengan gelagar tengah. Dengan demikian beban hidup yang
diterima tiap gelagar tepi adalah sebagai berikut :
Beban merata : q’ = q/2,75 x s’
Beban garis : P’ = P/2,75 x s’
dengan : s’ = lebar pengaruh beban hidup pada gelagar tepi

Kombinasi Pembebanan
Konstruksi jembatan beserta bagian-bagiannya harus ditinjau terhadap
kombinasi pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Sesuai dengan sifat-sifat serta
kemungkinan-kemungkinan pada setiap beban, tegangan yang digunakan dalam
pemeriksanaan kekuatan konstruksi yang bersangkutan dinaikkan terhadap tegangan
yang diijinkan sesuai keadaan elastis. Tegangan yang digunakan dinyatakan dalam
persen terhadap tegangan yang diijinkan sesuai kombinasi pembebanan dan gaya pada
Tabel 3.4 berikut :

Tabel 3.4. Kombinasi Pembebanan dan Gaya

Bab III Pembebanan III - 12


Kombinasi Pembebanan dan Gaya Tegangan *)
I. M + (H + K) + Ta + Tu 100 %
II. M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm 125 %
III. Kombinasi I + Rm + Gg + A + SR + Tm + S 140 %
IV. M + Gh + Tag + Gg + Ahg + Tu 150 %
V. M + Pl 130 %
VI. M + (H + K) + Ta + S + Tb 150 %

Keterangan :

A = beban angin

Ah = gaya akibat aliran dan hanyutan

Ahg = gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa

Gg = gaya gesek pada tumpuan bergerak

Gh = gaya horisontal ekivalen akibat gempa bumi

(H + K) = beban hidup dengan kejut

M = beban mati

Pl = gaya-gaya pada waktu pelaksanaan

Rm = gaya rem

S = gaya sentrifugal

SR = gaya akibat susut dan rangkak

Tm = gaya akibat perubahan suhu (selain susut dan rangkak)

Ta = gaya tekanan tanah

Tag = gaya tekanan tanah akibat gempa bumi

Tb = gaya tumbuk

Tu = gaya angkat

3.3. Pembebanan Menurut Bridge Management System 1992 (BMS 1992)


Persyaratan pembebanan dari BMS 1992 tercakup dalam Peraturan Perencanaan
Teknik Jembatan (PPTJ) 1992 Bagian 2. Perancangan struktur jembatan menurut BMS

Bab III Pembebanan III - 13


1992 ditekankan pada perancangan dengan Metode Limit State Design, sehingga pada
pembebanan diberikan suatu faktor beban sebagai pengali beban kerja. Berikut ini
disajikan pembebanan untuk perancangan struktur atas jembatan :

a. Beban tetap :
1) Berat sendiri, yaitu berat bagian jembatan yang merupakan elemen struktural
ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Berat isi dan
kerapatan massa untuk memperhitungkan berat sendiri dapat dilihat pada Tabel
3.5.

Tabel 3.5. Berat Isi dan Kerapatan Masa untuk Berat Sendiri
Bahan Berat Isi (kN/m3) Kerapatan Massa (kg/m3)
Aspal beton 22 2240
Beton 22 – 25 2240 – 2560
Beton bertulang 23,5 – 25,5 2400 - 2600
Baja 77 7850

2) Beban mati tambahan, yaitu berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban
pada jembatan yang merupakan elemen non struktural dan mempunyai
kemungkinan terjadi perubahan besar selama umur jembatan, misal : overlay dan
saluran drainasi.
3) Pengaruh penyusutan dan rangkak, harus diperhitungkan pada komponen struktur
jembatan yang menggunakan beton.
4) Pengaruh prategang, hal ini akan menyebabkan pengaruh sekunder pada
komponen-komponen terkekang pada bangunan statis tak tentu.
5) Tekanan tanah,
6) Pengaruh tetap pelaksanaan, yaitu pengaruh yang ditimbulkan oleh metode dan
urutan pelaksanaan jembatan.
Faktor beban yang digunakan untuk beban tetap dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Faktor untuk Beban Tetap

Aksi Lama Faktor Beban pada Keadaan Batas

Beban Daya Ultimit Kuxx

Nama Simbol Bekerja Layan Ksxx Normal Terkurangi

Berat sendiri :

 Baja, aluminium PMS Tetap 1,0 1,1 0,9


 Beton pra cetak
 Beton dicor di tempat 1,0 1,2 0,85
 Kayu
1,0 1,3 0,75

Bab III Pembebanan III - 14


1,0 1,4 0,7

Beban mati tambahan


 Keadaan umum
 Keadaan khusus PMA Tetap 1,0 2,0 0,7

1,0 1,4 0,8

Pengaruh tetap PPL Tetap 1,0 1,25 0,8


pelaksanaan

b. Beban lalu-lintas :
1) Beban Lajur D
Beban Lajur D terdiri dari beban terbagi merata dan beban garis yang
bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada
jembatan yang ekivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya.
Beban terbagi merata mempunyai intensitas q kPa di mana q tergantung pada
panjang total yang dibebani seperti berikut ini :
L < 30 m ; q = 8,0 kPa

L > 30 m ; q = 8,0 (0,5 + 15 / L) kPa

dengan L = panjang total yang dibebani.


Panjang yang dibebani adalah panjang total beban terbagi merata yang bekerja
pada jembatan yang dapat dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk
mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus.
Beban garis mempunyai intensitas p sebesar 44,0 kN/m, bekerja dengan arah
tegak lurus terhadap arah lalu-lintas. Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang
atau sama dengan 5,5 m, maka Beban D harus ditempatkan pada seluruh jalur
dengan intensitas 100%. Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, Beban D
dibebankan dengan intensitas 100% pada lebar jalur 5,5 m sedangkan lebar
selebihnya dibebani dengan intensitas 50%. Susunan dan penyebaran Beban D
dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Dalam keadaan khusus Beban D dapat dikurangi hingga 70% baik untuk
beban merata maupun beban garis. Pengurangan ini hanya untuk Beban D saja dan
tidak boleh digunakan untuk Beban T ataupun untuk gaya rem.
2) Beban Truk T
Beban Truk T berupa kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan
dan berat as seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.3. Berat masing-masing as
disebarkan menjadi dua beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak
antara roda dengan permukaan lantai.

Beban Garis
Intensitas p
Bab III
ArahPembebanan
Lalu-Lintas kN/m III - 15
90o

Intensitas q
a. Susunan Beban Merata dan Beban Garis

100
%
Intensitas
Beban

b < 5,5

5,5 m

50% 100%

b
5,5 m

50% 100%

Bab III Pembebanan III - 16


b > 5,5

b. Penyebaran Beban D pada Arah Melintang Jembatan

Gambar 3.2. Susunan dan Penyebaran Beban D

3) Gaya Rem
Gaya rem berupa gaya memanjang yang besarnya tidak tergantung pada
lebar jembatan sebagai akibat dari pengaruh rem dan percepatan lalu-lintas,
ditetapkan sebagai berikut :
L < 80 ; TTB = 250

80 < L < 180 ; TTB = 2,5 L + 50

L > 180 ; TTB = 500

dengan L = panjang struktur (m)

TTB = gaya rem (kN)

Gambar 3.3. Beban T

4) Beban Pejalan Kaki


Intensitas beban pejalan kaki tergantung pada luas beban yang dipikul oleh
unsur yang direncanakan. Lantai dan gelagar yang langsung memikul pejalan kaki

Bab III Pembebanan III - 17


direncanakan untuk mendukung beban 5 kPa, sedangkan intensitas beban untuk
elemen lain adalah sebagai berikut :
A < 10 m2 ; KTP = 5

10 m2< A < 100 m2 ; KTP = 5,33 - A/30

A > 100 m2 ; KTP = 2

dengan A = luas terpikul oleh unsur (m2)

KTP = intensitas beban pejalan kaki nominal (kPa)

5) Beban Dinamis
Interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan menghasilkan
beban dinamis yang dalam perencanaan dinyatakan sebagai beban statis ekivalen.
Untuk mendapatkan simulasi kejut dari kendaraan bergerak pada stuktur jembatan
digunakan faktor beban dinamis yang berlaku bagi Beban D maupun Beban T.
6) Gaya Sentrifugal
Gaya sentrifugal akibat pengaruh beban lalu-lintas harus diperhitungkan
pada jembatan yang mempunyai lengkung horisontal. Beban lalu-lintas dianggap
bergerak pada kecepatan tiga per empat dari kecepatan rencana untuk jalan,
bekerja secara bersamaan dengan Beban D atau T dengan pola sama sepanjang
jembatan, tanpa menambahkan fraksi beban dinamis. Gaya sentrifugal dianggap
bekerja pada permukaan lantai dengan arah keluar secara radial.
TTR = 0,005 (V2/r) TT
dengan : TTR = gaya sentrifugal yang bekerja pada bagian jembatan
TT = beban lalu-lintas total yang bekerja pada bagian jembatan
V = kecepatan lalu-lintas rencana (km/jam)
r = jari-jari kelengkungan (m)

Faktor-faktor beban yang digunakan untuk beban lalu-lintas seperti tersebut di atas
dapat dilihat pada Tabel 3.7 dan Tabel 3.8.

Tabel 3.7. Faktor untuk Beban Lalu-Lintas selain Beban Dinamik

Aksi Lama Faktor Beban pada Keadaan Batas

Beban Daya Ultimit Kuxx

Nama Simbol Bekerja Layan Ksxx Normal Terkurangi

Beban Lajur D TTD Transient 1,0 2,0 -

Beban Truk T TTT Transient 1,0 2,0 -

Gaya Rem TTB Transient 1,0 2,0 -

Beban Pejalan TTP Transient 1,0 2,0 -

Bab III Pembebanan III - 18


Faktor untuk Beban Dinamik

1. Untuk beban T nilai faktor beban dinamik 0,3

2. Untuk beban garis pada beban D nilai faktor beban dinamik dapat dilihat pada Tabel 3.8

Tabel 3.8. Faktor Beban Dinamik untuk Beban Garis pada Beban D

Bentang Ekuivalen LE (m) Faktor Beban Dinamik

LE< 50 0,4

50 < LE< 90 0,525 - 0,0025 LE

LE> 90 0,3

Catatan :

a. Untuk bentang sederhana LE = panjang bentang aktual

b. Untuk bentang menerus LE =  L rata-rata x L maks , dimana

L rata-rata = panjang bentang rata dari bentang-bentang menerus

L maks = panjang bentang maksimum dari bentang-bentang menerus

7)Beban Tumbukan pada Penyangga Jembatan


Pilar yang mendukung jembatan yang melintasi jalan raya, jalan kereta api,
dan lalu-lintas sungai harus direncanakan mampu menahan beban tumbukan, atau
bila tidak harus dipasang pelindung.
b. Aksi Lingkungan
Yang termasuk dalam aksi lingkungan antara lain adalah :

1) Beban angin, ditentukan sebagai berikut :


TEW = 0,0006 CW (VW)2 Ab

dengan TEW = gaya angin (kN)


VW = kecepatan angin rencana (m/dt) (Tabel 3.9)

CW = koefisien seret (Tabel 3.10)

Ab = luas ekivalen bagian samping jembatan (m 2)

Bab III Pembebanan III - 19


Bila terdapat kendaraan di atas jembatan harus diperhitungkan suatu beban
garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai sebagai berikut :
TEW = 0,0012 CW (VW)2

Tabel 3.9. Kecepatan Angin Rencana


Lokasi
Keadaan Batas
< 5 km dari pantai > 5 km dari pantai

Daya Layan 30 m/s 25 m/s

Ultimit 35 m/s 30 m/s

Tabel 3.10. Koefisien Seret

Tipe Jembatan Koefisien Seret


Bangunan atas masif: (1), (2)
b/d = 1,0 2,1 (3)

b/d = 2,0 1,5 (3)

b/d > 6,0 1,25 (3)

Bangunan atas rangka 1,2


Catatan:
(1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran
d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif
(2) Untuk harga antara dari b/d bisa diinterpolasi linier
(3) Bila bangunan atas mempunyai superelevasi, koefisien seret harus dinaikkan sebesar 3% untuk
setiap derajat superelevasi, dengan kenaikkan maksimum 2,5%.

2) Pengaruh gempa
Pengaruh gempa diperhitungkan sebagai beban horisontal statis ekivalen.

Beban rencana gempa minimum diperoleh dari persamaan berikut :

TEQ = Kh I WT

Kh = C S

Bab III Pembebanan III - 20


dengan TEQ = gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)

Kh = koefisien beban gempa horisontal

C = koefisien geser dasar (Gambar 3.5)

I = faktor kepentingan (Tabel 3.11)

S = faktor tipe bangunan (Tabel 3.12)

WT = berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan


gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati
tambahan (kN)

Tabel 3.11. Faktor Kepentingan

No Klasifikasi Harga I Minimum


Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari, jembatan pada jalan
1 1,2
raya utama atau arteri dan jembatan di mana tidak ada rutealternatif

Seluruh jembatan permanen lainnya di mana tersedia rute alternatif,


2 tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk mengurangi 1,0
pembebanan lalu-lintas

Jembatan sementara dan jembatan yang direncanakan untuk


3 0,8
mengurangi pembebanan lalu-lintas

Bab III Pembebanan III - 21


Gambar 3.5. Koefisien Geser Dasar

Bab III Pembebanan III - 22


Tabel 3.12. Faktor Tipe Bangunan
Tipe Faktor Tipe Bangunan (S)

Jembatan Jembatan dengan Daerah Sendi Jembatan dengan Daerah Sendi Beton
Prategang

(1), (2) Beton Bertulang atau Baja Prategang Parsial (3) Prategang Penuh (3)

Tipe A(4) 1,0 F 1,15 F 1,3 F

Tipe B(4) 1,0 F 1,15 F 1,3 F

Tipe C 3,0 3,0 3,0

Catatan:
(1) Tipe jembatan dijelaskan pada PPTJ 1992 Lampiran A.
(2) Jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda pada arah melintang dan memanjang,
sehingga harus digunakan tipe bangunan yang sesuai untuk masing-masing arah.
(3) Yang dimaksud dalam tabel ini, beton prategang parsial mempunyai prapenegangan yang cukup
untuk kira-kira mengimbangi pengaruh dari beban rencana selebihnya diimbangi oleh tulangan
biasa. Beton prategang penuh mempunyai prapenegangan yang cukup untuk mengimbangi
pengaruh beban total rencana.
(4) F = faktor perangkaan
= 1,25 - 0,025 n; dan F < 1,0
n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral paada masing-masing bagian
monolit dari jembatan yang berdiri sendiri-sendiri (misal : bagian-bagian yang dipisahkan
oleh expansion joints yang memberikan keleluasaan untuk bergerak dalam arah lateral
secara sendiri-sendiri)

Selain beban akibat gaya gempa, diperhitungkan pula gaya-gaya antara lain
sebagai berikut :
a). Tekanan tanah lateral akibat gempa
b). Tekanan air lateral akibat gempa
Faktor-faktor beban yang digunakan untuk aksi lingkungan dapat dilihat pada Tabel 3.13.

3) Penurunan
Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan
yang diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan.
4) Pengaruh Temperatur
Pengaruh temperatur dibedakan sebagai berikut :

 Variasi pada temperatur jembatan rata-rata


 Variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan (perbedaan temperatur)
Variasi temperatur jembatan rata-rata digunakan untuk menghitung
pergerakan pada sambungan pelat lantai dan untuk menghitung beban akibat
terjadinya pengekangan akibat pergerakan tersebut.

Tabel 3.13. Temperatur Jembatan Rata-Rata Nominal

Bab III Pembebanan III - 23


Temperatur Jembatan Rata-Rata Temperatur Jembatan Rata-
Tipe Bangunan Atas
Minimum Rata Maksimum

Lantai Beron di atas gelagar


15OC 40OC
atau box beton

Lantai beton di atas gelagar,


15OC 40OC
box, atau rangka baja

Pelat lantai baja di atas gelagar,


15OC 45OC
box, atau rangka baja

Tabel 3.14. Sifat Bahan Rata-Rata Akibat Pengaruh Temperatur

Bahan Koefisien Perpanjangan Akibat Modulus Elastisitas (MPa)


Suhu

Baja 12 x 10-5 per OC 200.000

Beton :

Kuat tekan < 30 MPa 10 x 10-5 per OC 25.000

Kuat tekan > 30 MPa 11 x 10-5 per OC 34.000

Aluminium 24 x 10-5 per OC 70.000

5) Aliran Air, Benda hanyutan, dan Tumbukan dengan Batang Kayu


Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air
tegantung pada kecepatan aliran air.
6) Tekanan Hidrostatis dan Gaya Apung
Permukaan air rendah dan tinggi harus ditentukan selama umur bangunan
dan digunakan untuk menghitung tekanan hidrostatis dan gaya apung. Dalam
menghitung pengaruh tekanan hidrostatis, kemungkinan adanya gradien hidrolis
yang mungkin terjadi melintang bangunan harus diperhitungkan.

Tabel 3.15. Faktor untuk Aksi Lingkungan

Aksi Lama Faktor Beban pada Keadaan Batas

Beban Daya Ultimit Kuxx

Nama Simbol Bekerja Layan Ksxx Normal Terkurangi

Penurunan PES Tetap 1,0 - -

Bab III Pembebanan III - 24


Temperatur TET Transient 1,0 1,2 0,8

Aliran/Benda TEF Transient 1,0 (*) -


Hanyutan

Hidro/Daya Apung TEU Transient 1,0 1,0 1,0

Pengaruh Angin TEW Transient 1,0 1,2 -

Pengaruh Gempa TEQ Transient - 1,0 -

Catatan : (*) ada aturan khusus

d. Aksi-aksi lain, antara lain adalah :


1) Gesekan pada peletakan, dihitung dengan menggunakan beban tetap dan harga
rata-rata dari koefisien gesekan atau kekakuan geser apabila digunakan
peletakan elastomer.
2) Beban pelaksanaan, yang antara lain terdiri dari :
a) Beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan
b) Aksi lingkungan yang mungkin timbul selama pelaksanaan
3) Pengaruh getaran, yang diakibatkan oleh adanya kendaraan yang lewat di atas
jembatan
Kombinasi beban untuk mendapatkan pengaruh terburuk dapat dilihat pada Tabel 3.14.

Bab III Pembebanan III - 25


Tabel 3.14. Kombinasi Beban

Kombinasi Beban

Aksi Batas Daya Layan Batas Ultimit

1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

Aksi tetap : x x x x x x x x x x x x

- Berat Sendiri

- Beban Mati Tambahan

- Penyusutan dan Rangkak

- Prategang

- Pengaruh Pelaksanaan Tetap

- Tekanan Tanah

- Penurunan

Aksi Transient :

- Beban Lajur D atau x o o o o x o o o

- Beban Truk T

- Gaya Rem atau x o o o o x o o o

- Gaya Sentrifugal

- Beban Pejalan Kaki x x

- Gesekan pada Peletakan o o x o o o o o o o o

- Pengaruh Temperatur o o x o o o o o o o o

- Aliran/hanyutan/tumbukan dan
hidrostatis apung

- Beban Angin o o x o o o x o

Aksi Lain :

- Beban Gempa x

Bab III Pembebanan III - 26


- Beban Tumbukan

- Pengaruh Getaran x x

- Beban Pelaksanaan x x

Catatan untuk Tabel 3.14 :

1. Dalam perencanaan harus pula diperhitungkan kombinasi beban yang tidak tercantum
dalam tabel, apabila beban tersebut memungkinkan terjadinya kondisi kritis pada jembatan
tertentu.

2. Aksi dengan tanda x diperhitungkan menggunakan faktor beban penuh (baik untuk batas
daya layan maupun ultimit), sedangkan aksi dengan tanda o diperhitungkan dengan
menggunakan faktor beban yang sudah diturunkan harganya. (Keterangan lebih lanjut
terdapat pada PPTJ 1992 Bagian 2 dan Bridge Design Manual 1992 Section 2)

3. Beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan. Kombinasi beban untuk
aksi yang demikian harus dihitung dengan melihat harga rencana maksimum dan minimum
untuk menentukan keadaan yang paling berbahaya.

Bab III Pembebanan III - 27

Anda mungkin juga menyukai